M]
I. PENDAHULUAN
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya
Upaya kesehatan dilakukan melalui sarana kesehatan yang meliputi balai pengobatan, pusat
kesehatan masyarakat (Puskesmas), Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, praktik dokter,
praktik dokter gigi, praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, praktik bidan, toko
obat, apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS), Pedagang Besar Farmasi (PBF), pabrik obat
dan bahan obat, laboratorium kesehatan dan sarana kesehatan lainnya. Dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, selain sarana kesehatan juga diperlukan sediaan farmasi.
sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Sediaan farmasi
merupakan komponen paling penting dari pelayanan kesehatan di apotek, terutama obat.
Mengingat pentingnya sediaan farmasi dalam pelayanan kesehatan, maka diperlukan sistem
sediaan farmasi, terutama obat di sarana pelayanan kesehatan akan menurunkan tingkat
1
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
kepercayaan konsumen terhadap suatu apotek, oleh sebab itu sistem manajemen pengadaan
kegiatan yang dimaksud untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif
harus menjamin ketersediaan, jumlah dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan
sesuai standar mutu. Pengadaan dilakukan untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian,
Pelaksanaan pengadaan harus tersedia dalam jumlah yang cukup pada waktu yang tepat
dan harus diganti dengan cara teratur berdasarkan ketentuan yang berlaku. Awal dari proses
landasan bagi kegiatan pengadaan. Dalam menentukan kebutuhan perlu diperhatikan bahwa
barang yang dibutuhkan itu memerlukan waktu agar proses pengadaan tersebut dapat
dilaksanakan.
Penentuan kebutuhan sangat penting karena merupakan landasan kerja bagi pelaksanaan
pemborosan dan kerugian, baik itu pemborosan waktu kerja juga kerugian material berupa
uang. Kerugian semacam ini sering terjadi dikarenakan kurangnya informasi mengenai
penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan
2
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Menurut Undang−Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 obat adalah bahan atau paduan
bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Obat terbagi menjadi 4
1. Obat bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih
dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi
3
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Contoh : diazepam, fenobarbital.
4. Narkotika
Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis
maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
4
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Bahan obat berupa substansi yang memenuhi syarat−syarat Farmakope Indonesia atau
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan−bahan tersebut yang secara
dibuat atau diramu dari bahan tumbuh−tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau
untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah digunakan oleh berbagai
aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai tingkat bawah karena obat
tradisional mudah didapat, harganya yang cukup terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan,
perawatan dan pencegahan penyakit (6). Obat tradisional dikelompokkan menjadi tiga sebagai
berikut.
1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang diracik secara turun−temurun digunakan untuk
pengobatan dan belum dibuktikan secara ilmiah (uji praklinis dan klinis).
5
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Obat herbal terstandar adalah obat tradisional atau jamu yang telah dibuktikan dengan uji
praklinis.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat tradisional paling modern yang telah melewati pembuktian
1.1.3 Kosmetik
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan di luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital wanita bagian luar) atau gigi dan
memperbaiki bau badan atau melindungi dan memelihara tubuh dalam kondisi baik
6
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
I. PENDAHULUAN
Proses pengadaan barang untuk kebutuhan Apotek dapat dilaksanakan dengan tahapan
sebagai berikut:
a. Perencanaan
Tujuan perencanaan adalah agar proses pengadaan perbekalan farmasi/obat yang ada
di apotek menjadi lebih efektif dan efisien dan sesuai dengan anggaran yang tersedia.
Perencanaan obat dikatakan baik apabila pembelian memenuhi beberapa ketentuan antara
lain: jumlah obat sesuai dengan kebutuhan, pembelian mampu melayani jenis obat yang
diperlukan pasien dan jumlah pembelian menunjukkan keseimbangan dengan penjualan secara
proporsional. Berdasarkan Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, dalam membuat
perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan: pola penyakit, kemampuan
masyarakat, dan budaya masyarakat.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun perencanan pengadaan
perbekalan farmasi adalah :
1. Pemilihan pemasok. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
a) Legalitas pemasok (Pedagang Besar Farmasi/PBF)
b) Service, meliputi ketepatan waktu, ketepatan barang yang dikirim, ada tidaknya diskon
atau bonus, layanan obat kadaluarsa, dan tenggang rasa penagihan.
c) Kualitas obat, perbekalan farmasi lain dan pelayanan yang diberikan.
d) Ketersediaan obat yang dibutuhkan.
e) Harga sama.
7
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Faktur tersebut rangkap 4-5 lembar, dimana untuk apotek diberikan 1 lembar sebagai
arsip, sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF yang akan digunakan
8
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur tersebut berisikan nama obat, jumlah obat, harga obat,
bonus atau potongan harga, tanggal kadaluarsa, dan tanggal jatuh tempo. Faktur ini dibuat
sebagai bukti yang sah dari pihak kreditur mengenai transaksi penjualan (Hartini dan
Sulasmono, 2007).
