Disusun oleh:
Kelompok 7
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
PEMBAHASAN
Riset paling baru mengemukakan ada tujuh karakteristik primer yang bersama-sama
mengungkap hakikat dari budaya suatu organisasi (Tunggal, 2002).
1) Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif
dan mengambil risiko. Dalam hal ini organisasi memberi kebebasan kepada karyawan
untuk mengambul inisiatif dan membuat keputusan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi oleh karyawan.
2) Perhatian ke rincian. Sejauh mana para karyawan diharapkan memperhatikan presisi
(kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian. Dalam hal ini organisasi
mengharuskan setiap karyawan untuk membuat analisis dan rincian kegiatan secara
cermat dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
3) Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokuskan pada hasil, bukan pada teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil. Dalam hal ini organisasi menilai
kinerja seseorang berdasarkan hasil yang bisa dicapai dan bukan menilai teknik atau
proses yang dipergunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4) Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan hasil-hasil
pada orang-orang di dalam organisasi itu. Dalam hal ini organisasi selalu
memperhitungkan sisi positif dan negatif dari sebuah keputusan terhadap orang-orang
yang melaksanakan keputusan itu sendiri.
5) Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan
individu-individu. Dalam hal ini organisasi mengutamakan kekompakan tim didalam
melaksanakan kegiatan serta memberikan imbalan dan hukuman berdasarkan
kelompok dan bukan berdasarkan individu.
6) Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif bukannya santai-
santai. Dalam hal ini organisasi menilai usaha yang dilakukan oleh individu untuk
memenangkan kompetisi baik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
maupun dalam memenangkan persaingan.
7) Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo sebagai kontras dari pertumbuhan. Dalam hal ini organisasi lebih cenderung
mempertahankan kemapanan dibandingkan dengan mengejar pertumbuhan dan
melakukan perubahan untuk memenangkan persaingan.
1
Robbins (2002) menyatakan ada 10 karaketristik yang apabila dicampur dan
dicocokkan, akan menjadi budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik budaya organisasi
tersebut sebagai berikut:
1) Inisiatif individual. Adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi
yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
2) Toleransi terhadap tindakan yang berisiko. Dalam budaya organisasi, perlu
ditenkankan sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif,
inovatif dan mengambil risiko.
3) Pengarahan. Sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan.
4) Integrasi. Sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat mendorong unit-unit
organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5) Dukungan manajemen. Sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau
arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
6) Kontol. Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan.
7) Identitas. Sejauh mana para anggota atau karyawan suatu organisasi atau perusahaan
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan
sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.
8) Sistem imbalan. Sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi dan
sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai bukan sebaliknya didasarkan atas
senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya.
9) Toleransi terhadap konflik. Sejauh mana para pegawai atau karyawan didorong untuk
mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
10) Pola komunikasi. Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang
formal.
3
memberi interpretasi terhadap informasi. Melalui jaringan informal, kehebatan
perusahaan diceritakan dari waktu ke waktu. Sebagai caea berkomunikasi
informal, jaringan budaya merupakan pembawa nilai-nilai budaya dan
mitologi kepahlawanan. Jaringan komunikasi ini dapat dilakukan melalui
orang-orang yang padai bercerita, alim ulama, tukang gosip, dan sebagainya.
2) Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Schein (1997), terbentuknya suatu budaya organisasi dapat dianalisis dari
tiga teori sebagai berikut:
a. Teori Sociodynamic
Teori ini menitikberatkan pengamatan secara detail mengenai kelompok
pelatihan, kelompok terapi, kelompok kerja yang mempunyai proses
interpersonal dan emosional guna membantu menjelaskan apa yang dimaksud
dengan paham pandangan yang sama dari suatu masalah dan mengembangkan
paham tersebut. Setiap individu perlu merasakan bahwa ia adalah anggota
kelompok dan bagaimana setiap anggota kelompok menyelesaikan konflik inti
antara keinginan individu dengan keinginan kelompok.
b. Teori Kepemimpinan
Teori ini menekankan hubungan antara pemimpin dengan kelompok dan gaya
kepemimpinan terhadap formasi kelompok, yang sangat relevan dengan
terbentuknya budaya. Dalam teori ini, Schein membagi 2 hal, yaitu:
Tugas kepemimpinan dan kelompok; menekankan perbedaan antara
fungsi kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas internal.
Gaya kepemimpinan dan kelompok; diasumsikan bahwa pendiri suatu
kelompok memiliki hubungan otoritas terhadap anggota kelompok,
dimana pemimpin dan anggotanya berinteraksi pada level emosional
yang akan menentuka stadium evolusioner kelompok dan gaya
budayanya. Gaya kepemimpinan terdiri atas: gaya otoriter (memerintah
tanpa memperhatikan pendapat orang lain), gaya partisipatif (dalam
mengambil setiap keputusan mempertimbangkan dan menerima
masukan orang lain), gaya demokratis (dalam mengambil keputusan
dilakukan secara demokratis dengan memilih pendapat yang
disuarakan oleh orang terbanyak) serta gaya liberal (membebaskan
4
setiap anggota untuk bertindak sendiri-sendiri tanpa menunggu
persetujaun pemimpin).
c. Teori pembelajaran (Learing Theory)
Secara struktural ada dua tiper pembelajaran, yaitu:
Situasi penyelesaian masalah secara positif
Situasi menghindari kegelisahan
Proses pembelajaran tersebut dimaksudkan untuk pewarisan budaya organisasi
kepada anggota bru dan organisasi.
Menurut Kotter dan Heskett, gagasan proses pembentukan budaya organisasi
bisa berasal dari mana saja, bisa dari perorangan atau kelompok, dari tingkat
bawah atau puncak organisasi. Akan tetapi dalam perusahaan, gagasan ini
sering dihubungkan dengan pendiri atua pemimpin awal yang
mengartikulasikannya sebagai suatu visi, strategi, bisnis, filosofi atau ketiga-
tiganya.
Schein juga menyatakan bahwa budaya organisasi diciptakanoleh pemimpin
dan salah satu fungsi pemimpin yang sangat menentukan adalah kreasi,
manajemen dan jika perlu merusak budaya.
Pengaruh pemimpin pada pembentukan budaya organisasi terutama ditentukan
oleh para pendiri organisasi di mana tindakan pendiri organisasi menjadi inti
budaya organisasi. Faktor penting di sini adalah adaanya kesempatan tertentu
bagi pemimpin untuk mengatasi krisis dan merencanakan proses perubahan
budaya organisasi.
Schein (1997) membagi level budaya organisasi menjadi tiga bagian sebagai berikut
yaitu:
Sedangkan menurut Dyen (1988) asumsi dasar organisasi dibagi menjadi tujuh
kategori yaitu:
7
2) Hakikat orientasi waktu
Schein (1997) menambahkan hakikat orientasi waktu dengan hakikat realitas dan
kebenaran yang dibagi menjadi menjadi 3 level realitas yaitu:
a. Realitas fisik eksternal. Realitas ini dapat ditentukan secara obyektif melalui
tes ilmiah misalnya memperkenalkan produk perusahaan melalui test pasar
dan membuat criteria-kriteria untuk menyelesaikan masalah.
b. Realitas sosial. Realitas ini menekankan bahwa anggota-anggota kelompok
setuju dengan bahan-bahan consensus, bukan dengan test yang dilakukan
secara eksternal.
c. Realitas individu. Realitas ini menekankan bahwa orang tertentu telah belajar
dari pengalaman dank arena itu mereka mempunyai kebenaran multak
terhadap orang itu.
3) Hakikat sifat manusia
Inti hakikat sifat manusia di tingkat organisasi adalah bagaimana karyawan dan
manajer dipandang bukan saja mencerminkan asumsi dasar budaya tuan rumah, tetapi
juga dapat mengembangkan budayanya. Asumsi manajerial tentang sifat manusia
dibedakan menjadi tiga kategori sebagai berikut (Schein, 1997):
a. Asumsi Rasional Ekonomi
Asumsi ini berasal dari falsafah hedonism yang berpandangan bahwa manusia
bertindak untuk memenuhi kesenangan dirinya semaksimal mungkin.
b. Asumsi Sosial
Asumsi ini berpandangan pada studi Hawthorne yang lebih mengutamakan
kebutuhan untuk diterima/disukai oleh teman sekerja daripada insentif
ekonomi.
c. Asumsi Aktualisasi Diri
Asumsi ini berlandaskan studi McGregor (1960), Argyris (1964) dan Maslow
(1954), yang menyatakan bahwa para karyawan merasa terasing pekerjaan
yang harus dilaksanakan tidak memungkinkan mereka menggunakan
kemampuan dan keterampilan secara matang dan produktif.
4) Hakikat Aktivitas Manusia
Menurut Schein (1997) dimensi berhubungan erat dengan kategori tentang lingkungan
dan universalitas yang menunjukkan jenis aktivitas individu dan proses
8
pengembangannya dalam organisasi. Asumsi aktivitas manusia menggunakan tiga
orientasi.
a. Doing Orientation
Orientasi ini beranggapan bahwa pada dasarnya manusia bersifat aktif,
perhatiannya dicurahkan pada kerja, efesiensi, dan inovatif.
b. Being Orientation
Orientasi ini beranggapan bahwa manusia dianggap pasif da sulit dimotivasi,
kurang diperhatikan pengembangan keterampilannya atau keahlian karyawan.
c. Being in Orientation
Orientasi ini menekankan pengembangan diri, aktualisasi diri, dan menggali
potensi seseorang.
5) Hakikat Hubungan Manusia
Menurut Schein (1997), asumsi ini harus menyelesaikan masalah-masalah yang
menyangkut:
a. Kekuatan pengaruh dan hirarki, dan
b. Keintiman, cinta, dan hubungan keluarga.
Selanjutnyam Schein juga mengemukakan bahwa ada dimensi lain yang menyangkut
analisis hakikat hubungan manusia terkait dengan sistem sosial sebagai berikut:
9
b. Difusi atau khusus, hubungan individual antara seseorang dan orang lainnya
adalah melalui banyak dimensi seperti anggota keluarga, atau melalui dimensi
tunggal seperti hubungan pramujual dengan pelanggan.
c. Universalistik atau partikularistik, hubungan ini menentukan criteria tertentu
yang dipaki bagi seluruh anggota yang memberikan peran yang sama, atau ada
criteria khusus yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu
d. Orientasi asal usul atau pencapaian, hubungan ini menenkankan apakah
kedudukan sosial seperti status dan peringkat sosial ditentukan berdasarkan
asal usul atau anggota keluarga ataukah atas dasar apa yang mereka lakukan
secara nyata.
e. Orientasi perorangan atau kolektivitas (kelompok), hubungan ini menekankan
apakah tindakan-tindakan individual berorientasi kepada kepentingan
perorangan ataukah untuk kepentingan kolektif.
6) Hakikat Kebenaran
Schein (1997) yang mengutip pendapat Weber, mengidentifikasi hakikat kebenaran
sebagai berikut:
a. Murni dogma yang didasarkan atas tradisi dan/atau agama.
b. Pengungkapan dogma menyangkut kebijaksanaan berdasarkan keyakinan
otoritas manusia bijaksana, pemimpin formal, junjungan atau raja.
c. Kebenaran berasal dari proses hukum rasional.
d. Kebenaran menghidupkan konflik dan perdebatan.
e. Kebenaran seperti pekerjaan merupakan criteria pragmatis yang murni.
f. Kebenaran ditegakkan melalui metode ilmiah.
7) Hakikat Universalisme atau Partikularisme
Asumsi ini berkaitan dengan bagaimana memandang dan memperlakukan para
karyawan. Asumsi ini bisa di amati melalui peraturan-peraturan kerja dan sanksi
terhadap pelanggan, sistem insentif dan pengembangan karyawan.
Menurut Pascale dan Athos (1992) ada tujuh variabel yang banyak berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan. Ketujuh variabel tersebut
meliputi:
10
1) Strategi (strategy)
2) Struktur (structure)
3) Sistem (system)
4) Staf (staff)
5) Gaya (styles)
6) Keterampilan (skill)
7) Sasaran superordinat (shared value)
Empat dari perangkat S pertama yaitu strategi, stuktur, sistem, dan staf disebut dengan
perangkat S keras (hardware) sedangkan tiga perangkat S terakhir yang meliputi gaya
(styles), keterampilan (skill), shared value disebut perangkat S lunak (software). Ketujuh
variabel yang dikemukakan oleh Pascale dan Athos disebut 7-S’s framework McKinsey (lihat
Gambar 5.1).
STRUKTUR
STRATEGI SISTEM
SASARAN SUPER
ORDINAT
KETERAMPIL GAYA
AN
STAF
11
DAFTAR PUSTAKA
Supartha, Wayan Gede. 2008. Budaya Organisasi: Teori Praktis, Kasus, dan Aplikasi
Penelitian. Denpasar: Udayana University Press.
12