Anda di halaman 1dari 21

CASE BASED DISCUSSION

DERMATITIS KONTAK IRITAN KUMULATIF


Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Di RS Islam Sultan Agung Semarang

Disusun oleh :

Arini Azkha
30101507390

Pembimbing :
dr. Hesti Wahyuningsih Karyadini, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Arini Azkha


NIM : 30101507390
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Periode : 23 september-19 oktober 2019
Bagian : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Judul : Dermatitis Kontak Iritan Kumulatif
pembimbing : dr Hesti Wahyuningsih K, Sp.KK
Diajukan dan disahkan : ……………………….

Semarang, Oktober 2019


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSI Sultan Agung Semarang

Pembimbing,

dr. Hesti Wahyuningsih K, Sp.KK

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan penyakit yang menimbulkan kelainan klinis berupa


efloresensi polimorfik berupa eritema, edema, papula, vesikel, skuama, dan
likenifikasi. Salah satu jenis dermatitis adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak
adalah respon terhadap pajanan bahan atau substansi tertentu, dapat berupa alergen
maupun bahan iritan. Peradangan akibat pajanan terhadap alergen disebut
dermatitis kontak alergi (DKA). Pajanan terhadap bahan iritan disebut dermatitis
kontak iritan. Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah peradangan pada kulit yang
dapat berupa eritema, edema, dan scale/skuama. DKI merupakan respons
nonspesifik kulit terhadap berbagai kerusakan kimia dengan melepaskan mediator
inflamasi terutama dari sel-sel epidermis1,2.

Dalam kehidupan sehari-hari, iritan yang menyebabkan DKI meliputi air, deterjen,
berbagai pelarut, asam, basa, bahan adhesi, cairan bercampur logam, kosmetik,
minyak oles, dan substansi topikal lainnya. Sering bahan-bahan ini bekerja bersama
untuk merusak kulit. Iritan merusak kulit dengan cara memindahkan minyak dan
pelembab dari lapisan terluar, membiarkan iritan masuk lebih dalam, dan
menyebabkan kerusakan lebih lanjut dengan cara memicu proses inflamasi2.

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat digolongkan sebagai penyakit kulit akibat
kerja karena berkaitan dengan oleh pajanan berulang substansi di area kerja, seperti
bahan pembersih, deterjen, dan pelarut. Penggunaan zat-zat tertentu pada area kulit
yang sensitif juga menyebabkan timbulnya gejala klinis penyakit ini 1. DKI dapat
diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin2.

DKI masih belum banyak diketahui bila dibandingkan dengan dermatitis


kontak alergi (DKA). Kebanyakan artikel tentang dermatitis kontak cenderung
membahas DKA. Tidak ada uji diagnostik untuk DKI, sehingga diagnosis bersandar
pada eksklusi penyakit dermatitis lainnya. Tangan merupakan tempat predileksi
tersering penyakit ini. Terkadang penampakan klinis DKI kronik mirip dengan

1
DKA. DKI kronik pada telapak tangan dan telapak kaki sulit dibedakan dengan
DKA. Dalam penatalaksanaan DKI, penting bagi penderita dan dokter untuk
mengetahui substansi yang menyebabkan penyakitnya tersebut sehingga dapat
diberikan terapi yang lebih efisien dan efektif. Laporan kasus ini membahas
penderita DKI pada jari jari tangan dengan riwayat kontak dengan bahan-bahan
salon kecantikan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah jenis dermatitis yang berupa efek sitotosik
lokal langsung dari bahan iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon
peradangan pada dermis. Daerah yang paling sering terkena adalah tangan
dan pada individu atopik menderita gejala yang lebih berat. Secara definisi
bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan kerusakan secara langsung
pada kulit tanpa proses sensitisasi.
Dermatitis kontak iritan dapat dibagi menjadi dua, yaitu oleh karena iritan
absolut dan relatif. DKI oleh karena iritan absolut biasanya timbul seketika
setelah berkontak dengan iritan, dan semua orang akan terkena. Sedangkan
dermatitis kontak karena iritan relatif dapat timbul sesudah pemakaian bahan
yang lama dan berulang, dan seringkali baru timbul bila ada faktor fisik
berupa abrasi, trauma kecil dan maserasi, oleh karena itu sering disebut
traumatic dermatitis. Kelainan yang timbul biasanya berupa hiperpigmentasi,
hiperkeratosis, likenifikasi, fisura, dan kadang-kadang eritema dan vesikel
2. Epidemologi
Pada studi epidemiologi penyakit kulit pada pekerja di Singapura
memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana
66,3 % diantaranya adalah DKI dan 33,7% adalah DKA. Sebagai penyakit
yang sering dihubungkan dengan kerja dengan kecenderungan pajanan
terhadap bahan-bahan iritan berulang, maka dermatitis kontak iritan sering
insidennya pada profesi cleaning service, hospital care, tukang masak, dan
pegawai salon. Insiden di Jerman 4,5 pasien per 10.000 tukang masak.
Pegawai salon mempunyai insiden dermatitis kontak iritan tertinggi yaitu
46,9 kasus per 10.000 perkerja per tahun nya1,5. Kejadian dermatitis kontak
iritan lebih sering pada wanita dibanding pria. Pada wanita faktor lingkungan
lebih berperan dibanding faktor genetik yang lebih berperan pada pria.

3
Kejadian dermatitis kontak iritan lebih sering pada umur > 50 tahun karena
keadaan kulit yang lebih kering dan tipis1.

3. Etiologi
Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai penyebab DKI antara
lain bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan
abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul
rendah, dan bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung
pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan
dan faktor individu penderita. Iritan adalah substansi yang akan menginduksi
dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang
cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-
masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan.
Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak, baik dengan peningkatan hidrasi dari
stratum korneum (oklusi, suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering
dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Riwayat
atopik, personal hygiene, dan luas dari paparan menentukan kerentanan
seorang individu untuk terkena DKI. Efek dari iritan merupakan
concentration-dependent dan biasanya mengenai tempat primer kontak4.

4. Patogenesis
DKI merupakan dermatitis dengan mekanisme non alergi. Patogenesis DKI
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Penetrasi bahan iritan kerusakan membran lipid keratinosit dalam beberapa
menit-jam difusi bahan iritan melalui membrane akan merusak lisosom,
mitokondria, dan komponen inti sel pengaktifan fosfolipase menghasilkan
asam arakidonik, asam arakidonik membebaskan prostaglandin dan leukotrin,
pembuluh darah dan transudasi faktor sirkulasi dari komplemen dan sistem
kinin. Dalam patogenesis penyakit ini, sel-sel yang berperan seperti resident
epidermal cells, dermal fibroblast, endothelial cells, dan berbagai macam
leukosit yang berinteraksi satu sama lain di bawah control jaringan mediator

4
lipid dan sitokin. Keratinosit memegang peranan penting di dalam inisiasi reaksi
inflamasi kulit atas responnya terhadap sitokin. Berbagai stimuli yang bertindak
sebagai iritan, seperti substansi kimia dapat merangsang keratinosit epidermis
untuk mengeluarkan sitokin inflamasi (IL-1, TNF-α), sitokin kemotaksis (IL-8,
IL-10), growth-promoting cytokines (IL-6, IL-7, IL-15, GMC-SF, TGF α), dan
sitokin pengatur imunitas humoral dan selular (IL-10, IL-12, IL-18). ICAM 1
menyebabkan infiltrasi leukosit ke epidermis, sehingga menyebabkan reaksi
inflamasi di kulit1. Penarikan neutrofil dan limfosit serta pengaktifan sel mast à
membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin3.
Platelet Activating Factor aktivasi platelets perubahan vaskuler3.
Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya
mediator- mediator. Perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik
yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi3.Semua bahan iritan
menunjukkan pola yang sama dalam hal infiltrasi seluler di dalam lapisan
dermis. Densitas infiltrasi sel sebanding dengan intensitas inflamasinya

5. Faktor predisposisi dan risiko

Faktor predisposisi yang penting yaitu umur, ras, jenis kelamin, riwayat
atopik sebelumnya, daerah kulit yang terekspos dan aktivitas sebasea.
Perubahan kulit karena usia dapat merubah respon kulit terhadap zat iritan. Pada
anak dan lanjut usia sering terkena DKI karena mereka memiliki sedikit
jaringan epidermis yang sehat5. Beberapa faktor yang berpengaruh dan dapat
diidentifikasi pada DKI antara lain :

 Kecenderungan terpajan dengan bahan iritan dalam jangka waktu dan


intensitas tertentu
 Riwayat atopik
 Polimorfisme pada gen fillagrin (FLG)

5
Dengan adanya riwayat iritasi kulit terhadap substansi tertentu, hal ini
menjadi faktor predisposisi terjadinya sensitisasi terhadap bahan-bahan topikal
lainnya. Eksaserbasi DKI dapat menyebabkan perkembangan menjadi DKA1.

Faktor predisposisi lainnya yang menyebabkan orang cenderung terkena


dermatitis kontak iritan adalah riwayat atopik. Pengaruh genetik juga berperan
sebagai faktor predisposisi. Polimorfisme pada FLG gen menyebabkan
terhentinya produksi FLG dan pada akhirnya terjadi perubahan barier
kulit1.Tingkat keparahan dermatitis ini sangat bervariasi dan tergantung pada
banyak faktor, termasuk diantaranya8:

 Jumlah dan intensitas iritan


 Durasi dan frekuensi pajanan
 Kerentanan kulit
 Lingkungan (misalnya suhu tinggi atau rendah atau kelembaban)

6. Gejala Klinis
Dua bentuk DKI didasarkan pada penyebabnya, yaitu DKI oleh karena fisik
dan DKI oleh karena bahan kimia. DKI oleh karena fisik contohnya friksi,
prolong rubbing, dan pakaian yang kasar. DKI oleh karena bahan kimia
contohnya alkohol, latex, kerosene, dan alkali
Beberapa penggolongan DKI berdasarkan penyebab dan pengaruh faktor
individu serta lingkungan antara lain10:
a. DKI akut
Iritan kuat seperti asam sulfat dan HCl menghasilkan reaksi yang cepat begitu
kontak terjadi. Kulit terasa pedih, panas, lesi tampak berupa eritema,
edema,bula, dan nekrosis dengan pinggir berbatas tegas dan asimetris.
b. DKI akut lambat

Gambaran sama dengan DKI akut namun baru muncul 8-24 jam atau lebih
setelah kontak. Dermatitis venenata merupakan salah satu contoh tipe ini.

c. DKI kumulatif

6
DKI ini termasuk tipe kronis. Hal ini didasarkan pada kontak berulang-ulang
dengan iritan lemah. Kelainan tampak setelah bermingu-minggu hingga
bertahun-tahun. gambaran berupa kulit kering, eritema, skuama, dan
hyperkeratosis. DKI tipe ini yang sering berhubungan dengan dermatitis akibat
kerja.

d. DKI iritan

Bentuk subklinik pada seseorang yang terpajan pekerjaan basah, seperti penata
rambut, kelainan juga cenderung monomorf seperti skuama, vesikel, pustul, dan
erosi.

e. DKI traumatik

Kelainan kulit setelah trauma panas atau laserasi. Bentuknya dermatitis


numularis dengan masa penyembuhan kira-kira 6 minggu.

f. DKI subyektif

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita merasa perih atau seperti
terbakar. Disebut juga DKI sensori.

g. DKI noneritematosa

DKI dengan fungsi sawar stratum korneum tanpa kelainan secara klinis.

7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan penunjang seperti patch test dapat dilakukan untuk eksklusi
dermatitis kontak alergi
b. Karena tes diagnostik untuk DKI tidak ada, maka untuk pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan patch test untuk mengeksklusi dermatitis kontak
alergi dan dapat dilakukan pemeriksaan KOH untuk mengeksklusi penyakit
jamur

7
8. Pemeriksaan histopatologis

Penunjang diagnostik yang akurat salah satunya adalah histopatologis.


Didapatkan gambaran intraselular edema atau spongiosis. Spongiosis tidak begitu
tampak jelas pada dermatitis kontak alergi. Gambaran parakeratosis juga bisa
muncul pada dermatitis kontak iritan kronik disertai hiperplasia sedang sampai
berat, dan pemanjangan rete ridges1.

9. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada dermatitis kontak iritan antara lain1:

 Peningkatan risiko sensitisasi terhadap terapi topikal


 Lesi pada kulit dapat dikolonisasi oleh bakteri Staphylococcus aureus. Hal
ini dipermudah jika terjadi lesi sekunder, seperti fissure akibat manipulasi
yang dilakukan penderita.
 Secondary neurodermatitis (lichen simplex chronicus) akibat penderita
dermatitis kontak iritan yang mengalami stress psikis.
 Pada fase post inflamasi dapat terjadi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi.
 Scar, biasanya setelah terkena agen korosif.

10. Pengobatan
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah
upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab,
dan menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health
Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009).
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi
peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan
eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan
kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup
dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik

8
yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat
pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid
topikal (Djuanda, 2003).

9
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. IDENTITAS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. D
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jakarta
No RM : 106-46-XXXX
Ruang : Poli Kulit dan Kelamin
Status Pasien : Umum
3.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada
tanggal 25 September 2019 dibangsal Poliklinik Kulit dan Kelamin RSI
Sultan Agung Semarang pukul 11.00 WIB
Keluhan Utama
a. Keluhan Subjektif : Gatal dan panas dikedua tangan
b. Keluhan Objektif : timbul bintik putih dikedua tangan
Riwayat Penyakit Sekarang
a. Lokasi : dikedua tangan
b. Onset : 1 Minggu
c. Kualitas : gatal dirasakan mengganggu
d. Kuantitas : gatal terus
e. Factor memperberat : Melakukan pekerjaanya sebagai perawat IBS (cuci
tangan dengan antiseptic)
f. Factor memperingan : Keluhan berkurang ketika pasien tidak terpapar
dengan bahan antiseptik
g. Gejala penyerta : Disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu

10
Pasien pernah mengalami hal serupa 1 bulan yang lalu
Riwayat penyakit keluarga
Keluhan serupa di sangkal
Riwayat kebiasaan
Pasien adalah seorang perawat IBS yang terbiasa dengan bahan antiseptic
(handrub)
Riwayat alergi makanan dan obat
Alergi makanan dan obat-obatan : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Kesan ekonomi pasien baik
3.3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah :-
Nadi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Suhu : Tidak dilakukan pemeriksaan
RR : Tidak dilakukan pemeriksaan
BB : Tidak dilakukan pemeriksaan
TB : Tidak dilakukan pemeriksaan
IMT : Tidak dilakukan pemeriksaan

Status Generalis
Kepala : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mata : Tidak dilakukan pemeriksaan
Telinga : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : Tidak dilakukan pemeriksaan
Thorak : Tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : Tidak dilakukan pemeriksaan
Genital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Status Dermatologi lokasi:

11
Lokasi 1 : Kedua tangan kanan dan kiri
UKK : Terdapat papul multiple, krusta, sedikit eritem dan kulit kering di
kedua tangan

12
3.4. RESUME
Nama : Ny. D
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
a. Keluhan subjektif : Gatal dan panas
b. Keluhan Objektif : timbul bintik putih dikedua tangan
Pasien seorang laki-laki usia 29 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang,pada hari Rabu 25
September 2019 pukul 11.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan gatal,
panas dan bintik-bintik/ benjolan kecil putih pada kedua tangan sejak 1
minggu ini. Awalnya pasien merasa panas akibat terkena handrub
(antiseptic) karena pekerjaan sebagai perawat di bedah sentral . Setelah
itu timbul rasa gatal, pasien mencoba untuk menggaruknya dan akhirnya
muncul seperti yang dikeluhkan sekarang. Sebelumnya pasien pernah
mengalami sakit seperti ini, pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu.
keluarga dan rekan kerjanya tidak memiliki keluhan yang sama. Untuk
riwayat social dan ekonomi baik
.
3.5. DIAGNOSIS BANDING
 Dermatitis kontak iritan Kumulatif (DKI)
 Dermatitis atopic
 Dermatitis kontak alergi (DKA)

13
3.6. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan skin patch test
3.7. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis kontak iritan Kumulatif (DKI)
3.8. TATALAKSANA
1. Non Medikamentosa
 penghentian pajanan terhadap bahan iritan yang dicurigai
 perlindungan bagian tubuh yang terpapar
 penggantian bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan
2. Medikamentosa
 Loratadin 1x10mg
 Metilprednisolon 2x16 mg/ hari
 Desonid krim
3.9. EDUKASI
Aspek Klinik
 Memberi edukasi tentang pengertian penyakit dermatitik kontak
alergi dan faktor pencetus
 Menghindari faktor resiko atau pencetus
 jangan menggunakan bahan yang sensitif terhadap kulit.
 Obat yang diberikan harus dipakai secara teratur
Aspek agama .
• Selalu bersabar dan bertawakal kepada Allah SWT karena segala penyakit
ada obatnya

14
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien didiagnosis dengan Dermatitis kontak iritan kumulatif berdasarkan


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien merupakan laki-laki berusia 29 tahun
Pasien datang dengan keluhan gatal, panas dan bintik-bintik/ benjolan kecil putih
pada kedua tangan sejak 1 minggu ini. Awalnya pasien merasa panas akibat terkena
handrub (antiseptic) karena pekerjaan sebagai perawat di bedah sentral . Setelah itu
timbul rasa gatal, pasien mencoba untuk menggaruknya dan akhirnya muncul
seperti yang dikeluhkan sekarang. Sebelumnya pasien pernah mengalami sakit
seperti ini, pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu. keluarga dan rekan
kerjanya tidak memiliki keluhan yang sama. Untuk riwayat social dan ekonomi
baik. Dari gejala yang dialami oleh pasien mengarah pada sebopsoriasis
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada lokasi di kedua tangan, dengan UKK
Terdapat papul multiple, krusta, sedikit eritem dan kulit kering di kedua tangan. Hal
ini merupakan gejala klinis dari Dermatitis kontak Iritan kumulatif. Diagnosis
banding pasien meliputi Dermatitis atopic dan Dermatitis kontak alergi (DKA)
Pada pasien ini diberikan terapi topical dan sistemik yaitu :
a. Non Medikamentosa
 penghentian pajanan terhadap bahan iritan yang dicurigai
 perlindungan bagian tubuh yang terpapar
 penggantian bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan
b. Medikamentosa
 Loratadin 1x10mg
 Metilprednisolon 2x16 mg/ hari
 Desonid krim

Prognosis cukup baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati
dengan baik.

15
Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik,
dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifactor.

Perjalanan penyakit ke arah mortalitas pasien sendiri baik karena melihat


keadaan umum dari pasien tidak nampak sakit berat dan belum ditemukan adanya
komplikasi yang bermakna dan telah dilakukan diagnosa dengan tepat dan terapi
yang tepat. Secara fungsional penderita dapat kembali bekerja namun harus berhati-
hati dengan bahan yang bersifat. Dari segi kosmetik kemungkinan untuk terjadi
rekurensi kembali akan terjadi jika pengobatan tidak adekuat dan terus terpajan
dengan bahan iritan, tempat predileksi yang akan menimbulkan bekas luka yang
cukup baik dari segi kosmetik.

16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah peradangan pada kulit yang dapat
berupa eritema, edema, dan scale/skuama. DKI merupakan respons nonspesifik
kulit terhadap berbagai kerusakan kimia dengan melepaskan mediator inflamasi
terutama dari sel-sel epidermis. Bahan-bahan iritan yang dapat digolongkan sebagai
penyebab DKI antara lain bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali,
serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat
molekul rendah, dan bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul
bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor
lingkungan dan faktor individu penderita. Pemeriksaan penunjang yang di
butuhkan adalah pemeriksaan skin patch test. Untuk pengobatan Dermatitis kontak
iritan ada 2 macam yaitu topikal dan sistematik.

5.2. Saran
 penghentian pajanan terhadap bahan iritan yang dicurigai
 Penggunaan bahan-bahan iritan untuk kepentingan pekerjaan atau dalam
kehidupan sehari-hari agar dilengkapi dengan pemakaian alat pelindung sesuai
bagian tubuh yang terpapar.
 penggantian bahan iritan dengan yang tidak bersifat iritan

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Hogan DJ. Contact Dermatitis, Irritant. eMedicine; 2009. Available at:


http://emedicine.medscape.com/article/762139.
2. Sucipta C. Dermatitis Kontak Iritan. Citra Journey; 2008. Available at:
http://citrajourney.blogspot.com/2008/08/laporan-kasus-dermatitis-kontak-
iritan.html.
3. Trihapsoro I. Dermatitis Kontak Alergik Pada Pasien Rawat Jalan di RSUP
Haji Adam Malik Medan. USU; 2003. p. 1-36.
4. Siregar RS. Dermatosis Akibat Kerja. Cermin Dunia Kedokteran Vol. 107;
1996. Available at:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15DermatitisAkibatKerja107.pdf/15
DermatitisAkibatKerja107.html.
5. Irga. Dermatitis Kontak Iritan. Unhas; 2009. Available at:
http://www.irwanashari.com/2009/09/dermatitis-kontak-iritan.html.
6. Yoshiki T, Tomoko M. From Acute Irritant Contact Dermatitis to Chemical
Burn. Japanese Journal of Dermatology Vol. 113 No. 14; 2003. p. 2025-31.
Available at: http://sciencelinks.jp/j-
east/article/200403/000020040304A0034714.php.
7. Wiley J. Irritant Contact Dermatitis. WileyInterscience; 2002. Available at:
http://www3.interscience.wiley.com/journal/118917880/abstract.
8. Sumantri FA, Febriani HT, Musa ST. Fakultas Farmasi UGM; 2008.
Available at:
http://toshiworld.site90.com/cadangan/DERMATITIS%20KONTAK.pdf.
9. Wikipedia. Contact Dermatitis. Wikipedia; 2009. Available at:
http://en.wikipedia.org/wiki/Contact_dermatitis.
10. Sularsito SA, Djuanda A. Dermatitis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Jakarta; 2007; 129-53..

18
11. Wolff K. Dermatitis. In: Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatrick’s
Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 5th ed. Singapore; 2005.
p.18-23.
12. Bourke J, Coulson I, English J. Guideline for the Contact Dermatitis: an
Update. British Journal of Dermatology. England; 2008. p. 946-55.

19

Anda mungkin juga menyukai