Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA PASIEN


Ny. Sa DENGAN “CHRONIC KIDNEY DISEASE”

Di Ruang 24b RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:

Dita Ayuhana

1930015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS: PROGRAM PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien Ny. Sa dengan


cronik kidney deases di Ruang 24b RSUD dr. Saiful Anwar Malang Yang
Dilakukan Oleh:

Nama : Dita Ayuhana


NIM : 1930015
Prodi : Pendidikan Profesi Ners Program Profesi STIKes Kepanjen
Malang

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners
Departemen Keperawatan Medical Bedah yang dilaksanakan pada tanggal 07
Oktober 2019- 12 Oktober 2019, yang telah disetujui dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal :

Malang, Oktober 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(................................) (................................)
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Chronic Kidney Disease adalah kondisi ireversibel di mana fungsi


ginjal menurun dari waktu ke waktu. CKD biasanya berkembang secara
perlahan dan progresif, kadang sampai bertahun-tahun, dengan pasien sering
tidak menyadari bahwa kondisi mereka telah parah. Kondisi fungsi ginjal
memburuk, kemampuan untuk memproduksi erythropoietin yang memadai
terganggu, sehingga terjadi penurunan produksi baru sel-sel darah merah dan
akhirnya terjadi anemia. Dengan demikian, anemia merupakan komplikasi
yang sering terjadi pada CKD, dan sekitar 47% pasien dengan CKD anemia
(Denise, 2007).

Prevalensi gagal ginjal kronik (GGK) setiap tahun di Amerika Serikat


dengan jumlah penderita selalu mengalami peningkatan. Pada tahun 2007
jumlah penderita sekitar 80.000 orang, tahun 2010 mengalami peningkatan
menjadi 660.000 orang. Di indonesia prevalensi penderita gagal ginjal kronik
pada tahun 2007 jumlah pasien mencapai 2.148 orang, dan tahun 2008
menjadi 2.260 orang (Alam dan Hadibroto, 2008).

Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi gagal ginjal kronik di


Indonesia sebesar 0,2%. Provinsi yang menempati urutan pertama dan
mempunyai prevalensi 0,5% dari 33 provinsi pada tahun 2013 adalah provinsi
Sulawasi Tengah diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi utara masing-masing
0,4%. Untuk provinsi Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung,
Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur masing-masing
0,3% (Riskesdas, 2013).

Hemodialisis merupakan proses terapi sebagai pengganti ginjal yang


menggunakan selaput membran semi permeabel berfungsi seperti nefron
sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi
gangguan keseimbangan cairan maupun elektrolit pada pasien gagal ginjal.
Hemodialisis yang dijalani oleh pasien dapat mempertahankan kelangsungan
hidup sekaligus merubah pola hidup pasien. Perubahan yang akan terjadi
mencakup diet pasien, tidur dan istirahat, penggunaan obat-obatan, dan
aktivitas sehari-hari. Pasien yang menjalani hemodialisis juga rentan terhadap
masalah emosional seperti stress berkaitan dengan pembatasan diet dan cairan,
keterbatasan fisik, penyakit, efek samping obat, serta ketergantungan terhadap
dialisis yang akan berdampak terhadap menurunnya kualitas hidup pasien
(Mailani, 2015).

Kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik semakin menurun karena


pasien tidak hanya menghadapi masalah kesehatannya tetapi juga masalah
terapi yang akan berlangsung seumur hidup, akibatnya kualitas hidup pasien
yang menjalani terapi hemodialisis lebih rendah dibanding penyakit yang lain.
Kepatuhan pasien gagal ginjal kronik dalam menjalani terapi hemodialisa juga
akan mempengaruhi kualitas hidup pasien yang menjalani terapi hemodialysis.

1.2 Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi Chronic Kidney Disease


2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi Chronic Kidney Disease
3. Mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi klinik Chronic Kidney
Disease
4. Mahasiswa dapat mengetahui tentang klasifikasi Chronic Kidney Disease
5. Mahasiswa dapat mengetahui tentang patofisiologi dari Chronic Kidney
Disease
6. Mahasiswa dapat mengetahui tentang stadium dari Chronic Kidney
Disease
7. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari Chronic
Kidney Disease
8. Mahasiswa dapat mengetahui tentang penatalaksanaan dari Chronic
Kidney Disease
9. Mahasiswa dapat mengetahui tentang komplikasi Chronic Kidney Disease
10. Mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease
BAB 2

LAPORAN PENDAHULUAN

2. 1 Definisi

CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi


dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

2. 2 Etiologi

a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih),


glomerulonefritis (penyakit peradangan).

Pielonefritis adalah proses infeksi peradangan yang biasanya


mulai di renal pelvis, saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran
kencing (ureter) dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal.
Glomerulonefritis disebabkan oleh salah satu dari banyak penyakit
yang merusak baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap penyakit
berikutnya keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat
berkurang.

b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,


nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis.

Disebabkan karena terjadinya kerusakan vaskularisasi di ginjal


oleh adanya peningkatan tekanan darah akut dan kronik.

c. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik,


poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.

Disebabkan oleh kompleks imun dalam sirkulasi yang ada


dalam membran basalis glomerulus dan menimbulkan kerusakan.
Penyakit peradangan kronik dimana sistem imun dalam tubuh
menyerang jaringan sehat, sehingga menimbulkan gejala diberbagai
organ.

d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal


polikistik, asidosis tubulus ginjal.

Penyakit ginjal polikistik ditandai dengan kista multiple,


bilateral, dan berekspansi yang lambat laun akan mengganggu dalam
menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan, semakin
lama ginjal tidak mampu mempertahankan fungsi ginjal sehingga
ginjal akan menjadi rusak.

e. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout,


hiperparatiroidisme, amiloidosis.

f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.


Penyebab penyakit yang dapat dicegah bersifat refersibel, sehingga
penggunaan berbagai prosedur diagnostik.

g. Nefropati obstrukstif misalnya saluran kemih bagian atas : kalkuli


neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah :
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher
kandung kemih dan uretra.

h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis.

Merupakan penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang


dibentuk oleh presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran
kemih.

2. 3 Manifestasi Klinis

Menurut Brunner & Suddart (2013) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien, dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut :

a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,
tangan, sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial,
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang,
kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
2. 4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2
dengan rumus Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90

2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89

3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59

4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29

5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Sumber : Sudoyo, 2010 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Rumus perhitungan GFR MENURUT (Willems et al., 2013).
2. 5 Patofisiologi

Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek


termasuk diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate),
pengeluaran produksi urine dan eksresi air yang abnormal,
ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal. Homeostatis
dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi nefron
hanya dapat mempertahankan eksresi solates dan sisa-sisa produksi dengan
jalan menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan
kemampuan memekatkan urin) dan polyuria adalah peningkatan output
ginjal. Hipostenuria dan polyuria adalah tanda awal CKD dan dapat
menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan penyakit selanjutnya,
kemampuan memekatkan urin menjadi semakin berkurang. Osmolitasnya
(isotenuria). Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat
secara otomatis, dan pasien akan beresiko kelebihan beban cairan seiring
dengan output urin yang makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin
menjadi dehidrasi/mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada
tingkat gagal ginjal.

Perubahan metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan


eksresi BUN dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus
ginjal dan penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum
kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah
disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal.

Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan


system kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya anemia,
hipertensi, gagal jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh
penurunan eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari
uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan gastrointestinal.

Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah akibat overlood


cairan dan sodium dan kesalahan fungsi sistem renin. Angiostin aldosteron
CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena anemia,
hipertensi, dan kelebihan cairan (Brunner & Suddart, 2013)
2.6 Stadium CKD

Tahapan penurunan fungsi ginjal menurut Am J Kid Dis (AJKD),

(2004, Classification of Renal Function) :

1. Stadium 1 : Faktor resiko Chronic Kidney Disease (CKD) (LFG > 90


ml/ menit/1,73 m2)
2. Stadium 2 : Penurunan fungsi ginjal ringan (LFG 60 –
8ml/menit/1,73 m2)
3. Stadium 3 : Penurunan fungsi ginjal sedang (LFG 30 – 59
ml/menit/1,73 m2)
4. Stadium 4 : Penurunan fungsi ginjal berat (LFG 15 – 29
ml/menit/1,73 m2)
5. Stadium 5 : Gagal ginjal end stage renal disease (ESRD) (LFG < 15
ml/menit/1,73 m2)

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi


maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis
ataupun kolaborasi antara lain :

1. Pemeriksaan Laboratorium Darah

 Hematologi
Hb, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit
 RFT (Renal Fungsi Test)
Ureum dan Kreatinin
 LFT (Liver Fungsi Test)
 Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
 Koagulasi Studi
PIT, PTTK
 BGA
2. Urine
 Urine rutin
 Urine khusus : benda keton, analisa kristal batu
3. Pemeriksaan Kardiovaskular
 ECG
 ECO
4. Radiodiagnostik
 USG abdominal
 CT scan abdominal
 BNO/IVP, FPA
 Renogram
 RPG (Retio Pielografi)
5. Pemeriksaan CCT
Uji bersihan kreatinin akan memperlihatkan informasi penting
seputar ginjal. Kreatinin adalah limbah dalam darah yang dihasilkan oleh
metabolisme otot, dan sebagian kecil juga dihasilkan dari konsumsi
daging. Ginjal yang sehat akan menyaring kreatinin dan limbah lainnya
dari dalam darah . Sejumlah limbah yang disaring akan dibuang melalui
urin. Kemampuan ginjal untuk menyaring kreatinin disebut laju
pembersihan kreatinin (creatinine clearance rate), membantu untuk
memperkirakan laju filtrasi glomerular (GFR)—laju kecepatan darah yang
mengalir ke dalam ginjal. Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, kadar
kreatinin akan meningkat dan menumpuk dalam darah. Serum kreatinin
mengukur kadar kreatinin dalam darah dan memberikan kalkulasi seberapa
baik ginjal bekerja dengan baik dalam menyaring (GFR). Tes urin
kreatinin dapat mengukur kadar kreatinin dalam urin
Prosedur:

 Pasien diberi penjelelasan tentang tes


 Pengumpulan urin 24 jam, urin dikumpulkan setelah subyek berkemih
dan menampung urine setiap berkemih selam 24 jam
 Siapkan penampung yang telah diberi pengawet
 Subyek tidak melakukukan aktivitas berat dan minur air cukup
 Setelah terkumpul urine langsung di bawa ke laboratorium
Keuntungan : mengurangi variasi durnial
Kekurangan : butuh waktu yang lama, kesalahan pengumpulan urine

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a) Konservatif

1. Dilakukan pemeriksaan lab. darah dan urin

2. Observasi balance cairan

3. Observasi adanya cairan

4. Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

1. Peritoneal dialysis

Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency. Sedangkan


dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori Peritonial Dialysis). (CAPD)
yaitu dialisis pengganti ginjal yang dilakukan secara terus menerus,
dilakukan melalui rongga peritoneum (rongga perut) dimana yang
berfungsi sebagai filter adalah selaput/membran peritoneum (selaput
rongga perut), sehingga CAPD sering disebut “cuci darah”.

CAPD bekerja berdasarkan prinsip-prinsip dyalisis yaitu difusi


osmosis, terapi ini bersifat continue sehingga kadar poroduk limbah
nitrogen dalam serum relatif stabil. Nilai bergantung pada fungsi
ginjal yang masih tersisa, volume dialisis setiap hari serta kecepatan
produk limbah diproduksi. Semakin lama waktu retensi, kliren
molekul yang merupakan toksin uremik yang berukuran sedang
semakin baik. Dengan CAPD kliren molekul meningkat, subtansi
dengan berat molekul rendah seprti ureum akan berdifusi lebih cepat
dalam proses dari pada molekul berukuran sedang, meskipun
pengeluarannya selama CAPD lebih lambat jika dibandingkan dengan
hemodialisis. Untuk meningkatkan difusi dan osmosis saat dialisis
peritoneal maka diperlukan cairan dialisat hypertonic yang memiliki
konsentrasi glukosa tinggi sehingga tercipta gradien osmotik. Semakin
tinggi konsentrasi glukosa maka semakin besar gradien osmotik dan
semakin besar pula air yang dikeluarkan. Ada tiga pilihan konsentrasi
larutan glukosa; 1,5 %, 2,5 % dan 4,25 % dengan berbagai ukuran
volume yaitu mulai 500 ml hingga 3000 ml. Tujuan dari tersedianya
berbagai konsentrasi larutan glukosa dan ukuran volume adalah untuk
menyesuaikan toleransi, ukuran tubuh dan kebutuhan fisiologis
pasien.

Terapi CAPD dilakukan secara continue yaitu 4 kali setiap hari


dengan interval waktu yang telah dijadwalkan yaitu pukul 08.00,
12.00, 17.00, dan 22.00. Proses setiap pertukaran biasanya
memerlukan waktu 30 – 60 menit atau lebih, hal ini tergantung dari
lamanya retensi yang dibutuhkan. Rincian waktu pertukaran adalah 5
– 10 menit periode pemasukan cairan dialisat (inflow), 20 menit
periode pengeluaran cairan dialisat (outflow), 10 – 30 menit atau lebih
waktu retensi.
2. Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan


dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodialisis dilakukan
melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan
:

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke


jantung
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginjal
-
2.8 Komplikasi

penderita CKD akan mengalami beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD


menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
2. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
3. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
4. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
5. Hiperparatiroid
6. Uremic enchelophaty

2.9 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan mengacu pada
Carpenito (2006) sebagai berikut :

1. Demografi.
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk/berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum/mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM,
glomerulo nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi
saluran kemih, dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu
kemungkinan terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam
kurun waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan
nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidakseimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan/keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan
nutrisi, atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning/kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum,
bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.

Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan keluaran urin
dan retensi cairan dan natrium.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi paru
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema jaringan
6. Penurunan COP berhubungan dengan disritmia
7. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
oksihemoglobin
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan otot
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :


Berhubungan dengan :  Electrolit and acid base balance  Pertahankan catatan intake dan output
 Mekanisme pengaturan melemah  Fluid balance yang akurat
 Asupan cairan berlebihan  Hydration  Pasang urin kateter jika diperlukan
DO/DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Monitor hasil lab yang sesuai dengan
 Berat badan meningkat pada waktu yang selama …. Kelebihan volume cairan retensi cairan (BUN , Hmt ,
singkat teratasi dengan kriteria: osmolalitas urin )
 Asupan berlebihan dibanding output  Terbebas dari edema, efusi, anaskara  Monitor vital sign
 Distensi vena jugularis  Bunyi nafas bersih, tidak ada  Monitor indikasi retensi / kelebihan
 Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak dyspneu/ortopneu cairan (cracles, CVP , edema, distensi
nafas, orthopnoe, suara nafas abnormal  Terbebas dari distensi vena jugularis, vena leher, asites)
(Rales atau crakles), , pleural effusion  Memelihara tekanan vena sentral,  Kaji lokasi dan luas edema
 Oliguria, azotemia tekanan kapiler paru, output jantung dan  Monitor masukan makanan / cairan
 Perubahan status mental, kegelisahan, vital sign DBN  Monitor status nutrisi
kecemasan  Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau  Berikan diuretik sesuai interuksi
bingung  Kolaborasi pemberian obat:
....................................
 Monitor berat badan
 Monitor elektrolit
 Monitor tanda dan gejala dari odema
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan : NOC: NIC:
 Hiperventilasi  Respiratory status : Ventilation  Posisikan pasien untuk
 Penurunan energi/kelelahan  Respiratory status : Airway patency memaksimalkan ventilasi
 Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal  Vital sign Status  Pasang mayo bila perlu
 Kelelahan otot pernafasan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Hipoventilasi sindrom Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Keluarkan sekret dengan batuk atau
 Nyeri selama ………..pasien menunjukkan suction
 Kecemasan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan  Auskultasi suara nafas, catat adanya
 Disfungsi Neuromuskuler kriteria hasil: suara tambahan
 Obesitas  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Berikan bronkodilator :
 Injuri tulang belakang suara nafas yang bersih, tidak ada -…………………..
sianosis dan dyspneu (mampu …………………….
DS: mengeluarkan sputum, mampu  Berikan pelembab udara Kassa basah
 Dyspnea bernafas dg mudah, tidakada pursed NaCl Lembab
 Nafas pendek lips)  Atur intake untuk cairan
DO:  Menunjukkan jalan nafas yang paten mengoptimalkan keseimbangan.
 Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi (klien tidak merasa tercekik, irama  Monitor respirasi dan status O2
 Penurunan pertukaran udara per menit nafas, frekuensi pernafasan dalam  Bersihkan mulut, hidung dan secret
 Menggunakan otot pernafasan tambahan rentang normal, tidak ada suara nafas trakea
 Orthopnea abnormal)  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Pernafasan pursed-lip  Tanda Tanda vital dalam rentang  Observasi adanya tanda tanda
 Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama normal (tekanan darah, nadi, hipoventilasi
 Penurunan kapasitas vital pernafasan)  Monitor adanya kecemasan pasien
 Respirasi: < 11 – 24 x /mnt terhadap oksigenasi
 Monitor vital sign
 Informasikan pada pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi untuk
memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC:  Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh a. Nutritional status: Adequacy  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
Berhubungan dengan : of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Ketidakmampuan untuk memasukkan atau b. Nutritional Status : food and yang dibutuhkan pasien
mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis, Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
psikologis atau ekonomi. c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
DS: Setelah dilakukan tindakan keperawatan mencegah konstipasi
 Nyeri abdomen selama….nutrisi kurang teratasi dengan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
 Muntah indikator: catatan makanan harian.
 Kejang perut  Albumin serum  Monitor adanya penurunan BB dan gula
 Rasa penuh tiba-tiba setelah makan  Pre albumin serum darah
DO:  Hematokrit  Monitor lingkungan selama makan
 Diare  Hemoglobin  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
 Rontok rambut yang berlebih  Total iron binding capacity tidak selama jam makan
 Kurang nafsu makan  Jumlah limfosit  Monitor turgor kulit
 Bising usus berlebih  Monitor kekeringan, rambut kusam,
 Konjungtiva pucat total protein, Hb dan kadar Ht
 Denyut nadi lemah  Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval
Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Respiratory Status : Gas exchange  Posisikan pasien untuk
ketidakseimbangan perfusi ventilasi  Keseimbangan asam Basa, Elektrolit memaksimalkan ventilasi
perubahan membran kapiler-alveolar  Respiratory Status : ventilation  Pasang mayo bila perlu
DS:  Vital Sign Status  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sakit kepala ketika bangun Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Keluarkan sekret dengan batuk atau
Dyspnoe selama …. Gangguan pertukaran pasien suction
Gangguan penglihatan teratasi dengan kriteria hasi:  Auskultasi suara nafas, catat adanya
DO:  Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi suara tambahan
Penurunan CO2 dan oksigenasi yang adekuat  Berikan bronkodilator ;
Takikardi  Memelihara kebersihan paru paru dan -………………….
Hiperkapnia bebas dari tanda tanda distress pernafasan -………………….
Keletihan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Barikan pelembab udara
Iritabilitas suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis  Atur intake untuk cairan
Hypoxia dan dyspneu (mampu mengeluarkan mengoptimalkan keseimbangan.
kebingungan sputum, mampu bernafas dengan mudah,  Monitor respirasi dan status O2
sianosis tidak ada pursed lips)  Catat pergerakan dada,amati
warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)  Tanda tanda vital dalam rentang normal kesimetrisan, penggunaan otot
Hipoksemia  AGD dalam batas normal tambahan, retraksi otot supraclavicular
hiperkarbia  Status neurologis dalam batas normal dan intercostal
AGD abnormal  Monitor suara nafas, seperti dengkur
pH arteri abnormal  Monitor pola nafas : bradipena,
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
ststus mental
 Observasi sianosis khususnya
membran mukosa
 Jelaskan pada pasien dan keluarga
tentang persiapan tindakan dan tujuan
penggunaan alat tambahan (O2,
Suction, Inhalasi)
 Auskultasi bunyi jantung, jumlah,
irama dan denyut jantung
Risiko gangguan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management
 Tissue Integrity : Skin and Mucous  Anjurkan pasien untuk menggunakan
Faktor-faktor risiko: Membranes pakaian yang longgar
Eksternal :  Status Nutrisi  Hindari kerutan padaa tempat tidur
 Hipertermia atau hipotermia  Tissue Perfusion:perifer  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
 Substansi kimia  Dialiysis Access Integrity dan kering
 Kelembaban udara  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
 Faktor mekanik (misalnya : alat yang dapat Setelah dilakukan tindakan keperawatan setiap dua jam sekali
menimbulkan luka, tekanan, restraint) selama…. Gangguan integritas kulit tidak  Monitor kulit akan adanya kemerahan
 Immobilitas fisik terjadi dengan kriteria hasil:  Oleskan lotion atau minyak/baby oil
 Radiasi  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan pada derah yang tertekan
 Usia yang ekstrim  Melaporkan adanya gangguan sensasi atau nyeri  Monitor aktivitas dan mobilisasi
 Kelembaban kulit pada daerah kulit yang mengalami gangguan pasien
 Obat-obatan  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan  Monitor status nutrisi pasien
 Ekskresi dan sekresi kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang  Memandikan pasien dengan sabun dan
Internal :  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan air hangat
 Perubahan status metabolik kelembaban kulit dan perawatan alami  Gunakan pengkajian risiko untuk
 Tulang menonjol  Status nutrisi adekuat memonitor faktor risiko pasien
 Defisit imunologi  Sensasi dan warna kulit normal (Braden Scale, Skala Norton)
 Berhubungan dengan dengan perkembangan  Inspeksi kulit terutama pada tulang-
 Perubahan sensasi tulang yang menonjol dan titik-titik
 Perubahan status nutrisi (obesitas, tekanan ketika merubah posisi pasien.
kekurusan)  Jaga kebersihan alat tenun
 Perubahan pigmentasi  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
 Perubahan sirkulasi pemberian tinggi protein, mineral dan
 Perubahan turgor (elastisitas kulit) vitamin
 Psikogenik  Monitor serum albumin dan transferin
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan :  Self Care : ADLs  Observasi adanya pembatasan klien
 Tirah Baring atau imobilisasi  Toleransi aktivitas dalam melakukan aktivitas
 Kelemahan menyeluruh  Konservasi eneergi  Kaji adanya faktor yang menyebabkan
 Ketidakseimbangan antara suplei oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan kelelahan
dengan kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap  Monitor nutrisi dan sumber energi yang
Gaya hidup yang dipertahankan. aktivitas dengan Kriteria Hasil : adekuat
DS:  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai  Monitor pasien akan adanya kelelahan
 Melaporkan secara verbal adanya kelelahanpeningkatan tekanan darah, nadi dan RR fisik dan emosi secara berlebihan
atau kelemahan.  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs)  Monitor respon kardivaskuler terhadap
 Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat secara mandiri aktivitas (takikardi, disritmia, sesak
beraktivitas.  Keseimbangan aktivitas dan istirahat nafas, diaporesis, pucat, perubahan
DO : hemodinamik)
 Monitor pola tidur dan lamanya
 Respon abnormal dari tekanan darah atau tidur/istirahat pasien
nadi terhadap aktifitas  Kolaborasikan dengan Tenaga
 Perubahan ECG : aritmia, iskemia Rehabilitasi Medik dalam merencanakan
progran terapi yang tepat.
 Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih aktivitas konsisten
yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
 Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan
aktivitas seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas
yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang
aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan
motivasi diri dan penguatan
 Monitor respon fisik, emosi, sosial dan
spiritual

Penurunan curah jantung b/d gangguan irama NOC : NIC :


jantung, stroke volume, pre load dan afterload,  Cardiac Pump effectiveness  Evaluasi adanya nyeri dada
kontraktilitas jantung.  Circulation Status  Catat adanya disritmia jantung
 Vital Sign Status  Catat adanya tanda dan gejala
DO/DS:  Tissue perfusion: perifer penurunan cardiac putput
 Aritmia, takikardia, bradikardia Setelah dilakukan asuhan  Monitor status pernafasan yang
 Palpitasi, oedem selama………penurunan kardiak output menandakan gagal jantung
 Kelelahan klien teratasi dengan kriteria hasil:  Monitor balance cairan
 Peningkatan/penurunan JVP  Tanda Vital dalam rentang normal  Monitor respon pasien terhadap efek
 Distensi vena jugularis (Tekanan darah, Nadi, respirasi) pengobatan antiaritmia
 Kulit dingin dan lembab  Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada  Atur periode latihan dan istirahat
 Penurunan denyut nadi perifer kelelahan untuk menghindari kelelahan
 Oliguria, kaplari refill lambat  Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak  Monitor toleransi aktivitas pasien
 Nafas pendek/ sesak nafas ada asites  Monitor adanya dyspneu, fatigue,
 Perubahan warna kulit  Tidak ada penurunan kesadaran tekipneu dan ortopneu
 Batuk, bunyi jantung S3/S4  AGD dalam batas normal  Anjurkan untuk menurunkan stress
 Kecemasan  Tidak ada distensi vena leher  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Warna kulit normal  Monitor VS saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor jumlah, bunyi dan irama
jantung
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari
pemberian oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi
stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia,
inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk mempertahankan
kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan
BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan faal ginjal yang
hampir selalu tak dapat pulih, dan dapat disebabkan berbagai hal. Istilah
uremia telah dipakai sebagai nama keadaan ini selama lebih dari satu abad,
walaupun sekarang kita sadari bahwa gejala gagal ginjal kronik tidak
seluruhnya disebabkan retensi urea dalam darah.

Adapun kriteria penyakit ginjal kronik adalah :

1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, berupa kelainan
struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan Laju Filtrasi
lomerulus (LGF), berdasarkan :

Kelainan patologik atau

Pertanda kerusakan ginjal, termasuk kelainan pada komposisi darah atau


urin, atau kelainan pada pemerikasaan pencitaraan.

2. LFG <60 ml/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau lebih, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

Banyak hal yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik. Banyak


penyakit ginjal yang mekanisme patofisiologinya bermacam-macam
tetapi semuanya sama-sama menyebabkan destruksi nefron yang progresif
pada tabel dibawah dapat dilihat dua golongan utama penyakit-penyakit
yang dapat menyebabkan gagal ginjal kronik.

4.2 Saran

Sebagai tindakan pencegahan sebaiknya kita banyak melakukan


olahraga, menjaga asupan nutrisi yang adekuat serta istirahat yang teratur.
Semoga dengan pembelajaran ini saya sebagai mahasiswa keperawatan, akan
lebih mudah mengetahui seluk beluk penyakit Gagal Ginjal Kronik,
bagaimana gejala hingga komplikasinya sehingga saya mampu memberikan
asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien penderita gagal ginjal kronik
kelak.
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S & Hadibroto, I., 2008.Gagal Ginjal. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
volume 2.Jakarta EGC
Carpenito, Linda Juall.2006.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Alih Bahasa:
Yasmin Asih.Editor Monica Ester.EGC.Jakarta
Denise, (2007) Assessment of the Impact of Weekly Versus Monthly
ErythropoiesisStimulating Protein Therapy on Patients with CKD and
Their Families.Nephrology Nursing Journal
Mailani Fitri (2015) kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis: systematic review. http;//vol11no1_2015_4.pdf.com
diaksespada tanggal 20 Agustus 2019
Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan RI.
Smeltzer, Suzanne, C. 2006. Keperawatan Medikal Bedah. ECG. Jakarta.
Sudoyo, A.W. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI.

Anda mungkin juga menyukai