Anda di halaman 1dari 110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI
MEDAN

ANALISIS PERTUMBUHAN WILAYAH KOTA PEMATANGSIANTAR

DI ERA OTONOMI DAERAH

SKRIPSI

Diajukan oleh :

MARK RIDHO WIBAWA S


070501100
EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

MEDAN

2010

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

This study analyzes the growth of economic sectors Pematangsiantar City.


The growth is compared with the growth of economic sectors districts / cities in
North Sumatra. The method used is the Shift-Share analysis. Data used in this
research is secondary data of Gross Regional Domestic Product (GDP) and GDP
Pematangsiantar City North Sumatra based on constant 2000 prices. Duration of
time taken between the year 1997 as the beginning of the analysis and data in
2009 as the year end data analysis.
The purpose of this study was to determine the rate of growth of economic
sectors Pematangsiantar City, comparing economic growth with economic growth
Pematangsiantar City of North Sumatra, to know the profile of economic growth
and identify the City Pematangsiantar competitiveness of economic sectors
Pematangsiantar City compared to North Sumatra in the era of regional autonomy.
From the research, it is known that the economy is dominated by the City
Pematangsiantar manufacturing, trade, hotels, and restaurants and other service
sectors. However, after nine years of regional autonomy run almost all economic
sectors have Pematangsiantar City competitiveness of the less well when
compared with other regional economic sectors, except electricity, gas, and water
supply, trade, hotels, and restaurants, and financial sector, rentals, and services
company that has a positive value of RFQ. This is because economic sectors
Pematangsiantar City has a slower growth rate compared with the economic
sector, districts and other cities in North Sumatra.

Keywords: autonomy and regional growth

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pertumbuhan sektor ekonomi Kota


Pematangsiantar. Pertumbuhan tersebut dibandingkan dengan pertumbuhan sektor
ekonomi kabupaten/kota lain di Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah
analisis Shift-Share. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota
Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara berdasarkan harga konstan tahun
2000. Jangka waktu yang diambil berkisar antara tahun 1997 yaitu sebagai tahun
awal analisis dan data tahun 2009 sebagai data tahun akhir analisis.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui laju pertumbuhan sektor ekonomi
Kota Pematangsiantar, membandingkan pertumbuhan ekonomi Kota
Pematangsiantar dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, mengetahui
profil pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar dan mengidentifikasi daya
saing sektor ekonomi Kota Pematangsiantar jika dibandingkan dengan Sumatera
Utara di era Otonomi Daerah.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa perekonomian Kota Pematangsiantar
didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran
dan sektor jasa lainnya. Namun, setelah otonomi daerah berjalan sembilan tahun
hampir semua sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki daya saing yang
kurang baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi wilayah lain, kecuali
sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan
sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang memiliki nilai PPW yang
positif. Hal ini karena sektor-sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki laju
pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan sektor perekonomian
kabupaten/kota lain di Sumatera Utara.

Kata kunci: otonomi daerah dan pertumbuhan wilayah

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati, terlebih dahulu penulis mengucapkan puji dan

syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan rahmatNya, penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

Adapun penulisan skripsi ini merupakan kewajiban bagi para mahasiswa

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara guna memenuhi syarat dalam

memperoleh gelar kesarjanaan. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, maka

penulis menyusun skripsi yang berjudul: ”ANALISIS PERTUMBUHAN

WILAYAH KOTA PEMATANGSIANTAR DI ERA OTONOMI DAERAH.”

Penulis menyadari bahwa adanya bimbingan dan dorongan dari semua

pihak ataupun dukungan baik moril maupun materil, maka penulisan skripsi ini

dapat terwujud.

Untuk itu pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima

kasih sebagai rasa hormat atas dukungan ataupun dorongan melalui perhatian

(bimbingan moril) dan materil serta doa bagi penulis kepada bapak dan mama

tercinta, yaitu: Bapak H. Sumbayak, S.Pd dan Ibu R. Tondang, S.pd, serta

kelurga semuanya dan sebagai rasa hormat atas dukungan ataupun dorongan

melalui perhatian (bimbingan moril) dan materil serta doa bagi penulis yang terus

diberikan dalam penyusunan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi

Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, Ph.D, selaku Penasehat Akademik selama penulis

mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi.

4. Ibu Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE, selaku Dosen Pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan banyak masukan maupun

bimbingan mulai dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.

5. Bapak Drs. H. B Tarmizi, SU, sebagai dosen penguji I yang telah memberikan

saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Ilyda Sudardjat, Msi, sebagai sebagai dosen wali yang telah memberikan

bimbingan selama masa perkuliahan dan sebagai dosen penguji II yang telah

memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan

skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

8. Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Kota

Pematangsiantar yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang

berhubungan dengan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


9. Seluruh keluarga tercinta yang berada di Pematangsiantar yang memberikan

kasih sayangnya dan yang menjadi motivator bagi penulis.

10. Buat teman-teman Departemen Ekonomi Pembangunan stambuk 2007 yang

namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan senyum,

harapan, semangat, dan yang selalu mendengarkan dan memecahkan masalah

bersama-sama dalam suka dan duka. Penulis sangat bersyukur dapat mengenal

kalian, yang telah memberikan warna di dalam hidup ini. Kalian adalah

anugerah termanis yang Tuhan berikan.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun

dari para pembaca demi penulisan yang lebih sempurna di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan

semoga Tuhan senantiasa melimpahkan berkat dan damai sejahtera

bagi kita semua.

Medan, Desember 2010

Penulis,

(Mark Ridho Wibawa S)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ABSSTRAK ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

BAB I : PENDAHULUAN
10.1. ........................................................................................................ Latar Belakang
Masalah ................................................................................................... 1
10.2. ........................................................................................................ Perumusan Masalah
8
10.3. ........................................................................................................ Hipotesis 9
10.4. ........................................................................................................ Tujuan Penelitian
9
10.5. ....................................................................................................... Manfaat Penelitian
10

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Konsep Otonomi Daerah ........................................................................ 11
2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi .............................................................. 17
2.3. Konsep Wilayah ..................................................................................... 20
2.4. Konsep Pembangunan Wilayah ............................................................. 24
2.5. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah ............................................... 28
2.6. Penelitian-penelitian Terdahulu ............................................................. 30
2.7. Kerangka Pemikiran Konsetual .............................................................. 35

BAB III : METODE PENELITIAN


3.1. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 38

Universitas Sumatera Utara


3.2. Jenis dan Sumber Data ........................................................................... 38
3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................. 39
3.4. Pengolahan Data..................................................................................... 40

3.5. Metode Analisis Data ............................................................................. 40


3.5.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar ............ 40
3.5.2. Analisis Shift Share ....................................................................... 41
3.5.3. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi ....................... 45
3.5.4. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah .................................. 47
3.5.5. Analisis Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan ..................... 50
3.6. Konsep dan Defenisi Operasional Data .................................................. 54

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Deskriptif Daerah Penelitian .................................................................. 55
4.1.1. Wilayah Administratif ................................................................... 55
4.1.2. keadaan Penduduk ......................................................................... 57
4.2. Keadaan Perekonomian Kota Pematangsiantar ...................................... 62
4.3. Pertumbuhan PDRB Di Kota Pematangsiantar Sebelum Otonomi Daerah
(1997-2000) dan Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2009) ................. 64
4.4. Pertumbuhan Wilayah Kota Pematangsiantar ...................................... 69
4.4.1. Analisis PDRB Kota Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara di
Era Otonomi daerah ...................................................................... 69
4.4.2. Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan PDRB Provinsi Sumatera
Utara ............................................................................................. 72
4.5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Pematangsiantar di Era
Otonomi Daerah (2001-2009) .............................................................. 74
4.5.1. Komponen Pertumbuhan Regional Kota Pematangsiantar di Era
Otonomi Daerah .......................................................................... 74
4.5.2. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kota Pematangsiantar di Era
Otonomi Daerah ............................................................................ 76
4.5.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kota Pematangsiantar di
Era Otonomi Daerah ..................................................................... 79

Universitas Sumatera Utara


4.6. Profil Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar dan Pergeseran Bersih
di Era Otonomi Daerah ....................................................................... 82

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 85
5.2. Saran ....................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

1.1. PDRB Kota Pematangsiantar Tahun 1997-2009 Menurut


Lapangan Usaha ADHK 2000 6
4.1. Wilayah Kota Pematangsiantar 55
4.2. Jumlah dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota
Pematangsiantar Tahun 1997-2009 59
4.3. TPAK dan TPT Kota Pematangsiantar Tahun 2002-2009 60
4.4. Distribusi Persentase PDRB Kota Pematangsiantar
Menurut Lapangan Usaha ADHK 2000 63
4.5. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar Sebelum
dan Pada Masa Otonomi Daerah Menurut Lapangan Usaha
ADHK 2000 66
4.6. PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2001-2009 ADHK 2000 71
4.7. Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan PDRB Sumatera
Utara 73
4.8. Komponen Pertumbuhan Regional Kota Pematangsiantar
Pada tahun 2001-2009 75
4.9. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kota
Pematangsiantar Pada Tahun 2001-2009 77
5.0. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kota
Pematangsiantar Pada Tahun 2001-2009 80
5.1. Pergeseran Bersih Sektor Ekonomi Kota Pematangsiantar
Tahun 2001-2009 84

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 37


3.1. Model Analisis Shift Share 41
3.2. Profil Pertumbuhan PDRB 50
4.1. Grafik Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Tahun
2009 58
4.2. Grafik Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Keatas
Menurut Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja
Tahun 2008 61
4.3. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kota
Pematangsiantar 82

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1 PDRB Sumatera Utara Tahun 1997-2009 Menurut


Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan
2000 92
2 PDRB Kota Pematangsiantar Tahun 1997-2009
Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga
Konstan 2000 93
3 Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi
Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun
1997-2000 94
4 Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi
Sumatera Utara Pada Masa Otonomi Daerah
Tahun 2001-2009 95

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

This study analyzes the growth of economic sectors Pematangsiantar City.


The growth is compared with the growth of economic sectors districts / cities in
North Sumatra. The method used is the Shift-Share analysis. Data used in this
research is secondary data of Gross Regional Domestic Product (GDP) and GDP
Pematangsiantar City North Sumatra based on constant 2000 prices. Duration of
time taken between the year 1997 as the beginning of the analysis and data in
2009 as the year end data analysis.
The purpose of this study was to determine the rate of growth of economic
sectors Pematangsiantar City, comparing economic growth with economic growth
Pematangsiantar City of North Sumatra, to know the profile of economic growth
and identify the City Pematangsiantar competitiveness of economic sectors
Pematangsiantar City compared to North Sumatra in the era of regional autonomy.
From the research, it is known that the economy is dominated by the City
Pematangsiantar manufacturing, trade, hotels, and restaurants and other service
sectors. However, after nine years of regional autonomy run almost all economic
sectors have Pematangsiantar City competitiveness of the less well when
compared with other regional economic sectors, except electricity, gas, and water
supply, trade, hotels, and restaurants, and financial sector, rentals, and services
company that has a positive value of RFQ. This is because economic sectors
Pematangsiantar City has a slower growth rate compared with the economic
sector, districts and other cities in North Sumatra.

Keywords: autonomy and regional growth

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis pertumbuhan sektor ekonomi Kota


Pematangsiantar. Pertumbuhan tersebut dibandingkan dengan pertumbuhan sektor
ekonomi kabupaten/kota lain di Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah
analisis Shift-Share. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota
Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara berdasarkan harga konstan tahun
2000. Jangka waktu yang diambil berkisar antara tahun 1997 yaitu sebagai tahun
awal analisis dan data tahun 2009 sebagai data tahun akhir analisis.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui laju pertumbuhan sektor ekonomi
Kota Pematangsiantar, membandingkan pertumbuhan ekonomi Kota
Pematangsiantar dengan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara, mengetahui
profil pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar dan mengidentifikasi daya
saing sektor ekonomi Kota Pematangsiantar jika dibandingkan dengan Sumatera
Utara di era Otonomi Daerah.
Dari hasil penelitian, diketahui bahwa perekonomian Kota Pematangsiantar
didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran
dan sektor jasa lainnya. Namun, setelah otonomi daerah berjalan sembilan tahun
hampir semua sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki daya saing yang
kurang baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi wilayah lain, kecuali
sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, dan
sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang memiliki nilai PPW yang
positif. Hal ini karena sektor-sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki laju
pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan sektor perekonomian
kabupaten/kota lain di Sumatera Utara.

Kata kunci: otonomi daerah dan pertumbuhan wilayah

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi diarahkan pada terwujudnya perekonomian

nasional yang mandiri dan andal berdasarkan demokrasi ekonomi untuk

meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara selaras, adil dan merata.

Pertumbuhan ekonomi dengan demikian harus diarahkan untuk meningkatkan

pendapatan masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dan kesenjangan

sosial

Pembangunan merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara

berkesinambungan dan berencana untuk mendapatkan kondisi masyarakat yang

lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, pembangunan tersebut harus mampu

mengakomodasi berbagai aspek kehidupan manusia baik material maupun

spiritual. Pengalaman di negara-negara lain menunjukkan pembangunan ekonomi

cenderung mendapat prioritas dari pembagunan lainnya karena pembangunan

bidang ini diharapkan akan menjadi pemicu bagi pembangunan di bidang lainnya.

Pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang

mencakup perubahan struktur, sikap hidup, dan kelembagaan, selain mencakup

peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi

pendapatan dan pemberantasan kemiskinan (Todaro, 2004). Dengan adanya

pembangunan ekonomi maka output atau kekayaan suatu masyarakat atau

perekonomian akan bertambah.

Universitas Sumatera Utara


Pertumbuhan ekonomi sebagai indikator pembangunan daerah

memprioritaskan untuk membangun dan memperkuat sektor-sektor di bidang

ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan, dan mendayagunakan sumber

daya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan

pertanian yang tangguh serta pembangunan lainnya. Tuntutan agar pembangunan

tidak hanya berjalan di daerah-daerah yang dekat dengan pemerintahan pusat saja,

telah membuat pemerintah mengupayakan strategi yang sekiranya dapat

mewujudkan terciptanya pembangunan. Keadaan tersebut mendorong lahirnya

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, serta Undang-

Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yaitu hak, wewenang,

dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai peraturan perundang-

undangan. Jadi, sistem pemerintahan yang semula sentralis beralih menjadi

desentralis yaitu penyerahan wewenang pemerintah kepada Daerah Otonom

dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), artinya sekarang

daerah bebas mengatur kepentingannya baik itu masalah keuangan maupun

pengambilan keputusan, selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang.

Harapan bangkitnya perekonomian Kota Pematangsiantar akibat krisis

ekonomi semakin besar dengan adanya otonomi daerah. Sejalan dengan

pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, Kota Pematangsiantar yang merupakan

salah satu kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara ikut serta dalam

mengimplementasikan kebijakan otonomi tersebut, sehingga Kota

Universitas Sumatera Utara


Pematangsiantar memiliki kemandirian dalam melaksanakan pemerintahan dan

menentukan sendiri kemajuan pembangunan.

Sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Kota Pematangsiantar, maka

perekonomiannya di dominasi oleh sektor industri. Sektor industri memegang

peranan penting bagi pembangunan perekonomian Kota Pematangsiantar. Hal ini

ditunjukkan dari kontribusi sektor industri dalam pembentukan Produk Domestik

Bruto (PDRB) dan dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari

kecilnya kontribusi sektor pertanian pada PDRB daerah tersebut. Dari keseluruhan

nilai PDRB sebesar Rp 813,59 Milyar, kontribusi sektor industri pengolahan

mencapai Rp 267 Milyar atau 32,83 persen.

Di Kota Pematangsiantar ini terdapat 433 unit usaha industri kecil dan 41

unit usaha industri besar dan sedang. Pada industri kecil kelompok industri

dengan unit usaha terbanyak adalah Industri Barang-Barang dari Logam, Mesin,

dan Perlengkapannya, yaitu sebanyak 123 unit usaha dengan tenaga kerja

sebanyak 954 orang. Sedangkan kelompok industri besar dan sedang yang jumlah

unit usahanya terbesar adalah Industri (Besar dan Sedang) Makanan, Minuman,

dan Tembakau, yaitu sebanyak 23 unit usaha dengan tenaga kerja sebanyak 3.808

orang.

Jumlah output industri besar dan sedang lebih dari Rp 966 milyar.

Sedangkan kelompok industri dengan jumlah output terbesar adalah Industri

Makanan, Minuman, dan Tembakau, yaitu lebih dari Rp 931 milyar. Artinya

industri besar dan sedang di Kota Pematangsiantar didominasi Industri Makanan,

Minuman, dan Tembakau.

Universitas Sumatera Utara


Wilayah Kota Pematangsiantar merupakan wilayah perkotaan sehingga

tidak sesuai dikembangkan untuk kegiatan pertanian. Wilayah perkotaan

cenderung sesuai untuk kegiatan industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu alasan

berkembangnya sektor industri di Kota Pematangsiantar adalah karena secara

geografis terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun, dimana kabupaten ini

unggul pada beberapa jenis komoditas pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai

penyedia input (hinterland) bagi industri Kota Pematangsiantar. Pada periode

1983-1995 PDRB sektor industri Kota Pematangsiantar terus meningkat, namun

di tahun 1996 mengalami penurunan sebesar 4,43%. Pada tahun 1999 meningkat

kembali sebesar 2,80% yang menunjukkan mulai bangkitnya sektor industri pasca

krisis ekonomi.

Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar adalah rokok putih filter dan

nonfilter serta tepung tapioka. Pada tahun 2000, dengan tenaga kerja sebanyak

2.700 orang, NV Sumatra Tobacco Trading Company (STTC), produsen rokok

yang berdiri sejak 1952, menghasilkan 11,06 milyar batang rokok putih filter dan

75 juta batang rokok putih nonfilter. Dari seluruh hasil produksi rokok filter

tersebut, 88,14% dijual ke luar negeri terutama ke Malaysia, negara-negara Timur

Tengah dan Asia Timur, dengan nilai ekspor mencapai Rp 345 juta. Sisanya

sebesar 11,86% rokok putih filter dan seluruh hasil produksi rokok putih nonfilter

dijual di dalam negeri dengan nilai penjualan mencapai Rp 83 milyar. Sementara

itu, Taiwan menjadi negara tujuan penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota

ini. Tahun 2000, volume ekspor tepung tapioka mencapai 3,8 ton dan tepung

Modified Starch mencapai 2,7 ton. Keseluruhan nilai penjualan ekspor kedua jenis

Universitas Sumatera Utara


komoditas ini mencapai Rp 12,9 milyar. Industri lain yang juga memberi

kontribusi terhadap perekonomian Kota Pematangsiantar diantaranya adalah

industri makanan, tekstil, perabot, percetakan, dan, kimia.

Sektor perekonomian yang sebelumnya di danai pemerintah pusat harus

mampu dikembangkan sehingga menjadi leading sector. Dalam jangka panjang,

konsep pembangunan daerah harus dapat menjadi suatu upaya untuk

menumbuhkan perekonomian daerah sehingga daerah otonom dapat tumbuh dan

berkembang secara mandiri. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai

kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat

berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan bertanggung

jawab kepada masyarakat.

Otonomi daerah berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi Kota

Pematangsiantar. Berjalannya otonomi daerah diharapkan dapat mendorong

peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan serta memberikan kemampuan dalam memanfaatkan potensi

wilayahnya untuk penyelenggaraan pembangunan daerah.

Sebelum diterapkannya otonomi daerah di Kota Pematangsiantar, sektor

industri dan pengolahan merupakan sektor yang diprioritaskan untuk terus

ditingkatkan demi menunjang pembangunan daerah dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi wilayah Kota Pematangsiantar. Dengan diterapkannya

otonomi daerah, Kota Pematangsiantar diberi kewenangan untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya secara leluasa untuk

dialokasikan pada sektor-sektor ekonomi yang ada. Oleh karena itu, perlu

Universitas Sumatera Utara


diterapkan sektor-sektor yang harus diprioritaskan dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi Kota Pematangsiantar.

Tabel 1.1. PDRB Kota Pematangsiantar Tahun 1997-2009 Menurut


Lapangan Usaha ADHK 2000 (Milyar Rupiah)
Sebelum Otonomi Daerah

Sektor Perekonomian

Keuangan,
Listrik,Gas, Bangunan Perdagangan, Angkutan
Pertambangan Industri Persewaan, Jasa
Pertanian dan dan Hotel, dan dan
Tahun dan Galian Pengolahan dan Jasa Lainnya
Air Minum Konstruksi Restoran Komunukasi
Perusahaan

1997 60,69 3,68 199,57 14,30 121,55 339,12 242,92 119,49 193,21

1998 60,15 3,53 188,56 13,63 117,83 345,85 240,04 116,20 189,84

1999 60,39 3,61 195,50 14,08 119,17 353,86 242,16 119,50 192,55

2000 60,73 3,71 205,05 14,46 123,57 363,99 245,45 121,82 197,05

Pada Masa Otonomi Daerah

Sektor Perekonomian

Keuangan,
Listrik,Gas, Bangunan Perdagangan, Angkutan
Pertambangan Industri Persewaan, Jasa
Pertanian dan dan Hotel, dan dan
Tahun dan Galian Pengolahan dan Jasa Lainnya
Air Minum Konstruksi Restoran Komunukasi
Perusahaan

2001 63,06 3,60 205,13 15,51 125,08 370,11 125,04 125,04 211,03

2002 64,31 3,42 205,71 16,60 125,70 397,50 215,93 145,95 214,71

2003 66,34 3,38 207,35 17,41 129,20 414,28 254,41 151,78 259,65

2004 72,19 3,45 209,60 24,02 135,38 422,65 251,64 171,03 271,51

2005 73,01 0,37 209,88 25,91 144,88 460,02 270,61 180,36 284,93

2006 71,53 0,44 223,07 22,33 153,94 480,85 283,84 192,26 216,85

2007 65,50 0,44 230,42 21,66 54,91 504,74 300,13 215,25 236,22

2009 65,11 0,41 239,60 22,07 155,48 554,68 314,46 232,02 244,43

2009 64,93 0,41 243,45 22,66 160,62 604,04 328,74 248,54 252,91

Sumber : BPS Kota Pematangsiantar, diolah.

Berdasarkan Tabel 1.1., selama periode otonomi daerah tahun 2001-2009

seluruh sektor perekonomian di Kota Pematangsiantar mengalami peningkatan.

Universitas Sumatera Utara


Sektor industri dan pengolahan sebagai salah satu sektor yang dominan dalam

pembentukan PDRB Kota Pematangsiantar menunjukkan peningkatan yang

signifikan sejak diberlakukannya otonomi daerah. Demikian halnya pada sektor

perdagangan, hotel, dan restoran mampu meningkatkan nilai PDRB sebesar

363,99 milyar pada tahun 2000 menjadi 604,04 milyar pada tahun 2009 di masa

otonomi daerah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan adanya otonomi

daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar.

Namun, adanya otonomi daerah ternyata membawa pengaruh negatif

terhadap perkembangan tenaga kerja. Pertumbuhan tenaga kerja di Kota

Pematangsiantar sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Pada periode 1990-2002

rata-rata pertumbuhan tenaga kerja 1,26% per tahun. Namun pertumbuhan ini

tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang ada, sehingga mengakibatkan

bertambahnya jumlah pengangguran. Di Kota Pematangsiantar pada tahun 2002

banyaknya pencari kerja yang belum berpengalaman yang terdaftar di Kantor

Departemen Tenaga Kerja 1.392 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 1.422

orang. Jika dilihat dari jenis kelamin pencari kerja perempuan lebih banyak jika

dibandingkan dengan pencari kerja laki-laki. Jumlah pencari kerja perempuan 977

orang dan laki-laki sebanyak 415 orang.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis merasa tertarik

untuk melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan judul “Analisis

Pertumbuhan Wilayah Kota Pematangsiantar di Era Otonomi Daerah”.

Universitas Sumatera Utara


1.2. Rumusan Masalah

Undang-Undang otonomi daerah telah dijalankan, berbagai dampak telah

ditimbulkan dari implementasi Undang-Undang tersebut, baik berupa pemekaran

wilayah maupun peningkatan PAD. Setiap daerah harus mampu mengoptimalisasi

peran sektor-sektor perekonomian lokalnya agar dapat meningkatkan PAD dan

tidak bergantung pada anggaran dari pemerintah pusat. Daerah-daerah memiliki

kebijakannya masing-masing dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan

potensi sumber dayanya.

Permasalahan yang dihadapi pemerintah daerah dalam mengurus rumah

tangga sendiri bersumber dari terbatasnya dana dalam melaksanakan

pembangunan di wilayahnya. Untuk meningkatkan pembangunan daerah

diperlukan biaya yang harus digali dari sumber keuangan sendiri. Keuangan

daerah seharusnya merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara riil

kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangga sendiri. Hal ini sesuai dengan

tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu agar daerah mampu mengurus

daerahnya sendiri dan berusaha melepaskan diri dari ketergantungan kepada

pemerintah pusat.

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini membahas permasalahan-

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana laju pertumbuhan ekonomi di Kota Pematangsiantar pada masa

otonomi daerah (2001-2009)?

2. Bagaimana pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Pematangsiantar pada

masa otonomi daerah (2001-2009)?

Universitas Sumatera Utara


1.3. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi

objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau pun diuji secara

empiris.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka

hipotesis penelitiannya adalah sebagai berikut:

1. Otonomi daerah (2001-2009) berpengaruh terhadap peningkatkan laju

pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Pematangsiantar.

2. Otonomi daerah (2001-2009) berpengaruh terhadap pertumbuhan sektor

perekonomian Kota Pematangsiantar.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini, yaitu:

1) Menganalisis laju petumbuhan ekonomi di Kota Pematagsiantar sebelum

otonomi daerah (1997-2000) dan pada masa otonomi daerah (2001-2009).

2) Menganalisis pertumbuhan sektor perekonomian di Kota Pematangsiantar

pada masa otonomi daerah (2001-2009).

Universitas Sumatera Utara


1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan untuk perencanaan dan

penentuan kebijakan pembangunan wilayah berdasarkan potensi yang

dimiliki.

2. Bahan masukan dan informasi bagi penelitian yang masih relevan dengan

permasalah penelitian ini.

3. Hasil penelitian ini menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan

penulis dalam melakukan penelitian.

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Otonomi Daerah

Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

dekonsentrasi, dan tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama.

Untuk mewujudkan pelaksanaan asas desentralisasi tersebut maka dibentuklah

daerah otonomi yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah

kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1999. Menurut pasal 1 ayat (1) dalam Undang-Undang

tersebut dirumuskan bahwa: “Daerah Otonom”, selanjutnya disebut daerah,

adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu

berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut

prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Otonomi daerah merupakan alternatif pemecahan masalah kesenjangan

pembangunan, terutama dalam konteks pemberdayaan pemerintah daerah yang

selama ini dipandang hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Menurut UU No. 22 Tahun 1999, otonomi daerah adalah kewenangan pemerintah

daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerah tersebut

menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat.

Prinsip pemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya

untuk memberikan wewenang lebih besar kepada daerah agar dapat membantu

Universitas Sumatera Utara


pemerintah pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pada masa

sekarang ini titik berat pemberian otonomi daerah diberikan kepada daerah tingkat

II dan bukan kepada daerah tingkat I atau desa, karena pemerintah daerah tingkat

II dianggap sebagai tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan masyarakat

sehingga dapat mengetahui kebutuhan masyarakat di daerahnya.

Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu

proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada

dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor

swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Otonomi daerah

memiliki tiga asas pada prinsip pelaksanaannya, yaitu:

1. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan kepada daerah

otonom dalam kerangka NKRI.

2. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau perangkat pusat di daerah.

3. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada kepala daerah

dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang

disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan

kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya

kepada yang menugaskan.

Desentralisasi dari aspek fiskal merupakan otonomi keuangan yang

meliputi pemberian kewenangan penerimaan (revenue assignment) dan

pengeluaran (expenditure assignment) yang memungkinkan daerah dapat

Universitas Sumatera Utara


memobilisasi sumber-sumber penerimaan dan meningkatkan kapasitas keuangan.

Dengan desentralisasi, sebagian atau seluruh fungsi pemerintah pusat dilimpah

kepada daerah. Pemerintah daerah membiayai pelaksanaan fungsi tersebut dengan

PAD yang dihasilkan oleh setiap daerah. Dalam kenyataanya pemerintah daerah

memiliki keterbatasan untuk membiayai pelaksanaan program-program daerah

dan kegiatan pembangunan dengan hanya mengandalkan potensi PAD. Bantuan

pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam menunjang pembangunan di daerah.

Sehingga diharapkan dengan adanya otonomi daerah pertumbuhan ekonomi

daerah semakin kuat untuk menyokong pertumbuhan ekonomi nasional.

Otonomi daerah menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah

daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, otonomi daerah pada

hakikatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom,

artinya penetapan kebijakan sendiri, pelaksanan sendiri, serta pembiayaan sendiri

dan pertanggungjawaban daerah sendiri (Aser, 2005).

Pada prinsipnya otonomi daerah mengatur penyelenggaraan pemerintah

daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar pada

pelaksanaan otonomi daerah adalah, (1) mendorong untuk memberdayakan

masyarakat, (2) membutuhkan prakarsa dan kreatifitas serta kemandirian, (3)

meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, (4) mengembangkan

peran dan fungsi DPRD (Ilyas, 2001).

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, sasaran pelaksanaaan otonomi

daerah adalah daerah kabupaten dan daerah kota yang berkedudukan sebagai

daerah otonom memiliki wewenang mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah,

sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Kewenangan daerah

kabupaten atau kota mencakup semua kewenangan pemerintahan selain

kewenangan pusat dan provinsi. Bidang pemerintahan yang wajib diselenggarakan

oleh daerah kabupaten atau kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan

dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman

modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja.

Sebelum dikeluarkannnya Undang-Undang Otonomi Daerah tahun 1999,

sumber keuangan daerah menurut UU No. 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut :

1. Penerimaan Asli Daerah (PAD)

2. Bagi hasil pajak dan non pajak

3. Bantuan pusat (APBN) untuk daerah tingkat I dan tingkat II

4. Pinjaman daerah

5. Sisa lebih anggaran tahun lalu

6. Lain-lain penerimaan yang sah

Universitas Sumatera Utara


Sesuai dengan UU No. 22 Tahun 1999, sumber pendapatan daerah antara

lain :

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang terdiri dari :

a. Pajak daerah

b. Retribusi daerah

c. Bagian Pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah (BUMD)

d. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2. Dana Perimbangan, yang terdiri dari :

a. Dana bagi hasil

b. Dana alokasi umum

c. Dana alokasi khusus

3. Pinjaman daerah

4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

Sedangkan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, sumber pendapatan

daerah antara lain:

1. Pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:

a. hasil pajak daerah

b. hasil retribusi daerah

c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

d. lain-lain PAD yang sah

2. Dana Perimbangan

3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Universitas Sumatera Utara


Dana perimbangan terdiri dari bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi

dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari

sumber daya alam, Pajak Penghasilan (PPh), Dana Alokasi Umum (DAU), dan

Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999, alokasi DAU

ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi ekonomi dan kebutuhan daerah.

Karena tujuan utama pemberian DAU adalah untuk mengurangi ketimpangan

antar daerah, maka pada prinsipnya daerah-daerah yang miskin sumber daya alam

akan memperoleh porsi yang lebih besar. Masalahnya, keragaman daerah-daerah

dalam hal potensi ekonomi dan kebutuhan sangat besar. Jadi, daerah-daerah harus

dapat mengoptimalkan peran sektor-sektor perekonomiannya sehingga dapat

meningkatkan pembangunan daerah.

Pada masa sebelum otonomi, semua wewenang pemerintah dipegang oleh

pemerintah pusat, daerah hanya sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Adanya otonomi daerah membuat wewenang pemerintah daerah semakin besar.

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999, kewenangan daerah mencakup kewenangan

dalam bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan

keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, kebijakan tentang perencanaan

nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara

dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya

manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,

konversi, dan standarisasi nasional (Elmi, 2002).

Kebijakan otonomi daerah berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 membawa

angin baru dan optimisme bagi daerah dalam mengurus dan mengatur kepentingan

Universitas Sumatera Utara


masyarakatnya serta suasana baru dalam hubungan antar pusat dan daerah.

Masyarakat di daerah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan

maka selanjutnya diberi kesempatan untuk mendapat pengakuan dan penghargaan

terhadap hak-hak, aspirasi dan kepentingannya. Dengan kebijakan otonomi

daerah, anggapan bahwa pemerintah lebih tahu kebutuhan masyarakat akan

bergeser kepada masyarakat yang lebih mengetahui kebutuhan, aspirasi dan

kepentingannya (Haris, 2005).

Sejak tanggal 1 Januari 2001 secara serentak otonomi daerah berdasarkan

UU No. 22 Tahun 1999 diimplementasikan secara nasional. Daerah menyambut

implementasi kebijakan otonomi daerah dengan sangat antusias. Antusiasme

masyarakat ini timbul karena besarnya harapan mereka terhadap otonomi daerah

untuk menjawab berbagai masalah hubungan pusat dan daerah serta menuntaskan

permasalahan berbagai tuntutan daerah selama ini. Secara bertahap daerah mulai

menyesuaikan kelembagaan, struktur organisasi, kepegawaian, keuangan dan

perwakilan di daerah dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1999

(Haris, 2005).

2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang

dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi

kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau

dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi,

Universitas Sumatera Utara


institusional, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada (Todaro,

2004).

Kapasitas pertumbuhan dimungkinkan oleh adanya perkembangan

teknologi, penyesuaian-penyesuaian kelembagaan dan ideologi sebagaimana yang

diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini memiliki tiga komponen pokok,

yaitu, (1) Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi

nasional, yang merupakan manifestasi pertumbuhan ekonomi dan kemampuan

untuk menyediakan berbagai jenis barang yang dibutuhkan merupakan pertanda

kematangan ekonomi; (2) Kemajuan di bidang teknologi telah memberikan dasar

atau prakondisi untuk berlangsungnya pertumbuhan ekonomi secara

berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; (3)

Penyesuaian-penyesuaian kelembagaan, sikap, dan ideologi harus diciptakan.

Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah

pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah, yaitu kenaikan

seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu

diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan harga konstan. Hal itu juga

menggambarkan balas jasa bagi faktor-faktor produksi yang beroperasi di wilayah

tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar

dapat menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah

selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga

oleh seberapa besar terjadi transfer-payment yaitu bagian pendapatan yang

mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Kuznet dalam Jhingan (2004), pertumbuhan ekonomi sebagai

kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan

semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, kemampuan

ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan

ideologis yang diperlukannya. Defenisi ini mempunyai tiga komponen, pertama,

pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-

menerus suatu persediaan barang. Persediaan ini juga mengidentifikasi

pertumbuhan suatu wilayah di suatu negara. Jika wilayah tersebut dapat

meningkatkan persediaan barangnya secara terus-menerus maka wilayah tersebut

dapat dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi. Kedua, teknologi maju

merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menetukan derajat

pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada

penduduk. Komponen kedua ini juga dapat dijadikan sebagai acuan apakah suatu

wilayah di suatu negara tersebut mengalami pertumbuhan ekonomi. Jika wilayah

tersebut dapat mengadopsi atau menemukan teknologi baru yang dapat

meningkatkan produksi tanpa menambah input maka persediaan barang disuatu

wilayah tersebut bertambah, ini berarti wilayah tersebut mengalami pertumbuhan

ekonomi. Ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan

adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang

dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.

Dalam analisisnya yang mendalam mengenai pertumbuhan ekonomi modern,

Kuznets telah memilah-milah enam ciri pokok sehubungan dengan pertumbuhan

yang dialami hampir di semua negara maju yaitu yang termasuk

Universitas Sumatera Utara


dalam agregat variabel ekonomi, variabel transformasi struktural, dan faktor yang

mempengaruhi penyebaran pertumbuhan ekonomi internasional. Dua agregat

variabel ekonomi yaitu; (1) Tingkat pertumbuhan keluaran perkapita yang tinggi

dan laju pertumbuhan penduduk, (2) Tingkat kenaikan yang tinggi pada total

produktivitas faktor, terutama produktivitas tenaga kerja. Dua variabel

transformasi struktural yaitu; (1) Tingkat transformasi struktural yang tinggi, dan

(2) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. Dua faktor yang

mempengaruhi penyebaran pertumbuhan ekonomi internasional adalah

kecenderungan negara-negara yang secara ekonomis maju untuk menggapai

bagian dunia yang lain dalam usaha untuk memperluas pasar dan memperoleh

bahan mentah, serta terbatasnya penyebaran pertumbuhan ekonomi yang hanya

meliputi sepertiga bagian dunia.

2.3. Konsep Wilayah

Budiharsono (2001) menyatakan, wilayah diartikan sebagai suatu unit

geografi yang dibatasi oleh kriteria tertentu yang bagian-bagiannya tergantung

secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) wilayah

homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah

administratif.

1. Wilayah Homogen

Konsep wilayah homogen dipandang sebagai daerah-daerah geografik

yang dikaitkan bersama-sama menjadi satu daerah tunggal, apabila daerah-daerah

tersebut memiliki ciri-ciri yang seragam/relatif sama. Ciri-ciri kehomogenan itu

Universitas Sumatera Utara


dapat bersifat ekonomi misalnya daerah dengan struktur produksi dan konsumsi

yang serupa, bersifat geografi misalnya wilayah yang mempunyai topografi/iklim

yang sama, bahkan dapat juga bersifat sosial/politik misalnya kepribadian suatu

wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi

suatu perubahan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya.

2. Wilayah Nodal

Wilayah nodal merupakan satuan-satuan yang heterogen dan memiliki

hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga

terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya maupun desa-desa. Ciri umum pada

daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata diantara

pusat-pusat yang sama besarnya, melainkan tersebar pula diantara pusat-pusat

yang besarnya berbeda-beda dan secara keseluruhan membentuk suatu hirarki

perkotaan (urban hierarchy), sehingga timbul ketergantungan antar pusat (inti)

dan daerah belakangnya (hinterland). Hal ini menyebabkan terjadinya pertukaran

barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan

menjual barang-barang mentah dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti,

sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi.

Contoh daerah nodal adalah Provinsi DKI Jakarta dan BOTABEK (Bogor,

Tangerang, Bekasi) yang mana DKI sebagai daerah inti dan BOTABEK sebagai

daerah belakangnya.

3. Wilayah Administratif

Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya ditentukan

berdasarkan kepentingan administrasi pemerintahan/politik, seperti: provinsi,

Universitas Sumatera Utara


kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan RT/RW. Hal ini disebabkan dua faktor,

yaitu: (1) dalam melaksanakan kebijaksanaan dan rencana pembangunan wilayah

diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan (2) wilayah yang

batasnya ditentukan berdasarkan satuan administrasi pemerintah lebih mudah

dianalisis.

4. Wilayah Perencanaan

Wilayah perencanaan didefinisikan sebagai wilayah yang memperlihatkan

kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan harus memiliki

ciri-ciri: (1) cukup besar untuk mengambil keputusan-keputusan investasi yang

berskala ekonomi. (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja

yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi yang homogen, (4) mempunyai

sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (5) menggunakan suatu cara

pendekatan perencanaan pembangunan dan (6) masyarakat dalam wilayah

mempunyai kesadaran bersama terhadap persoalan-persoalannya.

Contoh wilayah perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan

ekonomi adalah BARELANG (Pulau Batam, Pulau Rembang, Pulau Galang),

daerah perencanaan tersebut adalah lintas batas administrasi.

Gunawan (2000) mengatakan, pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak

seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, kemampuan

sumberdaya manusia, potensi lokal, aksesabilitas dan kekuasaan dalam

pengambilan keputusan serta aspek potensi pasar. Berdasarkan perbedaan ini,

wilayah dapat diklasifikasikan dalam empat wilayah, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Wilayah Maju

Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan

diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk,

industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan

memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju di

dukung oleh perkembangan sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun

wilayah belakangnya (hinterland) dan potensi lokasi yang strategis. Sarana

pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang lengkap, seperti

jalan, pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya mengakibatkan aksesabilitas

yang tinggi terhadap pasar domestik maupun internasional.

2. Wilayah Sedang Berkembang

Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat

sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah

sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja

yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara

sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.

3. Wilayah Belum Berkembang

Potensi sumber daya alam yang ada pada wilayah ini, keberadaannya

masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan dan kepadatan

penduduk masih rendah, aksesibilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur

ekonomi wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai

pembangunan secara mandiri.

Universitas Sumatera Utara


4. Wilayah Tidak Berkembang

Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya

sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat

kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih

tergolong rendah dan pembangunan infrastruktur pun tidak lengkap.

2.4. Konsep Pembangunan Wilayah

Seluruh wilayah di Indonesia memiliki kontribusi terhadap tingkat

pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Pembangunan wilayah merupakan

bagian integral dan penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka

pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan

permasalahan di daerah, yang diarahkan untuk lebih mengembangkan dan

menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah, antarkota, antardesa, dan antarkota

dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah melalui pembangunan yang serasi

antarsektor maupun antarpembangunan sektoral dengan perencanaan

pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif menuju tercapainya

kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok Tanah Air

(Soegijoko, 1997).

Pembangunan wilayah merupakan hasil dari aktivitas ekonomi pada

wilayah tertentu. Hal ini berupa pendapatan perkapita, kesempatan kerja dan

pemerataan. Pembangunan wilayah membandingkan permasalahan suatu wilayah

dengan wilayah yang lebih maju. Dalam pelaksanaan pembangunan wilayah

Universitas Sumatera Utara


terdapat pihak yang mengatur dan mengambil keputusan untuk mempengaruhi

perubahan sosial (Friedman dalam Restuningsih, 2004). Sasaran pembangunan

menurut Todaro (1994) yaitu:

1. Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian/pemerataan bahan

pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan

lingkungan.

2. Mengangkat taraf hidup termasuk menambah dan mempertinggi pendapatan

dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian

yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata

bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, tetapi untuk meningkatkan

kesadaran harga diri baik individu maupun nasional.

3. Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua pilihan

individu dan nasional dengan cara membeb askan mereka dari sikap budak

dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain,

tetapi juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.

Untuk mencapai sasaran pembangunan diatas, pembangunan ekonomi

harus diarahkan kepada:

1. Meningkatkan output nyata/produktivitas yang tinggi harus terus menerus

meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat

meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian bahan kebutuhan pokok

untuk hidup, termasuk penyediaan perumahan, pendidikan, dan kesehatan.

2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah

yang ditandai dengan ketersediaan lapangan kerja yang cukup.

Universitas Sumatera Utara


3. Pengurangan dan pemberantasan ketimpangan.

4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga

pemerintah.

Pada kenyataannya, tidak semua wilayah dapat mewujudkan hal tersebut,

sehingga pembangunanpun tidak merata di seluruh wilayah. Perbedaan

pembangunan antarwilayah dapat dijelaskan oleh sejumlah teori, yakni teori basis

ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri (Tambunan, 2001).

1. Teori Basis Ekonomi

Teori ini menjelaskan bahwa faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan langsung permintaan barang dan jasa

dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu wilayah yang

menggunakan sumber daya produksi lokal (tenaga kerja, bahan baku dan produk

unggulan yang diekspor) akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan

pendapatan perkapita dan penciptaan lapangan kerja di wilayah tersebut.

2. Teori Lokasi

Teori ini digunakan untuk menentukan pengembangan kawasan industri di

suatu wilayah. Lokasi usaha ditempatkan pada suatu tempat yang mendekati

bahan baku/pasar. Hal ini ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan dalam rangka

memaksimumkan keuntungan dengan biaya serendah mungkin.

3. Teori Daya Tarik Industri

Teori ini dilatarbelakangi oleh adanya pembangunan industri di suatu

wilayah. Sehingga faktor-faktor daya tarik usaha antara lain produktivitas,

Universitas Sumatera Utara


industri-industri kaitan, daya saing masa depan, spesialisasi industri, potensi

ekspor dan prospek permintaan domestik.

Dengan demikian, konsep pembangunan wilayah secara mendasar

mengandung prinsip pelaksanaan kebijaksanaan desentralisasi dalam kerangka

peningkatan pelaksanaan pembangunan untuk mencapai sasaran nasional yang

bertumpu pada trilogi pembangunan, yaitu pertumbuhan, pemerataan, dan

stabilitas. Dalam hal ini pembangunan wilayah merupakan upaya pemerataan

pembangunan dengan pengembangan wilayah-wilayah tertentu melalui berbagai

kegiatan sektoral secara terpadu, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakatnya (Soegijoko, 1997).

Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah/wilayah adalah

suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang

ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor

swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Perencanaan ekonomi

daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru,

pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang

ada, untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar

baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan usaha-usaha baru.

Jhingan (2004), menjelaskan syarat utama bagi pembagunan adalah proses

pertumbuhannya harus bertumpu pada kemampuan perekonomian di dalam

negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan

Universitas Sumatera Utara


kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak

dapat dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar.

2.5. Perencanaan dan Pembangunan Wilayah

Berkembangnya perekonomian Indonesia yang ditandai dengan

pertumbuhan ekonomi, terjadinya transformasi di bidang teknologi dan

perekonomian. Hal ini jelas menandakan meningkatnya kemampuan pemerintah

daerah untuk mewujudkan pembangunan. Namun dengan naiknya harga BBM

pemerintah dituntut untuk lebih efisien dan tepat dalam alokasi pembiayaan

pembangunan, dengan memanfaatkan potensi, serta aspirasi untuk memahami

potensi pembiayaan asli daerah.

Soegijoko (1997), menyatakan pelaksanaan pembangunan tidak lagi dapat

dilaksanakan secara sektoral semata, namun harus lebih berorientasi pada

pembangunan regional atau pembangunan multisektoral. Untuk itu perlu upaya

pengembangan wilayah secara terpadu melalui penyusunan perencanaan regional.

Perencanaan regional merupakan perencanaan yang dilakukan karena adanya

perbedaan kepentingan, permasalahan, ciri dan karakteristik dari masing-masing

daerah/wilayah yang menuntut campur tangan pemerintah pada tingkat regional.

Perencanaan regional secara spesifik berupaya untuk mengantisipasi

permasalahan di masing-masing wilayah dan mengupayakan keseimbangan

pembangunan wilayah. Perencanaan wilayah secara terpadu diharapkan tidak

terjadi ketumpangtindihan dalam membuat suatu kebijakan pembangunan.

Universitas Sumatera Utara


Pembangunan suatu wilayah bukan berarti tidak mempunyai kendala,

dalam hal ini untuk mengatasi dan mengantisipasi kendala-kendala pembangunan

regional, pemerintah telah memprakarsai beberapa kegiatan berkaitan dengan

pembangunan regional, diantaranya sebagai berikut:

1. Desentralisasi Pembiayaan

Pemerintah telah menetapkan suatu kerangka dari fungsi desentralisasi

yang lebih mendalam pada tingkat kabupaten, dituangkan dalam PP No. 8 Tahun

1995, peraturan ini merupakan tindak lanjut dari PP No. 45 Tahun 1992

(pelaksanaan otonomi wilayah dengan penekanan pada daerah tingkat II). UU No.

22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 2000 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dan telah disempurnakan dengan

UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.

2. Pengadaan Pelayanan Regional

Pemerintah dalam beberapa sektor telah mulai mengadakan pelayanan

dengan sistem desentralisasi pada tingkat wilayah. Sebagai contoh, Telkom telah

di bagi ke dalam sejumlah perusahaan distribusi wilayah yang bertanggung jawab

terhadap penyediaan pelayanan di wilayah yang bersangkutan. Hal ini juga terjadi

pada distribusi pelayanan listrik.

3. Perencanaan Regional

Suatu pendekatan kawasan strategis dalam rangka pengembangan regional

telah mulai dilaksanakan dalam bentuk program Kawasan Andalan, dalam

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam rencana ini telah

Universitas Sumatera Utara


disusun kriteria untuk menetapkan kawasan andalan berdasarkan kepentingan

ekonomi, sosial, dan budaya.

4. Pengentasan Kemiskinan

Pengentasan kemiskinan lebih ditekankan pada masalah kemiskinan di

wilayah Indonesia Timur, sehingga dibentuk suatu Komisi Dewan Kawasan

Timur Indonesia untuk mengamati, menyusun dan mengkoordinasikan

kebijaksanaan bagi KTI. Dewan KTI ini telah menetapkan 13 kawasan andalan

yang akan dikembangkan di KTI sebagai wilayah yang diharapkan dapat memacu

perkembangan wilayah sekitar di KTI.

5. Inovasi Proyek Infrastruktur Perkotaan

Pemerintah menetapkan kegiatan-kegiatan operasional dengan penekanan

pada pengawasan biaya dan rasionalisasi serta penguatan kelembagaan

subnasional dalam bentuk Program Pembangunan Prasarana Kota Terpadu

(P3KT). P3KT pada dasarnya mengubah dan menggeser pendekatan

pembangunan prasarana kota dari pendekatan sektoral dan terpusat ke pendekatan

yang lebih terpadu dan lebih terdesentralisasi.

2.6. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Sapta (2007) dalam penelitiannya untuk mengetahui potensi-potensi

daerah yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Kota

Tangerang selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, dan seberapa besar

sumbangan sektor-sektor potensial tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi

daerah.

Universitas Sumatera Utara


Penelitian ini menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Kota Tangerang dan Propinsi Banten tahun 2001 hingga tahun 2004.

Data tersebut diperoleh dari survei sekunder, yaitu dengan memanfaatkan data

yang telah tersedia pada instansi terkait. Dalam skripsi ini digunakan model basis

ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quotient (LQ) yang dilengkapi

analisis Shift Share, yang berguna untuk mengetahui sektor-sektor unggulan di

Kota Tangerang.

Hasil metode analisis Shift Share menggunakan komponen pertumbuhan

differential (Dj) menunjukkan terdapat 4 sektor dengan rata-rata Dj positif, yaitu

sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata Dj sebesar 6277,27;

sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai rata-rata sebesar 47076,89; sektor

bank dan lembaga keuangan lainnya dengan nilai rata-rata sebesar 54818,93;

sektor jasa-jasa dengan nilai rata-rata sebesar 1835,37, hal tersebut

mengindikasikan bahwa ke-4 sektor tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan

sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Banten sehingga ke-4 sektor tersebut

memiliki daya saing tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu

pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang, sedangkan komponen pertumbuhan

proportional (Pj) menunjukkan bahwa terdapat 4 sektor yang memiliki nilai rata-

rata positif yaitu sektor listrik, gas dan air minum, sektor angkutan dan

komunikasi, sektor bangunan dan konstruksi serta sektor bank dan lembaga

keuangan lainnya, hal ini berarti Kota Tangerang berspesialisasi pada sektor yang

sama dengan sektor yang tumbuh cepat di perekonomian Banten.

Universitas Sumatera Utara


Sihombing (2006), dalam penelitiannya analisis mengenai dampak

otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kabupaten

Tapanuli Utara digunakan analisis Shift Share. Data yang digunakan adalah data

sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan nilai PDRB Provinsi

Sumatera Utara tahun 1993-2004 berdasarkan harga konstan tahun 1993.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kurun waktu 1993-1996, sektor

yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran,

dan sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor pertambangan.

Dilihat dari daya saingnya, sektor pertambangan adalah sektor yang mempunyai

daya saing paling baik dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor

yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan,

hotel dan restoran. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai

laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan

sektor yang pertumbuhannya paling lambat adalah sektor industri pengolahan.

Sektor industri pengolahan mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan

dengan kabupaten lain, sedangkan sektor bangunan merupakan sektor yang

memiliki daya saing yang buruk bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada

masa otonomi daerah tahun 2001-2004, sektor pertanian merupakan sektor yang

pertumbuhannya paling cepat, sedangkan sektor yang pertumbuhannya paling

lambat adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah, semua sektor

mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sektor

bangunan merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik bila

dibandingkan dengan sektor yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara


Pada masa otonomi daerah tahun 2001 sampai 2004, perekonomian

Kabupaten Tapanuli Utara termasuk dalam kelompok pertumbuhan progresif.

Akan tetapi sebagian besar sektor ekonomi mempunyai laju pertumbuhan yang

lambat.

Ramadhanni (2007) menganalisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi

dalam menunjang pembangunan daerah Kabupaten Lahat pada masa otonomi

daerah tahun 2001-2004, baik itu laju pertumbuhannya maupun daya saing sektor

tersebut terhadap Propinsi Sumatera Selatan. Selain itu akan diidentifikasi profil

pertumbuhan PDRB Kabupaten Lahat dan pergeseran bersih, sehingga dapat

diketahui sektor-sektor tersebut termasuk kedalam kelompok pertumbuhan

progresif (maju) atau kelompok pertumbuhan lambat.

Penelitian ini menggunakan model analisis Shift Share. Perangkat lunak

yang digunakan dalam proses pengolahan data Shift Share ini adalah Microsoft

Excel. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten

Lahat dan PDRB Propinsi Sumatera Selatan tahun 2001-2004 berdasarkan harga

konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masa otonomi daerah (2001-

2004), dari sembilan sektor penyusun PDRB Kabupaten Lahat, terdapat enam

sektor yang memiliki pertumbuhan progresif, yaitu sektor pertanian,

pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih,

sektor bangunan serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.

Sedangkan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang lambat adalah sektor

Universitas Sumatera Utara


perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi dan sektor jasa-

jasa.

Dengan melihat nilai pergeseran bersih Kabupaten Lahat terhadap Propinsi

Sumatera Selatan, maka secara agregat, nilai yang diperoleh Kabupaten Lahat

mengalami pertumbuhan yang masih progresif. Selain itu, sektor-sektor

perekonomian Kabupaten lahat secara umum didukung oleh daya dukung (PPW >

0). Dengan total nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0), ini berarti bahwa

pada masa otonomi daerah, Kabupaten Lahat termasuk Kabupaten yang

mengalami laju pertumbuhan yang progresif. Sektor pertanian merupakan sektor

andalan yang sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lahat

dan juga memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Lahat.

Mahila (2007) dalam penelitiannya menganalisis pertumbuhan sektor

ekonomi Kabupaten Karawang. Pertumbuhan tersebut dibandingkan dengan

pertumbuhan sektor ekonomi kabupaten lain di Jawa Barat. Metode yang

digunakan adalah analisis Shift Share. Data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah data sekunder berupa data Produk Domertik Regional Bruto (PDRB)

Kabupaten Karawang dan PDRB Jawa Barat berdasarkan harga konstan tahun

1993. Jangka waktu yang diambil berkisar antara tahun 1993 yaitu sebagai tahun

awal analisis dan data tahun 2005 sebagai data tahun akhir analisis.

Dari hasil penelitian, diketahui bahwa perekonomian Kabupaten

Karawang didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor pertambangan dan

sektor listrik, gas dan air bersih. Langkanya pertambangan di Jawa Barat

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan sektor pertambangan di Kabupaten Karawang memiliki kontribusi

terbesar ketiga terhadap PDRB Jawa Barat. Berkembangnya sektor industri

pengolahan di Kabupaten Karawang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah

penduduk yang berdampak pada peningkatan penggunaan listrik, gas dan air

bersih di Kabupaten Karawang. Sektor pertanian di Kabupaten Karawang

memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat tetapi sektor ini masih mempunyai

daya saing baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi di Jawa Barat,

meskipun kontribusi sektor pertanian menurun, tetapi sektor ini masih menjadi

penyumbang terbesar di Jawa Barat dalam memenuhi permintaan pasar.

Perekonomian Kabupaten Karawang termasuk dalam kelompok yang

progresif, tetapi ada beberapa sektor yang masih bisa ditingkatkan

kemampuannya untuk meningkatkan pendapatan daerah, karena Kabupaten

Karawang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh sektor pertanian, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor bangunan. Semua sektor tersebut

termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.

2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kondisi perekonomian suatu wilayah dipengaruhi kondisi demografi

potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga

dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Salah satu kebijakan pemerintah yang berpengaruh kepada kondisi perekonomian

daerah adalah kebijakan otonomi daerah. Pada masa sebelum otonomi,

kewenangan pemerintah pusat sangat dominan dalam menentukan arah

Universitas Sumatera Utara


pembangunan suatu daerah, sehingga daerah tidak mampu berkreasi menentukan

arah pembangunannya. Adanya kebijakan otonomi daerah menuntut daerah-

daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi sektor-sektor perekonomiannya.

Potensi sektor perekonomian berpengaruh terhadap perkembangan suatu

wilayah. Apabila sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang cepat, maka

suatu wilayah berkembang dengan cepat pula, begitu pula sebaliknya. Laju

pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dianalisis dengan analisis Shift

Share.

Pada penelitian ini analisis Shift Share digunakan untuk menganalisis

dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian di Kota

Pematangsiantar, sehinggga dapat diketahui sektor-sektor yang memiliki

pertumbuhan yang cepat dan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang

lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor, yaitu sektor mana yang

mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing. Informasi

mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat menjadi rekomendasi

bagi pemerintah daerah untuk menentukan kebijakan pembangunan dan

perencanaannya, dan bagi para investor untuk menanamkan modalnya pada

sektor-sektor yang menguntungkan. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat

dijelaskan pada Gambar 2.1. sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Perekonomian Kota Pemtangsiantar

Sebelum Otonomi Daerah Pada Masa Otonomi Daerah


(1997-2000) (2001-2009)

Analisis Analisis
Sektor-sektor Perekonomian
PDRB Shift Share

Laju Pertumbuhan PDRB dan Laju Pertumbuhan, Daya


Kontribusi Masing-Masing Saing, dan Profil Pertumbuhan
Sektor Perekonomian dari Masing-Masing Sektor
Perekonomian

Pengembangan Wilayah
Kota Pematangsiantar

Keterangan: = Alat analisis yang digunakan

= Hal-hal yang dihasilkan

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini dilakukan di Kota Pematangsiantar

yang merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini

dilakukan untuk mengamati dan menganalisis bagaimana pertumbuhan wilayah

Kota Pematangsiantar di era otonomi daerah melalui nilai PDRB-nya.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder berupa

PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara atas dasar harga

konstan 2000 antara periode tahun 1997-2009, serta data-data lainnya yang masih

terkait dengan penelitian ini. Adapun alasan penggunaan tahun dasar 2000 adalah:

1. Penghitungan laju pertumbuhan ekonomi dibutuhkan penggunaan tahun

dasar yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia secara

representatif.

2. Setelah terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997/1998, penggunaan

tahun dasar periode sebelumnya, yaitu tahun 1993 dianggap tidak

representatif lagi untuk digunakan sebagai tahun dasar penghitungan laju

pertumbuhan ekonomi, karena struktur perekonomian Indonesia telah

berubah.

Universitas Sumatera Utara


3. Tahun dasar yang dianggap representatif untuk mengukur laju

pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi tahun 1997/1998 adalah

tahun 2000 karena tahun tersebut dianggap sebagai tahun yang relatif

stabil setelah krisis ekonomi tahun 1997/1998.

4. Ketersediaan data yang konsisten untuk mendukung penggunaan tahun

dasar tersebut yaitu tabel Input-Output Indonesia tahun 2000.

Data diperoleh dari BPS Provinsi Sumatera Utara, BPS Kota

Pematangsiantar, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian

ini. Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, bahan-bahan lain dari

perpustakaan dan internet yang masih relevan dengan penelitian ini.

3.3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah metode studi kepustakaan (Library Research). Library Research adalah

penelitian yang dilakukan menggunakan bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-

tulisan ilmiah seperti artikel atau jurnal-jurnal ilmiah serta laporan-laporan

penelitian ilmiah yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti. Sedangkan

teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan pencatatan langsung berupa data runtun waktu (time series) dari tahun

1997-2009.

Universitas Sumatera Utara


3.4. Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data, penulis menggunakan software

Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam

bentuk baku yang disediakan oleh sumber kedalam bentuk yang lebih

representatif sehingga meminimalkan kesalahan dalam mengolah data jika

dibandingkan dengan pengolahan data yang dilakukan secara manual.

3.5. Metode Analisis Data

3.5.1. Analisis Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar

Menurut Budiharsono (2001), analisis PDRB digunakan untuk

mengidentifikasi perubahan PDRB sektor ke i di kabupaten/kota ke j pada tahun

awal dan tahun akhir analisis. Analisis ini akan menghasilkan laju pertumbuhan

PDRB Kota Pematangsiantar atau dengan kata lain analisis ini digunakan untuk

menilai serta untuk mendapatkan informasi yang valid tentang bagaimana rata-

rata laju pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar mengalami peningkatan

ataupun penurunan pada periode setelah otonomi daerah berjalan.

Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar menggunakan rumus:

PDRBt – PDRBt-1
LPPDRBt = x 100%
PDRBt-1
Dimana:

LPPDRBt = Laju Pertumbuhan PDRB pada tahun ke-t

PDRBt = Angka PDRB pada tahun ke-t

PDRBt-1 = Angka PDRB pada tahun ke t-1

Universitas Sumatera Utara


3.5.2. Analisis Shift Share

Laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dapat dianalisis dengan

analisis Shift Share. Pada penelitian ini analisis Shift Share digunakan untuk

menganalisis dampak otonomi daerah terhadap pertumbuhan sektor perekonomian

di Kota Pematangsiantar, sehinggga dapat diketahui sektor-sektor yang memiliki

pertumbuhan yang cepat dan sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan yang

lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor, yaitu sektor mana yang

mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing. Secara skematik

model analisis Shift Share telah disajikan pada Gambar 3.1.

Komponen Pertumbuhan
Nasional (PN) atau
Pertumbuhan Regional
(PR)
Maju
PP +PPW ≥ 0

Sektor ke i Wilayah ke j
(sektor i) (Wilayah j)

Lamban
PP +PPW < 0
Komponen Komponen
Pertumbuhan Proporsional Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(PP) (PPW)

Keterangan:

PP : Pertumbuhan Proporsional

PPW : Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Sumber: Budiharsono (2001)

Gambar 3.1. Model Analisis Shift-Share

Universitas Sumatera Utara


Analisis Shift Share menganalisis berbagai perubahan indikator kegiatan

ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu

wilayah. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan suatu sektor di suatu

wilayah jika dibandingkan secara relatif dengan sektor-sektor lainnya, apakah

perkembangan dengan cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat

menunjukkan bagaimana perkembangan suatu wilayah bila dibandingkan dengan

wilayah lainnya. Tujuan analisis Shift Share adalah untuk menentukan

produktivitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkan dengan daerah

yang lebih besar (regional atau nasional).

Berdasarkan Gambar 3.1. juga dapat dipahami bahwa pertumbuhan sektor

perekonomian pada suatu wilayah dipengaruhi oleh beberapa komponen, yaitu:

komponen pertumbuhan nasional (national growth component) disingkat PN atau

komponen pertumbuhan regional (regional growth component) disingkat PR,

komponen pertumbuhan proporsional (proportional or industrial mix growth

component) disingkat PP dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (regional

share growth component) disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut dapat

diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah

pertumbuhannya cepat atau lambat. Apabila PP + PPW ≥ 0, maka pertumbuhan

sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok progresif (maju), tetapi

apabila PP + PPW ≤ 0 berarti sektor perekonomian tersebut memiliki

pertumbuhan yang lambat.

Universitas Sumatera Utara


1. Komponen Pertumbuhan Nasional/Pertumbuhan Regional (PR)

Komponen pertumbuhan nasional/regional adalah perubahan produks i

suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional/regional secara

umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional/regional, atau perubahan dalam

hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila

diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan

antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada

semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan

wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Komponen pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor

dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,

perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman

pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

Timbulnya komponen pertumbuhan pangsa wilayah terjadi karena

peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah

dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh

keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan

ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah terebut.

Menurut Soepono (1993), kelebihan-kelebihan analisis Shift Share adalah:

1. Analisis Shif Share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan

kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu

Universitas Sumatera Utara


titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik lainnya

dijadikan sebagai akhir analisis.

2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun

akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen yakni komponen

pertumbuhan nasional (PN/PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP),

dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

3. Berdasarkan komponen PN/PR dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah dibadingkan dengan laju pertumbuhan nasional.

4. Komponen PP dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor

perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat

mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional

dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih

cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu.

5. Komponen PPW dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-sektor

ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.

6. Jika persentase PP dan PPW dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya

Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.

Analisis Shift Share dapat menganalisis pertumbuhan sektor-sektor

perekonomian suatu wilayah, baik itu laju pertumbuhan maupun daya saing sektor

tersebut, akan tetapi analisis Shift Share juga memiliki beberapa keterbatasan.

Keterbatasan-keterbatasan anlisis Shift Share dapat menurut Soepono (1993),

dapat dijelaskan berikut ini:

Universitas Sumatera Utara


1. Analisis Shift Share merupakan suatu teknik pengukuran yang mencerminkan

suatu sistem akunting dan tidak analitik. Oleh karena itu analisis tidak untuk

menjelaskan mengapa, misalnya, pengaruh daya saing (keunggulan

komparatif) adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di wilayah-

wilayah lainnya.

2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ekuivalen dengan laju pertumbuhan

nasional. Gagasan tersebut terlalu sederhana, karena mengakibatkan sebab-

sebab pertumbuhan wilayah.

3. Arti ekonomi dari kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW)

tidak dikembangkan dengan baik. Keduanya berkaitan dengan prinsip-prinsip

ekonomi yang sama, seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan

teknoligi dan perubahan lokasi.

Teknik analisis Shift Share secara implisit mengambil asumsi bahwa

semua barang yang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila

pasar suatu wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan

wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak

mempengaruhi permintaan agregat.

3.5.3. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi (Nilai Ra, Ri, ri)

Nilai Ra , Ri dan ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB

dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis.

Menghitung nilai Ra , Ri dan ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua

titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.

Universitas Sumatera Utara


1. Nilai Ra

Ra merupakan selisih antara total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada

tahun akhir analisis dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun dasar

analisis dibagi total PDRB Provinsi Sumatera utara pada tahun dasar analisis,

rumusnya dapat dituliskan sebagai berikut:

Y’.. – Y..
Ra =
Y..
Dimana:

Y’.. = Total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun akhir analisis,

Y.. = Total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun dasar analisis.

2. Nilai Ri

Ri merupakan selisih antara PDRB Provinsi Sumatera Utara sektor

pertanian (1) pada tahun akhir analisis dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara

sektor pertanian pada tahun dasar analisis dibagi PDRB Provinsi Sumatera Utara

sektor pertanian pada tahun dasar analisis. Rumusnya adalah sebagai berikut:

Y’1 - Y1
Ri =
Y1
Dimana :

Y’1 = PDRB Provinsi Sumatera Utara dari sektor pertanian pada tahun akhir analisis,

Y1 = PDRB Provinsi Sumatera Utara dari sektor pertanian pada tahun dasar analisis.

3. Nilai ri

Nilai ri merupakan selisih antara PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor

pertanian (1) pada tahun akhir analisis dengan PDRB Kota Pematangsiantar dari

sektor pertanian pada tahun dasar analisis dibagi PDRB Kota Pematangsiantar

Universitas Sumatera Utara


sektor pertanian pada tahun dasar analisis. Rumusnya dapat ditulis sebagai

berikut:

y’1j - y1j
ri =
y1j

Dimana:

y’1j = PDRB Kota Pematangsiantar sektor pertanian pada tahun akhir analisis,

y1j = PDRB Kota Pematangsiantar sektor pertanian pada tahun dasar analisis.

3.5.4. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah

Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungann nilai Ra, Ri

dan ri. Dari ketiga komponen tersebut jika dijumlahkan akan didapat nilai

perubahan PDRB.

1. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

Komponen PR adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan

oleh perubahan produksi regional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi

regional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu

sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik

ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa

dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi kenyataannya

beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah

lainnya. Komponen pertumbuhan regional dapat dirumuskan sebagai berikut:

PR1j = (Ra) y1j

Universitas Sumatera Utara


Di mana:

PR1 = Komponen pertumbuhan regional sektor pertanian.

y1j = PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor pertanian pada tahun dasar

analisis

(Ra) = Persentase perubahan PDRB Kota Pematangsiantar yang disebabkan oleh

pertumbuhan regional.

Apabila persentase total perubahan PDRB Kota Pematangsiantar lebih

besar daripada persentase komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan

sektor-sektor ekonomi Kota Pematangsiantar lebih besar daripada pertumbuhan

sektor-sektor ekonomi Provinsi Sumatera Utara. Apabila persentase total

perubahan PDRB Kota Pematangsiantar lebih kecil dibandingkan dengan nilai

komponen pertumbuhan regional, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kota

Pematangsiantar lebih kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor

ekonomi Provinsi Sumatera Utara.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

Komponen PP terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk

akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan

industri, dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar (Budiharsono, 2001).

Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut:

PPij = (Ri – Ra) yij

Dimana:

PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j

yij = PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor i pada tahun awal analisis

Universitas Sumatera Utara


(Ri–Ra) = Perubahan PDRB Kota Pematangsiantar yang disebabkan oleh

komponen pertumbuhan proporsional

Apabila PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju

pertumbuhannya lambat. Sedangkan apabila PPij > 0 menunjukkan bahwa sektor i

pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

Timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja

dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya

pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komperatif, akses pasar, dukungan

kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional

pada wilayah tersebut (Budiharsono, 2001). Komponen pertumbuhan pangsa

wilayah dirumuskan sebagai berikut:

PPWij = (ri – Ri) yij

Dimana:

PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i Kota Pematangsiantar

yij = PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor i pada tahun awal analisis

(ri–Ri ) = Persentase perubahan PDRB Kota Pematangsiantar yang disebabkan

oleh pertumbuhan pangsa wilayah

Apabila PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing

dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya, sedangkan apabila

PPWij > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk

perkembangan sektor ke i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.

Universitas Sumatera Utara


3.5.5. Analisis Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan

Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi

pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang

ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen

pertumbuhan proporsional (PPj) dan pertumbuhan pangsa wilayah (PPWj). Data-

data yang dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplot persentase

perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan pertumbuhan pangsa

wilayah (PPW) ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen pertumbuhan

proporsional (PP) diletakkan pada sumbu horizontal sebagai basis, sedangkan

komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) pada sumbu vertikal sebagai

ordinat.

Profil pertumbuhan PDRB disajikan pada Gambar 3.2 berikut ini:

PPW

Kuadran IV Kuadran I

PP

Kuadran III Kuadran II

Sumber : Budiharsono (2001)

Gambar 3.2. Profil Pertumbuhan PDRB

Universitas Sumatera Utara


a. Kuadaran I menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah

memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga dapat

bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena

pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan

yang cepat, maka wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang

progresif (maju).

b. Kuadran II menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah

memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu

bersaing dengan sektor perekonomian di daerah lain.

c. Kuadran III menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah

memiliki laju pertumbuhan sektor perekonomian yang lambat dan tidak

mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi, wilayah tersebut tergolong pada

wilayah yang memiliki pertumbuhan yang lambat.

d. Kuadran IV menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu

wilayah memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu

bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.

Pada kuadran II dan IV terdapat garis diagonal yang memotong kedua

daerah tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah

merupakan wilayah yang progresif, sedangkan dibawah garis diagonal berarti

suatu wilayah yang pertumbuhannya lambat.

Berdasarkan nilai persen PPj dan PPWj, maka dapat diidentifikasi

pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua

komponen tersebut (PPj dan PPWj) apabila dijumlahkan akan di dapat nilai

Universitas Sumatera Utara


pergeseran bersih (PBj) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah

(Budiharsono, 2001). PBj dapat dirumuskan sebagai berikut:

PBj = PPj + PPWj

Adapun:

PPj = PP1j + PP2j + ...... + PPnj

PPWj = PPW1j + PPW2j +...... + PPWnj

Dimana:

PBj = Pergeseran bersih wilayah ke j

PPj = Komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah

ke j

PPWj = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor di wilayah

ke j

Apabila PBj ≥ 0, maka pertumbuhan wilayah tersebut masuk kedalam

pertumbuhan progresif, sedangkan apabila PBj ≤ 0, pertumbuhan wilayah tersebut

termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.

Pergeseran bersih sektor pertanian (1) di Kota Pematangsiantar (j) dapat

dirumuskan sebagai berikut:

PB1j = PP1j + PPW1j

Diamana:

PB1j = Pergeseran bersih sektor pertanian di Kota Pematangsiantar

PP1j = Komponen pertumbuhan proporsional sektor pertanian di Kota

Pematangsiantar

Universitas Sumatera Utara


PP1j = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor pertanian di Kota

Pematangsiantar

Persentase perubahan PDRB, PRj, PPWj, dan PBj akan mengidentifikasi

pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun

rumusannya adalah sebagai berikut:

(PDRB tahun akhir – PDRB tahun dasar)


%∆PDRB = x 100%
PDRB tahun dasar

PNj
%PNj = x 100%
PDRB tahun dasar

PPj
%PPj = x 100%
PDRB tahun dasar

PPWj
%PPWj = x 100%
PDRB tahun dasar

PPj + PPWj
%PBj = x x 100%
PDRB tahun dasar

Apabila PB1j ≥ 0, maka pertumbuhan sektor pertanian di Kota

Pematangsiantar termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sedangkan

apabila PB1j ≤ 0, maka pertumbuhan sektor pertanian di Kota Pematangsiantar

termasuk pertumbuhan lambat. Begitu pula apabila PBj ≥ 0, maka pertumbuhan

wilayah Kota Pematangsiantar tersebut masuk ke dalam pertumbuhan progresif,

sedangkan apabila PBj ≤ 0, maka pertumbuhan wilayah Kota Pematangsiantar

tersebut termasuk dalam pertumbuhan yang lambat.

Universitas Sumatera Utara


Analisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dengan menggunakan

analisis Shift Share dapat dipermudah dengan menggunakan software komputer

program Microsoft Excel. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk

mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di

Kota Pematangsiantar.

3.6. Konsep dan Defenisi Operasional Variabel

1. Wilayah adalah suatu ruang ekonomi yang berada dibawah suatu administrasi

tertentu.

2. Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertumbuhan ekonomi yang ditinjau

dari sudut penyebaran kegiatan keberbagai lokasi dalam ruang ekonomi

tertentu, dalam hal ini yang diteliti adalah wilayah Kota Pematangsiantar.

3. Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh

suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang dianalisis di Kota

Pematangsiantar, antara lain: (1) sektor pertanian, (2) sektor pertambangan,

(3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas, dan air, (5) sektor

bangunan, (6) sektor perdagangan, (7) sektor pengangkutan dan komunikasi,

(8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) sektor jasa.

4. PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang

dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit ekonomi.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deskriptif Daerah Penelitian

4.1.1. Wilayah Administratif

1) Lokasi

Sebagai kota perdagangan, secara geografis Kota Pematangsiantar diapit

Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh, dan

pertanian. Kemudian kota ini juga menghubungkan jalan darat ke kabupaten-

kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan

sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan antar

kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba, Parapat.

Tabel 4.1. Wilayah Kota Pematangsiantar

No. Kecamatan Luas (Km2) Kepadatan Tiap Km2

1. Siantar Marihat 7,825 2.506

2. Siantar Selatan 2,020 738

3. Siantar Barat 3,205 10.819

4. Siantar Utara 3,650 15.142

5. Siantar Timur 4,520 14.091

6. Siantar Martoba 18,022 9.751

7. Siantar Marimbun 18,006 1.560

8. Siantar Sitalasari 22,723 1.016

Total 79,971 3.126

Sumber: BPS Kota Pematangsiantar, 2009

Universitas Sumatera Utara


Kota Pematangsiantar terdiri dari delapan kecamatan, yaitu: Kecamatan

Siantar Marihat, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Timur,

Siantar Martoba, Siantar Marimbun, dan Siantar Sitalasari dengan jumlah

kelurahan sebanyak 43 kelurahan.

Secara rata-rata kepadatan penduduk di Kota Pematangsiantar adalah

3.126 jiwa per Km2. Namun jika dilihat dari kepadatan menurut kecamatan, dari

data terlihat bahwa kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan

Siantar Barat yaitu sebesar 15.142 jiwa per Km2, kemudian Siantar Utara dan

Siantar Selatan. Sedangkan kecamatan yang tingkat kepadatannya paling rendah

adalah Kecamatan Siantar Marimbun yaitu sebesar 738 jiwa per Km2.

2) Kondisi Geografis

Secara Geografis wilayah Kota Pematangsiantar berada antara 2o 53' 20" -

3o 01' 00" Lintang Utara dan 99o 1’ 00’’ - 99o 6’ 35’’ Bujur Timur dengan luas

wilayah 79,971 Km2 dengan batas-batas sebagai berikut:

Batas Utara : Kabupaten Simalungun

Batas Selatan : Kabupaten Simalungun

Batas Timur : Kabupaten Simalungun

Batas Barat : Kabupaten Simalungun

Kecamatan dengan luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Sitalasari

(22,723 Km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Siantar

Selatan (2,020 Km2). Struktur geologis wilayah ini adalah berada pada ketinggian

400-500 meter diatas permukaan laut dengan permukaan tanah yang berbukit-

bukit.

Universitas Sumatera Utara


3) Kondisi Iklim

Karena terletak dengan garis Khatulistiwa, Kota Pematangsiantar

tergolong kedalam derah tropis dan daerah datar, beriklim sedang dengan suhu

maksimum rata-rata 29,7 oC dan suhu minimum rata-rata 20,4 oC pada tahun

2009. Kelembapan udara rata-rata 86 persen dimana rata-rata tertinggi pada bulan

Oktober dan November yang mencapai 89 persen, sedangkan curah hujan rata-rata

306 mm dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September yang

mencapai 574 mm.

4.1.2. Keadaan Penduduk

1) Penduduk Kota Pematangsiantar

Pada dasarnya penduduk adalah modal merupakan dasar pembangunan,

oleh karena itu data statistik kependudukan mutlak diperlukan untuk kepentingan

perencanaan pembangunan dengan segala aspeknya. Pertumbuhan penduduk yang

tidak seimbang dengan pertumbuhan kesempatan kerja, mengakibatkan

meningkatnya jumlah pengangguran. Pada tahun 2009 penduduk Kota

Pematangsiantar mencapai 250.997 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.146 jiwa

per Km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk Kota Pematangsiantar pada

tahun 2009 sebesar 0,40 persen. Penduduk perempuan di Kota Pematangsiantar

lebih banyak dari penduduk laki-laki. Pada tahun 2009 penduduk Kota

Pematangsiantar yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 127.516 jiwa dan

penduduk laki-laki 123.481 jiwa. Dengan demikian sex ratio Kota

Pematangsiantar sebesar 96,84 persen. Oleh karena itu, untuk menunjang

keberhasilan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan

Universitas Sumatera Utara


masyarakat, perkembangan penduduk diarahkan pada pengendalian kuantitas,

pengembangan kualitas, dan pengerahan mobilitas sehingga mempunyai ciri dan

karakteristik yang menguntungkan bagi pembangunan di Kota Pematangsiantar.

Sumber: BPS Kota Pematangsiantar 2010

Gambar 4.1. Grafik jumlah Penduduk menurut Kecamatan Tahun 2009

Jumlah penduduk Kota Pematangsiantar periode tahun 1997-2009 selalu

mengalami peningkatan (Tabel 4.2.). Berbeda dengan tingkat pertumbuhan

penduduk Kota Pematangsiantar yang cenderung fluktuatif. Pada periode tahun

2001-2005 tingkat pertumbuhan penduduk Kota Pematangsiantar mengalami

peningkatan, yaitu dari 0,27 persen menjadi 0,75 persen, namun pada tahun 2006-

2009 secara umum mengalami penurunan menjadi 0,40 persen. Hal ini

mengindikasikan adanya keberhasilan dalam pengendalian kuantitas penduduk di

Kota Pematangsiantar.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.2. Jumlah dan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kota
Pematangsiantar Tahun 1997-2009
Sebelum Otonomi Daerah

Laki-laki Perempuan Jumlah Tingkat


Tahun
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) Pertumbuhan (%)

1997 116.026 116.420 232.446 0,71

1998 117.120 119.757 236.871 1,90

1999 117.934 120.584 238.518 0,70

2000 118.126 122.705 240.831 0,97

Rata-rata 117.302 119.867 237.167 1,07

Masa Otonomi Daerah

Laki-laki Perempuan Jumlah Tingkat


Tahun
(Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) Pertumbuhan (%)

2001 119.667 121.813 241.480 0,27

2002 119.985 122.139 242.124 0,27

2003 120.369 122.530 242.899 0,32

2004 120.453 123.982 244.435 0,63

2005 121.354 124.923 246.277 0,75

2006 122.098 125.739 247.837 0,63

2007 122.548 126.277 248.825 0,40

2008 122.986 126.999 249.985 0,47

2009 123.481 127.516 250.997 0,40

Rata-rata 121.438 124.656 246.095 0.46

Sumber: BPS Kota Pematangsiantar, diolah

Penduduk Kota Pematangsiantar di tahun 2008 dikelompokkan menurut

kelompok usia tidak produktif dan usia produktif maka dari jumlah penduduk

sebanyak 249.985 jiwa terdapat jumlah penduduk usia produktif (usia: 15 – 64)

sebanyak 159.635 jiwa dan banyaknya penduduk usia tidak produktif (usia: 0 –

14) dan (usia: 65 dan lebih) masing-masing sebanyak 79.669 jiwa dan 10.681

jiwa. Angka beban tanggungan (dependency ratio) yang merupakan persentase

penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif adalah sebesar 57

Universitas Sumatera Utara


persen. Ini berarti bahwa setiap 100 jiwa yang produktif harus menanggung

sekitar 57 jiwa yang tidak produktif.

2) Ketenagakerjaan

Perkembangan ketenagakerjaan secara sepintas dapat dilihat dari besarnya

keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi. Keterlibatan penduduk dalam

kegiatan ekonomi diukur dengan proporsi penduduk yang masuk dalam pasar

tenaga kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, disebut juga

sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Pada Tabel 4.3., TPAK di

Kota Pematangsiantar dari tahun 2002 hingga 2008 pada umumnya mengalami

peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyaknya penduduk di

Kota Pematangsiantar yang bekerja dan mencari pekerjaan.

Tabel 4.3. TPAK dan TPT Kota Pematangsiantar Tahun 2002-2008 (Persen)

Tahun

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008


Statistik
TPAK 51,10 49,57 57,00 68,38 61,01 58,76 60,72

TPT 7,55 14,86 17,53 15,12 15,04 12,53 11,16

Sumber: BPS Pematangsiantar, diolah.

Pertumbuhan tenaga kerja di Kota Pematangsiantar sejalan dengan

pertumbuhan penduduk. Namun pertumbuhan ini tidak sebanding dengan

pertumbuhan lapangan pekerjaan sehinnga mengakibatkan tingginya jumlah

pengangguran. Pada tahun 2009 jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas

Tenaga Kerja Kota Pematangsiantar sebanyak 1.422 orang, dimana pencari kerja

terbesar di tingkat pendidikan S-1 sebanyak 489 orang atau sekitar 34% dari total

pencari kerja.

Universitas Sumatera Utara


Sumber: BPS Pematangsiantar 2009

Gambar 4.2. Grafik jumlah Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut

Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan KerjaTahun 2008

Jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Kota Pematangsiantar

adalah 181.819 jiwa. Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)

Agustus 2008, diperoleh jumlah penduduk sebagai angkatan kerja sebanyak

110.405 jiwa, atau disebut dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

sebesar 60,72 persen.

Disamping TPAK, informasi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang secara tidak langsung dapat

menggambarkan kondisi ekonomi suatu wilayah. TPT adalah perbandingan

penduduk yang mencari pekerjaan terhadap jumlah angkatan kerja. Tinggi

rendahnya angka TPT memiliki kepekaan terhadap tingkat kesejahteraan

Universitas Sumatera Utara


masyarakat maupun terhadap keamanan dan stabilitas regional. TPT di Kota

Pematangsiantar pada periode 2002-2008 mengalami fluktuasi. TPT tahun 2008

sebesar 11,16 persen, artinya pada tahun 2008 dari 100 orang angkatan kerja

terdapat rata-rata 11 orang yang sedang mencari pekerjaan.

4.2. Keadaan Perekonomian Kota Pematangsiantar

Secara umum PDRB Kota Pematangsiantar hingga periode 2009

mengalami peningkatan baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga

konstan. PDRB atas dasar harga berlaku yang terbentuk pada tahun 2009 adalah

sebesar 3.740,23 milyar rupiah, mengalami peningkatan sebesar 8,65 persen

dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 3.464,69 milyar rupiah. Sedangkan

PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2009 sebesar 1.926,91 milyar rupiah,

mengalami pertumbuhan sebesar 5,40 persen dibandingkan dengan tahun 2008

sebesar 1.828,21 milyar rupiah.

Pertumbuhan ekonomi secara riil dapat dilihat dari angka PDRB Atas

Dasar Harga Konstan. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya

peningkatan perekonomian, sedangkan pertumbuhan yang negatif menunjukkan

adanya penurunan perekonomian, akibat terjadinya kelesuan perekonomian.

Dengan kata lain, PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui

pertumbuhan ekonomi di Kota Pematangsiantar dari tahun ke tahun sehingga

dapat diketahui keadaan ekonomi daerah tersebut.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4. Distribusi Persentase PDRB Kota Pematangsiantar Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000
No. Sektor 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

1 Pertanian 4,55 4,63 4,63 4,41 4,62 4,43 4,35 3,79 3,53 3,37

Pertambangan
2 0,28 0,26 0,25 0,22 0,22 0,02 0,03 0,03 0,02 0,02
dan Galian

Industri
3 15,35 15,06 14,80 13,79 13,42 12,72 13,56 13,32 13,11 12,64
Pengolahan

Listrik, Gas,
4 1,08 1,14 1,19 1,16 1,54 1,57 1,36 1,25 1,19 1,18
dan Air Bersih

Bangunan dan
5 9,25 9,19 9,04 8,59 8,67 8,78 9,36 8,96 8,50 8,34
Konstruksi

Perdagangan,

6 Hotel, dan 27,25 27,18 28,60 27,55 27,07 27,88 29,23 29,19 30,56 31,36

Restoran

Pengangkutan

7 dan 18,37 17,86 15,54 16,92 16,12 16,40 17,25 17,36 17,20 17,07

Komunikasi

Keuangan,

Persewaan,
8 9,12 9,18 10,50 10,09 10,95 10,93 11,69 12,45 12,52 12,90
dan Jasa

Perusahaan

9 Jasa lainnya 14,75 15,50 15,45 17,27 17,39 17,27 13,18 13,66 13,37 13.13

TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber: BPS Kota Pematangsiantar, diolah

Berdasarkan Tabel 4.4., pada kurun waktu 2000-2009 kontribusi sektor

industri terhadap PDRB Kota Pematangsiantar masih menjadi prioritas. Sektor

industri yang menjadi tulang punggung perekonomian Kota Pematangsiantar

adalah industri besar dan sedang. Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar

adalah rokok putih filter dan non filter serta tepung tapioka. Produksi tepung

tapioka di Kota Pematangsiantar tidak hanya dipasarkan di dalam negeri, namum

Universitas Sumatera Utara


juga di ekspor ke luar negeri. Sementara ini Taiwan menjadi negara tujuan

penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota ini.

Kekuatan daerah yang dimiliki Kota Pematangsiantar terkonsentrasi pada

perdagangan dan jasa serta kota transit wisata. Sektor perdagangan yang menjadi

andalan perekonomian Kota Pematangsiantar di samping sektor industri

mengalami pertumbuhan dalam kontribusi terhadap perekonomian daerah.

Sebagai kota perdagangan, secara geografis Kota Pematangsiantar diapit

Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan Perkebunan karet, sawit, teh, dan

pertanian. Kota ini juga menghubungkan jalan darat ke kabupaten-kabupaten

lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Sudah

barang tentu, posisinya sangat strategis sebagai kota transit perdagangan

antarkabupaten atau transit wisata ke Danau Toba.

4.3. Pertumbuhan PDRB di Kota Pematangsiantar Sebelum Otonomi


Daerah (1997-2000) dan Pada Masa Otonomi Daerah (2001-2009)

Pada laju pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar periode sebelum

otonomi daerah (1997-2000) dan pada masa otonomi daerah (2001-2009) adalah

fluktuatif (Tabel 4.5). Rata-rata laju pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar

tidak menunjukkan peningkatan yang begitu signifikan pada masa otonomi

daerah. Rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebelum otonomi daerah adalah 2,96

persen menjadi 2,70 persen setelah otonomi daerah berjalan selama sembilan

tahun atau lebih rendah 0,26 persen jika dibandingkan pada masa sebelum

otonomi daerah.

Sektor pertanian memiliki laju pertumbuhan PDRB pada periode sebelum

otonomi daerah sebesar 2,86 persen dan pada masa otonomi daerah terjadi

Universitas Sumatera Utara


penurunan hingga 0,84 persen. Hal ini menunjukkan terjadinya fenomena alih

fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian secara besar-besaran dan

berkelanjutan di Kota Pematangsiantar. Kondisi ini menyebabkan lahan pertanian

semakin berkurang atau sempit serta tidak diikuti dengan intensifikasi pertanian

yang baik sehingga menyebabkan penurunan produksi pertanian secara terus

menerus.

Sektor pertambangan dan galian menunjukkan laju pertumbuhan rata-rata

yang positif yaitu sebesar 1,66 persen pada periode sebelum otonomi daerah.

Sedangkan setelah otonomi daerah berjalan selama sembilan tahun, sektor ini

memiliki hasil yang negatif sebesar -9,37 persen. Hal ini disebabkan karena

cadangan barang galian C di alam yang merupakan komoditi dari sektor

pertambangan dan penggalian yang ada di Kota Pematangsiantar semakin

menyusut sehingga produksi yang dihasilkan dari kegiatan penggalian semakin

berkurang sehingga banyak perusahaan penggalian beralih ke kegiatan ekonomi

yang lain.

Pada periode sebelum otonomi daerah rata-rata laju pertumbuhan sektor

industri pengolahan sebesar 0,40 persen, meningkat menjadi 1,78 persen setelah

otonomi daerah berjalan. Hal ini terjadi disebabkan berkembangnya sektor

industri yang ada di Kota Pematangsiantar di era otonomi daerah. Jumlah industri

kecil di Kota pematangsiantar hingga tahun 2009 ada sebanyak 501 buah. Industri

kecil yang terbanyak di Kota Pematangsiantar ada pada kelompok industri

makanan, minuman, dan tembakau sebanyak 166 buah dan disusul industri barang

dari logam, mesin, dan perlengkapannya sebanyak 141 buah. Sedangkan jumlah

Universitas Sumatera Utara


perusahaan industri besar sedang pada tahun 2009 tercatat 38 perusahaan dimana

24 perusahaan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau.

Tabel 4.5. Laju Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar Sebelum dan


Pada Masa Otonomi Daerah Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000
Sebelum Otonomi Daerah 1997 – 2000 (Persen)

Sektor
No. 1997 1998 1999 2000 Rata-rata
Perekonomian

1 Pertanian 4,41 3,01 1,67 2,33 2,86

Pertambangan
2 2,14 -13,52 8,66 9,36 1,66
dan Galian

Industri
3 3,55 -8,48 2,80 3,74 0,40
Pengolahan

Listrik, Gas,
4 10,51 -5,48 3,93 3,14 3,03
dan Air Bersih

Bangunan dan
5 4,87 -15,78 5,29 16,59 2,74
Konstruksi

Perdagangan,

6 Hotel, dan 4,23 13,97 6,63 7,88 8,18

Restoran

Pengangkutan

7 dan 9,73 -6,13 2,18 3,31 2,27

Komunikasi

Keuangan,

Persewaan,
8 1,81 -4,86 5,12 3,44 1,38
dan Jasa

Perusahaan

9 Jasa lainnya 18,34 -11,46 3,75 5,99 4,16

Rata-rata 6,62 -5,41 4,45 6,20 2,96

Universitas Sumatera Utara


lanjutan
Masa Otonomi Daerah 2001 – 2009 (Persen)

Sektor
No. 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Perekonomian

1 Pertanian 3.84 1,97 3,23 8,74 1,14 -2,03 -8,42 -0,60 -0,27 0,84

Pertambangan
2 -2,92 -5,06 -1,20 2,20 -89,25 17,62 0,31 -5,76 -0,27 -9,37
dan Galian

Industri
3 0,04 0,28 -0,80 1,09 0,13 6,28 6,74 0,63 1,61 1,78
Pengolahan

Listrik, Gas,
4 -8,40 -4,95 14,80 -3,28 4,29 9,96 -2,99 1,90 2,67 1,56
dan Air Bersih

Bangunan dan
5 1,22 0,50 2,79 4,78 7,01 6,26 0,63 0,36 3,31 2,98
Konstruksi

Perdagangan,

6 Hotel, dan 1,68 7,92 3,53 2,01 11,11 4,74 4,30 8,33 8,90 5,84

Restoran

Pengangkutan

7 dan -0,92 -11,21 17,83 -1,10 7,53 4,89 5,74 4,78 4,54 3,56

Komunikasi

Keuangan,

Persewaan,
8 2,97 18,86 7,72 4,05 4,95 9,85 12,24 6,77 7,39 8,31
dan Jasa

Perusahaan

9 Jasa lainnya 31,25 1,43 8,76 5,73 1,15 8,99 6,69 11,51 3,47 8,78

Rata-rata 3,20 1,08 6,30 2,69 -5,77 7,40 2,80 3,10 3,48
2,70

Sumber: BPS Kota Pematangsiantar, diolah

Sektor listrik, gas, dan air minum memperlihatkan laju pertumbuhan rata-

rata sebesar 1,56 persen setelah masa otonomi daerah berjalan selama sembilan

tahun. Pertumbuhan ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan laju

pertumbuhan rata-rata sebelum otonomi daerah berlangsung yaitu sebesar 3,03

persen. Hal ini menunjukkan bahwa stabilnya kebutuhan masyarakat terhadap

listrik, gas, dan air minum.

Universitas Sumatera Utara


Sektor bangunan dan konstruksi adalah sektor dengan peningkatan rata-

rata laju pertumbuhan yang realatif kecil. Periode sebelum otonomi daerah

memiliki nilai sebesar 2,74 persen, sedangkan pada masa otonomi daerah menjadi

sebesar 2,98 persen. Peningkatan yang relatif kecil setelah sembilan tahun masa

otonomi daerah ini berjalan menunjukkan bahwa adanya pembangunan di Kota

Pematangsiantar pada infrastruktur, sarana dan prasarana meskipun relatif kecil

atau sedikit sebagai bentuk dari adanya kebijakan ekonomi.

Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memiliki laju pertumbuhan rata-

rata sebesar 5,84 persen setelah otonomi daerah berjalan hingga tahun 2009. Hal

ini lebih kecil 2,34 persen jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan rata-rata

sektor ini pada masa sebelum otonomi daerah yaitu sebesar 8,18 persen. Hal ini

dapat terjadi disebabkan kurangnya peranan pemerintah daerah yang berorientasi

pada pengembangan dan penataan ulang pasar-pasar tradisional, pengembangan

infrastruktur pariwisata, serta kurang gencarnya pemerintah daerah Kota

Pematangsiantar dalam mempromosikan daerahnya sebagai kota transit wisata

dengan segudang potensi yang dimilikinya.

Laju pertumbuhan rata-rata sektor angkutan dan komunikasi sebelum

otonomi daerah sebesar 2,27 persen, terjadi peningkatan setelah masa otonomi

daerah berjalan menjadi sebesar 3,56 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa

adanya penataan dan koordinasi yang lebih baik pada kegiatan transportasi di

Kota Pematangsiantar, serta semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat di

Kota Pematangsiantar terhadap jasa telekomunikasi, sehingga berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan sektor angkutan dan telekomunikasi.

Universitas Sumatera Utara


Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan menunjukkan perubahan

laju pertumbuhan rata-rata yang positif setelah masa otonomi daerah berjalan

selama sembilan tahun yaitu sebesar 8,31 persen. Nilai ini jauh lebih besar jika

dibandingkan pada masa sebelum otonomi daerah yang hanya sebesar 1,38

persen. Hal ini juga mengartikan bahwa kegiatan ekonomi di Kota

Pematangsiantar berjalan dengan baik dimana subsektor bank mengalami

pertumbuhan terbesar di sektor ini sebesar 9,10 persen di tahun 2008 sedangkan

subsektor sewa bangunan mengalami pertumbuhan terkecil yaitu sebesar 0,49

persen.

Selain itu, sektor jasa lainnya juga merupakan sektor dengan peningkatan

laju pertumbuhan rata-rata yang meningkat secara signifikan dimana laju

pertumbuhan rata-rata pada masa otonomi daerah telah berjalan sembilan tahun

sebesar 8,78 persen jauh lebih kecil dari masa sebelum otonomi daerah yang

hanya sebesar 4,16 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada subsektor jasa

Pemerintah.

4.4. Pertumbuhan Wilayah Kota Pematangsiantar

4.4.1. Analisis PDRB Kota Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara di


Era Otonomi Daerah (2001-2009)

Pada kurun waktu 2001-2009 kondisi perekonomian Kota Pematangsiantar

mengalami kenaikan dan penurunan pertumbuhan akibat terjadinya beberapa

fenomena ekonomi di Kota Pematangsiantar. Dalam kurun waktu tersebut, hampir

seluruh sektor-sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki pertumbuhan yang

positif dengan laju pertumbuhan sebesar 41,35 persen. Sektor yang memiliki

Universitas Sumatera Utara


pertumbuhan terkecil adalah sektor pertambangan dan galian yaitu sebesar -88.57

persen. Hal ini disebabkan karena cadangan barang galian C di alam yang

merupakan komoditi dari sektor pertambangan dan penggalian yang ada di Kota

Pematangsiantar semakin menyusut sehingga produksi yang dihasilkan dari

kegiatan penggalian semakin berkurang sehingga banyak perusahaan penggalian

beralih ke kegiatan ekonomi yang lain.

Laju pertumbuhan terkecil kedua adalah sektor pertanian dengan

pertumbuhan sebesar 2,97 persen. Rendahnya tingkat pertumbuhan sektor

pertanian tersebut membuktikan bahwa terjadinya fenomena alih fungsi lahan

pertanian menjadi nonpertanian secara besar-besaran dan berkelanjutan di Kota

Pematangsiantar. Hal inilah yang menjadi penyebab utama degradasi lahan

pertanian yang ada di Kota Pematangsiantar. Sedangkan sektor yang memiliki laju

pertumbuhan terbesar adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

yaitu sebesar 98,77 persen dengan kontribusi sebesar Rp 125.040,16 juta pada

tahun 2001 dan meningkat menjadi Rp 248.541,63. Meskipun kontribusinya

terhadap PDRB Kota Pematangsianatar bukan yang terbesar tetapi sektor ini

memiliki pertumbuhan yang tertinggi pada periode pada saat otonomi daerah

berjalan. Tingginya pertumbuhan sektor keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan di Kota Pematangsiantar karena subsektor bank mengalami

pertumbuhan dari tahun ke tahun.

Pada Tabel 4.6., sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor

yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Kota Pematangsiantar dengan

nilai Rp 370.113,25 juta pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp 604.040,83 juta

Universitas Sumatera Utara


pada tahun 2009, meskipun memiliki tingkat kontribusi terbesar terhadap PDRB

tetapi sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Kota Pematangsiantar memiliki

tingkat pertumbuhan terbesar kedua dengan nilai 63,20 persen.

Tabel 4.6. PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara


Tahun 2001-2009 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta
Rupiah)
PDRB Proninsi Sumatera Utara PDRB Kota Pematangsiantar Perubahan PDRB
No. Sektor Perekonomian (Juta Rupiah) (Juta Rupiah) Kota Pematangsiantar
2001 2009 2001 2009 Juta Rupiah Persen
1 Pertanian 19,683,516.27 26,435,128.64 63,060.98 64,932.33 1,871.35 2.97
2 Pertambangan dan Galian 1,151,889.04 1,553,326.34 3,598.89 411.18 -3,187.71 -88.57
3 Industri Pengolahan 17,618,403.96 25,152,583.82 205,128.71 243,448.94 38,320.23 18.68
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 585,701.67 781,226.35 15,512.98 21,232.58 5,719.60 36.87
5 Bangunan dan Konstruksi 4,088,850.46 7,488,512.94 125,077.76 160,619.14 35,541.38 28.42
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,292,558.18 20,134,003.79 370,113.25 604,040.83 233,927.58 63.20
7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,767,714.01 9,981,368.41 243,197.39 328,735.54 85,538.15 35.17
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,210,419.09 7,374,477.69 125,040.16 248,541.63 123,501.47 98.77
9 Jasa lainnya 6,509,306.50 11,205,569.54 211,027.19 252,906.48 41,879.29 19.85
Total 71,908,359.18 110,106,197.52 1,361,757.31 1,924,868.65 563,111.34 41.35
Sumber: BPS, diolah.

Sektor industri memegang peranan penting bagi pembangunan

perekonomian Kota Pematangsiantar meskipun sektor ini merupakan sektor

dengan laju pertumbuhan terkecil ketiga di Kota Pematangsiantar sebesar 18,68

persen. Namun, dalam hal kontribusi terhadap PDRB kota Pematangsiantar,

sektor industri masih menjadi salah satu andalan Kota Pematangsiantar yaitu

sebesar Rp 243.448,94 juta pada tahun 2009.

PDRB Provinsi Sumatera Utara terbesar dimiliki oleh sektor pertanian

yaitu sebesar Rp 19.683.516,27 juta pada tahun 2001 dan meningkat menjadi Rp

26.435.128,64 juta pada tahun 2005. Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi

terkecil terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara adalah sektor listrik,gas, dan air

Universitas Sumatera Utara


bersih sebesar Rp 585.701,67 juta pada tahun 1997 hingga tahun 2009 sebesar Rp

781.226,35 juta.

4.4.2. Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan PDRB Provinsi Sumatera


Utara

Nilai PDRB sektor perekonomian Kota Pematangsiantar maupun PDRB

Provinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 1997-2009 memiliki pertumbuhan

yang positif, kecuali sektor pertambangan dan galian yang di Kota

Pematangsiantar yang memiliki nilai pertumbuhan yang negatif. Nilai PDRB Kota

Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara setiap sektor diperbandingkan antara

dua titik waktu, yaitu tahun 1997 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2000

sebagai tahun analisis untuk masa sebelum otonomi daerah serta tahun 2001

sebahai tahun dasar analisis dan 2009 sebagai tahun akhir analisis untuk masa

otonomi daerah yang telah berjalan, sehingga setiap sektor ekonomi akan

memiliki nilai rasio yang berbeda-beda. Rasio sektor perekonomian di Kota

Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara disajikan dalam bentuk Ra, Ri, dan ri.

Nilai Ra periode 1997-2000 adalah -0,03 dan periode 2001-2009 adalah sebesar

0,53, nilai tersebut diperoleh dari selisih antara total PDRB Sumatera Utara tahun

akhir analisis (2000 dan 2009) dengan total PDRB Sumatera Utara tahun awal

analisis (1997 dan 2001) dibagi dengan total PDRB Sumatera Utara pada tahun

awal analisis. Karena merupakan pembagian total PDRB Sumatera Utara, maka

nilai Ra untuk semua sektor di kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera

Utara. Nilai Ra yang bernilai positif (Ra>0) mengindikasikan

perekonomian Provinsi Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang positif

yaitu sebesar 0,53 setelah otonomi daerah berjalan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.7. Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara
(Nilai Ra, Ri, dan ri)
(Sebelum Otonomi Daerah)
No. Sektor Perekonomian Ra Ri ri

1 Pertanian -0.03 0.06 0.00


2 Pertambangan dan Galian -0.03 -0.01 0.01
3 Industri Pengolahan -0.03 -0.20 0.03
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih -0.03 -0.03 0.01
5 Bangunan dan Konstruksi -0.03 0.28 0.02
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran -0.03 -0.15 0.07
7 Pengangkutan dan Komunikasi -0.03 0.07 0.01
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan -0.03 0.31 0.02
9 Jasa lainnya -0.03 0.23 0.02
Total -0.03 0.55 0.19

(Masa Otonomi Daerah)


No. Sektor Perekonomian Ra Ri ri

1 Pertanian 0.53 0.34 0.03


2 Pertambangan dan Galian 0.53 0.35 -0.89
3 Industri Pengolahan 0.53 0.43 0.19
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0.53 0.33 0.46
5 Bangunan dan Konstruksi 0.53 0.83 0.28
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 0.53 0.51 0.63
7 Pengangkutan dan Komunikasi 0.53 1.09 0.35
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 0.53 0.75 0.99
9 Jasa lainnya 0.53 0.72 0.20
Total 0.53 5.37 2.25

Sumber: BPS, diolah

Keterangan:

Ra = Rasio total PDRB Provinsi Sumatera Utara

Ri = Rasio PDRB Provinsi Sumatera Utara dari sektor i

ri = Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor i

Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Sumatera Utara setiap sektor

pada tahun akhir analisis dengan PDRB Sumatera Utara setiap sektor pada tahun

awal analisis dibagi dengan PDRB Sumatera Utara setiap sektor pada tahun awal

Universitas Sumatera Utara


analisis. Pada Tabel 4.7., di masa sebelum otonomi daerah masih terdapat sektor

perekonomian yang bernilai negatif seperti sektor pertambangan dan galian,

sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor

perdagangan, hotel, dan restoran. Namun setelah otonomi daerah berjalan selama

sembilan tahun semua sektor ekonomi di Sumatera Utara memiliki nilai Ri yang

positif. Nilai Ri terbesar dimiliki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi

sebesar 1,09.

Nilai ri diperoleh dari selisih PDRB setiap sektor Kota Pematangsiantar

tahun akhir analisis dengan PDRB setiap sektor Kota Pematangsiantar pada tahun

awal analisi dibagi PDRB setiap sektor Kota Pematangsiantar tahun akhir

analisis. Hampir semua sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki nilai ri

yang positif (ri>0) setelah otonomi daerah berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa

hampir semua sektor tersebut memberikan kontribusi yang positif terhadap

pembentukan PDRB Kota Pematangsiantar. Sektor keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan merupakan sektor yang memiliki nilai ri terbesar yaitu 0,99,

sedangkan sektor yang memiliki nilai ri terkecil adalah sektor pertambangan dan

galian yang sebesar -0,89 dimasa otonomi daerah.

4.5. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah di Masa Otonomi Daerah


(2001-2009)

4.5.1. Komponen Pertumbuhan Regional Kota Pematangsiantar di Era


Otonomi Daerah
Pada analisis Shift Share terdapat tiga variabel pertumbuhan yang

mempengaruhinya yaitu pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan

proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).

Universitas Sumatera Utara


Komponen pertumbuhan regional menjelaskan perubahan kebijakan ekonomi

Sumatera Utara mempengaruhi perekonomian semua sektor di Kota

Pematangsiantar. Pada periode 2001-2009 kebijakan regional yang mempengaruhi

perekonomian wilayah adalah Otonomi Daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah

pusat untuk menyeimbangkan keuangan antara pusat dan daerah pada tahun 2001.

Karena merupakan suatu kebijakan secara regional berarti persentase nilai

komponen PR sama dengan persentase laju pertumbuhan regional, yaitu sebesar

53,12 persen.

Tabel 4.8. Komponen Pertumbuhan Regional Kota Pematangsiantar Pada


Tahun 2001-2009 (Juta Rupiah)

No. Sektor Perekonomian Pertumbuhan Regional (Rp.)

1 Pertanian 33,498.096
2 Pertambangan dan Galian 1,911.736
3 Industri Pengolahan 108,964.707
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8,240.520
5 Bangunan dan Konstruksi 66,441.511
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 196,604.765
7 Pengangkutan dan Komunikasi 129,186.852
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 66,421.538
9 Jasa lainnya 112,097.989
Total 723,367.717
Sumber: BPS, diolah.

Tabel 4.8. menunjukkan pertumbuhan ekonomi regional dalam waktu

2001-2009 telah mempengaruhi peningkatan PDRB Kota Pematangsiantar sebesar

Rp 723.367,717 juta (53,12 persen). Tetapi pada Tabel 4.6., perubahan PDRB

Kota Pematangsiantar sebenarnya sebesar Rp 563.111,34 (41,35 persen).

Perbedaan nilai tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh pertumbuhan

proporsional yang meningkat sebesar Rp 199.061 juta (14,62 persen) dan

Universitas Sumatera Utara


pengaruh daya saing yang menurun sebesar Rp -357.887,38 juta (-26,28 persen).

Dalam kurun waktu 2001-2009, setiap sektor ekonomi Kota Pematangsiantar

mengalami peningkatan kontribusi terhadap pengaruh pertumbuhan regional

dalam pembentukan PDRB Kota Pematangsiantar.

Secara sektoral, peningkatan kontribusi terbesar terdapat pada sektor

perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 196.604,77 juta. Hal ini menunjukkan

bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat dipengaruhi oleh perubahan

kebijakan regional, apabila terjadi perubahan kebijakan regional, maka kontribusi

sektor perdagangan, hotel, dan restoran akan mengalami perubahan. Sedangkan

sektor ekonomi dengan peningkatan kontribusi terkecil adalah sektor

pertambangan dan penggalian yaitu dengan nilai Rp 1.911,73 juta. Hal ini

mengindikasikan bahwa sektor pertambangan dan penggalian di Kota

Pematangsiantar tidak dipengaruhi oleh kebijakan regional, berarti adanya

perubahan kebijakan regional tidak mempengaruhi kontribusi sektor

pertambangan dan penggalian di Kota Pematangsiantar.

4.5.2. Komponen Pertumbuhan Proporsional Kota Pematangsiantar di Era


Otonomi Daerah

Komponen pertumbuhan yang kedua adalah pertumbuhan proporsional

terjadi karena adanya perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan

dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan

perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. PP menjelaskan perbedaan

kenaikan PDRB Sumatera Utara tingkat regional dan kenaikan PDRB sektor

ekonomi Sumatera Utara secara nasional. Sehingga persentase komponen

pertumbuhan proporsional untuk semua sektor di seluruh kabupaten/kota di

Universitas Sumatera Utara


Sumatera Utara sama besar, yang berbeda hanya kontribusi masing-masing sektor

ekonomi pada setiap kabupaten/kota.

Tabel 4.9. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) Kota


Pematangsiantar Tahun 2001-2009 (Juta Rupiah)

No. Sektor Perekonomian Proporsional (Rp) %

1 Pertanian -11,867.647 -18.8193192


2 Pertambangan dan Galian -657.511 -18.26981941
3 Industri Pengolahan -21,245.263 -10.35704043
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih -3,061.825 -19.73718254
5 Bangunan dan Konstruksi 37,554.018 30.02453675
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran -6,113.993 -1.651925044
7 Pengangkutan dan Komunikasi 136,757.611 56.23317364
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 27,544.023 22.02814147
9 Jasa lainnya 40,151.592 19.02673888
Total 199,061.004 14.61795013
Sumber: BPS, diolah.

Pada Tabel 4.9., secara keseluruhan pertumbuhan proporsional

mengakibatkan peningkatan PDRB Kota Pematangsiantar sebesar Rp 199.061

juta (14,62 persen). Jika ditinjau berdasarkan perekonomian regional maka

terdapat empat sektor yang memiliki nilai persentase positif (PP>0), yaitu sektor

bangunan dan kontruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan, serta sektor jasa lainnya. Hal ini menunjukkan

sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Kontribusi keempat sektor

tersebut adalah sektor bangunan dan kontruksi sebesar Rp 37.554,02 juta (30,02

persen), sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar Rp 136.757,61 juta (56,23

persen), sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar Rp 27.554,02

juta (22,03 persen), dan sektor jasa lainnya sebesar Rp 40.151,59 juta (19,03

persen).

Universitas Sumatera Utara


Meningkatnya kebutuhaan masyarakat akan kelancaran dalam perpindahan

barang dan jasa maupun manusia serta kemudahan dalam komunikasi

menyebabkan kontribusi sektor pengangkutan dan komunikasi di Kota

Pematangsiantar meningkat untuk memenuhi permintaan tersebut.

Berkembangnya sektor pengangkutan dan komunikasi mendorong aktifitas sektor

ekonomi lain dengan memberikan pelayanan angkutan untuk kelancaran distribusi

barang dan jasa hingga ke tangan konsumen, termasuk juga angkutan untuk

penumpang.

Sektor yang memiliki pertumbuhan proporsional negatif (PP<0) adalah

sekor pertanian, sektor pertambangan dan galian, sektor industri pengolahan,

sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal

ini mengindikasikan sektor-sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang

lambat. Sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu sektor listrik, gas, dan

air bersih dengan pertumbuhan sebesar -19,74 persen dimana hal ini menggambar

meskipun sektor listrik, gas, dan air bersih tetap memberi kontribusi yang positif

terhadap PDRB Kota Pematangsiantar namun pertumbuhannya sangatlah lambat.

Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk yang relatif stabil dan

pertumbuhannya yang tetap turun dari tahun ke tahun sehingga permintaan

terhadap sektor listrik, gas, dan air bersih relatif tetap untuk menjalani kebutuhan

sehari-hari. Sektor yang mengalami penurunan terbesar kedua yaitu sektor

pertanian dimana penurunannya sebesar -18,82 persen. Hal ini menunjukkan

terjadinya fenomena alih fungsi lahan pertanian menjadi nonpertanian secara

besar-besaran dan berkelanjutan di Kota Pematangsiantar. Kondisi ini

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan lahan pertanian semakin berkurang atau sempit serta tidak diikuti

dengan intensifikasi pertanian yang baik sehingga menyebabkan penurunan

produksi pertanian secara terus menerus.

4.5.3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Kota Pematangsiantar di


Era Otonomi Daerah

Komponen pertumbuhan ketiga adalah pertumbuhan pangsa wilayah.

Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses

pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi, serta kebijakan

ekonomi regional pada wilayah tersebut. Dalam komponen ini dapat diketahui

sektor-sektor yang memiliki daya saing bila dibandingkan dengan sektor ekonomi

dari wilayah lain. Sedangkan sektor yang mempunyai daya saing dengan wilayah

lain, berarti persentase komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari setiap sektor

lebih besar dari nol (PPW>0). Sedangkan nilai PPW<0 mengindikasikan sektor

tersebut tidak mempunyai daya saing dengan sektor ekonomi di wilayah lain.

Pada Tabel 5.0., dapat diketahui hampir semua sektor memiliki nilai PPW

yang negatif, kecuali sektor sektor listrik, dan air bersih, sektor perdagangan,

hotel, dan restoran, serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Ketiga

sektor tersebut mempunyai daya saing dengan sektor ekonomi di wilayah lain di

Provinsi Sumatera Utara maupun nasional. Kota Pematangsiantar merupakan

wilayah yang dikelilingi oleh Kabupaten Simalungun sehingga akses ke berbagai

wilayah cukup mudah. Namun akumulasi pengeluaran maupun pemasukan setiap

sektor sedikit terhalang oleh sarana maupun prasarana pendukukung ekonomi di

Kota Pematangsiantar, seperti kelembagaan dan kemajuan teknologi. Hal ini

Universitas Sumatera Utara


menyebabkan hampir semua sektor ekonomi di Kota Pematangsiantar tidak

memiliki daya saing bila dibandingkan dengan wilayah lain di Sumatera Utara.

Tabel 5.0. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Kota


Pematangsiantar Tahun 2001-2001 (Juta Rupiah)

No. Sektor Perekonomian Pangsa Wilayah (Rp) %

1 Pertanian -19,759.099 -31.3333


2 Pertambangan dan Galian -4,441.936 -123.425
3 Industri Pengolahan -49,399.214 -24.0821
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 1,970.905 12.70488
5 Bangunan dan Konstruksi -68,454.149 -54.7293
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 43,436.808 11.73609
7 Pengangkutan dan Komunikasi -180,406.313 -74.181
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 29,535.909 23.62114
9 Jasa lainnya -110,370.292 -52.3015
Total -357,887.381 -26.281
Sumber: BPS, diolah.

Sektor yang mempunyai daya saing besar adalah sektor perdagangan,

hotel, dan restoran yaitu Rp 43.436,81 juta (11,74 persen), disebabkan oleh karena

Kota Pematangsiantar yang secara geografis terletak di tengah-tengah Kabupaten

Simalungun, dimana kabupaten ini unggul pada beberapa jenis komoditas

pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai penyedia input (hinterland) bagi

industri Kota Pematangsiantar dan sebagai pusat perdagangan hasil-hasil

pertanian dari Kabupaten Simalungun. Selain itu, kota ini juga menghubungkan

jalan darat ke kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli

Utara, dan Tapanuli Selatan. Sehingga, posisinya sangat strategis sebagai kota

transit perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat

dimana hal ini pada akhirnya ikur mendorong perkembangan sektor hotel dan

restoran di Kota Pematangsiantar.

Universitas Sumatera Utara


Perlu diketahui bahwa laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dalam

suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah lainnya, sehingga dalam laju

pertumbuhan sektor-sektor ekonomi Kota Pematangsiantar juga dipengaruhi oleh

laju pertumbuhan sektor-sektor ekonomi di kabupaten/kota lain yang ada di

Provinsi Sumatera Utara.

4.6. Profil Pertumbuhan PDRB Kota Pematangsiantar dan Pergeseran


Bersih di Era Otonomi Daerah

Analisis profil pertumbuhan sektor ekonomi Kota Pematangsiantar

bertujuan untuk mengindentifikasi pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di Kota

Pematangsiantar.

Analisis profil pertumbuhan PDRB dengan mengekspresikan nilai

persentase pertumbuhan proporsional setiap setiap sektor diplotkan dalam sumbu

horizontal sedangkan nilai persentase perubahan pertumbuhan pangsa wilayah

kedalam sumbu vertikal.

Pada kuadran terdapat garis diagonal yang memotong kedua daerah

tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah

merupakan wilayah yang progresif, sedangkan di bawah garis diagonal berarti

suatu wilayah yang pertumbuhannya lambat.

Universitas Sumatera Utara


Kuadran I

Kuadran IV

Kuadran III Kuadran II

Sumber: BPS, diolah.

Gambar 4.3. Profil Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kota Pematangsiantar

Berdasarkan Gambar 4.3., dalam kurun waktu 2001-2009 (otonomi

daerah) sektor ekonomi Kota pematangsiantar berkembang dengan lamban. Hal

ini ditandai hanya satu sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan

mampu bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi yang

sama dari wilayah lain di Sumatera Utara. Pada gambar profil pertumbuhan sektor

ekonomi di atas menunjukkan bahwa sektor yang memiliki laju pertumbuhan

yang cepat dan mampu bersaing baik dengan wilayah lain adalah keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan (kuadran I).

Sektor perekonomian Kota Pematangsiantar terkonsentrasi dalam kuadran

II (sektor bangunan dan konstruksi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan, dan sektor jasa lainnya) yang merupakan sektor perekonomian di

Universitas Sumatera Utara


Kota Pematangsiantar yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor

tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari daerah lain dan

kuadran III (sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor

industri pengolahan) yang merupakan sektor perekonomian di Kota

Pematangsiantar yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu

bersaing dengan wilayah lain.

Sektor ekonomi yang terdapat dalam kuadran IV adalah sektor listrik, gas,

dan air bersih dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor-sektor tersebut

menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lamban tetapi mempunyai daya saing bila

dibandingkan dengan sektor dari wilayah lain di Provinsi Sumatera Utara.

Sektor yang terdapat di atas garis diagonal adalah sektor perdagangan,

hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan dimana sektor ini termasuk dalam kelompok yang

progresif.

Nilai pergeseran bersih (PB) diperoleh dari pejumlahan nilai PP dan PPW.

Berdasarkan Tabel 5.1., pada kurun waktu 2001-2009 di Kota Pematangsiantar

terdapat dua sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih (PB) yang positif

(PB>0), yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 37.322,82 juta

(10,08 persen) dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar Rp

57.079,93 juta (45,65 persen). Kedua sektor tersebut dapat dikelompokkan dalam

pertumbuhan yang progresif. Hal ini disebabkan Kota Pematangsiantar yang

terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun, dimana kabupaten ini unggul

pada beberapa jenis komoditas pertanian. Kota ini juga menghubungkan jalan

Universitas Sumatera Utara


darat ke kabupaten-kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan

Tapanuli Selatan sehingga posisinya sangat strategis sebagai kota transit

perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat dimana

hal ini pada akhirnya ikur mendorong perkembangan sektor hotel dan restoran

maupun sektor keuangan, persewaan, da jasa perusahaan di Kota Pematangsiantar.

Sektor yang memiliki nilai PB negatif (PB<0) adalah sektor pertanian (-

50,15 persen), sektor pertambangan dan galian (-141,69 persen), sektor industri

pengolahan (-34,44 persen), sektor listrik, gas, dan air bersih (-16,25 persen),

sektor bangunan dan konstruksi (-24,70 persen), sektor pengangkutan dan

komunikasi (-17,95 persen), dan sektor jasa lainnya (-33,27 persen).

Tabel 5.1. Pergeseran Bersih (PB) Sektor Ekonomi Kota Pematangsiantar


Tahun 2001-2009 (Juta Rupiah)
No. Sektor Perekonomian Pergeseran Bersih (Rp) %
1 Pertanian -31,626.746 -50.15264
2 Pertambangan dan Galian -5,099.446 -141.69497
3 Industri Pengolahan -70,644.477 -34.439098
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih -2,520.920 -16.250394
5 Bangunan dan Konstruksi -30,900.131 -24.704737
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 37,322.815 10.0841606
7 Pengangkutan dan Komunikasi -43,648.702 -17.94785
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 57,079.932 45.6492793
9 Jasa lainnya -70,218.699 -33.274717
Total -160,256.377 -11.76835
Sumber: BPS, diolah.

Nilai total pergeseran bersih sektor ekonomi Kota Pematangsiantar sebesar

-11,77 persen, ini berarti bahwa sektor perekonomian Kota Pematangsiantar

memiliki laju pertumbuhan yang lambat setelah kebijakan otonomi daerah telah

berjalan selama sembilan tahun (2001-2009).

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian-uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

dapat ditarik beberapa kesimpulan,yaitu :

1. Tidak semua laju pertumbuhan rata-rata sektor perekonomian di Kota

Pematangsiantar mengalami peningkatan pada era otonomi daerah (2001-

2009). Sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor listrik, gas, dan air

bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang

memiliki laju pertumbuhan rata-rata menurun setelah otonomi daerah berjalan

sembilan tahun. Sedang sektor jasa lainnya adalah sektor dengan peningkatan

laju pertumbuhan rata-rata terbesar sebesar 8,78 persen.

2. Pertumbuhan sektor perekonomian Kota Pematangsiantar:

a. Sektor ekonomi Kota Pematangsiantar dalam era Otonomi Daerah (2001

2009) yang menunjukkan pertumbuhan yang positif adalah sektor

bangunan dan konstruksi, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor

keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa lainnya yang

merupakan sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar. Sedangkan salah

satu sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu sektor pertanian

dimana penurunannya sebesar -18,82 persen. Dalam kurun waktu 2001-

2009, hasil total perubahan kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota

Pematangsiantar yaitu sebesar 41,35 persen, sedangkan nilai pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara


regional sebesar 53,12 persen. Hal ini menunjukkan pertumbuhan sektor

ekonomi di Kota Pematangsiantar lebih kecil dibandingkan dengan

pertumbuhan sektor ekonomi di wilayah lain di Sumatera Utara.

b. Sektor ekonomi perdagangan, hotel, dan restoran dan sektor keuangan,

persewaan, dan jasa perusahaan termasuk dalam sektor progresif, artinya

sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan cepat dan mampu bersaing

dengan baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi dari daerah lain

sedangkan sektor ekonomi lainnya termasuk dalam kelompok

pertumbuhan yang lambat.

c. Total nilai pergeseran bersih (PB) adalah sebesar -11,77 persen, ini berarti

bahwa perekonomian Kota Pematangsiantar memiliki laju pertumbuhan

yang lambat. Dalam kurun waktu 2001-2009 perekonomian Kota

Pematangsiantar tergolong pada pertumbuhan sektor ekonomi yang

lambat. Hal ini karena sektor-sektor ekonomi Kota Pematangsiantar

memiliki laju pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan dengan sektor

perekonomian kabupaten/kota lain di Sumatera Utara.

d. Hampir semua sektor ekonomi Kota Pematangsiantar memiliki daya saing

yang kurang baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi wilayah lain,

kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan

restoran, dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan yang

memiliki nilai PPW yang positif. Artinya ketiga sektor tersebut

mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan sektor

ekonomi wilayah lain di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


5.2. Saran

1. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran yang merupakan sektor perekonomian

paling dominan dalam pembentukan PDRB Kota Pematangsiantar.

Seyogyanya Pemerintah Daerah diharapkan dapat terus mendorong

perkembangan sektor tersebut dengan meningkatkan infrastruktur,

peningkatan sarana prasarana pendukung, teknologi, serta menyinergikan

kebijakan-kebijakan Pemerintahannya dengan Pemerintah daerah Kabupaten

Simalungun (dalam hal perdagangan) sehingga pada akhirnya sektor ini

mampu terus meningkatkan laju pertumbuhannya dan memberi kontribusi

yang positif dalam pembentukan PDRB Kota Pematangsiantar.

2. Sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menunjukkan peningkatan

kontribusi yang signifikan pada masa otonomi daerah harus terus

dikembangkan melalui pengembangan industri berbasis pertanian. Salah satu

alasan potensi berkembangnya sektor industri di Kota Pematangsiantar adalah

karena secara geografis terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun,

dimana kabupaten ini unggul pada beberapa jenis komoditas pertanian

sehingga dapat berfungsi sebagai penyedia input (hinterland) bagi industri

Kota Pematangsiantar. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan

promosi produk unggulan ke luar daerah dan menggabungkan para pengusaha

kecil dan menengah ke dalam suatu wadah asosiasi yang diharapkan dapat

meringankan tugas dari masing-masing pengusaha kecil, sehingga akan

mendapatkan peningkatan hasil yang lebih optimal.

Universitas Sumatera Utara


3. Upaya yang selayaknya dilakukan Pemerintah Daerah Kota Pematangsiantar

dalam mengembangkan potensi dan daya saing sektor-sektor perekonomian

lainnya adalah dengan meningkatkan infrastruktur, sarana dan prasarana yang

mendukung, dan menjalin kemitraan dengan lembaga yang bisa membantu

dalam penyediaan modal, pembinaan pengusaha, dan promosi secara langsung

dengan memanfaatkan keuntungan yang dimiliki Kota Pematangsiantar

sebagai kota transit perdagangan dan transit wisata ke Danau Toba, Parapat.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembagunan. STIE. Yayasan Keluarga Pahlawan,


Yogyakarta

Aser, F. 2005. “Tujuan Otonomi Daerah Dalam UU No. 32 Tahun 2004”. Jurnal
Otonomi Daerah.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 1999. Pematangsiantar Dalam


Angka Tahun 1998. Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar,
Pematangsiantar.

. 2002. Pematangsiantar Dalam


Angka Tahun 2001. Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar,
Pematangsiantar.

. 2005. Pematangsiantar Dalam


Angka Tahun 2004. Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar,
Pematangsiantar.

. 2006. Pematangsiantar Dalam


Angka Tahun 2005. Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar,
Pematangsiantar.

Budiharsono, S. 2001. Teknik Analisis Pembanguna Wilayah Pesisir dan Lautan.


PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Elmi, B. 2002. Keuangan Pemerintah Daerah Otonomi di Indonesia. Penerbit


Universitas Indonesia. Jakarta.

Fachrurrazy. 2010. Analisis Penentuan Sektor Unggulan Perekonomian Wilayah


Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah.

Fokusmedia, 2004. Undang-Undang Otonomi Daerah 2004. Fokusmedia.


Bandung

Gunawan, G. 2000. Analisis Pembangunan Ekonomi Lokal. Institut Pertanian


Bogor, Fakultas Pertanian. Bogor.

Universitas Sumatera Utara


Haris, S. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. LIPI Press. Jakarta.

Ilyas, M. 2001. Analisis Kesiapan Potensi Ekonomi Wilayah Di Sulawesi


Tenggara TerhadapKemandirian Pembangunan dalam Pelaksanaan
Otonomi Daerah. Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana. Bogor

Jhingan, M. L. 2004. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. PT Raja


Grafindo Persada. Jakarta.

Mahila.2007. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Kabupaten Karawang Periode


1993-2005. [Skripsi]. IPB, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Bogor

Ramadhanny. 2007. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Kabupaten


Lahat Pada Masa Otonomi Daerah. [Skripsi]. IPB, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Bogor

Restuningsih. 2004. Analisis Pertumbuhan Sektor-Sektor Ekonomi Perekonomian


Di Provinsi DKI Jakarta Pada Masa Krisis Ekonomi. [Skripsi].
Perpustakaan IPB. Bogor.

Ramadhani, Rizal. 2007. Pengaruh Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan


Ekonomi Wilayah Kabupaten Sukabumi. [Skripsi]. IPB, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Bogor

Sapta, Dini. 2007. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi di Kota Tangerang


(pendekatan Model Basis Ekonomi). [Skripsi]. UNNES, Fakultas
Ekonomi. Semarang.

Sihombing, J. P. 2006. Dampak Otonomi Daerah Terhadap Pertumbuhan Sektor


Perekonomian di Kabupaten Tapanuli Utara. [Skripsi]. IPB, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen. Bogor

Sirojuzilam. 2008. Disparitas Ekonomi dan Perencanaan Regional. Pustaka


Bangsa Press 2008.

Soegijoko, B. T. S. dan Kusbiantoro, B, S. 1997. Ruang Lingkup dan Peranan


Regional planning Di dalam Sugijanto Soegijoko (editor). Perencanaan
Pembangunan Indonesia (Bunga Rampai). P. T Rasindo Gramedia.
Jakarta.

Universitas Sumatera Utara


Soepono, P. 1993. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. BPEP. FE-UGM.
Yogyakarta.

Tambunan, T. 2001. Perekonomian Indonesia, Konsep Pembangunan Wilayah.


Ghalia Indonesia. Jakarta.

Tarigan, R. 2005. ”Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi”. Edisi Revisi. PT.
Bumi Aksara. Jakarta.

Todaro, M.P. 1994. Ekonomi untuk Negara Berkembang, Arti Pembangunan


(terjemahan), Edisi III. Bumi Aksara. Jakarta.

Todaro, M. 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga. Jakarta

sumut.bps.go.id
www.sumutprov.go.id
siantarkota.bps.go.id
regionalinvestment.com

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1
PDRB Sumatera Utara Tahun 1997-2009 Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000

Masa Sebelum Otonomi Daerah


No. Sektor Perekonomian 1997 1998 1999 2000

1 Pertanian 17,886,429.51 18,329,457.15 19,392,145.42 18,963,315.44

2 Pertambangan dan Galian 1,330,678.54 1,094,067.30 1,064,686.16 1,314,347.67

3 Industri Pengolahan 21,082,820.21 17,591,312.66 17,577,632.75 16,926,777.44

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 547,550.40 570,899.03 593,645.09 529,119.53

5 Bangunan dan Konstruksi 3,118,057.75 2,614,005.42 2,650,982.06 3,993,300.13

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,960,236.92 12,288,549.86 12,707,122.65 12,761,937.72

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,129,082.29 3,399,255.12 3,506,762.36 4,400,380.42

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3,070,166.03 2,622,819.15 2,575,660.69 4,022,790.30

9 Jasa lainnya 5,087,080.93 4,618,130.79 4,642,144.90 6,242,143.73

Total PDRB 71,212,102.58 63,128,496.48 64,710,782.08 69,154,112.38

Otonomi Daerah
No. Sektor Perekonomian 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 Pertanian 19,683,516.27 20,182,423.94 20,689,486.29 21,465,423.27 22,191,304.61 22,724,49

2 Pertambangan dan Galian 1,151,889.04 1,146,164.51 1,130,654.44 1,009,921.15 1,074,750.54 1,119,581.

3 Industri Pengolahan 17,618,403.96 18,504,466.53 19,298,236.31 20,337,028.18 21,305,368.15 22,470,56

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 585,701.67 626,847.60 660,797.67 681,199.04 716,250.61 738,314.6

5 Bangunan dan Konstruksi 4,088,850.46 4,278,719.69 4,536,030.75 4,883,081.22 5,515,982.46 6,085,612.

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,292,558.18 13,951,003.55 14,353,390.18 15,230,316.32 15,984,925.39 17,095,25

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,767,714.01 5,346,582.91 5,905,554.56 6,702,178.66 7,379,922.33 8,259,198.

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,210,419.09 4,445,815.23 4,749,770.72 5,077,295.30 5,440,496.67 5,977,573.

9 Jasa lainnya 6,509,306.50 6,707,116.93 7,481,687.64 7,942,505.43 8,288,790.46 8,876,806.

Total PDRB 71,908,359.18 75,189,140.89 78,805,608.56 83,328,948.57 87,897,791.22 93,347,40

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2
PDRB Kota Pematangsiantar Tahun 1997-2009 Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000

Masa Sebelum Otonomi Daerah


No. Sektor Perekonomian 1997 1998 1999 2000

1 Pertanian 60,686.97 60,145.63 60,387.79 60,731.40

2 Pertambangan dan Galian 3,677.37 3,532.52 3,612.77 3,707.01

3 Industri Pengolahan 199,568.09 188,555.64 195,499.00 205,052.00

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 14,298.42 13,626.72 14,082.23 14,460.95

5 Bangunan dan Konstruksi 121,551.17 117,831.74 119,165.50 123,566.91

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 339,124.11 345,853.02 353,855.04 363,993.83

7 Pengangkutan dan Komunikasi 242,916.44 240,043.23 242,163.30 245,451.97

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 119,490.61 116,198.94 119,496.54 121,824.15

9 Jasa lainnya 193,208.28 189,838.44 192,550.00 197,046.34

Total PDRB 1,294,521.46 1,275,625.88 1,300,812.17 1,335,834.56

Masa Otonomi Daerah


No. Sektor Perekonomian 2001 2002 2003 2004 2005 2006

1 Pertanian 63,060.98 64,306.27 66,385.04 72,188.80 73,011.58 71,527.32 65,

2 Pertambangan dan Galian 3,598.89 3,416.71 3,375.58 3,449.93 370.84 436.18 437

3 Industri Pengolahan 205,128.71 205,713.21 207,353.43 209,604.31 209,884.97 223,071.07 238

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 15,512.98 16,600.66 20,133.34 19,472.19 20,308.11 22,331.39 21,

5 Bangunan dan Konstruksi 125,077.76 125,697.76 129,203.11 135,383.01 144,876.55 153,940.96 154

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 370,113.25 397,495.06 413,508.36 421,824.60 468,694.24 490,897.06 512

7 Pengangkutan dan Komunikasi 243,197.39 215,932.02 254,441.79 251,644.65 270,605.17 283,836.03 300

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 125,040.16 145,946.84 161,406.11 167,935.53 176,246.12 193,604.68 217

9 Jasa lainnya 211,027.19 214,705.78 176,278.43 186,376.13 188,526.23 205,468.93 219

Total PDRB 1,361,757.31 1,389,814.31 1,432,085.19 1,467,879.15 1,552,523.81 1,645,113.62 1,7

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2

PDRB Proninsi Sumatera Utara PDRB Kota Pematangsiantar Perubahan PDRB

No. Sektor Perekonomian (Juta Rupiah) (Juta Rupiah) Kota Pematangsiantar

1997 2000 1997 2000 Juta Rupiah Persen

1 Pertanian 17,886,429.51 18,963,315.44 60,686.97 60,731.40 44.43 0.07 -

2 Pertambangan dan Galian 1,330,678.54 1,314,347.67 3,677.37 3,707.01 29.64 0.81 -

3 Industri Pengolahan 21,082,820.21 16,926,777.44 199,568.09 205,052.00 5,483.91 2.75 -

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 547,550.40 529,119.53 14,298.42 14,460.95 162.53 1.14 -

5 Bangunan dan Konstruksi 3,118,057.75 3,993,300.13 121,551.17 123,566.91 2,015.74 1.66 -

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,960,236.92 12,761,937.72 339,124.11 363,993.83 24,869.72 7.33 -

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,129,082.29 4,400,380.42 242,916.44 245,451.97 2,535.53 1.04 -

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3,070,166.03 4,022,790.30 119,490.61 121,824.15 2,333.54 1.95 0

9 Jasa lainnya 5,087,080.93 6,242,143.73 193,208.28 197,046.34 3,838.06 1.99 -

Total 71,212,102.58 69,154,112.38 1,294,521.46 1,335,834.56 41,313.10 3.19 -

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara Pada Masa Otonomi Daerah Tahun 2001-2

PDRB Proninsi Sumatera Utara PDRB Kota Pematangsiantar Perubahan PDRB

No. Sektor Perekonomian (Juta Rupiah) (Juta Rupiah) Kota Pematangsiantar Ra

2001 2009 2001 2009 Juta Rupiah Persen

1 Pertanian 19,683,516.27 26,435,128.64 63,060.98 64,932.33 1,871.35 2.97 0.5

2 Pertambangan dan Galian 1,151,889.04 1,553,326.34 3,598.89 411.18 -3,187.71 -88.57 0.5

3 Industri Pengolahan 17,618,403.96 25,152,583.82 205,128.71 243,448.94 38,320.23 18.68 0.5

4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 585,701.67 781,226.35 15,512.98 22,662.58 7,149.60 46.09 0.5

5 Bangunan dan Konstruksi 4,088,850.46 7,488,512.94 125,077.76 160,619.14 35,541.38 28.42 0.5

6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,292,558.18 20,134,003.79 370,113.25 604,040.83 233,927.58 63.20 0.5

7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,767,714.01 9,981,368.41 243,197.39 328,735.54 85,538.15 35.17 0.5

8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,210,419.09 7,374,477.69 125,040.16 248,541.63 123,501.47 98.77 0.5

9 Jasa lainnya 6,509,306.50 11,205,569.54 211,027.19 252,906.48 41,879.29 19.85 0.5

Total 71,908,359.18 110,106,197.52 1,361,757.31 1,926,298.65 564,541.34 41.46 0.5

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai