Anda di halaman 1dari 8

RESUME KESEHATAN REPRODUKSI

KELOMPOK 3 :
1. AFIAH MAULA
2. DINI OKTA FADILLAH
3. ELA WIDIASTUTI
4. YENI SAPITRI
1. 2 ..).

2. Siapa yang dilibatkan Angka Kematian Ibu(Who)


Hal ini dibuktikan dalam studi terhadap 180 negara,
termasuk Indonesia, dengan metode Data Envelopment Analysis
(DEA) dan analisis kausal Granger. “Kami menemukan bukti
bahwa pengaruh PDB terhadap kesehatan ibu dan anak lebih
kuat di negara berpendapatan menengah-bawah dan bawah
dibanding menengah-atas dan atas,” kata Arshia Amiri dan Ulf-
G Gerdtham dalam laporan studi tersebut.

3. Angka Kematian Ibu di Indonesia(Where)

Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Rate


(MMR) adalah salah satu indikator hasil pembangunan di
bidang kesehatan. Semakin rendah AKI maka pembangunan
suatu wilayah mengindikasikan semakin baik pembangunan di
bidang kesehatan. AKI nasional cenderung bergerak fluktuatif.
Berdasarkan hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI)
angka kematian ibu di Indonesia pada 1994 mencapai 390 per
100.000 kelahiran hidup dan cenderung menurun hingga tinggal
228 pada 2007. Namun, pada 2012 AKI kembali meningkat
menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan Survei
Antar Sensus (SUPAS) 2015 AKI kembali turun menjadi 305
per 100.000 kelahiran hidup yang berarti sudah melampaui
target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RJPMN) 2015-2019 sebesar 306 per 100.000
kelahiran hidup.

Kematian ibu ini adalah kematian yang terjadi selama


kehamilan, saat melahirkan, selama masa nifas atau dua bulan
setelah berakhirnya kehamilan. Dalam jangka panjang, yakni
pada 2030 angka kematian ditargetkan kurang dari 70 kematian
per 100.000 kelahiran hidup.

4. Kapan terjadi Angka Kematin Ibu(When)

Tingginya angka kasus kematian ibu sebenarnya bukanlah


masalah yang terbilang baru. Upaya penanganan kasus kematian
ibu merupakan diskursus level global yang telah
diperbincangkan sejak abad ke 17. Dalam penelitiannya yang
berjudul “Death in Childbed from the Eighteent Century to
1935,” Loudon menjelaskan bahwa catatan-catatan terkait kasus
kematian ibu mulai muncul pada awal abad ke-17, seiring
dengan berkembangnya praktik kebidanan di masyarakat
Inggris (Loudon, 1986). Akan tetapi, komitmen masyarakat
global terkait penanganan kasus kematian ibu agaknya baru
hadir di akhir abad ke-20. Pada tahun 1987, kekhawatiran
terkait dampak dari tingginya kasus kematian ibu mendorong
WHO dan organisasi-organisasi internasional lain untuk
melahirkan The Safe Motherhood Initiative (Women &
Children First, 2015).

Konsep safe motherhood sendiri mencakup serangkaian


upaya, praktik, protokol, dan panduan pemberian pelayanan
yang didesain untuk memastikan perempuan menerima layanan
ginekologis, layanan keluarga berencana, serta layanan prenatal,
delivery, dan postpartum yang berkualitas, dengan tujuan untuk
menjamin kondisi kesehatan sang ibu, janin, dan anak agar tetap
optimal pada saat kehamilan, persalinan, dan pasca-melahirkan
(USAID, 2005).

Mengacu pada modul yang disusun oleh The Health Policy


Project (2003), konsep safe motherhood sendiri memiliki enam
pilar utama, yaitu:

 Keluarga Berencana – Memastikan bahwa baik individu


maupun pasangan memiliki akses terhadap informasi, dan
layanan keluarga berencana untuk merencanakan waktu,
jumlah, dan jarak kehamilan.
 Perawatan Antenatal – Menyediakan vitamin, imunisasi,
dan memantau faktor-faktor risiko yang dapat
menyebabkan komplikasi kehamilan; serta memastikan
bahwa segala bentuk komplikasi dapat terdeteksi secara
dini, dan ditangani dengan baik.
 Perawatan Persalinan – Memastikan bahwa tenaga
kesehatan yang terlibat dalam proses persalinan memiliki
pengetahuan, kemampuan, dan alat-alat kesehatan untuk
mendukung persalinan yang aman; serta menjamin
ketersediaan perawatan darurat bagi perempuan yang
membutuhkan, terkait kasus-kasus kehamilan berisiko dan
komplikasi kehamilan.
 Perawatan Postnatal – Memastikan bahwa perawatan
pasca-persalinan diberikan kepada ibu dan bayi, seperti
bantuan terkait cara menyusui, layanan keluarga
berencana, serta mengamati tanda-tanda bahaya yang
terlihat pada ibu dan anak.
 Perawatan Post-aborsi – Mencegah terjadinya komplikasi,
memastikan bahwa komplikasi aborsi terdeteksi sejak dini
dan ditangani dengan baik, membahas tentang
permasalahan kesehatan reproduksi lain yang dialami oleh
pasien, serta memberikan layanan keluarga berencana jika
dibutuhkan.
 Kontrol Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV dan AIDS –
mendeteksi, mencegah, dan mengendalikan penularan
IMS, HIV dan AIDS kepada bayi; menghitung risiko
infeksi di masa yang akan datang; menyediakan fasilitas
konseling dan tes IMS, HIV dan AIDS untuk mendorong
upaya pencegahan; dan – jika memungkinkan –
memperluas upaya kontrol pada kasus-kasus transmisi
IMS, HIV dan AIDS dari ibu ke bayinya.

