Anda di halaman 1dari 11

TUGAS IMUNOLOGI

RESPON IMUN TERHADAP PENYAKIT SIFILIS

Disusun Oleh:
Septi Prihatiningsih P17331117425

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV GIZI
2019

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia-Nya berupa sehat fisik maupun akal pikiran sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW
yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.

Cimahi, Mei 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah ...............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................1
1.3 Tujuan ..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2
2.1 Gambaran Umum Penyakit ..........................................................................2
2.2 Respon Imun Terhadap penyakit Sifilis .......................................................5
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan


oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies pallidum.
Penyebaran sifilis di dunia telah menjadi masalah kesehatan yang besar dengan
jumlah kasus 12 juta pertahun. Penularan sifilis biasanya melalui kontak seksual
dengan pasangan yang terinfeksi, kontak langsung dengan lesi/luka yang
terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada
stadium akhir kehamilan Penelitian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Kementerian Hukum dan HAM, 24 lapas dan rutan di Indonesia dari 900
narapidana laki-laki dan 402 narapidana perempuan di tahun 2010, didapatkan
prevalensi sifilis 8,5% pada responden perempuan dan 5,1% pada responden
laki-laki. Setiap orang rentan terhadap penyakit sifilis, tetapi ± 30 % orang yang
terpapar akan terkena infeksi. Setelah infeksi biasanya terbentuk antibodi
terhadap T. pallidium dan kadang kala terbentuk antibodi heterologus terhadap
treponema lain. Antibodi ini tidak terbentuk apabila pengobatan dilakukan pada
stadium satu dan dua. Adanya infeksi HIV menurunkan kemampuan penderita
melawan T. pallidum. Tinjauan ini dimaksudkan untuk membahas mengenai
reespon imun terhadap penyakit sifiis.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran umum penyakit sifilis?
2. Bagaimana Respon Imun pada penyakit Sifilis?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum penyakit sifilis.
2. Mengetahui respon imun pada penyakit sifilis.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Penyakit Sifilis

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius,


disebabkan oleh bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies
pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri spirochaeta .
Schaudinn dan Hoffmann pertama kali mengidentifikasi Treponema pallidum
sebagai penyebab sifilis pada tahun 1905. Schaudin memberi nama organisme
ini dari bahasa Yunani trepo dan nema, dengan kata pallida dari bahasa Latin.

Penularan bakteri ini biasanya melalui hubungan seksual (membran


mukosa vagina dan uretra), kontak langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi
atau dari ibu yang menderita sifilis ke janinnya melalui plasenta pada stadium
akhir kehamilan. Treponema pallidum masuk dengan cepat melalui membran
mukosa yang utuh dan kulit yang lecet, kemudian kedalam kelenjar getah bening,
masuk aliran darah, kemudian menyebar ke seluruh organ tubuh. Bergerak
masuk keruang intersisial jaringan dengan cara gerakan cork-screw (seperti
membuka tutup botol). Beberapa jam setelah terpapar terjadi infeksi sistemik
meskipun gejala klinis dan serologi belum kelihatan pada saat itu. Darah dari
pasien yang baru terkena sifilis ataupun yang masih dalam masa inkubasi
bersifat infeksius. Waktu berkembangbiak Treponema pallidum selama masa
aktif penyakit secara invivo 30-33 jam. Lesi primer muncul di tempat kuman
pertama kali masuk, biasa-nya bertahan selama 4-6 minggu dan kemudian
sembuh secara spontan. Pada tempat masuknya, kuman mengadakan multifikasi
dan tubuh akan bereaksi dengan timbulnya infiltrat yang terdiri atas limfosit,
makrofag dan sel plasma yang secara klinis dapat dilihat sebagai papul. Reaksi
radang tersebut tidak hanya terbatas di tempat masuknya kuman tetapi juga di
daerah perivaskuler (Treponema pallidum berada diantara endotel kapiler dan
sekitar jaringan), hal ini mengakibatkan hipertrofi endotel yang dapat
menimbulkan obliterasi lumen kapiler (endarteritis obliterans). Kerusakan
vaskular ini mengakibatkan aliran darah pada daerah papula tersebut berkurang
sehingga terjadi erosi atau ulkus dan keadaan ini disebut chancre.
Perjalanan penyakit sifilis bervariasi dan biasanya dibagi menjadi sifilis
stadium dini dan lanjut. Stadium dini lebih infeksius dibandingkan dengan
stadium lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis primer, sekunder dan
laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier (gumatous, sifilis kardio-
vaskular, neurosifilis) dan sifilis laten lanjut.

1. Sifilis Primer
Lesi awal sifilis berupa papul yang muncul di daerah genitalia kisaran tiga
minggu setelah kontak seksual. Papul membesar dengan ukuran 0,5 – 1,5 cm
kemudian mengalami ulserasi, membentuk ulkus. Lesi klasik dari sifilis primer
disebut dengan chancre. Ulkus sifilis yang khas berupa bulat, diameter 1-2 cm ,
tidak nyeri, dasar ulkus bersih tidak ada eksudat, teraba indurasi, soliter tetapi
dapat juga multipel. Chancre sífilis primer sering terjadi pada genitalia, perineal,
atau anus dikarenakan penularan paling sering melalui hubungan seksual, tetapi
bagian tubuh yang lain dapat juga terkena. Ukuran chancre bervariasi dari 0,3-
3,0 cm, terkadang terdapat lesi multipel pada pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome (AIDS). Pada sifilis primer sering dijumpai
limfadenopati regional, tidak nyeri dan ipsilateral terhadap chancre, muncul pada
80% pasien dan sering berhubungan dengan lesi genital. Chancre ekstragenital
paling sering ditemukan di rongga mulut, jari tangan dan payudara. Masa
inkubasi chancre

2. Sifilis Sekunder
Gejala sifilis sekunder akan mulai timbul dalam 2 sampai 6 bulan setelah
pajanan, 2 sampai 8 minggu setelah chancre muncul. Sifilis sekunder adalah
penyakit sistemik dengan spirokaeta yang menyebar dari chancre dan kelenjar
limfe ke dalam aliran darah dan ke seluruh tubuh, dan menimbulkan beragam
gejala yang jauh dari lokasi infeksi semula. Sistem yang paling sering terkena
adalah kulit, limfe, saluran cerna, tulang, ginjal, mata, dan susunan saraf pusat.
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput
lendir, dan organ tubuh. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula,
papula, folikulitis, papuloskuamosa, dan pustul, jarang disertai keluhan gatal. Lesi
dapat ditemukan di trunkus dan ekstermitas, termasuk telapak tangan dan kaki.
Papul biasanya merah atau coklat kemerahan, diskret, diameter 0,5 – 2 cm,
umumnya berskuama tetapi kadang licin. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan
pada sifilis kongenital.

3. Sifilis Laten
Sifilis laten atau asimtomatik adalah periode hilangnya gejala klinis sifilis
sekunder sampai diberikan terapi atau gejala klinik tersier muncul. Sifilis laten
dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu sifilis laten dini dan lanjut. Pembagian
berdasarkan waktu relaps infeksi mukokutaneus secara spontan pada pasien
yang tidak diobati. Sifilis laten dini terjadi kurang satu tahun setelah infeksi sifilis
sekunder, 25% diantaranya mengalami relaps sifilis sekunder yang menular,
sedangkan sifilis laten lanjut muncul setelah satu tahun. Relaps ini dapat terus
timbul sampai 5 tahun. Pasien dengan sifilis laten dini dianggap lebih menular
dari sifilis laten lanjut. Pemeriksaaan serologi pada stadium laten lanjut adalah
positif, tetapi penularan secara seksual tidak

4. Sifilis Tersier
Sifilis tersier dapat muncul sekitar 3-15 tahun setelah infeksi awal dan
dapat dibagi dalam tiga bentuk yaitu; sifilis gumatous sebanyak 15%, neurosifilis
lanjut (6,5%) dan sifilis kardiovaskular sebanyak 10%. Pasien dengan sifilis
tersier tidak menular. Sifilis gumatous atau sifilis benigna lanjut biasanya muncul
1-46 tahun setelah infeksi awal, dengan rerata 15 tahun. Karakteristik pada
stadium ini ditandai dengan adanya guma kronik, lembut, seperti tumor yang
inflamasi dengan ukuran yang berbeda-beda. Guma ini biasanya mengenai kulit,
tulang dan hati tetapi dapat juga muncul dibahagian lain. Guma merupakan lesi
yang granulomatous, nodular dengan nekrosis sentral, muncul paling cepat
setelah dua tahun infeksi awal, meskipun guma bisa juga muncul lebih lambat.
Lesi ini bersifat merusak biasanya mengenai kulit dan tulang, meskipun bisa juga
muncul di hati, jantung, otak, lambung dan traktus respiratorius atas. Lesi jarang
yang sembuh spontan tetapi dapat sembuh secara cepat dengan terapi antibiotik
yang tepat. Guma biasanya tidak menyebab-kan komplikasi yang serius, disebut
dengan sifilis benigna lanjut (late benign syphilis).
2.2 Respon Imun Terhadap Penyakit Sifilis

Treponema pallidum tidak dapat tumbuh dalam media kultur sehingga


pengetahuan tentang imunopatogenesis penyakit sifilis hanya diperoleh dari
keadaan penderita (berdasarkan tanda dan gejala yang tampak), model pada
binatang percobaan dan data in vitro dari ekstraksi jaringan spirocaeta. Setelah
mengeksposure permukaan epitel, spirocaeta akan berpenetrasi dan menyerang
lapisan sel endotel, yang merupakan tahap penting dalam tingkat virulensi
treponema (meskipun mekanisme yang jelas sampai saat ini belum diketahui).

Histopatologi dari chancre primer tergantung pada banyaknya spirocaeta


dan infiltrasi seluler yang pada mulanya terdiri dari T limfosit yang terjadi 6 hari
postinfeksi, kemudian makrofag pada hari ke 10 dan sel plasma. Aktivasi
makrofag akan merangsang pelepasan sitokin dari T limfosit yaitu interleukin 2
(IL 2) dan interferon gamma (IFNγ).

Antibodi spesifik akan muncul dalam serum pada awal infeksi yang akan
menghalangi spirocaeta merusak sel dan Ig G dengan bantuan komplemen akan
dapat membunuh T. pallidum serta meningkatkan kemampuan netrofil dan
makrofag memfagosit treponema tersebut. Antibodi berperanan dalam
menghancurkan protein membran luar yang tipis dari treponema pallidum
(TROMPs). Secara umum tingkat kekebalan yang timbul karena infeksi oleh T.
pallidum relevan dengan level antibodi pada TROMPs.

Meskipun humoral immunity juga dibutuhkan dalam melawan infeksi dari


treponema, respon antibodi ini dapat juga menyebabkan kelainan. Adanya
kompleks imun pada sifilis sekunder mungkin menjelaskan patologi timbulnya lesi
pada kulit dan deposit di ginjal yang menyebabkan terjadinya nefropati sifilik.
Antibodi kardiolipin yang merupakan penentu pada sifilis primer dan menjadi
dasar tes nontreponemal pada penyakit ini, tidak sejalan dengan terjadinya
sindrom antibodi antifosfolipid.

Pemeriksaan histologik menunjukkan banyaknya sel T pada daerah lesi.


Pada chancre primer CD4 lebih banyak berperanan sedangkan pada lesi
sekunder lebih banyak ditemukan CD8. Gumma yang lebih sering timbul pada
sifilis tertier menunjukkan adanya reaksi hipersensitivitas tipe lambat, dengan
tanda khas berupa granuloma. Peranan sel T pada sifilis yang belum jelas
menimbulkan dugaan adanya cross infeksi HIV pada penderita sifilis. Para
ilmuwan di Spanyol meneliti adanya perubahan viralload dan jumlah CD4 selama
terinfeksi sifilis dan menemukan bahwa infeksi sifilis pada pasien HIV-positif
berhubungan dengan peningkatan viral load dan penurunan jumlah CD4.
Penurunan jumlah CD4 dan peningkatan viral load ditemukan pada
hampir sepertiga pasien yang diamati. Hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa satu-satunya faktor yang dikaitkan dengan peningkatan viral load adalah
karena penderita tidak menggunakan terapi antiretroviral (ART), sementara satu-
satunya faktor yang dikaitkan dengan penurunan jumlah CD4 sebanyak lebih dari
100, adalah jumlah CD4 pasien sebelum terinfeksi sifilis (pasien yang
mempunyai jumlah CD4 lebih tinggi sebelum sifilis mengalami penurunan yang
lebih besar), tetapi tidak ada perbedaan pada perubahan virologi berdasarkan
stadium sifilis.

Temuan lain dari penelitian ini menunjukkan lebih dari dua pertiga kasus
sifilis ditemukan pada pasien yang sebelumnya didiagnosis HIV-positif. Dalam
hal ini, para peneliti menyoroti perilaku pasien yang berisiko dan strategi
pencegahan yang lemah. Sehingga perlu adanya upaya kesehatan masyarakat
untuk mencegah infeksi sifilis baru dan secepatnya mengenal serta mengobati
pasien terinfeksi sifilis, dengan tujuan mengurangi penyebaran baik infeksi sifilis
maupun HIV
BAB III

KESIMPULAN

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang sangat infeksius, disebabkan oleh
bakteri berbentuk spiral, Treponema pallidum subspesies pallidum. Penularan
sifilis biasanya melalui kontak seksual dengan pasangan yang terinfeksi, kontak
langsung dengan lesi/luka yang terinfeksi atau dari ibu yang menderita sifilis ke
janinnya melalui plasenta pada stadium akhir kehamilan. Infeksi sifilis dibagi
menjadi sifilis stadium dini dan lanjut. Sifilis stadium dini terbagi menjadi sifilis
primer, sekunder, dan laten dini. Sifilis stadium lanjut termasuk sifilis tersier
(gumatous, sifilis kardiovaskular dan neurosifilis) serta sifilis laten lanjut. Antibodi
spesifik akan muncul dalam serum pada awal infeksi yang akan menghalangi
spirocaeta merusak sel dan Ig G dengan bantuan komplemen akan dapat
membunuh T. pallidum.
DAFTAR PUSTAKA

Julyani, Sri. 2009. Aspek Imunologis Penyakit Sifilis. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Madani, ISSN.1979-2287,Vol.02 No.03

Suryani, Devi Putri Amalia; Sibero, Hendra Tarigan. 2013. Syphilis. J


MAJORITY Volume 3 Nomor 7

Efrida, Elvinawaty. 2014. Imunopatogenesis Treponema pallidum dan


Pemeriksaan Serologi. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(3)

Anda mungkin juga menyukai