FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
Diajukan oleh :
MEDAN
2010
syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan rahmatNya, penulis
pihak ataupun dukungan baik moril maupun materil, maka penulisan skripsi ini
dapat terwujud.
Untuk itu pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima
kasih sebagai rasa hormat atas dukungan ataupun dorongan melalui perhatian
(bimbingan moril) dan materil serta doa bagi penulis kepada bapak dan mama
tercinta, yaitu: Bapak H. Sumbayak, S.Pd dan Ibu R. Tondang, S.pd, serta
kelurga semuanya dan sebagai rasa hormat atas dukungan ataupun dorongan
melalui perhatian (bimbingan moril) dan materil serta doa bagi penulis yang terus
besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi
4. Ibu Prof. Dr. lic. rer. reg. Sirojuzilam, SE, selaku Dosen Pembimbing yang
bimbingan mulai dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.
5. Bapak Drs. H. B Tarmizi, SU, sebagai dosen penguji I yang telah memberikan
saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.
6. Ibu Ilyda Sudardjat, Msi, sebagai sebagai dosen wali yang telah memberikan
bimbingan selama masa perkuliahan dan sebagai dosen penguji II yang telah
skripsi ini.
8. Seluruh staf pegawai Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara dan Kota
namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu memberikan senyum,
bersama-sama dalam suka dan duka. Penulis sangat bersyukur dapat mengenal
kalian, yang telah memberikan warna di dalam hidup ini. Kalian adalah
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
dari para pembaca demi penulisan yang lebih sempurna di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan
Penulis,
Halaman
ABSTRACT ......................................................................................................... i
ABSSTRAK ........................................................................................................ ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi
BAB I : PENDAHULUAN
10.1. ........................................................................................................ Latar Belakang
Masalah ................................................................................................... 1
10.2. ........................................................................................................ Perumusan Masalah
8
10.3. ........................................................................................................ Hipotesis 9
10.4. ........................................................................................................ Tujuan Penelitian
9
10.5. ....................................................................................................... Manfaat Penelitian
10
PENDAHULUAN
sosial
lebih baik dari sebelumnya. Oleh karena itu, pembangunan tersebut harus mampu
bidang ini diharapkan akan menjadi pemicu bagi pembangunan di bidang lainnya.
daya secara optimal dengan tetap memperhatikan ketentuan antara industri dan
tidak hanya berjalan di daerah-daerah yang dekat dengan pemerintahan pusat saja,
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, yaitu hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
salah satu kota yang ada di Provinsi Sumatera Utara ikut serta dalam
Bruto (PDRB) dan dalam hal penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari
kecilnya kontribusi sektor pertanian pada PDRB daerah tersebut. Dari keseluruhan
Di Kota Pematangsiantar ini terdapat 433 unit usaha industri kecil dan 41
unit usaha industri besar dan sedang. Pada industri kecil kelompok industri
dengan unit usaha terbanyak adalah Industri Barang-Barang dari Logam, Mesin,
dan Perlengkapannya, yaitu sebanyak 123 unit usaha dengan tenaga kerja
sebanyak 954 orang. Sedangkan kelompok industri besar dan sedang yang jumlah
unit usahanya terbesar adalah Industri (Besar dan Sedang) Makanan, Minuman,
dan Tembakau, yaitu sebanyak 23 unit usaha dengan tenaga kerja sebanyak 3.808
orang.
Jumlah output industri besar dan sedang lebih dari Rp 966 milyar.
Makanan, Minuman, dan Tembakau, yaitu lebih dari Rp 931 milyar. Artinya
cenderung sesuai untuk kegiatan industri, perdagangan, dan jasa. Salah satu alasan
unggul pada beberapa jenis komoditas pertanian sehingga dapat berfungsi sebagai
di tahun 1996 mengalami penurunan sebesar 4,43%. Pada tahun 1999 meningkat
kembali sebesar 2,80% yang menunjukkan mulai bangkitnya sektor industri pasca
krisis ekonomi.
Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar adalah rokok putih filter dan
nonfilter serta tepung tapioka. Pada tahun 2000, dengan tenaga kerja sebanyak
yang berdiri sejak 1952, menghasilkan 11,06 milyar batang rokok putih filter dan
75 juta batang rokok putih nonfilter. Dari seluruh hasil produksi rokok filter
Tengah dan Asia Timur, dengan nilai ekspor mencapai Rp 345 juta. Sisanya
sebesar 11,86% rokok putih filter dan seluruh hasil produksi rokok putih nonfilter
itu, Taiwan menjadi negara tujuan penjualan tepung tapioka yang diproduksi kota
ini. Tahun 2000, volume ekspor tepung tapioka mencapai 3,8 ton dan tepung
Modified Starch mencapai 2,7 ton. Keseluruhan nilai penjualan ekspor kedua jenis
dialokasikan pada sektor-sektor ekonomi yang ada. Oleh karena itu, perlu
Sektor Perekonomian
Keuangan,
Listrik,Gas, Bangunan Perdagangan, Angkutan
Pertambangan Industri Persewaan, Jasa
Pertanian dan dan Hotel, dan dan
Tahun dan Galian Pengolahan dan Jasa Lainnya
Air Minum Konstruksi Restoran Komunukasi
Perusahaan
1997 60,69 3,68 199,57 14,30 121,55 339,12 242,92 119,49 193,21
1998 60,15 3,53 188,56 13,63 117,83 345,85 240,04 116,20 189,84
1999 60,39 3,61 195,50 14,08 119,17 353,86 242,16 119,50 192,55
2000 60,73 3,71 205,05 14,46 123,57 363,99 245,45 121,82 197,05
Sektor Perekonomian
Keuangan,
Listrik,Gas, Bangunan Perdagangan, Angkutan
Pertambangan Industri Persewaan, Jasa
Pertanian dan dan Hotel, dan dan
Tahun dan Galian Pengolahan dan Jasa Lainnya
Air Minum Konstruksi Restoran Komunukasi
Perusahaan
2001 63,06 3,60 205,13 15,51 125,08 370,11 125,04 125,04 211,03
2002 64,31 3,42 205,71 16,60 125,70 397,50 215,93 145,95 214,71
2003 66,34 3,38 207,35 17,41 129,20 414,28 254,41 151,78 259,65
2004 72,19 3,45 209,60 24,02 135,38 422,65 251,64 171,03 271,51
2005 73,01 0,37 209,88 25,91 144,88 460,02 270,61 180,36 284,93
2006 71,53 0,44 223,07 22,33 153,94 480,85 283,84 192,26 216,85
2007 65,50 0,44 230,42 21,66 54,91 504,74 300,13 215,25 236,22
2009 65,11 0,41 239,60 22,07 155,48 554,68 314,46 232,02 244,43
2009 64,93 0,41 243,45 22,66 160,62 604,04 328,74 248,54 252,91
363,99 milyar pada tahun 2000 menjadi 604,04 milyar pada tahun 2009 di masa
rata-rata pertumbuhan tenaga kerja 1,26% per tahun. Namun pertumbuhan ini
Departemen Tenaga Kerja 1.392 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 1.422
orang. Jika dilihat dari jenis kelamin pencari kerja perempuan lebih banyak jika
dibandingkan dengan pencari kerja laki-laki. Jumlah pencari kerja perempuan 977
diperlukan biaya yang harus digali dari sumber keuangan sendiri. Keuangan
daerah seharusnya merupakan salah satu kriteria untuk mengetahui secara riil
kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangga sendiri. Hal ini sesuai dengan
tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu agar daerah mampu mengurus
pemerintah pusat.
objek penelitian, yang kebenarannya masih perlu dibuktikan atau pun diuji secara
empiris.
dimiliki.
2. Bahan masukan dan informasi bagi penelitian yang masih relevan dengan
TINJAUAN PUSTAKA
daerah otonomi yang terbagi dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah
kota yang bersifat otonom sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1999. Menurut pasal 1 ayat (1) dalam Undang-Undang
untuk memberikan wewenang lebih besar kepada daerah agar dapat membantu
sekarang ini titik berat pemberian otonomi daerah diberikan kepada daerah tingkat
II dan bukan kepada daerah tingkat I atau desa, karena pemerintah daerah tingkat
proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada
dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
dan desa serta dari daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang
disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan
PAD yang dihasilkan oleh setiap daerah. Dalam kenyataanya pemerintah daerah
daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
hakikatnya adalah hak mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu daerah otonom,
daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi. Hal-hal yang mendasar pada
daerah adalah daerah kabupaten dan daerah kota yang berkedudukan sebagai
sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain
oleh daerah kabupaten atau kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan
sumber keuangan daerah menurut UU No. 5 Tahun 1974 adalah sebagai berikut :
4. Pinjaman daerah
lain :
a. Pajak daerah
b. Retribusi daerah
3. Pinjaman daerah
2. Dana Perimbangan
dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, penerimaan dari
sumber daya alam, Pajak Penghasilan (PPh), Dana Alokasi Umum (DAU), dan
Dana Alokasi Khusus (DAK). Berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999, alokasi DAU
ditetapkan berdasarkan dua faktor, yaitu potensi ekonomi dan kebutuhan daerah.
antar daerah, maka pada prinsipnya daerah-daerah yang miskin sumber daya alam
dalam hal potensi ekonomi dan kebutuhan sangat besar. Jadi, daerah-daerah harus
dalam bidang pemerintah kecuali dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
angin baru dan optimisme bagi daerah dalam mengurus dan mengatur kepentingan
Masyarakat di daerah yang selama ini lebih banyak dalam posisi dimarginalkan
masyarakat ini timbul karena besarnya harapan mereka terhadap otonomi daerah
untuk menjawab berbagai masalah hubungan pusat dan daerah serta menuntaskan
permasalahan berbagai tuntutan daerah selama ini. Secara bertahap daerah mulai
perwakilan di daerah dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1999
(Haris, 2005).
2004).
diminta oleh kondisi masyarakatnya. Definisi ini memiliki tiga komponen pokok,
yaitu, (1) Adanya peningkatan terus menerus dalam keluaran atau produksi
berkelanjutan, suatu kondisi yang penting tetapi tidak cukup hanya itu; (3)
seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Pertambahan pendapatan itu
diukur dalam nilai riil, artinya dinyatakan harga konstan. Hal itu juga
tersebut (tanah, modal, tenaga kerja, dan teknologi), yang berarti secara kasar
selain ditentukan oleh besarnya nilai tambah yang tercipta di wilayah tersebut juga
mengalir keluar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah.
ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan
penduduk. Komponen kedua ini juga dapat dijadikan sebagai acuan apakah suatu
dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat.
variabel ekonomi yaitu; (1) Tingkat pertumbuhan keluaran perkapita yang tinggi
dan laju pertumbuhan penduduk, (2) Tingkat kenaikan yang tinggi pada total
transformasi struktural yaitu; (1) Tingkat transformasi struktural yang tinggi, dan
(2) Tingkat transformasi sosial dan ideologi yang tinggi. Dua faktor yang
bagian dunia yang lain dalam usaha untuk memperluas pasar dan memperoleh
secara internal. Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) wilayah
homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah
administratif.
1. Wilayah Homogen
yang sama, bahkan dapat juga bersifat sosial/politik misalnya kepribadian suatu
wilayah yang bersifat tradisional kepada partai. Dengan demikian, apabila terjadi
suatu perubahan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya.
2. Wilayah Nodal
hubungan yang erat satu sama lain dengan distribusi penduduk manusia, sehingga
terbentuk suatu kota-kota besar, kotamadya maupun desa-desa. Ciri umum pada
daerah-daerah nodal adalah penduduk kota tidak tersebar secara merata diantara
barang dan jasa secara intern di dalam wilayah tersebut. Daerah belakang akan
menjual barang-barang mentah dan jasa tenaga kerja kepada daerah inti,
sedangkan daerah inti akan menjual ke daerah belakang dalam bentuk barang jadi.
Contoh daerah nodal adalah Provinsi DKI Jakarta dan BOTABEK (Bogor,
Tangerang, Bekasi) yang mana DKI sebagai daerah inti dan BOTABEK sebagai
daerah belakangnya.
3. Wilayah Administratif
diperlukan tindakan dari berbagai badan pemerintahan, dan (2) wilayah yang
dianalisis.
4. Wilayah Perencanaan
berskala ekonomi. (2) mampu mengubah industrinya sendiri dengan tenaga kerja
yang ada, (3) memiliki struktur ekonomi yang homogen, (4) mempunyai
Contoh wilayah perencanaan yang lebih menekankan pada aspek fisik dan
seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
Potensi sumber daya alam yang ada pada wilayah ini, keberadaannya
penduduk masih rendah, aksesibilitas yang kurang terhadap wilayah lain. Struktur
ekonomi wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai
sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat
dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan
kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh pelosok Tanah Air
(Soegijoko, 1997).
wilayah tertentu. Hal ini berupa pendapatan perkapita, kesempatan kerja dan
pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan
lingkungan.
dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian
individu dan nasional dengan cara membeb askan mereka dari sikap budak
dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain,
meningkat. Karena dengan output yang tinggi ini akhirnya akan dapat
2. Tingkat penggunaan tenaga kerja yang tinggi dan pengangguran yang rendah
4. Perubahan sosial, sikap mental, dan tingkah laku masyarakat dan lembaga
pemerintah.
pembangunan antarwilayah dapat dijelaskan oleh sejumlah teori, yakni teori basis
ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri (Tambunan, 2001).
suatu wilayah dipengaruhi oleh hubungan langsung permintaan barang dan jasa
dari luar daerah. Proses produksi sektor industri di suatu wilayah yang
menggunakan sumber daya produksi lokal (tenaga kerja, bahan baku dan produk
2. Teori Lokasi
suatu wilayah. Lokasi usaha ditempatkan pada suatu tempat yang mendekati
bahan baku/pasar. Hal ini ditentukan berdasarkan tujuan perusahaan dalam rangka
ekonomi daerah itu secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan
suatu proses dimana pemerintah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang
ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor
ada, untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar
pemerintah dituntut untuk lebih efisien dan tepat dalam alokasi pembiayaan
1. Desentralisasi Pembiayaan
yang lebih mendalam pada tingkat kabupaten, dituangkan dalam PP No. 8 Tahun
1995, peraturan ini merupakan tindak lanjut dari PP No. 45 Tahun 1992
(pelaksanaan otonomi wilayah dengan penekanan pada daerah tingkat II). UU No.
22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 2000 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah dan telah disempurnakan dengan
UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah.
dengan sistem desentralisasi pada tingkat wilayah. Sebagai contoh, Telkom telah
terhadap penyediaan pelayanan di wilayah yang bersangkutan. Hal ini juga terjadi
3. Perencanaan Regional
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam rencana ini telah
4. Pengentasan Kemiskinan
kebijaksanaan bagi KTI. Dewan KTI ini telah menetapkan 13 kawasan andalan
yang akan dikembangkan di KTI sebagai wilayah yang diharapkan dapat memacu
Tangerang selama tahun 2001 sampai dengan tahun 2004, dan seberapa besar
daerah.
(PDRB) Kota Tangerang dan Propinsi Banten tahun 2001 hingga tahun 2004.
Data tersebut diperoleh dari survei sekunder, yaitu dengan memanfaatkan data
yang telah tersedia pada instansi terkait. Dalam skripsi ini digunakan model basis
ekonomi yang tercermin pada analisis Location Quotient (LQ) yang dilengkapi
Kota Tangerang.
sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan nilai rata-rata Dj sebesar 6277,27;
sektor angkutan dan komunikasi dengan nilai rata-rata sebesar 47076,89; sektor
bank dan lembaga keuangan lainnya dengan nilai rata-rata sebesar 54818,93;
sektor ekonomi yang sama dengan Propinsi Banten sehingga ke-4 sektor tersebut
memiliki daya saing tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan untuk memacu
proportional (Pj) menunjukkan bahwa terdapat 4 sektor yang memiliki nilai rata-
rata positif yaitu sektor listrik, gas dan air minum, sektor angkutan dan
komunikasi, sektor bangunan dan konstruksi serta sektor bank dan lembaga
keuangan lainnya, hal ini berarti Kota Tangerang berspesialisasi pada sektor yang
Tapanuli Utara digunakan analisis Shift Share. Data yang digunakan adalah data
sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten Tapanuli Utara dan nilai PDRB Provinsi
yang pertumbuhannya paling cepat adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran,
Dilihat dari daya saingnya, sektor pertambangan adalah sektor yang mempunyai
daya saing paling baik dibandingkan dengan kabupaten lain, sedangkan sektor
yang tidak mampu bersaing dengan kabupaten lain adalah sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Pada kurun waktu 1997 sampai 2000, sektor yang mempunyai
laju pertumbuhan paling cepat adalah sektor listrik, gas dan air bersih, sedangkan
Sektor industri pengolahan mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan
memiliki daya saing yang buruk bila dibandingkan dengan kabupaten lain. Pada
masa otonomi daerah tahun 2001-2004, sektor pertanian merupakan sektor yang
lambat adalah sektor bangunan. Pada masa otonomi daerah, semua sektor
mempunyai daya saing yang baik bila dibandingkan dengan kabupaten lain, sektor
bangunan merupakan sektor yang mempunyai daya saing yang paling baik bila
Akan tetapi sebagian besar sektor ekonomi mempunyai laju pertumbuhan yang
lambat.
daerah tahun 2001-2004, baik itu laju pertumbuhannya maupun daya saing sektor
tersebut terhadap Propinsi Sumatera Selatan. Selain itu akan diidentifikasi profil
yang digunakan dalam proses pengolahan data Shift Share ini adalah Microsoft
Excel. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kabupaten
Lahat dan PDRB Propinsi Sumatera Selatan tahun 2001-2004 berdasarkan harga
2004), dari sembilan sektor penyusun PDRB Kabupaten Lahat, terdapat enam
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih,
jasa.
Sumatera Selatan, maka secara agregat, nilai yang diperoleh Kabupaten Lahat
perekonomian Kabupaten lahat secara umum didukung oleh daya dukung (PPW >
0). Dengan total nilai pergeseran bersih yang positif (PB > 0), ini berarti bahwa
Kabupaten Lahat.
digunakan adalah analisis Shift Share. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder berupa data Produk Domertik Regional Bruto (PDRB)
Kabupaten Karawang dan PDRB Jawa Barat berdasarkan harga konstan tahun
1993. Jangka waktu yang diambil berkisar antara tahun 1993 yaitu sebagai tahun
awal analisis dan data tahun 2005 sebagai data tahun akhir analisis.
sektor listrik, gas dan air bersih. Langkanya pertambangan di Jawa Barat
penduduk yang berdampak pada peningkatan penggunaan listrik, gas dan air
memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat tetapi sektor ini masih mempunyai
daya saing baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi di Jawa Barat,
meskipun kontribusi sektor pertanian menurun, tetapi sektor ini masih menjadi
perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor bangunan. Semua sektor tersebut
potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksesibilitas, juga
suatu wilayah berkembang dengan cepat pula, begitu pula sebaliknya. Laju
Share.
lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor, yaitu sektor mana yang
mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing. Informasi
Analisis Analisis
Sektor-sektor Perekonomian
PDRB Shift Share
Pengembangan Wilayah
Kota Pematangsiantar
METODE PENELITIAN
yang merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder berupa
PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara atas dasar harga
konstan 2000 antara periode tahun 1997-2009, serta data-data lainnya yang masih
terkait dengan penelitian ini. Adapun alasan penggunaan tahun dasar 2000 adalah:
representatif.
berubah.
tahun 2000 karena tahun tersebut dianggap sebagai tahun yang relatif
ini. Referensi studi kepustakaan melalui jurnal, artikel, bahan-bahan lain dari
penelitian ilmiah yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti. Sedangkan
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan pencatatan langsung berupa data runtun waktu (time series) dari tahun
1997-2009.
bentuk baku yang disediakan oleh sumber kedalam bentuk yang lebih
awal dan tahun akhir analisis. Analisis ini akan menghasilkan laju pertumbuhan
PDRB Kota Pematangsiantar atau dengan kata lain analisis ini digunakan untuk
menilai serta untuk mendapatkan informasi yang valid tentang bagaimana rata-
PDRBt – PDRBt-1
LPPDRBt = x 100%
PDRBt-1
Dimana:
analisis Shift Share. Pada penelitian ini analisis Shift Share digunakan untuk
lambat. Selain itu, dapat pula dianalisis daya saing sektor, yaitu sektor mana yang
mampu bersaing dan sektor mana yang tidak mampu bersaing. Secara skematik
Komponen Pertumbuhan
Nasional (PN) atau
Pertumbuhan Regional
(PR)
Maju
PP +PPW ≥ 0
Sektor ke i Wilayah ke j
(sektor i) (Wilayah j)
Lamban
PP +PPW < 0
Komponen Komponen
Pertumbuhan Proporsional Pertumbuhan Pangsa Wilayah
(PP) (PPW)
Keterangan:
PP : Pertumbuhan Proporsional
ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja, pada dua titik waktu di suatu
perkembangan dengan cepat atau lambat. Hasil analisis ini juga dapat
share growth component) disingkat PPW. Dari ketiga komponen tersebut dapat
antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada
semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan
perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman
pasar.
peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah
kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, yang mana satu
2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun
perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat
perekonomian suatu wilayah, baik itu laju pertumbuhan maupun daya saing sektor
tersebut, akan tetapi analisis Shift Share juga memiliki beberapa keterbatasan.
suatu sistem akunting dan tidak analitik. Oleh karena itu analisis tidak untuk
wilayah lainnya.
3. Arti ekonomi dari kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW)
semua barang yang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila
pasar suatu wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan
3.5.3. Rasio PDRB Kota/Kabupaten dan PDRB Provinsi (Nilai Ra, Ri, ri)
dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis.
Menghitung nilai Ra , Ri dan ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua
titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
tahun akhir analisis dengan total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun dasar
analisis dibagi total PDRB Provinsi Sumatera utara pada tahun dasar analisis,
Y’.. – Y..
Ra =
Y..
Dimana:
Y’.. = Total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun akhir analisis,
Y.. = Total PDRB Provinsi Sumatera Utara pada tahun dasar analisis.
2. Nilai Ri
pertanian (1) pada tahun akhir analisis dengan PDRB Provinsi Sumatera Utara
sektor pertanian pada tahun dasar analisis dibagi PDRB Provinsi Sumatera Utara
sektor pertanian pada tahun dasar analisis. Rumusnya adalah sebagai berikut:
Y’1 - Y1
Ri =
Y1
Dimana :
Y’1 = PDRB Provinsi Sumatera Utara dari sektor pertanian pada tahun akhir analisis,
Y1 = PDRB Provinsi Sumatera Utara dari sektor pertanian pada tahun dasar analisis.
3. Nilai ri
pertanian (1) pada tahun akhir analisis dengan PDRB Kota Pematangsiantar dari
sektor pertanian pada tahun dasar analisis dibagi PDRB Kota Pematangsiantar
berikut:
y’1j - y1j
ri =
y1j
Dimana:
y’1j = PDRB Kota Pematangsiantar sektor pertanian pada tahun akhir analisis,
y1j = PDRB Kota Pematangsiantar sektor pertanian pada tahun dasar analisis.
Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungann nilai Ra, Ri
dan ri. Dari ketiga komponen tersebut jika dijumlahkan akan didapat nilai
perubahan PDRB.
sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik
dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi kenyataannya
beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah
y1j = PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor pertanian pada tahun dasar
analisis
pertumbuhan regional.
industri, dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar (Budiharsono, 2001).
Dimana:
yij = PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor i pada tahun awal analisis
Dimana:
yij = PDRB Kota Pematangsiantar dari sektor i pada tahun awal analisis
Apabila PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing
dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya, sedangkan apabila
PPWij > 0, maka wilayah ke j mempunyai daya saing yang baik untuk
pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang
ordinat.
PPW
Kuadran IV Kuadran I
PP
memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga dapat
yang cepat, maka wilayah yang bersangkutan juga merupakan wilayah yang
progresif (maju).
memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tetapi sektor tersebut tidak mampu
mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi, wilayah tersebut tergolong pada
daerah tersebut. Bagian atas garis diagonal mengindikasikan bahwa suatu wilayah
pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua
komponen tersebut (PPj dan PPWj) apabila dijumlahkan akan di dapat nilai
Adapun:
Dimana:
ke j
ke j
Diamana:
Pematangsiantar
Pematangsiantar
pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun
PNj
%PNj = x 100%
PDRB tahun dasar
PPj
%PPj = x 100%
PDRB tahun dasar
PPWj
%PPWj = x 100%
PDRB tahun dasar
PPj + PPWj
%PBj = x x 100%
PDRB tahun dasar
program Microsoft Excel. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk
Kota Pematangsiantar.
1. Wilayah adalah suatu ruang ekonomi yang berada dibawah suatu administrasi
tertentu.
tertentu, dalam hal ini yang diteliti adalah wilayah Kota Pematangsiantar.
3. Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh
(3) sektor industri pengolahan, (4) sektor listrik, gas, dan air, (5) sektor
(8) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) sektor jasa.
4. PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan oleh
seluruh unit usaha dalam daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang
1) Lokasi
Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan perkebunan karet, sawit, teh, dan
kabupaten lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara, dan Tapanuli Selatan
Siantar Marihat, Siantar Selatan, Siantar Barat, Siantar Utara, Siantar Timur,
3.126 jiwa per Km2. Namun jika dilihat dari kepadatan menurut kecamatan, dari
data terlihat bahwa kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan
Siantar Barat yaitu sebesar 15.142 jiwa per Km2, kemudian Siantar Utara dan
adalah Kecamatan Siantar Marimbun yaitu sebesar 738 jiwa per Km2.
2) Kondisi Geografis
3o 01' 00" Lintang Utara dan 99o 1’ 00’’ - 99o 6’ 35’’ Bujur Timur dengan luas
(22,723 Km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Siantar
Selatan (2,020 Km2). Struktur geologis wilayah ini adalah berada pada ketinggian
400-500 meter diatas permukaan laut dengan permukaan tanah yang berbukit-
bukit.
tergolong kedalam derah tropis dan daerah datar, beriklim sedang dengan suhu
maksimum rata-rata 29,7 oC dan suhu minimum rata-rata 20,4 oC pada tahun
2009. Kelembapan udara rata-rata 86 persen dimana rata-rata tertinggi pada bulan
Oktober dan November yang mencapai 89 persen, sedangkan curah hujan rata-rata
306 mm dimana curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September yang
oleh karena itu data statistik kependudukan mutlak diperlukan untuk kepentingan
lebih banyak dari penduduk laki-laki. Pada tahun 2009 penduduk Kota
peningkatan, yaitu dari 0,27 persen menjadi 0,75 persen, namun pada tahun 2006-
2009 secara umum mengalami penurunan menjadi 0,40 persen. Hal ini
Kota Pematangsiantar.
kelompok usia tidak produktif dan usia produktif maka dari jumlah penduduk
sebanyak 249.985 jiwa terdapat jumlah penduduk usia produktif (usia: 15 – 64)
sebanyak 159.635 jiwa dan banyaknya penduduk usia tidak produktif (usia: 0 –
14) dan (usia: 65 dan lebih) masing-masing sebanyak 79.669 jiwa dan 10.681
penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif adalah sebesar 57
2) Ketenagakerjaan
kegiatan ekonomi diukur dengan proporsi penduduk yang masuk dalam pasar
tenaga kerja, yaitu penduduk yang bekerja dan mencari pekerjaan, disebut juga
sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Pada Tabel 4.3., TPAK di
Kota Pematangsiantar dari tahun 2002 hingga 2008 pada umumnya mengalami
Tabel 4.3. TPAK dan TPT Kota Pematangsiantar Tahun 2002-2008 (Persen)
Tahun
pengangguran. Pada tahun 2009 jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas
Tenaga Kerja Kota Pematangsiantar sebanyak 1.422 orang, dimana pencari kerja
terbesar di tingkat pendidikan S-1 sebanyak 489 orang atau sekitar 34% dari total
pencari kerja.
adalah 181.819 jiwa. Dari hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)
110.405 jiwa, atau disebut dengan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang secara tidak langsung dapat
sebesar 11,16 persen, artinya pada tahun 2008 dari 100 orang angkatan kerja
mengalami peningkatan baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga
konstan. PDRB atas dasar harga berlaku yang terbentuk pada tahun 2009 adalah
PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2009 sebesar 1.926,91 milyar rupiah,
Pertumbuhan ekonomi secara riil dapat dilihat dari angka PDRB Atas
Dengan kata lain, PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui
1 Pertanian 4,55 4,63 4,63 4,41 4,62 4,43 4,35 3,79 3,53 3,37
Pertambangan
2 0,28 0,26 0,25 0,22 0,22 0,02 0,03 0,03 0,02 0,02
dan Galian
Industri
3 15,35 15,06 14,80 13,79 13,42 12,72 13,56 13,32 13,11 12,64
Pengolahan
Listrik, Gas,
4 1,08 1,14 1,19 1,16 1,54 1,57 1,36 1,25 1,19 1,18
dan Air Bersih
Bangunan dan
5 9,25 9,19 9,04 8,59 8,67 8,78 9,36 8,96 8,50 8,34
Konstruksi
Perdagangan,
6 Hotel, dan 27,25 27,18 28,60 27,55 27,07 27,88 29,23 29,19 30,56 31,36
Restoran
Pengangkutan
7 dan 18,37 17,86 15,54 16,92 16,12 16,40 17,25 17,36 17,20 17,07
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan,
8 9,12 9,18 10,50 10,09 10,95 10,93 11,69 12,45 12,52 12,90
dan Jasa
Perusahaan
9 Jasa lainnya 14,75 15,50 15,45 17,27 17,39 17,27 13,18 13,66 13,37 13.13
TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
adalah industri besar dan sedang. Hasil industri andalan Kota Pematangsiantar
adalah rokok putih filter dan non filter serta tepung tapioka. Produksi tepung
perdagangan dan jasa serta kota transit wisata. Sektor perdagangan yang menjadi
Kabupaten Simalungun yang memiliki kekayaan Perkebunan karet, sawit, teh, dan
lainnya, seperti Toba Samosir, Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Sudah
otonomi daerah (1997-2000) dan pada masa otonomi daerah (2001-2009) adalah
daerah. Rata-rata laju pertumbuhan PDRB sebelum otonomi daerah adalah 2,96
persen menjadi 2,70 persen setelah otonomi daerah berjalan selama sembilan
tahun atau lebih rendah 0,26 persen jika dibandingkan pada masa sebelum
otonomi daerah.
otonomi daerah sebesar 2,86 persen dan pada masa otonomi daerah terjadi
semakin berkurang atau sempit serta tidak diikuti dengan intensifikasi pertanian
menerus.
yang positif yaitu sebesar 1,66 persen pada periode sebelum otonomi daerah.
Sedangkan setelah otonomi daerah berjalan selama sembilan tahun, sektor ini
memiliki hasil yang negatif sebesar -9,37 persen. Hal ini disebabkan karena
yang lain.
industri pengolahan sebesar 0,40 persen, meningkat menjadi 1,78 persen setelah
industri yang ada di Kota Pematangsiantar di era otonomi daerah. Jumlah industri
kecil di Kota pematangsiantar hingga tahun 2009 ada sebanyak 501 buah. Industri
makanan, minuman, dan tembakau sebanyak 166 buah dan disusul industri barang
dari logam, mesin, dan perlengkapannya sebanyak 141 buah. Sedangkan jumlah
Sektor
No. 1997 1998 1999 2000 Rata-rata
Perekonomian
Pertambangan
2 2,14 -13,52 8,66 9,36 1,66
dan Galian
Industri
3 3,55 -8,48 2,80 3,74 0,40
Pengolahan
Listrik, Gas,
4 10,51 -5,48 3,93 3,14 3,03
dan Air Bersih
Bangunan dan
5 4,87 -15,78 5,29 16,59 2,74
Konstruksi
Perdagangan,
Restoran
Pengangkutan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan,
8 1,81 -4,86 5,12 3,44 1,38
dan Jasa
Perusahaan
Sektor
No. 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Rata-rata
Perekonomian
1 Pertanian 3.84 1,97 3,23 8,74 1,14 -2,03 -8,42 -0,60 -0,27 0,84
Pertambangan
2 -2,92 -5,06 -1,20 2,20 -89,25 17,62 0,31 -5,76 -0,27 -9,37
dan Galian
Industri
3 0,04 0,28 -0,80 1,09 0,13 6,28 6,74 0,63 1,61 1,78
Pengolahan
Listrik, Gas,
4 -8,40 -4,95 14,80 -3,28 4,29 9,96 -2,99 1,90 2,67 1,56
dan Air Bersih
Bangunan dan
5 1,22 0,50 2,79 4,78 7,01 6,26 0,63 0,36 3,31 2,98
Konstruksi
Perdagangan,
6 Hotel, dan 1,68 7,92 3,53 2,01 11,11 4,74 4,30 8,33 8,90 5,84
Restoran
Pengangkutan
7 dan -0,92 -11,21 17,83 -1,10 7,53 4,89 5,74 4,78 4,54 3,56
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan,
8 2,97 18,86 7,72 4,05 4,95 9,85 12,24 6,77 7,39 8,31
dan Jasa
Perusahaan
9 Jasa lainnya 31,25 1,43 8,76 5,73 1,15 8,99 6,69 11,51 3,47 8,78
Rata-rata 3,20 1,08 6,30 2,69 -5,77 7,40 2,80 3,10 3,48
2,70
Sektor listrik, gas, dan air minum memperlihatkan laju pertumbuhan rata-
rata sebesar 1,56 persen setelah masa otonomi daerah berjalan selama sembilan
tahun. Pertumbuhan ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan laju
rata laju pertumbuhan yang realatif kecil. Periode sebelum otonomi daerah
memiliki nilai sebesar 2,74 persen, sedangkan pada masa otonomi daerah menjadi
sebesar 2,98 persen. Peningkatan yang relatif kecil setelah sembilan tahun masa
rata sebesar 5,84 persen setelah otonomi daerah berjalan hingga tahun 2009. Hal
ini lebih kecil 2,34 persen jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan rata-rata
sektor ini pada masa sebelum otonomi daerah yaitu sebesar 8,18 persen. Hal ini
otonomi daerah sebesar 2,27 persen, terjadi peningkatan setelah masa otonomi
daerah berjalan menjadi sebesar 3,56 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa
adanya penataan dan koordinasi yang lebih baik pada kegiatan transportasi di
laju pertumbuhan rata-rata yang positif setelah masa otonomi daerah berjalan
selama sembilan tahun yaitu sebesar 8,31 persen. Nilai ini jauh lebih besar jika
dibandingkan pada masa sebelum otonomi daerah yang hanya sebesar 1,38
pertumbuhan terbesar di sektor ini sebesar 9,10 persen di tahun 2008 sedangkan
persen.
Selain itu, sektor jasa lainnya juga merupakan sektor dengan peningkatan
pertumbuhan rata-rata pada masa otonomi daerah telah berjalan sembilan tahun
sebesar 8,78 persen jauh lebih kecil dari masa sebelum otonomi daerah yang
hanya sebesar 4,16 persen. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada subsektor jasa
Pemerintah.
positif dengan laju pertumbuhan sebesar 41,35 persen. Sektor yang memiliki
persen. Hal ini disebabkan karena cadangan barang galian C di alam yang
merupakan komoditi dari sektor pertambangan dan penggalian yang ada di Kota
pertanian yang ada di Kota Pematangsiantar. Sedangkan sektor yang memiliki laju
yaitu sebesar 98,77 persen dengan kontribusi sebesar Rp 125.040,16 juta pada
terhadap PDRB Kota Pematangsianatar bukan yang terbesar tetapi sektor ini
memiliki pertumbuhan yang tertinggi pada periode pada saat otonomi daerah
Pada Tabel 4.6., sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor
nilai Rp 370.113,25 juta pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp 604.040,83 juta
sektor industri masih menjadi salah satu andalan Kota Pematangsiantar yaitu
yaitu sebesar Rp 19.683.516,27 juta pada tahun 2001 dan meningkat menjadi Rp
26.435.128,64 juta pada tahun 2005. Sedangkan sektor yang memiliki kontribusi
terkecil terhadap PDRB Provinsi Sumatera Utara adalah sektor listrik,gas, dan air
781.226,35 juta.
Pematangsiantar yang memiliki nilai pertumbuhan yang negatif. Nilai PDRB Kota
dua titik waktu, yaitu tahun 1997 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2000
sebagai tahun analisis untuk masa sebelum otonomi daerah serta tahun 2001
sebahai tahun dasar analisis dan 2009 sebagai tahun akhir analisis untuk masa
otonomi daerah yang telah berjalan, sehingga setiap sektor ekonomi akan
Pematangsiantar dan PDRB Sumatera Utara disajikan dalam bentuk Ra, Ri, dan ri.
Nilai Ra periode 1997-2000 adalah -0,03 dan periode 2001-2009 adalah sebesar
0,53, nilai tersebut diperoleh dari selisih antara total PDRB Sumatera Utara tahun
akhir analisis (2000 dan 2009) dengan total PDRB Sumatera Utara tahun awal
analisis (1997 dan 2001) dibagi dengan total PDRB Sumatera Utara pada tahun
awal analisis. Karena merupakan pembagian total PDRB Sumatera Utara, maka
Keterangan:
Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Sumatera Utara setiap sektor
pada tahun akhir analisis dengan PDRB Sumatera Utara setiap sektor pada tahun
awal analisis dibagi dengan PDRB Sumatera Utara setiap sektor pada tahun awal
sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor
perdagangan, hotel, dan restoran. Namun setelah otonomi daerah berjalan selama
sembilan tahun semua sektor ekonomi di Sumatera Utara memiliki nilai Ri yang
sebesar 1,09.
tahun akhir analisis dengan PDRB setiap sektor Kota Pematangsiantar pada tahun
awal analisi dibagi PDRB setiap sektor Kota Pematangsiantar tahun akhir
yang positif (ri>0) setelah otonomi daerah berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa
sedangkan sektor yang memiliki nilai ri terkecil adalah sektor pertambangan dan
pusat untuk menyeimbangkan keuangan antara pusat dan daerah pada tahun 2001.
53,12 persen.
1 Pertanian 33,498.096
2 Pertambangan dan Galian 1,911.736
3 Industri Pengolahan 108,964.707
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 8,240.520
5 Bangunan dan Konstruksi 66,441.511
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 196,604.765
7 Pengangkutan dan Komunikasi 129,186.852
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 66,421.538
9 Jasa lainnya 112,097.989
Total 723,367.717
Sumber: BPS, diolah.
Rp 723.367,717 juta (53,12 persen). Tetapi pada Tabel 4.6., perubahan PDRB
perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 196.604,77 juta. Hal ini menunjukkan
bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran sangat dipengaruhi oleh perubahan
pertambangan dan penggalian yaitu dengan nilai Rp 1.911,73 juta. Hal ini
terjadi karena adanya perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan
kenaikan PDRB Sumatera Utara tingkat regional dan kenaikan PDRB sektor
terdapat empat sektor yang memiliki nilai persentase positif (PP>0), yaitu sektor
persewaan, dan jasa perusahaan, serta sektor jasa lainnya. Hal ini menunjukkan
sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Kontribusi keempat sektor
tersebut adalah sektor bangunan dan kontruksi sebesar Rp 37.554,02 juta (30,02
juta (22,03 persen), dan sektor jasa lainnya sebesar Rp 40.151,59 juta (19,03
persen).
barang dan jasa hingga ke tangan konsumen, termasuk juga angkutan untuk
penumpang.
sektor listrik, gas, dan air bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Hal
lambat. Sektor yang mengalami penurunan terbesar yaitu sektor listrik, gas, dan
air bersih dengan pertumbuhan sebesar -19,74 persen dimana hal ini menggambar
meskipun sektor listrik, gas, dan air bersih tetap memberi kontribusi yang positif
Hal ini disebabkan karena laju pertumbuhan penduduk yang relatif stabil dan
terhadap sektor listrik, gas, dan air bersih relatif tetap untuk menjalani kebutuhan
ekonomi regional pada wilayah tersebut. Dalam komponen ini dapat diketahui
sektor-sektor yang memiliki daya saing bila dibandingkan dengan sektor ekonomi
dari wilayah lain. Sedangkan sektor yang mempunyai daya saing dengan wilayah
lain, berarti persentase komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari setiap sektor
lebih besar dari nol (PPW>0). Sedangkan nilai PPW<0 mengindikasikan sektor
tersebut tidak mempunyai daya saing dengan sektor ekonomi di wilayah lain.
Pada Tabel 5.0., dapat diketahui hampir semua sektor memiliki nilai PPW
yang negatif, kecuali sektor sektor listrik, dan air bersih, sektor perdagangan,
hotel, dan restoran, serta sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Ketiga
sektor tersebut mempunyai daya saing dengan sektor ekonomi di wilayah lain di
memiliki daya saing bila dibandingkan dengan wilayah lain di Sumatera Utara.
hotel, dan restoran yaitu Rp 43.436,81 juta (11,74 persen), disebabkan oleh karena
pertanian dari Kabupaten Simalungun. Selain itu, kota ini juga menghubungkan
Utara, dan Tapanuli Selatan. Sehingga, posisinya sangat strategis sebagai kota
transit perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat
dimana hal ini pada akhirnya ikur mendorong perkembangan sektor hotel dan
Pematangsiantar.
Kuadran IV
ini ditandai hanya satu sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan
mampu bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi yang
sama dari wilayah lain di Sumatera Utara. Pada gambar profil pertumbuhan sektor
yang cepat dan mampu bersaing baik dengan wilayah lain adalah keuangan,
tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari daerah lain dan
kuadran III (sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian, dan sektor
Pematangsiantar yang memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu
Sektor ekonomi yang terdapat dalam kuadran IV adalah sektor listrik, gas,
dan air bersih dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor-sektor tersebut
menunjukkan tingkat pertumbuhan yang lamban tetapi mempunyai daya saing bila
hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan,
persewaan, dan jasa perusahaan dimana sektor ini termasuk dalam kelompok yang
progresif.
Nilai pergeseran bersih (PB) diperoleh dari pejumlahan nilai PP dan PPW.
terdapat dua sektor yang memiliki nilai pergeseran bersih (PB) yang positif
(PB>0), yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar Rp 37.322,82 juta
(10,08 persen) dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar Rp
57.079,93 juta (45,65 persen). Kedua sektor tersebut dapat dikelompokkan dalam
pada beberapa jenis komoditas pertanian. Kota ini juga menghubungkan jalan
perdagangan antar kabupaten atau transit wisata ke Danau Toba Parapat dimana
hal ini pada akhirnya ikur mendorong perkembangan sektor hotel dan restoran
50,15 persen), sektor pertambangan dan galian (-141,69 persen), sektor industri
pengolahan (-34,44 persen), sektor listrik, gas, dan air bersih (-16,25 persen),
memiliki laju pertumbuhan yang lambat setelah kebijakan otonomi daerah telah
5.1. Kesimpulan
2009). Sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor listrik, gas, dan air
bersih, dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang
sembilan tahun. Sedang sektor jasa lainnya adalah sektor dengan peningkatan
keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, dan sektor jasa lainnya yang
2009, hasil total perubahan kontribusi setiap sektor terhadap PDRB Kota
dengan baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi dari daerah lain
c. Total nilai pergeseran bersih (PB) adalah sebesar -11,77 persen, ini berarti
yang kurang baik bila dibandingkan dengan sektor ekonomi wilayah lain,
kecuali sektor listrik, gas, dan air bersih, sektor perdagangan, hotel, dan
kecil dan menengah ke dalam suatu wadah asosiasi yang diharapkan dapat
sebagai kota transit perdagangan dan transit wisata ke Danau Toba, Parapat.
Aser, F. 2005. “Tujuan Otonomi Daerah Dalam UU No. 32 Tahun 2004”. Jurnal
Otonomi Daerah.
Tarigan, R. 2005. ”Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi”. Edisi Revisi. PT.
Bumi Aksara. Jakarta.
sumut.bps.go.id
www.sumutprov.go.id
siantarkota.bps.go.id
regionalinvestment.com
Otonomi Daerah
No. Sektor Perekonomian 2001 2002 2003 2004 2005 2006
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 585,701.67 626,847.60 660,797.67 681,199.04 716,250.61 738,314.6
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,292,558.18 13,951,003.55 14,353,390.18 15,230,316.32 15,984,925.39 17,095,25
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,210,419.09 4,445,815.23 4,749,770.72 5,077,295.30 5,440,496.67 5,977,573.
2 Pertambangan dan Galian 3,598.89 3,416.71 3,375.58 3,449.93 370.84 436.18 437
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 15,512.98 16,600.66 20,133.34 19,472.19 20,308.11 22,331.39 21,
5 Bangunan dan Konstruksi 125,077.76 125,697.76 129,203.11 135,383.01 144,876.55 153,940.96 154
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 370,113.25 397,495.06 413,508.36 421,824.60 468,694.24 490,897.06 512
7 Pengangkutan dan Komunikasi 243,197.39 215,932.02 254,441.79 251,644.65 270,605.17 283,836.03 300
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 125,040.16 145,946.84 161,406.11 167,935.53 176,246.12 193,604.68 217
Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara Sebelum Otonomi Daerah Tahun 1997-2
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 547,550.40 529,119.53 14,298.42 14,460.95 162.53 1.14 -
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 14,960,236.92 12,761,937.72 339,124.11 363,993.83 24,869.72 7.33 -
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3,070,166.03 4,022,790.30 119,490.61 121,824.15 2,333.54 1.95 0
Rasio PDRB Kota Pematangsiantar dan Provinsi Sumatera Utara Pada Masa Otonomi Daerah Tahun 2001-2
2 Pertambangan dan Galian 1,151,889.04 1,553,326.34 3,598.89 411.18 -3,187.71 -88.57 0.5
4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 585,701.67 781,226.35 15,512.98 22,662.58 7,149.60 46.09 0.5
5 Bangunan dan Konstruksi 4,088,850.46 7,488,512.94 125,077.76 160,619.14 35,541.38 28.42 0.5
6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 13,292,558.18 20,134,003.79 370,113.25 604,040.83 233,927.58 63.20 0.5
7 Pengangkutan dan Komunikasi 4,767,714.01 9,981,368.41 243,197.39 328,735.54 85,538.15 35.17 0.5
8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 4,210,419.09 7,374,477.69 125,040.16 248,541.63 123,501.47 98.77 0.5