Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT Bukit Asam (Persero) Tbk merupakan perusahaan milik negara yang didirikan dengan
tujuan mengembangkan usaha pertambangan nasional, khususnya batubara. Perusahaan
didirikan pada tahun 1981 dan merupakan lima besar produsen batubara di Indonesia.
Dalam melaksanakan aktivitas operasi, perusahaan terus berupaya untuk meningkatkan
kinerja. Sebagai upaya untuk mempertahankan kinerja yang telah dicapai dan untuk
menghadapi tantangan di tahun mendatang, perusahaan menetapkan serangkaian strategi.

Strategi tersebut yaitu berfokus pada peningkatan efisiensi operasional sehingga dapat 5
mengoptimalkan nilai perusahaan. Hal itu membuat pengukuran kinerja menjadi aspek
yang sangat penting bagi perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya. Dalam
menentukan pencapaian kinerja, perusahaan telah menerapkan BSC semenjak tahun 2005.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang bertujuan untuk membatasi kajian dalam makalah ini yang
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana produksi batubara pada PT. Bukit Asam ?
2. Apa saja produk pada PT. Bukit Asam ?
3. Bagaimana analisis proses bisnis pada PT. Bukit Asam ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan PT. Bukit Asam

Pada periode tahun 1923 hingga 1940, Tambang Air Laya mulai menggunakan metode
penambangan bawah tanah. Dan pada periode tersebut mulai dilakukan produksi untuk
kepentingan komersial, tepatnya sejak tahun 1938.

Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di tanah air, para karyawan
Indonesia kemudian berjuang menuntut perubahan status tambang menjadi pertambangan
nasional. Pada 1950, Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengesahkan pembentukan
Perusahaan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).

Pada tanggal 1 Maret 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas
dengan nama PT Bukit Asam (Persero), yang selanjutnya disebut PTBA atau Perseroan.
Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batu bara di Indonesia, pada 1990
Pemerintah menetapkan penggabungan Perum Tambang Batubara dengan Perseroan.
Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada 1993 Pemerintah
menugaskan Perseroan untuk mengembangkan usaha briket batu bara. Pada 23 Desember
2002, Perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Indonesia dengan
kode perdagangan “PTBA”.

Pada tanggal 29 November 2017, menjadi catatan sejarah bagi PTBA saat menyelenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa. Agenda utama dalam RUPSLB PTBA
mencakup tiga hal, yakni persetujuan perubahan Anggaran Dasar Perseroan terkait
perubahan status Perseroan dari Persero menjadi Non-Persero sehubungan dengan PP
47/2107 tentang Penambahan Penyertaan modal Negara Republik Indonesia kedalam Modal
Saham PT Inalum (Persero), Persetujuan Pemecahan Nominal Saham (stock split), dan
Perubahan susunan Pengurus Perseroan.Dengan beralihnya saham pemerintah RI ke Inalum,
ketiga perusahaan tersebut resmi menjadi anggota Holding BUMN Industri Pertambangan,
dengan Inalum sebagai induknya (Holding).

Tanggal 14 Desember 2017, PTBA melaksanakan pemecahan nilai nominal saham. Langkah
untuk stock split diambil perseroan untuk meningkatkan likuiditas perdagangan saham di
Bursa Efek serta memperluas distribusi kepemilikan saham dengan menjangkau berbagai
lapisan investor, sekaligus untuk mendukung program “Yuk Nabung Saham”. Komitmen
yang kuat dari Bukit Asam dalam meningkatkan kinerja perusahaan merupakan faktor
fundamental dari aksi korporasi tersebut.

2.2 Sturuktur Organisasi

Berikut ini merupakan susunan struktur organisasi pada perusahaan PT. Bukit Asam
(Persero) yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
2.3 Tata Kelola Perusahaan

Implementasi Tata Kelola Perusahaan yang Baik atau Good Corporate Governance (GCG)
merupakan komitmen utama Perseroan untuk dapat mewujudkan tidak hanya pertumbuhan
usaha jangka pendek, tetapi juga untuk keberlangsungan usaha jangka panjang. Oleh karena
itu Perseroan selalu berupaya untuk terus meningkatkan implementasi GCG dengan
melakukan upaya-upaya perbaikan dalam penerapannya. Selain penyempurnaan aturan,
Perseroan juga melakukan sosialisasi dan internalisasi GCG kepada segenap insan PTBA
untuk memastikan ketaatan terhadap praktik GCG. Implementasi GCG tidak cukup
dilakukan hanya dengan mematuhi berbagai ketentuan yang berlaku, namun juga harus
ditunjukkan dalam praktik sehari-hari. Perseroan meyakini bahwa dengan menjadi Good
Corporate Citizen melalui implementasi praktik GCG terbaik, maka kepercayaan dari para
pemangku kepentingan dapat terus dijaga.

Sebagai landasan utama dalam setiap kegiatan usahanya, Perseroan senantiasa menjaga dan
menjunjung tinggi nilai-nilai integritas serta menerapkan prinsip-prinsip GCG yaitu
Transparansi, Akuntabilitas, Tanggung Jawab, Kesetaraan, dan Independensi. Selain itu,
selaku Badan Usaha Milik Negara maka implementasi GCG di Perseroan juga berlandaskan
pada peraturan perundang- undangan sebagai berikut :

Landasan Hukum Implementasi GCG


1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tanggal 19 Juni 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara.
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3. Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) pada
BUMN sebagaimana diubah terakhir melalui Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-
09/MBU/2012 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN Nomor: PER-
01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate
Governance) pada BUMN
4. Keputusan Sekretaris Kementerian BUMN Nomor: SK-16/S.MBU/2012 tentang
Indikator/Parameter Penilaian dan Evaluasi atas Penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang Baik (GCG) pada BUMN.
5. Pedoman Umum Good Corporate Governance yang dikeluarkan oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance tahun 2016
6. Roadmap Tata Kelola Perusahaan Indonesia yang dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).
2.3.1 Implementasi GCG

Prinsip-prinsip dasar tata kelola yang baik, mencakup asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi dan kewajaran secara konsekuen di setiap kegiatan
operasionalnya. Adapun bentuk komitmen nyata Perseroan terhadap penerapan prinsip-
prinsip GCG adalah sebagai berikut :
1. Transparansi
Perseroan menjamin pengungkapan informasi material dan relevan mengenai kinerja,
kondisi keuangan dan informasi lainnya secara jelas, memadai, akurat, dapat
diperbandingkan, tepat waktu serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai
dengan haknya.
2. Akuntabilitas
Perseroan menjamin kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban setiap level
jajaran Perseroan yang memungkinkan pengelolaan Perseroan terlaksana secara efektif.
3. Responsibilitas
Prinsip responsibilitas diterapkan dengan senantiasa menerapkan dan mematuhi
peraturan perundangan yang berlaku, mengelola lingkungan bekas tambang dengan
baik, melaksanakan kewajiban timbal-balik terhadap para mitra bisnis dan merancang
serta melaksanakan program tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Independensi
Prinsip independensi diterapkan dengan penyusunan dan penerapan kode etik dan
pengaturan seluruh transaksi maupun rencana investasi yang mengandung atau
berpotensi mengandung benturan kepentingan (conflict of interest).
5. Kewajaran
Perseroan menerapkan asas kesetaraan dengan memperlakukan seluruh pemangku
kepentingan secara berimbang antara hak dan kewajiban (equal treatment) yang
diberikan kepada dan oleh Perseroan.
2.3.2 Struktur GCG

Berikut ini merupakan susunan struktur GCG pada perusahaan PT. Bukit Asam (Persero)
yang dapat dilihat pada Gambar.

Struktur tata kelola Perseroan mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, di mana organ perusahaan terdiri dari tiga unsur, yaitu Pemegang Saham
melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai forum pengambilan keputusan
tertinggi bagi Pemegang Saham, Dewan Komisaris sebagai pengawas jalannya pengelolaan
perusahaan, dan Direksi sebagai pengelola perusahaan. Organ Perseroan menjalankan
fungsinya berdasarkan prinsip bahwa masing-masing organ memiliki independensi dan
menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan
Perseroan.

Dalam kegiatan operasional, Dewan Komisaris dan Direksi membentuk sub organ Perseroan
untuk membantu kelancaran operasional serta memberi masukan yang diperlukan Perseroan.
Pembentukan sub-organ ini dilakukan sebagai bagian dari pembagian wewenang yang jelas
dalam menerapkan prinsip-prinsip dasar GCG secara efektif. Dewan Komisaris telah
memiliki Komite Audit dan Komite Risiko Usaha, Nominasi, Remunerasi dan
Pengembangan SDM (KRU & NR-SDM) untuk memberdayakan fungsi kepengawasan
Dewan Komisaris, membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya, serta merumuskan kebijakan Dewan Komisaris sesuai ruang lingkup
tugasnya.

Sedangkan Direksi memiliki organ-organ pendukung sebagai unit kerja untuk


mengendalikan, mengawal dan bertanggung jawab atas implementasi GCG sekaligus sebagai
mitra kerja dari komite di bawah Dewan Komisaris. Unit kerja yang bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Utama tersebut adalah:
1. Sekretaris Perusahaan
2. Manajemen Risiko dan Sistem Manajemen Perusahaan
3. Satuan Pengawasan Intern (SPI)

2.3.2 Manajemen Resiko

Tujuan pengelolaan risiko Perseroan secara umum yaitu untuk mendukung dan memperkuat
tercapainya tujuan implementasi prinsip-prinsip GCG. Secara khusus, tujuannya yaitu:
1. Meningkatkan kemungkinan yang lebih besar untuk mencapai tujuan bisnis.
2. Memberikan dasar yang lebih baik dalam penyusunan arah stratejik.
3. Fokus pada praktik standar bisnis terbaik.
4. Meningkatkan hubungan dengan pemangku kepentingan.
5. Meningkatkan pencapaian keunggulan kompetitif.
6. Menyajikan respon terpadu terhadap berbagai risiko.
7. Memperkecil/meminimalkan kemungkinan terjadinya risiko.
8. Meminimalkan dampak/eksposur risiko.
9. Mengoptimalkan tercapainya tujuan Perseroan.

Sesuai dengan perkembangan dunia usaha dan tingginya tingkat kompetisi, risiko yang
dihadapi Perseroan juga semakin kompleks, karena itu Perseroan menaruh perhatian yang
besar terhadap aspek risiko yang akan dihadapi. Seiring dengan semakin banyaknya rencana
strategis dan sesuai dengan Board Manual PTBA, setiap keputusan Direksi yang perlu
mendapatkan persetujuan BOC wajib dilampirkan dokumen kajian risiko. Kajian risiko
tersebut telah dilakukan untuk beberapa rencana strategis seperti rencana pembangunan
PLTU dan akuisisi perusahaan. Kajian risiko dilakukan berdasarkan review beberapa
dokumen, observasi lapangan, dan brainstorming dengan para pakar. Berdasarkan hasil
identifikasi risiko terdapat beberapa kejadian risiko yang krusial yang mungkin terjadi untuk
dilakukan analisis dan usulan mitigasi risiko.

2.3.3 Sistem Pengendalian Intern

Sistem Pengawasan dan Pengendalian Intern Perseroan telah dilaksanakan sesuai Peraturan
Menteri BUMN Nomor: PER-01/ MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik, pasal 26 dan pasal 28. Sistem pengawasan dan pengendalian intern merupakan
rangkaian kegiatan yang sistematis mulai dari persiapan, proses dan pelaporan agar dapat
berfungsi secara efektif untuk mengamankan investasi dan aset Perseroan. Untuk mengetahui
tingkat kecukupan sistem pengendalian intern yang diterapkan oleh entitas Perusahaan,
Perseroan mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian yang dilakukan meliputi:
1. Peningkatan lingkungan pengendalian intern yang disiplin dan terstruktur.
2. Pelaksanaan kajian dan pengelolaan risiko usaha, meliputi proses untuk mengidentifikasi,
menganalisis, menilai dan mengelola risiko usaha yang relevan secara berkesinambungan.
3. Melakukan aktivitas pengendalian pada setiap tingkat dan unit dalam struktur organisasi
Perseroan, antara lain mengenai kewenangan, otorisasi, verifikasi, rekonsiliasi, penilaian
atas prestasi kerja, pembagian tugas dan keamanan aset Perseroan.
4. Meningkatkan dan mengembangkan system informasi dan komunikasi yang meliputi
proses penyajian laporan mengenai kegiatan operasional, finansial dan ketaatan atas
ketentuan dan peraturan yang berlaku.
5. Melakukan pemantauan yaitu proses penilaian terhadap kualitas system pengendalian
internal termasuk pelibatan fungsi internal audit pada setiap tingkat dan unit struktur
organisasi Perseroan.

Secara garis besar, sistem ini juga mengacu pada kerangka internasional yang diterbitkan
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) of the Treadway Commission. Kegiatan
yang meliputi butir b dan c tersebut di atas dilaksanakan oleh Satker SMP & SMR, dijabarkan
masing-masing melalui pengembangan sistem di antaranya Sistem Manajemen Risiko,
Sistem Manajemen Mutu, Sistem Manajemen Lingkungan dan Sistem Manajemen K3.
Sedangkan pelaksanaan kegiatan untuk butir c, d, dan e tersebut di atas, dilaksanakan dengan
melibatkan aktivitas Satuan Pengawasan Intern (SPI).

2.3.4 Kode Etik Perusahaan

Pada dasarnya Pedoman Kode Etik Perseroan mengatur hal-hal yang menjadi tanggung
jawab Perseroan, individu jajaran Perseroan maupun pihak lain yang melakukan bisnis
dengan Perseroan, yang meliputi:
1. Etika bisnis perseroan
Etika Bisnis Perseroan merupakan penjelasan tentang bagaimana sikap dan perilaku
Perseroan sebagai suatu entitas bisnis bersikap, beretika dan bertindak dalam upaya
menyeimbangkan kepentingan Perseroan dengan kepentingan pemangku kepentingan
sesuai dengan prinsip-prinsip GCG dan nilai-nilai korporasi yang sehat.
2. Etika perilaku individu
Etika Perilaku Individu merupakan penjelasan tentang bagaimana individu Jajaran
Perseroan dalam berhubungan, bersikap, beretika dan bertindak sesuai kaidah-kaidah
dan ketentuan yang berlaku.

3. Sosialisasi dan pelaporan atas pelanggaran


Sosialisasi Code of Conduct dan tata cara pelaporan atas ketidaksesuaian perilaku,
penyimpangan atas Code of Conduct, Peraturan Perseroan, peraturan
perundangundangan lainnya dan sanksi yang diterapkan, dilakukan secara efektif dan
menyeluruh kepada jajaran Perseroan dan pemangku kepentingan.
4. Pernyataan kepatuhan code of conduct
Merupakan lembar pernyataan mengenai pemahaman dan kesediaan jajaran Perseroan
untuk mematuhi Code of Conduct Perseroan dan pihak yang bertanggung jawab atas
implementasinya.

Aturan pokok yang tercakup pada Etika Bisnis Perseroan yang memiliki aspek kritis terhadap
jalannya operasional Perseroan antara lain:
1. Target yang harus dicapai oleh jajaran manajemen dan pegawai;
2. Internal control Perseroan;
3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
4. Pemberian donasi;
5. Pemberian dan penerimaan hadiah;
6. Lingkungan
7. Ketenagakerjaan;
8. Etika hubungan dengan pemangku kepentingan;
9. Etika hubungan kerja.

Sedangkan Etika Kerja yang harus dipenuhi oleh individu jajaran Perseroan, meliputi antara
lain:
1. Integritas dan komitmen;
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
3. Kerahasiaan informasi;
4. Benturan kepentingan (conflict of interest);
5. Insider Trading;
6. Menjaga keselamatan, kesehatan kerja dan lingkungan hidup;
7. Citra Perseroan;
8. Keterlibatan dalam aktivitas politik; dan
9. Pemberian dan penerimaan hadiah.

2.4 Produk Perusahaan


2.4.1 Bisnis Batu Bara

Produksi
Di tengah meningkatnya permintaan batu bara kalori menengah, Perseroan meningkatkan
laju pertumbuhan produksi batu baranya dalam 5 tahun terakhir. Peningkatan tersebut juga
sejalan dengan meningkatnya kapasitas angkutan kereta api. Peningkatan kapasitas angkut
kereta api dan peningkatan produksi batu bara Perseroan merupakan bagian dari klausa
perjanjian pengangkutan batu bara dengan PT KAI. Selain komitmen untuk menjadi
perusahaan energi, perjanjian ini juga turut mendorong Perseroan untuk terus meningkatkan
produksi untuk pencapaian target dengan menerapkan strategi produksi terintegrasi, yaitu
fokus pada aspek efisiensi, kualitas produksi, serta menjaga ketersediaan batu bara pada level
yang optimal tanpa mengesampingkan penerapan prinsip-prinsip aspek Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L).
Pengangkutan
Perseroan bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dalam proses
pengangkutan batu bara dari Tanjung Enim ke Pelabuhan Tarahan (Lampung) dan Dermaga
Kertapati, Palembang. Proses yang dilalui dalam pengangkutan batu bara meliputi:
1. Pengaturan jumlah dan kualitas muatan batu bara yang akan dimuat ke dalam setiap
gerbong kereta api melalui Train Loading Station (TLS).
2. Pengawasan dan pencatatan distribusi batu bara menuju Pelabuhan atau Dermaga.
3. Pelaksanaan bongkar muat batu bara dari gerbong kereta api menggunakan Rotary Car
Dumper (RCD) di Pelabuhan Tarahan dan Apron Feeder (AF) di Dermaga Kertapati.

Peningkatan angkutan batubara dari mulut tambang ke pelabuhan pada tahun 2017 tercatat
sebesar 21%, yang dicapai seiring dengan meningkatnya kinerja PT KAI. Peningkatan
kapasitas angkutan batubara di tahun 2017 ini secara khusus juga didukung oleh berbagai
faktor, antara lain, terselesaikannya pembuatan jalur ganda (double track), perbaikan rail-
loop, train loading station, serta perawatan rutin di fasilitas bongkar muat milik Perseroan.

Penjualan
Tren peningkatan penjualan batu bara Perseroan di tahun 2017 masih berlanjut. Penjualan
batubara Perseroan tahun 2017 meningkat 14% dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu dari
20,75 juta ton di tahun 2016 menjadi 23,63 juta ton di tahun 2017. Kenaikan volume
penjualan tersebut berasal dari peningkatan volume penjualan domestik sebesar 17% dari
12,27 juta ton di tahun 2016 menjadi 14,39 juta ton pada tahun 2017.
Sebagian besar penjualan domestik adalah dalam rangka memenuhi Domestic Market
Obligation (DMO), melalui kontrak jangka panjang untuk memasok ke Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) yaitu PLTU Suralaya, PLTU Bukit Asam, PLTU Tarahan dan PLTU
Percepatan 10.000 MW. Sementara itu, kenaikan penjualan ekspor meningkat sebesar 9%
dari 8,48 juta ton di tahun 2016 menjadi 9,24 juta ton pada tahun 2017.

2.5 Pengembangan Bisnis


2.5.1 Pengembangan Bisnis Generik

Penguatan dan pengembangan seluruh value chain bisnis tambang batubara dalam lingkup
nasional & regional sebagai kompetensi inti perusahaan, melalui pengembangan keunggulan
operasional (operational excellence) dengan melakukan peningkatan sinergi, efisiensi, dan
produktivitas. Langkah-langkah strategis yang dilakukan antara lain:
1. Peningkatan target penjualan batu bara
2. Implementasi program efisiensi berkelanjutan
3. Re-design jangka panjang tambang dalam rangka optimalisasi cadangan batu bara
4. Kerja sama strategis/akuisisi tambang yang potensial
5. Optimasi unit bisnis/anak perusahaan
6. Percepatan pengembangan usaha “quick wins”

2.5.2 Pengembangan Bisnis Pembangkit

Pengembangan bisnis pembangkit listrik (Investasi, Engineering, Procurement,


Construction (EPC), Operation & Maintenance (O&M)) dalam lingkup nasional & regional,
serta pengembangan kompetensi perusahaan di bidang kelistrikan, melalui investasi dan
kerja sama strategis untuk pengembangan pembangkit & usaha EPC dan O&M. Langkah-
langkah strategis yang dilakukan antara lain:
1. Meningkatkan kapasitas pembangkit
2. Optimasi unit bisnis/anak perusahaan
3. Percepatan pengembangan usaha “quick wins”

2.5.3 Benefisiasi Batu Bara dan Bisnis Pendukung

Pengembangan bisnis benefisiasi batu bara dan bisnis pendukung dalam lingkup nasional &
regional, serta pengembangan kompetensi perusahaan di bidang benefisiasi batu bara &
pendukung lainnya, melalui selektif Research & Development (R&D) dan kerja sama
strategis untuk penguasaan teknologi dan investasi benefisiasi batu bara dan usaha
pendukung lainnya. Langkah-langkahstrategis yang dilakukan antara lain:
1. Menjajaki peluang bisnis gasifikasi, coal liquifaction (pencairan batu bara), coal bed
methane (CBM), bio diesel.
2. Optimasi unit bisnis/anak perusahaan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari makalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:


1. Produksi batubara pada PT. Bukit Asam meningkatkan laju petumbuhan produksi
baru baranya dalam 5 tahun terakhir untuk mencegah ketidakmampuan akan
pemenuhan permintaan batu bara kalori menengah. PT. Bukit Asam meningkatkan
kapasitas angkut kereta api dimana perjanjian dilakukan oleh PT. KAI. selain itu juga
diterapkan strategi produksi terintegrasi yaitu
2. Focus pada aspek efisiensi, kualitas produksi, serta menjaga ketersediaan baru bara
pada level yang optimal tanpa mengesampingkan penerapan prinsip-prinsip aspek
K3.
3. PT. Bukit Asam menjadikan GCG landasan utama dalam setiap kegiatan usahanya,
Perseroan senantiasa menjaga dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas serta
menerapkan prinsip-prinsip GCG yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Tanggung
Jawab, Kesetaraan, dan Independensi.
4. PT. Bukit Asam mengembangkan bisnis pembangkit listrik (Investasi, Engineering,
Procurement, Construction (EPC), Operation & Maintenance (O&M)) dalam
lingkup nasional & regional, serta pengembangan kompetensi perusahaan di bidang
kelistrikan, melalui investasi dan kerja sama strategis untuk pengembangan
pembangkit & usaha EPC dan O&M.
3.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih detail tentang PT. Bukit Asam serta penambahan
informaasi tambahan untuk menyempurnakan makalah ini. Selain itu diperlukan
bimbingan agar penulis lebih mudah dalam pembentukan makalah ini

Anda mungkin juga menyukai