Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN TUMOR OVARIUM DAN PROLAPS


UTERI DI POLI KANDUNGAN RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

Oleh :
DARANINDRA DEWI SARASWATI
011711223022

PROGRAM PROFESI
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tumor ovarium merupakan bentuk neoplasma yang paling sering
ditemukan pada wanita. Sekitar 80% merupakan tumor jinak dan sisanya adalah
tumor ganas ovarium
Tumor ganas ovarium merupakan peringkat ketujuh keganasan yang paling
sering didiagnosis dan peringkat kelima jenis keganasan yang paling mematikan di
dunia. Pada tahun 2008 dilaporkan terdapat 224.747 kasus baru keganasan ovarium
di dunia, dengan 99.521 kasus didiagnosis di negara berkembang dan 125.226 kasus
lainnya di negara kurang berkembang (Stewart, 2012).
Data dari GLOBOCAN Project, 2008 menunjukkan bahwa tumor ganas
ovarium berada pada peringkat kelima dari keganasan pada wanita di Indonesia
setelah tumor ganas payudara, kolonrektal, serviks uteri, dan paru-paru. Sedangkan
menurut Djuana, 2001, tumor ganas ovarium menduduki urutan keenam terbanyak
dari keganasan pada wanita setelah tumor ganas serviks uteri, payudara, kolorektal,
kulit, dan limfoma. Dari beberapa penelitian di Indonesia, tingkat kejadian
keganasan ovarium adalah 30,5% di Yogyakarta, 7,4% di Surabaya, 13,8% di
Jakarta, dan 10,64% di Medan dari seluruh angka kejadian keganasan ginekologi
(Sahil, 2007).
Prolapsus uteri merupakan suatu keadaan dimana turunnya uterus melalui
hiatus genitalis yang disebabkan kelemahan ligamen-ligamen (penggantung), fasia
(sarung) dan otot dasar panggul yang menyokong uterus. Sehingga dinding vagina
depan jadi tipis dan disertai penonjolan kedalam lumen vagina. Sistokel yang besar
akan menarik utero vesical junction dan ujung ureter kebawah dan keluar vagina,
sehingga kadang-kadang dapat menyebabkan penyumbatan dan kerusakan ureter.
Normalnya uterus tertahan pada tempatnya oleh ikatan sendi dan otot yang
membentuk dasar panggul. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan
dan menopause, persalinan lama dan sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penatalaksanaan pengeluaran plasenta,
reparasi otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah. Oleh karena itu
prolapsus uteri tersebut akan terjadi bertingkat-tingkat (Winkjosastro, 2011).
Menurut penelitian yang dilakukan WHO tentang pola formasi keluarga dan
kesehatan, ditemukan kejadian prolapsus uteri lebih tinggi pada wanita yang
mempunyai anak lebih dari tujuh daripada wanita yang mempunyai satu atau dua
anak. Prolapsus uteri lebih berpengaruh pada perempuan di negaranegara
berkembang yang perkawinan dan kelahiran anaknya dimulai pada usia muda dan
saat fertilitasnya masih tinggi. Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara
berlainan, seperti dilaporkan di klinik d’Gynecologie et Obstetrique Geneva
insidensinya 5,7%, dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4%, Roma 6,7%.
Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang
Negro Amerika dan Indonesia kurang. Frekuensi prolapsus uteri di Indonesia hanya
1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan, wanita tua dan
wanita dengan pekerja berat. Jarang sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada
seorang nullipara (Winkjosastro, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo pada tahun 2010
menunjukkan bahwa angka kejadian tertinggi prolaps uteri pada umur lebih dari 65
tahun sebanyak 49 kasus. Pada pasien prolaps uteri tersebut, 35,44% memiliki enam
sampai delapan kali persalinan sepanjang hidupnya. Ini merupakan angka tertinggi
untuk variable kelahiran. Sebanyak 100% pasien prolaps uteri memiliki riwayat
persalinan pervaginam, dan tidak ditemukan adanya pasien prolaps uteri yang
melahirkan bayinya dengan metode seksio caesarea (Ulya, 2010). Di poli
kandungan RSU Haji Surabaya sendiri dalam tiga bulan terakhir sejak Agustus
sampai Oktober 2018 tercatat sebanyak 29 kasus prolap uteri.
Dengan demikian, pengetahuan dan pemahaman bidan tentang tumor
ovarium dan prolaps uteri merupakan hal yang penting untuk dapat melaksanakan
asuhan kebidanan yang maksimal, dan pengetahuan tentang prolaps uteri
merupakan dasar penting yang harus diketahui untuk melakukan asuhan kebidanan
guna menjamin kesejahteraan ibu yang pada akhirnya dapat menurunkan angka
kematian dan kesakitan ibu di Indonesia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengimplementasikan asuhan
kebidanan pada ibu dengan tumor ovarium dan prolapse uteri menggunakan
pola pikir manajemen kebidanan serta mendokumentasikan hasil asuhannya
dalam bentuk SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu dengan benar :
1) Menjelaskan mengenai teori dan konsep dasar tumor ovarium dan prolaps
uteri
2) Mengintegrasikan teori dan manajemen asuhan kebidanan serta
mengimplementasikannya pada kasus yang dihadapi, yang meliputi:
(1) Melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif pada ibu
dengan tumor ovarium dan prolaps uteri.
(2) Mengidentifikasi diagnosa dan masalah aktual pada ibu dengan tumor
ovarium dan prolaps uteri.
(3) Mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah potensial yang
mungkin muncul pada ibu dengan tumor ovarium dan prolaps uteri.
(4) Mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera pada ibu dengan tumor
ovarium dan prolaps uteri.
(5) Mengembangkan rencana tindakan asuhan kebidanan secara
menyeluruh pada ibu dengan tumor ovarium dan prolaps uteri.
(6) Melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan yang menyeluruh
sesuai kebutuhan pada ibu dengan tumor ovarium dan prolaps uteri.
(7) Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan pada ibu dengan
tumor ovarium dan prolaps uteri.
(8) Melakukan dokumentasi asuhan kebidanan yang telah diberikan pada
ibu dengan tumor ovarium dan prolaps uteri.
(9) Menganalisis asuhan kebidanan pada ibu dengan tumor ovarium dan
prolaps uteri yang telah dilaksanakan dengan teori yang ada.

Anda mungkin juga menyukai