BST Acne Vulgaris
BST Acne Vulgaris
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit peradangan kronis dari folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya lesi polimorfik berupa komedo, papul,
pustul, nodus dan kista di tempat predileksi. Predileksi adalah di muka, leher,
bahu, lengan atas, dada atas dan punggung atas, meskipun akne dapat timbul di
daerah lain yang mengandung kelenjar sebasea misalnya paha dan bokong.1
1.2 Epidemiologi
Akne merupakan penyakit kulit yang banyak terjadi pada hampir 80-100%
populasi dan pada rentang umur dari bayi sampai orang tua, dengan peak age
terbesar pada remaja umur 16-19 tahun pada pria atau 14-17 tahun pada
wanita.Kasus AV terdapat di seluruh dunia dengan berbagai faktor penyebab
sebagai pencetus, misalnya genetik, ras, stres, dietasi, kosmetik, obat-obatan,
tekanan fisik, dan kebiasaan merokok.1Klinis AV lebih parah pada pria
dibandingkan wanita, insiden AV lebih rendah pada orang Asia dan Afrika.
Terdapat latar belakang yang berhubungan dengan genetik dan faktor predisposisi
terjadinya AV yang berhubungan dengan keluarga, dimana kebanyakan individu
dengan akne kista memiliki orang tua dengan riwayat akne berat/parah.2
1.3 Etiopatogenesis
Terdapat empat patogenesis yang paling berpengaruh pada timbulnya AV,
yaitu:
a. Peningkatan produksi sebum
Individu akne, secara umum ukuran folikel sebasea serta jumlah lobul
tiap kelenjar bertambah. Eksresi sebum ada di bawah kontrol hormon
androgen.3 Kulit, dan terutama kelenjar sebasea merupakan tempat
pembentukan hormon androgen aktif. Hormon androgen mempengaruhi
produksi sebum melalui proliferasi dan diferensiasi sel sebosit. Androgen
berperan pada perubahan sel sebosit dan sel keratinosit folikular yang
menyebabkan terbentuknya mikrokomedo yang akan berkembang menjadi
komedo dan lesi inflamasi.1
Secara umum pada individu akne produksi sebum dikaitkan dengan
respons yang berbeda dari unit folikel pilosebasea masing-masing organ
target, atau adanya peningkatan androgen sirkulasi, atau keduanya.
Misalnya, didapatkan produksi sebum berlebih pada lokasi wajah, dada
dan pungung, meskipun didapatkan kadar androgen sirkulasi tetap.
Sebagai kesimpulan, androgen merupakan faktor penyebab pada akne,
meskipun pada umunya individu dengan AV tidak mengalami gangguan
fungsi endrokin secara bermakna.3
Pasien AV baik laki-laki maupun perempuan akan memproduksi
sebum lebih banyak dari individu normal, namun komposisi sebum tidak
berbeda dengan orang normal kecuali terdapat penurunan jumlah asam
linoleat yang bermakna. Jumlah sebum yang diproduksi sangat
berhubungan dengan keparah AV.3
b. Hiperproliferasi folifel pilosebasea
Pada keadaan normal, sel keratinosit folikular akan dilepaskan satu
persatu ke dalam lumen dan kemudian dieksresi. Pada akne terjadi
hiperproliferasi sel keratinosit, dan sel tidak dilepaskan secara tunggal
sebagaimana keadaan normal. Perubahan awal yang terjadi pada folikel
pilosebasea berupa perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Sel stratum
korneum infrainfundibulum menjadi lebih banyak mengandung
desmosom, tonofilamen, butir keratohialin, dan lipid, tetapi mengandung
lebih sedikit butir-butir lamelar, sehingga stratum korneum lebih tebal dan
lebih melekat.
Lesi akne dimulai dengan mikrokomedo. Lesi mikroskopis yang tidak
terlihat dengan mata telanjang, komedo pertama kali terbentuk dimulai
dengan kesalhan deskuamasise panjang folikel. Beberapa laporan
menjelaskan terjadinya deskuamasi abnormal pada pasien akne. Epitel
tidak dilepaskan satu persatu kedalam lumen sebagaimana biasanya.
