Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia. Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya
pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang optimal (UU No. 36 Tahun 2009).
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU
No. 44 Tahun 2009).
Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah
suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Standar pelayanan
kefarmasian yang telah ditetapkan di Rumah Sakit meliputi pengelolaan
sediaan farmasi, alat kesehatan (Alkes), dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP). Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP
meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian,
dan administrasi. Pada pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan
alat kesehatan sangat diperlukan peran seorang apoteker, sebagai salah
satu pelaksana pelayanan kesehatan (PMK 72 Tahun 2016).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit secara umum berpusat di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dan tidak terlepas dari peran
Apoteker. Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki
pendidikan, keterampilan dan keahlian di bidang farmasi serta memiliki

1
2

hak dalam menyelenggarakan pekerjaan kefarmasian. Peran apoteker


manjadi penting guna mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal
dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien
(Patient oriented). Apoteker bertanggung jawab dalam menjamin
penggunaan obat yang rasional, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
dengan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan bekerja sama dengan
tenaga kesehatan lainnya (PMK 72 Tahun 2016).
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih sebagai rumah sakit
tipe B, berkewajiban menyelenggarakan kegiatan jasa pelayanan,
pendidikan, dan pelatihan serta usaha dibidang kesehatan lainnya yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
berorientasi pada pasien. Salah satu bentuk pelayanan penunjang medis
adalah pelayanan farmasi yang diselenggarakan oleh instalasi farmasi
rumah sakit.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP) adalah:
1. Untuk mengetahui peran, fungsi, dan tanggung jawab apoteker dalam
praktik kefarmasian di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
2. Untuk mengetahui pelayanan kefarmasian dalam bidang farmasi klinis
yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.
3. Untuk mengetahui pelayanan kefarmasian dalam bidang manajerial di
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih.

1.3 Manfaat
Adapun manfaat penyelenggaraan PKPA di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih (RSIJCP) adalah:
1. Mahasiswa mampu membuat keputusan profesi pada pekerjaan
kefarmasian di Rumah Sakit berdasarkan ilmu pengetahuan, standar
praktik kefarmasian, perundang-undangan yang berlaku dan etika
profesi farmasi.
3

2. Mahasiswa dapat mengetahui pelayanan kefarmasian dalam bidang


farmasi klinis yang dilakukan di Rumah Sakit.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pelayanan kefarmasian dalam bidang
manajerial di Rumah Sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Hukum


Landasan hukum yang terkait dengan pelayanan kefarmasian di Rumah
Sakit yaitu:
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan
4. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan prekursor
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun
2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2018 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2017 tentang Perubahan Penggolongan Psikotropika

4
5

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 44 tahun 2010 tentang


Prekursor.

2.2 Rumah Sakit


1. Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat (UU No. 44 Tahun 2009).
2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah
pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif. Untuk menjalankan tugas, rumah sakit mempunyai
fungsi : (UU No. 44 pasal 4 Tahun 2009)
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan.

2.3 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit


1. Berdasarkan Jenis Rumah Sakit (UU No. 44 Tahun 2009)
Rumah sakit dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.

a. Berdasarkan Jenis Pelayanan


6

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan. Rumah Sakit


dikatagorikan dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit
Khusus.
1) Rumah Sakit Umum
Rumah sakit umum memberikan pelayanan kesehatan pada
semua bidang dan jenis penyakit.
2) Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus memberikan pelayananan utama pada satu
bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan Pengelolaannya
Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi
Rumah Sakit publik dan Rumah Sakit privat
1) Rumah Sakit Publik
Rumah Sakit publik dapat dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah Sakit yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah
diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan
Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Rumah Sakit publik
yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit privat.
2) Rumah Sakit Privat
Rumah Sakit privat dikelola oleh badan hukum dengan tujuan
provit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2. Berdasarkan Klasifikasi Rumah Sakit (UU No. 44 Tahun 2009)
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang
dan fungsi rujukan Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus
diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan
Rumah Sakit.

a. Klasifikasi Rumah Sakit umum terdiri terdiri atas :


7

1) Rumah Sakit umum kelas A


2) Rumah Sakit umum kelas B
3) Rumah Sakit umum kelas C
4) Rumah Sakit umum kelas D
b. Klasifikasi Rumah Sakit khusus terdiri terdiri atas :
1) Rumah Sakit khusus kelas A
2) Rumah Sakit khusus kelas B
3) Rumah Sakit khusus kelas C
3. Berdasarkan Unsur Pelayanan, Ketenagaan, Fisik dan Peralatan
a. Rumah Sakit Umum (UU No. 44 Tahun 2009)
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit umum kelas A adalah Rumah Sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang
medik, 12 (dua belas) spesialis lain dan 13 (tiga belas) sub
spesialis.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit umum kelas B adalah Rumah Sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang
medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua) subspesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit umum kelas C adalah Rumah Sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis
penunjang medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit umum kelas D adalah Rumah Sakit umum yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling
sedikit 2 (dua) spesialis dasar.

b. Rumah Sakit Khusus


8

1) Rumah Sakit Khusus Kelas A


Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang lengkap.
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan
medik spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai
kekhususan yang minimal.

2.4 Sumber Daya Kefarmasian (PMK 72 THN 2016)


Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain
agar tercapai sasaran dan tujuan Instalasi Farmasi. Ketersediaan jumlah
tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian di Rumah Sakit dipenuhi
sesuai dengan ketentuan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit yang
ditetapkan oleh Menteri.
Uraian tugas tertulis dari masing-masing staf Instalasi Farmasi
harus ada dan sebaiknya dilakukan peninjauan kembali paling sedikit
setiap tiga tahun sesuai kebijakan dan prosedur di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit.
1. Kualifikasi Sumber Daya Manusia (SDM)
Berdasarkan pekerjaan yang dilakukan, kualifikasi SDM Instalasi
Farmasi diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Untuk pekerjaan kefarmasian terdiri dari:


9

1) Apoteker
2) Tenaga Teknis Kefarmasian
b. Untuk pekerjaan penunjang terdiri dari:
1) Operator Komputer/Teknisi yang memahami kefarmasian
2) Tenaga Administrasi
3) Pekarya/Pembantu pelaksana
Untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman, maka
dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan
kompetensi yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas,
fungsi, wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Persyaratan SDM
Pelayanan Kefarmasian harus dilakukan oleh Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan Pelayanan Kefarmasian harus di bawah supervisi
Apoteker. Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
persyaratan administrasi seperti yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan terkait jabatan fungsional di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit diatur menurut kebutuhan organisasi dan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus
dikepalai oleh seorang Apoteker yang merupakan Apoteker
penanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit diutamakan telah memiliki
pengalaman bekerja di Instalasi Farmasi minimal 3 (tiga) tahun.
3. Beban Kerja dan Kebutuhan
a. Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor-faktor
yang berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
1) Kapasitas tempat tidur dan Bed Occupancy Rate (BOR)
2) Jumlah dan jenis kegiatn farmasi yang dilakukan (manajemen,
klinik dan produksi)
10

3) Jumlah resep atau formulir permintaan obat (floor stock) per


hari
4) Volume sediaan farmasi, alat kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP)
b. Penghitungan Beban Kerja
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja
pada Pelayanan Kefarmasian di rawat inap yang meliputi
pelayanan farmasi manajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan
aktivitas pengkajian resep, penelusuran riwayat penggunaan Obat,
rekonsiliasi Obat, pemantauan terapi Obat, pemberian informasi
Obat, konseling, edukasi dan visite, idealnya dibutuhkan tenaga
Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 30 pasien.
Penghitungan kebutuhan Apoteker berdasarkan beban kerja
pada Pelayanan Kefarmasian di rawat jalan yang meliputi
pelayanan farmasi menajerial dan pelayanan farmasi klinik dengan
aktivitas pengkajian Resep, penyerahan Obat, Pencatatan
Penggunaan Obat (PPO) dan konseling, idealnya dibutuhkan
tenaga Apoteker dengan rasio 1 Apoteker untuk 50 pasien.Selain
kebutuhan Apoteker untuk
Pelayanan Kefarmasian rawat inap dan rawat jalan, maka
kebutuhan tenaga Apoteker juga diperlukan untuk pelayanan
farmasi yang lain seperti di unit logistik medik/distribusi, unit
produksi steril/aseptic dispensing, unit pelayanan informasi obat
dan lain-lain tergantung pada jenis aktivitas dan tingkat cakupan
pelayanan yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi.
Selain kebutuhan Apoteker untuk Pelayanan Kefarmasian di
rawat inap dan rawat jalan, diperlukan juga masing-masing 1 (satu)
orang Apoteker untuk kegiatan Pelayanan Kefarmasian di ruang
tertentu, yaitu:
1) Unit Gawat Darurat
11

2) Intensive Care Unit (ICU) / Intensive Cardiac Care Unit


(ICCU) / Neonatus Intensive Care Unit (NICU) / Pediatric
Intensive Care Unit (PICU)
3) Pelayanan Informasi Obat
Mengingat kekhususan Pelayanan Kefarmasian pada unit
rawat intensif dan unit gawat darurat, maka diperlukan pedoman
teknis mengenai Pelayanan Kefarmasian pada unit rawat intensif
dan unit rawat darurat yang akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal.
c. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan
Setiap staf di Rumah Sakit harus diberi kesempatan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Peran Instalasi
Farmasi dalam pengembangan staf dan program pendidikan
meliputi:
1) Menyusun program staf baru, pendidikan dan pelatihan
berdasarkan kebutuhan pengembangan kompetensi SDM.
2) Menentukan dan mengirim staf sesuai dengan spesifikasi
pekerjaan (tugas dan tanggung jawabnya) untuk meningkatkan
kompetensi yang diperlukan
3) Menentukan staf sebagai narasumber/pelatih/fasilitator sesuai
dengan kompetensinya.

2.5 Pengorganisasian (PMK 72 THN 2016)


Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan pembagian
tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab Rumah Sakit.
Berikut adalah beberapa orang di Rumah Sakit yang terkait dengan
kefarmasian:
1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Pengorganisasian Instalasi Farmasi harus mencangkup
penyelenggaraan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen
mutu, dan bersifat dinamis dan dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan
tetap menjaga mutu.
12

Tugas Instalasi Farmasi meliputi:


a. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan
profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi
b. Melaksanakan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang efektif, aman, bermutu dan efisien.
c. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, guna
memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta meminimalkan
resiko
d. Melaksanakan Komunikasi, Edukasi dan Informasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
e. Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi
f. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian
g. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit
Fungsi Instalasi Farmasi meliputi:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
1) Memilih Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai sesuai kebutuhan pelayanan Rumah Sakit
2) Merencanakan kebutuhan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai secara efektif, efisien dan
optimal
3) Mengadakan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai,berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku
4) Memproduksi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit
13

5) Menerima Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku
6) Menyimpan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian
7) Mendistribusikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai ke unit-unit pelayanan di Rumah Sakit
8) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu
9) Melaksanakan pelayanan obat “unit dose”/dosis sehari
10) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (apabila sudah
memungkinkan)
11) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang
terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
12) Melakukan pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang sudah tidak
dapat digunakan
13) Mengendalikan persediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai,
14) Melakukan administrasi pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Pelayanan Farmasi Klinik
1) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan Resep atau permintaan
obat
2) Melaksanakan penelusura riwayat penggunaan obat
3) Melaksanakan rekonsiliasi obat
4) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik
berdasarkan resep maupun obat non resep kepada
pasien/keluarga pasien
14

5) Mengidentifkasi, mencegah dan mengatasi masalah yang


terkait dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
6) Melaksanakan visit mandiri maupun bersama tenaga kesehatan
lain
7) Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya
8) Melaksanakan Pemantauan Terapi Obat (PTO)
a) Pemantauan efek terapi obat
b) Pemantauan efek samping obat
c) Pemantauan Kadar Obat Dalam Darah (PKOD)
9) Melaksanakan Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
10) Melaksanakan dispensing sediaan steril
a) Melakukan pencampuran obat suntik
b) Menyiapkan nutrisi parenteral
c) Melaksakan penanganan sediaan sitotoksik
d) Melaksakan pengemasan ulang sediaan steril yang tidak
stabil
11) Melaksanakan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga
kesehatan lain, pasien/keluarganya, masyarakat dan institusi di
luar Rumah Sakit
2. Komite/Tim Farmasi dan Terapi
Dalam pengorganisasian Rumah Sakit dibentuk Komite/Tim
Farmasi dan Terapi yang merupakan unit kerja dalam memberikan
rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
penggunaan Obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter
yang mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker
Instalasi Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus dapat membina hubungan
kerja dengan komite lain di dalam Rumah Sakit yang
berhubungan/berkaitan dengan penggunaan Obat. Komite/Tim Farmasi
dan Terapi dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker,
apabila diketuai oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker,
15

namun apabila diketuai oleh Apoteker, maka sekretarisnya adalah


dokter.
Komite/Tim Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara
teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk Rumah Sakit besar
rapat diadakan sekali dalam satu bulan. Rapat Komite/Tim Farmasi
dan Terapi dapat mengundang pakar dari dalam maupun dari luar
Rumah Sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi, memiliki pengetahuan khusus,
keahlian-keahlian atau pendapat tertentu yang bermanfaat bagi
Komite/Tim Farmasi dan Terapi. Komite/Tim Farmasi dan Terapi
mempunyai tugas diantaranya yaitu:
a. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di Rumah
Sakit
b. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
formularium rumah sakit
c. Mengembangkan standar terapi
d. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat
e. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional
f. Mengkoordinir penatalaksanaan Reaksi Obat yang Tidak
Dikehendaki
g. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error
h. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di
Rumah Sakit.
3. Komite/Tim yang terkait
Peran Apoteker dalam Komite/Tim lain yang terkait penggunaan obat
di Rumah Sakit antara lain:
a. Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
b. Keselamatan Pasien Rumah Sakit
c. Mutu Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit
d. Perawatan paliatif dan bebas nyeri
e. Penanggulangan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
f. Direct Observed Treatent Shortcourse (DOTS)
g. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA)
16

2.6 Fomularium Rumah Sakit


Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada Formularium
Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang
disepakati staf medis, disusun oleh Komite/Tim Farmasi dan Terapi yang
ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,
pemberi obat, dan penyedia obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap
Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai
kebijakan dan kebutuhan Rumah Sakit.
Penyusunan dan revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan
berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat
agar dihasilkan Formularium Rumah Sakit yang selalu mutakhir dan dapat
memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional.
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:
1. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Staf Medik
Funsional (SMF) berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan
medik
2. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
3. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, jika diperlukan dapat meminta masukan dari pakar
4. Mengembalikan rancangan hasil pembahasan Komite/Tim Farmasi dan
Terapi, dikembalikan ke masing-masing SMF untuk mendapatkan
umpan balik
5. Membahas hasil umpan balik dari masing-masing SMF
6. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah
Sakit
7. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
8. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf
dan melakukan monitoring
Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
1. Mengutamakan penggunaan obat generik
17

2. Memiliki rasio manfaat-resiko (benefit-risk) yang paling


menguntungkan penderita.
3. Mutu terjamin termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung
8. Obat lain yang terbukti efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicinese) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga
yang terjangkau.

Dalam rangka meningkatkan kebutuhan terhadap formularium


Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait
dengan penambahan atau pengurangan obat dalam Formularium Rumah
Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaan, efektifitas, resiko
dan biaya.

