ABSTRACT
NEVI VENI RIANTIN. Anatomical Characteristics and Physical Properties of the
13 year-old of Solomon Teak from Bogor. Supervised by IMAM WAHYUDI.
Characteristics of anatomical structure including fiber dimension, and several
physical properties of the 13 year-old of salomon teak (Tectona grandis) from
Bogor have been studied and compared to those of another teak in general.
Macroscopic characteristics were observed directly using loupe with 2.5X
magnification, while microscopic characteristics were observed through microtome
specimens by light microscope. Fiber dimension was analyzed through maceration
specimens, while physical properties were measured by using the modification of
standard procedures. Results showed that anatomical structure and fiber length of
this solomon teak were not significantly different from those of the conventional
teak. The main constituent of this wood also consists of fiber, vessel, axial
parenchyma, and ray parenchyma. Specific gravity of this solomon teak was higher
than that of the 29 year-old of the conventional teak or the 5 and 7 year-old of faster
grown teak from Bogor, but similar to that of the 14 year-old of the conventional
teak from Gunungkidul, Yogyakarta. In general, this solomon teak is suitable for
the highest quality of wooden furniture manufacturing. This wood is classified as
the Strength Class of III, has decorative figures, wood grain is straight to
interlocked, wood texture is fine and even, lower in volumetric shrinkage, and
without crystal or silica.
Keywords: anatomical structure, physical properties, solomon teak, wooden
furniture
KARAKTERISTIK ANATOMI DAN SIFAT FISIS
KAYU JATI SOLOMON UMUR 13 TAHUN ASAL BOGOR
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik
Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Jati Solomon Umur 13 Tahun Asal Bogor”, yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
selaku pembimbing atas bimbingannya yang penuh dengan kesabaran. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Suparlan (Ayah), Ibu Sri Nuryatin
(Ibu), Susi Firantika (kakak), Qurnely Octavia (Adik), dan Rayhand Risqi
Anandhani (Adik), serta Abid Nur Rahman atas segala doa, kasih sayang, dan
dukungannya, serta kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
kelancaran studi dan kelancaran pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya skripsi
ini.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi penulis sendiri maupun semua pihak
yang berkepentingan.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karakteristik kayu jati (Tectona grandis) terutama jati-jati cepat tumbuh
perlu terus diteliti dalam rangka penjaminan mutu produk yang dihasilkannya. Hal
ini mengingat pasokan dan ketersediaan kayu yang sangat diandalkan oleh industri
permebelan terutama wooden furniture di tanah air untuk tujuan ekspor ini semakin
terbatas dan semakin mahal dari tahun ke tahun.
Salah satu jenis jati cepat tumbuh yang banyak ditanam oleh masyarakat di
tanah air adalah jati jumbo atau yang lebih dikenal dengan nama jati solomon (T.
grandis variasi Solomon). Menurut Maskuro (2012), ciri khas pohon jati solomon
adalah tahan penyakit, tumbuh sangat cepat, dengan ukuran daun yang tidak terlalu
lebar tetapi tebal yang tumbuhnya lurus ke atas, berpasangan, dan berwarna hijau
kebiruan. Batangnya kuat, tegak, lurus, bulat, sedikit percabangan, dan jarang
patah. Berdasarkan pengamatan pada penampang lintang kayu jati solomon umur
13 tahun asal Bogor yang dijadikan sampel penelitian ini diketahui bahwa
persentase bagian terasnya lebih besar dibandingkan bagian gubalnya. Hal ini
mengindikasikan bahwa kayu jati solomon berpotensi digunakan sebagai bahan
baku mebel bermutu tinggi karena memiliki tingkat keawetan alami yang tinggi.
Karakteristik kayu jati solomon hasil budidaya masih belum banyak
diketahui. Padahal, informasi tersebut sangat diperlukan terutama untuk menjamin
mutu produk mebel yang dihasilkannya, atau setidaknya dapat menentukan tujuan
akhir penggunaan yang paling tepat sekaligus proses pengolahan yang harus
diterapkan. Apalagi diketahui bahwa sifat dan karakter kayu dari jenis yang sama
juga dipengaruhi oleh perbedaan lokasi dan kondisi tempat tumbuh, asal bibit, serta
umur panen (daur) yang diterapkan.
