Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN ANAK III

KEKERASAN PSIKOSOSIAL PADA ANAK

Oleh : Kelompok 3

Putri Dwi Rusmayanti (1711311006)


Merry Christiany (1711311026)
Fadilah Lukvianti (1711312012)
Irsa Nada Nadhifa (1711312034)
Devi Rizky Oktafima Putri (1711313010)
Fildzatil Arifa (1711313036)

Dosen pengampu :

Dr. Ns. Meri Neherta, M.Biomed

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah guna melengkapi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak III.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada Dosen mata kuliah Keperawatan Anak III yang telah membimbing dalam
menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Padang, 25 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 1
1.3.Manfaat ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 2
2.1 Definisi Kekerasan terhadap Anak ................................................. 2

2.2 Definisi Kekerasan Psikis pada Anak ............................................. 3

2.3 Klasifikasi Kekerasan Psikis terhadap Anak................................... 3

2.4 Etiologi ............................................................................................ 5

2.5 Gejala Kekerasan pada Anak .......................................................... 7

2.6 Dampak Kekerasan Psikis pada Anak ............................................ 8

2.7 Konsep Asuhan Keperawatan ......................................................... 8

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 23


3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 23
3.2 Saran ................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 24

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi Kekerasan Terhadap Anak


Kekerasan terhadap anak merupakan cerminan dari ketidakseimbangan
pengaruh/kuasa antara korban dan pelaku. Kekerasan terhadap anak mungkin terjadi
hanya sekali tetapi mungkin melibatkan berbagai dampak yang secara tidak langsung
dirasakan dalam jangka panjang, atau mungkin juga bisa terjadi berkali-kali dan
semakin sering selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Dalam segala bentuknya,
kekerasan dan salah perlakuan berdampak pada keselamatan, kesehatan dan
perkembangan anak.
Definisi kekerasan terhadap anak menurut WHO mencakup semua bentuk
perlakuan yang salah baik secara fisik dan/atau emosional, seksual, penelantaran, dan
eksploitasi yang berdampak atau berpotensi membahayakan kesehatan anak,
perkembangan anak, atau harga diri anak dalam konteks hubungan tanggung jawab.
Berdasarkan definisi tersebut, kekerasan anak dapat berupa kekerasan fisik, kekerasan
seksual dan kekerasan emosional atau psikis.
Kekerasan terhadap anak juga dapat dipandang dari sisi perlindungan anak.
UNICEF mendefiniskan ‘perlindungan anak’ sebagai cara yang terukur untuk
mencegah dan memerangi kekerasan, eksploitasi, memperlakukan tidak semestinya
terhadap anak termasuk eksploitasi seksual untuk tujuan komersial, perdagangan
anak, pekerja anak dan tradisi yang membahayakan anak seperti sunat perempuan dan
perkawinan anak. Dalam kontek tersebut jelas bahwa kekerasan anak tercermin dalam
berbagai aspek terkait perlindungan anak sesuai dengan definisi dari UNICEF.
Jenis kekerasan terhadap anak berikutnya adalah kekerasan seksual dan psikis.
Kekerasan seksual terhadap anak mencakup beberapa hal seperti menyentuh anak
yang bermodus seksual, memaksa hubungan seksual, memaksa anak untuk
melakukan tindakan secara seksual, memperlihatkan bagian tubuh untuk
dipertontonkan, prostitusi dan eksploitasi seksual, dan lain-lain.

2
Selanjutnya kekerasan psikis terjadi ketika seseorang menggunakan ancaman
dan menakut-nakuti seorang anak termasuk mengisolasi dari keluarga dan teman.
Kekerasan yang juga sangat dekat dengan kekerasan psikis adalah kekerasan
emosional melalui perkataan atau perbuatan yang membuat anak merasa bodoh atau
tak berharga. Kekerasan emosional mencakup antara lain mengkritik terus menerus,
menyalahkan semua masalah keluarga kepada anak, memalukan anak di depan orang
lain, intimidasi, dan lain-lain. Beberapa jenis kekerasan lain terhadap anak mencakup
kekerasan verbal, kekerasan bersifat budaya, ekonoi dan penelantaran. Kekerasan
verbal terjadi melalui perkataan atau tulisan yang membuat anak tersakiti. Kekerasan
yang bersifat budaya seperti pernikahan anak, sementara kekerasan secara finansial
seperti tidak memberikan akses terhadap kebutuhan dasar seperti makanan dan
kesehatan. Penelantaran anak adalah praktik melepaskan tanggung jawab dan klaim
atas keturunan dengan cara illegal (http://id.wikipedia.org). Jadi seorang anak yang
ditinggalkan dan tidak diurus oleh orangtuanya disebut sebagai anak terlantar.

II.2 Definisi Kekerasan Psikis Terhadap Anak


Kekerasan psikologis meliputi perilaku yang ditujukan untuk mengintimidasi
dan menganiaya, mengancam atau menyalahgunakan wewenang, membatasi keluar
rumah, mengawasi, mengambil hak asuh anak-anak, merusak benda-benda anak,
mengisolasi, agresi verbal dan penghinaan konstan (Unicef, 2000: 2)
Kekerasaan psikis adalah situasi perasaan tidak aman dan nyaman yang
dialami anak. Dapat berupa menurunkan harga diri serta martabat korban,
penggunaan kata-kata kasar, penyalahgunaan kepercayaan, mempermalukan orang
depan orang lain atau di depan umum, melontarkan ancaman dengan kata-kata dan
sebagainya

II.3 Klasifikasi Kekerasan Psikis Pada Anak


Azevedo & Viviane (2008: 68) mengklasifikasikan bentuk kekerasan
psikologis pada anak, yaitu sebagai berikut:

3
1. Indifference (tidak peduli) Cth perilaku Tidak berbicara kepada anak kecuali
jika perlu, mengabaikan kebutuhan anak, tidak merawat, tidak memberi
perlindungan dan kurangnya interaksi dengan anak.
2. Humiliation (penghinaan) Menghina, mengejek, menyebut nama-nama yang
tidak pantas, membuat mereka merasa kekanak-kanakan, menentang identitas
mereka, martabat dan harga diri anak, mempermalukan dan sebagainya.
Isolation (mengisolasi) Menjauhkan anak dari teman-temannya, memutuskan
kontak anak dengan orang lain, mengurung anak sendiri dan sebagainya.
3. Rejection (penolakan) Menolak atau mengabaikan kehadiran anak, tidak
menghargai gagasan dan prestasi anak, mendiskriminasi anak.
4. Terror (teror) Menimbulkan situasi yang menakutkan bagi anak, rasa khawatir
dan sebagainya.

Jika diperhatikan, tidak berbicara kepada anak ternyata termasuk pada


kekerasan (child abuse). Kesibukan orang tua mencapai karir menyita waktu dan
membuat intensitas orang tua dan anak berkurang. Perkembangan teknologi dan
social media mengalihkan perhatian orang tua justru di saat anak sedang
membutuhkan perhatian. Dari teori di atas, kurangnya interaksi dengan anak
termasuk pada kekerasan dengan jenis indifference (tidak peduli). Baik itu
Humiliation (penghinaan), isolation (mengisolasi), rejection (penolakan), maupun
terrors (terror), merupakan kekerasan pada anak yang harus dihentikan.
Jika Kak Seto Mulyadi mengungkapkan bahwa angka kekerasan pada anak
di Indonesia lebih kecil daripada di Inggirs, bukan berarti wajah parenting di
Indonesia sudah lebih mapan, akan tetapi karena masyarakat Inggris sudah berani
melapor jika ada temuan orang tua yang melakukan tindak kekerasan kepada
anaknya. Namun di Indonesia, masyarakat enggan melapor terlebih lagi jika orang tua
tersebut merasa berhak mendidik anaknya dengan gaya pengasuhannya sendiri
dengan dalih menegakkan disiplin dan lain sebagainya.

4
Sinclair, juga mengklasifikasikan kekerasan psikologis pada anak
sebagaimana berikut ini:
1. Ancaman dan Teror: Mengancam untuk membunuh atau melukai anak,
mengatakan masa lalu anak yang buruk dan mengancam untuk merusak
barang-barang yang disenangi anak dan sebagainya.
2. Verbal: Mengatakan kata-kata kasar atau kata-kata yang tidak anak sukai,
membentak, dan mencaci maki. Seperti bodoh, nakal, anak tak berguna dan
sebagainya.
3. Pemaksaan: Memaksa untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan anak,
melakukan tindakan yang tidak pantas, mencuci piring dengan lidah dan
sebagainya.
4. Emosi: Menyangkal emosi anak, tidak memberi perhatian, menciptakan rasa
takut dan khawatir.
5. Kontrol: Membatasi kegiatan anak, menghilangkan kesenangan anak,
merampas kebutuhan dasar anak seperti tidur, makan, bermain dan
sebagainya.
6. Penyalahgunaan dan Pengabaian: Menyalahgunakan kepercayaan,
menyembunyikan informasi, merasa selalu benar, tidak mendengarkan, tidak
menghormati, tidak menanggapi dan sebagainya.

Ancaman dan teror, membentak (verbal), memaksakan kehendak orang tua


kepada anak, tidak memberi perhatian, menciptakan rasa takut, merampas kebutuhan
anak, dan tidak mendengarkan anak adalalah tindakan-tindakan yang berakibat pada
psikologis anak. Anak akan mengalami semacam depresi, merasa cemas (anxiety),
merasa takut seolah ada yang selalu mengancam, PTSD (Post Trumatic Syndrome),
memiliki kepercayaan diri rendah (Self-Esteem) dan lain sebagainya.

II.4 Etiologi
Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan
fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:
5
1. Stress yang berasal dari anak
 Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi
fisik anak berbedadengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat
adalah anak mengalami cacat fisik.Anak mempunyai kelainan fisik
dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
 Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit
berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya.
 Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah
cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan
anak yang memiliki temperamen keras. Halini disebabkan karena anak
yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila
dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
 Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku
dan bertingkah aneh di dalamkeluarga dan lingkungan sekitarnya.
 Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkanorangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah
hati dari hasil perkawinansendiri, sehingga secara naluriah tidak ada
hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
2. Stress keluarga.
 Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor
terkuat yangmenyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab
kedua faktor ini berhubungan kuatdengan kelangsungan hidup.
Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutamademi
mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan
keluarga.
 Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini
juga berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak,

6
sebab lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam
membentuk kepribadian dan tingkah laku anak.
 Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak
akan kehilangankasih sayang dari kedua orangtua.
 Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh orangtua,misalnya kekurangan fisik,
lemah mental, dsb.
3. Stress berasal dari orangtua
 Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain.
 Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama
terhadap orang lain atau anaknyasebagai bentuk pelampiasan atas
kejadian yang pernah dialaminya.
 Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis
akan membuatorangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak
mampu memenuhi memenuhikebutuhan anak, orangtua cenderung
menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannyadengan melakukan
tindakan kekerasan
II.5 Gejala Kekerasan Pada Anak
Biasanya anak-anak korban kekerasan orang tuanya maupun orang lain akan
sangat mudah diketahui, hal ini dikarenakan biasanya anak korban kekerasan
akan menampakkan geajala berupa:
 Menarik diri
 Pemalu
 Menangis jika didekati
 Takut keluar rumah dan bertemu orang lain

7
 Memiliki masalah gangguan belajar dan sulit berkonsentrasi.
 Sering bolos sekolah dan penurunan prestasi, kehilangan semangat
sekolah
 Kehilangan kepercayaan diri

II.6 Dampak Kekerasan Psikis Pada Anak


• Dampak kekerasaan psikis dapat membekas dan mengakibatkan trauma
sehingga mempengaruhi perkembangan kepribadian anak.
• Dampak kekerasaan terhadap anak pada tumbuh kembangnya
Studi embriologi dan pediatric telah menyatakan bahwa otak berkembang
dengan kecepatan yang luar biasa selama tahap perkembangan bayi danmasa
kakanak-kanak. Paparan berulang terhadap kekerasaan dan tekanan mental
berat dapat mempengaruhi respon stress otak, sehingga membuatnya menjadi
lebih preaktif dan kurang adaptif
• Dampak kekerasaan pada anak terhadap kesehatan mental
1. gangguan kecemasan dan depresi
2. penarikan diri/ isolasi diri
3. PTSD
4. sulit focus, sulit tidur, gangguan makan.
5. tidak nyaman dengan sentuhan fisik
6. kecenderungan melukai diri sendiri hingga usaha bunuh diri
II.7 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda


adanya kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam
child abuse di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan
seluruh gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak,
kemudian menginterview anak.

8
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang

lain atau saudaranya untuk beberapa waktu.

2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau

masalah psikiatrik.

3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse

4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan

ketergantungan tinggi (seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi

makanan, ketidakmampuan perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang

perhatian)

5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa

dengan jenis kelamin anak yang dilahirkan.

6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan

anak.

7. Kaji respon psikologis pada trauma

8. Kaji keadekuatan dan adanya support system

9. Situasi Keluarga.

Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan


berkaitan dengan child abuse, antara lain:

10. Psikososial

a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau

b. Gagal tumbuh dengan baik

c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial

d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa

9
11. Muskuloskeletal

a. Fraktur Dislokasi

b. Keseleo (sprain)

12. Genito Urinaria

a. Infeksi saluran kemih

b. Per vagina

c. Pada vagina/penis

d. Nyeri waktu miksi

e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.

13. Integumen

a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)

b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi

c. tanda2 gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan

d. Bengkak.

Pemeriksaan Radiologi

Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada
anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi,

Pemeriksaan radiologi pada anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan


untuk meneliti tulang, sedangkan pada anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan
jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik.
Adanya fraktur multiple dengan tingkat penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.

10
a. CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik,

hanya diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang

mengalami trauma kepala yang berat.

b. MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut

dan kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.

c. Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral

d. Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami

penganiayaan seksual.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kekerasan

2. Isolasi sosial

3. Koping keluarga inefektif

4. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan

C. Intervensi Keperawatan

1. Perilaku kekerasan

Tujuan.

 Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan pada saat berhubungan dengan

orang lain.

Kriteria hasil:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya.

 Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang positif yang

dimiliki.

11
 Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.

 Klien dapat menetapkan dan merencanakan kegiatan sesuai kemampuan

yang dimiliki.

 Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.

 Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada.

Intervensi :

1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi

terapeutik.

Rasional : hubungan saling percaya memungkinkan klien terbuka pada

perawat dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.

Rasional : mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien.

3) Setiap bertemu klien dihindarkan dari memberi penilaian negatif.

Rasional : pemberian penilaian negatif dapat menurunkan semangat klien

dalam hidupnya.

4) Utamakan memberi pujian yang realistik pada kemampuan dan aspek

positif klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

5) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan.

Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat digunakan.

6) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya di rumah

sakit.

12
Rasional : mengidentifikasi kemampuan yang masih dapat dilanjutkan.

7) Berikan pujian.

Rasional : meningkatkan harga diri dan merasa diperhatikan.

8) Minta klien untuk memilih satu kegiatan yang mau dilakukan di rumah

sakit.

Rasional : agar klien dapat melakukan kegiatan yang realistis sesuai

kemampuan yang dimiliki.

9) Bantu klien melakukannya jika perlu beri contoh.

Rasional : menuntun klien dalam melakukan kegiatan.

10) Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan motivasi untuk berbuat lebih baik.

11) Diskusikan jadwal kegiatan harian atas kegiatan yang telah dilatih.

Rasional : mengidentifikasi klien agar berlatih secara teratur.

12) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah

direncanakan.

Rasional : tujuan utama dalam penghayatan pasien adalah membuatnya

menggunakan respon koping mal adaptif dengan yang lebih adaptif.

13) Beri pujian atas keberhasilan klien.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

14) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan dirumah.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.

2. Isolasi social

13
Tujuan

 Klien dapat menerima interaksi social terhadap individu lainya.

Kriteria hasil

 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.

 Klien dapat berkomunikasi dengan baik atau jelas dan terbuka.

 Klien dapat menggunakan koping yang konstruktif.

 Kecemasan klien telah berkurang.

Intervensi

o Psikoterapeutik

a. Bina hubungan saling percaya

 Buat kontrak dengan klien : memperkenalkan nama perawat dan

waktu interaksi dan tujuan.

 Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk

menunjukkan penghargaan yang tulus.

 Jelaskan kepada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak

akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.

 Selalu memperhatikan kebutuhan klien.

b. Berkomunikasi dengan klien secara jelas dan terbuka

 Bicarakan dengan klien tentang sesuatu yang nyata dan pakai

istilah yang sederhana

 Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan

teratur.

14
 Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraannya dengan

perawat.

 Tunjukkan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk

mengungkapkan perasaanya

c. Kenal dan dukung kelebihan klien

 Tunjukkan cara penyelesaian masalah (koping) yang bisa

digunakan klien, cara menceritakan perasaanya kepada orang lain

yang terdekat/dipercaya.

 Bahas bersama klien tentang koping yang konstruktif

 Dukung koping klien yang konstruktif

 Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.

d. Bantu klien mengurangi cemasnya ketika hubungan interpersonal

 Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal

terapi.

 Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.

 Temani klien beberapa saat dengan duduk disamping klien.

 Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara

bertahap, dimulai dari klien dengan perawat, kemudian dengan dua

perawat, kemudian ditambah dengan satu klien dan seterusnya.

 Libatkan klien dalam aktivitas kelompok.

o Pendidikan kesehatan

15
a. Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan selain dengan

kata-kata seperti dengan menulis, menangis, menggambar, berolah-

raga, bermain musik, cara berhubungan dengan orang lain : keuntungan

berhubungan dengan orang lain.

b. Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.

c. Jelaskan dan anjurkan kepada keluarga untuk tetap mengadakan

hubungan dengan klien.

d. Anjurkan pada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam aktivitas

dilingkungan masyarakat.

o Kegiatan hidup sehari-hari

a. Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat

melaksanakannya sendiri.

b. Bimbing klien berpakaian yang rapi

c. Batasi kesempatan untuk tidur

d. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti : majalah, surat kabar,

radio dan televisi.

e. Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.

o Lingkungan Terapeutik

a. Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun

orang lain dari ruangan.

b. Cegah agar klien tidak berada didalam ruangan yang sendiri dalam

jangka waktu yang lama.

16
c. Beri rangsangan sensori seperti : suara musik, gambar hiasan di

ruangan.

3. Koping keluarga inefektif

Tujuan

 Koping adatif dapat dilakukan dengan optimal.

Kriteria hasil

 Keluarga dapat mengenal masalah dalam keluarga dan

menyelesaikannya dengan tindakan yang tepat.

Intervensi

1) Identifikasi dengan keluarga tentang prilaku maladaptif .

Rasional : Keluarga mengenal dan mengungkapkan serta menerima


perasaannya sehingga mempermudah pemberian asuhan kepada anak
dengan benar.

2) Beri reinforcement positif atas tindakan keluarga yang adaptif.


Rasional : Untuk memotivasi keluarga dalam mengasuh anak secara baik
dan benar tanpa menghakimi dan menyalahkan anak atas keadaan yang
buruk.

3) Diskusikan dengan keluarga tentang tindakan yang semestinya terhadap


anak.
Rasional : Memberikan gambaran tentang tindakan yang semestinya dapat
dilaksanakan keluarga terhadap anak.

4) Diskusikan dengan keluarga tentang pentingnya peran orang tua sebagai


status pendukung dalam proses tumbuh kembang anak.

17
Rasional : Memberikan kejelasan dan memotivasi keluarga untuk
meningkatkan peran sertanya dalam pengasuhan dan proses tumbuh
kembang anaknya.

5) Kolaborasi dalam pemberian pendidikan keluarga terhadap orang tua.


Rasional :Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman keluarga
(orang tua), tentang pentingnya peran orang tua dalam tumbuh kembang
anak,memiliki pengetahuan tentang metode pengasuhan yang baik,dan
menanamkan kesadaran untuk menerima anaknya dalam keadaan apapun.

4. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan.

 Klien tidak mencederai diri / orang lain / lingkungan.

Kriteria hasil:

 Klien dapat membina hubungan saling percaya.

 Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

 Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

 Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekekerasan yang biasa dilakukan.

 Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

 Klien dapat melakukan cara berespons terhadap kemarahan secara

konstruktif.

 Klien dapat mendemonstrasikan sikap perilaku kekerasan.

 Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan.

 Klien dapat menggunakan obat yang benar.

Intervensi :

18
1) Bina hubungan saling percaya. Salam terapeutik, perkenalan diri, beritahu

tujuan interaksi, kontrak waktu yang tepat, ciptakan lingkungan yang

aman dan tenang, observasi respon verbal dan non verbal, bersikap

empati.

Rasional : Hubungan saling percaya memungkinkan terbuka pada perawat

dan sebagai dasar untuk intervensi selanjutnya.

2) Beri kesempatan pada klien untuk mengugkapkan perasaannya.

Rasional : Informasi dari klien penting bagi perawat untuk membantu kien

dalam menyelesaikan masalah yang konstruktif.

3) Bantu untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal

Rasional : pengungkapan perasaan dalam suatu lingkungan yang tidak

mengancam akan menolong pasien untuk sampai kepada akhir

penyelesaian persoalan.

4) Anjurkan klien mengungkapkan dilema dan dirasakan saat jengkel.

Rasional : Pengungkapan kekesalan secara konstruktif untuk mencari

penyelesaian masalah yang konstruktif pula.

5) Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien.

Rasional : mengetaui perilaku yang dilakukan oleh klien sehingga

memudahkan untuk intervensi.

6) Simpulkan bersama tanda-tanda jengkel / kesan yang dialami klien.

Rasional : memudahkan klien dalam mengontrol perilaku kekerasan.

19
7) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

Rasional : memudahkan dalam pemberian tindakan kepada klien.

8) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

Rasional : mengetahui bagaimana cara klien melakukannya.

9) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan

masalahnya selesai.

Rasional : membantu dalam memberikan motivasi untuk menyelesaikan

masalahnya.

10) Bicarakan akibat / kerugian dan perilaku kekerasan yang dilakukan klien.

Rasional : mencari metode koping yang tepat dan konstruktif.

11) Bersama klien menyimpulkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukan.

Rasional : mengerti cara yang benar dalam mengalihkan perasaan marah.

12) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat”.

Rasional : menambah pengetahuan klien tentang koping yang konstruktif.

13) Berikan pujian jika klien mengetahui cara yang sehat.

Rasional : mendorong pengulangan perilaku yang positif, meningkatkan

harga diri klien.

14) Diskusikan dengan klien cara lain yang sehat.

20
 Secara fisik : tarik nafas dalam / memukul botol / kasur atau olahraga

atau pekerjaan yang memerlukan tenaga.

 Secara verbal : katakan bahwa anda sering jengkel / kesal.

 Secara sosial : lakukan dalam kelompok cara-cara marah yang sehat,

latihan asertif, latihan manajemen perilaku kekerasan.

 Secara spiritual : anjurkan klien berdua, sembahyang, meminta pada

Tuhan agar diberi kesabaran.

Rasional : dengan cara sehat dapat dengan mudah mengontrol kemarahan

klien.

15) Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien.

Rasional : memotivasi klien dalam mendemonstrasikan cara mengontrol

perilaku kekerasan.

16) Bantu klien mengidentifikasi manfaat yang telah dipilih.

Rasional : mengetahui respon klien terhadap cara yang diberikan.

17) Bantu klien untuk menstimulasikan cara tersebut.

Rasional : mengetahui kemampuan klien melakukan cara yang sehat.

18) Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulasi cara

tersebut.

Rasional : meningkatkan harga diri klien.

19) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat jengkel

/ marah.

Rasional : mengetahui kemajuan klien selama diintervensi.

21
20) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien dari sikap apa

yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini.

Rasional : memotivasi keluarga dalam memberikan perawatan kepada

klien.

21) Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien.

Rasional : menambah pengetahuan bahwa keluarga sangat berperan dalam

perubahan perilaku klien.

22
BAB III
PENUTUP

23
DAFTAR PUSTAKA

Arisandy, Takesi, dkk, 2009, Asuhan Keperawatan Anak Dengan Child Abuse,
Departemen Kesehatan . Ipoltekkes depkes palangka raya jurusan
keperawatan

Huraerah, Abu. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta: Nuansa.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik


Indonesia. 2017. Statistik Gendre Tematik – Mengakhiri Kekerasan Terhadap
Perempuan dan Anak di Indonesia.

24

Anda mungkin juga menyukai