2.7 Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang
menjamin seluruh rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang
berlaku serta memastikan kualitas, manfaat, dan keamanannya.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,
perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan
administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian.
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai harus dilaksanakan secara multidisiplin, terkoordinir dan
menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan
kendali biaya. Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit menyatakan bahwa Pengelolaan Alat
Kesehatan, Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah
18

Sakit harus dilakukan oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu. Alat
Kesehatan yang dikelola oleh Instalasi Farmasi sistem satu pintu berupa
alat medis habis pakai/peralatan non elektromedik, antara lain alat
kontrasepsi (IUD), alat pacu jantung, implan, dan stent.
Sistem satu pintu adalah satu kebijakan kefarmasian termasuk
pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian. Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang bertujuan
untuk mengutamakan kepentingan pasien melalui Instalasi Farmasi Rumah
Sakit. Dengan demikian semua Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang beredar di Rumah Sakit merupakan
tanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit, sehingga tidak ada
pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai di Rumah Sakit yang dilaksanakan selain oleh Instalasi Farmasi
Rumah Sakit.
Dengan kebijakan pengelolaan sistem satu pintu, Instalasi Farmasi
sebagai satu-satunya penyelenggara Pelayanan Kefarmasian, sehingga
Rumah Sakit akan mendapatkan manfaat dalam hal:
1. Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian penggunaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medsi Habis Pakai
2. Standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
3. Penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai
4. Pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai
5. Pemantauan terapi Obat
6. Penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan pasien)
7. Kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai yang akurat
8. Peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit
9. Peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan kesejahteraan
pegawai
19

Rumah Sakit harus menyusun kebijakan terkait manajemen


penggunaan obat yang efektif. Kebijakan tersebut harus ditinjau ulang
sekurang-kurangnya sekali setahun. Peninjauan ulang sangat membantu
Rumah Sakit memahami kebutuhan dan prioritas dari perbaikan sistem
mutu dan keselamatan penggunaan obat yang berkelanjutan.
Rumah Sakit perlu mengembangkan kebijakan pengelolaan obat
untuk meningkatkan keamanan, khususnya obat yang perlu diwaspadai
(high alert medication). High-alert medication adalah Obat yang harus
diwaspadai karena sering menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat
yang Tidak Diinginkan (ROTD). Kelompok Obat high-alert diantaranya:
1. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA).
2. Elektrolit konsentrasi tinggi (misalnya kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9%,
dan magnesium sulfat = 50% atau lebih pekat).
3. Obat-Obat Sitostatika.

2.8 Kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan


Medis Habis Pakai meliputi:
1. Pemilihan
2. Perencanaan Kebutuhan
3. Pengadaan
4. Penerimaan
5. Penyimpanan
6. Pendistribusian
7. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai
8. Pengendalian
9. Administrasi

2.9 Indikator Pelayanan


Beberapa indikator pelayanan di rumah sakit, antara lain:
1) Bed Occupancy Rate (BOR) : Angka penggunaan tempat tidur
20

BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur


rumah sakit. Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60%-85%.
Angka BOR yang rendah (kurang dari 60%) menunjukkan tingkat
pemanfaatan tempat tidur yang rendah sehingga perlu pemanfaatan
tempat tidur, sedangkan angka BOR yang tinggi (lebih dari 85%)
menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi sehingga
perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. Rumus
BOR.

Rumus :

2) Average Length of Stay (AVLOS) : Rata-rata lamanya pasien di rawat


AVLOS adalah rata-rata lama rawat seseorang pasien indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisien, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada
diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan lebih
lanjut. Secara umum nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari.

Rumus :

3) Bed Turn Over (BTO) : Angka perputaran tempat tidur


BTO adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
beberpa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
Idealnya dalam satu tahin, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
21

Rumus =

4) Turn Over Internal (TOI) : Tenggang perputaran


TOI adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditempati dari telah
di isi hingga saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran
teingkat efisiensi penggunaan tempat tidur idealnya tempat tidur kosong
tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.

Rumus =

5) Net Death Rate (NDR)


NDR adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap
1000 penderita keluar. Menggunakan mutu pelayanan di rumah sakit,
idealnya adalah kurang dari 25%.

Rumus =

6) Gross Beath Rate (GDR)


GDR adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar,
idealnya kurang dari 45%

Rumus =
22

2.10 Instalasi Farmasi Rumah Sakit


Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah unit pelaksana fungsional
yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit. Pengorganisasian Instalasi Farmasi harus mencakup
Penyelenggaraan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes, dan BMHP,
Pelayanan Farmasi Klinik dan Manajemen Mutu (PMK No.72 Tahun
2016).
2.10.1 Tugas dan Fungsi
a. Tugas Instalasi Farmasi meliputi:
1. Menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi
seluruh kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang optimal dan
profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.
2. Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang
efektif, aman, bermutu dan efisien.
3. Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan
farmasi, alkes dan BMHP guna memaksimalkan efek terapi dan
keamanan serta meminimalkan risiko.
4. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) serta
memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat dan pasien.
5. Berperan aktif dalam PFT.
6. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan
Pelayanan Kefarmasian.
7. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium Rumah Sakit (PMK No.72 Tahun 2016).
b. Fungsi
Fungsi Instalasi Farmasi meliputi Pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alkes dan BMHP, mulai pemilihan hingga pencatatan dan pelaporan
serta memberikan pelayanan farmasi klinik dalam penggunaan obat
dan alat kesehatan (PMK No.72 Tahun 2016).

2.10.2 Pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP


Pengelolaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP dilakukan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi:
23

1) Pemilihan
Merupakan kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,
alkes, dan BMHP sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan sediaan
farmasi, alkes dan BMHP ini berdasarkan:
1. Formularium dan standar pengobatan atau pedoman diagnosa dan
terapi
2. Standar sediaan farmasi, alkes dan BMHP yang telah ditetapkan
3. Pola penyakit
4. Efektifitas dan keamanan
5. Pengobatan berbasis bukti
6. Mutu
7. Harga
8. Ketersediaan di pasaran
2) Perencanaan Kebutuhan
Merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode
pengadaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP sesuai dengan hasil
kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis,
tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang
dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain metode konsumsi, epidemiologi, dan kombinasi.
Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran
yang tersedia. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
3) Pengadaan
Merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari
pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara
kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan
pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan proses
pengadaan, dan pembayaran. Pengadaan yang efektif harus menjamin
ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang
terjangkau dan sesuai standar mutu.
24

4) Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
Semua dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan
baik.
5) Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus
dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alkes dan
BMHP sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan
kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan
keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasidan penggolongan
jenis sediaan farmasi, alkes, dan BMHP. Sediaan farmasi, alkes dan
BMHP yang harus disimpan terpisah yaitu:
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan
diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat dan diberi
penandaaan untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas
medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah dari tabung
gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di
ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.

6) Pendistribusian
Merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan
atau menyerahkan sediaan farmasi, alkes dan BMHP dari tempat
penyimpanan sampai kepada unit pelayanan atau pasien dengan tetap
menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah dan ketepatan waktu.
7) Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alkes dan BMHP
yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alkes dan BMHP bila:
25

a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu


b. Telah kadaluarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya
8) Pengendalian
Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alkes dan BMHP
dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan PFT di
Rumah Sakit. Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alkes
dan BMHP adalah untuk:
a. Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Rumah Sakit
b. Penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi
c. Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi
kelebihan dan kekurangan atau kekosongan, kerusakan, kadaluarsa,
dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan farmasi, alkes,
dan BMHP.
9) Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu. Kegiatan administrasi terdiri dari:
a. Pencatatan dan Pelaporan
b. Administrasi Keuangan
c. Administrasi Penghapusan

2.11 Pelayanan Farmasi Klinik


1) Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alkes dan
BMHP termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep
dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat
(medication error). Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah
terkait obat, bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian
resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
26

Persyaratan administrasi meliputi:


a. Nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat dan paraf dokter
c. Tanggal resep
d. Ruangan/ unit asal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi dan Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. Kontra indikasi
e. Interaksi obat
2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Tahapan penelusuran riwayat penggunaan obat
1. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik atau pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui
perbedaan informasi penggunaan obat.
2. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh
tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika
diperlukan.
3. Mendokumentasikan adanya alergi dan ROTD.
4. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.
5. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat.
6. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
7. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat
yang digunakan.
8. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.
9. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
10.Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu
kepatuhan minum obat (concordance aids).
27

11.Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa


sepengetahuan dokter.
12.Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan
alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
3) Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan
obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi,
kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar
ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke
layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tujuan dilakukannya
rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan
pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi
dokter.
4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
PIO merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian informasi,
rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
Rumah Sakit. PIO bertujuan untuk:
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan, dilingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah
Sakit
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan obat atau sediaan farmasi, alkes dan BMHP,
terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
5) Konseling Obat
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau
saran terkait terapi obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien
28

dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun


rawat inap disemua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif
Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya.
Secara khusus konseling obat bertujuan untuk:
a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien
b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien
c. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obat
d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan
obat dengan penyakitnya
e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat
g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam
hal terapi
h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan
i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat
sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan
mutu pengobatan pasien.
Kegiatan dalam konseling obat meliputi:
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan
obat melalui Three Prime Question
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah pengunaan obat
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman
pasien
f. Dokumentasi
6) Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan Apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan ROTD, meningkatkan
terapi obat yang rasional dan menyajikan informasi obat kepada
dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat
dilakukan pada pasien yang sudah keluar Rumah Sakit baik atas
permintaan pasien maupun sesuai dengan program Rumah Sakit yang
29

biasa disebut dengan Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home


Pharmacy Care). Sebelum melakukan kegiatan visite Apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai
kondisi pasien dan memeriksa terapi obat dari rekam medik atau
sumber lain.

7) Pemantauan Terapi Obat (PTO)


PTO merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan
meminimalkan risiko Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD).
8) Monitoring Efek Samping Obat
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap
obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi.
MESO bertujuan untuk:
a. Menemukan ESO sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal, frekuensinya jarang.
b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan
yang baru saja ditemukan.
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau
mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.
d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.
e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak
dikehendaki.
9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
EPO merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif.
Tujuan EPO yaitu:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu
tertentu
c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat
d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat
30

10) Dispensing Sediaan Seteril


Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan
stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat
berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Dispensing sediaan steril bertujuan:
a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang
dibutuhkan
b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk
c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya
d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat
11) Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
PKOD merupakan interpretasi hasil pemeriksaan kadar obat
tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena indeks
terapi yang sempit atau atas usulan dari Apoteker kepada dokter.
PKOD bertujuan:
a. Mengetahui kadar obat dalam darah
b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat

2.12 Sistem Distribusi Obat


Sistem distribusi yang diterapkan rumah sakit bervariasi tergantung
pada kebijakan, kondisi dan keberadaan fisik, personal dan tata ruang
masing-masing rumah sakit. Sistem distribusi obat di rumah sakit adalah
tatanan jaringan sarana, personel, prosedur dan jaminan mutu yang serasi,
terpadu dan berorientasi kepada pasien dalam kegiatan penyampaian
sediaan obat beserta informasinya kepada pasien. Sistem ini meliputi
penghantaran sediaan obat yang telah di dispensing IFRS ke tempat
perawatan pasien dengan keamanan dan ketepatan obat, ketepatan pasien
dan keutuhan mutu obat.

Sistem distribusi perbekalan farmasi dibagi dalam dua metode yaitu:


31

1) Metode sentralisasi
Metode sentralisasi merupakan suatu sistem pendistribusian
perbekalan farmasi yang dipusatkan pada suatu tempat yaitu instalasi
farmasi sentral. Seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit
pemakai, baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang
dasar ruangan di suplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
2) Metode desentralisasi
Metode ini merupakan suatu sistem pendistribusian perbekalan
farmasi oleh cabang IFRS di dekat unit perawatan atau pelayanan.
Cabang ini, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi
ruangan tidak lagi dilayani oleh instalasi farmasi pusat pelayanan
farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap
efektifitasan dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo
farmasi. Kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi di rumah sakit
bertujuan untuk memberikan pelayanan terhadap pasien selama proses
terapi dilakukan.
Kegiatan pendistribusian meliputi:
a) Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap
Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk
memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang dapat
dilakukan dengan metode sentralisasi dan desentralisasi.
b) Pendistribusian obat untuk pasien rawat jalan
Kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi kebutuhan
pasien rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara
sentralisasi dan/atau desentralisasi dengan sistem perorangan oleh
apotek rumah sakit.
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah
dan ketepatan waktu. Sistem distribusi di unit pelayanan dapat
dilakukan dengan cara empat sistem yaitu:
32

a) Sistem distribusi resep individu


Sistem distribusi resep individu merupakan kegiatan penghantaran
sediaan obat oleh IFRS sesuai dengan yang ditulis pada order atau
resep atas nama penderita rawat tinggal tertentu melalui perawat ke
ruang penderita tersebut. Sistem ini umumnya digunakan oleh rumah
sakit kecil dan swasta. Sistem ini memfasilitasi metode yang baik
untuk mengatur pembayaran obat pasien dan menyediakan
pelayanan pada pasien berdasarkan resep.
b) Sistem total floor stock
Sistem ini merupakan sistem yang melakukan kegiatan penghantaran
sediaan obat sesuai dengan yang ditulis dokter pada order obat yang
dipersiapkan di ruang oleh perawat dan dengan mengambil
dosis/unit obat dari wadah persediaan yang langsung diberikan
kepada penderita di ruang itu. Sistem ini mengadakan kebutuhan
obat atau barang farmasi dalam jumlah besar baik untuk kebutuhan
dasar ruangan maupun kebutuhan individu pasien yang diperoleh
dari IFRS yang disimpan di ruang perawatan. Kebutuhan obat
individu langsung dapat dilayani oleh perawat tanpa harus menebus
atau mengambil ke IFRS.
c) Sistem distribusi kombinasi
Sistem ini merupakan kombinasi antara sistem resep individual
dengan sistem total floor stock, dimana penyampaian obat kepada
pasien berdasarkan permintaan dokter. Sistem ini dilakukan dengan
menyiapkan sebagian obat oleh IFRS dan sebagian lagi disiapkan
dari persediaan obat yang terdapat di ruangan. Obat yang disiapkan
merupakan obat yang sering digunakan pasien setiap harinya
d) Sistem distribusi unit dosis
Sistem ini merupakan sistem dimana obat yang disorder dokter untuk
penderita dalam kemasan dosis unit tunggal yang terdiri dari satu
atau beberapa jenis obat. Masing-masing jenis obat dalam kemasan
dosis unit tunggal dalam jumlah persediaan yang cukup untuk suatu
waktu tertentu dan penderita hanya membayar obat yang dikonsumsi
33

saja. Pada sistem ini resep hanya disiapkan untuk kebutuhan 24 jam.
Obat yang disiapkan dimasukkan ke dalam wadah yang warnanya
berbeda untuk pemberian pagi, siang dan malam kemudian diberikan
label yang selanjutnya obat yang telah disiapkan tersebut tidak
diserahkan kepada pasien tetapi dimasukkan ke dalam tempat
khsusus untuk unit dose dan diserahkan kepada perawat.

2.13 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)


Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit, Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang
ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit serta
tenaga kesehatan lainnya.
2.13.1 Susunan Kepanitiaan PFT
Susunan kepanitiaan PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi
tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit
setempat, yaitu sebagai berikut:
1. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) tenaga
kesehatan meliputi dokter, apoteker, dan perawat. Untuk rumah
sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari tiga orang yang
mewakili semua staf fungsional yang ada.
2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan
jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka
sebagai ketua adalah farmakologi. Sekretarisnya adalah apoteker
dari instalasi atau apoteker ditunjuk.
3. PFT harus pengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan
sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan
sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam
maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan
bagi pengelolaan PFT.
34

4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh


sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
5. Hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.13.2 Tugas PFT
PFT mempunyai tugas:
1. Mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di Rumah
Sakit.
2. Melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk dalam
Formularium Rumah Sakit.
3. Mengembangkan standar terapi.
4. Mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan obat.
5. Melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan obat yang
rasional.
6. Mengkoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak
dikehendaki.
7. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error.
8. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di
Rumah Sakit.

2.13.3 Sistem Formularium


Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf
medis dari suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT,
mengevaluasi, menilai dan memilih dari berbagai zat aktif obat dan
produk obat yang tersedia, serta dianggap paling berguna dalam
perawatan pasien. Sistem formularium berguna untuk meyakinkan
mutu dan penggunaaan obat dalam rumah sakit serta sebagai bahan
edukasi bagi staf medis tentang terapi obat yang tepat.
Formularium merupakan dokumen berisi kumpulan produk
obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting tentang
penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan
obat yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang akan dilakukan
revisi dalam waktu yang ditentukan agar selalu akomodatif bagi
kepentingan pasien dan staf profesional pelayanan kesehatan,
35

berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan


klinik staf medis rumah sakit tersebut.
Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar
Obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Tim Farmasi dan
Terapi (TFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit.
Formularium Rumah Sakit harus tersedia untuk semua penulis resep,
pemberi obat, dan penyedia obat di Rumah Sakit. Evaluasi terhadap
Formularium Rumah Sakit perlu dilakukan revisi sesuai kebijakan
dan kebutuhan Rumah Sakit. Penyusunan dan revisi Formularium
Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan
ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan Formularium Rumah
Sakit yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional.

Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit:


Rekapitulasi usulan obat dari masing-
masing SMF berdasarkan standar terapi
36

Mengelompokan usulan obat


berdasarkan kelas terapi

Membahas usulan dalam rapat KFT

Mengembalikan rancangan hasil


pembahasan KFT kepada masing-masing
SMF

Membahas umpan balik dari masing-


masing SMF

Menetapkan daftar obat yang masuk


dalam FORNAS RS

Menyusun kebijakan dan pedoman

Melakukan edukasi dan monitoring

Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:


1. Mengutamakan penggunaan obat generik
2. Memiliki rasio manfaat risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
3. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
37

4. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan


5. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
6. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
7. Memiliki rasio manfaat biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung; dan
8. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence
based medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan
harga yang terjangkau.
Dalam rangka meningkatkan kepatuhan terhadap Formularium
Rumah Sakit, maka Rumah Sakit harus mempunyai kebijakan terkait
dengan penambahan atau pengurangan obat dalam Formularium Rumah
Sakit dengan mempertimbangkan indikasi penggunaaan, efektivitas,
resiko, dan biaya.

2.14 CSSD (Centralized Sterile Supply Departement)


CSSD adalah bagian di institusi pelayanan kesehatan (rumah sakit)
yang mengurus suplai dan peralatan bersih atau steril. Pembentukan CSSD
berdasarkan pada kebijakan Departement Kesehatan Republik Indonesia
yang menyatakan bahwa CSSD sebagai salah satu upaya dalam
pengendalian infeksi di rumah sakit dan merupakan salah satu mata rantai
yang penting untuk Perencanaan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
CSSD adalah departemen dalam rumah sakit yang menyediakan
bahan atau sediaan dan alat-alat steril secara profesional kepada semua
departemen terspesialisasi. Departemen ini khusus melayani ruang
perawatan, klinik, laboratorium khusus seperti cardiac catherization
laboratory (laboratorium katerisasi jantung) dan ruang operasi. Instalasi
pusat sterilisasi juga merupakan unit pelayanan nonstruktural yang
berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai dengan standar
atau pedoman dan memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit.
1. Tujuan pelayanan CSSD adalah:
a. Menyediakan kebutuhan rumah sakit, sediaan atau peralatan kamar
operasi dan unit yang membutuhkan peralatan steril.
38

b. Menyelenggarakan proses dekontaminasi dan sterilisasi peralatan di


rumah sakit dan menjamin bahwa seluruh alat atau barang dengan
tingkat sterilisasi yang sama sesuai standar yang telah ditetapkan.
c. Menyelenggarakan standarisasi dalam proses dekontaminasi,
pengemasan atau pengepakan sampai dengan sterilisasi.
d. Memelihara dan melakukan inventarisasi persediaan peralatan yang
ada serta peralatan di unit kerja CSSD secara akurat.
e. Memelihara efektivitas secara akurat terhadap berbagai proses
pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi.
f. Memberikan kontribusi dalam mengembangkan pelayanan mutu di
rumah sakit yang terkait dengan pengendalian infeksi.
2. Ruangan pusat sterilisasi dibagi atas 5 ruang yaitu:

Ruang Dekontaminasi

Ruang Pengemasan Alat

Ruang Proses Linen

Ruang Sterilisasi

Ruang Penyimpanan
Sterilisasi

3. Jenis-jenis indikator yang digunakan pada proses sterilisasi di ruang


CSSD yaitu:
a. Indikator biologi, berupa bakteri Bacillus stearothermophyllus,
proses kerjanya indikator tersebut dimasukkan ke dalam autoclave,
dipanaskan sesuai pada waktu melakukan sterilisasi. Sistem ini
bekerja dengan adanya interaksi enzim dalam spora dengan bahan
yang ada dalam media pertumbuhan.Setelahitu dilihat adanya
39

perubahan warna, jika bakteri dan media berwarna hitam, maka


bakteri tersebut mau artinya dengan baik.
b. Indikator kimia yang berbentuk selotif bergaris, terdiri dari indikator
internal dan indikator eksternal. Indikator internal digunakan untuk
mengevaluasi produk yang telah disterilkan, tetapi belum masuk ke
tahap pengemasan, perubahan warna yang terjadi pada indikator ini
adalah dari warna coklat menjadi hitam, sedangkan indikator
eksternal untuk produk yang telah dikemas, perubahan warna yang
terjadi adalah dari putih menjadi cokelat.
c. Indikator fisika atau mekanik berupa tombol dan monitor yang
berada pada alat sterilisasi.
4. Sterilisasi
Sterlisasi yaitu suatu proses membunuh segala bentuk kehidupan
mikroorganisme yang ada dalam sampel atau contoh, alat-alat atau
lingkungan tertentu. Teknik sterilisasi antara lain dapat dilakukan
dengan cara fisik, yang diantaranya meliputi metode pemanasan dengan
uap air dengan pegaruh tekanan dan metode pemanasan secara kering.
a. Metode pemanasan
Dengan uap air dan pengaruh tekanan benda yang akan disterilkan
diletakkan diatas lempengan saringan dan tidak langsung mengenai
air di bawahnya. Pemanasan dilakukan hingga air mendidih
(diperkirakan pada suhu 1000 C) pada tekanan 15lb temperatur
mencapai 1210 C. Organisme yang tidak berspora dapat dimatikan
dalam tempo 10 menit saja. Banyak jenis spora hanya dapat mati
dengan pemanasan 1000 C selama 30 menit tetapi ada beberapa jenis
spora dapat bertahan pada temperatur ini selama beberapa jam.
Spora-spora yang dapat bertahan selama 10 jam pada temperatur
1000 C dapat dimatikan hanya dalam waktu 30 menit apabila air yang
mendidih ini ditambah dengan natrium carbonat (Na2CO3).
b. Metode pemanasan secara kering
Metode pemanasan kering dilakukan pada temperatur antara 160-
1800 C. Pada temperatur ini akan menyebabkan kerusakan pada sel-
sel hidup dan jaringan. Hal ini disebabkan terjadinya auto oksidasi
40

sehingga bakteri patogen dapat terbakar. Pada sistem pemanasan


kering terdapat udara yang merupakan penghantar panas yang buruk
sehingga sterilisasi melalui pemanasan kering memerlukan waktu
cukup lama, rata-rata waktu yang diperlukan 45 menit. Pada
temperatur 1600 C memerlukan waktu 1 jam, sedangkan pada
temperatur 1800 C memerlukan waktu 30 menit.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

3.1 Sejarah Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Gagasan didirikannya Rumah Sakit Islam Jakarta adalah bermula


dari dirasakannya kebutuhan akan pelayanan Rumah Sakit yang bernafaskan
Islam. Dr.H.Kusnadi yang juga sebagai salah seorang tokoh Muhammadiyah
tergugah dan mulai memikirkan perlu adanya suatu rumah sakit yang
pelayanannya bersifat Islami. Maka dalam tempo yang singkat
Dr.H.Kusnadi akhirnya mampu meyakinkan pihak-pihak terkait untuk ikut
mendukung pendirian rumah sakit tersebut, termasuk di dalamnya tokoh-
tokoh penting dalam persyarikatan Muhammadiyah. Maka sesuai dengan
tujuan dan usaha-usaha Muhammadiyah selama ini, pimpinan
Muhammadiyah pun bersepakat segera mendirikan sebuah rumah sakit di
Jakarta.
Setelah melalui berbagai pertimbangan dan usul-usul tentang
pendirian rumah sakit tersebut serta ketentuan perundangan yang berlaku,
maka tanggal 18 April 1967 berdasarkan akte nomer 36 tahun 1967 dengan
notaris R.Surojo Wongsowidjojo, berdirilah Yayasan Rumah Sakit Islam
Jakarta (RSIJ) yang diketuai langsung oleh Dr.H.Kusnadi. Kemudian
pengurus Yayasan semakin intens, terutama dalam mendapatkan dana
pembangunan rumah sakit. Salah satu upaya pencarian dana adalah melalui
NOVIB (Nederlands Organisatie Voor Internationle Behulpazaam Heid)
yaitu salah satu lembaga pemerintahan Belanda yang memberikan bantuan
dana ke pihak-pihak yang memerlukannya. Selain dari NOVIB, pada saat itu
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak di antaranya dari jasa para
pengusaha muslim dan pemerintah DKI Jakarta yang dipergunakan untuk
pembangunan sarana fisik Rumah Sakit Islam Jakarta. Terlebih lagi setelah
diperoleh tanah seluas lebih kurang 7 (tujuh) hektar yang terletak di daerah
Cempaka Putih. Dalam hal alokasi tanah di daerah tersebut Bapak Gubernur

42
43

DKI Jakarta Letnan jendral (Purn) Ali sadikin memiliki andil cukup besar
dan membantu perkembangan selanjutnya.
Pada tanggal 7 Maret 1968, terjadi penandatanganan MOU
(Memorandum Of Understanding) antara pihak Yayasan Rumah sakit Islam
Jakarta yang diwakili oleh Dr.H.Kusnadi dengan SCCFA (State Committe
for Coordinating Foreign Aid) yang bernaung di Departemen Luar Negeri
Pemerintahan belanda yang diwakili oleh B.J.Oeding. Isi perjanjian tersebut
SCCFA akan memberikan bantuan sebesar 75% dari biaya yang dibutuhkan
untuk membangun Rumah Sakit Islam Jakarta. Pada tanggal 23 juni 1971,
rumah Sakit Islam Jakarta berdiri yang diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Pada saat itu Rumah Sakit Islam Jakarta memiliki gedung dengan fasilitas
ruang perawatan 56 tempat tidur. Pada tahun 1972 Rumah Sakit Islam
Jakarta mendapatkan bantuan dari presiden Soeharto dalam pembangunan
kamar operasi. Pada tahun 1973 dibangun ruang perawatan kelas I dengan
kapasitas 16 tempat ridur.
Dengan penataan manajemen yang ketat, maka pada tahun 1975
Rumah Sakit Islam Jakarta ternyata memperoleh surplus dana. Atas peran
Bapak Fahmi Chotib, Drs,Ek sebagai Direktur Keuangan dengan
keahliannya dibidang manajemen sangat dirasakan, demikian pula peran
Bapak HS.Projokusumo yang selalu mengingatkan akan pentingnya
peralatan, pemeliharaan dan internal control. Namun demikian dana tersebut
belum mencukupi untuk pengembangan sarana fisik, alat-alat medik
maupun peningkatan biaya hidup karyawan yang jumlahnya dari tahun ke
tahun terus meningkat. Pada tahun 1979 atas bantuan presiden Soeharto
dibangun lagi empat buah gedung perawatan. Pada tahun inilah istilah zaal
dirubah menjadi Pavilium. Masih pada tahun tersebut dengan dukungan
anggaran pendapatan sendiri Rumah Sakit Islam Jakarta berhasil
membangun Apotik, kamar Rontgen dan laboratorium. Pada tahun 1981
dibangun lagi ruangan perawatan kelas 1 dengan kapasitas 32 tempat tidur
dan asrama putra dengan kapasitas 56 orang.
Pada tahun 1982 dibangun gedung Sekolah Perawatan Kesehatan
(SPK) yang berlantai empat mampu menampung 100 siswi. Pembangunan
44

tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah Saudi Arabia. Pada tahun ini
juga Rumah Sakit Islam Jakarta berhasil membangun ruang perawatan
untuk Intensif Care Unit (ICU) dengan kapasitas 8 tempat tidur yang
dilengkapi dengan fasilitas gas medik sentral. Dari tahun ke tahun Rumah
Sakit Islam Jakarta terus berkembang seperti pada tahun 1986/1987
memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 250 tempat tidur untuk perawatan
kelas III, yang berarti 50% total kapasitas tempat tidur di Rumah Sakit Islam
Jakarta. Hal ini menunjukan wujud fungsi sosial Rumah Sakit Islam Jakarta
sebagai amal usaha Muhammadiyah yang selalu memperlihatkan orang-
orang kecil yang tidak mampu. Pada taggal 23 juni 2001 Rumah Sakit Islam
Jakarta telah mampu menyediakan 466 tempat tidur didukung 1.444 orang
tenaga medis, perawat, dan non medis serta berbagai peralatan canggih.
Rumah Sakit Islam Jakarta memiliki kapasitas 411 tempat tidur, ditunjang
dengan tenaga medis, perawat dan non medis, penambahan fasilitas rawat
jalan spesialis dan sub spesialis dengan fasilitas yang nyaman di "Klinik
Raudhah". 18 Desember Peletakkan Batu Pertama Gedung Klinik
Raudhah oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof. DR. Din Syamsuddin,
MA. 18 Desember Peresmian Masjid Ar Rahmah oleh Ketua Umum PP
Muhammadiyah Prof. DR. Din Syamsuddin, MA. Bulan 9 Februari 2013
telah diresmikan penggunaan gedung baru “Gedung Mina” oleh Ketua
Umum PP Muhammadiyah Prof.DR.Din Syamsudin, MA bersama
Wamenkes Prof. DR.Ali Ghufron, MSc., Ph.D dan Gubernur DKI Jakarta Ir.
Joko Widodo. Dengan fasilitas lantai I: one day care (ODC), laboratorium,
radiologi: CT Scan, MRI dan diagnostik, lantai II : ruang rawat inap dan
luka bakar, lantai III : ruang rawat inap kebidanan, rawat inap kls 2 & 3,
lantai IV : ruang rawat inap kebidanan kls I & VIP, Sectio Cesaria (SC),
lantai V : Critical Care Unit: ICU, ICCU, NICU/PICU/HCB, stroke unit,
lantai vi : kamar operasi (OK) High care Unit (HCU) & ruang pemulihan.
Peletakkan batu pertama pembangunan gedung pendidikan dan pelatihan RS
Islam Jakarta Cempaka Putih oleh ketua umum pp muhammadiyah Prof dr.
Hm.Din syamsuddin, MA. 12 november 2014 Rs Islam Jakarta Cempaka
Putih menjadi rumah sakit tipe B - pendidikan utama. Tanggal 23 juni 2015
45

peresmian gedung pendidikan dan pelatihan Rs Islam Jakarta Cempaka


Putih sebagai gedung pusdiklat pku muhammadiyah oleh prof. Dr. Hm Din
Syamsuddin, MA. Tanggal 5 agustus 2016, Rs Islam Jakarta Cempaka Putih
lulus paripurna bintang lima akreditasi rs versi 2012.

3.2 Visi dan Misi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
3.2.1 Visi
RSIJ Cempaka Putih menjadi Rumah Sakit Kepercayaan Masyarakat
yang berfungsi sebagai Pusat Pendidikan Kedokteran dan Perkaderan
Persyarikatan Muhammadiyah di bidang Kesehatan
3.2.2 Misi
1. Pelayanan kesehatan yang islami, profesional dan bermutu
dengan tetap peduli pada kaum dhu’afa.
2. Mampu memimpin pengembangan Rumah Sakit lainnya.
3. Mampu menyelenggarakan Pendidikan Kedokteran dan
Perkaderan bagi tenaga kesehatan lainnya.

3.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih mempunyai struktur


organisasi, dimana masing-masing bagian mempunyai tugas dan
wewenang tertentu. RSIJCP dipimpin oleh Direktur Utama dibantu oleh:
1. Direktur Pelayanan
a. Asisten Direktur Bidang Medis dan Profesi Kesehatan Lain,
fungsinya:
1) Pengembangan SDM dokter
2) Pengembangan Tenaga Kesehatan lain (non perawat)
3) Pengembangan alat teknologi kedokteran
b. Asisten Direktur Bidang Keperawatan, fungsinya:
1) Pengembangan SDM perawat
2) Pengembangan asuhan keperawatan islami dan peralatan
3) Pengembangan mutu keperawatan
c. Instalasi
46

1) Bagian Rawat Jalan


2) Bagian Rawat Inap
3) Bagian Farmasi dan Sterilisasi
Instalasi tersebut dipimpin oleh Manajer yang bertanggung jawab
kepada Direktur Pelayanan.
2. Direktur Penunjang
Tugasnya dibantu oleh dua kepala bagian, yaitu:
1. Manajer Penunjang
2. Manajer Rekam Medis
3. Direktur Keuangan
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
1) Bagian Keuangan
2) Bagian Sistem Informasi RS
3) Bagian Pemasaran
4. Direktur Sumber Daya Insani (SDI)
Tugasnya dibantu oleh tiga kepala bagian, yaitu:
1) Bagian SDI
2) Bagian Pembinaan Rohani
3) Bagian Pelayanan Umum dan Legal
5. Direktur Utama dibantu oleh:
Bagian Satuan Pengendalian Intern (SPI) mempunyai tugas
membantu Direktur Utama mengkoordinir dan mengelola dalam
bidang pengawasan intern rumah sakit yang meliputi:
1) Pengawasan evaluasi dan pengembangan efektivitas pengendalian
intern pengelolaan pelayanan medis, penunjang medis dan
keperawatan.
2) Pengawasan evaluasi dan pengembangan efektivitas pengendalian
intern pengelolaan umum.

