Anda di halaman 1dari 38

No.

RM : 20-70-95
Tanggal pemeriksaan : 24 November 2015/ 20.00 WITA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. C
Tanggal/Jam Lahir : 03 November 2015 / pukul 13.00 WITA
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 21 hari
Cara Persalinan : Dukun beranak
BBL : 3100 gram
BBS : 3300 gram
Alamat : Campalagian
Ibu Ayah
Nama Ny. A Tn. P
Umur 22 th 24 th
Pendidikan/Berapa tahun SMP SMA
Pekerjaan Ibu rumah tangga Tani

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bayi tampak kuning
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit, ibu penderita melihat bayinya tampak
kuning. Warna kuning tampak pertama kali pada mata dan muka yang semakin lama
semakin kuning, kemudian menyebar ke badan, tungkai dan lengan namun tidak sampai
ketelapak tangan ataupun kaki. Bayi tampak gerakan aktif, menangis kuat dan menetek
seperti biasa. Keluhan kuning tidak disertai dengan panas badan namun orang tua
mengatakan bahwa bayinya sempat kejang satu kali selama 1 menit, kejang seluruh
anggota badan, setelah kejang bayi sadar. Buang air besar tidak tampak seperti dempul
namun buang air kecil tampak seperti teh pekat. Karena keluhannya maka penderita
dibawa ke RS.

Neonatologi Page 1
Riwayat Kehamilan dan Persalinan Sekarang :
Ibu pasien mengaku ini adalah kehamilannya yang pertama. Ibu pasien
mengetahui kehamilannya saat kandungan berumur 1 bulan. Ibu pasien melakukan
pemeriksaan kehamilan ke Bidan dan kontrol secara tidak teratur selama 3 kali selama
kehamilan. HPHT 05/02/2015. Ibu pasien mengaku pernah menderita sakit (sakit kepala
karena tidak bisa tidur) saat hamil. Ibu mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan
atau jamu saat hamil selain yang diresepkan dari puskesmas berupa vitamin yang
berwarna merah. Riwayat perdarahan (-), tekanan darah tinggi (-), kencing manis (-). Ibu
pasien mengaku selama mengontrol kehamilannya tekanan darahnya selalu normal yaitu
berkisar antara 110 / 60 mmHg. Kaki bengkak disangkal (-).
Bayi lahir di tolong Dukun beranak tangis (+) merintih lemah, sianosis (+),
tampak sesak (-), retraksi (-), hipotermi (+). BL 3100 gram. Kelainan letak atau penyulit
lainnya (-), ketuban bercampur mekonium (?) . Suntikan vit K dan salep mata (-). Bayi
lahir dalam kondisi cukup bulan.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat Penyakit Jantung (-), Hipertensi (-), Ginjal (-), Asma (-)

Riwayat Nutrisi Ibu:


Ibu bayi mengaku selama hamil nafsu makan baik, Selama kehamilan berat badan ibu
naik 8 kg. mual muntah hampir tidak dirasakan. Ibu mengaku terutama mengkonsumsi
nasi, bubur, buah-buahan dan sayur. Lauk yang tersedia berupa tahu, tempe, ikan dsb.

Riwayat Sosio ekonomi


Ibu bayi tinggal di rumah berlima bersama suami dan orang tuanya. Sehari-hari Ayah
bayi bekerja sebagai Petani. Penghasilan perbulan kurang lebih 800 ribu – 1 jt rupiah.

Neonatologi Page 2
III. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : ringan
 Kesadaran : Siaga
Gerak aktif, menangis kuat, stridor (-), apneu (-)
Anemis (-), ikterik (+) kramer IV, sianosis (-)

1. Tanda – Tanda Vital :


 Suhu : 36,0 oC
 DJ : 140 x/menit
 Respirasi : 46 x/menit, reguler, retraksi (-)
 CRT : < 2 detik.
2. Menilai Pertumbuhan :
 Berat Badan : 3300 gram
 Panjang Badan : 48 cm
 Lingkar Kepala : 33 cm
3. Penampakan Umum :
 Aktivitas : Bangun
 Warna Kulit : Kuning
 Cacat Bawaan yang Tampak : (-)
4. Kepala
Bentuk kepala : normocephali, kelainan (-), fontanella terbuka datar, sutura
normal, caput succedaneum (-), dan cephal hematom (-),
Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterus (+), pupil isokor, Refleks cahaya +/+,
miosis (-), midriasis (-), sekret mata (-)
Telinga: dalam batas normal
Hidung: pernapasan cuping hidung (-)
Mulut: Mukosa sianosis (-).
Kulit kuning pada wajah (+).

Neonatologi Page 3
5. Leher
pembesaran kel. Tiroid (-).
Pembesaran KGB (-).
7. Thoraks
Inspeksi : dinding dada simetris, retraksi dinding dada (-).
Palpasi : tampak kuning (+).
Auskultasi :
Cor: S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
Pulmo: bronkovesikuler +/+, rh -/-, wh -/-
Penilaian pernapasan : napas teratur (+), stridor (-), tarikan dinding dada(-),
sianosis (-). Kulit kuning (+).
9. Abdomen
Inspeksi : distensi (-), organomegali (-), kelainan congenital (-), tali pusat bersih
tanda-tanda radang (-).
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : massa (-), supel (+), hepar-lien tidak teraba.
Perkusi : timpani (+) diseluruh lapang abdomen
11. Uro- Genitalia
Normal, Hipospadia (-), epispadia (-), hidrokel (-)
12. Anus dan rektum
Anus (+), feses kuning kehijauan
13. Ekstremitas
Kelainan bentuk (-), tonus otot normal, edema (-). Icterus (-).
14. Kulit
Ikterus (+), ruam (-), pustula (-)
Turgor kulit normal
Kelainan kulit lainnya (-)
15. Vertebrae
Kelainan (-)
16. Refleks
Grasp (+), Refleks hisap kuat, moro (+), babinsky (+/+)

Neonatologi Page 4
VIII. Pemeriksaan Penunjang
tgl 24 November 2014
Darah rutin
 Leukosit : 18.000
 HB : 7,1 g/dL
 HT : 20,3 %
 MCV : 92,7
 MCH : 32,4
 MCHC : 35,0
 Trombosit : 519.000
GDS : 126 mg/dL
Enzim hati
 SGOT : 153 U/L
 SGPT : 52 U/L
Bilirubin :
 Bilirubin Total : 12,03 mg/dL
 Bilirubin direct : 6,47 mg/dL

IX. Diagnosis Kerja


- Hiperbilirubinemia Neonatorum
- Anemia
- Observasi Konvulsi
X. Rencana Terapi IGD
 ASI tiap 2 jam.
 IVFD D 5% 12 tpm mikro drips
 Visillin SX (tdk di berikan di IGD)
 Ampicillin 110 mg/8 jam i.v
 Gentamicin 9 mg/12jam i.v
 Vit K 1mg/24 jam i.m

Neonatologi Page 5
FOLLOW UP
Hari/ tgl S O A P
I  Lemah  RR: 46 x/m -Ikterus ASI tiap 2 jam
25/01/2014  Menangis (+)  HR: 140 x/m patalogis IvfdD5%10tpm.mikro
merintih  T : 36.0 C -Anemia Visillin 110mg/8jam
 Respon (+)  SpO2: 99% (tanpa Gentamicin9mg/12jam
 Ikterus (+) O2) Vit K 1mg i.m
 Demam (+).  Kulit kemerahan PRC 50cc
 Retraksi (-) Setelah tranfusi
furosemid 3mg i.v
 Sianosis (-)
Pct inf 40mg/6jam
 BB: 3300 g

II  Aktifitas (+) RR: 56 x/m -Ikterus  Lanjut


20/07/2012  Menangis (+) N: 130x/m patalogis  Saran rujuk
merintih T : 35,4 C -Anemia
 Respon (+). SpO2: 98%
 Kulit kekuningan
(+), Retraksi (-).
BB: 3300 g

Neonatologi Page 6
Tinjauan Pustaka
HIPERBILIRUBINEMIA

Pendahuluan
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat
dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia
menyebabkan bayi terlihat bewarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen
Bilirubin (4Z, 15 Z bilirubin IX alpha) yang bewarna ikterus pada sklera dan kulit.
Isomer bilirubin ini berasal dari degradasi heme yang merupakan komponen hemoglobin
mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi secara optimal,
sehingga proses glukuronidasi bilirubin tidak terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan
menyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di dalam darah. Pada kebanyakan bayi
baru lahir, hiperbilirubinemia tak terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang
normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara berlebihan
sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan dapat menyebabkan kematian dan bila
bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele
neurologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning, harus dibedakan
apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau patologis serta
dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi
hiperbilirubinemia yang berat.
Pengertian
Ikterus neonatorum
Adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan
sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonyugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis
akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL.

Hiperbilirubinemia
Adalah terjadinya peningkatan kadar plasma bilirubin 2 standar deviasi atau lebih dari
kadar yang diharapkan berdasarkan umur bayi atau lebih dari persenti190.

Neonatologi Page 7
Ikterus fisiologis
Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu
pertama > 2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin
akan mencapai sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun
cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar I mg/dL selama 1
sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak
akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat.
Bisa terjadi dalam waktu 2-4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi
kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan
puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak
diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran
fisiologis bahkan hingga 15 mg/Dl tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin. Kadar
normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4 sampai 1,9 mg/dL.
Ikterus non fisiologis
Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus fisiologis.
Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut.
1. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
3. Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dL/jam)
4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah, letargis,
malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu
yang tidak stabil).
5. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup hulan, atau setelah 14 hari pada
bayi kurang bulan.

Bilirubin ensefalopati dan kernikterus


Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang timbul
akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai
nuklei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir dan
dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah Kern ikterus adalah
perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa

Neonatologi Page 8
daerah di otak terutama di ganglia basalis pons dan serebelum. Kern ikterus digunakan
untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin.
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan ikterus
berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap buruk. sedangkan pada fase
intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk
selanjutnya bayi akan demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan
hipotoni. Manifestasi Hipertonia dapat berupa rerrocullis dan opistotonus.
Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati,
bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebal palsy yang
berat, gangguan pendengaran, displasia dental-enamel, paralisis upward gaze.

Patofisiologi
pembentukan bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir
dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi. Langkah
oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan bantuan enzim
heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan
organ lain. Pada reaksi tersebut juga terbentuk besi yang digunakan kembali untuk
pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO), yang diekskresikan ke dalam
paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin
reduktase. (gambar 1).

Neonatologi Page 9
Gambar 9.1 Metabolisme Bilirubin

Sumber : MacMahon Jr, dkk'


Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan diubah menjadi bilirubin
melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik
dan terikat dengan hidrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut Jika tubuh akan
mengekskresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme
heme haemoglobin dari eritrosit sirkulasi. Satu gram hemoglobin akan menghasilkan 34
mg bilirubin dan sisanya ( 25%) disebut early labelled bilirubin yang berasal dari
pelepasan hemoglobin karena eritropoesis yang tidak efektif didalam sumsum tulang,
jaringan yang mengaridung protein heme (mioglobin, sitokrom,katalase, peroksidase) dan
heme bebas.
Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/kgBB/hari, sedangkan orang
dewasa sekitar 3-4 mg/kgBB/hari. Peningkatan produksi bilirubin pada bayi baru lahir
disebabkan masa hidup eritrosit bayi lebih pendek (70-90 hari) dibandingkan dengan
orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, turn over sitokrom yang

Neonatologi Page 10
meningkat dan juga reabsorbsi bilirubin dari usus yang meningkat (sirkulasi
enterohepatik).

Transportasi bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya
dilepaskan ke sirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai
kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang
rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang. Bilirubin yang terikat pada albumin
serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan
ditransportasi ke sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki
susunan saraf pusat dan bersifat non toksik. Selain itu, albumin juga mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap obat-obatan yang bersifat asam seperti penisilin dan sulfonamid.
Obat-obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin
sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan
albumin. Obat-obatan yang dapat melepaskan bilirubin dari albumin dengan cara
menurunkan afinitas albumin adalah digoksin, gentamisin, furosemid dan seperti yang
terlihat pada tabel 1.

Tabel 9.1 Obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin
Analgetik, antipiretik Natrium salisilat, Fenilbutazon
Antiseptik, disinfektan Metil, isopopil, dll
Antibiotik dengan kandungan Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole,
sulfa dll
Cefalosporin Ceftriakson, cefoperazon, dll
Penisilin Propicilin, cloxacilin
Lain-lain Novabiosin. Triptophan, asam mendelik,
kontras X-ray
Sumber : Mac Mahon JR,dkk.
Pada BKB ikatan bilirubin akan lebih lemah yang umumnya merupakan omplikasi dari
hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemi, asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemi Hal
tersebut tentunya akan mengakibatkan peningkatan jumlah bilirubin bebas dan berisiko

Neonatologi Page 11
pula untuk keadaan nerotoksisitas oleh bilirubin. Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4
bentuk yang berbeda, yaitu :
1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian
besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum
2. Bilirubin bebas
3. Bilirububin terkonjugasi (terutama monoglukuronida dan diglukuronida) yaitu
bilirubin yang siap diekskresikan melalui ginjal atau sistem bilier.
4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum ( a-bilirubin).
Pada 2 minggu pertama kehidupan, a-bilirubin tidak akan tampak. Peningkatan ladar
a-bilirubin secara signifikan dapat ditemukan pada bayi baru lahir normal yang lebih
tua dan pada anak. Konsentrasinya meningkat bermakna pada keadaan
hiperlubilirubinemia terkonjugasi persisten karena berbagai kelainan pada hati.

Asupan bilirubin atau bilirubin intake


Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit, albumin
terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, ditransfer melalui sel membran
yang berikatan dengan ligandin (protein Y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosolik
lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk ke sirkulasi, dari sintesis de
novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin antar jaringan, pengambilan
bilirubin oleh sel hati dan konjugasi bilirubin akan menentukan konsentrasi bilirubin tak
terkonjugasi dalam serum, baik pada keadaan normal ataupun tidak normal.
Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan
berpengaruh terhadap pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan hal ini
terjadi karena adanya defisiensi ligandin, tetapi hal itu tidak begitu penting dibandingkan
dengan defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer bilirubin dari darah ke
empedu selama 3-4 hari pertama kehidupan. Walaupun demikian defisiensi ambilan ini
dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi ringan pada minggu kedua
kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai kecepatan normal yang sama
dengan orang dewasa.

Neonatologi Page 12
Konjugasi bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke bentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam
air di retikulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphosphate glucuronosyl
transferase (UDPG-T). Katalisa oleh ezim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin
monoglukoronida ; yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida.
Substrat yang digunakan untuk transglukoronidase kanalikuler adalah bilirubin
monoglukoronida. Enzim ini akan memindahkan satu molekul asam glukuronida dari
satu molekul bilirubin monoglukuronida ; ke yang lain dan menghasilkan pembentukan
satu molekul bilirubin diglukuronida.
Bilirubin ini kemudian diekskresikan ke dalam kanalikulus empedu. Sedangkan
satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke retikulum endoplasmik untuk
rekonjugasi berikutnya. Pada keadaan peningkatan beban bilirubin yang dihantarkan ke
hati akan terjadi retensi bilirubin tak terkonjugasi seperti halnya pada keadaan hemolisis
kronik yang berat pigmen yang tertahan adalah bilirubin monoglukuronida.
Penelitian in vitro tentang enzim UDPG-T pada bayi baru lahir didapatkan
defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini meningkat
melebihi bilirubin yang masuk ke hati sehingga konsentrasi bilirubin serum akan
menurun. Kapasitas total konjugasi akan sama dengan orang dewasa pada hari ke-4
kehidupan. Pada periode bayi baru lahir, konjugasi monoglukuronida merupakan
konjugat pigmen empedu yang lebih dominan.

Ekskresi bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam kandung empedu,
kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui feses. Proses ekskresinya
sendiri merupakan proses yang memerlukan energi. Setelah berada dalam usus halus,
bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan
kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta-glukoronidase yang terdapat
dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk
dikonjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada mukosa
usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim β-glukoronidase yang dapat

Neonatologi Page 13
menghidrolisa monoglukoronida dan diglukoronida kembali menjadi bilirubin yang tak
terkonjugasi yang selanjutnya dapat diabsorbsi kembali. Selain itu pada bayi baru lahir,
lumen usus halusnya; steril sehingga bilirubin konjugasi tidak dapat dirubah menjadi
sterkobilin (suatu produk yang tidak dapat diabsorbsi).
Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang relatif
tinggi didalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang meningkat, hidrolisis
bilirubin glukuronida yang berlebih dan konsentrasi bilirubin yang tinggi ditemukan
didalam mekonium. Pada bayi baru lahir, kekurangan relatif flora bakteri untuk
mengurangi bilirubin menjadi urobilinogen lebih lanjut akan meningkatkan pool bilirubin
usus, dibandingkan dengan anak yang lebih tua atau orang dewasa. Peningkatan hidrolisis
bilirubin konjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh aktivitas β-glukuronidase mukosa
yang tinggi dan ekskresi monoglukuronida terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang
tidak larut seperti agar atau arang aktif yang dapat mengikat bilirubin akan meningkatkan
kadar bilirubin dalam tinja dan mengurangi kadar bilirubin serum, hal ini
menggambarkan peran kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada bayi baru lahir.

Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang maupun cukup
bulan selama minggu pertama kehidupan yang frekuensinya pada bayi cukup bulan dan
kurang bulan berturut-turut adalah 50-60% dan 80%. Untuk kebanyakan bayi fenomena
ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. lkterus fisiologis tidak disebabkan oleh
faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai faktor yang berhubungan dengan maturitas
fisiologis bayi barn lahir. Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi
pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan
penurunan clearance bilirubin. (Tabel 9.2)
Peningkatan ketersediaan bilirubin merupakan hasil dari produksi bilirubin dan
early bilirubin yang lebih besar serta penurunan usia set darah merah. Resirkulasi aktif
bilirubin di enterohepatik, yang meningkatkan kadar serum bilirubin tidak terkonjugasi,
disebabkan oleh penurunan bakteri flora normal, aktifitas β-glucuronidase yang tinggi
dan penurunan motilitas usus halus.

Neonatologi Page 14
Tabel 9.2 Faktor yang berhubungan dengan ikterus fisiologis
Dasar Penyebab
Peningkatan bilirubin yang tersedia
 Peningkatan produksi bilirubin Peningkatan sel darah merah
Penurunan umur sel darah merah
Peningkatan early bilirubin
 Peningkatan resirkulasi melalui Peningkatan aktifitas β-glukoronidase
enterohepatik shunt Tidak adanya flora bakteri
Pengeluaran mekonium yang terlambat
Penurunan bilirubin clearance
 Penurunan clearance dari Defisiensi protein karier
plasma
 Penurunan metabolisme Penurunan aktifitas UDPGT

hepatik

Sumber: Blackburn ST 2

Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau diberi minum lebih sering dan bayi
dengan aspirasi mekonium atau pengeluaran mekonium lebih awal cenderung
mempunyai insiden yang rendah untuk terjadinya ikterus fisiologis. Pada bayi yang diberi
minum susu formula cenderung mengeluarkan bilirubin lebih banyak pada mekoniumnya
selama 3 hari pertama kehidupan dibandingkan dengan yang mendapat ASI. Bayi yang
mendapat ASI, kadar bilirubin cenderung lebih rendah pada yang defekasinya lebih
sering. Bayi yang terlambat mengeluarkan mekonium lebih sering terjadi ikterus
fisiologis.
Pada bayi yang mendapat ASI terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu early
(berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI). Bentuk early
onset diyakini berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late onset diyakini
dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses konjugasi dan ekskresi.
Penyebab late onset tidak diketahui, tetapi telah dihubungkan dengan adanya faktor
spesifik dari ASI yaitu : 2α-20β-pregnanediol yang mempengaruhi aktifitas UDPGT atau

Neonatologi Page 15
pelepasan bilirubin konjugasi dari hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang
kemudian melepaskan asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi
akibat peningkatan asam lemak unsaturated; atau β-glukorunidase atau adanya faktor lain
yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik.

Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi
keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi
kurang bulan dan bayi mendekati cukup bulan. Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena
peningkatan produksi atau penurunan clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada
bayi imatur.
Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi
dibanding bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain; frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat
badan/dehidrasi (Tabel 9.3).

Tabel 9.3 Faktor etiologi yang mungkin berhubungan dengan hiperbilirubinemia pada
bayi yang mendapat ASI (sumber Gourley).
Asupan cairan :
 Kelaparan
 Frekuensi menyusui
 Kehilangan berat badan/dehidrasi
Harnbatan eksresi bilirubin hepatik
 Pregnandiol
 Lipase-free fatty acids
 Unidentified inhibitor
Intestinal reabsorptiari of bilirubin
 Pasase mekonium terlambat
 Pembentukan urobilinoid bakteri
 Beta-glukoronidase

Neonatologi Page 16
Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya disebabkan karena
peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis), karena pada periode ini
hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih 10 mg/dL. Peningkatan
penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar bilirubin kali Iipat.

Tabel 9.4 Penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek


Dasar Penyebab
 Peningkatan produksi bilirubin  Incomptabilitas darah
fatomaternal (Rh, ABO)
 Peningkatan penghancuran  Defisiensi enzim kongenital
hemoglobin (G6PD, galaktosemia)
perdarahan tertutup
(sefalhematom, memar) sepsis
 Peningkatan jumlah hemoglobin  Polisitemia (twin-to-twin
transfusion, SGA)
Keterlambatan klem tali pusat

 Peningkatan sirkluasi  Keterlambatan pasase


enterohepatik mekonium, ileus mekonium,
Meconium plug syndrome.
Puasa atau keterlambatan
minum atresia atau stenosis
intestinal
 Perubahan clearance bilirubin hati  Imaturitas
 Perubahan produksi atau aktivitas  Gangguan metabolik/endokrin
uridine diphosphoglucoronyl (Criglar-Najjar disease
transferase Hiportiroidisme, gangguan
metabolisme asam amino)
 Perubahan fungsi dan perfusi hati  Asfiksia, hipoksia, hipotermi,
(kemampuan konjugasi)

Neonatologi Page 17
hipoglikemi. Sepsis (juga
proses imflamasi).
Obat-obatan dan hormon
 Obstruksi hepatik (berhubungan (novobiasin,pregnanediol).
dengan hiperbilirubinemia direk)  Anomali kongenital (atresia
biliaris, fibrosis kistik) statis
biliaris (hepatitis, sepsis)
Billirubin load berlebihan
(sering pada hemolisis berat)
Sumber : Blackburn ST.

Diagnosis
Berbagai faktor risiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang berat. Perlu
penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai risiko, terutama untuk bayi-bayi yang
pulang lebih awal Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan
disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya. Tampilan ikterus
dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan pencahayaan yang baik,
dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan
subkutan. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin kurang dari 4
mg/dL.
Pemeriksaan fisis harus difokuskan pada identifikasi dan salah satu penyebab
ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, petekie, extravasasi darah, memar
kulit yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya
dehidrasi.
Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu diketahui
daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia
yang berat.

Neonatologi Page 18
Tabel 9.5 Faktor risiko hiperbilirubinemia berat bayi usia kehamilan ≥ 35 mg. (sumber AAP)
Faktor risiko major
- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada
daerah risiko tinggi (gambar 2)
- Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
- Inkomparibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang positif atau
penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD, peningkatan ETOO)
- Umur kehamilan 35-36 minggu
- Riwayat anak sebelamnya yang mendapat fototerapi
- Sefalhematom atau memar yang bermakna
- ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang
berlebihan
- Ras Asia Timur
Faktor risiko minor
- Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak
pada daerah risiko sedang (gambar 2)
- Umur kehamilan 37-38 minggu
- Sebelum pulang, bayi tampak kuning
- Riwayat anak sebelumnya kuning
- Bayi makrosomia dari ibu DM
- Umur ibu ? 25 tahun
- Laki-laki
Faktor risiko kurang (faktor-faktor ini berhubungan dengan menurunnya resiko ikterus
yang signifikan, besarnya resiko sesuai dengan urutan yang tertulis makin ke bawah resiko
makin rendah)
- Kadar bilirubin serum total atau bilirubin transkutaneus terletak pada daerah risiko
rendah
- Umur kehamilan ≥ 41 minggu
- Bayi mendapat susu formula penuh
- Kulit hitam
- Bayi dipulangkan setelah 72 jam

Neonatologi Page 19
Manajemen
Berbagai cara telah digunakan untuk mengelola bayi baru lahir dengan
hiperbilirubinemia indirek. Strategi tersebut termasuk : pencegahan, penggunaan
farmakologi, fototerapi dan tranfusi tukar.

Strategi pencegahan
American Academy of Pediatrics tahun 2004 mengeluarkan strategi praktis dalam
pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi baru lahir (< 35 minggu atau
lebih ) dengan tujuan untuk menurunkan insidensi dari neonatal hiperbilirubinemia
berat dan ensefalopati bilirubin serta meminimalkan risiko yang tidak
menguntungkan seperti kecemasan ibu, berkurangnya breastfeeding atau terapi
yang tidak diperlukan. Pencegahan dititik beratkan pada pemberian minum sesegera
mungkin, sering menyusui untuk menurunkan shunt enterohepatik, menunjang
kestabilan bakteri flora normal , dan merangsang akitifitas usus halus.

Strategi pencegahan hiperbilirubinernia


1. Pencegahan primer
Rekomendasi 1.0 : Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12
kali perhari untuk beberapa hari pertama. :
Rekomendasi 1 1 : Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2. Pencegahan sekunder
Rekomendasi 2.0
Harus melakukan penilaian sistematis terhadap risiko kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia berat. selama periode neonatal
 Rekomendasi 2.1 tentang golongan darah : Semua wanita hamil harus diperiksa
golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibodi isoimun
yang tidak biasa.
- Rekomendasi 2.1 : Bila golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif,
dilakukan pemeriksaan antibody direk (tes coombs), golongan darah dan tipe
Rh(D) darah tali pusat bayi.

Neonatologi Page 20
- Rekomendasi 2.1.2 : Bila golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan
untuk dilakukan tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat
bayi, tetapi hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian
terhadap risiko sebelum keluar Rumah Sakit (RS) dan tindak lanjut yang
memadai.
 Rekomendasi 2.2 tentang penilaian klinis : Harus memastikan bahwa semua bayi
secara rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protokol
terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda vital
bayi,tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.
- Rekomendasi 2.2.1 : protokol untuk penilaian ikterus harus melibatkan seluruh
staf perawatan yang dituntut untuk dapat memeriksa tingkat bilirubin secara
transkutaneus atau memeriksa bilirubin serum total.

3. Evaluasi laboratoriurn
 Rckomendasi 3.0 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum
total harus dilakukan pada setiap yang mengalami ikterus dalam 24 jam pertama
setelah Iahir. Penentuan waktu dan perlunya pengukuran ulang bilirubin
transkutaneus atau bilirubin serum total tergantung pada daerah dimana kadar
bilirubin serum total terletak (Gambar. 3), umur bayi, dan evolusi
hiperbilirubinemia.
 Rekomendasi 3.1 : Pengukuran bilirubin transkutaneus dan atau bilirubin serum
total harus dilakukan bila tampak ikterus yang berlebihan. Jika derajat ikterus
meragukan, pemeriksaan bilirubin transkutaneus atau bilirubin serum harus
dilakukan, terutama pada kulit hitam, oleh ksrena pemeriksaan derajat ikterus
secara visual seringkah salah.
 Rekomendasi 3.2 : Semua kadar bilirubin harus diinterpretasikan sesuai dengan
umur bayi dalam jam.
4. Penyebab kuning
 Rekomendasi 4.1 :memikirkan Kemungkinan penyebab ikterus pada bayi yang
menerima fototerapi atau bilirubin serum total meningkat cepat dan tidak dapat
dijelaskan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Neonatologi Page 21
 Rekomendasi 4.1.1 : Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin direk atau
konjugasi harus dilakukan analisis dan kultur urin. Pemeriksaan laboratorium
tambahan untuk mengevaluasi sepsis harus dilakukan bila terdapat indikasi
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
 Rekomendasi 4.1.2 : Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih 3 minggu
harus dilakukan pemeriksaan bilirubin total dan direk atau bilirubin konjugasi
untuk mengidentifikasi adanya kolestasis. Juga dilakukan penyaringan
terhadap tiroid dan galaktosemia.
 Rekomendasi 4.1.3 : Bila kadar bilirubin direk atau bilirubin konjugasi
meningkat, dilakukan evaluasi tambahan untuk mencari penyebab kolestasis.
 Rekomendasi 4.1.4 : Pemeriksaan terhadap kadar glucose-6-phosphatase
dehydrogenase (G6PD) direkomendasikan untuk bayi ikterus yang mendapat
fototerapi dan dengan riwayat keluarga atau etnis/asal geografis yang
menunjukkan kecenderungan defisiensi G6PD atau pada bayi dengan respon
terhadap fototerapi yang buruk.

5. Penilaian risiko sebelum bayi dipulangkan


 Rekomendasi 5.1 : Sebelum pulang dari rumah sakit, setiap bayi harus dinilai
terhadap risiko berkembangnya hiperbilirubinemia berat, dan semua perawatan
harus menetapkan protokol untuk menilai risiko ini. Penilaian ini sangat penting
pada bayi yang pulang sebelum umur 72 jam.
 Rekomendasi 5. 1.1 : Ada dua pilihan rekomendasi klinis yaitu:
- Pengukuran kadar bilirubin transkutaneus atau kadar bilirubin serum total
sebelum keluar RS , secara individual atau kombinasi untuk pengukuran
yang sistimatis terhadap risiko :
- Penilaian foktor risiko klinis,

6. Kebijukan dan prosedur rumah sakit


 Rekomendasi 6.1 : Hams memberikan informasi tertulis dan lisan kepada
orangtua saat keluar dari RS, termasuk penjelasan tentang kuning, perlunya
monitoring terhadap kuning, dan anjuran bagaimana monitoring harus dilakukan.

Neonatologi Page 22
 Rekomendasi 6.1.1 : tindak lanjut : Semua bayi harus diperiksa oleh petugas
kesehatan profesional yang berkualitas beberapa hari setelah keluar RS untuk,
menilai keadaan bayi dan ada tidaknya kuning. Waktu dari tempat untuk
melakukan penilaian ditentukan berdasarkan lamanya perawatan, ada atau
tidaknya faktor risiko untuk hiperbilirubinemia dan risiko masalah neonatal
lainnya.
 Rekomendasi 6.1.2 : saat tindak lanjut : berdasarkan tabel dibawah :

Tabel 9.6 Saat tindak lanjut


Bayi Keluar RS Dilihat Saat Umur
Sebelum umur 24 jam 72 jam
Antara umur 24 dan 47,9 jam 96 jam
Antara umur 48 dan 72 jam 120 jam
Sumber : AAP

Untuk beberapa bayi yang dipulangkan sebelum 48 jam, diperlukan 2


kunjungan tindak lanjut yaitu kunjungan pertama antara 24-72 jam dan kedua
antara 72-120 jam. Penilaian klinik harus digunakan dalam menentukan tindak
lanjut. Pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap hiperbilirubinemia,
harus dilakukan tindak lanjut yang lebih awal atau lebih sering. Sedangkan
bayi yang risiko kecil atau tidak berisiko, waktu pemeriksaan kembali dapat
lebih lama.
 Rekomendasi 6.1.3 : Menunda pulang dari Rumah Sakit :
Bila tindak lanjut yang memadai tidak dapat dilakukan terhadap adanya
peningkatan risiko timbulnya hiperbiliruhinemia berat, mungkin diperlukan
penundaan kepulangan dari RS sampai tindak lanjut yang memadai dapat
dipastikan atau periode risiko terbesar telah terlewati (72-96 jam)
 Rekomendasi 6.1.4 : penilaian tindak lanjut Penilaian tindak lanjut harus
termasuk berat badan bayi dan perubahan persentase berat lahir, asupan yang
adekuat, pola buang air besar dan buang air kecil, serta ada tidaknya kunino.
Penilaiati klinis harus digunakan untuk menentukan perlunya dilakukan
petneriksaan bilirubin Jika penilaian visual meragukan, kadar bilirubin

Neonatologi Page 23
transkutaneus dan bilirubin total serum harus diperiksa. Perkiraan kadar
bilirubin secara visual dapat keliru, terutama pada bayi dengan kulit hitam.

7. Pengelolaan bayi dengan ikterus


 Pengelolaan bayi ikterus yang mendapat ASl Berikut ini adalah elemen-elemen
kunci yaitu perlu diperhatikan pada pengelolaan early jaundice pada bayi yang
mendapat ASI (Tabel 9.7).
Tabel 9.7 Pengelolaan ikterus dini (early jaundice) pada bayi yang mendapat ASI
1. Observasi scmua feses awal bayi. Pertimbangkan untuk merangsang
pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam.
2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering
dengan waktu yang singkat lebih efektif dibundingkan dengan menyusui yang
lama dengan frekuansi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan
adalah sama
3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula penganci.
4. Observasi berat badan, bak dan bab yang berhubungan dengan pola menyusui
5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, tingkatkan pemberian minum,
rangsang pengeluaran/ produkai ASI dengan cara memompa, dan
menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP
6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan abnortnalitas
ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan
jika ikrerus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas 20 mg/dL, atau
ibu memiiiki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
Sumber : Blackburn ST
Penggunaan farmakoterapi
Farmakoterapi telah digunakan untuk mengelola hiperbilirubinemia dengan merangsang
induksi enzim-enzim hati dan protein pembawa, guna mempengaruhi penghancuran
heme, atau untuk mengikat billirubin dalam usus halus sehingga reabsorpsi enterohepatik
menurun. , antara lain :