Penelitian imunohistokimiawi menunjukkan adanya peningkatan
proliferasi keratinosit basal dan diferensiasi abnormal dari sel-sel
keratinosit folikular. Hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya kadar
asal linoleat sebasea. Lapisan granulosum menjadi menebal, tonofilamen
1
dan butir-butir keratohialin meningkat, kandungan lipid bertambah
sehingga lama-kelamaan menebal dan membentuk sumbatan pada orifisum
folikel. Proses ini pertama kali ditemukan pada pertemuan antara duktus
sebasea dengan epitel folikel. Bahan-bahan keratin mengisi folikel sehinga
menyebabkan folikel melebar.Pada akhirnya secara klinis teradapat lesi
non-inflamasi (open/closed comedo) atau lesi inflamasi, yaitu bila PA
berproliferasi dan menghasilkan mediator-mediator inflamasi.1,3
c. Kolonisasi mikroflora kulit terutama P. Acnes
Propionibacterium acnes (PA) merupakan mikroorganisme utama
yang ditemukan di daerah infrainfundibulum, dapat mencapai permukaan
kulit dengan mengikuti aliran sebum.P.acnes akan bertambah banyak
seiring dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum yang
merupakan nutrisi bagi PA. P.acnes diduga berperan penting
menimbulkan inflamasi pada AV dengan menghasilkan faktor kemotaktik
dan ezim lipase yang akan mengubah trigliserida menjadi asam lemak
bebas.3
d. Proses inflamasi
Proses inflamasi yang akan diperantarai sistem imun dapat melibatkan
limfosit CD4 dan makrofag, yang menstimulasi vaskularisasi pilosebaseus
dan memicu hiperkeratinisasi folikular.Urutan yang pasti dari ke-4
patogenesis tersebut dan bagaimana interaksi di antaranya masih belum
jelas. P.acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi pada AV
dengan menghasilkan faktor kemotaktik dan enzim lipase yang akan
mengubhah trigliserida menjadi asam lemak bebas, serta dapat
menstimulasi aktivasi jalur klasik dan alternatif komplemen.3
1.4 Klasifikasi/Penggolongan
Klasifikasi Akne menurut Plewig dan Kligman (1976)1
a. Akne vulgaris: yang terjadi pada masa remaja akibat berbagai faktor
pencetus. Varian: misalnya akne tropikalis, akne mekanik
b. Akne venenata: yang terjadi akibat kontaktan eksternal kimiawi. Varian:
misalnya akne kosmetik, akne pomade, akne deterjen
2
c. Akne fisik: yang terjadi akibat agen fisik sinar matahari, sinar X,
misalnya komedo solaris
Pembagian derajat akne vulgaris menurut Plewig dan Kligman4:
1. Komedonal yang terdiri atas:
a. Derajat I bila ada < 10 komedo dari satu sisi muka
b. Derajat II bila ada 10 sampai 24 komedo
c. Derajat III bila ada 25-50 komedo
d. Derajat IV bila ada > 50 komedo
2. Papulopustul, yang terdiri atas:
a. Derajat I bila ada < 10 lesi papulopustul pada satu sisi muka
b. Derajat II bila ada 10-2- lesi papulopustul
c. Derajat III bila ada 21-30 lesi papulopustul
d. Derajat IV bila ada > 30 lesi papulopustul
1.5 Gradasi
Pembagian Gradasi Akne menurut Lehmann (2002)
a. Ringan : Komedo <20 / pustul <15 / kista =0 Total: <30
b. Sedang : Komedo 20-100 / pustul 15-50 / kista <5 Total: 30-125
c. Berat : Komedo > 100 / pustul >50 / kista >5 Total: >125
1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis adanya lesi polimorfik
komedo, papul, pustul, nodus dan kista pada daerah predileksi. Bila sudah
membaik sisa lesi berupa hiperpigmentasi pasca akne dan parut pasca akne.
Komedo menjadi tanda khas dari akne sejati meskipun ada penyakit lain yang
mirip komedo sebagai gejalanya misalnya steatoma, namun besar dan jenis
sebumnya berbeda. Pada esktraksi (dulu: ekskokleasi) komedo dengan sendok
Unna (ekstraktor komedo) akan keluar sebum dengan konsistensi lunak sampai
keras yang kadang ujungnya berwarna hitam karena berisi melanin.1
Pemeriksaan bukan merupakan standar bagi penegakan diagnosis namun
diperlukan bagi penelitian-penelitian etiopatogenesis akne. Demikian pula
pemeriksaan histopatologis yang gambarannya tidak khas untuk akne. Kuman
yang disangka berperan dalam etiopatogenesis yaitu Propionibacterium acnes
dapat ditemukan dalam duktus infra infundibulum pilosebase dengan pemeriksaan
3
mikrobiologis anaerob. Dalam pemeriksaan mikrobiologis kadang ditemukan
mikroba lain misalnya Pityrosporosum ovale, Pityrosporum orbiculare,
Micrococci dan kadang kutu Demodex folliculorum sebagai penyebab akne yang
sukar sembuh.1
1.9 Penatalaksaan
Tujuan:
- Mempercepat penyembuhan
- Mencegah pembentukan akne baru
- Mencegah jaringan parut yang permanen
a. Tata laksana umum
Mencuci wajah 2-3 kali sehari
b. Tata laksana medikamentosa
Manajemen akne ringan
Penggunaan obat topikal pada terapi akne derajat ringan umunya
ditujukan pada lesi dominan yang biasanya non inflamatorik: komedonal
dan papular. Kadang kala terjadi lesi campuran dengan pustul.
4
Pada keadaan-keadaan komedonal terapi lini pertama (1stline therapy)
tetap asam retinoat, namun pada keadaan adanya lesi pustular terapi lini
pertama ditambah dengan benzoil peroksida (BPO).
Terapi lini kedua (2ndline therapy) pada akne derajat ringan baik yang
komedonal maupun yang kombinasi pustul adalah asam azelaik. Terapi lini
ketiga (3rd line therapy) pada akne komedonal maupun kombinasi adalah
asam retinoat + BPO atau antibiotik (AB) topikal dengan pertimbangan
meningkatkan konsentrasi atau frekuensi aplikasi obat. Setiap perubahan
dipikirkan setelah terapi 6-8 minggu.1
Manajemen akne sedang
Prinsip terapi pada akne derajat sedang adalah memberikan terapi
topikal dan terapi oral.Terapi topikal lini pertama adalah tetap asam retinoat,
BPO, dan AB. Terapi lini kedua dan lini ketiga adalah asam azelaik, asam
salisilat, dan kortikosteroid (KS) intralesi.Terapi sistemik lini pertama
adalah AB oral doksisilin. Terapi lini kedua dan ketiga adalah AB lain.
Terapi sistemik wanita hamil dan menyusui adalah eritromisin.1
Manajemen akne berat
Terapi pada akne derajat berat adalah obat topikal dan sistemik.Terapi
lini pertama topikal adalah AB topikal. Terapi lini kedua dan ketiga topikal
adalah asam azelaik, asam salisilat, dan KS intralesi. Terapi lini pertama,
kedua dan ketiga topikal pada wanita hamil atau menyusui adalah BPO.
Obat sistemik yang diberikan pada lini pertama adalah antibiotik
(doksisiklin, azitromisin, kuinolon) dosis tinggi ditambah dengan KS oral.
Obat sistemik pada lini kedua adalah isotretinoin oral pada pria dewasa dan
hormon oral pada wanita. Obat sistemik pada lini ketiga adalah isotretinoin
oral pada wanita. Terdapat SOP penggunaan isotretinoin oral yang harus
dipatuhi. Obat sistemik pada wanita hamil adalah eritromisin.1
c. Tindakan
Kortikosteroid intralesi (KIL), ekstraksi komedo, laser (misalnya laser V-
beam), electrosurgery, krioterapi, terapi ultraviolet, blue light (405-420 nm),
red light (660 nm), chemical peeling, dan lain-lain.3
5
1.10 Komplikasi dan Prognosis
Semua tipe akne berpotensi meninggalkan sekuele. Hampir semua lesi
akne akan meninggalkan makula eritema yang bersifat sementara setelah lesi
sembuh. Pada warna kulit yang lebih gelap, hiperpigmentasi post inflamasi dapat
bertahan berbulan-bulan setelah lesi acne sembuh. Acne juga dapat menyebabkan
terjadinya scar pada beberapa individu. Selain itu, adanya acne juga menyebabkan
dampak psikologis. Dikatakan 30–50% penderita acne mengalami gangguan
psikiatrik karena adanya akne.
6
BAB III
DISKUSI
7
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan akne
vulgaris tipe komedonal derajat ringan. Dari pembagian gradasi menurut
Lehman:
Tipe Ringan Sedang Berat
Komedonal <20 20-100 >100
Papul/pustul <15 15-50 >50
Nodul/kista 0 <5 >5
Total Lesi <30 30-125 >125
8
DAFTAR PUSTAKA