Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya kesehatan merupakan kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi

masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan

penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan


(1)
menyeluruh, terpadu, serta berkesinambungan . Upaya kesehatan dilakukan

melalui sarana kesehatan yang meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan

masyarakat (Puskesmas), Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, praktik

dokter, praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis,

praktik bidan, toko obat, apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Pedagang

Besar Farmasi (PBF), pabrik obat dan bahan obat, laboratorium kesehatan dan

sarana kesehatan lainnya. Dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, selain sarana

kesehatan juga diperlukan sediaan farmasi.

Menurut Undang−Undang Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 yang dimaksud

dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

Sediaan farmasi merupakan komponen paling penting dari pelayanan kesehatan di

apotek, terutama obat. Mengingat pentingnya sediaan farmasi dalam pelayanan

kesehatan, maka diperlukan sistem manajemen yang baik dan berkesinambungan

terkait pengelolaannya. Kekurangan jumlah sediaan farmasi, terutama obat di

sarana pelayanan kesehatan akan menurunkan tingkat kepercayaan konsumen

1
terhadap suatu apotek, oleh sebab itu sistem manajemen pengadaan menjadi hal

penting untuk dikelola dengan baik (2).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016, pengadaan

merupakan kegiatan yang dimaksud untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan.

Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang

tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan dilakukan

untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian, maka pengadaan sediaan farmasi

harus melalui jalur resmi (3).

Pelaksanaan pengadaan harus tersedia dalam jumlah yang cukup pada waktu

yang tepat dan harus diganti dengan cara teratur berdasarkan ketentuan yang

berlaku. Awal dari proses pengadaan adalah menentukan kebutuhan. Penentuan

kebutuhan merupakan dasar atau landasan bagi kegiatan pengadaan. Dalam

menentukan kebutuhan perlu diperhatikan bahwa barang yang dibutuhkan itu

memerlukan waktu agar proses pengadaan tersebut dapat dilaksanakan (4).

Penentuan kebutuhan sangat penting karena merupakan landasan kerja bagi

pelaksanaan pengadaan. Apabila terjadi kesalahan dalam menentukan kebutuhan

dapat menimbulkan pemborosan dan kerugian, baik itu pemborosan waktu kerja

juga kerugian material berupa uang. Kerugian semacam ini sering terjadi

dikarenakan kurangnya informasi mengenai persediaan barang dalam gudang

yang diakibatkan kesalahan dalam perencanaannya (4).

Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari

pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan

dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan dan pembayaran (3).

2
Pentingnya peran pengadaan yang tidak terlepas dari perencanaan dalam

pelayanan kefarmasian pada khususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya

membuat penulis tertarik untuk mengambil tema “Pengadaan Sediaan Farmasi”

dalam makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana alur proses pengadaan sediaan farmasi dan hal−hal apa saja yang

terkait dengan pengadaan sediaan farmasi tersebut?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui macam−macam bentuk sediaan farmasi.

2. Memahami alur atau proses pengadaan sediaan farmasi, serta hal−hal yang

terkait didalamnya.

1.4 Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang manajemen

pengelolaan sediaan farmasi dalam pelayanan kesehatan terutama dalam hal

perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sediaan Farmasi

Menurut Undang−Undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 yang dimaksud

dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.

2.1.1 Obat

Menurut Undang−Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 obat adalah bahan

atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat terbagi menjadi 4 golongan

sebagai berikut.

1. Obat bebas

Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran

hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : parasetamol.

Gambar 2.1 Logo obat bebas

2. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi

masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda

4
peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah

lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM.

Gambar 2.2 Logo dan peringatan obat bebas terbatas

3. Obat keras dan psikotropika

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran

merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : asam mefenamat.

Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Contoh : diazepam, fenobarbital.

Gambar 2.3 Logo obat keras dan psikotropika

4. Narkotika

Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan

menimbulkan ketergantungan. Contoh : morfin, petidin (5).

5
Gambar 2.4 Logo narkotika

2.1.2 Bahan obat

Bahan obat berupa substansi yang memenuhi syarat−syarat Farmakope

Indonesia atau buku resmi lainnya yang ditetapkan oleh pemerintah.

