Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN STRATEGI PELAKSANAAN

1. Kasus (Masalah Keperawatan Jiwa Utama)


Isolasi Sosial

2. Definisi
1) Suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi atau kegegelan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian, dan tidak
sanggup membagi pengamatan dengan orang lain (Balitbang, 2007).
2) Merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan maupun komunikasi dengan orang lain (Rawlins, 1993).
3) Kerusakan interaksi sosial merupakan suatu gangguan hubungan interpersonal
yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan
prilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial
(Depkes RI, 2000).
4) Merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk berbagi rasa, pikiran, dan kegegelan. Klien mengalami kesulitan dalam
berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman
(Balitbang, 2007).
5) Suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain menyatakan
sikap yang negatif dan mengancam (Townsend, 1998).
6) Kerusakan interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seseorang berpartisipasi
dalam pertukaran sosial dengan kuantitas dan kualitas yang tidak efektif. Klien
yang mengalami kerusakan interaksi sosial mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain salah satunya mengarah pada perilaku menarik diri
(Townsend, 1998).
7) Kerusakan interaksi sosial adalah satu gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,
tingkat maladaptif, dan gangguan fungsi individu dalam hubungan sosialnya
(Stuart dan Sundeen, 1998).

3. Etiologi, Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi


1) Faktor Predisposisi
 Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perrkembangan yang
harus dipenuhiagar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-
tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase
perkembangan sosial yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
Tugas perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal:
Tahap Perkembangan Tugas
Masa Bayi Menetapkan rasa percaya.
Masa Bermain Mengambangkan otonomi dan awal perilaku mandiri.
Masa Prasekolah Belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab dan hati
nurani
Masa Sekolah Belajar berkompetisi, bekerja sama dan berkompromi.
Masa Praremaja Menjalin hubungan intim dengan teman sesama jenis
kelamin.
Masa Remaja Menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung
pada orang tua.
Masa Dewasa Muda Menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman,
mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak.
Masa Tengah Baya Belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui.
Masa Dewasa Tua Berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya.

 Faktor Komunikasi dalam Keluarga


Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah
dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind)
yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di
luar keluarga.
 Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suati
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap
anggota keluarga yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis,
penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
 Faktor Biologis
Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh yang dapat memengaruhi
terjadinya gangguan hubungan sosial adalah otak, misalnya pada klien
skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur
yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan ukuran dan
bentuk sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal.
2) Faktor Presipitasi
Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal
dan eksternal seseorang. Faktor stresor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
 Faktor eksternal
Contohnya adalah stresor sosial budaya, yaitu stres yang ditimbulkan oleh
faktor sosial budaya seperti keluarga.
 Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis, yaitu stres terjadi akibat ansietas yang
berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemempuan
individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu.

4. Tanda dan Gejala


Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial.
 Kurang spontan.
 Apatis (acuh terhadap lingkungan).
 Ekspresi wajah kurang berseri.
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
 Mengisolasi diri.
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
 Asupan makanan dan minuman tergangggu.
 Retensi urin dan feses.
 Aktivitas menurun.
 Kurang energi (tenaga).
 Rendah diri.
 Postur tubuh berubah, misalnya sikapfetus/janin (khususnya pada posisi tidur).
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah,
sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak
dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori:
halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan. Perrilaku
yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebebkan intoleransi aktivitas yang
akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu
tidak efektif). Peran keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu
menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping
keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.

5. A. Pengkajian Keperawatan Jiwa yang Dikaji


Masalah Keperawatan Data yang perlu Dikaji
Isolasi Sosial Subjektif:
 Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain.
 Klien mengatakan dirinya tidak ingin ditemani
perawat dan meminta untuk sendirian.
 Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang
lain.
 Tidak mau berkomunikasi.
 Data tentang klien biasanya didapat dari keluarga yang
mengetahui keterbatasan klien (suami, istri, anak, ibu,
ayah, atau teman dekat).

