Anda di halaman 1dari 13

PENDAHULUAN

Kehamilan adalah suatu keadaan dimana sesorang mengandung janin dalam rahim karena
sel telur dibuahi oleh spermatozoa. Janin yang terdapat dalam rahim dikenal sebagai jaringan yang
bersifat asing (alogenik) dan berada di dalam tubuh sesorang yang memiliki imunokompeten untuk
menimbulkan suatu reaksi penolakan. Meskipun janin dinggap sebagai benda asing oleh tubuh,
namun sistem imun pada tubuh tidak akan mengalami penolakan sama sekali1

Sistem imun mengacu pada kemampuan tubuh menahan atau mengeliminasi benda asing
atau sel abnormal yang potensial berbahaya. Aktifitas-aktifitas berikut berkaitan dengan sistem
pertahanan imun, yang berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan atau menetralisasi
benda-benda di dalam tubuh yang dianggap asing oleh tubuh normal. Janin merupakan jaringan
yang berada di dalam tubuh seorang ibu yang memiliki imun yang kuat sehingga memungkinkan
untuk menimbulkan respon penolakan.

Bila sistem imun terpapar pada zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respons imun
yang mungkin terjadi, yaitu : respons imun nonspesifik dan respons imun spesifik. respons imun
nonspesifik umumnya merupakan imunitas bawaan ( innate immunity ) dalam arti bahwa respons
terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah terpapar pada zat
tersebut. Respons imun spesifik merupakan respons imun didapat ( acquired ) yang timbul
terhadap antigen tertentu.

Dibanding respons imun nonspesifik, respons imun spesifik mempunyai kelebihan berupa
diversitas sangat besar, tingkat spesialisasi tinggi dan memiliki memori. Kedua jenis respons di
atas saling meningkatkan efektivitas dan menunjukkan bahwa respons imun yang terjadi
sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat dalam
sistem imun

1
TINJAUAN PUSTAKA

Fungsi imunologi

Kehamilan berhubungan dengan supresi dari fungsi sel humoral dan cell-mediated
immunologic. Hal ini memperbolehkan akomodasi dari “benda asing” jaringan fetal yang bersifat
semialogenik yang mencakup antigen dari maternal maupun paternal. Toleransi ini dapat muncul
pada hubungan maternal-fetal dan belum dapat dijelaskan secara komprehensif. Toleransi ini
bersifat kompleks dan mencakup beberapa sistem imun adaptif pada desidua uterus, dan juga
trofoblas. Adaptasi imun yang mempromosikan imun dan proteksi pada hubungan fetal maternal
mencakup ekspresi dari molekul Major Histocompatibility Complex (MHC) pada trofoblas.2

Imunitas bawaan

Mikroorganisme yang berhasil memasuki organisme akan bertemu dengan sel dan
mekanisme sistem imun bawaan. Respon imun bawaan biasanya dijalankan ketika mikroba
diidentifikasi oleh reseptor pengenal susunan, yang mengenali komponen yang diawetkan antara
grup mikroorganisme. Pertahanan imun bawaan tidak spesifik, berarti bahwa respon sistem
tersebut terhadap patogen berada pada cara yang umum. Sistem ini tidak berbuat lama dalam
penghabisan imunitas terhadap patogen. Sistem imun bawaan adalah sistem dominan pertahanan
seseorang.3

Imunitas adaptif

Imunitas adaptif membuat adanya respon imun yang lebih kuat dan juga membentuk suatu
memori imunologikal, yang tiap pathogen akan diingat oleh tanda antigen. Respon imun adaptif
spesifik-antigen membutuhkan pengenalan antigen "bukan sendiri" yang spesifik selama proses
disebut presentasi antigen. Spesifisitas antigen menyebabkan generasi respon yang disesuaikan
pada patogen atau sel yang terinfeksi patogen. Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh oleh "sel
memori". Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali, sehingga sel memori tersebut
digunakan untuk segera mengenali dan memusnahkannya. 3

2
Limfosit

Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial dari leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel T
adalah tipe utama limfosit yang berasal dari sel batang hematopoietik pada sumsum tulang. Sel B
ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular.

Hubungan sel T dengan Major


Histocompatibility Complex (MHC) kelas I
atau MHC kelas II, dan antigen. Baik sel B
dan sel T membawa molekul reseptor yang
mengenali target spesifik. Sel T mengenali
target bukan diri sendiri, seperti patogen,
hanya setelah antigen (fragmen kecil
patogen) telah diproses dan disampaikan
pada kombinasi dengan reseptor "sendiri"
yang disebut molekul MHC. Terdapat dua
subtipe utama sel T yaitu sel T pembunuh Gambar 1. Sel T dan Sel B dalam melawan patogen
dan sel T pembantu. Sel T pembunuh hanya
mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T pembantu hanya
mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Dua mekanisme penyampaian
antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor adalah sel
T γδ yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor MHC.

Reseptor antigen sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali
semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki antibodi yang
berbeda, sehingga kumpulan reseptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua antibodi
yang dapat diproduksi oleh tubuh. 3

Limfosit T

1)Sel T pembunuh

Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel yang membawa antigen asing atau
abnormal di permukaan mereka.

3
Sel T pembunuh adalah sub-grup
dari sel T yang membunuh sel yang
terinfeksi dengan virus (dan patogen
lainnya), atau merusak dan mematikan
patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel T
mengenali antigen yang berbeda. Sel T
pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel T
mereka melekat pada antigen spesifik pada
kompleks dengan reseptor kelas I MHC Gambar 2. Reseptor sel T melekat pada reseptor MHC
dari sel lainnya. Pengenalan MHC ini
(kompleks antigen) dibantu oleh co-reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling
pada tubuh untuk mencari sel yang reseptor I MHC mengangkat antigen. Ketika sel T yang aktif
berhubungan dengan sel yang terinfeksi, sitotoksin akan dikeluarkan dan akan membentuk pori
pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan toksin masuk, sehingga hal ini menyebabkan
sel mengalami apoptosis. Sel T pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T
membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau penambahan aktivasi sinyal
yang disediakan oleh sel T pembantu.

2)Sel T pembantu

Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif serta membantu
menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat pada patogen khusus. Sel T pembantu
tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan
patogen secara langsung, namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan sel lain
untuk melakukan tugas tersebut.

Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali antigen melilit pada
molekul MHC kelas II. MHC:antigen kompleks juga dikenali oleh reseptor sel pembantu CD4
yang merekrut molekul didalam sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T. Sel T
pembantu memiliki hubungan lebih lemah dengan MHC:antigen kompleks daripada pengamatan
sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300) pada sel T pembantu yang harus dililit

4
pada MHC:antigen untuk mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan
dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Aktivasi sel T pembantu juga membutuhkan durasi
pertempuran lebih lama dengan sel yang memiliki antigen. Aktivasi sel T pembantu yang
beristirahat menyebabkan dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyal
sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi mikrobisidal makrofag dan
aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T pembantu menyebabkan molekul diekspresikan pada
permukaan sel T, seperti CD154, yang menyediakan sinyal stimulasi ekstra yang dibutuhkan untuk
mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.

3)Sel T γδ

Sel T γδ memiliki reseptor sel T alternatif yang berlawanan dengan sel T CD4+ dan CD8+
(αβ) dan berbagi karakteristik dengan sel T pembantu, sel T sitotoksik dan sel NK. Kondisi yang
memproduksi respon dari sel T γδ tidak sepenuhnya dimengerti. Seperti sel T 'diluar kebiasaan'
menghasilkan reseptor sel T konstan, seperti CD1d yang dibatasi sel T pembunuh alami, sel T γδ
mengangkang perbatasan antara imunitas adaptif dan bawaan. Sel T γδ adalah komponen dari
imunitas adaptif karena mereka menyusun kembali gen reseptor sel T untuk memproduksi
perbedaan reseptor dan dapat mengembangkan memori fenotipe. Berbagai subset adalah bagian
dari sistem imun bawaan, karena reseptor sel T atau reseptor NK yang dilarang dapat digunakan
sebagai reseptor pengenalan latar belakang, contohnya, jumlah besar respon sel T Vγ9/Vδ2 dalam
waktu jam untuk molekul umum yang diproduksi oleh mikroba, dan melarang sel T Vδ1+ T pada
epithelium akan merespon untuk menekal sel epithelial. Sebuah antibodi terbuat dari dua rantai
berat dan dua rantai ringan. Variasi unik daerah membuat antibodi mengenali antigen yang cocok.

b. Antibodi dan limfosit B

Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan melekat pada antigen
asing. Antigen/antibodi kompleks ini diambil oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke peptid.
Sel B lalu menampilkan peptid antigenik pada permukaan molekul MHC kelas II. Kombinasi
MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang cocok, yang melepas limfokin dan mengaktivkan
sel B. Sel B yang aktif lalu mulai membagi keturunannya (sel plasma) mengeluarkan jutaan kopi
limfosit yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut diedarkan pada plasma darah dan limfa,
melilit pada patogen menunjukan antigen dan menandai mereka untuk dihancurkan oleh aktivasi

5
komplemen atau untuk penghancuran oleh macrophage. Antibodi juga dapat menetralisir
tantangan secara langsung dengan melilit toksin bakteri atau dengan mengganggu reseptor yang
digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel. 3

Molekul MHC

Pada manusia terdapat 3 macam


molekul MHC kelas I polimorfik, yaitu
HLA-A, HLA-B, dan HLA-C. Molekul
MHC kelas I terdiri dari rantai berat a
polimorfik yang berpasangan nonkovalen
dengan rantai nonpolimorfik b2-
mikroglobulin yang bukan dikode oleh gen
MHC. Rantai a yang mengandung 338 asam
amino terdiri dari 3 bagian, yaitu regio
hidrofilik ekstraselular, regio hidrofobik
transmembran, dan regio hidrofilik
Gambar 3. CD 8 sebagai Co-Reseptor sel Tc
intraselular. Regio ekstraselular
membentuk tiga domain al, a2, dan a3. Domain a3 dan b2-mikroglobulin membentuk struktur yang
mirip dengan imunoglobulin tetapi kemampuannya untuk mengikat antigen sangat terbatas.

Molekul MHC kelas I terdapat pada hampir semua permukaan sel berinti mamalia, yang
berfungsi untuk presentasi antigen pada sel T CD8 (pada umumnya Tc). Oleh karena itu perlu
terdapat ekspresi MHC kelas I di timus untuk maturasi CD8.

Pada manusia terdapat 3 macam molekulα MHC kelas II polimorfik, yaitu HLA-DR, HLA-
DQ, dan HLA-DP. Molekul MHC kelas II terdiri dari 2 rantai polimorfik a dan b yang terikat
secara nonkovalen, dan masing- masing terdiri dari 229 dan 237 asam amino yang membentuk 2
domain. Seperti halnya rantai a MHC kelas I, maka rantai a dan b kelas II terdiri dari regio
hidrofilik ekstraselular, regio hidrofobik transmembran, dan regio hidrofilik intraselular. Selain itu
terdapat pula rantai nonpolimorfik yang disebut rantai invarian, berfungsi untuk pembentukan dan
transport molekul MHC kelas II dengan antigen.

6
Molekul MHC kelas II terdapat pada sel makrofag dan monosit, sel B, sel T aktif, sel
dendrit, sel Langerhans kulit, dan sel epitel, yang umumnya timbul setelah rangsangan sitokin.
Fungsi molekul MHC kelas II adalah untuk presentasi antigen pada sel CD4 (umumnya Th) yang
merupakan sentral respons imun, karena itu sel yang mempunyai molekul MHC kelas II umumnya
disebut sel APC (antigen presenting cells). Molekul MHC kelas II perlu terdapat dalam timus
untuk maturasi sel T CD4.

Terdapat beberapa molekul MHC lain yang dikode pula tetapi mempunyai fungsi yang
berbeda dengan molekul MHC kelas I dan II. Suatu daerah dalam MHC yang dikenal sebagai regio
MHC kelas III mengkode sejumlah protein komplemen (C2, B, C4A, C4) dan enzim sitokrom
p450 2l-hidroksilase. Selain itu terdapat pula gen sitokin TNF a dan b, atau gen lain yang
mengkode molekul yang berfungsi untuk pembentukan dan transport molekul MHC dalam sel.