SP digunakan untuk mencocokkan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim.
Selain itu dicek apakah barang dalam keadaan utuh, jumlah sama dengan permintaan dan
sesuai pada faktur tanggal kadaluarsa sesuai dengan faktur atau tidak. Setelah sesuai dengan
pesanan, APA atau AA yang menerima dan menandatangani faktur, memberi cap dan nama
terang serta nomor SIPA apoteker sebagai bukti penerimaan barang. Barang yang telah
diterima kemudian dimasukkan ke gudang dan dicatat dalam kartu stok (Hartini dan
Sulasmono, 2007.)
Untuk obat-obat yang memiliki waktu kadaluarsa, dalam pembeliannya diperlukan
perjanjian mengenai batas waktu pengembalian ke PBF bersangkutan jika sudah mendekati
waktu kadaluarsa obat. Jika tidak cocok atau tidak sesuai maka barang akan dikembalikan
melalui petugas pengantar barang.
Kebijaksanaan pengelolaan Apotek terutama dalam hal pembelian barang sangat
menentukan keberhasilan usaha. Beberapa cara pembelian barang yaitu:
1) Pembelian dalam jumlah terbatas (Hand to mouth buying)\
Pembelian dilakukan sesuai dengan kebutuhan dalam jangka waktu yang pendek, misalnya satu
minggu. Pembelian ini dilakukan bila modal terbatas dan PBF berada tidak jauh dari Apotek,
misalnya berada dalam satu kota dan selalu siap melayani kebutuhan obat sehingga obat dapat
dikirim (Anief, 2008).
2) Pembelian secara spekulasi
Cara pembelian ini dilakukan dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan, dengan harapan
ada kenaikan harga dalam waktu dekat atau dikarenakan adanya diskon atau bonus. Meskipun
pembelian secara spekulasi memungkinkan mendapatkan keuntungan yang besar tetapi cara ini
mengandung resiko yang besar untuk obat-obatan dengan waktu kadaluwarsa yang relatif dan
yang bersifat slow moving (Anief, 2008).
9
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Pembelian terencana
Cara pembelian ini erat hubungannya dengan pengendalian persediaan barang. Pengawasan
stok obat/barang sangat penting untuk mengetahui obat/barang mana yang laku keras dan
mana yang kurang laku. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan kartu stok. Selanjutnya
dilakukan perencanaan pembelian sesuai dengan kebutuhan per item (Anief, 2008)
Selain itu ada juga pembelian Cash on delivery (COD) yaitu untuk barang-barang narkotika dari
PBF Kimia Farma. Ketika barang datang, pembayaran tunai langsung dilakukan. Pemesanan
narkotika hanya dapat dilakukan pada satu distributor, yaitu pada PBF Kimia Farma.
10
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
11
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
untuk produk beku (-20 ° C) dan ruangan lain dengan suhu positif tetapi dingin (2 - 8 ° C) untuk
produk yang memerlukan pendinginan.
Penyimpanan yang terjaga: Semua toko medis harus memiliki area penyimpanan yang
terjaga untuk produk yang kemungkinan akan mencuri atau disalahgunakan. Sebuah lemari
terkunci atau lemari mungkin cukup untuk beberapa fasilitas, sedangkan fasilitas lainnya,
mungkin memerlukan lemari besi atau pagar.
Ventilasi: lokasi dan desain harus memastikan sirkulasi udara yang maksimum untuk
menghindari konsentrasi uap atau gas dan untuk mencegah kondensasi uap lembab pada
produk atau dinding. Gunakan kipas ekstraktor untuk menghilangkan asap, gas, dan
kelembaban.
Atap: rancang atap miring untuk memungkinkan air turun ke bawah. Perpanjangan atap
di atas jendela untuk memberikan perlindungan ekstra dari hujan dan sinar matahari langsung.
Langit-langit: memasang plafon ganda untuk memberikan isolasi dan memastikan
bahwa pasokan disimpan dingin.
Dinding dan lantai: dinding dan lantai toko medis harus bersifat permanen dan halus
untuk memudahkan pembersihan. Dinding sebaiknya harus untuk balok batu bata atau beton.
batu bata berlubang mungkin dapat digunakan untuk bagian atas dari dinding untuk
memungkinkan ventilasi, tetapi ini harus diskrining untuk mencegah masuknya tikus dan hama
lainnya. Membangun atau merawat lantai fasilitas yang lebih besar untuk memastikan mereka
dapat menahan gerakan sering produk berat dan peralatan. Hal ini harus dilakukan dengan
panduan seorang insinyur.
Pintu: pintu direncanakan cukup lebar untuk memungkinkan gerakan bebas dan mudah
dari persediaan dan penanganan peralatan. Fasilitas besar, seperti yang di tingkat pusat, sering
menggunakan forklift dan peralatan penanganan lainnya. Pastikan pintu yang kuat dan
diperkuat untuk memberikan keamanan yang memadai. Lengkapi pintu dengan dua kunci yang
kuat, dan menginstal grill logam untuk perlindungan ekstra.
Listrik: rencana gudang dengan sebanyak mungkin cahaya alami (sinar matahari) pada
hari mungkin untuk menghindari penggunaan baik pencahayaan lampu neon atau lampu pijar.
Lampu fluorescent memancarkan sinar ultraviolet, yang memiliki efek negatif pada produk
12
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
tertentu. Lampu pijar memancarkan panas. Pada saat yang sama, harus berhati-hati untuk
memastikan produk yang tidak terkena sinar matahari langsung.
Jendela: Rencana jendela yang tinggi dan lebar untuk memungkinkan ventilasi yang
memadai. Mereka harus cukup tinggi untuk tidak diblokir oleh rak, memiliki jaring kawat untuk
mencegah serangga, dan mengantisipasi pencuri.
Lemari: Menyediakan lemari untuk penyimpanan produk tertentu yang harus dijaga
agar bebas dari debu atau cahaya.
Pertolongan pertama: simpan perlengkapan pertolongan pertama yang lengkap untuk
karyawan atau pengunjung yang terluka di fasilitas anda. Tempatkan perlengkapan pertolongan
pertama di lokasi pusat yang mudah diakses untuk semua karyawan. Pastikan itu jelas ditandai
dan bahwa seluruh karyawan sadar akan lokasi dan isinya.
Rak: Atur rak dan rak di baris dengan jalan dengan lebar tidak kurang dari 90 cm. Hindari
menempatkan rak hanya sekitar tepi ruang, yang mensia-siakan banyak ruang. Tempatkan rak
90 cm dari dinding gudang untuk memastikan mereka rak 90 cm dari dinding gudang untuk
memastikan mereka rak 90 cm dari dinding gudang untuk memastikan mereka dapat diakses
dari kedua sisi. Idealnya, gunakan penyesuaian yang dapat diakses dari kedua sisi. Idealnya,
gunakan rak yang dapat disesuaikan.
Penanganan Bahan Peralatan Dan Media Penyimpanan:
a. Rak dan lemari
Gunakan rak dan lemari untuk menyimpan produk yang lebih kecil. Rancang rak sesuai
kebutuhan untuk memungkinkan paket yang berbeda ukuran.
b. Tabel di area pengepakan
Sediakan meja besar di area pengemasan untuk staf untuk digunakan saat pemasangan dan
pengepakan kiriman. Jaga meja tetap bersih.
c. Palet
Palet digunakan untuk menyimpan barang-barang besar dan karton yang lebih besar. Mereka
menjaga barang-barang dari lantai dan dapat menggunakan forklift atau dollys untuk
memindahkan kelompok barang yang lebih besar. Palet pada umumnya hanya dilakukan di
13
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
fasilitas yang lebih besar karena menyimpan dan memindahkan palet bisa mahal. Fasilitas yang
lebih kecil mungkin memiliki palet yang tersisa di tempat untuk memastikan sirkulasi udara dan
menjaga produk dari lantai.
Jika Anda menggunakan fasilitas palet, ingatlah untuk:
• Selalu periksa palet sebelum memuat mereka dengan materi. Pastikan bahwa palet yang kuat
dan kokoh tanpa papan longgar atau pecah-pecah dan tidak ada paku menonjol. Palet yang
rusak dapat patah saat diangkat dan menyebabkan cedera serius dan kerusakan produk.
• Susun palet kosong dengan rapi dan di luar gang.
• Jika mungkin, menjaga palet dalam ruangan, jauh dari unsur-unsur yang secara bertahap
dapat memecah kayu.
Terlepas dari materi yang mereka terbuat dari, palet meningkatkan resiko kebakaran karena
mereka memberikan ruang terbuka untuk oksigen untuk bahan bakar api dan area permukaan
besar untuk api untuk membakar.
Rak, lemari, meja, dan palet dapat dibuat dari kayu, logam, dan plastik. Logam rak, lemari, dan
palet mungkin baja, stainless steel, atau aluminium. Ini cenderung lebih mahal, tetapi lebih
kuat, lebih tahan lama, dan kurang mudah terbakar dari plastik atau kayu. Juga, mereka tidak
rentan terhadap masalah serangga, hewan pengerat, atau jamur.
Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan, penyusunan dan pencarian serta
pengawasan perbekalan farmasi, diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik.
Faktor-faktor yang diperlukan dalam merancang bangunan gudang adalah sebagai berikut :
✓ Kemudahan bergerak
✓ Sirkulasi udara yang baik
✓ Rak dan pallet
✓ Kondisi penyimpanan khusus
✓ Pencegahan kebakaran
✓ Perlindungan terhadap hama/tikus
✓ Pengaturan suhu dan temperatur
✓ Perlindungan terhadap sinar matahari dan panas
14
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
15
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Kelemahan :
a. Memerlukan waktu yang lama
b. Pasien membayar obat yang kemungkinan tidak digunakan
16
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Keuntungan:
a. Pelayanan lebih cepat
b. Menghindari pengembalian perbekalan farmasi yang tidak terpakai ke IFRS
c. Mengurangi penyalinan order
Kelemahan:
a. Kesalahan perbekalan farmasi sangat meningkat karena order perbekalan farmasi
tidak dikaji oleh apoteker
b. Persedian perbekalan farmasi di unit pelayanan meningkat, dengan fasilitas ruangan
yang sangat terbatas.
c. Penambahan modal investasi, untuk menyediakan fasilitas penyimpanan
perbekalan farmasi yang sesuai disetiap ruangan perawatan pasien
d. Diperlukan waktu tambahan bagi perawat untuk menangani perbekalan farmasi
e. Meningkatnya kerugian dan bahaya karena kerusakan perbekalan farmasi
17
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Memberikan
Petugas menyalin
entry data mutasi informasi tertulis
permintaan barang
pada komputer apabila ada yg tak
pada buku mutasi
terlayani
18
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
1. Pemberian Obat
• Melalui apotek rawat inap yang diserahkan ke perawat dan kemudian dibagikan
kepada pasien
• Melalui apotek rawat jalan yang menyerahkan langsung ke pasien.
2. Pengendalian
Salah satu pelayanan penunjang medik yang terpenting dalam proses pelayanan pasien
adalah pelayanan farmasi, yang merupakan salah satu komponen biaya operasional yang
besar dari seluruh biaya operasional rumahsakit, sehingga harus dikelola dengan efisien
agar rumah sakit tidak mengalami kerugian. Salah satu caranya adalah dengan melakukan
pengawasan dan pengendalian. Tujuan: supaya tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
perbekalan farmasi di unit unit pelayanan. Kegiatan pengendalian yang dilakukan adalah:
1. Memperkirakan/menghitung pemakaian rata rata periode tertentu
2. Menentukan stok pengaman di gudang
3. Menentukan waktu pemesanan sampai obat diterima
3. Penghapusan
19
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
perbekalan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikekola sesuai dengan standar yang
berlaku. Penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun mengurangi resiko
terjadinya penggunaan obat sub standar. Penghapusan perbekalan farmasi yang tidak
terpakai di RSUD Kota dilaksanakan di Instalasi Sanitasi dengan menggunakan alat
insenerator limbah medis sesuai prosedur yang berlaku, kemudian Dimintakan ijin
penghapusan ke Walikota dan dikeluarkan Surat Keputusan Penghapusan dan Tim
Pelaksana Penghapusan dari Walikota. Selanjutnya dibuat berita acara penghapusan
perbekalan farmasi.
Metode Pemusnahan:
Penimbunan dan enkapsulasi tepat pada lokasi tanpa sumber air yang dangkal dan untuk
sampah dengan volume kecil.
a. Lubang penimbunan: dasar lubang seharusnya 1,5 m di atas permukaan air, dengan
kedalaman 3-5 m, dan dilapisi dengan substansi permebeabilitas rendah seperti: tanah
liat. Kelilingi permukaan lubang dengan gundukan untuk mencegah air memasuki
lubang, dan bangun pagar di sekitar area. Secara berkala, tutupi permukaan dengan 10-
15 cm tanah.
b. Enkapsulasi: Lubang yang dilapisi semen atau penampung plastic densitas rendah atau
drum, diisi hingga 75% dari kapasitasnya dengan pembuangan yang memperhatikan
kesehatan. Pemampung kemudian diisi dengan plastik busa, pasir, semen, tanah liat
untuk menghentikan pergerakan sampah. Sampah yang dienkapsulasi kemudian
dibuang pada daerah pembuangan atau ditinggalkan di tempat dimana penampung itu
dikonstruksikan di tanah.
c. Insenerasi: Peralatan insenerasi temperatur medium dan tinggi memerlukan suatu
modal investasi dan suatu dana operasi pemeliharaan, Mereka beroperasi dengan
bahan bakar, kayu, atau material lain yang mudah terbakar dan memproduksi abu dan
gas. Polutan yang dihasilkan bervariasi. Abu bersifat toksik dan harus dikuburkan dalam
lubang yang dilindungi. Sampah mudah terbakar dapt menjadi sampah tidak mudah
terbakar dengan suatu penurunan volume. Suhu yang tinggi dapat membunuh
mikroorganisme.
20
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
21
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
22
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
pembuangan air
23
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
4. Pelaporan
a. Pencatatan
Pencatatan bertujuan memonitor transaksi perbekalan farmasi yang masuk dan
keluar
Pencatatan secara manual (buku & kartu Stok) dan komputerisasi
b. Pelaporan
Kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi
Tujuannya adalah:
24
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
5. Evaluasi
Merupakan salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan
farmasi dan sebagai masukan dalam penyusunan perencanaan dan pengambilan keputusan.
25
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
I. PENDAHULUAN
1. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam bentuk
paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku.
Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12 cm dan
panjang 15-20 cm.
3. Jenis-Jenis Resep
1. Resep standar (R/. Officinalis), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan
ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku
standar.
2. Resep magistrales (R/. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh
dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik
terlebih dahulu.
3. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generik,
dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi : Organisasi Internasional untuk
Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI),
dan lain-lain.
4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk sediaan dan
jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan.
26
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
4. Penulis Resep
Yang berhak menulis resep adalah tenaga medis yang memiliki izin praktik di Rumah Sakit Khusus
Ibu dan Anak Wijayakusuma dan mempunyai kewenangan untuk menulis resep, yaitu :
a. Dokter Umum.
b. Dokter Spesialis
c. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.
Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara garis besar dapat
dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the counter) dan Ethical (obat
narkotika, psikotropika, dan keras), harus dilayani dengan resep dokter. Jadi sebagian obat tidak
bisa diserahkan langsung pada pasien atau masyarakat tetapi harus melalui resep dokter (on
medical prescription only). Dalam sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai “medical
care” dan alat kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ
distributor terdepan berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker berperan
sebagai “pharmaceutical care” dan informasi obat, serta melakukan pekerjaan kefarmasian di
fasilitas kesehatan seperti apotek/rumah sakit. Di dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat,
kedua profesi ini harus berada dalam satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani
kesehatan dan menyembuhkan pasien.
Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang
farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat. Umumnya, rentang waktu buka
instalasi farmasi dalam pelayanan farmasi jauh lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan
penulisan resep diharapkan akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan
sesuai dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan tanggung jawab dokter dalam
pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena tidak semua golongan obat
dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas. Selain itu, dengan adanya penulisan resep,
pemberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter
bebas memilih obat secara tepat, ilmiah, dan selektif. Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan
27
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan material oriented. Resep itu sendiri dapat menjadi
medical record yang dapat dipertanggungjawabkan, sifatnya rahasia.
Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian, oleh karena itu
tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak. Resep diperlukan untuk menjaga
hubungan dan komunikasi kolegalitas yang harmonis di antara profesional yang berhubungan, antara
lain: medical care, pharmaceutical care & nursing care, rahasia dokter dengan apoteker menyangkut
penyakit penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya.
Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan resep.
Resep asli harus disimpan di instalasi farmasi dan tidak boleh diperlihatkan kecuali oleh yang berhak,
yaitu :
1. Inscriptio : Sebagai identitas dokter penulis resep. Penulisan identitas dokter harus lengkap,
meliputi: Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep, serta
tanda tangan dokter, jika resep berisi narkotika/psikotropika maka harus mencantumkan nomor
surat ijin praktik (SIP) dan alamat dokter yang menulis resep serta dapat dilengkapi dengan
nomor telepon. Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Format inscriptio
suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
28
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
2. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin “R/ = resipe” artinya ambilah atau
berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek/rumah sakit. Bila
diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/formula resep, diperlukan penulisan R/ lagi.
3. Prescriptio/ Ordonatio : merupakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan dan jumlah
obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas. Cara penulisan (dengan singkatan bahasa latin)
tergantung dari macam formula resep yang digunakan. Contoh:
b. m.f.l.a. sol
4. Signatura : yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian
harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi. Contoh:
s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c ( tandailah tiga kali sehari satu tablet satu jam setelah makan)
5. Subscriptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan
keabsahan resep tersebut.
6. Pro (diperuntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Penulisan identitas pasien
harus lengkap, meliputi : nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam medis, dan umur, berat
badan dan tinggi badan pasien, ruang/poli dan diagnosis atau tindakan. untuk obat narkotika
juga hatus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat).
1. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda segera atau
peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep, yaitu:
- Cito! = segera
- Urgent = penting
29
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
2. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis
dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan berapa kali boleh diulang.
Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2 x, artinya resep dapat dilayani 1+ 2 = 3
x. Hal ini tidak berlaku untuk resep narkotika, harus resep baru.
3. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak
diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep (ps. 48 WG ayat (3); SK Menkes No.
280/Menkes/SK/V/1981). Resep yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-
obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes
Republik Indonesia.
4. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja
memberi obat dosis maksimum dilampaui.
5. Resep yang mengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh ada iterasi yang
artinya dapat diulang; tidak boleh ada m.i. (mihipsi) yang berarti untuk dipakai sendiri; tidak
boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik
harus disimpan terpisah dengan resep obat lainnya.
a. Resep ditulis jelas dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam pelayanannya dan
pemberian obat kepada pasien.
b. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
c. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan signa bila
genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.
d. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu setengah
botol, harus digenapkan menjadi Fls. II.
e. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan, menunjukkan
keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.
f. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
g. Nama pasien dan tanggal lahir harus jelas.
30
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
h. Khusus untuk peresepan obat narkotika, harus ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
mencantumkan nomor S.I.P dokter penulis resep dan dicantumkan alamat pasien dan resep
tidak boleh diulangi tanpa resep dokter.
i. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan sendiri), karena
menghindari material oriented.
j. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.
k. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien
yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.
a. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.
b. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum di label kemasan.
c. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.
d. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.
e. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.
f. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.
Resep ditulis pada kop format resep resmi dan harus menepati ciri-ciri yang berikut:
1. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan medik dan
informatif.
2. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang berarti ambillah atau berikanlah.
3. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian ditulis dalam
angka Romawi dan harus ditulis dengan jelas.
a. Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis dalam satuan
mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk sediaan (m.f. = misce fac,
artinya campurlah, buatlah).
b. Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang saja dan
jumlah sesuai dengan kemasannya.
31
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
4. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh berubah, misal:
Banyak permasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini menyangkut
dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat timbul berupa:
a. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan info yang
penting, seperti :
32
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
• Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang digunakan
pasien sebelum ke rumah sakit.
• Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika menuliskan
resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit.
• Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang didaftar obat pasien.
• Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat yang diresepkan
untuk pasien rawat inap.
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat dengan jumlah melebihi dosis
maksimum
33
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
34
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
35
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
36
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
e) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair drop
• Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
f) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair atau drop untuk takaran sediaan
cairnya :
• sendok teh (cth.) = 5 ml
• sendok bubur = 10 ml
• sendok makan (C) = 15 ml
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga karena
volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh. Gunakan
sendok plastik (5 ml) atau alat lain ( volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan dalam sediaaan
cair paten.
6. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi. Misal:
• Tab Novalgin no. XII
• Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
• m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
7. Arti prosentase (%)
• 0,5% (b/b) → 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
• 0,5% (b/v) → 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
• 0,5% (v/v) → 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
8. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0,…; 0,0….; 0,00…)
9. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di pasaran
dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta harus ditulis, misalkan Tab.
Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg
10. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan jadi/paten
yang tersedia beberapa kemasan, maka harus ditulis, misal:
– Alerin exp. yang volume 60 ml atau 120 ml
– Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
11. Penulisan bentuk sediaan obat (merupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak hanya
untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
• Misal: m.f.l.a.pulv. No. X
• Tab Antalgin mg 500 X
• Tab Novalgin mg 250 X
37
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
38
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
I. PENDAHULUAN
Compounding melibatkan pembuatan, pencampuran, pemasangan, pembungkusan, dan
pemberian label dari obat atau alat sesuai dengan resep dokter yang berlisensi atas inisiatif
yang didasarkan atas hubungan dokter/pasien/farmasis/ dalam praktek profesional (USP,
2009).
Dispensing berasal dari kata dispense yang dapat berarti menyiapkan, menyerahkan,
dan mendistribusikan dalam hal ini adalah obat. Dispensing obat adalah proses berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan dispensing obat. Berbagai kegiatan tersebut adalah menerima
dan memvalidasi resep obat, mengerti dan menginterpretasikan maksud resep yang dibuat
dokter, membahas solusi masalah yang terdapat dalam resep bersama-sama dengan dokter
penulis resep, mengisi Profil Pengobatan Penderita (P-3), menyediakan atau meracik obat,
memberi wadah dan etiket yang sesuai dengan kondisi obat, merekam semua tindakan,
mendistribusikan obat kepada Penderita Rawat Jalan (PRJ) atau Penderita Rawat Tinggal (PRT),
memberikan informasi yang dibutuhkan kepada penderita dan perawat. Praktik Dispensing
yang Baik adalah suatu praktik yang memastikan suatu bentuk yang efektif dari obat yang
benar, ditujukan kepada pasien yang benar, dalam dosis dan kuantitas sesuai instruksi yg jelas,
dan dalam kemasan yang memelihara potensi obat (USP, 2009).
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter hewan yang
diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyiapkan dan atau membuat, meracik serta menyerahkan obat
kepada pasien (Syamsuni, 2006).
39
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
40
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
I. PENDAHULUAN
Menentukan kebutuhan merupakan tantangan berat yang harus dihadapi oleh Apoteker.
Masalah kekosongan atau kelebihan sediaan farmasi, terutama obat dapat terjadi apabila
informasi semata−mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis terkait kebutuhan pelayanan
kesehatan. Dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan sediaan farmasi
secara terpadu serta melalui tahapan seperti di atas, maka diharapkan sediaan farmasi yang
direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah serta tepat waktu.
Menurut Wheelright yang dikutip dari Silalahi (1989) ada tiga cara yang mendasar dalam
hal penetapan jumlah persediaan sediaan farmasi, terutama obat yang harus diperhatikan pada
saat perencanaan manajemen persediaan yaitu sebagai berikut.
• Populasi yaitu berdasarkan banyaknya jumlah pasien yang datang dengan keluhan
penyakit tertentu, maka dapat dilihat jenis obat atau kebutuhan sediaan farmasi apa yang
banyak digunakan untuk mengatasi keluhan tersebut dan berapa banyak jumlah yang
dibutuhkan.
• Pelayanan yaitu jenis pelayanan apa yang banyak dilakukan dalam kegiatan perawatan
dan pengobatan, serta tentukan jenis dan jumlah sediaan farmasi yang digunakan
(berdasarkan jenis pelayanan dan jenis penyakit yang dominan).
• Konsumsi yaitu jumlah sediaan farmasi yang pemakaiannya berdasarkan data pemakaian
yang digunakan pasien secara rutin, biasanya dilakukan pada penggunaan obat dan cara
ini pemakaiannya stabil (pengumpulan data berdasarkan pemakaian sebelumnya).
Pendekatan dalam menentukan kebutuhan obat dapat dilakukan dengan berbagai
metode yaitu sebagai berikut.
• Metode konsumsi
Didasarkan atas analisis konsumsi tahun sebelumnya untuk menghitung jumlah sediaan
farmasi yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal−hal seperti
pengumpulan dan pengolahan data, analisis data untuk informasi dan evaluasi, perhitungan
perkiraan kebutuhan, penyesuaian jumlah kebutuhan dengan alokasi dana.
41
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Jenis−jenis data yang perlu dipersiapkan dalam metode konsumsi yaitu alokasi dana,
daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, sediaan hilang atau rusak,
kadaluarsa, kekosongan, pemakaian rata−rata atau pergerakan sediaan farmasi per tahun, lead
time, stok pengaman dan perkembangan pola kunjungan (11).
Adapun langkah−langkah perhitungan dengan metode konsumsi adalah dengan
menghitung pemakaian rata−rata sediaan farmasi X per bulan pada tahun sebelumnya (a),
kemudian hitung pemakaian pada tahun sebelumnya (b), hitung stok pengaman yang pada
umumnya berkisar 10−20 % dari pemakaian dalam satu bulan (c), serta menghitung kebutuhan
pada waktu tunggu (lead time) yang umumnya berkisar antara 3−6 bulan (d). Kebutuhan
sediaan farmasi tahun sebelumnya adalah (e) = b + c + d. Rencana pengadaan tahun selanjutnya
adalah hasil perhitungan dari kebutuhan tahun sebelumnya (e) – sisa stok (10).
• Metode morbiditas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan berdasarkan pola penyakit, perkiraan
kenaikan kunjungan dan lead time. Langkah−langkah dalam metode ini adalah dengan
menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani, menentukan jumlah kunjungan kasus
berdasarkan frekuensi penyakit, menyediakan standar atau pedoman pengobatan yang
digunakan, menghitung perkiraan kebutuhan dan penyesuaian dengan alokasi dana yang
tersedia.
Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan dengan menggunakan metode
morbiditas yaitu perkiraan jumlah populasi, menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan
kelompok umur dan penyakit, frekuensi kejadian masing−masing penyakit per tahun untuk
seluruh populasi pada kelompok umur yang ada, menghitung perkiraan jumlah dan
masing−masing jenis sediaan farmasi untuk setiap diagnosa yang dibandingkan dengan standar
pengobatan, menggunakan pedoman pengobatan yang ada untuk menghitung jenis, jumlah,
dosis, frekuensi dan lama pemberian obat.
Menurut pedoman pengadaan dapat dilakukan sebagai berikut. Menghitung
masing−masing jumlah yang diperlukan tiap penyakit berdasarkan pada pedoman pengobatan,
pengelompokkan dan penjumlahan masing−masing sediaan farmasi, menghitung jumlah
kebutuhan yang akan datang dengan mempertimbangkan factor peningkatan kunjungan, lead
42
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
time, dan stok pengaman (buffer stock), menghitung jumlah yang harus diadakan pada tahun
anggaran yang akan datang dengan rumus : kebutuhan obat yang akan datang – sisa stok.
Buku defekta harus dipersiapkan pada tahap ini untuk mencatat sediaan farmasi apa saja
yang habis stoknya. Dari buku defekta inilah, seorang apoteker mengambil keputusan untuk
pemesanan barang. Metode perencanaan yang paling sering digunakan adalah metode
epidemiologi, konsumsi, kombinasi dan just in time.
1. Tahap proyeksi kebutuhan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (11).
• Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang.
Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu
dengan estimasi pemakaian rata−rata tiap bulan ditambah stok penyangga (buffer stock).
• Menghitung rancangan pengadaan periode tahun yang akan datang.
Perencanaan pengadaan tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut : a = b
+c+d–e–f
Keterangan :
a : Rancangan pengadaan tahun yang akan datang
b : Kebutuhan untuk sisa periode berjalan ( Januari–Desember)
c : Kebutuhan untuk tahun yang akan datang
d : Rancangan stok akhir
e : Stok awal periode berjalan per stok per 31 Desember di gudang
f : Rencana penerimaan pada periode berjalan (Januari–Desember)
• Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan.
Rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dihitung dengan melakukan analisis
ABC−VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian, serta menyusun prioritas
kebutuhan dasar dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan data 10 penyakit terbesar.
• Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran.
Dilakukan melalui kegiatan penetapan kebutuhan anggaran untuk masing−masing sediaan
farmasi bersumber per anggaran, menghitung persentase belanja untuk masing−masing
43
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
44
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Analisis ABC investasi yang dilakukan dengan mengumpulkan seluruh daftar jenis obat selama
satu periode, mencatat harga pembelian masing−masing jenis untuk periode tersebut,
menghitung biaya pemakaian setiap jenis dengan cara mengkalikan antara jumlah pemakaian
dengan harga satuan, menyusun nilai investasi dari yang terbesar hingga yang terkecil,
menghitung persentase dan kumulatifnya, mengelompokkan obat menjadi 3 kelompok dengan
persentase 70−20−10 (10).
• Analisis VEN
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dana obat yang terbatas adalah
dengan mengelompokkan obat yang didasarkan kepada dampak tiap jenis obat pada
kesehatan. Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat dikelompokkan dalam 3
kelompok, yaitu kelompok V (kelompok obat−obatan yang harus tersedia atau vital karena
dipakai untuk tindakan penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan penyakit yang
menyebabkan kematian, contohnya life saving drugs, obat untuk pelayanan kesehatan dasar
dan obat untuk mengatasi penyakit−penyakit penyebab kematian terbesar), kelompok E
(kelompok obat−obatan esensial yang banyak digunakan dalam tindakan atau dipakai di seluruh
unit Rumah Sakit, biasanya merupakan obat yang bekerja secara kausal atau obat yang bekerja
pada sumber penyebab penyakit) dan kelompok N (obat−obatan penunjang atau pelengkap
yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau
untuk mengatasi keluhan ringan).
Penggolongan obat dengan analisis VEN dapat digunakan untuk penyesuaian rencana
kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia, obat−obatan yang perlu ditambah atau
dikurangi dapat didasarkan atas pengelompokkan obat menurut VEN. Dalam penyusunan
rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok V agar diusahakan tidak terjadi kekosongan
obat. Terlebih dahulu diperlukan kriteria penentuan VEN dalam penyusunan daftar VEN.
Kriteria sebaiknya disusun oleh suatu tim. Dalam menentukan kriteria perlu dipertimbangkan
kondisi dan kebutuhan masing−masing wilayah. Kriteria yang disusun dapat mencakup berbagai
aspek antara lain klinis, konsumsi, target kondisi dan biaya (10).
• Analisis ABC−VEN
45
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
Selain menggunakan analisis ABC dan VEN dalam penyesuaian jumlah sediaan farmasi
berupa obat dengan dana yang tersedia untuk mengatasi perkiraan kebutuhan yang lebih besar
dari dana yang tersedia dapat digunakan pula analisis ABC−VEN yang merupakan
penggabungan analisis ABC dan VEN kedalam suatu matriks, sehingga analisis menjadi lebih
tajam. Matriks dapat dibuat seperti berikut.
Matriks Analisis ABC−VEN
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Matriks diatas dapat dijadikan dasar untuk menetapkan prioritas, dalam rangka
penyesuaian anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Jenis barang yang
bersifat vital (VA, VB, VC) merupakan pilihan utama untuk dibeli atau memerlukan
perhatian khusus, sebaliknya barang yang non esensial tetapi menyerap anggaran banyak
(NA) dijadikan prioritas untuk dikeluarkan dari daftar belanja. Hasil analisis ABC dan VEN
dapat digunakan dalam menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi misalnya dalam
pengelolaan stok, penetapan harga satuan obat, penetapan jadwal pengiriman,
pengawasan stok dan monitoring umur pakai obat.
46
Modul Kuliah Farmasi RS [APT.WEMPI EKA RUSMANA, S.FARM., M.M]
47