Objektif:
 Kurang spontan.
 Apatis (acuh terhadap lingkungan).
 Ekspresi wajah kurang berseri.
 Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan
kebersihan diri.
 Tidak ada atau kurang komunikasi verbal.
 Mengisolasi diri.
 Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan
sekitarnya.
 Asupan makanan dan minuman terganggu.
 Retensi urin dan feses.
 Aktivitas menurun.
 Kurang berenergi dan bertenaga.
 Rendah diri.
 Postir tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin
(khususnya pada posisi tidur).

B. Pohon Masalah (gambar pohon masalah)

Risti Mencederai Diri, Orang Lain, dan Lingkungan

Defisit Perawatan Diri PPS: Halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi Sosial


Harga Diri Rendah Kronis

6. Diagnosa
Koping Keperawatan
Keluarga Tidak Efektif Koping Keluarga Tidak Efektif
Isolasi sosial.

7. Rencana Tindakan Keperawatan


1) Rencana tindakan keperawatan untuk klien.
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk klien.
 Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial.
 Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain.
 Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain.
 Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan dengan satu orang.
 Menganjurkan kepada klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan
orang lain dalam kegiatan harian.
Strategi Pelaksanaan 2 (SP 2) untuk klien.
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
 Memberikan kesempatan kepada klien mempraktikkan cara berkenalan dengan
satu orang.
 Membangtu klien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain
sebagai salah satu kegiatan harian.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk klien.
 Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
 Memberikan kesempatan kepada klien berkenalan dengan dua orang atau lebih.
 Menganjurkan kepada klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
2) Rencana tindakan keperawatan untuk keluarga
Strategi pelaksanaan 1 (SP 1) untuk keluarga.
 Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien.
 Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial beserta proses terjadinya.
 Menjelaskan cara-cara merawat klien isolasi sosial.
Strategi pelaksanaan 2 (SP 2) untuk keluarga.
 Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien isolasi sosial.
 Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien isolasi sosial.
Strategi pelaksanaan 3 (SP 3) untuk keluarga.
 Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat.
 Menjelasjkan follow up klien setelah pulang.
8. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamu’alaikum. Selamat pagi Bapak/Ibu. Saya suster...., panggil saja
Suster... Saya mahasiswa Fakultas Kedokteran Untan yang aka bertugas
disini dari jam 08.00-12.00 siang nanti.”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
c. Kontrak
1) Topik: “Seperti janji kemarin, hari ini kitaakan diskusi tentang penyebab
Bapak/Ibu kurang suka bergaul, apa saja keuntungan bergaul, dan apa
saja kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain.”
2) Tempat: “Bapak/Ibu ingin bercakap-cakap dimana? Bagaimana bila
diruang duduk?”
3) Waktu: “Bapak/Ibu ingin bercakap-cakap berapa lama?”
2. Kerja
“Apa yang membuat Bapak/Ibu tidak suka bergaul dengan orang lain?”
“Apakah karena sikap atau perilaku orang lain terhadap Bapak/Ibu? Atau ada
alasan lain?”
“Apakah ruginya bila kita tidak punya teman?”
“Menurut Bapak/Ibu, apakah keuntungannya kalau kita banyak teman?”
“Nah kita sudah mengetahui penyebab bapak/Ibu tidak mau bergaul dengan
orang lain, ruginya tidak punya teman, dan keuntungannya punya teman?”
3. Terminasi
a. Evaluasi subjektif
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita berdiskusi mengenai penyebab
Bapak/Ibu tidak mau bergaul dengan orang lain beserta keuntungan
kerugiannya?”
b. Evaluasi Objektif
“Bisakah Bapak/Ibu menceritakan kembali tentang keuntungan dan kerugian
bergaul dengan orang lain?”
c. Rencana tindak lanjut
“Bagaimana Bapak/Ibu. Apakah Bapak/Ibu ingin belajar bergaul dengan
orang lain?”
4. Kontrak yang akan datang
a. Topik: “Bagaimana kalau besok kita belajar mengenai cara-cara bergaul
dengan orang lain.”
b. Tempat: “Dimana nanti kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau disini saja?”
c. Waktu: “Bapak/Ibu inginnya jam berapa? Bagaimana kalau jam 13.00,
setelah Bapak/Ibu makan siang?”

9. Latihan Fase Orientasi, Kerja, dan Terminasi pada Setiap SP


Latihan 1. Melakukan pengkajian pada klien dengan isolasi sosial.
Orientasi:
“Selamat pagi Bapak/Ibu.....!”
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
“Baiklah sekarang kita akan mendiskusikan tentang bagaimana hubungan Bapak/Ibu
dengan orang di sekitar sini. Bapak/Ibu ingin berapa lama kita berdiskusi? Mau
dimana?”
Kerja:
“Dengan siapa Bapak/Ibu tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan
Bapak/Ibu?”
“Apa yang membuat Bapak/Ibu tidak dekat dengan orang lain?”
“Apa saja kegiatan yang biasa Bapak/Ibu lakukan saat bersama keluarga?”
“Bagaimana dengan teman-teman yang lain?”
“Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang
lain?”
“Apa ysng menghambat Bapak/Ibu dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
orang lain?”
Terminasi:
“Baiklah, bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita bercakap-cakap?”
“Jadi apa saja tadi yang membuat bapak/ibu tidak sengan bercakap-cakap dengan
orang lain?”
(Perawat merangkum beberapa alasan penyebab klien tidak mau berinteraksi dengan
orang lain melalui percakapan yang telah dilakukan).
“Coba dalam dua hari ini Bapak/Ibu mengingat lagi hal-hal yang membuat
Bapak/Ibu tidak ingin bercakap-cakap dengan orang lain.”
“Dua hari lagi saya akan kembali lagi, jam.....dan nanti kita akan berdiskusi tentang
keuntungan bergaul dengan orang lain dan cara bergaul dengan orang lain.”
“Selamat pagi Bapak/Ibu.”
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dengan observasi berikut ini.
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
b. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang terdekat.
c. Klien tampak sedih, ekspresi datar, dan dangkal.
d. Kontak mata kurang.
Latihan 2. Membina hubungan saling percaya.
“Selamat pagi Bapak/Ibu.”
“Saya......, saya senang dipanggil...... Saya perawat.....yang akan merawat
bapak/ibu.”
“Siapa nama Bapak/Ibu?”
“Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan Bapak/Ibu hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluhan Bapak/Ibu?”
“Bapak/Ibu inginnya kita bercakap-cakap dimana?”
“Bagaimana kalau di ruang tamu?”
“Mau berapa lama, Pak/Bu?”
“Bagaimana kalau setengah jam?”
1) Membantu klien menyadari perilaku isolasi sosial
Mungkin perilaku isolasi sosial yang klien alami dianggap sebagai perilaku yang
normal oleh klien. Olehkarena itu, agar klien menyadari perilaku tersebut diatasi,
maka hal pertama yang harus dilakukan adalah menyadarkan klien bahwa isolasi
sosial merupakan masalah yang perlu diatasi. Berikut ini langkah-langkah
tindakan keperawatan yang dapat dilakukan agar klien menyadari isolasi
sosialnya:
a. Tanyakan pendapat klien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
b. Tanyakan apa yang menyebabkan klien tak inigin berinteraksi dengan orang
lain.
c. Diskusikan keuntungan bila klien memiliki banyak teman dan bergaul akrab
dengan mereka.
d. Diskusikan kerugian bila klien hanya mengurung diri dan tidak bergaul dengan
orang lain.
e. Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
Latihan 3. Membantu klien menyadari masalah isolasi sosial klien (penyebab
isolasi sosial, keuntungan serta kerugiannya)
Orientasi:
“Selamat pagi Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan bapak/Ibu pagi ini?”
“Seperti janji kita seminggu yang lalu, hari ini kita akan diskusi tentang apa yang
menyebabkan Bapak/Ibu kurang suka bergaul, keuntungan bergaul, dan kerugian bila
tidak bergaul dengan orang lain. Mau berapa lama Bapak/Ibu? Disini saja ya
Bapak/Ibu?”
Kerja:
“Apa yang membuat Bapak/Ibu tidak suka bergaul dengan orang lain?”
“Apakah karena sikap atau perilku orang lain terhadap Bapak/Ibu atau ada alasan
Bapak/Ibu tidak ingin bergaul dengan orang lain?”
“Apa ruginya kalau kita tidak punya teman?”
“Menurut bapak/ibu keuntungan pa yang bisa kita dapatkan kalau kita banyak
teman?”
“Nah kita sudah mengetahui penyebab Bapak/Ibu tidak mau bergaul dengan oran
lain, ruginya tidak punya teman, dan untungnya punya teman.”
“Apakah Bapak/Ibu ingin belajar bergaul dengan orang lain?”
“Bagaimana Bapak /Ibu kalau minggu depan kita belajar cara-cara bergaul dengan
orang lain?”
Terminasi:
“Bagaimana perasaaan Bapak/Ibu setelah kita bercakap-cakap?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi penyebab bapak/Ibu tidak ingin bergaul dengan
orang lain.”
“Coba Bapak/Ibu pikirkan lagi keuntungan bergaul dengan orang lain.”
“Sampai bertemu minggu depan. Assalamu’alaikum.”
2) Melatih klien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
Saudara tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan klien dalam
berinteraksi dengan orangl lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk dalam
jangka lama. Oleh karena itu, saudara harus melatih klien secara bertahap. Mula-
mula jalinlah hubungan yang betul-betul saling percaya dengan klien, mungkin
klien hanya akan akrab dengan saudara pada awalnya, tetapi setelah itu saaudara
harus membiasakan klien untuk bisa berinteraksi secara sehat dengan orang-orang
disekitarnya. Secara rinci tahapan melatih klien berinteraksi dapat saudara lakukan
sebagai berikut:
a. Jelaskan kepada klien cara berinteraksi dengan orang lain.
b. Berikan contoh cara bicara dengan orang lain.
c. Beri kesempatan klien memepraktikkan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan dihadapan saudara.
d. Mulailah bantu klien berinteraksi dengan satu orang teman atau salah sorang
anggota keluarga.
e. Bila klien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi dengan
dua tiga empat orang dst.
f. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh klien.
g. Siap mendengarkan ekspresi perasaan klien dengan orang lain. Mungkin klien
akan mengungkapkan keberhasilan atau kegagalannya. Beri dorongan terus
menerus agar klien tetap semangat meningkatkan interaksinya.
Latihan 4. Mengajarkan kepada klien tentang cara berkenalan secara bertahap
(satu orang)
Orientasi:
“Selamat pagi Bapak/Ibu.”
“Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini?”
“Hari ini kita akan belajar tentang bagaimana memulai berhubungan dengan orang
lain. Kita akan belajar berapa lama? Mau dimana Bapak/Ibu?”
Kerja:
“Begini loh bapak/ibu untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita sukai. Contohnya, nama saya pak ahmad, senang
dipanggil Mamad.”
“Selanjutnya Bapak/Ibu mennanyakan nama orang yang diajak berkenalan.
Contohnya begini: Nama Bapak/Ibu siapa? Senang dipanggil apa?”
“Ayo Pak/bu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan bapak/ibu. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya, Bagus sekali.”
“Setelah Bapak/Ibu berkenalan dengan orang tersebut Bapak/Ibu bisa melanjutkan
pembicaraan tentang hal-hal yang menyenangkan. Misalnya tentang cuaca tentang
hobi Bapak/Ibu, Tentang keluarga, pekerjaan, dan sebagainya.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah latihan berkenalan hari ini?”
“Coba Bapak/Ibu peragakan lagi cara berkenalan dengan orang lain!”
“Dalam seminggu ini, coba Bapak/Ibu bercakap-cakap dengan teman-teman yang
ada di sini yang selama ini belum dikenal!”
“Minggu depan saya kemari lagi. Kita akan berbincang-bincang tentang pengalaman
Bapak/Ibu bercakap-cakap dengan teman-teman baru. Waktunya seperti sekarang ini.
Tempatnya di sini saja ya.”
3) Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a) Tujuan
Keluarga mampu merawat klien isolasi sosial di rumah.
b) Tindakan:
Melatih keluarga agar mampu merawat klien isolasi sosial. Keluarga
merupakan sistem pendukung utama bagi klien untuk mengatasi masalahnya
termsuk mengatasi masalah isolasi sosial ini,mengingat keluargalah yang akan
bersama-sama dengan klien sepanjang hari. Tahapan melatih keluarga agar
mampu merawat klien isolasi sosial dirumah meliputi hal-hal sebagi berikut:
(1) Menjelaskan tentang hal-hal sebagai berikut:
 Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada klien.
 Penyebab isolasi sosial.
 Sikap keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosialnya.
 Pengobatan yang berkelanjutan dna mencegah putus obat.
 Tempat rujukan bertanya dan fasilitasi kesehatan yang tersedia bagi
klien.
(2) Memperagakan cara berkomunikasi dengan kien.
(3) Memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
berkomunikasi dengan klien.
Latihan 5. Mendiskusikan maslah yang dirasakan keluarga dalam merawat
klien
Orientasi:
“Selamat pagi Bapak/Ibu! Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang maslah tidak mau bergaul dengan orang lain
yang dialami oleh anak bapak/Ibu dan cara mengatasinya. Kita diskusi disini saja
ya? Berapa lama watku yang bapak/Ibu inginkan? Bagaiman kalau satu jam?”
Kerja:
“Masalah yang dialami oleh anak Bapak/Ibu disebut isolasi sosial.Ini adalah salah
satu gejala penyakit yang juga dialami oleh klien-klien gangguan jiwa yang lain.”
“Apabila masalah ini tidak diatasi maka anak bapak/Ibu bisa mengalami halusinasi,
yaitu mendengar suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”
“Untuk menghadapi keadaan klien yang demikian keluarga harus sabar. Pertama
keluarga harus membina hubungan saling percaya dengan klien yang caranya adalah
bersikap peduli dengan klien dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu
memberikan semangat dan dorongan kepada klien untuk bisa melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan banyak
mencela kondisi klien.”
“Seperti ini cara memberikan pujian, Bagus...bagus. Kamu sudah mampu bergaul
dengan teman-teman disekitar rumah ini.”
“Coba Bapak/Ibu peragakan.”
“Bapak/Ibu juga harus menjaga supaya klien terus minum obat sesuai program.
Jangan menghentikan obat tanpa konsultasi dengan petugas kesehatanseperti
perawat atau dokter puskesmas.”
“Apabila klien tidak membaik dan sama sekali tidak bisa mengurus dirinya sendiri,
Bapak/Ibu bisa membawanya ke RSJ untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.
Sampai sini ada yang mau ditanyakan?”
Terminasi:
“Baiklah karena waktuny habis. Bagaimana perasaan Bapak/Ibu?”
“Coba Bapak/Ibu ulangi lagi cara menangani klien yang tidak mau bergaul!”
“Selanjutnya silakan Bapak/Ibu mencoba cara yang tadi kita bahas!”
“Minggu depan kita akan diskusi tentang pengalaman Bapak/Ibu mempraktikkan
latihan kita hari ini. Saya sksn datang jam 10.00 WIB ke sini.”

10. Referensi
Damaiyanti, Mukhripah, dan Iskandar. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung:
Refika Aditama.
Fitria, Nita. (2014). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai