Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FARMASI

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS (KLT)

Anggota :

3311161003 – Sekar Ayu Kusuma W

3311161013 – Catur Putri Rahmawati

3311161019 – Ellen Lydia

3311161042 – Khoerunida Khofifah

3311161044 – Ancella Stefany

Farmasi A

Kelompok 3
16 April 2018

Asisten Praktikum :

Ririn Puspadewi, S.Si., M.Si., Apt.

Laboratorium Kimia Farmasi


Program Studi Farmasi – Fakultas Farmasi
Universitas Jenderal Achmad Yani
Cimahi
2018
Daftar Isi

Daftar Isi ...................................................................................................................................... i


BAB I
Pendahuluan ............................................................................................................................... 1
1.1 Prinsip .......................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 1
BAB II
Tinjauan Pustaka ........................................................................................................................ 2
2.1 Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ............................................................... 2
2.2 Pelaksanaan KLT ......................................................................................................... 3
BAB III
Prosedur Percobaan .................................................................................................................. 12
BAB IV
Hasil .......................................................................................................................................... 13
BAB V
Pembahasan .............................................................................................................................. 15
BAB VI
Kesimpulan ............................................................................................................................... 20
Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 21
Lampiran ................................................................................................................................... 22

Kimia Farmasi| i
BAB I
Pendahuluan

1.1 Prinsip
Pemisahan zat aktif dalam sediaan dengan metode yang sesuai dan
identifikasinya menggunakan reaksi spesifik dan KLT.

1.2 Tujuan
Memperkenalkan cara pemisahan dan analisis zat aktif dalam sediaan.

Kimia Farmasi| 1
BAB II
Tinjauan Pustaka

1.1 Pengertian Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi adalah pemisahan campuran komponen-komponen
didasarkan pada perbedaan tingkat interaksi terhadap dua fasa material pemisah.
Campuran yang akan dipisahkan dibawa fasa gerak, yang kemudian dipaksa
bergerak atau disaring melalui fasa diam karena pengaruh gaya berat atau gaya-
gaya yang lain. Komponen-komponen dari campuran ditarik dan diperlambat oleh
fasa diam pada tingkat yang berbeda-beda sehingga mereka bergerak bersama-
sama dengan fasa gerak dalam waktu retensi (retention time) yang berbeda-beda
dan dengan demikian mereka terpisah (Widada, 2000).
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan
Schraiber pada tahun 1938.KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain
kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang
mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis
tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan
bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, plat aluminium atau plat plastik.
Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk
terbuka dari kromatografi kolom. (Gandjar, 2007)
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk pemisahan zat secara cepat
dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata
pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai kolom
kromatografi terbuka dan pemisahan didasarkan pada penyerapan pembagian atau
gabungannya tergantung dari jenis zat penyerap pembagian atau gabungannya
tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan
jenis pelarut. KLT dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk
pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap jika
dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas karena itu pada
lempeng yang sama disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat
kromatogram dari zat pembanding kimia lebih baik dengan kadar yang berbeda-
beda. Pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya menggunakan lapis tipis silika

Kimia Farmasi| 2
atau alumina yag seragam pada sebuah lempengan gelas atau logam atau plastik
yang keras. Gel silika atau alumina mengandung substansi dimana substansi
tersebut dapat berpendar flour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan
pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.Fase diam lainnya yang biasa
digunakan adalah alumina (alumunium oksida).Sedangkan fase gerak
kromatografi disebut juga dengan eluent. Eluent adalah fase gerak yang berperan
penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fase diam
(adsorbent). Pemisahan komponen sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi
antara adsorbent dan eluen (Anonim, 1977).
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan.Pertama, dipakai selayaknya sebagai
metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparatif. Kedua, dipakai
untuk menjajaki system pelarut dan system penyangga yang akan dipakai dalam
kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. (Anonim, 2014)
Adapun manfaat dari Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yaitu :
1. Pemeriksaan kualitatif dan kemurnian senyawa obat.
2. Pemeriksaan simplisia hewan dan tanaman.
3. Pemeriksaan komposisi dan komponen aktif sediaan obat.
4. Penentuan kualitatif masing-masing senyawa aktif campuran senyawaobat.

1.2 Pelaksanaan KLT


1. Fase Diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 μm.Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin
baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya.
Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa,
sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah adsorpsi danpartisi.
Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi
lapis tipis adalah sebagai berikut (Anonim, 2014) :
1) Silika gel
Ada beberapa jenis silika gel, yaitu :
 Silika gel G

Kimia Farmasi| 3
Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 % kalsium
sulfat sebagai perekat.Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam,
terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan
mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut metanol :
asam HCl pekat 9 : 1.
 Silika gel H
Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H
tidak mengandung perekat kalsium sulfat.Silika gel H dipakai untuk
pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral.
 Silika gel PF
Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang
dibuatsedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada
plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya
dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan di
dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang
pendek.

2) Alumina
Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh
peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel.Sebenarnya alumina
netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam
senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik,
alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat
perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun
dengan aktivasi (Keese,R. dkk, 1982)

3) Kieselguhr
Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel
dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-
senyawa polar (Adnan, M., 1997)

Kimia Farmasi| 4
Penjerap Mekanisme sorpsi Penggunaan
As.amino, hidrokarbon,
Silika gel Adsorpsi
vitamin, alkaloid
Senyawa-senyawa non
Silika + hidrokarbon Partisi termodifikasi
polar
As.amino, nukleotida,
Serbuk selulosa Partisi
karbohidrat
Hidrokarbon,ion logam,
Alumina Adsorpsi pewarna makanan,
alkaloid
Kieseguhr Partisi Gula, asam-asam lemak
As.nukleat, nukleotida,
Selulosa penukar ion Pertukaran ion
halida dan ion-ion logam
Polimer, protein,
Gel sephadex Ekslusi
kompleks logam
Interaksi adsorpsi,
β-siklodekstrin Campuran enansiomer
stereospesifik

2. Fase Gerak
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar.Sistem yang
paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal. Berikut adalah beberapa petunjuk
dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak :
 Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena
KLT teknik yang sensitif.
 Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf
terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan.
 Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika
gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solute
yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang

Kimia Farmasi| 5
bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar
seperti metil benzene akan meningkatkan harga Rf secara signifikan.
 Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran
pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol
dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau
ammonia masing-masing akan meningkatkan solute-solut yang bersifat
basa dan asam.

3. Aplikasi (Penotolan) Sampel


Untuk memperoleh reprodusibilitas, volume sampel yang ditotolkan paling
sedikit 0,5 μl. Jika volume sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2-10 μl, maka
penotolan harus dilakukan secara bertahap dengan dilakukan pengeringan antar
totolan.

4. Pengembangan
Bila sampel telah ditotolkan maka tahap selanjutnya adalah
mengembangkan sampel dalam bejana kromatografi yang sebelumnya telah
dijenuhi dengan uap fase gerak. Tepi bagian bawah lempeng tipis yang telah
ditotoli sampel dicelupkan kedalam fase gerak kurang lebih 0,5-1 cm. Tinggi fase
gerak dalam bejana harus dibawah lempeng yang telah berisi totolan sampel.
Bejana kromatografi harus tertutup rapat dan sedapat mungkin volume
fase gerak sedikit mungkin (akan tetapi harus mampu mengelusi lempeng sampai
ketinggian lempeng yang telah ditentukan). Untuk melakukan penjenuhan fase
gerak, biasanya bejana dilapisi dengan kertas saring.Jika fase gerak telah
mencapai ujung dari kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa fase gerak telah
jenuh.
Gambar berikut ini menunjukkan posisi dari totolan sampel, posisi
lempeng dalam bejana serta ketinggian eluen dalam bejana :

Kimia Farmasi| 6
Gambar 1 : Lempeng dalam beaker(chamber) dengan garis pembataspenotolan sampel
dan batas eluen.

Gambar 2 : Lempeng dengan penunjukan kenaikan bercak dan batas atas


pengelusian.

5. Deteksi Bercak
Deteksi bercak pada KLT dapat dilakukan secara kimia dan fisika. Cara
kimia yang biasa digunakan adalah dengan mereaksikan bercak dengan suatu
pereaksi melalui cara penyemprotan sehingga bercak menjadi jelas. Cara fisika
yang dapat digunakan untuk menampakkan bercak adalah dengan dengan cara
pencacahan radioaktif dan fluorosensi sinar ultraviolet. Fluorosensi sinar
ultraviolet terutama untuk senyawa yang dapat berfluorosensi, membuat bercak
akan terlihat jelas.

Kimia Farmasi| 7
Berikut adalah cara-cara kimiawi untuk mendeteksi bercak :
a) Menyemprot lempeng KLT dengan reagen kromogenik yang akan
bereaksi secara kimia dengan solute yang mengandung gugus
fungsional tertentu sehingga bercak menjadi berwarna. Kadang-kadang
dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi pembentukan
warna dan intensitas warna bercak.
b) Mengamati lempeng dibawah lampu ultraviolet yang dipasang panjang
gelombang emisi 254 atau 366 untuk menampakkan solut sebagai
bercak yang gelap atau bercak yang berfluorosensi terang pada dasar
yang berfluorosensi seragam. Lempeng yag diperdagangkan dapat
dibeli dalam bentuk lempeng yang sudah diberi dengan senyawa
fliorosen yang tidak larut yang dimasukkan ke dalam fase diam untuk
memberikan dasar fluorosensi atau dapat pula dengan menyemprot
lempeng dengan reagen fluorosensi setelah dilakukan pengembangan.
c) Menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat
lalu dipanaskan untuk mengoksidasi solut-solut organik yang akan
nampak sebagai bercak hitam sampai kecoklat-coklatan.
d) Memaparkan lempeng dengan uap iodium dalam chamber tertutup.
e) Melakukan scanning pada permukaan lempeng dengan densitometer,
suatu instrument yang dapat mengukur intensitas radiasi yang
direfleksikan dari permukaan lempeng ketika disinari dengan lampu
UV atau lampu sinar tampak. Solut-solut yang mampu menyera[p sinar
akan dicatat sebagai puncak (peak) dalam pencatatan (recorder).
Reagen yang umum digunakan sebagai penampak bercak dalam KLT
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu reagen umum (yang berlaku untuk hampir
semua senyawa organik) sebagaimana ditunjukkan tabel 1 dan reagen spesifik
yang hanya mendeteksi jenis atau golongan senyawa tertentu (tabel 2)

Tabel 1. Beberapa reagen umum yang digunakan pada KLT


Metode deteksi Warna bercak solut Penggunaan
Asam fosfomolibdat + Biru gelap Beberapa senyawa
pemanasan organik

Kimia Farmasi| 8
Asam sulfat pekat + Hitam kecoklatan Semua senyawa organik
pemanasan
Uap iodium Coklat Beberapa senyawa
organik

Tabel 2.Beberapa reagen spesifik yang digunakan pada KLT


Metode deteksi Warna bercak solut Penggunaan
Ninhidrin Pink ke ungu Asam-asam amino
2,4-dinitrofenil hidrazon Orange/merah Senyawa-senyawa
karbonil
Bromokresol hijau/biru Kuning Asam-asam organik
2,7-Fluoresein Kuning-kehijauan Senyawa organik
Vanilin/asam asetat Merah/hijau/pink Alkohol, keton
Rhodamin B Berfluoresensi merah Lemak
Anisaldehid/antimon Berbagai macam Steroid
triklorida
Difenil amin/seng Berbagai macam Pestisida

6. Perhitungan Nilai Rf

Gambar 3 : Perbandingan jarak bercak dan jarak tempuh eluen

Faktor retensi (Rf) adalah jarak yang ditempuh oleh komponen dibagi
dengan jarak yang ditempuh oleh eluen, dengan persamaan :

Kimia Farmasi| 9
Jarak yang ditempuh senyawa terlarut
Rf = Jarak yang ditempuh pelarut

Nilai Rf dinyatakan hingga angka 1,0 beberapa pustaka menyatakan nilai


Rf yang baik yang menunjukkan pemisahan yang cukup baik adalah berkisar
antara 0,2-0,8.
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai Rf adalah :
 Pelarut
 Bahan pengembang (jenis dan ketebalan lapisan)
 Kejenuhan ruangan akan pelarut
 Kelembaban udara
 Konsentrasi
 Komposisi larutan diperiksa
 Panjang trayek migrasi
 Senyawa asing
 Ketidak homogenan kertas
 Arah serabut kertas
 Mutu dan sifat dari lapisan adsorbsi dan kertas
 Derajat kejenuhan bejana pemisah.

Jumlah yang minim dan banyaknya bagian senyawa yang terjerap


merupakan penyebab utama dari tidak adanya pergerakan dari sampel. Namun
apabila sampel yang ditempelkan terlalu banyak, maka akan menimbulkan suatu
kondisi yang dinamakan tailing atau munculnya ekor. Tailing atau ekor
disebabkan oleh aftinitas mol zat pada bahan penyerap yang lebih besar
dibandingkan dengan kemampuan fase bergerak untuk membawa zat- zat tersebut
sehingga banyak bagian dari zat tersebut yang akan tertinggal di fase tetap.
Namun tailing dapat diatasi dengan cara melarutkan kembali zat- zat yang terserap
kuat pada fase tetap dengan asam atau dengan melakukan elusi secara bertahap
dengan fase bergerak yang semakin polar. Pemakaian fase bergerak yang semakin
polar akan berdampak pada perambatan fase yang semakin cepat. Namun apabila

Kimia Farmasi| 10
fase tetap yang digunakan bersifat sangat polar justru akan memperlambat
perambatan zat (Sudarmadji, 2007).
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat
dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa,
dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif.Biasanya,
kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan
kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari
campuran. Pemisahan secara kromatografi dilakuka dengan cara mengotak-atik
langsung beberapa sifat fisika umum dari molekul. Sifat utama yang terlibat ialah:
1. Kecenderungan molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan)
2. Kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuk halus
(adsorpsi, penjerapan)
3. Kecenderungan molekul untuk menguap atau berubah ke keadaan uap
(keatsirian) (Gritter, 1991).

Kimia Farmasi| 11
BAB III
Prosedur Percobaan

Penjenuhan Kertas Kromatografi

 Dimasukan Eluen B = Metanol – kloroform = 5 : 95 ke


dalam bejana, didiamkan 30 menit hingga jenuh.
 Disiapkan pelat KLT, diberi garis dasar dengan jarak 0,5
(batas atas) dan 1,0 cm (batas bawah).
 Dibuat 4 titik dengan pensil.

Proses Elusi

 Ditotolkan sampel pada titik-titik di pelat KLT, kemudian


masukan ke dalam bejana jenuh.
 Didiamkan sampai pelarut merembes hingga batas atas
 Kertas diangkat dan diangin-anginkan sampai kering
 Diamati dibawah fluoresensi UV dengan panjang
gelombang 254 nm dan 365 nm.
 Kemudian disemprotkan dengan p-DAB HCl,
dikeringkan
 Diukur jarak noda dan jarak eluen.

Nilai Rf

Kimia Farmasi| 12
BAB IV
Hasil

Penampang Bercak Noda

Pengamatan di bawah λ = 254 nm

Pengamatan di bawah λ = 365 nm

Pengamatan dengan P-DAB HCl

Kimia Farmasi| 13
Jumlah Jarak noda Jarak eluen
No Larutan uji Rf
noda (cm) (cm)
1. Sampel Noda 1 : 3 6,9 0,4348
2
Noda 2 : 3,8 6,9 0,55
2. Baku pembanding
1 3,1 6,9 0,449
Sulfadimidin
3. Baku pembanding
1 2,4 6,9 0,3478
Sulfadiazin
4. Baku pembanding
1 2,2 6,9 0,3188
Sulfametoksazol

Rg
Noda 1 Noda 2
Baku Pembanding
0,9684 1,2249
Sulfadimidin
Baku Pembanding
1,2501 1,5814
Sulfadiazin
Baku Pembanding
1,3638 1,7252
Sulfametoksazol

Kimia Farmasi| 14
BAB V
Pembahasan

Pada percobaan ini, dilakukan proses identifikasi terhadap sampel obat


golongan sulfonamida yang belum diketahui dengan pasti zat aktif apa yang
terkandung di dalamnya dengan menggunakan metode pemisahan yaitu
Kromatografi lapis tipis (KLT). Kromatografi adalah sebuah metode pemisahan
suatu campuran dari komponen-komponennya pada sebuah kolom adsorban
dalam sistem alir. Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan sebuah bentuk dari
kromatografi adsorpsi padat cair yang fase diamnya dilumuri di atas pelat.
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang
digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih
sederhana dan dapat dikatakan bahwa hampir semua laboratorium dapat
melaksanakan setiap saat secara cepat.
Kromatografi adalah suatu metode untuk memisahkan senyawa organik
dan anorganik sehingga senyawa tersebut dapat dianalisis dan dipelajari.
Prinsipnya adalah adanya perbedaan distribusi dan migrasi senyawa pada dua fasa
yang berbeda. Pada percobaan ini, teknik kromatografi yang digunakan adalah
metode kromatografi lapis tipis.
Kromatografi lapis tipis merupakan cara pemisahan campuran senyawa
menjadi senyawa murninya. Kromatografi lapis tipis merupakan analisis yang
cepat sederhana karena tidak memerlukan banyak bahan baik sampel maupun
eluennya. Prinsip kerja dari KLT sama dengan kromatografi lainnya hanya saja
KLT menggunakan sebuah lapis tipis silika atau alumunium yang seragam pada
suatu lempeng gelas, logam, atau pelatik yang keras (fase diam). Fase geraknya
merupakan pelarut atau campuran pelarutyang disesuaikan dengan sifat kelarutan
senyawa yang diperoleh.
Terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan kromatografi lapis tipis ini, di
antaranya :
1. KLT memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam memilih fase gerak
2. Proses kromatografi mudah dan sederhana

Kimia Farmasi| 15
3. Penyerapan pada KLT mempunyai kapasitas yang lebih besar dibanding
kromatografi lainnya
4. Semua komponen dalam sampel dapat dideteksi

Kromatografi memiliki komponen antara lain fase diam dan fase gerak.
Fase diam dapat beupa fase cair atau padat. Fase gerak biasanya berupa cair atau
gas. Fase diam, yaitu sebuah film di atas permukaan partikel kecil atau dinding
kapiler kolom sehingga menghadirkan area permukaan yang luas pada fase gerak.
Sebuah campuran sampel ditambahkan pada fase gerak menjalani tahapan partisi
atau interaksi adsorpsi pada batas fase diam dan fase gerak ketika sampel bergerak
pada sistem kromatografi. Perbedaan sifat fisika dan kimia masing-masing
komponen mengenali hubungan afinitas mereka untuk fase diam dan fase gerak
sehingga komponen-komponen akan pindah (bergerak) pada tingkat perbedaan
tergantung pada hasil perlambatan mereka dari atraksi pada fase diam. Komponen
yang terlambat bergerak paling lambat dan dilarutkan terakhir. Pada kromatografi
lapis tipis (KLT) juga terdapat komponen lain yaitu fase pendukung yag
merupakan media atau perantara tempat fase diam.
Sulfonamida adalah kemoterapeutik yang pertama digunakan secara
sistemik untuk pengobatan dan pencegahan penyakit infeksi pada
manusia.Sulfonamida berupa kristal putih yang umumnya sukar larut dalam air,
tetapi garam natriumnya mudah larut. Rumus dasarnya adalah sulfanilamide.
Berbagai variasi radikal R pada gugus amida (-SO2NHR) dan substitusi gugus
amino (NH2) menyebabkan perubahan sifat fisik, kimia dan daya antibaktreri
sulfonamida.
Pertama-tama disiapkan larutan sampel yang didalamnya sudah
mengandung campuran obat golongan sulfonamida (sulfadiazin, sulfadimidin, dan
sulfametoksazol) dan juga larutan baku pembanding.
Kemudian, disiapkan terlebih dahulupelat KLT berupa pelat silika gel
dengan fase pendukung kertas aluminium sebanyak 1 buah. Pada umumnya
sebagai fase diam digunakan silika gel. Partikel silika gel mengandung gugus
hidroksil pada permukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan
molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga

Kimia Farmasi| 16
mengandung substansi yang dapat berpendar atau berflouresensi pada sinar ultra
violet.
Sebelum kami mentotolkan sampel ke pelat KLT, terlebih dahulu dibuat
batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm dengan menggunakan pensil, hal ini
bertujuan agar kita mengetahui dimana pentetesan sampel itu untuk memudahkan
dalam perhitungan Rf. Dalam penandaan ini tidak digunakan tinta karena pewarna
dari tinta akan bergerak selayaknya kromatogram dibentuk. Hal ini dapat
mempengaruhi proses pengelusian senyawa sampel.Selain itu pada pelat diberi
tanda titik 4 buah pada batas bawah untuk tempat penotolan larutan sampel uji dan
baku pembanding.
Didalam chamber (bejana) diisi eluen, yang merupakan campuran antara
kmetanol dan kloroform dengan perbandingan 5:95. Eluen tersebut terlebih
dahulu dijenuhkan dalam bejana selama + 30 menit. Di sekeliling tutup bejana
dioleskan vaselin untuk memastikan bahwa bejana telah tertutup dengan rapat.
Bejana ditutup rapat agar meyakinkan bahwa atmosfer dalam bejana terjenuhkan
dengan uap pelarut juga untuk mencegah pelarut / eluen menguap. Penjenuhan
udara dalam bejana dengan uap menghentikan penguapan pelarut sama halnya
dengan pergerakan pelarut dalam KLT.Pemilihan dari fase gerak sebaiknya
menggunakan campuran pelarut organik yang mempunyai polaritas serendah
mungkin karena mengurangi serapan dari setiap komponen dari campuran pelarut.
Jika komponen-komponen yang mempunyai sifat polar yang tinggi (terutama air)
dalam campuran akan merubah sistem menjadi sistem partisi.
Campuran yang baik memberikan fase-fase bergerak yang mempunyai
kekuatan bergerak sedang. Kemurnian pelarut adalah penting dalam KLT karena
disini digunakan sejumlah materi yang sedikit. Sistem yang paling sederhana
adalah dengan menggunakan campuran 2 pelarut organik karena daya elusi
campuran kedua pelarut ini dapat dengan mudah diatur sedemikian rupa sehingga
pemisahan dapat terjadi secara optimal.
Setelah pelat silika siap digunakan, kemudian larutan sampel dan larutan
baku pembanding ditotolkan pada pelat silika (total ada 4 totolan: sampel,
sulfadiazin, sulfadimidin, sulfametoksazol) menggunakan pipa kapiler
secukupnya. Penggunaan pipa kapiler agar totolan yang didapat tidak terlalu besar

Kimia Farmasi| 17
dan lebih terpusat pada satu titik serta tidak menyebar kemana-mana. Penotolan
sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak
ganda. Setelah ditotolkan ditunggu sampai totolan pada pelat mengering dan tidak
lupa diberi tanda untuk masing-masing zat uji. Setelah kering maka pelat siap
dimasukkan kedalam bejana yang telah diisi eluen yang sudah dijenuhkan selama
30 menit tadi, kemudian ditunggu sampai fase gerak berjalan melewati fase diam
sampai mengenai batas atas.
Ketika pelarut mulai membasahi pelat, pelarut pertama-tama akan
melarutkan senyawa-senyawa dalam bercak yang telah ditempatkan pada garis
dasar. Senyawa-senyawa akan cenderung bergerak pada lempengan kromatografi
sebagaimana halnya pergerakan pelarut. Disini akan mulai terbentuk bercak yang
terpisah-pisah meskipun tidak tampak dengan jelas. Hal ini terjadi karena setelah
sampel dilarutkan oleh eluen maka sampel akan ikut berinteraksi juga dengan
silika yang ada pada pelat. Senyawa yang terperangkap dibagian paling bawah
menunjukkan bahwa senyawa tersebut paling tinggi kepolarannya, Senyawa ini
dapat membentuk ikatan hidrogen yang akan melekat pada silika lebih kuat
dibanding senyawa lainnya atau dapat dikatakan bahwa senyawa ini terjerap
(teradsorbsi) lebih kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan
pembentukan suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan.
Setelah proses elusi, kemudian pelat dikeluarkan dari bejana dan diangin-
anginkan samhingga kering. Setelah kering lalu pelat dilihat dibawah sinar UV.
Dibawah sinar UV 254 nm akan terlihat pita yang terbentuk baik dari sampel dan
baku. Sedangkan di bawah sinar UV 365 nm tidak terlihat pita aupun bercak yang
ditimbulkan dari pross elusi tadi. Kemudian pelat juga disemprotkan larutan
penampak bercak yaitu P-DAB HCl. P-DAB HCl merupakan salah satu reagen
untuk reaksi warna pada uji identifikasi golongan sulfonamida. Setelah
disemprotkan penampak bercak, akan tampak bercak berwarna kuning dengan
panjang tertentu pada pelat. Kemudian dilihat panjang pita dari sampel dan
disesuaikan dengan panjang baku,dan juga dihitung Rfnya.
Pada identifikasi noda atau penampakan noda, jika noda sudah bewarna
dapat langsung diperiksa dan ditentukan harga Rf. Rf merupakan nilai dari jarak
relatif pada pelarut. Harga Rf dihitung sebagai jarak yang ditempuh oleh

Kimia Farmasi| 18
komponen dibagidengan jarak tempuh oleh eluen (fase gerak). Untuk setiap
senyawa berlaku rumus sebagai berikut:

Rf = jarak yang ditempuh oleh bercak


jarak yang ditempuh oleh eluen

Rf juga menyatakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam.


Kemudian dilakukan perhitungan Rg untuk membandingkan antara Rf sampel
dengan Rf masing-masing baku pembanding.

𝑅𝑓 𝑛𝑜𝑑𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


Rg = 𝑅𝑓 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔

Nilai Rg menunjukkan bahwa sampel adalah Sulfadimidin karena


menunjukkan panjang Rf antara zat uji dan baku yang hampir sama, terlihat pada
nilai Rg yang mendekati 1. Selain itu karena sampel adalah campuran, zat lainnya
yang terdapat dalam sampel adalah Sulfadiazin. Dipilih sulfadiazin karena zat ini
memiliki Rg yang juga nilainya hampir mendekati 1 baik setelah dilakukan
perhitungan Rg antara Rf noda 1 yang ditimbulkan sampel dengan Rf baku
pembanding sulfadiazin maupun setelah dilakukan perhitungan Rg antara Rf noda
2 yang ditimbulkan sampel dengan Rf baku pembanding sulfadiazin.

Kimia Farmasi| 19
BAB VI
Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan praktikum Kromatografi Lapis Tipis, dapat


disimpulkan bahwa sampel diduga mengandung senyawa campuran Sulfadimidin
dan Sulfadiazin, dapat dilihat dari angka Rg dan Rf pada kedua noda sampel
mendekati senyawa pembanding tersebut.

Kimia Farmasi| 20
Daftar Pustaka

Anonim. 1977. Materi Medika Indonesia Jilid V. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta.
Anonim. http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/ 123456789/ 21191/ 4/ Chapter%
20II.pdf. Diakses pada tanggal 21 April 2018
Gandjar, Ibnu Gholib dan Abdul Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Gritter, R. J., James M. B. dan Arthur E. S. 1991. Pengantar Kromatografi.
Penerbit ITB. Bandung.
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhardi, 2007. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Widada, B. 2000. Pengenalan Alat Kromatografi Gas. Urania. No.23-24. ISSN
0852-4777. Batan.

Kimia Farmasi| 21
Lampiran

Kalibrasi = 5,6 mL
𝟓
Eluen = Methanol 𝟏𝟎𝟎 X 5,6 mL = 0,28 mL
𝟗𝟓
Kloroform 𝟏𝟎𝟎 X 5,6 mL = 5,32 mL

jarak yang ditempuh bercak


Rf sampel noda 1 = jarak yang ditempuh eluen
𝟑 𝐜𝐦
= 𝟔,𝟗 𝐜𝐦

= 0,4348
jarak yang ditempuh bercak
Rf sampel noda 2 = jarak yang ditempuh eluen
𝟑,𝟖 𝐜𝐦
= 𝟔,𝟗 𝐜𝐦

= 0,55

jarak yang ditempuh bercak


Rf Sulfadimidin = jarak yang ditempuh eluen
𝟑,𝟏 𝐜𝐦
= 𝟔,𝟗 𝐜𝐦

= 0,449
jarak yang ditempuh bercak
Rf Sulfadiazin = jarak yang ditempuh eluen
𝟐,𝟒 𝐜𝐦
= 𝟔,𝟗 𝐜𝐦

= 0,3478
jarak yang ditempuh bercak
Rf Sulfametoksazol = jarak yang ditempuh eluen
𝟐,𝟐 𝐜𝐦
= 𝟔,𝟗 𝐜𝐦

= 0,3188

Rf noda 1
Rg sampel noda 1 = Rf pembanding SD
0,4348
= 0,449

= 0,9684

Kimia Farmasi| 22
Rf noda 1
Rg sampel noda 1 = Rf pembanding SZ
0,4348
= 0,3478

= 1,2501
Rf noda 1
Rg sampel noda 1 = Rf pembanding SM
0,4348
= 0,3188

= 1,3638

Rf noda 2
Rg sampel noda 2 = Rf pembanding SD
0,55
= 0,449

= 1,2249
Rf noda 2
Rg sampel noda 2 = Rf pembanding SZ
0,55
= 0,3478

= 1,5814
Rf noda 2
Rg sampel noda 2 =
Rf pembanding S
0,55
= 0,3188

= 1,7252

Kimia Farmasi| 23

Anda mungkin juga menyukai