Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN MATERI KULIAH

BUDAYA DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI

SAP 2: TEORI PEMBENTUKAN BUDAYA ORGANISASI

Disusun oleh:

Kelompok 7

Deslan Dwi Rasta (1515251009)

Made Rudani Indira Dewi (1515251021)

Ni Putu Sinta Kumala Sari (1515251031)

Ni Made Okta Puspasari (1515251038)

PROGRAM NON REGULER

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018
PEMBAHASAN

1. Karakteristik Budaya Organisasi

Riset paling baru mengemukakan ada tujuh karakteristik primer yang bersama-sama
mengungkap hakikat dari budaya suatu organisasi (Tunggal, 2002).

1) Inovasi dan pengambilan risiko. Sejauh mana para karyawan didorong untuk inovatif
dan mengambil risiko. Dalam hal ini organisasi memberi kebebasan kepada karyawan
untuk mengambul inisiatif dan membuat keputusan dalam mengatasi masalah yang
dihadapi oleh karyawan.
2) Perhatian ke rincian. Sejauh mana para karyawan diharapkan memperhatikan presisi
(kecermatan), analisis, dan perhatian kepada rincian. Dalam hal ini organisasi
mengharuskan setiap karyawan untuk membuat analisis dan rincian kegiatan secara
cermat dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
3) Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen memfokuskan pada hasil, bukan pada teknik
dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil. Dalam hal ini organisasi menilai
kinerja seseorang berdasarkan hasil yang bisa dicapai dan bukan menilai teknik atau
proses yang dipergunakan untuk mencapai hasil tersebut.
4) Orientasi orang. Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan hasil-hasil
pada orang-orang di dalam organisasi itu. Dalam hal ini organisasi selalu
memperhitungkan sisi positif dan negatif dari sebuah keputusan terhadap orang-orang
yang melaksanakan keputusan itu sendiri.
5) Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukan
individu-individu. Dalam hal ini organisasi mengutamakan kekompakan tim didalam
melaksanakan kegiatan serta memberikan imbalan dan hukuman berdasarkan
kelompok dan bukan berdasarkan individu.
6) Keagresifan. Sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif bukannya santai-
santai. Dalam hal ini organisasi menilai usaha yang dilakukan oleh individu untuk
memenangkan kompetisi baik dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi
maupun dalam memenangkan persaingan.
7) Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status
quo sebagai kontras dari pertumbuhan. Dalam hal ini organisasi lebih cenderung
mempertahankan kemapanan dibandingkan dengan mengejar pertumbuhan dan
melakukan perubahan untuk memenangkan persaingan.

1
Robbins (2002) menyatakan ada 10 karaketristik yang apabila dicampur dan
dicocokkan, akan menjadi budaya organisasi. Kesepuluh karakteristik budaya organisasi
tersebut sebagai berikut:
1) Inisiatif individual. Adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi
yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
2) Toleransi terhadap tindakan yang berisiko. Dalam budaya organisasi, perlu
ditenkankan sejauh mana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif,
inovatif dan mengambil risiko.
3) Pengarahan. Sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat menciptakan dengan jelas
sasaran dan harapan yang diinginkan.
4) Integrasi. Sejauh mana organisasi atau perusahaan dapat mendorong unit-unit
organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.
5) Dukungan manajemen. Sejauh mana para manajer dapat memberikan komunikasi atau
arahan, bantuan serta dukungan yang jelas terhadap bawahan.
6) Kontol. Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma
yang berlaku dalam suatu organisasi atau perusahaan.
7) Identitas. Sejauh mana para anggota atau karyawan suatu organisasi atau perusahaan
dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai satu kesatuan dalam perusahaan dan bukan
sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional tertentu.
8) Sistem imbalan. Sejauh mana alokasi imbalan (seperti kenaikan gaji, promosi dan
sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai bukan sebaliknya didasarkan atas
senioritas, sikap pilih kasih dan sebagainya.
9) Toleransi terhadap konflik. Sejauh mana para pegawai atau karyawan didorong untuk
mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka.
10) Pola komunikasi. Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang
formal.

2. Pembentukan Budaya Organisasi


1) Unsur-Unsur Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Deal and Kennedy (1982), ada lima unsur pembentukan budaya yaitu:
a. Lingkungan Usaha
Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan, apa yang harus
dilaksanakan perusahaan agar bisa berhasil. Lingkungan usaha yang
berpengaruh antara lain prosuk yang dihasilkan oleh pesaing, pelanggan,
2
teknologi, pemasok, kebijakan pemerintan dan lain-lain. Sehubungan dengan
itu, perusahaan harus melakukan tindakan-tindakan untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan tersebut,seperti kebijakan penjualan, penemuan baru
dan pengelolaan biaya dalam menghadapi realitas pasar yang berbeda dengan
lingkungan usahanya.
b. Niali-Nilai
Setiap perusahaan mempunyai nilai-nilai inti sebagai pedoman berpikir dan
bertindak untuk semua anggota dalam mencapai tujuan atau misi organisasi.
Nilai-nilai itu dapat berupa slogan atau moto yang dapat berfungsi sebagai:
 Jati diri, dalam aritian slogan atau moto dapat berfungsi sebagai jati
diri bagi orang yang bekerja pada perusahaan, serta memiliki rasa
istimewa karena berbeda dengan perusahaan lainnya.
 Harapan konsumen, dalam arti slogan dan moto dapat berupa
ungkapan padat yang penuh makna bagi konsumen dan sekaligus
merupakan harapan baginya terhadap perusahaan tersebut seperti
kualitas produk, sistem pelayanan dan sebagainya.
c. Pahlawan
Pahlawan adalah tokoh yang dipandang behasil dalam mewujudkan nilai-nilai
budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bbisa berasal dari pendiri
perusahaan, para manajer, kelompok organisasi atau perorangan yang berhasil
menciptakan nilai-nilai organisasi. Mereka merupakan idola yang patut diikuti
oleh karyawan perusahaan. Mereka bisa menumbuhkan idealisme, semangat
dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau masalah dalam
organisasi.
d. Ritual
Ritual merupakan kegiatan dimana perusahaan secara simbolis menghormati
pahlawan-pahlawannya. Karyawan yang berhasil memajukan perusahaan
diberi penghargaan, yang dilaksanakan secara ritual setiap tahunnya, misalnya
kepada karyawan yang tidak pernah absen, pemberi saran yang membangun,
penjual terbanyak, pelayan terlaris dan sebagainya.
e. Jaringan Budaya
Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi informal yang pada dasarnya
merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya menyalurkan indormasi dan

3
memberi interpretasi terhadap informasi. Melalui jaringan informal, kehebatan
perusahaan diceritakan dari waktu ke waktu. Sebagai caea berkomunikasi
informal, jaringan budaya merupakan pembawa nilai-nilai budaya dan
mitologi kepahlawanan. Jaringan komunikasi ini dapat dilakukan melalui
orang-orang yang padai bercerita, alim ulama, tukang gosip, dan sebagainya.
2) Proses Pembentukan Budaya Organisasi
Menurut Schein (1997), terbentuknya suatu budaya organisasi dapat dianalisis dari
tiga teori sebagai berikut:
a. Teori Sociodynamic
Teori ini menitikberatkan pengamatan secara detail mengenai kelompok
pelatihan, kelompok terapi, kelompok kerja yang mempunyai proses
interpersonal dan emosional guna membantu menjelaskan apa yang dimaksud
dengan paham pandangan yang sama dari suatu masalah dan mengembangkan
paham tersebut. Setiap individu perlu merasakan bahwa ia adalah anggota
kelompok dan bagaimana setiap anggota kelompok menyelesaikan konflik inti
antara keinginan individu dengan keinginan kelompok.
b. Teori Kepemimpinan
Teori ini menekankan hubungan antara pemimpin dengan kelompok dan gaya
kepemimpinan terhadap formasi kelompok, yang sangat relevan dengan
terbentuknya budaya. Dalam teori ini, Schein membagi 2 hal, yaitu:
 Tugas kepemimpinan dan kelompok; menekankan perbedaan antara
fungsi kepemimpinan yang berorientasi kepada tugas internal.
 Gaya kepemimpinan dan kelompok; diasumsikan bahwa pendiri suatu
kelompok memiliki hubungan otoritas terhadap anggota kelompok,
dimana pemimpin dan anggotanya berinteraksi pada level emosional
yang akan menentuka stadium evolusioner kelompok dan gaya
budayanya. Gaya kepemimpinan terdiri atas: gaya otoriter (memerintah
tanpa memperhatikan pendapat orang lain), gaya partisipatif (dalam
mengambil setiap keputusan mempertimbangkan dan menerima
masukan orang lain), gaya demokratis (dalam mengambil keputusan
dilakukan secara demokratis dengan memilih pendapat yang
disuarakan oleh orang terbanyak) serta gaya liberal (membebaskan

4
setiap anggota untuk bertindak sendiri-sendiri tanpa menunggu
persetujaun pemimpin).
c. Teori pembelajaran (Learing Theory)
Secara struktural ada dua tiper pembelajaran, yaitu:
 Situasi penyelesaian masalah secara positif
 Situasi menghindari kegelisahan
Proses pembelajaran tersebut dimaksudkan untuk pewarisan budaya organisasi
kepada anggota bru dan organisasi.
Menurut Kotter dan Heskett, gagasan proses pembentukan budaya organisasi
bisa berasal dari mana saja, bisa dari perorangan atau kelompok, dari tingkat
bawah atau puncak organisasi. Akan tetapi dalam perusahaan, gagasan ini
sering dihubungkan dengan pendiri atua pemimpin awal yang
mengartikulasikannya sebagai suatu visi, strategi, bisnis, filosofi atau ketiga-
tiganya.
Schein juga menyatakan bahwa budaya organisasi diciptakanoleh pemimpin
dan salah satu fungsi pemimpin yang sangat menentukan adalah kreasi,
manajemen dan jika perlu merusak budaya.
Pengaruh pemimpin pada pembentukan budaya organisasi terutama ditentukan
oleh para pendiri organisasi di mana tindakan pendiri organisasi menjadi inti
budaya organisasi. Faktor penting di sini adalah adaanya kesempatan tertentu
bagi pemimpin untuk mengatasi krisis dan merencanakan proses perubahan
budaya organisasi.

3. Level Budaya Organisasi

Schein (1997) membagi level budaya organisasi menjadi tiga bagian sebagai berikut
yaitu:

1) Artifak dan Kreasi


Artifak mencakup semua fenomena yang bisa dilihat, didengar dan dirasakan.
Pada level artifak dan kreasi, konstruksinya dilakukan secara lingkungan fisik dan
sosial. Pada level ini, orang dapat melihat ruang fisik, prosuk teknologi kelompok,
bahan tertulis dan tidak tertulis, produk seni dan perilaku nyata anggota organisasi. Di
sini termasuk gaya berpakaian, penampilan emosional, mitos dan sejarah organisasi,
nilai-nilai yang muncul dalam komunikasi seperti ritual, seremonial dan sebagainya.
5
2) Nilai-Nilai
Nilai-nilai adalah solusi yang muncul dari seorang pemimpin dalam organisasi
dengan maksud memcahkan masalah-masalah rutin dalam organisasi tersebut. Jika
suatu kelompok ingin menciptakan atau dihadapkan pada tugas-tugas organisasi,
masalah-masalah atau isu-isu penting organisasi, maka solusi yang pertama muncul
datangnya dari individu-indivi yang berpengaruh dalam kelompok tersebut. Mereka
dapat menginterpretasikan, mengasumsikan dan memberikan penilaian terhadap
persoalan tersebut dan akan memberikan solusi baik menyangkut pengetahuan, sikap
maupun tindakan yang harus dijalankan. Nilai-nilai dapat mencerminnkan falsafah
dan misi organisasi, tujuan, standar, dan larangan-larangan. Solusi ini dapat berjalan
secara berkesinambungan dan menjadi bagian budaya organisasi.
3) Asumsi Dasar
Asumsi dasar ini merupakan bagian dari budaya organisasi yang paling utama.
Asumsi dasar menjadi jaminan (taken for granted) bahwa seseorang menemukan
variasi kecil dalam unit budaya. Dalam asumsi dasar, terdapat petunjuk-petunjuk yang
harus dipatuhi anggota organisasi, yang menyangkut perilaku nyata, termasuk
menjelaskan kepada naggota kelompok bagaimana merasakan, memikirkan segala
sesuatu. Dalam hal ini, yang termasuk asumsi dasar adalah hubungan dengan
lingkungan, hakikat mengenai sifat manusia, hakikat aktivitas manudia dan hakikat
hubungan manusia.
Solusi-solusi yang masuk asumsi dasar ini dimaksudkan untuk dapat
menyelesaikan masalah secara berkesinambungan dan dapat dikomunikasikan secara
terus-menerus sehingga merupakan nilai yang dapat diandalkan. Solusi-solusi tersebut
diperlukan sebagai realitas dalam organisasi dan diyakini kebenarannya sehingga
dapat menjadi budaya organisasi.
Hatch (1997) memodifikasi level budaya organisasi yang dikemukakan oleh
Schein (1997) dengan menempatkan simbol di samping artifak, nilai dan asumsi.
Simbol diartikan oleh Hatch sebagai anything that represent a conscious association
with some wider concept or meaning. Thus (or meanings) with which it is associated.
Simbol dalam hal ini merupakan lambang yang mencerminkan konsep dan arti yang
dalam. Simbol terdiri atasbentuk yang berwujud maupun yang tidak berwujud
mencerminkan makna tertentu.
Weinberg (1997) juga memodifikasi level organisasi yang dikemukakan
Schein (1997) dengan menambahkan perspektif di samping artifak, nilai dan asumsi.
6
Perspektif dimaksudkan sebagai norma sosial dan peraturan baik tertulis atau tidak
tertulis yang mengatur bagaimana para anggota organisasi harus berperilaku dalam
situasi-situasi khusus.
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa level budaya organisasi terdiri atas
lima dimensi yaitu: artifak, nilai, asumsi, simbol dan perspektif.

4. Kategori Asumsi Dasar Budaya Organisasi

Asumsi adalah keyakinan-keyakinan para anggota organisasi yang tidak diucapkan


dan menyangkut mereka sendiri dan mengenai hubungan mereka dengan orang lain dan
organisasi serta sifat organisasi dan hubungannya dengan dunia luar (Schein, 1979). Schein
membagi asumsi dasar menjadi lima kategori yaitu:

1) Hakikat hubungan dengan lingkungan


2) Hakikat realitas, ruang dan waktu
3) Hakikat sifat manusia
4) Hakikat aktivitas manusia, dan
5) Hakikat hubungan manusia

Sedangkan menurut Dyen (1988) asumsi dasar organisasi dibagi menjadi tujuh
kategori yaitu:

1) Hubungan dengan lingkungan


Asumsi hakikat hubungan dengan lingkungan berkaitan dengan sikap organisasi atau
perusahaan dalam menghadapi lingkungan. Sikap tersebut menyangkut hal-hal
berikut:
a. Sikap penyelarasan diri. Sikap ini diambil untuk menyelaraskan diri terhadap
tantangan lingkungan.
b. Sikap proaktif. Sikap ini memandang bahwa alam bisa ditundukkan sehingga
perusahaan proaktif terhadap focus pasar baru dan memanfaatkan peluang-
peluang pasar.
c. Sikap reaktif. Sikap ini memandang bahwa manusia menguasai alam sehingga
bersifat reaktif.

7
2) Hakikat orientasi waktu

Schein (1997) menambahkan hakikat orientasi waktu dengan hakikat realitas dan
kebenaran yang dibagi menjadi menjadi 3 level realitas yaitu:

a. Realitas fisik eksternal. Realitas ini dapat ditentukan secara obyektif melalui
tes ilmiah misalnya memperkenalkan produk perusahaan melalui test pasar
dan membuat criteria-kriteria untuk menyelesaikan masalah.
b. Realitas sosial. Realitas ini menekankan bahwa anggota-anggota kelompok
setuju dengan bahan-bahan consensus, bukan dengan test yang dilakukan
secara eksternal.
c. Realitas individu. Realitas ini menekankan bahwa orang tertentu telah belajar
dari pengalaman dank arena itu mereka mempunyai kebenaran multak
terhadap orang itu.
3) Hakikat sifat manusia
Inti hakikat sifat manusia di tingkat organisasi adalah bagaimana karyawan dan
manajer dipandang bukan saja mencerminkan asumsi dasar budaya tuan rumah, tetapi
juga dapat mengembangkan budayanya. Asumsi manajerial tentang sifat manusia
dibedakan menjadi tiga kategori sebagai berikut (Schein, 1997):
a. Asumsi Rasional Ekonomi
Asumsi ini berasal dari falsafah hedonism yang berpandangan bahwa manusia
bertindak untuk memenuhi kesenangan dirinya semaksimal mungkin.
b. Asumsi Sosial
Asumsi ini berpandangan pada studi Hawthorne yang lebih mengutamakan
kebutuhan untuk diterima/disukai oleh teman sekerja daripada insentif
ekonomi.
c. Asumsi Aktualisasi Diri
Asumsi ini berlandaskan studi McGregor (1960), Argyris (1964) dan Maslow
(1954), yang menyatakan bahwa para karyawan merasa terasing pekerjaan
yang harus dilaksanakan tidak memungkinkan mereka menggunakan
kemampuan dan keterampilan secara matang dan produktif.
4) Hakikat Aktivitas Manusia
Menurut Schein (1997) dimensi berhubungan erat dengan kategori tentang lingkungan
dan universalitas yang menunjukkan jenis aktivitas individu dan proses

8
pengembangannya dalam organisasi. Asumsi aktivitas manusia menggunakan tiga
orientasi.
a. Doing Orientation
Orientasi ini beranggapan bahwa pada dasarnya manusia bersifat aktif,
perhatiannya dicurahkan pada kerja, efesiensi, dan inovatif.
b. Being Orientation
Orientasi ini beranggapan bahwa manusia dianggap pasif da sulit dimotivasi,
kurang diperhatikan pengembangan keterampilannya atau keahlian karyawan.
c. Being in Orientation
Orientasi ini menekankan pengembangan diri, aktualisasi diri, dan menggali
potensi seseorang.
5) Hakikat Hubungan Manusia
Menurut Schein (1997), asumsi ini harus menyelesaikan masalah-masalah yang
menyangkut:
a. Kekuatan pengaruh dan hirarki, dan
b. Keintiman, cinta, dan hubungan keluarga.

Asumsi hubungan manusia menekankan apakah hubungan antaranggota kelompok


dalam organisasi bersifat:

a. Sifat linier apabila penunjukan pejabat/karyawan dalam organisasi lebih


ditekankan kepada anggota keluarganya daripada orang yang sama sekali tidak
memiliki hubungan keluarga.
b. Sifat kolektoral apabila penunjukan pejabat/karyawan lebih mengutamakan
kelompok tertentu meskipun kelompok tersebut kadang-kadang bukan anggota
keluarga sendiri.
c. Sifat individualistis apabila penunjukan pejabat/karyawan lebih mengutamaan
motivasi dan prestasi individu.

Selanjutnyam Schein juga mengemukakan bahwa ada dimensi lain yang menyangkut
analisis hakikat hubungan manusia terkait dengan sistem sosial sebagai berikut:

a. Beban emosional atau netral emosional, hubungan ini menyangkut apakah


dalam hal itu ada hubungan persaudaraan (emosional) ataukah murni
hubungan professional.

9
b. Difusi atau khusus, hubungan individual antara seseorang dan orang lainnya
adalah melalui banyak dimensi seperti anggota keluarga, atau melalui dimensi
tunggal seperti hubungan pramujual dengan pelanggan.
c. Universalistik atau partikularistik, hubungan ini menentukan criteria tertentu
yang dipaki bagi seluruh anggota yang memberikan peran yang sama, atau ada
criteria khusus yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang tertentu
d. Orientasi asal usul atau pencapaian, hubungan ini menenkankan apakah
kedudukan sosial seperti status dan peringkat sosial ditentukan berdasarkan
asal usul atau anggota keluarga ataukah atas dasar apa yang mereka lakukan
secara nyata.
e. Orientasi perorangan atau kolektivitas (kelompok), hubungan ini menekankan
apakah tindakan-tindakan individual berorientasi kepada kepentingan
perorangan ataukah untuk kepentingan kolektif.
6) Hakikat Kebenaran
Schein (1997) yang mengutip pendapat Weber, mengidentifikasi hakikat kebenaran
sebagai berikut:
a. Murni dogma yang didasarkan atas tradisi dan/atau agama.
b. Pengungkapan dogma menyangkut kebijaksanaan berdasarkan keyakinan
otoritas manusia bijaksana, pemimpin formal, junjungan atau raja.
c. Kebenaran berasal dari proses hukum rasional.
d. Kebenaran menghidupkan konflik dan perdebatan.
e. Kebenaran seperti pekerjaan merupakan criteria pragmatis yang murni.
f. Kebenaran ditegakkan melalui metode ilmiah.
7) Hakikat Universalisme atau Partikularisme
Asumsi ini berkaitan dengan bagaimana memandang dan memperlakukan para
karyawan. Asumsi ini bisa di amati melalui peraturan-peraturan kerja dan sanksi
terhadap pelanggan, sistem insentif dan pengembangan karyawan.

5. Hubungan Dinamika Organisasi dan Asumsi Dasar

Menurut Pascale dan Athos (1992) ada tujuh variabel yang banyak berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup dan keberhasilan perusahaan. Ketujuh variabel tersebut
meliputi:

10
1) Strategi (strategy)
2) Struktur (structure)
3) Sistem (system)
4) Staf (staff)
5) Gaya (styles)
6) Keterampilan (skill)
7) Sasaran superordinat (shared value)

Empat dari perangkat S pertama yaitu strategi, stuktur, sistem, dan staf disebut dengan
perangkat S keras (hardware) sedangkan tiga perangkat S terakhir yang meliputi gaya
(styles), keterampilan (skill), shared value disebut perangkat S lunak (software). Ketujuh
variabel yang dikemukakan oleh Pascale dan Athos disebut 7-S’s framework McKinsey (lihat
Gambar 5.1).

STRUKTUR

STRATEGI SISTEM

SASARAN SUPER
ORDINAT

KETERAMPIL GAYA
AN

STAF

Sumber: Pascale et al. Art of Japanese Management, 1983.

Gambar 5.1 7-S’s Frameworks McKinsey

Hubungan yang terlihat pada Gambar 5.1 mengungkapkan bahwa, keberhasilan


perusahaan atau organisasi dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dipengaruhi oleh
strategi, struktur, sistem, staf, keterampilan, dan gaya kepemimpinan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Supartha, Wayan Gede. 2008. Budaya Organisasi: Teori Praktis, Kasus, dan Aplikasi
Penelitian. Denpasar: Udayana University Press.

12

Anda mungkin juga menyukai