2.1.3 Obat tradisional

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan,

bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan−bahan

tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan

pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu dari bahan tumbuh−tumbuhan,

bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau campuran bahan−bahan tersebut. Obat

tradisional secara turun−temurun telah digunakan untuk kesehatan berdasarkan

pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai aspek masyarakat

mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah karena obat tradisional

mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk

pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit(6). Obat tradisional

dikelompokkan menjadi tiga sebagai berikut.

1. Jamu

Jamu adalah obat tradisional yang diracik secara turun−temurun digunakan

untuk pengobatan dan belum dibuktikan secara ilmiah (uji praklinis dan klinis).

6
Gambar 2.5 Logo jamu

2. Obat herbal terstandar

Obat herbal terstandar adalah obat tradisional atau jamu yang telah

dibuktikan dengan uji praklinis.

Gambar 2.6 Logo obat herbal terstandar

3. Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah obat tradisional paling modern yang telah melewati

pembuktian ilmiah baik uji praklinis maupun uji klinis.

Gambar 2.7 Logo fitofarmaka

2.1.4 Kosmetik

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan di

luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital wanita

bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan,

mengharumkan, mengubah penampilan, memperbaiki bau badan atau melindungi

dan memelihara tubuh dalam kondisi baik (7).

7
2.2 Perencanaan

2.2.1 Pengertian perencanaan

Perencanaan adalah suatu proses penyusunan secara sistematis mengenai

kegiatan−kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah−masalah yang


(8)
dihadapi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Pengertian

perencanaan mempunyai banyak macamnya akan tetapi yang dianggap penting

antara lain dikemukakan sebagai berikut (9).

1. Billy E. Goetz yang mengemukakan bahwa perencanaan adalah kemampuan

untuk memilih dari berbagai kemungkinan yang tersedia dan yang

dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan.

2. Drucker mengemukakan bahwa perencanaan adalah suatu proses kerja yang

terus−menerus meliputi pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan

penting yang akan dilaksanakan secara sistematik, melakukan

perkiraan−perkiraan dengan mempergunakan segala pengetahuan yang ada

tentang masa depan, mengorganisir secara sistematik segala upaya yang

dipandang perlu untuk melaksanakan segala keputusan yang telah

ditetapkan, serta mengukur keberhasilan dari pelaksanaan keputusan tersebut

dengan membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah

ditetapkan melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah

disusun secara teratur dan baik.

3. Menurut Levey dan Loomba, perencanaan adalah suatu proses menganalisis

dan memahami sistem yang dianut, merumuskan tujuan umum dan tujuan

khusus yang ingin dicapai, memperkirakan segala kemampuan yang

dimiliki, menguraikan segala kemungkinan yang dapat dilakukan untuk

8
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menganalisis efektivitas dari

berbagai kemungkinan tersebut, menyusun perincian selengkapnya dari

kemungkinan yang terpilih, serta mengikatnya dalam suatu sistem

pengawasan yang terus−menerus sehingga dapat dicapai hubungan yang

optimal antara rencana yang dihasilkan dengan sistem yang dianut.

Perencanaan sediaan farmasi adalah suatu proses kegiatan seleksi sediaan

farmasi untuk menetapkan jenis dan jumlah obat, bahan obat, jamu atau kosmetik

yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar

termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan (8).

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 35 Tahun 2014 dalam membuat

perencanaan pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan

masyarakat.

2.2.2 Tujuan perencanaan

Adapun tujuan perencanaan secara umum diantaranya sebagai berikut (9).

1. Membantu para pelaksana dalam melaksanakan program dengan

perencanaan yang baik maka setiap pelaksana akan memahami rencana

tersebut dan akan merangsang para pelaksana untuk dapat melakukan beban

tugas masing−masing dengan sebaik−baiknya.

2. Membantu para pelaksana untuk membuat perencanaan pada masa depan,

jadi hasil yang diperoleh dari suatu pekerjaan perencanaan pada saat ini

dapat dimanfaatkan sebagai pedoman untuk menyusun rencana kerja pada

masa depan dan demikian seterusnya.

9
3. Sebagai upaya pengaturan baik dalam bidang waktu, tenaga pelaksana,

sarana, biaya, tujuan, lokasi serta macam organisasi pelaksananya.

4. Guna memperoleh dukungan baik berupa dukungan legislatif (melalui

peraturan ataupun perundang−undangan), dapat berupa dukungan moril

(persetujuan masyarakat ataupun dukungan materiil dan finansial (biasanya

dari para sponsor).

Dengan demikian dapat disimpulkan adapun tujuan perencanaan sediaan

farmasi adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui jenis dan jumlah sediaan farmasi yang tepat sesuai dengan

kebutuhan.

2. Menghindari terjadinya kekosongan sediaan farmasi, terutama obat.

3. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.

4. Meningkatkan efisiensi penggunaan sediaan farmasi, terutama obat.

Adapun yang menjadi pedoman dalam perencanaan pengadaan sediaan

farmasi yaitu DOEN, formularium rumah sakit, standar terapi rumah sakit,

ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia,

penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang

lalu, serta rencana pengembangan.

2.2.3 Tahapan−tahapan perencanaan sediaan farmasi

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002) berbagai

kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan kebutuhan sediaan farmasi adalah

sebagai berikut (10).

10
1. Tahap pemilihan

Fungsi dari pemilihan atau penyeleksian adalah untuk menentukan apakah

sediaan farmasi tersebut benar−benar diperlukan dan sesuai dengan jumlah

penduduk serta pola penyakit. Pengadaan obat yang baik diperoleh dengan diawali

dasar−dasar seleksi kebutuhan obat diantaranya sebagai berikut.

 Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit.

 Obat memiliki keamanan, kemanjuran yang didukung dengan bukti ilmiah.

 Obat memiliki manfaat yang maksimal dengan risiko yang minimal.

 Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas

maupun bioavaibilitasnya.

 Biaya pengobatan mempunyai rasio antara manfaat dengan biaya yang baik.

 Apabila pilihan lebih dari satu, maka dipilih yang paling baik, banyak

diketahui dan farmakokinetiknya yang paling menguntungkan.

 Mudah diperoleh dengan harga terjangkau.

 Obat sedapat mungkin merupakan sediaan tunggal.

Pada tahap seleksi sediaan farmasi harus pula dipertimbangkan dampak

administratif, biaya yang ditimbulkan, kemudahan dalam mendapatkan,

kemudahan dalam penyimpanan, kemudahan untuk didistribusikan, dosis yang

sesuai dengan kebutuhan terapi, sediaan farmasi yang dipilih sesuai dengan

standar terjamin. Guna menghindari risiko yang dapat terjadi harus pula

mempertimbangkan kontra indikasi, peringatan dan perhatian juga efek samping

dari sediaan farmasi yang dipilih.

11
2. Tahap kompilasi pemakaian

Kompilasi pemakaian berfungsi untuk mengetahui pemakaian bulanan tiap

jenis sediaan farmasi selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok

optimum. Informasi yang didapatkan dari kompilasi pemakaian sebagai berikut.

 Jumlah pemakaian sediaan farmasi.

 Persentase pemakaian sediaan farmasi terhadap total pemakaian setahun.

 Pemakaian rata−rata tiap jenis sediaan farmasi untuk tingkat kabupaten/kota.

Manfaat dari informasi−informasi yang didapat yaitu sebagai sumber data

dalam menghitung kebutuhan sediaan farmasi untuk pemakaian satu tahun

mendatang dan sebagai sumber data dalam menghitung stok atau persediaan

pengaman dalam rangka mendukung penyusunan rencana distribusi.

3. Tahap perhitungan kebutuhan

Menentukan kebutuhan merupakan tantangan berat yang harus dihadapi oleh

Apoteker. Masalah kekosongan atau kelebihan sediaan farmasi, terutama obat

dapat terjadi apabila informasi semata−mata hanya berdasarkan informasi yang

teoritis terkait kebutuhan pelayanan kesehatan. Dengan koordinasi dan proses

perencanaan untuk pengadaan sediaan farmasi secara terpadu serta melalui

tahapan seperti di atas, maka diharapkan sediaan farmasi yang direncanakan dapat

tepat jenis, tepat jumlah serta tepat waktu.

Menurut Wheelright yang dikutip dari Silalahi (1989) ada tiga cara yang

mendasar dalam hal penetapan jumlah persediaan sediaan farmasi, terutama obat

yang harus diperhatikan pada saat perencanaan manajemen persediaan yaitu

sebagai berikut.

12
 Populasi yaitu berdasarkan banyaknya jumlah pasien yang datang dengan

keluhan penyakit tertentu, maka dapat dilihat jenis obat atau kebutuhan

sediaan farmasi apa yang banyak digunakan untuk mengatasi keluhan

tersebut dan berapa banyak jumlah yang dibutuhkan.

 Pelayanan yaitu jenis pelayanan apa yang banyak dilakukan dalam kegiatan

perawatan dan pengobatan, serta tentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi

yang digunakan (berdasarkan jenis pelayanan dan jenis penyakit yang

dominan).

 Konsumsi yaitu jumlah sediaan farmasi yang pemakaiannya berdasarkan

data pemakaian yang digunakan pasien secara rutin, biasanya dilakukan

pada penggunaan obat dan cara ini pemakaiannya stabil (pengumpulan data

berdasarkan pemakaian sebelumnya).

Pendekatan dalam menentukan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan

berbagai metode yaitu sebagai berikut.

 Metode konsumsi

Didasarkan atas analisis konsumsi tahun sebelumnya untuk menghitung

jumlah sediaan farmasi yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu

diperhatikan hal−hal seperti pengumpulan dan pengolahan data, analisis data

untuk informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan, penyesuaian

jumlah kebutuhan dengan alokasi dana.

Jenis−jenis data yang perlu dipersiapkan dalam metode konsumsi yaitu

alokasi dana, daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, sediaan

hilang atau rusak, kadaluarsa, kekosongan, pemakaian rata−rata atau pergerakan

13
sediaan farmasi per tahun, lead time, stok pengaman dan perkembangan pola

kunjungan (11).

Adapun langkah−langkah perhitungan dengan metode konsumsi adalah

dengan menghitung pemakaian rata−rata sediaan farmasi X per bulan pada tahun

sebelumnya (a), kemudian hitung pemakaian pada tahun sebelumnya (b), hitung

stok pengaman yang pada umumnya berkisar 10−20 % dari pemakaian dalam satu

bulan (c), serta menghitung kebutuhan pada waktu tunggu (lead time) yang

umumnya berkisar antara 3−6 bulan (d). Kebutuhan sediaan farmasi tahun

sebelumnya adalah (e) = b + c + d. Rencana pengadaan tahun selanjutnya adalah

hasil perhitungan dari kebutuhan tahun sebelumnya (e) – sisa stok (10).

 Metode morbiditas

Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan berdasarkan pola

penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan lead time. Langkah−langkah dalam

metode ini adalah dengan menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani,

menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit,

menyediakan standar atau pedoman pengobatan yang digunakan, menghitung

perkiraan kebutuhan dan penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan menggunakan

metode morbiditas yaitu perkiraan jumlah populasi, menetapkan pola morbiditas

penyakit berdasarkan kelompok umur dan penyakit, frekuensi kejadian

masing−masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur

yang ada, menghitung perkiraan jumlah dan masing−masing jenis sediaan farmasi

untuk setiap diagnosa yang dibandingkan dengan standar pengobatan,

14
menggunakan pedoman pengobatan yang ada untuk menghitung jenis, jumlah,

dosis, frekuensi dan lama pemberian obat.

Menurut pedoman pengadaan dapat dilakukan sebagai berikut. Menghitung

masing−masing jumlah yang diperlukan tiap penyakit berdasarkan pada pedoman

pengobatan, pengelompokkan dan penjumlahan masing−masing sediaan farmasi,

menghitung jumlah kebutuhan yang akan datang dengan mempertimbangkan

factor peningkatan kunjungan, lead time, dan stok pengaman (buffer stock),

menghitung jumlah yang harus diadakan pada tahun anggaran yang akan datang

dengan rumus : kebutuhan obat yang akan datang – sisa stok.

Buku defekta harus dipersiapkan pada tahap ini untuk mencatat sediaan

farmasi apa saja yang habis stoknya. Dari buku defekta inilah, seorang apoteker

mengambil keputusan untuk pemesanan barang. Metode perencanaan yang paling

sering digunakan adalah metode epidemiologi, konsumsi, kombinasi dan just in

time.

4. Tahap proyeksi kebutuhan

Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (11).

 Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang.

Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara

waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata−rata tiap bulan ditambah stok

penyangga (buffer stock).

 Menghitung rancangan pengadaan periode tahun yang akan datang.

Perencanaan pengadaan tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai

berikut : a = b + c + d – e – f

Keterangan :

15
a : Rancangan pengadaan tahun yang akan datang

b : Kebutuhan untuk sisa periode berjalan ( Januari–Desember)

c : Kebutuhan untuk tahun yang akan datang

d : Rancangan stok akhir

e : Stok awal periode berjalan per stok per 31 Desember di gudang

f : Rencana penerimaan pada periode berjalan (Januari–Desember)

 Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan.

Rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dihitung dengan melakukan

analisis ABC−VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian, serta

menyusun prioritas kebutuhan dasar dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan data

10 penyakit terbesar.

 Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran.

Dilakukan melalui kegiatan penetapan kebutuhan anggaran untuk

masing−masing sediaan farmasi bersumber per anggaran, menghitung persentase

belanja untuk masing−masing sediaan farmasi terhadap masing−masing sumber

anggaran, serta menghitung persentase anggaran masing−masing sediaan farmasi

terhadap total anggaran dari semua sumber (10).

5. Tahap penyesuaian rencana pengadaan

Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaaan sediaan farmasi

dengan jumlah dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah

rencana pengadaan, skala prioritas masing−masing jenis sediaan farmasi dan

jumlah kemasan untuk rencana pengadaan sediaan farmasi tahun yang akan

datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi

adalah sebagai berikut (11).

16
 Analisis ABC

Berdasarkan berbagai observasi dalam inventori manajemen yang paling

banyak menemukan tingkat konsumsi per tahun dengan hanya diwakili oleh

sejumlah item yang relatif kecil. Sebagai contoh, dari pengamatan terhadap

pengadaan obat dijumpai bahwa sebagian besar dana (70%) digunakan untuk

pengadaan, dimana 10% dari jenis atau item yang paling banyak digunakan,

sedangkan sisanya sekitar 90% item (sebagian besar item) menggunakan dana

sebesar 30%. Analisis ABC biasa digunakan untuk pengadaan obat dengan

mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya.

Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70 % dari jumlah dana obat

keseluruhan. Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 20 % dari jumlah dana obat

keseluruhan. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana

pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 10 % dari jumlah dana obat

keseluruhan.

Analisis ABC dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu analisis ABC

pemakaian yang dilakukan dengan mengumpulkan daftar jenis obat dalam satu

periode, membuat daftar pemakaian dari masing−masing jenis obat, jumlah

pemakaian masing−masing jenis obat diurutkan berdasarkan jumlah pemakaian

terbanyak ke jumlah pemakaian yang terkecil, menghitung persentase untuk

masing−masing dan persentase kumulatifnya, serta mengelompokkan obat

menjadi 3 kelompok berdasarkan persentase 70−20−10 (sampai dengan 70%

masuk kelompok A, 71–90% masuk kelompok B, lebih dari 90% masuk

17
kelompok C). Analisis ABC investasi yang dilakukan dengan mengumpulkan

seluruh daftar jenis obat selama satu periode, mencatat harga pembelian

masing−masing jenis untuk periode tersebut, menghitung biaya pemakaian setiap

jenis dengan cara mengkalikan antara jumlah pemakaian dengan harga satuan,

menyusun nilai investasi dari yang terbesar hingga yang terkecil, menghitung

persentase dan kumulatifnya, mengelompokkan obat menjadi 3 kelompok dengan

persentase 70−20−10 (10).

 Analisis VEN

Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang

terbatas adalah dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak

tiap jenis obat pada kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat

dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu kelompok V (kelompok obat−obatan

yang harus tersedia atau vital karena dipakai untuk tindakan penyelamatan hidup

manusia atau untuk pengobatan penyakit yang menyebabkan kematian, contohnya

life saving drugs, obat untuk pelayanan kesehatan dasar dan obat untuk mengatasi

penyakit−penyakit penyebab kematian terbesar), kelompok E (kelompok

obat−obatan esensial yang banyak digunakan dalam tindakan atau dipakai di

seluruh unit Rumah Sakit, biasanya merupakan obat yang bekerja secara kausal

atau obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit) dan kelompok N

(obat−obatan penunjang atau pelengkap yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa

dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan

ringan).

Penggolongan obat dengan analisis VEN dapat digunakan untuk

penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia,

18
obat−obatan yang perlu ditambah atau dikurangi dapat didasarkan atas

pengelompokkan obat menurut VEN. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat

yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat. Terlebih

dahulu diperlukan kriteria penentuan VEN dalam penyusunan daftar VEN.

Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu

dipertimbangkan kondisi dan kebutuhan masing−masing wilayah. Kriteria yang

disusun dapat mencakup berbagai aspek antara lain klinis, konsumsi, target

kondisi dan biaya (10).

 Analisis ABC−VEN

Selain menggunakan analisis ABC dan VEN dalam penyesuaian jumlah

sediaan farmasi berupa obat dengan dana yang tersedia untuk mengatasi perkiraan

kebutuhan yang lebih besar dari dana yang tersedia dapat digunakan pula analisis

ABC−VEN yang merupakan penggabungan analisis ABC dan VEN kedalam

suatu matriks, sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matriks dapat dibuat seperti

berikut.

Matriks Analisis ABC−VEN

A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC

Matriks diatas dapat dijadikan dasar untuk menetapkan prioritas, dalam

rangka penyesuaian anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Jenis

barang yang bersifat vital (VA, VB, VC) merupakan pilihan utama untuk dibeli

atau memerlukan perhatian khusus, sebaliknya barang yang non esensial tetapi

menyerap anggaran banyak (NA) dijadikan prioritas untuk dikeluarkan dari daftar

19
belanja. Hasil analisis ABC dan VEN dapat digunakan dalam menghemat biaya

dan meningkatkan efisiensi misalnya dalam pengelolaan stok, penetapan harga

satuan obat, penetapan jadwal pengiriman, pengawasan stok dan monitoring umur

pakai obat (12).

2.3 Pengadaan

Menurut keputusan Menteri Kesehatan, pengadaan sediaan farmasi harus

melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang−undangan untuk

menjamin kualitas pelayanan kefarmasian. Pengadaan sediaan farmasi merupakan

suatu proses yang dimaksud untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Proses manajemen sediaan farmasi dapat terbentuk dengan baik apabila didukung

dengan kemampuan sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. Tujuan utama

pengadaan adalah tersedianya sediaan farmas yang berkualitas baik, tersebar

secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan (4).

Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedianya

sediaan farmasi dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan

pelayanan. Kriteria yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan adalah sebagai berikut (1).

 Hanya membeli sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang telah

memiliki izin edar atau nomor registrasi.

 Mutu sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat dipertanggung

jawabkan.

 Pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dari jalur resmi, yaitu

pedagang besar farmasi, industri farmasi, apotek dan lain−lain

20
 Dilengkapi dengan persyaratan administrasi seperti faktur dan lain−lain.

Pengadaan dapat dilakukan melalui pembelian, produksi atau pembuatan

sediaan farmasi dan sumbangan (drooping) atau hibah. Pembelian dengan

penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting untuk

mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau

lebih pemasok, apoteker harus memilih berdasarkan kriteria, seperti mutu produk,

reputasi produsen, harga, berbagai syarat, ketepatan waktu pengiriman, mutu

pelayanan pemasok, dapat dipercaya, kebijakan tentang barang yang

dikembalikan dan pengemasan.

Sistem pengadaan merupakan faktor penting dari ketersediaan atau biaya

yang dikeluarkan. Keefektifan proses pengadaan dapat menjamin ketersediaan

sediaan farmasi yang baik, jumlah yang cukup, harga yang sesuai dan dengan

standar kualitas yang diakui.

Pengadaan yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin tersedianya

rencana kebutuhan sesuai dengan jenis dan jumlah sediaan farmasi, tersedianya

anggaran pengadaan yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya, terlaksananya

pengadaan yang efektif dan efisien, terjaminnya penyimpanan sediaan farmasi

dengan mutu yang baik, terjaminnya pendistribusian sediaan farmasi yang efektif

dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek, terpenuhinya kebutuhan sediaan

farmasi yang mendukung pelayanan kesehatan, tersedianyan sumber daya

manusia dengan jumlah dan kualifikai yang tepat, penggunaan obat menjadi

rasional sesuai dengan pedoman yang telah disepakati, serta tersedianya informasi
(13)
pengelolaan dan penggunaan obat yang benar . Prosedur pembelian barang

dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut.

21
2.3.1 Persiapan

Melakukan pengumpulan data sediaan farmasi yang akan dipesan sebagai

hasil dari pencatatan dan perhitungan dalam perencanaan.

2.3.2 Pemesanan

Pemesanan dilakukan ke supplier yang telah menjadi rekanan baik melalui

tender ataupun tidak. Pada fasilitas pelayanan kesehatan besar, seperti rumah

sakit, supplier umumnya dipilih dengan menggunakan sistem tender karena

pemesanan sediaan farmasi dalam jumlah yang sangat besar. Proses pemilihan

tender dapat dilakukan secara terbuka, berlaku untuk semua rekanan yang

terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dan tender secara

terbatas, sering disebut lelang tertutup karena hanya dilakukan pada rekanan

tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik.

Pemesanan juga dapat dilakukan setelah terjadi proses tawar−menawar

antara apoteker dengan pihak supplier yang dapat dilakukan bila item tidak

penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item

tertentu. Pembelian atau pemesanan langsung juga dapat dilakukan untuk

pemesanan dalam jumlah kecil atau perlu segera tersedia yang tentunya

disesuaikan dengan harga tertentu dan umumnya relatif agak lebih mahal.

Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pemesanan (SP) untuk

setiap supplier. Surat pemesanan ada empat macam yaitu surat pesanan narkotika,

surat pesanan prekursor, surat pesanan psikotropika dan surat pesanan untuk obat

selain narkotika, prekursor dan psikotropika. SP minimal dibuat 2 rangkap (untuk

supplier dan arsip) dan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama dan

nomor SIPA serta cap apotek atau rumah sakit yang melakukan pemesanan.

22
Surat pesanan golongan obat bebas, bebas terbatas dan keras dibuat dua rangkap

satu untuk pemesan dan satu untuk PBF. Dalam satu lembar SP dapat diisi dengan

beberapa jenis (item) obat. Pemesanan dapat dilakukan secara langsung melalui

sales PBF ataupun secara tidak langsung, misalnya melalui telepon.

Gambar 2.8 Contoh surat pesanan golongan obat bebas, bebas terbatas dan keras

23
SP untuk prekursor dan psikotropika, format telah ditetapkan oleh Dinas

Kesehatan, dibuat rangkap 2, satu lembar (asli) untuk PBF dan lembar lainnya

(tembusan) untuk arsip pemesan. Dalam satu SP dapat memuat lebih dari satu

item obat, pemesanan bisa dilakukan selain ke PT. Kimia Farma. Pemesanan

narkotika, prekursor dan psikotropika hanya dapat dilakukan secara langsung ke

sales PBF tidak dapat melalui telepon.

Gambar 2.9 Contoh surat pesanan obat dan bahan baku prekursor

24
Gambar 2.10 Contoh surat pesanan psikotropika

Surat Pemesanan (SP) pembelian narkotika dibuat 4 rangkap, 1 lembar

merupakan arsip untuk administrasi pemesan dan 3 lembar dikirim ke PBF Kimia

Farma, selanjutnya PBF Kimia Farma menyalurkan kepada kepala Dinas

Kesehatan Kota atau Kabupaten, BPOM dan penanggung jawab narkotika di

25
Depot Kimia Farma Pusat. Satu lembar surat pesanan untuk memesan satu jenis

narkotika.

Gambar 2.11 Contoh surat pesanan narkotika

2.3.3 Penerimaan

Penerimaan adalah kegiatan untuk menerima sediaan farmasi yang telah

diadakan sesuai aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender,

konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan sediaan farmasi harus dilakukan oleh

petugas yang bertanggung jawab. Petugas yang dilibatkan dalam penerimaan

harus terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas mereka, serta harus mengerti

sifat penting dari perbekalan farmasi. Dalam tim penerimaan harus ada tenaga

farmasi.

1. Penerimaan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras

 Obat yang datang dari PBF diterima bersama dengan fakturnya.

26
 Dilakukan pengecekan antara pesanan obat yang dipesan dengan obat yang

datang.

 Pengecekan yang dilakukan berupa ED, jumlah, jenis dan kondisi fisik obat

yang datang.

 Surat pesanan ditandatangi dan di cap stempel apotek atau rumah sakit.

2. Penerimaan obat prekursor, psikotropika dan narkotika

 Penerimaan obat prekursor, psikotropika dan narkotika dari pedagang besar

farmasi harus diterima oleh apoteker pengelola apotek atau dilakukan

dengan sepengetahuan APA atau apoteker penanggung jawab Instalasi

Farmasi Rumah Sakit (IFRS).

 Obat yang datang dari pedagang besar farmasi diterima bersama dengan

fakturnya.

 Dilakukan pengecekan antara pesanan obat yang dipesan dengan obat yang

datang.

 Pengecekan yang dilakukan berupa ED, jumlah, jenis dan kondisi fisik obat

yang datang.

 Surat pesanan ditandatangi dan di cap stempel apotek atau rumah sakit.

Petugas gudang yang menerima sediaan farmasi harus mencocokkan barang


(14)
dengan faktur dan surat pesanan lembaran kedua dari gudang . Tujuan

penerimaan adalah untuk menjamin sediaan farmasi yang diterima sesuai kontrak

baik spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu kedatangan. Sediaan farmasi yang

diterima harus sesuai dengan spesifikasi kontrak yang telah ditetapkan. Hal lain

yang perlu diperhatikan dalam penerimaan adalah sebagai berikut (15).

1. Mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya.

27
2. Khusus untuk alat kesehatan harus mempunyai sertificate of origin.

3. Sertifikat analisa produk.

2.3.4 Pencatatan

Daftar pesanan sediaan farmasi yang tertera pada faktur disalin dalam buku

penerimaan barang, ditulis nomor urut dan tanggal, nama supplier, nama sediaan

farmasi, nomor batch, tanggal kadaluarsa (ED), jumlah, harga satuan, potongan

harga dan jumlah harga. Pencatatan dilakukan setiap hari saat penerimaan barang,

sehingga diketahui berapa jumlah barang disetiap pembelian.

Dari catatan ini yang harus diwaspadai adalah jangan sampai jumlah

pembelian tiap bulannya melebihi anggaran yang telah ditetapkan, kecuali bila ada

kemungkinan kenaikan harga (spekulasi dalam memborong sediaan farmasi,

terutama obat yang fast moving). Faktur kemudian diserahkan ke bagian

administrasi untuk kemudian diperiksa kembali, lalu disimpan dalam map untuk

menunggu waktu jatuh tempo (14).

2.3.5 Pembayaran

Pembayaran dilakukan bila sudah jatuh tempo dimana tiap faktur akan

dikumpulkan per debitur, masing−masing akan dibuatkan bukti kas keluar serta

cek atau giro, kemudian diserahkan ke bagian keuangan untuk ditandatangani


(14)
sebelum dibayarkan ke supplier . Pengadaan sediaan farmasi selain dengan

pembelian juga dapat dilakukan melalui konsinyasi yang mana dalam hal ini

pembayaran dilakukan setelah barang konsinyasi terjual dalam tempo yang telah

disepakati bersama antara supplier dan unit pelayanan kesehatan tempat

menitipkan barang.

28
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola penyakit, pola

konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat. Pengadaan tidak dapat dipisahkan

dari proses perencanaan yang terdiri dari tahap pemilihan, kompilasi pemakaian,

perhitungan kebutuhan, proyeksi kebutuhan dan tahap penyesuaian rencana

pengadaan yang dapat dilakukan dengan analisis ABC, VEN atau ABC−VEN.

Pengadaan dilakukan melalui lima tahap yaitu persiapan, pemesanan yang

menurut peraturan Menteri Kesehatan harus dilakukan di Pedagang Besar Farmasi

(PBF) dengan jalur resmi sesuai undang–undang yang berlaku, penerimaan,

pencatatan dan pembayaran. Pengadaan yang efektif, efisien dan sesuai peraturan

yang berlaku ditujukan untuk menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan

pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Alur pemesanan sediaan farmasi, terutama obat berbeda−beda. Apoteker

sangat berperan dalam pemesanan sediaan farmasi, hal itu bisa dilihat dari setiap

pemesanan dan penerimaan yang memerlukan tanda tangan Apoteker Pengelola

Apotek (APA) atau apoteker penanggung jawab Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

3.2 Saran

29
Pengetahuan dan skill apoteker terkait proses perencanaan dan pengadaan

harus terus diperbaharui dan ditingkatkan mengingat pentingnya proses tersebut

dalam menjamin kualitas pelayanan kesehatan.

30

Anda mungkin juga menyukai