Tiap HLA memiliki kemampuan untuk mengikat fragmen peptida pada peptide binding
site-nya. Masing-masing HLA memiliki peptide binding site yang bentuknya berbeda, sehingga
fragmen peptida yang akan terikat juga akan berbeda. Hal ini sangat ditentukan oleh protein HLA
yang dikoding oleh kromosom 6. Seorang manusia akan menerima gen yang berasal dari kedua
orang tuanya. Satu gen yang berasal dari ayah dan satu gen yang berasal dari ibu. Oleh karena itu,
apabila MHC kelas I terdapat 3 lokus gen dan MHC kelas II memiliki 3 lokus gen, maka setiap
individu akan memiliki 6 jenis MHC kelas I dan 6 jenis MHC kelas II. Saat ini diketahui tiap lokus
gen HLA memiliki beberapa alel, contohnya HLA-A dapat memiliki 115 alel, sementara HLA-B
dapat memiliki 301 alel. Oleh karena itu, gen HLA dikenal sebagai sistem gen yang bersifat paling
polimorfik bagian yang polimorfik ini justru umumnya terdapat pada peptide binding site. Oleh
karena itu, tiap jenis HLA dari alel yang berbeda dapat mengikat fragmen peptida yang berbeda
pula. Selain bersifat polimorfik, HLA akan diekspresikan secara kodominan, yang berarti apabila
seseorang memiliki 6 jenis MHC kelas I, maka keenam-enamnya akan diekspresikan pada setiap
permukaan sel somatic. 4

Imunologi dalam kehamilan

Hubungan fetal - maternal

Keberlangsungan hidup implant fetal yang bersifat semialogenik membutuhkan interaksi


kompleks antara trofoblas fetal dengan sel imum maternal. Hubungan antara fetal dan maternal

7
tidak hanya hubungan pasif, melainkan interaksi aktif yang memperbolehkan implantasi dan
perkembangan plasenta serta menjaga imunotoleran dari fetus. Selain itu, sistem imun yang
fungsional harus dijaga untuk melindungi ibu. 5

Immunogenicity dari trofoblas

Sel trofoblas merupakan satu satunya sel fetus yang berhubungan dengan jaringan dan juga
darah maternal. Sinsitiotrofoblas mensintesis dan mensekresi beberapa faktor yang mengurangi
respon imun pada sel maternal baik di tempat implantasi maupun sistemik.

Human Leukocyte Antigens (HLA) merupakan analog manusia dari Major


Histocompatibility Complex (MHC). Terdapat 17 HLA gen kelas I, mencakup 3 gen klasik, HLA-
A, -B, dan –C yang membentuk antigen transplantasi kelas Ia. Tiga gen kelas 1 lainnya yaitu HLA-
E, -F, dan –G membentuk antigen HLA kelas Ib. Antigen MHC kelas 1 dan 2 tidak ditemukan
pada vili trofoblas dan bersifat tidak aktif pada semua stase gestasi. Tetapi, sitotrofoblas ekstravili
yang menginvasive ke jaringan maternal akan mengekspresikan molekul MHC kelas 1. Terdapat
penelitian yang menjelaskan bahwa implantasi normal tergantung dari invasi trofoblas ke desidua
maternal dan arteri spiralis. Implantai tersebut dapat menyediakan perkembangan fetal normal dan
juga pertumbuhannya namun terdapat mekanisme yang mengatur kedalaman invasi. Sel dNK yang
digabung dengan ekspresi unik dari 3 gen HLA kelas I pada sitotrofoblas ekstravili bertindak
sebagai pengatur invasi dari trofoblas.

Antigen kelas 1 di sitotrofoblas ekstravili diatur oleh ekspresi HLA- C dan HLA kelas 1b
dari HLA-E dan HLA-G. Antigen HLA-G hanya ada pada manusia, ekspresinya terbatas pada
sitotrofoblas ekstravili yang berdekatan dengan jaringan maternal. Embrio yang digunakan untuk
fertilisasi in vitro tidak akan melekat apabila tidak mengekspresikan HLA-G yang dapat larut. Oleh
sebab itu dapat disimpulkan bahwa HLA-G dapat mengatur hubungan yang tidak sesuai antara
antigen maternal dan fetal. HLA-G mempunyai peran penting untuk menjaga trofoblas ekstrafili
dari penolakan imun melalui fungsi dNK. 5

Sel imun desidua

Sel natural killer merupakan jenis leukosit yang paling sering ditemukan pada fase
midluteal di endometrium dan pada desidua pada trimester pertama. Pada trimester pertama

8
desidua, sel dNK berdekatan dengan trofoblas ekstravili dan mengatur invasi. dNK mempunyai
fenotipe yang dikarakteristik sebagai CD56 dengan densitas tinggi atau adhesi molekul sel neural.
Infiltrasi akan meningkat akibat produksi progesterone dan IL-15 serta prolactin desidua.
Meskipun sel dNK mempunyai kapasitas untuk sitotoksisitas, sel dNK tidak bersifat toksik
terhadap trofoblas fetal. Potensi sitotoksik dapat dihalangi oleh molekul dari makrofag desidua.
Sebagai tambahan, ekspresi dari molekul HLA spesifik melindungi terhadap dNK. Selain itu, sel
dNK berfungsi untuk mecegah trofoblas menginvasi dengan tujuan melindungi maternal. 5

Sel dNK ditemukan banyak pada endometrium dan desidua. Beberapa penelitian juga
menjelaskan bahwa fungsi sel dNK dan interaksi dengan fetal yang berasal dari trofoblas dapat
mempunyai dampak terhadap kehamilan. Sel dNK pada uterus mempunyai fenotipe unik
dibandingkan sel dNK yang berada pada darah dan kemungkinan hal ini disebabkan oleh
lingkungan jaringan spesifik tempat mereka berasal. Pada beberapa penyakit tertentu dapat
ditemukan peningkatan aktifitas sel dNK dan juga penurunan fungsi dari sel dNK. Dapat
disimpulkan bahwa harus terdapat keseimbangan antara fetal yang berasal dari jaringan trofoblas
dengan sel desidua maternal untuk dapat membuat perkembangan dan pertumbuhan fetal yang
baik.

Dari sel tipe lainnya, decidual macrophages berbeda dari proinflamasi M1 atau makrofag
antiinflamasi M2. Makrofag desidual mengekspresikan reseptor komplemen CD11c pada kadar
tinggi atau rendah : CD11cHI dan CD11cLO. Fungsi dari sel ini adalah untuk mengatur regulasi
respon sel T adaptif.sehingga dapat mengatur diferensiasi, aktifasi, dan sitotoksisitas dari dNK,
serta memproduksi sitokin antiinflamasi seperti IL-10 untuk menjaga toleransi fetal dan inhibisi
respon imun yang membahayakan.

Sel dendritic merupakan sel yang mempresentasikan antigen terhadap sel T. Sel ini
memainkan peran penting dalam perkembangan endometrium reseptif untuk implantasi. Sel T
maternal sebagai bagian dari respon imun adaptif, akan meningkat jumlah dan fungsinya setelah
berhubungan dengan antigen spesifik. Populasi spesifik dari sel Treg tetap bertahan dan dapat
melindungi terhadap respon imun yang menyimpang. Saat kehamilan, terjadi ekspansi sistemik
dari populasi sel Treg. 6

9
Toll Like Receptors (TLR) dan kehamilan

Sampai saat ini, pengetahuan tentang peran toll like reseptor saat kehamilan belum banyak.
Sel trofoblas dari plasenta mengekspresikan TLR 1 - 10 pada level RNA. TLR – 2 dan TLR – 4
diekspresikan pada level protein. Penemuan ini menjelaskan bahwa sel trofoblas mungkin
berinteraksi terhadap mikroorganisme yang dipresentasikan pada tempat implantasi dan
menginisiasi respon imun. Oleh sebab itu trofoblas juga berfungsi sebagai sistem imun yang
didapat. Terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa pada trimester pertama, TLR-2 dan TLR-4
dieskpresikan dengan kadar yang sangat tinggi. Sel sinsitiotrofoblas tidak mengekspresikan TLR,
hal ini menjelaskan bahwa plasenta merupakan penghalang fungsional yang berperan sebagai
protektor dari fetus terhadap infeksi. Dapat disimpulkan bahwa mikroorganisme hanya akan
menjadi ancaman pada fetus apabila lapisan dari TLR-negative sinsitiotrofoblas tercapai dan
pathogen memasuki desidua atau vili plasenta. Oleh sebab itu, plasenta dapat membedakan
mikroorganisme pathogen dan komensal saat kehamilan. 7

IL-10 dan kehamilan

Ekspresi IL-10 banyak ditemukan pada sel yang terletak pada hubungan maternal-fetal.
Jaringan plasenta mengeskpresikan IL-10 tergantung dari usia gestasi, dengan ekpresi yang kuat
pada awal kehamilan dan menurun bersamaan dengan usia kehamilan. Ekspresi IL-10 juga
ditemukan pada desidua, terutama pada stase awal kehamilan. Sebagai tambahan pada ekspresi
dari plasenta dan desidual, IL-10 juga diekspresikan oleh beberpa sel hematopoetic yang
ditemukan pada hubungan maternal – fetal, mencakup makrofag, sel dNK, dan sel T. IL-10
memegang peran untuk menjaga kehamilan dari aborsi spontan. Terdapat penelitian pada tikus
dengan hasil bahwa apabila produksi IL-10 diturunkan maka insidensi dari abortus spontan juga
ikut meningkat. Ekspresi IL-10 juga berhubungan dengan proses plasentasi. Mediator utama dari
invasi trofoblas adalah Matrix Metalloproteinase (MMP). IL-10 merupakan mediator dari aktifitas
MMP. Selain itu IL-10 juga memegang peranan penting memberikan efek protektif terhadap fetal
dengan menginduksi ekspresi HLA-G yang menekan sitotoksisitas sel dNK.7

10
Pengaruh Th1/Th2 pada kehamilan normal

Mekanisme efektor Th1-dependent seperti


Cytotoxic T Lymphocyte (CTL) memainkan peran
penting dalam penolakan allograft. Produksi
sitokin tipe Th2 atau sitokin seperti TGF-beta dan
IL-10 berhubungan dengan induksi dari toleransi
allograft. Berdasarkan penemuan ini, terdapat Gambar 4. Keseimbangan pada kehamilan

hipotesis bahwa efek proteksi fisiologis dari normal dan abnormal.


penolakan maternal disebabkan oleh respon Th2 pada hubungan maternal – fetal.

Pada penelitian manusia, kadar Th1/Th2 di darah perifer masih kontroversi, karena metode
dari deteksi rasio Th1/Th2 berbeda beda. (tabel 1). 7 8 9

Tabel 1. Kadar Th1/Th2 pada kehamilan normal

11
Makrofag dan kehamilan

Pada analisa histologi terhadap plasenta normal menunjukkan jumlah makrofag dalam
jumlah banyak. Makrofag merupakan satu dari sel yang ditemukan pada maternal dan kompartmen
fetal. Pada minggu pertama implantasi, makrofag ditemukan meningkat pada desidua maternal dan
di jaringan maternal yang berdekatan dengan plasenta. Infiltrasi dari makrofag pada hubungan
antara fetal dan maternal menunjukkan bahwa sel makrofag juga berperan pada fungsi spesifik
terkait kehamilan. Makrofag mensintesis dan mensekresi sitokin dan juga growth factors yang
memerintah interaksi antar sel lokal dengan jaringan.7

Makrofag juga ditemukan berdekatan dengan arteri spiralis saat invasi trofoblas dan
transformasi. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa perubahan distribusi makrofag dapat
terjadi pada kondisi patologis seperti preeklampsia. Sementara pada kehamilan normal, makrofag
ditemukan di stroma yang mengelilingi arteri spiralis dan trofoblas ekstravili, pada preeklampsia
makrofag ditemukan didalam dan disekeliling arteri spiralis, letaknya terpisah dari sel trofoblas.
Pada kehamilan normal, makrofag berfungsi sebagai sel pendukung dengan memfasilitasi invasi
trofoblas melalui tempat perlekatan plasenta. 9

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro H. Dasar – dasar imunologi dalam bidang kebidanan. Ilmu Kebidanan. Edisi
Keempat. 2016. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo; Jakarta. Hal 97-98
2. Bouteiller PL, Bensussan A. Up-and-down immunity of pregnancy in humans.
F1000Research. 2017
3. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Basic Immunology : Functions and Disorders of the
immune system 5th ed. Elsevier. 2015
4. Doan T, Melvoid R, Viselli S, Harvey RA. Lippincott Illustrated Reviews : Immunology
2nd ed. Lww;Second,North American Edition. 2012
5. Cunningham GF, Leveno KJ. Bloom SL. Placentation, Embryogenesis, And Fetal
Development. 2018. Williams Obstetrics, 25th ed. McGraw-Hill Education. United States.
Hal 97-98
6. Christopher WG, Redman IL. Immunology of Normal Pregnancy and Preeclampsia.
Chesley’s Hypertensive Disorders in Pregnancy. 2016
7. Mor G. Immunology of Pregnancy. Springer. 2006
8. R John, J Charles, at al. Inflammation and Pregnancy. Available at
https://www.researchgate.net/publication/23999201_Inflammation_and_Pregnancy/down
load. Accessed on March 12, 2019.
9. Bartho S. Immunological relationship between the mother and the fetus. International
reviews of immunology. 2002

13

Anda mungkin juga menyukai