Untuk menjamin bahwa karakteristik kayu jati solomon hasil budidaya
setara dengan karakteristik kayu jati konvensional dan sekaligus mengatasi masalah
kekurangan kayu jati bermutu tinggi sebagai bahan baku industri mebel, langkah
awal yang harus dilakukan adalah meneliti struktur anatomi serta mengkaji sifat
fisis, mekanis, dan kimiawinya. Menurut Wahyudi (2013), tujuan penggunaan dan
proses pengolahan suatu jenis kayu sangat bergantung pada karakteristik yang
dimiliki oleh kayu itu sendiri. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk
mengevaluasi kesesuaian kayu jati solomon umur 13 tahun asal Bogor sebagai
bahan baku pembuatan mebel bermutu tinggi melalui kajian terhadap karakteristik
struktur anatomi dan beberapa sifat fisis yang dimilikinya. Penelitian ini juga
dimaksudkan untuk membandingkan karakteristik kayu jati solomon dengan kayu
jati lainnya. Kayu jati pembanding dipilih atas dasar perbedaan umur dan perbedaan
lokasi tempat tumbuh.
Rumusan Masalah
Saat ini ketersediaan kayu jati bermutu tinggi sebagai bahan baku mebel
sangat terbatas, langka, dan mahal. Pihak produsen terpaksa menggunakan kayu jati
cepat tumbuh hasil budidaya. Sayangnya, mebel yang dihasilkan mudah diserang
organisme perusak dan mudah rusak secara mekanis. Kayu jati solomon umur 13
tahun asal Bogor memiliki proporsi bagian teras yang tinggi, sehingga dapat
dipastikan bahwa kayu tersebut tergolong awet. Untuk menjamin kualitas kayu jati
solomon tersebut sebanding dengan kayu jati konvensional sebagai bahan baku
pembuatan mebel, maka sebagai langkah awal perlu dilakukan penelitian tentang
2
karakteristik struktur anatomi, dimensi serat, dan beberapa sifat fisis penting
lainnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur anatomi, dimensi serat, dan
beberapa sifat fisis kayu jati solomon umur 13 tahun asal Bogor, dan
membandingkannya dengan karakteristik sejenis yang terdapat pada kayu jati
lainnya. Karakteristik anatomi yang diteliti meliputi ciri makro dan mikroskopis,
dimensi serat (panjang, diameter, dan tebal dinding serat), serta sifat fisis kayu yang
terdiri dari kerapatan, berat jenis, dan susut volume total.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini mampu memberikan informasi mengenai perbedaan dan
persamaan karakteristik antara kayu jati solomon dengan kayu jati pada umumnya
sehingga memudahkan pihak produsen mebel dalam menetapkan proses
pengolahan dan/atau tindakan-tindakan lain yang diperlukan. Dengan demikian
permasalahan kelangkaan bahan baku kayu jati dapat segera teratasi.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017 sampai Mei 2018 di
Laboratorium Sifat Dasar, Divisi Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen
Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; dan di Laboratorium
Anatomi Tumbuhan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Gunung
Batu, Bogor.
Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah kayu jati solomon, berbentuk disk atau
lempengan berdiameter 25.10 cm dengan tebal 5 cm, yang berasal dari sebatang
pohon hutan tanaman di Bogor, Jawa Barat. Disk diambil pada ketinggian 4 m dari
bagian pangkal batang. Bahan lainnya adalah asam nitrat (HNO3) 50%, potassium
klorat (KClO3), akuades, safranin, gliserin, dan kertas saring.
Alat
Peralatan yang digunakan terdiri dari circular saw, oven, timbangan
elektrik, kaliper, desikator, sliding microtome, cutter, gelas obyek, gelas penutup,
gelas piala, presto, lup merk Micro Capture pro, tabung film, pipet, mikroskop,
tabung reaksi, dan kamera foto.
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji
Bagian tengah lempengan kayu yang memuat empulur dipotong memanjang
jadi strip selebar 4 cm hingga ke gubal (Gambar 1). Strip kayu kemudian dibagi
menjadi 6 segmen yang mewakili bagian teras (segmen 1 s/d 4 mulai dari empulur),
peralihan (segmen 5), dan gubal (segmen 6, dekat kulit). Masing-masing segmen
kemudian dibelah dua: bagian atas untuk contoh uji pengamatan struktur anatomi
dan dimensi serat, sedangkan bagian bawah untuk pengukuran sifat fisis kayu.
3
A 1 2 3 4 5 6
B 1 2 3 4 5 6
Keterangan:
A = Pengamatan struktur anatomi
B = Pengukuran sifat fisis
1-6 = Segmen dari empulur ke kulit
𝐵𝐾𝑇
Berat Jenis (BJ) = / 1 g/cm3
𝑉𝐴
𝐵𝐴
Kerapatan (ρ) = 𝑉𝐴
𝑉𝐴−𝑉𝐵
%Susut Volume (SV) = ×100
𝑉𝐴
Keterangan:
BA = Berat basah (g), BKT = Berat kering tanur (g), VA = Volume basah (cm3), dan VB
= Volume kering tanur) (cm3)
Penyajian data
Data kualitatif disajikan dalam bentuk foto dan dideskripsikan secara
naratif, sedangkan data kuantitatif dihitung nilai rata-ratanya menggunakan
4
Microsoft Excel 2013. Untuk mengetahui perbedaan panjang serat dan juga tebal
dinding sel antar segmen, dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA single factor)
pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai yang diperoleh kemudian dideskripsikan
berdasarkan atas hipotesis dan kriteria sebagai berikut:
Hipotesis:
H0: µ1 = µ2
H1: µ1 ≠ µ
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Penampang lintang (a), radial (b), dan tangensial (c) (Hasil scanning).
5
(c
(a) (b) (c)
Gambar 5 Penampang lintang (a), radial (b), dan tangensial (c) di bagian peralihan
(Perbesaran 40X).
Warna bagian teras kayu jati solomon yang diteliti lebih gelap dibandingkan
warna teras kayu jati cepat tumbuh umur 4 dan 5 tahun asal Bogor sebagaimana
Wahyudi et al. (2014) (Gambar 7), namun tidak jauh berbeda dengan warna teras
kayu jati konvensional umur 76 tahun asal Cepu sebagaimana Wahyudi (2000)
(Gambar 8).
6
Gambar 7 Penampang lintang kayu jati cepat tumbuh umur 5 tahun asal Bogor
(Wahyudi et al. 2014).
Gambar 8 Penampang lintang kayu jati konvensional umur 76 tahun asal Cepu
(Wahyudi 2000).
Dimensi Serat
Hasil penelitian menunjukkan bahwa panjang serat kayu jati solomon
cenderung meningkat dari empulur (segmen 1) sampai kulit (segmen 6) dengan
nilai rata-rata di bagian teras, peralihan, dan gubal secara berurutan masing-masing
sebesar 905.44 µm, 1139.02 µm, dan 1199.36 µm (Gambar 9). Peningkatan panjang
serat dari empulur (teras) ke kulit (gubal) menujukkan bahwa panjang serat
dipengaruhi oleh riap tumbuh.
Berdasarkan uji anova diketahui bahwa panjang serat berbeda antar segmen.
Serat terpendek (segmen 1) terdapat pada daerah juvenile wood. Menurut Wahyudi
(2013), massa kayu juvenil terdiri dari sel-sel yang relatif pendek, berdinding tipis
dengan proporsi kayu akhir yang sedikit, sehingga sangat tidak stabil. Sortimen
7
500
0
1 2 3 4 5 6
1, 2, 3, 4 = Teras, 5= Peralihan, 6 = Gubal,
Gambar 9 Variasi radial nilai panjang serat pada kayu jati solomon.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata panjang serat kayu yang
diteliti sebesar 993.35 µm. Nilai ini tergolong sedang (900-1600 µm) sebagaimana
IAWA (2005). Dibandingkan dengan jati konvensional umur 29 tahun asal Bogor
(Zawawi 2014), rata-rata panjang serat kayu jati solomon ini lebih panjang (993.35
vs 948.12 µm), namun tidak masuk dalam selang hasil penelitian Martawijaya et
al. (2005) maupun Ogata et al. (2008) untuk kayu jati tua, yakni sebesar 1316-1500
µm. Meskipun demikian panjang serat kayu jati ini masuk dalam selang hasil
penelitian Hidayati (2010) untuk kayu jati konvensional umur 14 tahun asal
Gunungkidul, Yogyakarta maupun Muhran (2013) dan Damayanti (2016) untuk
kayu jati cepat tumbuh umur 5 tahun asal Bogor, yang berkisar antara 900-1326
µm. Perbedaan ini mengindikasikan bahwa panjang serat juga dipengaruhi oleh
umur dan perbedaan lokasi tempat tumbuh.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa tebal dinding serat di bagian
peralihan lebih tipis (2.50 µm) dibandingkan dengan yang di bagian teras (6.72 µm)
maupun gubal (5.91 µm) (Gambar 10). Berdasarkan uji anova diketahui bahwa
tebal dinding serat berbeda antar segmen (F > Fcrit) (Lampiran 4). Menurut
Cuissinat dan Navard (2008), setelah pertumbuhan sel berhenti, maka sel-sel akan
bertambah tebal dan dinding sel sekunder menjadi kaku. Inilah yang menyebabkan
tebal dinding di bagian peralihan lebih tipis karena mengalami tekanan dari kedua
sisi.
8.00
6.72
Tebal Dinding Sel (µm)
5.91
6.00
4.00
2.50
2.00
0.00
Teras Peralihan Gubal
Gambar 10 Tebal dinding serat di bagian teras, peralihan, dan gubal,.
8
105.36
110.00
88.26 88.26
90.00
70.00
50.00
30.00
10.00
Teras Peralihan Gubal
Gambar 11 KA di bagian teras, peralihan dan gubal.
turut adalah 0.78 g/cm3 dan 0.48, sedangkan hasil Damayanti (2016) berturut-turut
1.04 g/cm3 dan 0.47. Rata-rata kerapatan dan BJ kayu jati sebagaimana Muhran
(2013) berturut-turut adalah 0.88 g/cm3 dan 0.36. BJ kayu jati yang diteliti sedikit
lebih rendah dibandingkan BJ kayu jati konvensional umur 14 tahun asal
Gunungkidul, Yogyakarta yakni sebesar 0.55 (Hidayati 2016), dan jauh lebih
rendah dibandingkan jati konvensional umur 76 tahun sebagaimana Martawijaya et
al. (2005) yakni sebesar 0.68.
1.20 1.04 1.04 1.04
Kerapatan (g/cm3)
1.00
0.80
0.60
0.40
0.20
0.00
Teras Peralihan Gubal
0.52
0.50
0.50
0.48
0.46
Teras Peralihan Gubal
10.00 8.59
8.20
2.00
0.00
Teras Peralihan Gubal
Gambar 14 Perbandingan susut volume bagian teras, peralihan dan gubal.
Dibandingkan dengan Martawijaya et al. (2005) dan Damayanti (2016),
susut volume kayu jati solomon ini ternyata lebih rendah (6.75% vs 8.00% dan
6.75% vs 8.10%), padahal Martawijaya et al. (2005) tidak memasukkan nilai susut
longitudinalnya. Berdasarkan susut volume yang lebih rendah, dapat dipastikan
bahwa kayu jati solomon yang diteliti tergolong lebih stabil.
Kemungkinan Penggunaan Kayu
Berdasarkan corak, warna, kilap, tekstur, arah serat, dan BJ-nya, maka kayu
jati solomon yang diteliti cocok digunakan sebagai bahan baku wooden furniture.
Apalagi mengingat bahwa kayu ini tidak mengandung kristal mau pun silika.
Menurut Wahyudi (2013), kriteria utama kayu sebagai bahan baku meubel dan
furniture termasuk patung dan barang kerajinan adalah memiliki corak yang
menarik (dekoratif), bertekstur sedang-halus, kekuatan dan kekerasannya sedang.
Selain itu, kayu harus memiliki keawetan alami yang cukup tinggi (Kelas Awet II-
III), keterekatan dan finishing yang baik, serta stabil. BJ 0,55-0,75 lebih disukai
karena tidak mempersulit proses pengerjaan, dan produk yang dihasilkan tidak
terlalu berat sehingga mudah untuk dipindahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood Science:
An Introduction. IOWA (US): IOWA State University Pr.
Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2007. Forest Products and Wood Science
An Introduction. Fifth Edition. IOWA (US): IOWA State University Pr.
Butterfield BG. 1993. The structure of wood: An overview. Chapter dalam J.C.F.
Walker (Ed.) Primary Wood Processing, Principles and Practice.
Melbourne(AU): Chapman and Hall.
Cuissinat C, ÆP Navard. 2008. Swelling and dissolution of cellulose, Part III:
plant fibres in aqueous systems. Journal of Cellulose. Macromol Symp:
15:67–74.
Damayanti R. 2010. Struktur makro, mikro dan ultramikroskopik kayu jati unggul
nusantara dan kayu jati konvensional [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Tidak Diterbitkan.
Damayanti R. 2016. Wood quality of young fast grow plantation teak and the
relationship among ultrastructural and structural characteristics with
selected wood properties [Disertation]. Australia (AU): School of
Ecosystem and Forest Sciences, Faculty of Science, the University of
Melbourne. Unpublished.
Darwis A, R Hartono, SS Hidayat. 2005. Presentase Kayu Teras dan Kayu Jati
(Tectona grandis L.f.). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis Vol. 3(1):6-
8.
Hidayati F, IT Fajrin, MR Ridho, WD Nugroho, SN Marsoem, M Na’iem. 2016.
Sifat fisika dan mekanika kayu jati unggul “mega” dan kayu jati
konvensional yang ditanam di hutan pendidikan Wanagama, Gunungkidul,
Yogyakarta. Jurnal Ilmu Kehutanan. Vol. 10(2):98-107.
IAWA. 2005. Identifikasi Kayu: Ciri Mikroskopis Untuk Identifikasi Kayu Daun
Lebar. Bogor (ID): Pustekolah.
Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira. 2005. Atlas Kayu Indonesia
Jilid 1. Bogor (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Maskuro A. 2012. Deskripsi Tumbuhan Jati dan Peranannya dalam Kehidupan
Sehari- hari. Jember (ID): Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhamadiyah Jember.
Muhran. 2013. Kualitas pertumbuhan dan karakteristik kayu jati (Tectona grandis
L. f.) hasil budidaya. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tidak
Diterbitkan.
Ogata K, T Fujii, H Abe, P Baas. 2008. Identification of the Timbers of Southeast
Asia and the Western Pacific. Japan (JP): Kaiseisha Press.
Pandit IKN, H Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan
Baku. Bogor (ID): Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
PKKI-NI5. 1961. Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia. Jakarta (ID): Yayasan
Dana Normalisasi Indonesia.
Wahyudi I. 2000. Study on growth and wood qualities of tropical plantation species
[Disertation]. Japan (JP): Nagoya University.
Wahyudi I. 2013. Hubungan Struktur Anatomi Kayu Dengan Sifat Kayu, Kegunaan
Dan Pengolahannya. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor.
12
Wahyudi I, T Priadi, IS Rahayu. 2014. Karakteristik dan sifat-sifat dasar kayu jati
unggul umur 4 dan 5 tahun asal Jawa Barat. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia (JIPI). Vol. 19 (1): 50-56.
Wheleer EA, P Baas, PC Gasson. 1990. IAWA List of Microscopic Features for
Hardwood Identification. IAWA (US): IAWA Bull.
Zawawi Y. 2014. Dimensi serat, sudut mikrofibril, dan beberapa sifat fisis kayu jati
(Tectona grandis) umur 29 tahun [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. Tidak Diterbitkan.
13
LAMPIRAN
14
LAMPIRAN
1533.94
Total 1 299
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Musi Banyuasin 14 Juli 1995 sebagai putri kedua dari
empat bersaudara dari pasangan Suparlan (bapak) dan Sri Nuryatin (ibu). Pada
tahun 2014 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Sungai Lilin dan pada tahun yang sama
diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Negeri (SNMPTN). Penulis diterima pada pilihan
program studi kedua yaitu Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan. Penulis memilih Divisi Teknologi Peningkatan Mutu Kayu
(TPMK).
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah
mengikuti kegiatan praktik lapang antara lain Praktik Umum Kehutanan (PUK) di
jalur Sancang Timur dan Kamojang, Jawa Barat pada tahun 2016 dan Praktik Kerja
Lapang (PKL) di PT Intracawood Manufactuting, Tarakan, Kalimantan Utara pada
tahun 2017.
Penulis pernah aktif dibeberapa organisasi kemahasiswaan yakni sebagai
anggota Dormitory Music Club (DMC) pada tahun 2014-2015, serta Partnership
pada 2015-2016 dan Bidang Kewirausahaan pada 2016-2017 Himpunan Profesi
Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN). Penulis aktif di Badan Eksekutif
Mahasiswa (BEM) E pada tahun 2016-2017 sebagai Bendahara Divisi Lingkungan
Hidup dan Kehutanan (LHK). Penulis juga aktif di Organisasi Badan Otonom yakni
IFSA LC IPB sebagai anggota Komisi Public Relation (PR) pada tahun 2016-2017
dan sebagai Exclusive Secretary pada tahun 2017-2018.
Penulis pernah menjadi delegasi di acara Ecopreneur Grand Workshop
IFSA LC-UGM di Universitas Gadjah Mada pada tahun 2015. Selain itu, pernah
aktif dikepanitiaan Semarak Kehutanan 2015, serta Himasiltan Mengabdi sebagai
anggota divisi PDD. Selain kepanitian dalam negeri penulis juga pernah menjadi
panitia APRM (Asia-Pacific Regional Meeting) 2017 di Institut Pertanian Bogor,
Indonesia.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari
Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan
skripsi dengan judul “Karakteristik Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Jati Solomon
Umur 13 Tahun Asal Bogor” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.