3.4 Pelayanan Klinis


Pelayanan Klinis di RSIJCP dipimpin oleh satu orang Direktur
Pelayanan Klinis yang dibagi dalam beberapa bagian, yaitu:
47

1. Pelayanan Rawat Jalan berupa Poliklinik (Buka setiap hari kerja) yaitu:
Klinik Anak, Klinik Bedah, Klinik Fisioterapi, Klinik Gigi/Mulut,
Klinik Hemodialisa, Klinik Informasi Diabetes, Klinik Jantung, Klinik
Jiwa, Klinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan termasuk Senam
Hamil, Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik Laktasi, Klinik Mata, Klinik
Paru, Klinik Penyakit Dalam, Klinik Psikologi, Klinik Syaraf, Klinik
THT dan Klinik Gizi.
2. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan Rawat Inap RSIJCP terdiri dari 15 paviliun dengan
kapasitas 314 tempat tidur.
3. Pelayanan Medik Khusus
a. ICU (Intensive Care Unit)
b. ICCU (Intensive Cardiak Care Unit)
c. HCU (High Care Unit)
d. NICU (Neonatal Intensive Care Unit)/PICU (Pedriatic Intensive
Care Unit)
e. Stroke Centre
f. Kamar Operasi (OK)
g. Pelayanan kamar bedah/operasi terdiri dari: Bedah Ginjal, Bedah
Gigi/Mulut, Bedah Persalinan dan Kandungan, Bedah Mata, Bedah
Umum, Bedah Urologi, Bedah plastic, Bedah Tumor, Bedah
Tulang. Bedah Syaraf, Bedah Paru.
h. Anestesi
i. IGD (Instalasi Gawat Darurat)
j. Hemodialisa
4. Pelayanan Penunjang Medis
Pelayanan penunjang medis terdiri dari: Pelayanan Farmasi
(dibuka 24 jam), Laboratorium (dibuka 24 jam, melayani semua jenis
pemeriksaaan termasuk Bank Darah, Laboratorium Klinik, Patologi
Anatomi) Dapur/Gizi, Radiodiagnostik (buka 24 jam dan melayani
semua jenis pemeriksaan radiologi dan diagnostik).
48

3.5 Penunjang Klinis


Penunjang Klinik RSIJCP dipimpin oleh seorang direktur dan
memiliki fungsi utama untuk menjamin pengelolaan dan pengembangan
fungsi penunjang langsung pelayanan klinik sesuai dengan sasaran rumah
sakit. Penunjang klinik dibagi menjadi:
1. Penunjang
Penunjang dibagi menjadi dua bagian:
a. Penunjang Umum dan Investasi
Mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan pengadaan,
persediaan atau penimpanan dan distribusi yang meliputi lat rumah
tangga, ATK, suku cadang, material bangunan, listrik, investasi alat
medis dan investasi alat rumah tangga yang mengacu pada Standar
Opersional Prosedur dan Proram Kerja Bagian Penunjang.
b. Penunjang Perbekalan Kesehatan
Bertugas mengelola kegiatan pengadaan, persediaan atau
penyimpanan dan distribusi yang meliputi sediaan farmasi, alat
kesehatan, barang reagensia, gas medis, bahan kimia, bahan radiologi
dan bahan nutrisi yang mengacu pada Standar Operasional Prosedur
dan Program Kerja Bagian Penunjang.

2. Rekam medik
Menurut PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/ 2008 yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumentasi antara lain identitas pasien, hasil pemeriksaan,
pengobatan yang telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien.
Menurut PERMENKES No. 269/MENKES/PER/III/2008 data-
data yang harus dimasukkan dalam Medical Record dibedakan untuk
pasien yang diperiksa di unit rawat jalan, gawat darurat dan rawat
inap. Setiap pelayanan baik dirawat jalan, rawat inap dan gawat
darurat dapat membuat rekam medis dengan data-data sebagai berikut
49

a. Pasien Rawat Jalan


Data pasien rawat jalan yang dimasukkan kedalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain:
1. Identitas Pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
9. Persetujuan tindakan bila perlu.
b. Pasien Rawat Inap
Data pasien rawat inap yang dimasukkan ke dalam medical record
sekurang-kurangnya antara lain:
1. Identitas Pasien (nama, tanggal lahir dan no.rekam medis)
2. Tanggal dan waktu
3. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan atau tindakan
8. Pelayanan atau tindakan bila perlu
9. Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan
10. Ringkasan pulang (discharger summary)
11. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
12. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenanga kesehatan
tertentu.
50

c. Ruang Gawat Darurat


Data pasien gawat darurat yang dimasukkan ke dalam medical
record sekurang-kurangnya antara lain:
1. Identitas Pasien
2. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
3. Identitas pengantar pasien
4. Tanggal dan waktu
5. Anamnesis (sekurang-kurangnya keluhan, riwayat penyakit)
6. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
7. Diagnosis
8. Pengobatan/tindakan
9. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit
gawat darurat dan rencana tindak lanjut
10. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
11. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan
dipindahkan ke sarana pelayanan kesehatan lain.
Fungsi Utama bagian Rekam Medik, yaitu:
a. Mengelola dan mengembangkan fungsi pelayanan medik di rumah
sakit, meliputi:
1. Pendaftaran dan pengelolaan berkas, yaitu mengelola
pendaftaran dan penyimpanan data pasien rumah sakit.
2. Pengolahan data dan penyusunan laporan, yaitu mengelola
kegiatan analisis data serta laporan penyusunan laporan rutin
mengenai pengembangan pasien dan layanan klinik rumah
sakit.
b. Melakukan supervisi pelayanan pada unit yang menjadi tanggung
jawabnya.
51

3. Pemeliharaan dan Kesehatan Lingkungan (Kesling)


Bagian Pemeliharaan dan Kesling di RSIJ Cempaka Putih
bertanggung jawab langsung kepada Direktur Penunjang Pelayanan
Klinik. Fungsi Kesling di Rumah Sakit yaitu:
a. Penyehatan Ruang Bangun
b. Penyehatan Makanan dan minuman
c. Penyehatan Linen dan Laundry
d. Penyehatan air bersih
e. Pengelolaan Limbah
f. Pengamanan Radiologi
g. PEST Control
Sarana dan prasarana sanitasi di RSIJ Cempaka Putih, antara lain:
a. Aspek Pengelolaan Limbah Cair. Tempat Septictank digunakan
untuk sarana pembuangan limbah yang berasal dari WC.
b. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dengan sistem cascade
aerasi yang mempunyai kapasitas 600 m3 / Hari. IPAL mengolah
limbah yang berasal dari semua ruangan yang ada di rumah sakit
seperti: ruang perawatan, kamar mandi, laundry dan dapur gizi.
c. Aspek Pengelolaan Limbah Padat/Sampah

Padat/sampah terdiri dari 3 jenis yaitu:


1. Sampah non medis, contoh: kertas, kardus, plastic, botol/gelas,
plastik, kotak minuman/makanan dan sampah got atau lumpur.
2. Sampah medis, contoh: sampah infeksius, sampah patologi dan
sampah jaringan tubuh.
3. Sampah kemoterapi
Sampah tersebut dibedakan dengan menggunakan kantong
plastik yang berbeda warna yaitu warna hitam untuk sampah non
medis, warna kuning untuk sampah medis dan warna ungu untuk
sampah kemoterapi disertai keterangan yang jelas mengenai jenis
sampah tersebut. Pengumpulan sampah dilakukan pada titik
pengumpulan disetiap zona yang telah ditentukan untuk dibawa ke
52

tempat penampungan sampah sementara dan selanjutnya diangkat


ke pembuangan akhir di tempat pembuangan akhir sampah di
Bantar Gerbang untuk sampah non medis sedangkan sampah medis
dibakar di Rumah Sakit Sulianti Saroso Jakarta. Saat ini RSIJCP
belum memiliki incinerator sendiri karea untuk pengadaan
incinerator diperlukan persyaratan yang ketat terutama mengenai
emisi hasil pembakaran.
Dalam pengelolaan limbah padat dilakukan pemilahan
limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda-
beda berdasarkan karakteristik limbahnya yaitu:
a. Limbah domestik dimasukkan ke dalam plastik berwarna
hitam.
b. Limbah infeksius dimasukkan ke dalam plastik berwarna
kuning.
c. Limbah sitotoksik dimasukkan ke dalam plastik berwarna
ungu.
d. Limbah kimia dimasukkan ke dalam plastik berwarna cokelat.
Pengumpulan sampah dilakukan pada titik pengumpulan di
setiap zona yang telah ditentukan untuk dibawa ke tempat
penampungan sampah sementara dan selanjutnya diangkut ke
pembuangan akhir di tempat pembuangan akhir sampah di Bantar
Gebang untuk sampah non medis, sedangkan sampah medis
dikirim ke PT. Wastec untuk di musnahkan. Alur pengolahan
limbah cair non medis di RSIJCP yaitu dimulai dari pengumpulan
limbah-limbah cair melalui saluran pipa tertutup yang berada
didalam tanah, yang kemudian masuk ke dalam bak penyaringan
untuk memisahkan sampah padatan dengan cairan. Cairan yang
sudah terpisahkan dengan sampah padatan tersebut akan dialirkan
ke bak equal (untuk proses homogenisasi), lalu dialirkan ke dalam
bakan aerob, yang berisikan bakteri anaerob. Bakteri anaerob ini
berguna untuk menurunkan kapasitas polutan. Setelah itu dialirkan
ke bak aerob yang berisi bakteri aerob. Didalam bak ini bakteri
53

anaerob yang terkandung didalamnya akan mati. Kemudian dari


bak aerobik dialirkan ke bak sedimentasi (pengendapan), di
RSIJCP pada bak sedimentasi atau pengendapan ini tidak
menggunakan bahan koagulan seperti tawas, atau senyawa kimia
lain yang digunakan untuk membantu proses pengendapan,
pengendapan berlangsung secara alami. Selanjutnya dialirkan lagi
ke bak klorinasi yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang
kemungkinan masih terbawa. Proses terakhir yaitu air dialirkan ke
bak yang berisi ikan mas sebagai indikator. Air dikatakan layak
apabila ikan mas dapat tumbuh dan bertahan hidup.

3.6 Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)


Penyampaian pesan atau informasi melalui media bertujuan agar
suatu informasi dapat diterima dan dapat dimengerti oleh orang lain sesuai
dengan maksud pesan atau informasi tersebut. Media mrupakan lata yang
digunakan untuk KIE di Rumah Sakit Islam Jakarta melalui:
1. Siaran radio RSIJ (closed circuit radio), TV RSIJ.
2. Penyelenggaraan rapat koordinasi berjenjang untuk memperlancar
komunikasi timbal balik dari berbagai jenjang organisasi.
3. Pelaksanaan penyuluhan bagi penunjang rumah sakit yang dilakukan
oleh petugas kesehatan yang ada di RSIJCP setiap 3 bulan sekali
maupun hari hari khusus, misalnya hari AIDS sedunia, hari diabetes,
hari hipertensi dan lain lain.
4. Penerbitan media komunikasi untuk masayarakat umum, seperti:
brosur, leaflet, poster.

3.7 Pelayanan Farmasi


Pelayanan farmasi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih dibagi
menjadi delapan bagian, yaitu:
1. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
2. Pelayanan Farmasi Rawat Inap
3. Pelayanan Farmasi Raudhah
54

4. Pelayanan unit dan Produksi


5. Depo OK
6. Depo Mina
7. Depo IGD
8. Depo Kemoterapi

3.7.1 Pelayanan Farmasi Rawat Jalan

Pelayanan Farmasi Rawat Jalan bertujuan untuk memenuhi


kebutuhan obat dan alat kesehatan semua pelanggan yang berobat ke
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Dimana pelayanan ini bertugas
melayani resep rawat jalan, pasien BPJS maupun non BPJS, pasien
jaminan perusahaan atau asuransi dan pasien pribadi. Pelayanan farmasi
rawat jalan buka selama 24 jam dengan 2 apoteker. Penyusunan obat di
farmasi rawat jalan yaitu berdasarkan bentuk sediaan dan alphabetis,
kemudian disimpan berdasarkan nama obat paten, generik, BPJS,
Inhealth, High Allert Medicines (HAM), Narkotik, Psikotropik, Cairan
Injeksi termolabil, dan obat-obat untuk racikan. Obat-obat LASA (Look
Alike Sound Alike) tidak boleh didekatkan satu sama lain, harus diberi
jarak minimal 1 box. Penyimpanan narkotik telah sesuai dengan standar
yaitu double lock dan tidak mudah diangkat, begitupun dengan
penyimpanan obat-obat yang termolabil seperti vaksin, sera, insulin,
suppositoria telah di simpan dalam chiler yang suhunya telah disesuaikan.
Alur proses pelayanan resep pasien rawat jalan dimulai dari resep diterima
dari pasien oleh petugas depan kemudian dilakukan skrining resep, dan
dimasukan datanya melalui sistem komputerisasi, lalu diberi harga.
Setelah pasien membayar maka obat akan disiapkan, lalu dilakuakan
Quality Control terhadap obat yang disiapkan, lalu diserahkan kepada
pasien disertai pemberian informasi yang dibutuhkan. Selama proses
pelayanan resep, dilakukan 4 (empat) kali pengecekan (cross chek) yaitu
pada saat memasukan data dari resep pasien, pengambilan obat,
pengemasan obat, dan pada saat penyerahan obat.
55

Sebelum obat disiapkan, Apoteker / Asisten Apoteker melakukan


kajian / review terhadap instruksi resep / instruksi pengobatan yang
meliputi:
a. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
b. Duplikasi teraupetik
c. Alergi
d. Interaksi obat
e. Kontraindikasi
f. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan, dan menghubungi dokter
penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.
g. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang
operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
Prosedur atau alur pelayanan resep di farmasi rawat jalan yaitu:
a. Petugas Asisten Apoteker bagian depan menerima resep dan
memeriksa kelengkapan resep berdasarkan 7 Benar.
b. Hubungi dokter yang menulis resep jika tulisan dokter tidak terbaca.
c. Jika obat yang ditulis dokter tidak ada di farmasi tetapi di farmasi ada
padanannya petugas farmasi harus menghubungi dokter untuk
mengganti obat yang ada di farmasi. Jika sudah di acc oleh Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP), petugas farmasi harus mencatat
pada form konfirmasi, dokter yang dikonfirmasi dan petugas yang
mengonfirmasi.
d. Jika ada obat yang di farmasi tidak punya dan tidak ada padanannya
karena obat tidak sesuai dengan standar perusahaan
e. atau asuransi penjamin maka petugas farmasi harus menghubungi
dokter apakah obat tersebut harus tetap diberikan atau bisa di gantikan
dengan obat padanannya. Bila harus diberikan farmasi harus
menghubungi bagian logistik untuk membelikan obat tersebut ke
apotek/Rumah Sakit rekanan.
f. Resep yang mengandung psikotropika dan narkotika harus asli dari
RS Islam Jakarta Cempaka Putih.
56

g. Mengecek apakah semua obat-obatannya tersedia di farmasi. Bila


sesuai, input data resep ke komputer dan beritahukan harga ke
pasien/keluarga pasien. Jika setuju langsung melakukan pembayaran
di kasir dan diberikan nomor tunggu (nomor resep).
h. Untuk obat yang harus dibelikan di Apotek Rekanan harus
diinformasikan ke pelanggan kalau penyiapannya memerlukan waktu
agak lama karena obat harus dibelikan dulu, bila pelanggan setuju
cetak slip transaksi. Untuk obat racikan bubuhkan stempel racikan.
i. Untuk pasien jaminan perusahaan berikan slip transaksi warna putih
sebagai bukti pengambilan obat dan persilahkan untuk menunggu
selama obat dikerjakan.
j. Kasir mencetak slip invoice rangkap 3, warna putih untuk pasien,
warna merah muda untuk pengambilan obat dan warna kuning
dipegang kasir.
k. Resep dan slip transaksi dimasukkan ke dalam oleh petugas depan
untuk dilakukan proses penyiapan.
l. Petugas pengambil obat langsung menyiapkan obat dan alkes sesuai
dengan inputan serta membubuhkan paraf di kolom stok setelah obat
dan alkes disiapkan.
m. Asisten Apoteker petugas kemas mengecek kesesuain antara resep,
inputan dan obat/alkes yang telah disiapkan oleh petugas pengambil
obat.
n. Beri etiket obat dengan mencantumkan nama pasien, nomor rekam
medik, atuaran pakai, dosis obat, dan nama obat, serta diberi label
warna orange untuk obat antibiotik bertuliskan “ Obat ini harus
diminum sampai habis sesuai petunjuk dokter” dan label warna hijau
untuk obat yang diminum setengah jam sebelum makan dan dibubuhi
paraf dalam kolom kemas.
o. Obat yang sudah dikemas oleh AA petugas kemas diserahkan pada
Koordinator/Kepala Kelompok untuk di cek ulang serta bubuhkan
stempel QC dan paraf.
p. Klik pada komputer antrian untuk mengetahui data waktu tunggu.
57

q. Asisten Apoteker petugas depan mengecek obat yang telah dikemas,


panggil nama pasien, ambil bukti pengambilan obat dan tanyakan ke
pelanggan.
r. Cocokkan slip pengambilan obat dengan nomor resep pada slip
transaksi resep.
s. Berikan edukasi obat kepada pasien sesuai 7 benar secara jelas dan
serahkan obat ke pasien.
t. Catat nomor telepon atau alamat pasien di resep, serta bubuhkan paraf
pada kolom serah.

3.7.2 Pelayanan Farmasi Rawat Inap

Pelayanan Resep Pasien Rawat Inap adalah alur pelayanan obat dan
alat kesehatan kepada pasien rawat inap baik pasien rekanan maupun
pasien pribadi. Pelayanan Farmasi Rawat Inap bertujuan untuk kelancaran
dan ketetapan pelayanan pada Pasien Rawat Inap dalam proses
penyembuhannya melalui petugas ruangan. Bagian kegiatan rutin yang
dilakukan dipelayanan farmasi rawat inap ini yaitu kegiatan UDD (Unit
Dose Dispensing) atau Satuan unit dosis yang merupakan sistem distribusi
dimana obat yang diminta disiapkan, diberikan/digunakan dan dibayar
dalam unit dosis tunggal siap pakai selama 24 jam. Obat yang ada dalam
resep diberikan oleh apotek rumah sakit dan diserahkan kepada pasien
untuk satu hari pamakaian. Sistem distribusi unit dose dispensing (UDD)
merupakan salah satu sistem distribusi material kesehatan yang diterapkan
di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih ini. Sebelum obat disiapkan,
Apoteker/Asisten Apoteker melakukan kajian/ review terhadap instruksi
resep/instruksi pengobatan yang meliputi:
1. Ketepatan obat, dosis, frekuensi, rute pemberian
2. Duplikasi teraupetik
3. Alergi
4. Interaksi obat
5. Kontraindikasi
58

6. Kesesuaian dengan pedoman pelayanan, dan menghubungi dokter


penulis resep jika ditemukan ketidakjelasan atau ketidaksesuaian.
7. Kajian tidak perlu dilakukan pada keadaan emergensi, di ruang
operasi dan tindakan intervensi diagnostik.
Prosedur atau alur pelayanan resep rawat inap, yaitu:
a. Resep ditulis oleh DPJP atau dokter jaga.
b. Resep diantar oleh petugas ruangan atau diambil oleh petugas farmasi
pada saat visite kebagian Farmasi.
c. Resep diterima oleh Asisten Apoteker petugas input dan cek
kelengkapan resep berdasrkan 7 tepat.
d. Bila resep tidak jelas petugas farmasi melakukan konfirmasi ke
petugas perawatan (perawat/dokter jaga), jika petugas perawatan tidak
dapat memberikan informasi yang jelas Petugas farmasi langsung
menghubungi DPJP.
e. Bila obat yang ditulis dokter tidak ada di farmasi tetapi farmasi masih
memiliki padanannya, petugas farmasi menghubungi dokter untuk
mengganti obat yang ada di farmasi.
f. Asisten Apoteker membagi obat per dosis sesuai instruksi dokter
(sesuai prosedur unit dispensing dose atau UDD)
g. Untuk resep jaminan input resep sesuai standart dari penjaminnya,
petugas pengambil obat langsung menyiapkan obat berdasasarkan slip
transaksi lalu bubuhkan paraf pada kolom stok.
h. Asisten Apoteker bagian kemas mengecek slip transaksi dengan resep
asli obat dan alkes yang telah disiapkan oleh petugas pengambil obat.
i. Beri etiket obat dengan mencantumkan nama pasien, tanggal
pengemasan, aturan pakai dan dosis.
j. Obat yang perlu diracik (puyer, kapsul, salep) disiapkan oleh petugas
racik (sesuai dengan SPO Peracikan).
k. Obat dalam sediaan syrup, penulisan aturan pakai harus dalam satuan
cc/ml sesuai dengan prosedur.
l. Petugas kemas membubuhkan paraf pada slip transaksi di kolom
kemas.
59

m. Setelah selesai dikemas obat diserahkan ke koordinator/kepada


kelompok untuk dicek ulang, bubuhkan stempel QC dan paraf (pada
stempel QC dan kolom serah).
n. Untuk obat yang ditunggu obat langsung diberikan ke petugas
perawatan yang menunggu mintakan paraf dan nama petugas yang
mengambil obat pada resep, bubuhkan paraf pada slip transaksi kolom
serah.
o. Obat yang sudah distempel QC dibawa oleh kurir ke ruang perawatan
dan dicek ulang oleh petugas perawatan dengan mengisi buku
expedisi di ruang perawatan.
p. Kurir meminta paraf dan nama jelas petugas penerimaan obat dalam
slip transaksi warna kuning.
q. Untuk pemberian obat ke pasien dilakukan oleh tim perawat yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut.

3.7.3 Pelayanan Farmasi Raudhah

Pelayanan Farmasi Raudhah terdiri dari 2 apoteker dimana


bertugas melayani resep pasien dari gedung Raudhah, pasien jaminan dan
pasien umum, resep kemoterapi, resep obat ARV (Anti Retro Viral). Alur
proses pelayanan resep di Farmasi Raudhah sama seperti pelayanan di
Farmasi Rawat Jalan. Untuk pelayanan resep kemoterapi secara
administrasi dilakukan di Farmasi Rawat jalan tapi untuk penyediaan
obatnya berada di Fasrmasi Rhaudah dan untuk peracikan obatnya
dilakukan di ruang khusus untuk peracikan kemoterapi, dan untuk
pelayanan resep obat ARV, harus melampirkan kartu kontrol pasien setiap
akan menebus obat tsb.
Pelayanan farmasi di apotek Raudhah yaitu 2 shift mulai dari jam
07.00-14.00 WIB dan 14.00 – 21.00 WIB. Penyusunan obat di Farmasi
Raudhah sama seperti di farmasi rawat jalan, namun persedian obat di
Farmasi Raudhah lebih sedikit dibandingkan di Farmasi Rawat jalan.
60

3.7.4 Pelayanan Unit dan Produksi

Pelayanan unit merupakan pelayanan farmasi yang bertugas untuk


memenuhi permintaan obat dan alkes (terutama alkes) dari ruang
perawatan, poliklinik dan unit terkait lainnya di lingkungan Rumah Sakit
Islam Jakarta Cempaka Putih. Pelayanan unit hanya dibuka 1 shift, yaitu
jam 07.30-15.00 WIB dengan jumlah personil sebanyak 2 orang. Pada
Pelayanan Unit, dilakukan sistem Floor Stock yang melayani pasien rawat
inap yang membutuhkan obat dan alat kesehatan secara cepat, pemakaian
rutin untuk kepentingan pasien yang bersangkutan atau kebutuhan ruang
perawatan. Pelayanan Unit melayani High Care Unit (HCU), Intensive
Care Unit (ICU), Multazam atas & bawah, Marwah atas & bawah, Arafah
Atas & bawah, Radiologi, Laboratorium, Klinik, Farmasi Rawat Jalan,
Farmasi Raudhah, dan Radiologi. Bagian produksi bertugas untuk
membuat sediaan-sediaan yang dibuat sendiri oleh bagian farmasi dalam
skala kecil seperti perhydrol 3% dan Handrub. Selain itu bagian produksi
juga melakukan pengemasan kembali (repacking) terhadap sediaan-
sediaan seperti Betadine 3% 50 ml, Betadine 10 % 25 ml, 75 ml, 100 ml,
125 ml, dan kapsul calcii carbonas 500 mg. Bagian ini terdiri dari satu
orang personil yang bekerja dalam satu shift, yaitu pada jam 07.30 –
15.00. Produksi dan repacking dilakukan bila stock sudah tinggal sedikit.
Pengambilan stock dilakukan secara FEFO (First Expired First Out).

Setiap ruangan membuat permintaan obat dan alat kesehatan ke


pelayanan unit dengan menginput data pada sistem komputer, yang
selanjutnya petugas pelayanan unit akan menyiapkan permintaan dari
setiap ruangan dan akan dilakukan serah terima obat dan alkes dengan
petugas inventaris ruangan. Permintaan obat dan alkes dilakukan setiap
hari Senin, Rabu dan Jum’at, kecuali dalam keadaan cito.

3.7.5 Depo OK (Operatie Kamer /Kamar Operasi)


61

Depo OK melakukan pelayanan selama 24 jam yang dibagi dalam


3 shift. Tugas dari Depo OK yaitu melayani obat dan alkes yang
dibutuhkan untuk operasi dan anastesi di kamar bedah RSIJCP. Pelayanan
obat dan alkes menggunakan formulir permintaan obat dan alkes kepada
Depo OK yang kemudian disiapkan oleh bagian farmasi yang ada di Depo
OK. Penyusunan obat dan alkes secara alphabetis dan berdasarkan bentuk
alat kesehatan yang selanjutnya diurutkan berdasarkan ukuran. Terdapat
pula penyimpanan untuk obat yang harus disimpan pada suhu dingin (2-8 0
C) dan suhu kamar. Untuk mempermudah pelayanan alat kesehatan, dibuat
paket-paket yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang diperlukan
untuk Anastesi, Spinal dan Pelayanan Kamar Bedah, seperti paket yang
dibutuhkan untuk pelayanan di Depo OK dimana obat dan alkes tidak
boleh kosong, oleh karena itu Depo OK melakukan permintaan barang ke
gudang 2 x dalam seminggu.

3.7.6 Depo Mina


Depo Farmasi Mina berada digedung Mina, buka selama 24 jam
yang dibagi kedalam 3 shift, melayani permintaan alat kesehatan untuk
ruang perawatan Shafa-Shafa, Shafa Annisa, Stroke Center, Kemoterapi,
Luka Bakar, PICU, NICU, ICU, ICCU, Perinatology. Tempat
penyimpanan Depo Mina berdasarkan bentuk alat kesehatan yang
selanjutnya diurutkan berdasarkan ukuran. Terdapat pula penyimpanan
untuk obat yang harus disimpan pada suhu dingin (2-8 o C) dan suhu kamar.
Untuk mempermudah pengambilan alat kesehatan, dibuat paket-paket
yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang diperlukan, seperti paket
yang dibutuhkan untuk partus normal, Secio Caesaria, Curret, dan lain-
lain. Paket ini terdiri dari alat kesehatan yang digunakan dalam tindakan
dan obat yang diperlukan misalnya injeksi.

3.7.7 Depo IGD


Depo Farmasi IGD dibuka 24 jam dan dibagi dalam 3 shift,
melayani permintaan obat dan alat kesehatan untuk pasien-pasien IGD.
62

Obat- obat yang disediakan di IGD merupakan obat-obat emergency yaitu


mempunyai efek cepat seperti injeksi, cairan tubuh dan tablet sublingual.
Penyimpanan obat dan alkes di Depo IGD dibedakan berdasarkan
bentuk sediaan atau alat kesehatan, yang selanjutnya diurutkan
berdasarkan alphabetis. Untuk mempermudah pengambilan alat kesehatan
maka dibuat paket-paket yang telah berisi alat kesehatan dan obat yang
diperlukan.Seperti paket infus standar yang berisi Syringe Pump, DC
standar, NGT, dan lain-lain. Depo IGD juga menyediakan obat dan alat
kesehatan dengan menggunakan Trolley Emergancy. Terdapat 3 Trolley
Emergancy yaitu Trolley Observasi, Trolley IGD, dan Trolley Emas
(Persalinan). Trolley tersebut dikunci dan dicek kelengkapan isinya setiap
pergantian shift setiap harinya. Alur permintaan obat dan alat kesehatan
sama dengan alur pemintaan di Depo Mina yaitu perawat harus mengisi
form permintaan kemudian bagian farmasi menyiapkan dan Depo IGD
melakukan permintaan barang ke gudang 2 x dalam seminggu baik dalam
permintaan ke gudang alkes maupun gudang obat.

3.7.8 Depo Kemoterapi


Depo kemoterapi berada digedung mina dan melayani resep obat
kemoterapi yang akan diracik di ruang steril. Alur pelayanan resep
kemoterapi yaitu dimulai dari pasien menerima resep dari dokter dan
membawa kelangkapan dokumen seperti permintaan obat khusus, jadwal
terapi, hasil labolatorium, dan surat eligibilitas (SEP) untuk pasien BPJS,
kemudian bagian perawat mengisi formulir. Formulir tersebut berisi
keterangan lengkap pasien kemoterapi, berat badan, diagnosis, penyakit
hingga obat kemoterapi yang digunakan. Bagian farmasi menginput ke
sistem komputerisasi. Farmasi raudhah menyiapkan obatnya yang
kemudian dibawa ke Depo Kemoterapi dan diracik di ruangan khusus
menggunakan alat Biological Safety Cabinet (BSC). Setelah obat selesai
diracik maka diserahkan ke perawat untuk dilakukan kemoterapi kepada
pasien. Peracikan dilakukan oleh staf terlatih yang sudah memiliki
sertifikat pelatihan kemoterapi dan menggunakan pakaian APD serta
dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lengkap (masker respiratory,
63

baju pelindung atau long-sleeved smock, sarung tangan nitrile double,


kacamata pelindung atau protective eye goggles, penutup kepala, sepatu
bot).

3.8 Penunjang dan Perbekalan Farmasi


Penunjang perbekalan kesehatan berada di bawah Direktur
Penunjang yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan pengadaan,
penyimpanan dan distribusi di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
dilakukan sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) yang
berlaku. Logistik dan perbekalan kesehatan meliputi :
1. Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan
2. Penerimaan dan Penyimpanan
3. Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan
4. Evaluasi dan Monitoring
5. Pemusnahan
6. Pelaporan

3.8.1 Pengadaan Obat dan Alat Kesehatan

Pengadaan obat dan alat kesehatan di Rumah Sakit Islam Jakarta


Cempaka Putih dilaksanakan oleh Bagian Logistik khususnya logistik
perbekalan kesehatan dengan menggunakan sistem inventory, berdasarkan
standar maksimal dan minimal persediaan barang yang ada sehingga dapat
diketahui jumlah barang yang harus dipesan. Standar minimal stok di
logistik perbekalan kesehatan yaitu 7 hari dan standar maksimum 14 hari.
Penentuan standar minimum dan maksimum berdasarkan data konsumsi
pemakaian bulan sebelumnya. Jadwal pembelian di gudang dilakukan pada
hari senin dan kamis, bila ada barang yang belum dibeli maka pembelian
dapat dilakukan lagi pada hari selasa dan jumat. Untuk hari rabu dan sabtu
gudang meniadakan jadwal pembelian, kecuali untuk barang-barang cito.
Pembayaran obat dan alat kesehatan dilakukan secara kredit selama 30 hari
setelah tukar faktur. Tukar faktur dilakukan setelah 1 hari atau maksimal 1
minggu setelah barang diterima.
64

Petugas penunjang perbekalan kesehatan menyusun daftar


kebutuhan yang ditujukan ke penanggung jawab pengadaan barang
perbekalan kesehatan untuk dibuatkan surat pesanan kepada distributor
dengan mencantumkan nama obat, jumlah serta harga. Pemesanan
dilakukan oleh penanggungjawab pengadaan dengan mengajukan surat
pesanan obat yang telah disetujui oleh Manajer penunjang. Penerimaan
obat dan alat kesehatan dilakukan oleh petugas gudang yang disertakan
faktur yang terdiri dari 4 rangkap (lembar asli untuk distributor, lembar
kedua untuk arsip akuntansi/pembukuan Rumah Sakit, lembar ketiga untuk
arsip gudang dan lembar keempat untuk arsip bagian pembelian).

3.8.2 Penerimaan dan Penyimpanan

Pada saat barang sampai di gudang, pertama kali dicek kondisi


fisik barang, bentuk sediaan, dosis obat, dan kesesuaiannya antara faktur
dengan surat pesanan obat, Expired Date dan nomor batch dari obat/alkes
tersebut. Jika tidak sesuai maka barang dapat diretur. Jika semuanya sudah
sesuai maka dibuat berita acara penerimaan barang (maksimal 2,5 jam
setelah barang diterima) yang kemudian diberikan ke bagian akuntansi.
Berita acara penerimaan barang terdiri dari 2 rangkap, yaitu 1 lembar
untuk bagian akuntansi yang disertai faktur dan 1 lembar lagi untuk arsip
gudang.
Penyimpanan obat dan alat kesehatan di gudang berdasarkan
bentuk sediaan dan diurut sesuai dengan abjad. Setiap barang yang masuk
maupun keluar dicatat pada kartu stok. Penyimpanan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor disimpan di dalam lemari terpisah dari sediaan
lainnya. Untuk jenis obat-obatan yang membutuhkan penyimpanan pada
suhu rendah seperti vaksin dan obat kemoterapi disimpan dalam lemari
pendingin khusus yang suhunya telah disesuaikan. Apabila persediaan
barang mencapai jumlah standar obat minimal berdasarkan data bulan lalu,
maka bagian gudang membuat daftar permintaan pembelian.
65

3.8.3 Pelayanan Distribusi Obat dan Alat Kesehatan

Distribusi sediaan farmasi dan alat kesehatan dilakukan oleh


gudang logistik perbekalan kesehatan kepada setiap unit pelayanan yaitu
meliputi : Pelayanan rawat inap, Pelayanan Farmasi I (rawat jalan),
Pelayanan Farmasi II (Raudhah), Pelayanan Unit, Depo Farmasi OK,
Depo Mina, Depo IGD dan Sterilisasi Sentral.

3.8.4 Evaluasi dan Monitoring


Evaluasi dan Monitoring dilakukan terhadap obat/alkes yang ada di
Rumah Sakit dan evaluasi rekanan (supplier). Pada evaluasi rekanan, hal
yang harus dievaluasi adalah kelengkapan dokumen (faktur, surat jalan)
spesifikasi (kesesuaian barang), pengiriman barang, after sales (cara
penanganan complain), keramahan, cara pengiriman barang (harus sesuai
perlakuan terhadap obat dan alkes), info obat kosong, dan teknik
pembayarannya. Untuk evaluasi obat dan alkes, evaluasi yang dilakukan
adalah, seperti masa kadaluarsa obat, kualitas, dan pergerakan obat (fast
moving, moderate moving, slow moving). Evaluasi dan monitoring obat
dan alkes dilakukan oleh Penanggung Jawab/Koordinator dari gudang,
administrasi dan pengawasan, terhadap kesesuaian sistem inventory
gudang (setiap 3 bulan atau 6 bulan) dan dilaporkan ke Manager Logistik.

3.8.5 Pemusnahan

Pemusnahan arsip dan pemusnahan obat dilakukan setiap 3 tahun


dengan mengumpulkan obat-obat yang sudah melewati batas kadarluarsa
dengan disaksikan oleh bagian pelayanan umum dan perkantoran biasanya
dari Sudin, bagian kesehatan lingkungan, serta bagian farmasi. Untuk
pemusnahan Narkotika dan Psikotropika disaksikan oleh BPOM.

3.8.6 Pelaporan

Pelaporan obat Narkotika dan Psikotropika di Rumah Sakit Islam


Jakarta Cempaka Putih dilakukan setiap bulan kepada Kementerian
66

Kesehatan dengan menggunakan program SIPNAP (Sistem Pelaporan


Narkotika dan Psikotropika) yang berisi laporan pemakaian obat,
pemasukan obat nakotika dan psikotropika, dan sisa obat narkotika,
morphin dan pethidin, dan psikotropika dari unit pelayanan, unit rawat
inap dan gudang obat yang mana akan di laporkan ke bagian administrasi
farmasi, selanjutnya akan di rekapitulasi. Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika dilakukan setiap tanggal 10.

3.9 CSSD (Central Sterile Supply Department)


CSSD (Central Sterile Supply Department) bertujuan untuk
menunjang pelaksanaan teknis sterilisasi pada unit/bagian yang melakukan
kegiatan pembedahan agar infeksi pasca operasi dapat dicegah. Selain itu
CSSD juga bertanggung jawab untuk membantu pengendalian dan
penurunan infeksi nosokomial di RSIJCP. Berdasarkan struktur organisasi
bagian Sterilisasi bertanggung jawab langsung kepada Manajer Farmasi
dan Sterilisasi. Bagian ini mempunyai tugas menyediakan alat dan bahan
yang steril untuk keperluan ruangan. CSSD (Central Sterile Supply
Department) bertujuan untuk menunjang pelaksanaan teknis sterilisasi
pada unit/bagian yang melakukan kegiatan pembedahan agar infeksi pasca
operasi dapat dicegah. Selain itu CSSD juga bertanggung jawab untuk
membantu pengendalian dan penurunan infeksi nosokomial di RSIJCP.
Di dalam ruangan sterilisasi terdapat area penerimaan barang, area
pengemasan (packing), area pelipatan barang, ruangan proses sterilisasi,
ruangan penyimpanan dan pendistribusian barang. Untuk penerimaan
barang yang akan disterilkan petugas memasuki loket penerimaan yang
berada di samping kanan gedung dan untuk pengambilan barang yang
sudah steril petugas memasuki loket penyaluran yang berada di samping
kiri gedung. Peralatan yang disediakan di ruang sterilisasi adalah alat
autoklaf dan mesin sterilisasi dengan menggunakan gas etilen oksida yang
dapat dioperasikan setiap waktu sesuai dengan kebutuhan ruangan,
misalnya pada kamar bedah. Untuk perawatan alat autoklaf dan gas Etilen
Oksida dilakukan secara berkala oleh tenaga elektromedik RSIJCP.
67

A. Unit Sterilisasi di RSIJCP bertugas melayani :


1. Alat-alat operasi seperti Laparatomi, Necrotomi, Orthopedic,
Syaraf, Hernia, dan lain-lain.
2. Linen atau Laken umum, Laken Curret, Set Syaraf, dan lain-lain.
3. Alat-alat ruangan seperti GV Set, Hecting, CVP, Vena Sectie,
Spinal Set, dan lain-lain.
4. Produksi bahan steril meliputi kasa steril, Handscoon, Big Gauze,
Roll Gauze.
B. Tahap sterilisasi yang dilakukan meliputi :
1. Penerimaan barang belum steril
Pada tahap ini alat-alat bekas operasi dikumpulkan, lalu
masuk ruang dekontaminasi (ruang pencucian) yang berada di
ruang OK. Dekontaminasi merupakan proses pembersihan alat
yang kontak langsung dengan infeksi (kontaminan) pasca operasi,
dengan cara perendaman alat-alat menggunakan larutan klorin,
kemudian di cuci dan di keringkan. Setelah alat bersih dan kering
kemudian di kirim ke ruang sterilisasi.
2. Pengemasan barang
Pada tahap ini alat-alat bekas operasi dibuat set sesuai
kebutuhan masing-masing alat, kemudian dikemas dan
ditambahkan indikator di bagian dalam maupun bagian luar. Di
bagian ini juga dilakukan tahap persiapan sterilisasi untuk bahan
seperti kapas, dan sarung tangan. Barang-barang yang telah siap
disterilisasi, lalu dilakukan sterilisasi. Proses sterilisasi dibagi
menjadi 3 bagian yaitu :
1) Proses sterilisasi dengan autoklaf, pada proses sterilisasi
dengan autoklaf digunakan 5 indikator antara lain :
a. Indikator kimia eksternal
Berbentuk tape (autoclave tape) yang diletakkan di
bagian kemasan akan terlihat perubahan warna dari putih
kekuningan menjadi hitam.
b. Indikator kimia internal
68

Diletakkan pada bagian dalam dari kemasan, kemudian


akan terlihat perubahan warna dari putih kekuningan
menjadi hitam.
c. Indikator mekanik/fisika
Berupa lembaran yang diletakkan dalam chamber
autoclave, kemudian akan terlihat grafik proses sterilisasi.
Pada grafik proses sterilisasi terlihat hubungan antara suhu
(T) dan tekanan (P).
d. Indikator biologi
Berisi bakteri Bacillus Stearothermophyllus
(indikator yang peka terhadap perubahan suhu). Pengujian
dilakukan dengan memasukkan bakteri tersebut ke dalam
autoclave dan diinkubasi selama 24 jam.Posisi awal bakteri
tersebut berwarna ungu. Setelah diinkubasi dan tidak ada
perubahan warna pada media bakteri, menandakan bahwa
alat sudah steril.
e. Indikator Bowie Dick
Indikator ini digunakan untuk mengetahui apakah
pompa vakum mesin berjalan dengan baik atau tidak.
2) Proses sterilisasi dengan gas etilen oksida
Alat-alat operasi, laken, atau jas operasi yang tahan
pemanasan disterilkan dalam autoklaf, sedangkan yang tidak
tahan pemanasan seperti kaca, selang dan sarung tangan
disterilkan dengan gas etilenoksida. Sterilisasi dengan gas
etilen oksida menggunakan indikator, antara lain :
a. Indikator fisika
Menggunakan alat Dosimeter, terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi ungu kehitaman.
b. Indikator kimia internal
Diletakkan pada bagian dalam kemasan, kemudian
akan terlihat perubahan warna dari hijau menjadi merah.
c. Indikator kimia eksternal
69

Terlihat perubahan warna dari merah menjadi kuning.


d. Indikator biologi
Berisi bakteri Bacillus Subtilis Kekurangan
sterilisasi etilen oksida yaitu meninggalkan residu yang
iritatif untuk jaringan.Prosedurnya lambat, makan waktu
dan alatnya mahal. Dan Keuntungan penggunaan etilen
oksida adalah mudah menembus plastic dan mensterilkan
isi bungkusan-bungkusan.
3) Proses Sterilisasi dengan plasma
Sterilisasi dengan plasma ini menggunakan suhu yang
rendah (low temperature) atau yang disebut juga Stericool
menggunakan suhu > 50o C. Keuntungan sterilisasi plasma
adalah waktu sterilisasi yang lebih cepat. Sterilisasi tergantung
pada barang-barang yang akan disterilisasi sebagai berikut:
a. Sterilisasi Permukaan (Program Singkat/P1) membutuhkan
waktu 31 menit.
b. Sterilisasi barang dengan muatan berongga-rongga
(Program Standar/P2) membutuhkan waktu 52 menit.
c. Sterilisasi barang yang bermuatan dengan lumen sempit dan
d. permukaan yang menempel (Program Intens/P3)
membutuhkan waktu 61 menit.
C. Pendistribusian
Pengawasan mutu (Quality Control) yang dilakukan di basterilisasi
meliputi 3 hal yaitu :
1. Ruangan
Pengawasan mutu yang dilakukan di ruangan melalui kultur
ruangan dengan menggunakan uji swab, terutama untuk daerah
penyimpanan. Penyimpangan koloni pada ruangan dengan
penentuan jumlah bakteri. Bila jumlah bakteri dalam ruangan besar
dari 5 maka dapat dikatakan kondisi ruangan buruk dan bila
jumlah bakteri dalam ruangan kecil dari 5 maka dapat dikatakan
kondisi ruangan baik.
70

2. Air
Pengawasan juga dilakukan terhadap mutu air yang
digunakan dalam sterilisasi. Proses pengawasan dilakukan dengan
tes kesadahan. Tujuan test kesadahan ini adalah untuk mencegah
terjadinya karatan pada alat atau instrumen. Air yang digunakan
adalah water softener yang mengandung resin, untuk mencegah
resin mengalami kejenuhan maka ditambahkan garam halus secara
berkala. Tes kesadahan terhadap air ini dilakukan dengan cara
mengambil sedikit air lalu ditampung di tabung reaksi lalu
ditambahkan tablet water hardness. Jika air berwarna biru maka
dikatakan air sesuai dengan standar, tetapi bila air berwarna ungu
maka dikatakan kadar hardness melebihi standar.
3. Penentuan kadaluarsa (Expired Date)
Hasil sterilisasi dilakukan dengan pengujian hasil sampel
yang telah disterilkan untuk diuji di laboratorium. Untuk alat yang
dibungkus perkamen/kain test dilakukan berdasarkan penyimpanan
1 hari sampai dengan 8 hari. Bila kondisi penyimpanan setelah
diuji baik adalah selama 7 hari, maka dapat dikatakan bahwa
kondisi yang baik dalam penyimpanan adalah dalam 7 hari.Bila
lebih dari 7 hari maka harus dilakukan sterilisasi ulang. Untuk alat
yang dibungkus plastik test dilakukan berdasarkan penyimpanan 1
sampai 4 bulan, jika dalam bulan ke empat terdapat kuman maka
dilakukan test pada bulan ke tiga minggu pertama sampai ketiga,
jika dalam minggu pertama terdapat kuman maka test dilakukan
pada bulan ke tiga minggu pertama hari pertama sampai hari
ketujuh. Masa expired date ditentukan jika tidak ditemukan kuman.
Berdasarkan hasil test pengujian yang dilakukan pihak CSSD di
RSIJCP menyimpulkan bahwa untuk alat yang dibungkus dengan
kain (linen) mempunyai masa expired date selama 7 hari,
sedangkan untuk alat yang dibungkus dengan plastik (we pack)
expired date selama 3 bulan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Rumah Sakit Islam Jakata Cempaka Putih merupakan Rumah Sakit tipe B.
RS tipe B memberikan pelayanan paling sedikit, antara lain pelayanan medik,
pelayanan kefarmasian, pelayanan keperawatan dan kebidanan, pelayanan
penunjang klinik, pelayanan penunjang non klinik dan pelayanan rawat inap.
Pelayanan medik terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik spesialis
dasar, pelayanan medik spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis lain,
pelayanan medik subspesialis, pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakata Cempaka Putih merupakan
suatu departemen atau unit yang melaksanakan seluruh kegiatan terkait pelayanan
farmasi di Rumah Sakit Islam Jakata Cempaka Putih yang berada di bawah
direktur pelayanan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang apoteker pejabat
yang disebut Manajer Farmasi yang berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada Direktur Pelayanan. Manager Farmasi membawahi 2 kepala urusan, yaitu
kepala urusan pelayanan farmasi I dan kepala urusan pelayanan farmasi II. Kepala
Urusan Farmasi 1 dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh 5 Apoteker yang
membawahi Depo Rawat Jalan, Raudhah, IGD dan Pelayanan Unit, sedangkan
Kepala Urusan Farmasi 2 dibantu oleh 3 apoteker membawahi Depo Rawat Inap,
OK/ Mina dan CSSD. Seluruh Apoteker di Rumah Sakit Islam Jakata Cempaka
Putih bertanggung jawab terhadap rangkaian kegiatan pelayanan farmasi. Baik
dalam kegiatan Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP), serta kegiatan Pelayanan Farmasi Klinis kepada pasien agar
pasien memperoleh obat yang tepat dan terjamin.
Tenaga kefarmasian RS tipe B dibutuhkan apoteker paling sedikit 13
apoteker dengan jabatan yaitu, 1 orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi
Rumah Sakit, 4 orang apoteker bertugas di rawat jalan, 4 orang apoteker bertugas
di rawat inap, 1 orang apoteker di instalasi gawat darurat,1 orang apoteker di
ruang ICU, 1 orang apoteker sebagai koordinator penerimaan dan distribusi yang
dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat

71
72

jalan, 1 orang apoteker sebagai koordinator produksi yang dapat merangkap


melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan. Apoteker yang
ada di RS Islam Jakarta berjumlah 9 orang, dengan demikian dibutuhkan tenaga
apoteker sebanyak 4 orang lagi.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan dan bahan medis habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan
pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai meliputi
pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi.
Sistem Pengelolaan Sediaan Farmasi di RSIJ Cempaka Putih telah sesuai dengan
UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yaitu menggunakan Sistem Satu
Pintu.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam Jakata Cempaka Putih memiliki
tujuan untuk memberikan pelayanan kefarmasiaan yang bermutu tinggi kepada
semua lapisan masyarakat sebagai bagian yang tidak dipisahkan dari pelayanan
dengan menyelenggarakan pelayanan farmasi dan sterilisasi yang optimal, baik
dalam keadaan biasa maupun darurat yang dilaksanakan secara profesional dan
Islami sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan tuntutan ajaran Islam
dengan tidak memandang agama, golongan, dan kedudukan.
1. Tahapan pengelolaan sedian farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
a. Pemilihan
Pada tahap Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai, Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
menggunakan metode konsusmsi, epidemiologi dan kombinasi.
Sedangkan untuk produk BPJS pemilihan obat dan alat kesehatan
dilakukan berdasarkan pada Formularium dan e-catalogue. Formularium
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih disusun mengacu kepada
Formularium Nasional yang dibuat oleh Panitia Farmasi Terapi (PFT).
Alur penyusunan dan penetapan formularium RSIJ Cempaka Putih
sebagai berikut :
1. Staf Medik Fungsional (SMF) mengajukan usulan melalui Ka. SMF.
73

2. Sekretaris PFT menyiapkan data penyusunan formarium RS yang


diajukan SMF, sedangkan bagian farmasi menyiapkan data
penggunaan obat berdasarkan analisa penjualan dan data
ketersediaan.
3. Pada rapat pleno anggota PFT menyampaikan pertimbangan rasional
farmakoterapi berdasarkan Evidence Based Medicine (EBM) dan
pertimbangan bisnis. Kemudian PFT menyusun laporan pleno yang
akan diberikan kepada direksi.
4. Direksi menerima laporan daftar item formularium.
5. Direksi akan memutuskan setuju atau tidak, apabila setuju maka
direksi akan membuat Surat Keputusan penetapan dan pemberlakuan
formularium Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Apabila
tidak setuju akan dikembalikan ke PFT untuk direvisi kembali sesuai
ketentuan dari direksi. Formularium RSIJ Cempaka Putih direvisi
setiap 3 tahun dan pada tiap 6 bulan atau maksimal 1 tahun
dilakukan evaluasi daftar obat yang masuk dan keluar dari
formularium RS.
b. Perencanaan
Pada tahap perencanaan kebutuhan, pedoman yang dipertimbangkan
yaitu anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, sisa persediaan dan data
pemakaian periode yang lalu, waktu tunggu pemesanan dan rencana
pengembangan.
c. Pengadaan
Pada tahap pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih diperoleh
dari pembelian, produksi sendiri dan sumbangan. Pengadaan perbekalan
farmasi dilaksanakan oleh bagian logistik perbekalan obat dan alat
kesehatan. Untuk pengadaan Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
mengharuskan lead time selama 1 hari dengan masa kedaluwarsa
minimal 2 tahun terkecuali vaksin atau cito.
74

d. Penerimaan
Pada tahap penerimaan dilakukan di gudang logistik perbekalan
kesehatan. Ketika barang datang maka petugas penerima barang akan
melakukan kesesuaian obat atau alat kesehatan yang dipesan dengan
melihat faktur dan jika telah sesuai maka dilakukan pengecekan antara
surat pesanan pembelian dengan perbekalan farmasi yang datang seperti
item obat dan item sediaan disertai dengan pengecekan fisik barang,
nomor bets serta keutuhan barang baik jumlah, jenis, spesifikasi, mutu,
harga, serta diskon sesuai dengan kondisi fisik yang diterima. Kemudian
seluruh dokumen terkait penerimaan barang disimpan dengan baik. Masa
kadaluarsa obat yang diterima adalah minimal 2 tahun kecuali sangat
dibutuhkan. Pada saat penerimaan dilakukan pencatatan waktu kedatangan
barang. Khusus obat narkotika hanya dapat di terima oleh Kepala Instalasi
Farmasi Rumah Sakit.
e. Penyimpanan
Pada penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai disusun berdasarkan bentuk sediaan, jenis bahan, suhu
penyimpanan dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip
First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO).
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang nama, obat, penampilan dan pengucapan yang mirip/Look Alike
Sound Alike (LASA) tidak ditempatkan berdekatan, dikasih jarak satu/dua
kotak dengan obat lain dan diberi penandaan khusus (label LASA) untuk
mencegah kesalahan pengambilan obat. Obat high alert disimpan di
tempat terpisah diberi stiker high alert dan tempat penyimpanannya diberi
penandaan dengan lakban merah, untuk menghindari terjadinya kesalahan-
kesalahan serius (sentinel event) dan merupakan obat berisiko tinggi yang
dapat mengakibatkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD). Obat-
obatan yang membutuhkan tempat penyimpanan khusus di lemari
pendingin disimpan di lemari pendingin dengan suhu tertentu.
Penyimpanan vasksin sebaiknya disimpan pada lemari pendingin yang
memiliki 2 kompartemen untuk menjaga stabilitasnya, serta dilakukan
75

pengaturan penataan vaksin. Penyimpanan pada lemari pendingin telah


dilakukan monitoring suhu dua kali sehari pada pagi dan siang hari setiap
hari. Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih juga telah menyiapkan
penyimpanan obat emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan, yaitu
berupa troly emergency yang tersedia pada tiap ruangan pelayanan pasien
serta emergency kit yang tersedia di ambulan. Pada tahap pemilihan hingga
penyimpanan di gudang utama dilakukan oleh apoteker dibagian logistik
yang dikepalai oleh Manajer Penunjang. Walaupun dalam strukturnya
terpisah, namun apoteker di bagian logistik tetap berkordinasi dengan
apoteker yang ada di Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dalam
memenuhi perbekalan farmasi di RSIJ Cempaka Putih.
f. Pendistribusian
Pada sistem pelayanan didistribusi di RSIJ Cempaka Putih yaitu
menggunakan sistem distribusi tidak langsung (Desentralisasi) meliputi
sistem distribusi total floor stock, resep individual, unit dosis dan sistem
kombinasi. Pada pelayanan farmasi rawat jalan menerapkan sistem
distribusi resep individual. Pada pelayanan farmasi rawat inap menerapkan
sistem distribusi kombinasi yaitu sistem floor stock dan unit dosis.
g. Pemusnahan
Pada tahap pemusnahan, dilakukan terhadap perbekalan farmasi
yang telah rusak atau kadaluarsa sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
Pemusnahan obat-obat narkotika, psikotropika, obat-obat tertentu (OOT)
pemusnahan dilakukan oleh bagian farmasi dengan cara menyampaikan
surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten dan Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat.
Pemusnahan dilakukan setiap 2 tahun sekali, pemusnahan tahun lalu
dilakukan pada tahun 2017 kemudian dilakukan pemusnahan pada tahun
2019. Proses pemusnahan di RSIJ Cempaka Putih dilakukan melalui pihak
ketiga yaitu PT. Jalan Hijau.
h. Pengendalian
Pada sistem pengendalian yang dilakukan dengan cara pencatatan
pada kartu stok dan komputerisasi, serta melakukan stok opname setiap 3
76

bulan sekali untuk mengecek kesesuaian stok fisik dengan komputer dan
untuk melakukan pemisahan terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang dapat diretur karena akan kedaluarsa
ataupun dimusnahkan. Pengendalian obat kosong dilakukan dengan
membeli dari RS cabang, antara lain Rumah Sakit Islam Pondok Kopi dan
Rumah Sakit Islam Sukapura.
i. Administrasi
Pada tahap terakhir yaitu tahap administrasi, melakukan kegiatan
pencatatan dan pelaporan. Kegiatan pencatatan dilakukan pada setiap
kegiatan yang dilakukan di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
untuk memudahkan penelusuran apabila terjadi masalah atau dokumen
yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan oleh dinas kesehatan. Pada
kegiatan pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan pelaporan eksternal.
Pelaporan internal disampaikan kepada Direktur Pelayanan sedangkan
pelaporan eksternal disampaikan kepada Dinas Kesehatan Jakarta Pusat,
seperti pelaporan narkotika dan psikotropika setiap bulan, maksimal
tanggal 10. Pelaporan narkotika dan psikotropika sudah menggunakan
sistem online yaitu pada situs www.sipnap.depkes.go.id.
2. Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
a. Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
Pelayanan Farmasi Rawat Jalan melayani pasien rawat jalan
dengan jaminan BPJS, jaminan perusahaan/asuransi maupun pasien
umum yang berlangsung selama 24 jam dan dibagi menjadi 3 shift yaitu :
Jam 07.00 – 14.00; 14.00 – 21.00 dan 21.00 – 07.00. Pelayanan farmasi
rawat jalan memiliki 2 orang apoteker yang bertanggung jawab terhadap
pelayanan. Farmasi rawat jalan RSIJ Cempaka Putih juga melayani
penyiapan obat TB-MDR (Multi Drug Resisten).
Alur pelayanan resep di farmasi rawat jalan dimulai dari
penerimaan resep dari pasien dan diberi nomor antrian resep. Kemudian
dilakukan skrining resep meliputi skrining administrasi, skrining
farmasetik dan skrining klinis. Pengecekan ketersediaan obat harus
dilakukan lalu data dimasukkan secara komputerisasi meliputi nama obat
77

serta jumlahnya. Petugas memberitahukan harga obat kepada pasien.


Setelah pasien membayar di kasir, maka obat bisa disiapkan. Resep
dikerjakan oleh beberapa petugas yang berbeda, mulai dari penyiapan
obat, peracikan obat, pengemasan obat serta pemberian etiket, dan
penyerahan obat. Hal ini dilakukan agar menghindari kesalahan yang
dapat terjadi saat obat disiapkan.
Alur penyerahan obat mulai dari memastikan identitas pasien
dengan lembar pendaftaran dan resep, pastikan obat sesuai seperti bentuk
sediaan, ukuran, dan jumlah obat. Pasien dipanggil berdasarkan nomor
antrian resep, petugas mengambil nomor resep dan menyebutkan nama
pasien. Obat diserahkan dengan memberikan penjelasan seperti indikasi
obat serta frekuensi pemakaian. Setelah pasien menerima obat, pasien
menandatangani, menulis nomor telepon dan nama penerima obat pada
lembar belakang resep.
Penyimpanan obat di farmasi rawat jalan berdasarkan bentuk
sediaan dan suhu penyimpanan obat. Obat disusun secara alfabetis serta
sistem First Expired First Out (FEFO) dan sistem First in First Out
(FIFO). Obat yang tergolong High Allert Medicines (HAM) diletakkan
pada lemari yang berbeda, diberi tanda garis merah di pinggiran lemari
serta diberi etiket berwarna merah dengan tulisan “High Allert
Medicines”. Obat narkotika dan psikotropika disimpan di lemari khusus
yang memiliki pintu ganda (double lock, double door) dan terkunci
standar dan tidak mudah diangkat. Obat termolabil seperti suppositoria,
insulin disimpan di dalam “chiller” dengan suhu sesuai standar yang
ditetapkan yakni antara 2˚ - 8˚ C. Farmasi rawat jalan memiliki ruangan
konseling pasien dan ruang khusus yang digunakan untuk penyiapan
sediaan elektrolit konsentrat atau biasa disebut IV Admixture. Petugas
yang mengencerkan elektrolit konsentrat hanya yang telah dilakukan
pelatihan dan mempunyai sertifikat.
b. Pelayanan Farmasi Rawat Inap
Pelayanan Farmasi rawat inap melayani resep dari pasien rawat
inap dan resep untuk karyawan di RSIJ Cempaka Putih. Farmasi rawat
78

inap memiliki 3 orang apoteker yang bertanggung jawab terhadap


pelayanan farmasi. Pelayanan farmasi rawat inap selama 14 jam dari
mulai jam 07.00-14.00 dan 14.00-21.00 WIB dibagi menjadi 2 shift. Alur
pelayanan resep di farmasi rawat inap dimulai dari penerimaan resep dari
pasien kemudian dilakukan skrining resep meliputi skrining administrasi,
skrining farmasetik dan skrining klinis. Pengecekan ketersediaan obat
harus dilakukan, lalu data dimasukkan secara komputerisasi meliputi
nama obat serta jumlahnya.
Pelayanan obat terhadap pasien rawat inap di RSIJ Cempaka Putih
menggunakan sistem Unit Dose Dispensing (UDD), yang merupakan
salah satu sistem distribusi obat, dimana petugas menyiapkan obat pasien
dalam bentuk tunggal untuk satu kali pemakaian setiap harinya. Sebelum
menyiapkan obat petugas mengecek lembar pengobatan pasien yang ada
di ruang rawat inap dengan lembar pengobatan pasien yang dipegang
farmasi. Obat yang disiapkan dimasukkan ke dalam wadah masing-
masing untuk pemberian pagi, siang dan malam sesuai dengan resep yang
diberikan oleh dokter. Setelah diberi label, selanjutnya obat yang telah
disiapkan tersebut tidak diserahkan kepada pasien, tetapi di ruang
perawat dan dimasukkan ke dalam tempat khusus sesuai dengan nama
pasien, lalu obat tersebut akan diserahkan oleh perawat secara langsung
kepada pasien pada waktu yang telah ditetapkan.
c. Pelayanan Farmasi Raudhah
Farmasi Raudhah melayani resep pasien rawat jalan non-BPJS,
jaminan perusahaan dan jaminan asuransi yang terbagi menjadi 2 shift
yaitu dari pukul 07.00 – 14.00 dan pukul 14.00 – 21.00 WIB. Pelayanan
farmasi Raudhah memiliki 2 orang apoteker yang bertanggung jawab
terhadap pelayanan. Farmasi Raudhah RSIJ Cempaka Putih juga melayani
resep dan penyiapan obat kemoterapi serta obat Anti Retro Viral (ARV).
Alur pelayanan resep farmasi raudhah sama dengan alur pelayanan resep
farmasi rawat jalan.
Pelayanan resep kemoterapi secara administrasi dilakukan di apotek
raudhah. Sebelum obat kemoterapi disiapkan, terlebih dahulu diperiksa
79

kelengkapan dokumen administrasinya seperti hasil laboratorium, protokol


terapi dan jadwal kemoterapi. Kemudian pasien ke pendaftaran rawat inap
untuk membuat jadwal tanggal terapi.
Farmasi Raudhah juga melayani resep terhadap pasien yang
mendapatkan terapi ARV, pelayanan pada resep obat ARV harus
melampirkan kartu kontrol pasien. Kartu kontrol pasien berisikan nama
obat-obatan yang digunakan oleh pasien, sehingga dapat berguna untuk
mengontrol perubahan terapi ARV yang didapatkan oleh pasien.
Penyimpanan dan penyusunan obat di farmasi raudhah sama seperti
di farmasi rawat jalan. Persediaan obat-obatan di farmasi raudhah terdiri
dari obat regular (non e-catalogue) dikarenakan resep pasien sebagian
besar merupakan pasien non-BPJS (Pribadi) dan pasien Asuransi.
d. Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Depo Farmasi IGD terdapat didalam ruangan IGD yang memberikan
pelayan 24 jam terhadap pasien di ruang IGD dan dibagi menjadi 3 shift.
Dimulai dari 07.00-14.00 : 14.00-21.00 : 21.00-07.00. Pada depo IGD
terdapat obat-obatan emergency seperti injeksi, cairan infus dan tablet
sublingual dan alkes. Petugas di depo IGD bertugas menyiapkan paket-
paket yang terdiri dari alat-alat kesehatan dalam bentuk paket maupun
satuan dan obat-obatan yang diperlukan untuk pasien di ruang IGD.
Alur permintaan obat dan alat kesehatan oleh perawat dilakukan
dengan mengisi form permintaan, kemudian bagian farmasi menyiapkan
obat dan alat kesehatan sesuai dengan yang tercatat dalam formulir
permintaan. Kemudian data dari formulir permintaan diinput ke dalam
sistem komputerisasi rumah sakit sebagai arsip dan lembar pembayaran
pasien.
Depo IGD juga menggunakan trolley emergency, yaitu troli yang
berisikan obat-obatan serta alat kesehatan yang bersifat darurat. Semua
trolley dikunci dan petugas farmasi akan memeriksa kelengkapan isinya
sesuai yang tertera di kartu trolley emergency dan mengisi obat atau alat
kesehatan yang kosong pada trolley emergency. Setiap penggunaan obat
80

dan alat kesehatan dalam trolley emergency harus dicatat di dalam buku
khusus trolley emergency.
e. Depo Mina
Depo farmasi mina berada digedung mina lantai 5, pelayanan
farmasi di depo mina dilaksanakan selama 24 jam yang dilakukan oleh 1
orang petugas yang dibagi menjadi 3 shift. Depo Mina melayani
permintaan dan bahan medis habis pakai untuk semua ruang perawatan
yang terdapat pada gedung mina, meliputi ruang : Shafa-Shafa, Shafa-
Annisa, Stroke Unit, Kemoterapi, Luka Bakar, PICU, NICU, ICU, ICCU,
Perinatology. Sistem penyimpanan obat/alat kesehatan/cairan di Depo
Mina berdasarkan jenisnya, bentuk sediaan serta stabilitas sediaan. Depo
Mina juga malaksanakan pelayanan obat terhadap pasien di ruang ICU,
ICCU, HCU, NICU, PICU menggunakan sistem UDD (Unit Dose
Dispensing), yang merupakan salah satu sistem distribusi obat, dimana
petugas menyiapkan obat pasien untuk setiap hari pemakaian dan
disiapkan dalam bentuk tunggal untuk satu kali pemakaian. Sistem UDD
dilaksanakan oleh 1 orang petugas UDD yang melakukan pengecekan dan
pengawasan pemberian obat terhadap pasien di ruangan tersebut.
f. Depo OK (Operatie Kamer)
Depo OK merupakan depo farmasi yang terletak di Gedung Mina
lantai 6 RSIJ Cempaka Putih yang bertugas melakukan pelayanan terhadap
semua keperluan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan pada proses
operasi selama 24 jam yang dibagi dalam 3 shift. Alur penyiapan obat di
depo OK yaitu petugas kamar bedah dan anastesi meminta pesanan obat
dan alat kesehatan menggunakan permintaan obat dan alat kesehatan
kepada Depo OK. Obat dan alat kesehatan disiapkan oleh petugas farmasi
di Depo OK dan di kemas di dalam box, kemudian diberikan kepada
perawat. Formulir permintaan obat dan alat kesehatan berbeda-beda isinya
tergantung pada tindakan operasi yang akan dilakukan. Petugas farmasi
yang menyiapkan obat dan alat kesehatan diruangan operasi menggunakan
pakaian khusus untuk ruangan operasi yang berguna menghindari
kontaminasi silang.
81

g. Pelayanan Unit dan Produksi


Pelayanan unit merupakan bagian dari pelayanan farmasi yang
bertugas untuk memenuhi permintaan obat-obatan yang di re-packing dan
alat kesehatan di lingkungan RSIJ Cempaka Putih yang melayani mulai
dari jam 07.30 – 15.00 WIB. Selain itu pelayanan unit juga memproduksi
sediaan dalam skala kecil seperti Perhydrol 3% dan Handrub serta
melakukan pengemasan kembali (repacking) terhadap sediaan-sediaan
seperti alkohol 70%, Betadine 3% 50 ml, Betadine 10 % 25 ml, 75 ml, 100
ml, 125 ml, dan kapsul calcii carbonas 500 mg. Produksi dilakukan bila
stok di ruangan sudah tinggal sedikit.
Alur permintaan obat dan alat kesehatan dilakukan secara
komputerisasi, setelah obat disiapkan maka petugas akan mengantarkan
obat tersebut ke ruangan. Sistem distribusi pada pelayanan unit yaitu Total
Floor Stock yang melayani pasien rawat inap yang membutuhkan obat dan
alat kesehatan secara cepat, pemakaian rutin untuk kepentingan pasien
yang bersangkutan dengan kebutuhan ruang perawatan. Pelayanan Unit
juga melayani unit lainnya meliputi radiologi, laboratorium, poliklinik,
farmasi rawat jalan, farmasi raudhah, Depo Mina, Depo OK, Depo IGD
dan farmasi rawat inap.
3. Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis yang dilakukan di RSIJ Cempaka Putih,
bahwa hampir semua kegiatan pelayanan farmasi klinis telah dijalankan,
namun tidak dilakukan secara optimal. Pelayanan farmasi klinis yang telah
dijalankan di RSIJ Cempaka Putih, yaitu pengkajian dan pelayanan resep,
penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi
obat, konseling, visit, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat
dan dispensing sediaan steril.
a. Pengkajian dan pelayanan resep
Pengkajian dan pelayanan resep dilakukan berdasarkan persyaratan
administrasi, farmasetik dan klinis. Pengkajian Resep di RSIJCP
dilakukan oleh seorang apoteker. Apoteker tersebut akan melakukan
pemeriksaan kembali sebelum menyerahkan obat dan akan dilakukan
82

pemeriksaan kembali oleh orang yang berbeda untuk memastikan tidak


adanya kesalahan yang terjadi.
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Kegiatan penelusuran riwayat penggunaan obat dilakukan
bersamaan dengan rekonsiliasi obat dengan menanyakan langsung
kepada pasien maupun keluarga keluarga pasien. Apoteker di RSIJCP
melakukan rekonsiliasi obat setiap hari hanya pada pasien baru yang
menjalani rawat inap. Kegiatan rekonsiliasi dilakukan dengan bertanya
langsung kepada pasien maupun keluarga pasien dan mengisi formulir
edukasi terintegrasi dan rekonsiliasi obat di rekam medis pasien.
Apoteker akan menanyakan 4 hal kepada pasien yaitu tentang alergi obat,
obat-obatan yang di bawa dari rumah, obat herbal yang digunakan dan
riwayat penyakit terdahulu. Selain itu, apoteker juga melakukan
pemberian informasi terkait obat yang diberikan kepada pasien,
menanyakan keluhan lain yang dirasakan oleh pasien selama
menggunakan obat-obatan, kemudian dilakukan pencatatan dan meminta
tanda tangan pasien pada formulir rekonsiliasi obat.
c. Rekonsiliasi Obat
Kegiatan rekonsiliasi obat ini bertujuan untuk mengetahui obat-
obat apa saja yang pernah digunakan pasien sebelum masuk RS dan untuk
membuat tindakan pengobatan pasien selanjutnya, apakah ada perubahan
terhadap dosis obat yang digunakan atau, obat tetap digunakan dengan
dosis yang sama atau perlu dilakukan penghentian pemberian obat.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat dilakukan oleh apoteker baik kepada
pasien dan / keluarga pasien, maupun kepada dokter, apoteker, perawat dan
profesi kesehatan yang lainnya terkait dengan obat, cara penggunaan obat,
dosis dan interaksi obat, yang dilakukan demi kepentingan pasien.
e. Konseling
Kegiatan konseling hanya dilakukan oleh apoteker kepada pasien
dan keluargan pasien. Pasien-pasien yang akan dikonseling terbatas pada
kriteria pasien tertentu, separti pasien dengan terapi obat jangka panjang/
83

penyakit kronis, pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi


sempit, pasien yang memperoleh polifarmasi, pasien dengan riwayat
kepatuhan rendah. Kegiatan konseling ini bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan pasien dalam minum obat sehingga memperoleh hasil
pengobatan yang optimal.
f. Visite
Visite di RSIJ Cempaka Putih dilakukan secara mandiri oleh
apoteker. Visite dilakukan dengan tujuan untuk mengamati kondisi klinis
pasien secara langsung. Layanan visite ditujukkan kepada pasien baru
(dalam 24 jam pertama), pasien dalam perawatan intensif, pasien yang
menerima obat lebih dari 5 jenis obat, dan pasien yang menggunakan obat
dengan indeks terapi sempit seperti digoxin dan phenytoin.
g. Pemantauan terapi obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat dilakukan dengan melihat rekam medik
pasien. Selain itu, RSIJCP telah melakukan UDD tiap harinya sehingga
petugas farmasi dapat dengan mudah mendata obat yang diberikan kepada
pasien dan memudahkan apoteker untuk melakukan monitoring terkait
pengobatan pasien. Dalam hal ini kriteria pasien yang perlu dilakukan PTO
adalah pasien yang menggunakan digoxin dan phenytoin atau obat dengan
indeks terapi sempit, pasien baru (dalam 24 jam pertama), pasien dalam
perawatan intensif, dan pasien yang menerima obat lebih dari 5 jenis.
h. Monitoring Efek Samping Obat
Pada kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) dilakukan
terkait dengan keluhan pasien kepada Apoteker terhadap obat yang
digunakan pasien, kemudian pihak farmasi akan mengkaji dan
menginformasikan ke PFT dan selanjutnya melaporkan ke BPOM, untuk
memberikan tindakan lanjutan apakah obat masih dapat diedarkan atau
tidak.

i. Evaluasi Penggunaan Obat


84

Evaluasi penggunaan obat di RSIJCP salah satunya dilakukan


melalui analisis resep. Apoteker akan melakukan analisis terkait resep dan
obat yang diperoleh pasien. Hasil analisis resep akan dibuat dalam bentuk
laporan dan dilaporkan tiap 3 bulan sekali.
j. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril yang dilakukan di RSIJ Cempaka Putih
meliputi, penanganan sediaan sitostastika dan pencampuran obat suntik
pada obat high alert dan elektrolit konsentrat. Kegiatan penanganan
sediaan sitostatika hanya dilakukan oleh depo farmasi raudhah, sedangan
untuk pencampuran obat suntik dan pengenceran elektrolit pekat dapat
dilakukan di depo farmasi rawat jalan. Penanganan sediaan sitostatik di
RSIJCP sudah memenuhi persyaratan yakni terdapat ruangan steril khusus
peracikan obat sitostatik yang berada di Gedung Mina lantai 2, petugas
yang melakukan dispensing adalah petugas yang sudah telah terlatih,
petugas diwajibkan menggunakan APD yang lengkap sehingga petugas
terlindung dari bahaya sediaan sitostatik serta tiap 6 bulan dilakukan
pemeriksaan kesehatan terhadap petugas tersebut. Sementara itu, untuk
pencampuran obat suntik dan penyiapan nutrisi parentral belum dilakukan
diruangan steril tetapi dilakukan dengan teknik aseptik.
Dari 11 pelayanan farmasi klinik yang mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Rumah Sakit, ada 1 pelayanan farmasi klinik ynag tidak
di jalankan yaitu PKOD. Hal ini dikarenakan keterbatasan alat serta
tingginya biaya untuk melakukan PKOD dirumah sakit. Dan di rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih terdapat 2 pelayanan farmasi klinik di
RSIJCP yang belum berjalan secara optimal yaitu konseling obat dan
visite kepada pasien. Proses pemberian konseling di RSIJCP belum
berjalan secara optimal karena sangat jarang dilakukan dan hanya
dilakukan kepada pasien tertentu saja ataupun atas dasar permintaan pasien
itu sendiri. Jika sering biasanya konseling pasien hanya untuk pasien yang
akan pulang dari perawatan inap. Begitu pula dengan pelayanan visite oleh
85

apoteker di RSIJCP masih dilakukan secara mandiri atau terpisah dari


dokter.
4. KESLING
Kesling di RSIJ Cempaka Putih bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Penunjang Pelayanan Klinik. Bertugas untuk Pengolahan dan
pengelolaan limbah di RSIJCP berada. Limbah di RSIJCP dibagi menjadi
limbah padat dan limbah cair. Limbah padat terdiri dari limbah padat medis
dan limbah padat non medis. Limbah padat non medis merupakan limbah
yang beasal dari dapur, perkantoran, taman dan lainnya yang dimasukan
kedalam kantong berwarna hitam dan di bawa ke TPS sebelum akhirnya
dibuang langsng ke TPA. Limbah padat medis dikemas dengan warna plastik
atau penampung limbah yang berbeda. RSIJ Cempaka Putih melakukan
penanganan limbah padat medis dengan bekerjasama dengan pihak ke tiga
yaitu PT. Wastek International untuk memusnahkan limbahnya. Hal ini
dikarenakan RSIJCP belum memiliki insinerator sendiri, sebab pengadaan
insinerator diperlukan persyaratan yang ketat terutama mengenai emisi hasil
pembakaran. Penanganan limbah padat non medis dilakukan dengan
pengumpulan limbah tersebut di ruang sampah.
Sementara itu, pengelolaan air limbah di RSIJCP dikelola secara
individu menggunakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) melalui
proses aerob dan anaerob, serta pada tahap akhir digunakan ikan sebagai
indikator yang memastikan bahwa air tersebut sudah bersih dan aman untuk
dialirkan ke lingkungan. Pada pagi hari dan sore hari juga dilakukan
pengecekan terhadap kualitas air yaitu pH, BOD dan COD. Pelaporan terkait
pengelolaan limbah yang memenuhi syarat harus dilaporkan setiap tiga bulan
sekali kepada Kementrian Lingkungan Hidup.
5. CSSD (Centralized Sterile Supply Departement)
Unit sterilisasi yaitu melakukan kegiatan mulai dari perencanaan,
pengadaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi serta
penyimpanan dan distribusi terhadap semua alat dan bahan medis habis pakai
yang ada di RSIJCP. Tujuannya untuk menciptakan kondisi steril dari alat dan
bahan medis habis pakai, mencegah terjadinya infeksi, menurunkan angka
86

kejadian infeksi dan membantu mencegah serta menanggulangi infeksi


nosokomial, efisiensi tenaga medis atau paramedis untuk kegiatan yang
berorientasi pada pelayanan terhadap pasien, serta menyediakan dan
menjamin kualitas sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan.
Alur penerimaan barang kotor dan barang bersih dilakukan melalui 2
jalur yang berbeda, hal ini untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau
kesalahan dalam pengerjaan. Setiap barang kotor yang diterima akan dicatat
pada buku penerimaan barang, begitu pula dengan barang bersih akan dicatat
pada buku penyerahan/pengambilan barang. Didalam buku tersebut tercatat
nama barang, jumlah barang, asal unit, tanggal dan waktu penerimaan,
petugas yang menyerahkan dan petugas yang menerima.
6. Rekam Medik
Rekam medis di RSIJCP merupakan catatan yang berisi profil
pengobatan pasien mulai masuk rumah sakit, baik di rawat inap maupun
rawat jalan. Tujuan dari adanya rekam medis adalah sebagai bentuk
administrasi, kepentingan hukum/legal, dokumentasi maupun edukasi
ditingkat pendidikan. Kegiatan yang dilakukan oleh bagian rekam medis
antara lain mengelola berkas pendaftaran dan penyimpanan data pasien di
rumah sakit.
Bagian rekam medis akan melakukan penyimpanan selama 5 tahun
dengan status rekam medis aktif. Jika pasien tersebut tidak melakukan
pengobatan di RSIJ Cempaka Putih dalam jangka waktu 5 tahun, data
tersebut kemudian dialihkan menjadi rekam medis inaktif dengan
penyimpanan selama 2 tahun. Apabila selama 7 tahun tersebut pasien tidak
melakukan pengobatan di RSIJCP, maka akan dilakukan retensi dengan hanya
mengambil berkas-berkas yang bernilai guna/penting.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami peroleh yaitu:
1. Apoteker memiliki tugas dan peran penting dalam pelaksanaan kegiatan di
Rumah Sakit yaitu untuk menyelanggarakan pelayanan kefarmasian yang
meliputi kegiatan manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta untuk menjamin tersedianya
produk yang aman dan berkualitas bagi pasien serta kegiatan farmasi
klinis.
2. Mengetahui pelayanan kefarmasian dalam bidang farmasi klinis,
Pelayanan kefarmasian di RS Islam Jakarta Cempaka Putih ada 10
kegiatan pelayanan farmasi klinis yang telah berjalan yaitu pengkajian dan
pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,
pelayanan informasi obat, konseling, visit, pemantauan terapi obat,
monitoring efek samping obat dan dispensing sediaan steril, evaluasi
penggunaan obat. Namun untuk konseling dan visite belum dilakukan
secara optimal karena keterbatasan jumlah tenaga apoteker. Pelayanan
farmasi klinis yang belum dilakukan yaitu PKOD.
3. Pelayanan kefarmasian dalam bidang manajerial di RS Islam Jakarta
Cempaka Putih untuk menyelenggarakan pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai, meliputi pemilihan, perencanaan
kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan administrasi.

5.2 Saran
1. Meningkatkan pelayanan farmasi klinis, yaitu konseling dan visite.
2. Menambah 4 orang apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam
Jakarta untuk meningkatkan kinerja yang lebih efektif.
3. Pembelian lemari pendingin dengan dua kompartemen untuk menyimpan
vaksin serta serta dilakukan pengaturan penataan vaksin.

87
88
DAFTAR PUSTAKA

Formularium Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. (2016). Jakarta


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
(2009). Jakarta
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
(2009). Jakarta
Undang-Undang republic Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan (2014). Jakarta
Undang-undang Kesehatan Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotik
(2009). Jakarta
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
(1997). Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1998 Tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan (1998). Jakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
(2009). Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (2016). Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Prekusor (2015). Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit (2014). Jakarta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2018 Tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika (2018). Jakarta

89
90

LAMPIRAN 1
STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
91

Anda mungkin juga menyukai