Neonatologi Page 24
1. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi-bayi dengan Rh yang berat dan
inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan tranfusi
ganti.
2. Fenobarbital telah memperlihatkan hasil lebih efektif, merangsang aktivitas, dan konsentrasi
UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. Penggunaan
fenobarbital setelah lahir masih kontroversial dan secara umum tidak direkomendasikan.
Diperlukan waktu beberapa hari sebelum terlihat perubahan bermakna , hal ini membuat
penggunaan fototerapi nampak jauh lebih mudah. Fenobarbital telah digunakan pertama kali
pada inkompatabilitas Rh untuk mengurangi jumlah tindakan tranfusi ganti. Penggunaan
fenobarbital profilaksis untuk mengurangi pemakaian fototerapi atau tranfusi ganti pada bayi
dengan defisiensi G6PD ternyata tidak membuahkan hasil.
3. Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin juga
telah diteliti. Zat ini adalah analog sintetis heme. Protoporphyrin telah terbukti efektif
sebagai inhibitor kompetitif dari heme oksigenase, enzim ini diperlukan untuk
katabolisme heme menjadi biliverdin. Dengan zat-zat ini heme dicegah dari
katabolisme dan diekskresikan secara utuh didalam ctnpcdu.
4. Pada penelitian terhadap bayi kurang dan cukup bulan, bayi dengan atau tanpa
penyakit hemolitik, tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat
menurunkan kadar bilirubin serum. Penggunaan fototerapi setelah pemberian Sn-PP .
berhubungan dengan timbulnya eritema fota toksik. Sn-MP kurang bersifat toksik,
khususnya jika digunakan bersamaan dengan fototerapi. Pada penelitian terbaru
dengan penggunaan Sn-MP, maka fototerapi pada bayi cukup bulan tidak diperlukan
lagi, sedangkan pada bayi kurang bulan penggunaanya telah banyak berkurang.
Pemakaian obat ini masih dalam percobaan dan keluaran jangka panjang belum
diketahui, sehingga pemakaian obat ini sebaiknya hanya digunakan untuk bayi yang
mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian hiperbilirubinemia yang berkembang
menjadi disfungsi neurologi dan juga sebagai clinical trial.
5. Baru-baru ini dilaporkan bahwa pemberian inhibitor β-glukuronidase pada bayi sehat
cukup bulan yang mendapat ASI, seperti asam L-aspartik dan kasein hoidrolisat
dalam jumlah kecil (5 ml/dosis -6 kali/hari) dapat meningkatkan pengeluaran
bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi kontrol.
Kelompok bayi yang mendapat campuran whey/kasein (bukan inhibitor β-

Neonatologi Page 25
glukuronidase) kuningnya juga tampak menurun dibandingkan dengan kelompok
kontrol, hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan ikatan bilirubin konjugasi yang
berakibat pada penurunan jalur enterohepatik.

7. Foto terapi dan tranfusi tukar


 Rekomendasi 7.1 : Jika kadar bilirubin total serum tidak menurun atau terus
meningkat walaupun telah mendapat fototerapi intensif, kemungkinan telah terjadi
hemolisis dan direkomendasikan untuk menghentikan fototerapi.

Neonatologi Page 26
Tabel 9.8 Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubinemia.
Terapi
Lakukan fototerapi intensif dan atau transfusi tukar sesuai indikasi (lihat Gambar 9.3
dan gambar 9.4)
 Lakukan pemeriksaan laboratorium:
 Bilirubin total dan direk
 Golongan darah (ABO, Rh)
 Test antibodi direct (Coombs)
 Serum albumin
 Pemeriksaan darah tepi lengkap dengan hitung jenis dan morfologi
 Jumlah retikulosit
 ETCO (bila tersedia)
 G6PD bila terdapat Lecurigaan (berdasarkan etnis dan geografis) atau respon
terhadap foto terapi kurang
 Urinalisis
 Bila anamnesis dan atau tampilan klinis menunjukkan kemungkinan sepsis
lakukan pemeriksaan kultur darah, urine, dan Iiyur untuk protein, glukosa,
hitung sel dan kultur.
 Tindakan:
 Bila billirubin total ≥ 25 mg atau ≥ 20 mg padahal sakit atau bayi ≤ 38
minggu, lakukan petneriksaan golongan darah dan cross match pada pasien
yang akan direncanakan transfusi ganti
 Pada bayi dengan penyakit omimun hemolitik dan kadar bilirubin total
meningkat walau telah dilakukan foto terapi intensi atau daLun 2-3 mg/dL
kadar transfusi ganti, berikan imunoglobulin intravena 0,5-1 g/Kg selama 2
jam dan boleh diulang bila perlu 12 jam kemudian.
 Pada bayi pang mengalami penurunan berat badan lebih dari 12% atau secara
klinis atau bukti secara biokimia menunjukantanda dehidrasi, dianjurkan
pemberian susu formula atau ASI tambahan.Bila pemberian peroral kulit
dapat diberikan intravena .
 Pada bayi mendapat foto terapi intensif
 Pemberian minurn dilakukan setiap 2-3 jam
 Bila Bilirubin total ≥ 25 mg /dL, pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 2-3
jam
 Bila bilirubin total 20-25 mg/dL pemeriksaan ulangan dilakukan dalam 3-4
jam, bila <20 mg/dl diulanag dalam 4-6 jam. Jika bilirubin total terus turun
periksa Gang dalam 8 -12 jam
 Bila kadar bilirubin total tidak turun atau malah mendekati kadar transfusi
tukar atau perbandingan billirubin total dengan albumin (TSB/albumin)
meningkat mendekati angka untuk transfusi tukar maka lakukan tranfusi ganti.
 Bila kadar bilirubin total kurang dari 13-14 mg/dL foto terapi dihentikan
 Tergantung kepada penyebab hiperbilirubinemia, pemeriksaan bilirubin
ulangan boleh dilakukan setelah 24 jam setelah bayi pulang untuk melihat
kemungkinan terjadinya rebound.

Neonatologi Page 27
 Rekomendasi 7.1.1 : Dalam penggunaan petunjuk fototerapi dan tranfusi ganti,
kadar bilirubin direk atau konjugasi tidak harus dikurangkan dari bilirubin total.
Dalam kondisi dimana kadar bilirubin direk 50% atau lebih dari bilirubin total,
tidak tersedia data yang baik untuk petunjuk terapi dan direkomendasikan untuk
berkonsultasi kepada ahlinya.
 Rekomendasi 7.1.2 : Jika kadar bilirubin total serum berada pada angka untuk
rekomendasi dilakukan tranfusi ganti (Gambar 9.4) atau jika kadar bilirubin total
sebesar 25 mg/dL atau lebih tinggi pada setiap waktu, hal ini merupakan keadaan
emergensi dan bayi harus segera masuk dan mendapatkan perawatan fototerapi
intensif Bayi-bayi ini tidak harus dirujuk melalui bagian emergensi karena hal ini
dapat menunda terapi.
 Rekomendasi 7.1.3: Tranfusi ganti harus dilakukan hanya oleh personel yang
terlatih di ruangan NICU dengan observasi ketat dan mampu melakukan
resusitasi.
 Rekomendasi 7.1.4: Penyakit isoimun hemolitik, pemberian y-globulin (0,5-1 g/
kgBB selama 2 jam) direkomendasikan jika kadar bilirubin total serum meningkat
walaupun telah mendapat fototerapi intensif atau kadar bilirubin total serum
berkisar 2-3 mg/dL dari kadar tranfusi ganti. Jika diperlukan dosis ini dapat
diulang dalam 12 jam.

Rasio albumin serum clan rasio bilirubin/albumin


 Rekomendasi 7.1.5: Merupakan suatu pilihan utnuk mengukur kadar serum
albumin dan mempertimbangkan kadar albumin kurang dari 3 g/dl sebagai satu
faktor risiko untuk menurunkan ambang batas penggunaan fototerapi. (Gambar
9.3)
 Rekomendasi 7.1.6: Jika dipertimbangkan tranfusi ganti, kadar albumin serum
harus diukur rasio bilirubin/albumin yang berkaitan dengan kadar bilirubin total
serum dan faktor-faktor lainnya yang menentukan dilakukannya tranfusi ganti.

Bilirubin ensefalopati akut

Neonatologi Page 28
 Rekomendasi 7.1.7: Direkomendasikan untuk segera melakukan tranfusi ganti
pada setiap bayi ikterus dan tampak manifestasi fase menengah sampai lanjut dari
akut bilirubin ensefalopati (hipertonia; arching, retrocollis, opistotonus, demairi,
menangis melengking) meskipun kadar bilirubin total serum telah turun
 Rekomendasi 7.2 : Semua fasilitas perawatan dan pelayanan bayi harus memiliki
peralatan untuk fototerapi intensif.

Manajemen bayi ikterus pada rawat jalan


 Rekomendasi 7.3: Pada bayi yang menyusu yang memerlukan fototerapi (Gambar
9.3), AAP merekomendasikan bahwa, jika memungkinkan, menyusui harus
diteruskan. Juga terdapat pilihan memilih untuk menghentikan menyusui sementara
dan menggantinya dengan formula. Hal ini dapat mengurangi kadar bilirubin indirek
atau meningkatkan efektifitas fototerapi. Pada bayi menyusui
yang.mendapat.,fototerapi suplementasi, dengan pemberian ASI yang dipompa atau
formula adalah cukup jika asupan bayi tidak adekuat, berat badan turun berlebihan,
atau bayi tampak dehidrasi.
 Sebagai patokan gunakan kadar billirubin total
 Faktor risiko: autoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu
tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis,atau kadar albumin ≤ 3 g/dL
 Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan untuk melakukan
foto terapi pada kadar biliruhin total sekitar medium risk line. Merupakan pilihan
untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total serum yang lebih rendah untuk
bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu dan dengan kadar bilirubin total serum
yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia mendekati 37 6/7 minggu.
 Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit atau di rumah pada kadar
bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukan, namun pada bayi-bayi yang
memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah.
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green
spectrum(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30
uW/cm2 .. (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi
langsung di bawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).

Neonatologi Page 29
Bila kosentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi
yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar terjadi proses hemolisis.

Neonatologi Page 30
Tabel 9.9 Efek samping fototerapi

Efek samping Perubahan spesifik Implikasi klinis


Dipengaruhi oleh kematangan, asupan
Perubahan suhu dan Peningkatan suhu kalori (energi untuk merespon perubahan
metabolik lainnya lingkungan dan suhu), Peningkatan konsumsi oksigen
tubuh adekuat atau tidaknya penyesuaian
terhadap Peningkatan lain respirasi suhu
pada unit fototerapi, jarak dari unit ke
bayi Peningkatan aliran darah ke dan
inkubator (berkaitan dengan aliran udara
Wit dan kehilangan udara pada radiant
wanner), penggunaanservoconnul

Perubahan Perubahan sementara Terbukanya kembali duktus arteriosus,


kardiovaskular curah kemungkinan karena fotorrlaksasi,
jantung dan hiasanya tidak signitikan terhadap
penurunan curah hemodinamik perubahan hemodinamik
ventrikel kiri terlihat pada 12 jam pertama fototerapi,
setelah itu kembali ke awal

Status cairan Peningkatan aliran Meningkatkan kehilangan cairan melalui


darah perifer dapat mengubah keperluan pemakaian
medikasi intramuskular
Peningkatan insensible Disebabkan oleh kehilangan cairan melaui
water loss evaporasi, metabolik, dan respirasi
dipengaruhi oleh lingkungan (aliran udara,
kelembaban, temperature), karakteristik
unit fototerapi, perubahan suhu kulit dan
suhu inti bayi, denyut jantung laju respirasi,
laju metabolik, asupan kalorai bentuk
tempat tidur (meningkat dengan
penggunaan radiant warner dan inkubator)
Fungsi saluran cerna Peningkatan jumlah Berkaitan dengan peningkatan aliran
dan frekuensi buang empedu yang dapat menstimulasi aktivitas
air besar saluran cerana
Feses cair, berwarna Meningkatkan kehilangan cairan melalui
hijau kecokelatan feses
Penurunan waktu Meningkatkan kehilangan cairan melalui
tranis usus feses dan resiko dehidrasi
Penurunan absorpsi, Perubahan mendadak paada cairan dan
retensi nitrogen, air elektrolit
dan elektrolit
Perubahan aktivitas Intoleransi sementara laktosa dengan
laktosa, riboflavin penurunan laktase pada silia epitel dan
peningkatan frekuensi BAB dan konstensi

Neonatologi Page 31
air pada feses
Perubahan aktivitas Letargis, gelisah Dapat mempengaruhi hubungan orang tua-
bayi
Perubahan berat Penurunan nafsu Menyebabkan perubahan asupan cairan dan
badan makan kalori
Penurunan pada Disebabkan oleh pemberian asupan
awalnya namun makanan penutup mata meningkatkan
terkejar dalam 2-4 risiko infeksi aberasi korne, peningkatan
minggu tekanan intrakranial (jika terlalu kencang)
Perubahan kulit Tanning Disebabkan oleh induksi sintesa melanin
atau disperse oleh sinar ultraviolet
Rashes Disebabkan oleh cedera pada sel mast kulit
dengan pelepasan histamine, eritmea dan
sinar ultriolet.
Burns Disebabkan oleh pemaparan yang
berlebihan dari emisi gelombang pendek
sinar fluorescent
Bronze baby syndrome Disebabkan oleh interaksi fototerapi dan
ikterus kolestrasis, menghasilkan pigmen
cokelat (bilifuscin) yang mewarnai kulit,
dapat pulih dalam hitungan bulan.
Perubahan endoktrin Perubahan kadar Belum diketahui secara pasti
gonadortopin serum
(peningkatan LH dan
FSH)
Perubahan hematologi Peningkatan turnover Merupakan masalah bagi bayi dengan
trombosit trombosit yang rendah dan yang dalam
keadaan sepsis
Cedera pada sel darah Menyebabkan hemalisi, meningkatkan
merah dalam sirkulasi kebutuhan energi
dengan penuruna
kalum dan
peningkatan aktivitas
ATP
Perhatian terhadap Isolasi Efek diatasi oleh perawatan yang baik
perilaku psikologis
Perubahan status Dapat diatasi dengan interaksi orang tua-
organisasi dan bayi dapat mempengaruhi ritme kardiak.
menajemen perilaku

Neonatologi Page 32
Gambar 9.5 Panduan Transfusi tukar
Sumber AAP

Gambar 9.5. Panduan transfusi tukar. (Sumber AAP).

 Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukan keadaan tanpa patokan pasti
karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan tergantung respon terhadap
foto terapi
 Direkomendasikan tranfusi tukar segera bila bayi menunjukan gejala ensefalopati
akut ( hipertoni, arching, retrocollis, opistotonus, high pitch cry, demam) atau bila
kadar bilirubin total > 5 mg/dL diatas garis patokan.
 Faktor risiko: penyakit hemulitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargis,
suhu tidak stabil, sepsis, asidosis
 Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total / albumin (lihat tabel 9.9)
 Sebagai patokan adalah bilirubin total
 Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu ( risiko sedang) transfusi tukar
dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar bilirubin total sesuai usianya

Neonatologi Page 33
Tabel 9.10 Rasio bilirubin albumin sebagai penunjang untuk memutuskan untuk transfusi
tukar
Rasio B/A saat Transfusi Tukar
Harus Dipertimbangkan
Katageri Risiko
Bil Tot (mg/dl) Bil Tot (µ mol/L)
Alb, g/dl /Alb, µmol/L
Bayi > 38 0/7 mg 8,0 0,94
Bayi 350/7 mg - -36 6/7 mg dan sehat atau >
380/7 mg
Jika risiko tinggi atau isoimmune hemolytic 7,2 0,84
disease atau defisiensi G6PD
Bayi 350/7 mg jika risiko tinggi atau 6,8 0,80
Isoimmune hemolytic disease atau defisiensi
G6PD
Dikutip dari AAP 2004

Dari gambar 9.4 dan 9.5 yang dikonversikan ke dalam angka dapat dilihat pada
Tabe19.11. Penatalaksanaan fototerapi dan tranfusi tukar berdasarkan berat badan
pada Tabel 9.12

Tabel 9.11 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia pada bayi sehat cukup bulan
berdasarkan - American Academy of Pediatrics
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/Dl [µmol/L])
Usia (jam) Pertimbangan Fototerapi Transfusi tukar Transfusi tukar
Fototerapi jika fototerapi dan fototerapi
intensip gagal intensip
25 -48 ≥ 12 (170) ≥ 15 (260) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430)
49-72 ≥ 15 (260) ≥ 18 (310) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)
>72 ≥ 17 (290) ≥ 20 (340) ≥ 25 (430) ≥ 30 (510)

Neonatologi Page 34
Tabel 9.12 Petunjuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berdasarkan berat badan dan
bayi baru lahir yang relatif sehat.
Kadar Bilirubin Total Serum (mg/dL)
Sehat Sakit
Berat Badan Fototerapi Transfusi Tukar Fototerapi Transfusi Tukar
Kurang Bulan
< 1000 g 5-7 bervariasi 4-6 Bervariasi
1001 -1500 g 7-10 bervariasi 6-8 Bervariasi
1501- 2000 g 10-12 bervariasi 8-10 Bervariasi
2001-2500 g 12-15 bervariasi 10-12 Bervariasi
Cukup bulan
>2500 15-18 20-25 12-15 18-20
(sumber : Madan dkk.)

Komplikasi transfusi tukar


1. Hipokalsemia dan hipomagnesia
2. Hipeglikimia
3. Gangguan keseimbangan asam basa
4. Hiperkalemia
5. Gangguan kardiovaskular
 Perforasi pembuluh darah..
 Emboli.
 Infark.
 Aritmia.
 Volume overload.\
 Arrest.
6. Pendarahan.
 Trombositopenia.
 Defisiensi faktor pembekuan.
7. Infeksi.

Neonatologi Page 35
8. Hemolisis.
9. Graft-versus host disease.
10. Lain-lain: hipotermia, hipertemia, dan kemungkinan terjadinya
enterokolitis nekrotikans.

Neonatologi Page 36
DAFTAR PUSTAKA

1. Wong Rj, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal jaundice ; Bilirubin
Physiology and , Clinical Chemistry. NeoReviews 2007; 8 : 58-67 .
2. Blackburn ST, penyunting, Bilirubin metabolism. Maternal, fetal neonatal
physiologi, a clinical perspective, Edisi ke-3 Saunders. Missouri ; 2007.
3. Hansen TWR, Jaundice, neonatal, E Medicine, 2006, june. Diunduh dari : URL :
www.emedicine. Com/ped/topic 1061. Htm.
4. Martin CR, Cloherty JP Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam : Cloherry ]P,
Eichenwaald EC, Stark AR, penyunting. Manual of neonatal care. Edisi ke 5.
Philadelphia: Lippincott Williams_ & Wilkins. 2004; h.185-221.
5. Madan A, Macmahon JR, Stevenson DK. Neonatal hype rbilirubinemia. In : Taeusch
HW, Ballard RA, Gleason CA, editors. Avery's disease of the newborn. Edisi ke 8.
Philadelphia : WB Saunders CO. 2005; h.1226-53.
6. American Academy of Pediatrics. Subcommittee on hype rbilirubinemia, Management
of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Clinical
Practice Guidelines. Pediatrics 2004; 114: 297-316.
7. Mac Mahon JR, Stevenson DK, Oski FA. Bilirubin metabolism. Dalam : Taeusch
HW, Ballard RA, editors. Avery's diseases of thee newborn. Edisi ke 7. Philadelphia:
WB Saunders Company, 1998;h.995-1002.
8. Maisels MJ. Jaundice. Dalam : Avery GB, Fletcher MA, Mac Donald MG, penyunting.
Neonatology, pathophysiology & management of the newborn. Edisi ke 5. Baltimore:
Lippincot William & Wilkins, 1999; h.765-819.
9. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. Dalam : Fanaroff
AA, Martin RJ, penyunting. Neonatal-perinatal medicine. Diseases of the fetus and
infant. Edisi ke 7. St Louis: Mosby inc, 2002; h.1309-50
10. Gourley GR. Breastfeeding diet and neonatal hype rbilirubinemia. Neoreviews 2000;
1:25-3 1.
11. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the newborn. Am Fam Phy 2002;
Diunduh dari :
URL : http:www.aaffp.org/afp.html.

Neonatologi Page 37
12. Wong RJ, Bhutani VK, Vreman HJ, Stevenson DK. Tin mesoporphyrin for the
prevention of severe neonatal hyperbilirubinemia. Pharmacology review. Neo reviews
2007; 3: 77-84.

Neonatologi Page 38

Anda mungkin juga menyukai