5. Penyebab Angka Kematian Ibu


1. Masih ada kesenjangan akses terhadap pelayan kesehatan
berkualitas, yang berhubungan erat dengan kondisi ekonomi dan
sosial.
2. Keterlambatan mendapat pertolongan pada keadaan darurat,
yang berhubungan dengan lokasi kelahiran dan proses
pengambilan keputusan untuk mencari pertolongan tenaga ahli.
3. Pengetahuan tentang pendidikan kesehatan reproduksi yang
belum memadai.
4. Deteksi awal dan upaya pencegahan yang belum maksimal
untuk penyakit komplikasi kehamilan, seperti malaria,
tuberculosis, hepatitis B, diabetes melitus, jantung, dan obesitas.
5. Belum terpadunya data dan sistem informasi kesehatan yang
berpengaruh pada pengambilan kebijakan.
6. Regulasi yang tumpang tindih dan bias gender, contohnya UU
Perkawinan No. 1/1974 yang mengatur usia pernikahan minimal
16 tahun untuk perempuan dan 19 untuk laki-laki.

6. Bagaimana Cara Menanggulangi Angka Kematian Ibu(How)


Sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
mempelopori gerakan Keluarga Berencana di Indonesia,
Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) terlibat
secara aktif dalam upaya penurunan AKI; khususnya melalui
poin pertama, kelima, dan terakhir dari The Safe Motherhood
Initiative, yaitu akses program keluarga berencana, perawatan
pasca aborsi, dan kontrol IMS, HIV dan AIDS. Sejak didirikan
pada tahun 1957, PKBI percaya bahwa keluarga merupakan
pilar utama untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera.
Keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang bertanggung
jawab – baik dalam dimensi kelahiran, pendidikan, kesehatan,
kesejahteraan, dan masa depan. Nilai inilah yang kemudian
dimanifestasikan dalam Program Layanan Keluarga Berencana
(KB) dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (Kespro)
PKBI.Melalui Program Layanan KB dan Kespro, PKBI
menyediakan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi yang
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (termasuk kelompok
difabel dan kelompok marjinal lain). Salah satu bentuk
pelayanan yang diberikan oleh PKBI dalam program tersebut
adalah program keluarga berencana – senada dengan poin
pertama dari enam pilar utama The Safe Motherhood
Association. Selain program KB, PKBI juga menyediakan
pelayanan penanganan kehamilan tidak diinginkan yang
komprehensif, sesuai dengan poin kelima dari enam pilar utama
The Safe Motherhood Association. Terakhir, dalam rencana
strategisnya, PKBI juga memiliki komitmen untuk
mengembangkan upaya pencegahan dan penanggulangan IMS,
HIV dan AIDS. – sejalan dengan pilar terakhir The Safe
Motherhood Initiative.

Pada saat sekarang ini, aborsi merupakan suatu masalah


yang sangat kontroversi yang mana terdapat banyak pihak
yang pro dan kontra atas aborsi tersebut. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengkaji dari perpektif yuridis
tentang bagaimana hukum pidana melalui peraturan
perundang-undangan yang ada memberikan perlindungan
hukum khususnya terhadap korban perkosaan yang
melakukan aborsi (abortus provokatus). Perempuan sebagai
korban perkosaan yang hamil dan kemudian memilih aborsi
sebagai cara untuk mengakhiri kehamilannya tersebut
dikatakan sebagai pelaku tindak pidana aborsi, yang mana
dalam kepustakaan hukum pidana disebut dengan tindak
pidana “pengguguran kandungan”(abortus provocatus).
Adapun perlindungan hukum pada korban perkosaan yang
melakukan abortus provocatus tersebut ditinjau dari Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku
sebagai Lex Generale, dan juga berdasarkan ketentuan yang
terdapat dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
yang merupakan pengganti dari UU Kesehatan lama, yaitu
UU No. 23 Tahun 1992 yang berlaku sebagaiLex Speciale.
Keywords.

Hal ini dibuktikan dalam studi terhadap 180 negara,


termasuk Indonesia, dengan metode Data Envelopment
Analysis (DEA) dan analisis kausal Granger. “Kami
menemukan bukti bahwa pengaruh PDB terhadap
kesehatan ibu dan anak lebih kuat di negara berpendapatan
menengah-bawah dan bawah dibanding menengah-atas dan
atas,” kata Arshia Amiri dan Ulf-G Gerdtham dalam
laporan studi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai