LP TB Paru
LP TB Paru
S
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN: TB PARU DI RUANG PAFIO B
RSUD KOTA BOGOR
OLEH:
MUH. IQBAL YUNUS
18170100073
Telah Disyahkan
Pada tanggal: Mei 2018
Mengetahui :
(………………………..) (………………………………)
A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. ( Smeltzer, 2001).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru
(Bruner dan Suddart. 2001).
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi dan fisiologi sistem pernafasan terdiri dari :
1. Hidung (Cavum Nasi)
Udara masuk ke dalam tubuh pertama – tama akan
melalui lubang hidung. Kecuali pada beberapa alternatif
udara dapat melewati mulut. Pada saat melewati hidung
udara akan disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga
proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa hidung
yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat, bersilia dan ber
sel goblet.
2. Pharing
Udara inspirasi dari hidung pada saat mencapai pharing hampir bebas debu, suhu
sama seperti suhu tubuh dan kelembaban mencapai 100%. Pharing dibagi menjadi tiga
bagian yaitu :
a. Naso Pharing
b. Oro Pharing
c. Laryngo Pharing
3. Larynx
Larynx terdiri dari satu seri tulang rawan. Pada waktu menelan Larynx akan
bergerak ke atas dan Glotis menutup jalan nafas serta Epiglotis yang berbentuk seperti
daun mempunyai gerakan seperti pintu pada pintu masuk Larynx, sehingga makanan
tidak dapat masuk ke dalam Oesophagus. Kalau ada benda asing masuk sampai luar
glotis, maka Larynx yang mempunyai fungsi batuk akan membatukkan benda asing
tersebut hingga tidak masuk ke dalam saluran nafas.
4. Trachea
Merupakan bagian saluran pernafasan yang bentuknya seperti tabung dan
merupakan lanjutan larynx, terdiri dari cincin Trachea yang berbentuk huruf C.
Panjangnya 9 cm, jumlahnya 16 – 20 buah dan bercabang dua menjadi Bronkus kanan
dan kiri. Lapisan terdalam dinding Trachea terdiri dari lapis mucosa yang mengandung
kelenjar–kelenjar mucosa yang mengsekret mukus/lendir. Epitelnya bercilia.
5. Bronchus
Pada bagian akhir trachea, ia akan bercabang dua menjadi Bronchus kiri dan
kanan. Bronchus juga mempunyai cincin tulang rawan, dan lapis mucosanya juga
mengandung cilia. Bronchus kanan lebih besar, lebih tegak dan lebih pendek.
Bronchus kemudian terlihat masuk masing-masing paru-paru. Pada saat masuk
ke dalam paru – paru, bronchus bercabang menjadi Bronchiolus (bronchus kanan
menjadi tiga cabang dan bronchus kiri menjadi dua cabang) sesuai dengan lobus pada
paru – paru.
Bronchiolus kemudian melanjutkan diri dengan bercabang lagi hingga pada
ujung Bronchiolus yang paling kecil berhubungan dengan kantong – kantong udara atau
alveoli. Dimana alveoli merupakan tempat terjadi pertukaran gas O2 dan CO2 melalui
proses difusi antara sel-sel gepeng alveoli dengan butir-butir darah dari kapiler – kapiler
paru – paru.
6. Alveolus
Dinding alveolus merupakan membran tempat pertukaran oksigen dari luar
dengan karbondioksida dari sistem sirkulasi sebagai hasil metabolisme tubuh. Diantara
alveolus terdapat cairan dan apabila cairan ini berkurang maka dapat menimbulkan
atelektasis.
8. Otot Pernafasan
Otot utama pernafasan terdiri dari Musculus Intercostalis interna dan externa
serta diafragma, sedang otot tambahan pernafasan adalah otot perut dan otot punggung.
Pada pernafasan yang tenang, seorang dewasa bernafas 6 sampai 7 liter udara
per menit dengan pernafasan 14 kali per menit. Jumlah udara yang diinsprasi dan
diekspirasi pernafasan (udara tidal) sekitar 500 ml. Pada saat istirahat seorang dewasa
menggunakan sekitar 250 ml oksigen per menit dan mengekspirasi 200 ml karbon
dioksida per menit. Pada latihan berat, volume ventilasi paru – paru dapat melebihi 80
liter per menit dan penggunaan oksigen dapat meningkat diatas 3,5 liter per menit.
Nilai pada bayi berbeda. Mereka mempunyai permukaan yang besar dalam
hubungannya dengan berat badan dan tinggi angka metabolisme. Saluran pernafasan
mempunyai penampang yang relatif lebih besar, dan ruang mati anatomis secara
proporsional lebih besar. Iga – iga hampir horizontal pada saat istirahat, dan inspirasi
tidak dapat lebih meningkatkannya. Inspirasi terutama diafragmatik dan setiap hal yang
menghambat gerakan ini akan menyebabkan kesukaran bernafas. Faktor ini akan
membuat pernafasan pada bayi kurang efisien dibandingkan pada dewasa dan
peningkatan ventilasi alveolar dicapai dengan meningkatkan kecepatan pernafasan (18
sampai 40 kali per menit) yang memerlukan masukan oksigen yang tinggi. Kebutuhan
oksigen besar pada saat lahir adalah 23 ml per menit. Dengan unsur yang meningkat
kecepatan per menit menurun dan kebutuhan oksigen basal meningkat.
C. Penyebab
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil
mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang
dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas
asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari
sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi.
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi
jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih
tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat
tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat
dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis
aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya
menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan
mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh
mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang
disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena
terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap
basil tersebut.
Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain (Elizabeth J powh
2001) :
1. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi
kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4. Individu tanpa perawatan yang adekuat
5. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass
gatrektomi.
6. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia)
7. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8. Individu yang tinggal di daerah kumuh
9. Petugas kesehatan
D. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan
kesehatan, keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul
demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah terbeba dari serangan demam
influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkolosis masuk.
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah minggu-mimggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi produktif(menghasilkal sputum).
keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang
pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga
terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah meliputi
setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan
berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur pada malam hari (Price,
2005). Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak
teratur.
(Amin, 2007)
E. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan
keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara
bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk
dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari
sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel
pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang
dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel.
Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang
diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai
reaksi hipersensitifitas (lambat).
Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau
dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak
membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada
sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak
didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening
regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
waktu 10-20 hari.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
kadang dapat menimbulkan lesi pada organ lain. Jenis penyebaran ini disebut
limfohematogen yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
F. Pathways
Mikobacterium Alveolus Respons Inflamasi Jaringan granulomas
(Fagosit oleh
Neutropil,Makrofag.
Masa Fibrosa (bag
Limfosit melisiskan)
sentral = Tuberkel Kalsifikasi Skar kolagenosa
ghon)
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a. Promotif
1) Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2) Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko
3) Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1) Vaksinasi BCG
2) Menggunakan isoniazid (INH)
3) Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
4) Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
2. Penatalaksanaan secara medik
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
a. Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3 bulan.
1) Streptomisin injeksi 750 mg.
2) Pas 10 mg.
3) Ethambutol 1000 mg.
4) Isoniazid 400 mg.
b. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah
perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis :
1) INH.
2) Rifampicin.
3) Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan menjadi 6-
9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol.
4) Pyridoxin (B6).
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah
kematian, mencegah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata
rantai penularan. Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedangkan jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat,
derivat Rifampisin/INH.
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik,
hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment
Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen
yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita
harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan bersihan jalan
napas efektif sesuai dengan kriteria:
a. Memiliki RR dalam batas normal
b. Memiliki irama pernafasan yang normal
c. Mampu mengeluarkan sputum dari jalan nafas
d. Bebas dari suara nafas tambahan
NIC:
a. Tentukan kebutuhan suction oral dan atau trakheal
b. Auskultasi suara nafas sesudah dan sebelum melakukan suction
c. Informasikan kepada klien dan keluarga tentang suction
d. Monitor status oksigen pasien (tingkat SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik
(tingkat MAP [mean arterial pressure] dan irama jantung) segera sebelum, selama
dan setelah saksion
e. Perhatikan tipe dan jumlah sekresi yang dikumpulkan
NOC:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….X24 jam diharapkan pola napas
efektif dengan kriteria :
e. Memiliki RR dalam batas normal
f. Mampu inspirasi dalam
g. Memiliki dada yang mengembang secara simetris
h. Dapat bernafas dengan mudah
i. Tidak menggunakan otot-otot tambahan dalam bernafas
j. Tidak mengalami dyspnea
NIC:
1. Monitor rata-rata, irama, kedalaman dan usaha respirasi
2. Perhatikan pergerakan dada, amati kesemetrisan, penggunaan oto-otot aksesoris, dan
retraksi otot supraklavikuler dan interkostal
3. Monitor respirasi yang berbunyi, seperti mendengkur
4. Monitor pola pernafasan: bradipneu, takipneu, hiperventilasi, respirasi Kussmaul,
respirasi Cheyne-Stokes, dan apneustik Biot dan pola taxic
5. Perhatikan lokasi trakea
6. Monitor peningkatan ketidakmampuan istirahat, kecemasan, dan haus udara,
perhatikan perubahan pada SaO2, SvO2, CO2 akhir-tidal, dan nilai gas darah arteri
(AGD), dengan tepat
Monitor Nutrisi
a. Timbang berat badan pasien
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit dan mobilitas
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j. Monitor adanya mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Kusma. 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Diakses
tanggal 30 April 2018 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/
Nanda.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006.
Editor : Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Somantri, Irman. 2008. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.