Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

MODUL 1
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA

Disusun oleh :
Kelompok D/4
Soia Neriyani Budiman 10060316124
Fajar Ferdian Nurhadi 10060316126
Faishal Ahmad Najib 10060316127
Rani Rahmawati 10060316128
Anisa Ashfahany 10060316129

Asisten : ED. Yunisa Mega Pasha, M. Farm., Apt


Tanggal Praktikum : 25 September 2019
Tanggal Pengumpulan : 2 Oktober 2019

LABORATORIUM TERPADU UNIT A


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440H / 2019 M
MODUL 1
PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA

I. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui prinsip dari metode pemeriksaan kadar glukosa yaitu oksidasi
2. Mengetahui kadar glukosa normal pada saat keadaan tertentu yaitu kadar
glukosa sewaktu, glukosa puasa dan glukosa 2jam PP
II. Teori Dasar
2.1 Glukosa Darah
Glukosa tebentuk dari karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai
glikogen di hati dan otot rangka (Joyce, 2007). Glukosa adalah suatu gula enam
karbon yang sederhana. Glukosa dalam makanan sebagian besar terdapat dalam
bentuk disakarida (secara kimiawi terikat ke molekul gula lain) dan sebagai kanji
polisakarida kompleks. Dalam mukosa usus halus, disakarida diuraikan menjadi
monosakarida oleh enzim yang disebut disakaridase. Kanji diuraikan oleh amilase
yang dikeluarkan oleh pankreas dan juga oleh kelenjar air liur. Gula diserap di
usus dalam bentuk monosakarida (Irawan, 2007).
Penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) terjadi akibat asupan makanan
yang tidak kuat atau darah terlalu banyak mengandung insulin. Jika terjadi
peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia), berarti insulin yang beredar tidak
mencukupi atau tidak berfungsi dengan baik (resisten) dan kondisi inilah yang
disebut sebagai DM. Kadar gula darah puasa yang mencapai lebih dari 125 mg/dL
biasanya menjadi indikasi terjadinya diabetes (Joyce, 2007).
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Salah satu hasil
pencernaan karbohidrat adalah glukosa. Setelah diserap oleh usus halus, glukosa
akan segera masuk ke dalam darah. Dari darah, sebagian besar glukosa akan
dibawa ke hati, dan sebagian kecil disimpan dalam otot (Sumardjo, 2006).
Glukosa yang terabsorbsi dalam usus halus ditransport ke hati melalui vena
porta hepatica. Di dalam hati, glukosa disimpan dalam bentuk glikogen atau
dilepas ke dalam darah untuk ditransport ke sel-sel lain. Glukosa dapat diubah
menjadi lemak oleh hati dan jaringan adipose jika ada kelebihan glukosa (Sloan,
2004). Selain berperan sebagai sumber energi utama bagi tubuh, glukosa juga
berperan sebagai sumber energi utama bagi kerja otak (Irawan, 2007).
2.2 Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit dimana terjadi
gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Hal ini diakibatkan oleh
kurangnya sensitivitas otot ataupun jaringan terhadap insulin, yang disebut dengan
resistensi insulin ataupun oleh kurangnya hormon insulin atau disebut dengan
defisiensi insulin (Guyton & Hall, 2007). Diabetes mellitus adalah suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang disebabkan oleh adanya peningkatan
kadar gula glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Bahaya diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan penderita menjadi lemah
ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak komplikasi serius dan
menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Penderita DM menghadapi bahaya
setiap harinya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Glukosa darah
mengandung kadar yang berubah-ubah sepanjang hari terutama pada saat makan,
dan beraktifitas (Syahbudin, 2009).
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe
I (insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan
hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pankreas sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes mellitus tipe II, terjadi akibat
ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar terhadap aktivitas insulin
yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak tercapai kadar
glukosa yang normal dalam darah. Diabetes mellitus tipe II lebih banyak
ditemukan dan meliputi 90% dari semua kasus diabetes di seluruh dunia
(Maulana, 2009).
Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat membuat insulin,
tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan
baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya glukosa
dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah (Gustaviani, 2006).
DeFronzo pada tahun 2009 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, liver
dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis penderita DM
tipe-2 tetapi terdapat organ lain yang berperan yang disebutnya sebagai the
ominous octet. Secara garis besar patogenesis DM tipe-2 disebabkan oleh delapan
hal (omnious octet) berikut :
1) Kegagalan sel beta pancreas
Pada saat diagnosis DM tipe-2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat
berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah
sulfonilurea, meglitinid, GLP-1 agonis dan DPP-4 inhibitor.
2) Liver
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh
liver (HGP=hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja
melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses gluconeogenesis.
3) Otot
Pada penderita DM tipe-2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang
multiple di intramioselular, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga
timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis
glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini
adalah metformin, dan tiazolidindion.
4) Sel lemak
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin,
menyebabkan peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas
(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Penigkatan FFA akan merangsang
proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan
otot. FFA juga akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang
disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoxocity. Obat yang bekerja
dijalur ini adalah tiazolidindion.
5) Usus
Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding
kalau diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek incretin
ini diperankan oleh 2 hormon GLP-1 (glucagon-like polypeptide-1) dan
GIP (glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga
gastric inhibitory polypeptide). Pada penderita DM tipe-2 didapatkan
defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut
incretin segera dipecah oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya
bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja
DPP-4 adalah kelompok DPP-4 inhibitor. Saluran pencernaan juga
mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja ensim
alfa-glukosidase yang memecah polisakarida menjadi monosakarida yang
kemudian diserap oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah
setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja ensim alfa-
glukosidase adalah akarbosa.
6) Sel Alpha Pancreas
Sel B pancreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia
dan sudah diketahui sejak 1970. Sel berfungsi dalam sintesis glukagon
yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat.
Peningkatan ini menyebabkan HGP dalam keadaan basal meningkat secara
signifikan dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat
sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1
agonis, DPP-4 inhibitor dan amylin.
7) Ginjal
Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam pathogenesis DM
tipe-2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh
persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran
SGLT-2 (Sodium Glucose co-Transporter) pada bagian convulated tubulus
proksimal. Sedang 10% sisanya akan di absorbsi melalui peran SGLT-1
pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa
dalam urine. Pada penderita DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2.
Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat
urine. Obat yang bekerja di jalur ini adalah SGLT-2 inhibitor.
Dapaglifozin adalah salah satu contoh obatnya.
8) Otak
Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang
obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang
merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan
ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang
juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 agonis,
amylin dan bromokriptin (DeFronzo, 2009).
2.3 Pemeriksaan Kadar Glukosa
Macam-macam pemeriksaan gula darah
1. Glukosa darah sewaktu
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan setiap waktu sepanjang hari tanpa
memperhatikan makanan terakhir yang dimakan dan kondisi tubuh orang
tersebut. (Depkes RI, 1999 )
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan
Pemeriksaan glukosa darah puasa adalah pemeriksaan glukosa yang
dilakukan setelah pasien berpuasa selama 8-10 jam, sedangkan pemeriksaan
glukosa 2 jam setelah makan adalah pemeriksaan yang dilakukan 2 jam
dihitung setelah pasien menyelesaikan makan. ( Depkes RI, 1999 )
Metode-metode pemeriksaan gula darah (Gustaviani, R., 2006)
1. Metode kimia
metode kimia mengeksploitasi property nonspesifik, mengurangi glukosa
dalam reaksi dengan zat indikator yang berubah warna saat berkurang.
Karena senyawa darah lainnya juga memiliki sifat mengurangi (misalnya,
urea, yang dapat normal pada pasien uremik yang tinggi), teknik ini dapat
menghasilkan pembacaan yang salah dalam beberapa situasi (5 sampai 15 mg
/ dl telah dilaporkan).
2. Metode enzimatik
Glukosa dapat ditentukan kadarnya secara enzimatik, misalnya dengan
penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Prinsip kerja metode ini adalah
Metode enzimatik dibantu enzim-enzim contoh katalase (reaksi Hantz) dan
peroksidase (reaksi trinder). Pereagen yang digunakan menggunakan
pereagen GOD-PAP. Absorbansi λ dan Warna absorbansi metode enzimatik
intensitasnya pada λ 500 nm dengan warna merah (dari H2O2 yang terbentuk
+ peroksidase). Dengan prinsip dasar glukosa dioksidasi oleh oksigen dengan
katalis enzim glukosa oxidase (GOD) akan membentuk asam glukonik dan
hidrogen peroksida (H2O2). Dengan adanya oksigen atau udara, glukosa
dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukuronat disertai pembentukan H2O2.
Enzim peroksidase (POD) mengakibatkan H2O2 membebaskan O2 yang
mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang
sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna
yang terjadi, diukur secara spektrofotometri. Hidrogen peroksida akan
bereaksi dengan 4-aminoantipyrin dan fenol dengan katalis peroksidase
(POD) membentuk quinoneimine dan air. Quinoneimine ini merupakan
indikator yang menunjukan kadar glukosa dalam darah. Berikut ini
persamaan reaksi enzimatik Glukosa oksidase (GOD) mengkatalisasi
oksidasidasi glukosa :
Glukosa + O2 + H2O Asam glukanoat + H2O2
2H2O2 + 4-aminoantipirin + fenol quinoneimina + 4H2O2
Pada reaksi ini terbentuk H2O2 yang dengan peroksidase (POD) akan
bereaksi dengan 2,4 diklorofenol dan 4 amino antipirin. Oksidasi ini menimbulkan
zat warna merah antipirin quinonemine yang intensitasnya sebanding dengan
kadar glukose yang diukur secara fotometrik. Kelebihan dari metode enzimatik
ialah spesifik, presisi tinggi, relatif bebas dari gangguan dan cocok diadaptasikan
untuk otomatisasi. Sedangkan kekurangannya antara lain adanya efek steroid
namun sangat minim karena kadar yang sangat kecil (Nogrady, 1992)
III. Alat dan Bahan Percobaan

Bahan Alat
Aquadest Alat sentrifuga
Sampel serum darah Mikro pipet
Standar 100mg/dL Tabung reaksi
Reagen GOD-PAP Spektrofotometer

IV. Prosedur
Sampel serum disiapkan terlebih dahulu. Kemudian dibuat larutan blangko
dengan mencampur 10µL aquades dengan 1mL reagen GOD-PAP kedalam
tabung reaksi. Kemudian dibuat larutan standar dengan memasukan 10µL standar
dan 1mL reagen kedalam tabung reaksi dan didiamkan selama 10menit dalam
suhu ruangan. Dan dibuat juga larutan sampel dengan memasukan 10µL sampel
serum dan 1mL reagen kedalam tabung reaksi dan didiamkan selama 10 menit
dalam suhu ruangan. Kemudian dilakukan pengukuran nilai absorbansi dengan
menggunakan spektrofotometer. Larutan standar diukur pada panjang gelombang
505nm (492-546nm) dan dibaca nilai absorbansinya kemudian dilakukan
pengukuran pada larutan sampel pada panjang gelombang yang sama dengan
larutan standar dan dibaca niali absorbansinya. Kemudian dilakukan perhitungan
kadar glukosa.

absorbansi uji
kadar glukosa (mg/dL) = × kadar standar
absorbansi standar

V. Data Pengamatan dan Perhitungan


- Nilai Normal Glukosa
Puasa : 70 – 110 mg/Dl
2 jam pp : 40 mg/dL
Sewaktu : <180 mg/dL
5.1 Pengamatan
Darah yang digunakan untuk pengujian merupakan bagian serum yang
berwarna kuning bening.
- Larutan Uji
Larutan Uji bening + aminoantipirin ~> Merah muda
Larutan uji yang asalnya tidak berwarna atau benin berubah warna
menjadi merah muda, dikarenakan penambahan aminoantipirin yang
menghasilkan reaksi warna.
Absorbansi
5.2 Absorbansi
P standar 0,390A
e
Absorbansi uji 1 0,371A
r
Absorbansi uji 2 0,256A
h
Absorbansi uji 3 0,477A
i
Absorbansi uji 4 0,293A
t
Absorbansi uji 5 0,266 A
u
ngan
- Standar: 100 mg/dL
𝑎𝑏𝑠.𝑢𝑗𝑖
 Perhitungan: Glukosa darah (mg/dL) = 𝑎𝑏𝑠.𝑠𝑡𝑑 𝑥 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑡𝑑.

- Kadar Uji
0,371 𝑚𝑔
- Kadar Uji 1 = 0,390 𝑥 100 = 93,13 𝑚𝑔/𝑑𝐿
𝑑𝐿
0,256 𝑚𝑔
- Kadar Uji 2 = 0,390 𝑥 100 = 65,64 𝑚𝑔/𝑑𝐿
𝑑𝐿
0,477 𝑚𝑔
- Kadar Uji 3 = 0,390 𝑥 100 = 122,31 𝑚𝑔/𝑑𝐿
𝑑𝐿
0,293 𝑚𝑔
- Kadar Uji 4 = 0,390 𝑥 100 = 75,13 𝑚𝑔/𝑑𝐿
𝑑𝐿
0,266 𝑚𝑔
- Kadar Uji 5 = 0,390 𝑥 100 = 68,70 𝑚𝑔/𝑑𝐿
𝑑𝑙
93,13+65,64+122,31+75,13+68,70
- Rata – rata = = 85,28 𝑚𝑔/𝐷𝐿
5
Dari hasil rata – rata kadar glukosa sewaktu yang didapatkan yaitu
85,28 mg/dL, dapat dikatakan bahwa kadar glukosa ini normal karena
<180 mg/dL.

- Standar Deviasi

(𝑋𝑛 − 𝑥̅ )2
√∑
𝑛−1

- Simpangan Baku Relatif


𝑆𝑡𝑑. 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
𝑥 100%
𝑈𝑗𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎
- Kadar Uji 1 = 95,13 mg/dL – 85,28 mg/dL = (9,85
mg/dL)2
= 97,02 mg/dL
- Kadar Uji 2 = 65,64 mg/dL – 85,28 mg/dL = (19,64
mg/dL)2
= 385,73 mg/dL
- Kadar Uji 3 = 122,31 mg/dL – 85,28 mg/dL = (37,01
mg/dL)2
= 1369 mg/dL
- Kadar Uji 4 = 75,13 mg/dL – 85,28 mg/dL = (-10,15
mg/dL)2
= 103,02 mg/dL
- Kadar Uji 5 = 68,20 mg/dL – 85,28 mg/dL = (-17,08
mg/dL)2
= 291,38 mg/dL
- ∑ = 2248,37
- Standar Deviasi

2248,37 2248,37
√ =√ = √562,12 = 23,71
5−1 4
- Simpangan Baku Relatif
23,71
𝑥 100% = 27,8%
85,28
Hasil dari perhitungan simpangan baku relative yang didapat yaitu 27,8%.
Ini merupakan keseragaman data, data yang baik jika nilainya <2%.
Karena hasilnya yang terlalu besar, maka dapat dikatakan hasil dari
perhitungan simpangan baku relative ini tidak baik.
VI. Pembahasan
Pada percobaan kali ini akan melakukan pengujian kadar glukosa dalam
darah secara enzimatik menggunakan bahan plasma darah. Metode yang
digunakan dalam uji ini yaitu GOD-PAP. GOD-PAP merupakan reaksi
kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada daerah cahaya yang terlihat oleh
mata. Metode GOD-PAP itu sendiri merupakan suatu metode yang prinsipnya
berdasarkan reaksi antara sisa hidrogen peroksida dengan aseptor oksigen seperti
amonofenazon. Seperti yang kita ketahui, hidrogen peroksida adalah produk lain
terbentuk dari hasil perombakan glukosa menjadi asam glukonat dengan katalisasi
enzim glukosidase. Hidrogen peroksida yang terbentuk adalah sebanding dengan
glukosa yang menjadi prekursor awalnya. Kemudian dengan menambahkan
aseptor oksigen kedalam reaksinya, dalam hal ini aminofenazon.
Untuk menetapkan kadar glukosa pada darah dilakukan dengan
pemeriksaan dengan glukosa darah sewaktu karena pemeriksaan dilakukan ketika
orang yang diambil sampel darahnya tanpa memperhatikan makanan terakhir.
Pemeriksaan sewaktu berbeda dengan pemeriksaan-pemeriksaan lainnya, karena
pemeriksaan sewaktu hanya dapat melihat bagaimana kerja daripada kerja insulin
pada saat itu juga. Sampel darah yang diambil berupa serum darah karena eritrosit
memiliki kadar protein (yaitu hemoglobin) yang lebih tinggi dari pada serum,
sedangkan serum memiliki kadar air yang lebih tinggi sehingga bila dibandingkan
dengan darah lengkap serum melarutkan lebih banyak glukosa.
Kelompok kami membuat larutan uji dengan memasukan yang pertama
serum 10 L menggunakan mikropipet selanjutnya reagent 1 mL. Serum
dimasukan pertama kali karena jumlahnya yang sedikit sehingga ketika ada serum
yang masih tertinggal di mikropipet masih bisa terbilas oleh reagent. Kemudian
didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar untuk memberikan waktu larutan
untuk bereaksi. Serum darah awalnya berwarna kuning bening setelah dicampur
dengan reagent berubah menjadi merah muda bening dikarenakan hidrogen
peroksida yang terbentuk dalam reaksi ini bereaksi dengan 4-aminoantipyrin (4-
Hydroxybenzoic acid). Dengan adanya peroksidase (POD) dan membentuk N-(4-
antipyryl)-P-benzoquinoneimine membentuk larutan warna merah muda.
Pengukuran larutan uji, standard an blanko menggunakan instrument
Spektrofotometri UV-VIS pada panjang gelombang 505 nm karena pada panjang
gelombang itu merupakan panjang gelombang maksimum untuk pengukuran
kadar glukosa darah. Cara memegang kuvet harus diperhatikan, memgang kuvet
harus pada bagian yang buram dikarenakan jika dipegang pada bagian yang
beningnya akan mengganggu absorbansi yang disebabkan adanya protein yang
tertinggal pada kuvet. Pertama yang diukur absorbansinya yaitu larutan blanko
untuk mengetahui besarnya serapan oleh zat yang bukan analit sehingga ketika
larutan uji yang diukur absorbansinya yang hanya terbaca adalah analit.
Kemudian larutan standar dan larutan uji diukur absorbansinya.
Berdasarkan hasil pengamatan setelah didapatkan absorbansi dari masing-
masing sampel kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai glukosa
dalam darah sehingga didapatkan rentang nilai konsentrasi glukosa darah dari
kelompok 1 sampai 5 dengan rata-rata sebesar 85,28 mg/dL. Untuk larutan uji
didapatkan standar defiasi 23,71. Perhitungan standar deviasi untuk menentukan
keseragaman dari hasil absorbansi tiap sampel. Setalah ditemukan hasil dari
perhitungan standar deviasi dimasukan ke rumus standar baku dengan hasil 27,8%
itu artinya sampel uji tidak seragam dikarenakan hasil standar baku yang baik
yaitu < 2%. Beberapa faktor bisa menyebabkan ketidakseragaman yaitu, waktu
larutan untuk bereaksi belum cukup, pengukuran bahan yang tidak akurat dan
faktor suhu yang berubah-ubah.
Berdasarkan dari nilai konsentrasi glukosa darah dapat diketahui bahwa
sampel dalam kondisi normal karena berdasarkan teori darah manusia normal
mengandung glukosa dalam konsentrasi yang konstan yaitu antara 70 – 100
mg/dL darah. Para penderita diabetes memiliki jumlah glukosa darah lebih besar
dari 130 mg/dL. Diabetes sendiri terjadi jika tubuh tidak menghasilkan insulin
hormon yang memberikan sinyal agar gula darah dalam tubuh diubah menjadi
glikogen yang cukup untuk mempertahankan kadar gula darah yang normal atau
jika sel tidak memberikan respon yang tepat terhadap insulin.tetapi hasil ini tidak
bisa dijadikan patokan karena berdasarkan nilai dari standar baku ke lima sampel
tidak seragam jadi bisa saja kondisi sampel hipoglikemia atau hiperglikemia.
VII. Kesimpulan
1. Kadar glukosa darah yang didapatkan dalam percobaan ini sebesar 85,28
mg/dL dan dikategorikan normal namun dengan simpangan relatif 27,8%.
2. Penentuan kadar glukosa dalam darah menggunakan metode enzimatik
GOD PAP dan pemeriksaan glukosa yang dilakukan adalah kadar glukosa
sewaktu.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Gustaviani, R. (2006). Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus.Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Guyton A.C. and J.E. Hall. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Irawan, M. A. (2007). Glukosa dan Metabolisme Energi. Sport Science Brief.
1(6): 12-5.
Joyce Le Fever. (2007). Pedoman Pemeriksaan Labolatorium dan Diagnostik
Edisi 6. Jakarta : ECG.
Maulana, Heri., D. J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Nogrady, Thomas. (1992). Kimia Medisinal Terbitan Kedua. Bandung: Penerbit
ITB.
Ralph A. DeFronzo. (2009). From the Triumvirate to the Ominous Octet: A New
Paradigm for the Treatment of Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes,
58: 773-795
Sloane E. (2004). Anatomi dan fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC. hlm. 291.
Sumardjo, D.D. (2006). Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: EGC
Syahbudin, S. (2009). Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2, Pusat
Diabetes & Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta:
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai