Anda di halaman 1dari 5

2.

Risiko fisik
Bagi calon wisatawan yang baru pertama kali membeli produk wisata, misalnya paket
wisata ke luar negeri, apalagi hal tersebut merupakan pengalaman pertama ke tempat tujuan
wisata, perjalanan itu tentu menjadi kekhawatiran tersendiri. Beberapa wisatawan merasa
khawatir dengan penyakit, kejahatan, jenis makanan, dan sebagainya. Beberapa wisatawan
lainnya takut akan penggunaan jenis alat transportasi, apakah lewat laut atau udara. Bahkan
penggunaan maskapai pun dipengaruhi oleh persepsinya, bahwa maskapai penerbangan
tertentu lebih aman dari yang lain.
3. Risiko psikologi
Ada kalanya status seseorang (wisatawan) dapat hilang atau jatuh karena mengunjungi
negara tertentu yang dianggap salah atau melakukan perjalanan wisata dengan perusahaan
yang memiliki reputasi yang jelek. Risiko ini terjadi ketika calon konsumen membeli
produk yang tidak merefleksikan kepribadian dan status sosial yang akan dia tunjukkan.
Dari sudut pandang pemasaran pariwisata, risiko ini harus dapat diminimalisasi dengan
strategi produk dan promosi. Pembuatan brosur dan leaflet yang memberikan informasi
detail dapat membantu untuk meyakinkan calon wisatawan tentang reliabilitas produk
sehingga dapat mengurangi persepsi akan risiko. Denga menyediakan informasi yang
detail, konsumen dapat membangun persepsi dan sikap mentalnya sehingga tercipta
harapan akan keuntungan yang positif dari pengalaman wisata yang akan dilakukannya.
4. Risiko keragaan destinasi
Kualitas dari tujuan wisata atau hotel tidak dapat dipastikan sebelum kita menikmati dan
mengalaminya sendiri. Risiko ini dikaitkan dengan perasaan konsumen bahwa produk yang
didapat mungkin tidak sesuai dengan yang diinginkan. Jika wisatawan salah dalam memilih
produk pariwisata, sangat jarang kemungkinannya untuk dapat menggantinya dengan
produk pariwisata lainnya dalam tahun yang sama. Jarang dari mereka memiliki uang
tambahan untuk mengganti kegiatan wisatawan yang kurang menyenangkan. Hal itu akan
menyebabkan meningkatnya kepedulian calon wisatawan akan risiko mengenai keragaan
destinasi wisata yang akan dipilihnya. Contoh, seorang wisatawan tentu akan merasa
kecewa jika di tempat tujuan wisatanya terjadi hujan badai dan salju turun sepanjang hari
atau cuaca terlalu panas atau dingin, yang kurang bersahabat untuk ke luar rumah.

D. MANAJEMEN KUALITAS
Manajemen kualitas sangat penting perannya dalam proses pemasaran pariwisata. Paling tidak
ada empat alasan mengapa manajemen kualitas perlu mendapat perhatian, yaitu sebagai
berikut:
1. Organisasi perlu menemukan cara dan strategi untuk menciptakan keunggulan yang
berbeda dengan memberikan tingkat pelayanan yang berbeda dari pesaing.
2. Peningkatan kadar konsumerisme dan liputan media akan kualitas produk yang
dipasarkan juga berarti bahwa penyedia produk harus lebih reponsif akan isu kualitas
produk. Konsumen semakin peduli akan hak-haknya dan berusaha agar tidak
mengalami kerugian akibat kualitas produk yang didapat tidak sesuai dengan
harapannya.
3. Ada kecendrungan konsumen untuk mencari kepuasan dari produk yang tidak saja
ditentukan oleh harga yang ditawarkan, tetapi juga mengacu pada image atas produk.
Oleh karenanya positioning produk dan pelayanan yang diberikan menjadi sangat
penting dan menentukan.
4. Teknologi menjadi salah satu alat untuk meningkatkan kualitas produk. Teknologi juga
dapat menambah kualitas pelayanan, dengan meningkatkan kadar kenyamanan,
misalnya dengan penyediaan mesin tiket otomatis, transaksi online, penyediaan
informasi produk yang up-to-date dan sebagainya.
Sangat penting kualitas produk untuk dikontrol, khususnya karena berhubungan dengan proses
layanan yang akan diberikan. Hal itu juga akan memengaruhi penjualan produk dan keuntungan
yang diperoleh. Manajemen kualitas, oleh karenanya, menjadi salah satu kunci bagi kesuksesan
strategi pemasaran.
Apa sebenarnya kualitas? Menurut Cooper , et al, (1999 : 359), kualitas adalah totalitas dari
hubungan antara penyedia jasa/layanan (functional aspects) dengan karakteristik produk
(tehnical aspects) yang menjamin kepuasan konsumen. Berkaitan dengan pemasaran produk
pariwisata, aspek kualitas produk dapat diamati dan dikategorisasi sebagai berikut :
1. Keragaan produk
Hal ini menyangkut bukti fisik yang dapat dilihat oleh konsumen menyangkut produk yang
dipasarkan. Misal, konsumen akan melihat kabin pesawat, fasilitas kamar hotel termasuk
material yang dipakai, yang dapat dilihat, disentuh, dirasakan dan seterusnya, termasuk di
dalamnnya penampilan karyawan, peralatan dan perlengkapan yang dipakai untuk
memberikan pelayanan.
2. Reliabilitas/kehandalan
Hal ini menyangkut konsistensi dari keragaan produk yag disediakan untuk konsumen. Itu
berarti perusahaan harus menghormati janjinya. Reliabilitas juga menyangkut kepercayaan
konsumen, bahwa penyedia produk mampu dan terpercaya untuk menyediakan produk dan
layanan yang dijanjikan secara konsisten, akurat dan memenuhi standar kualitas.
3. Responsivitas
Hal ini menyangkut keinginan dan kesiapan karyawan dalam memberikan pelayanan.
Reaksi dan keinginan untuk membantu dan memberikan pelayanan pada konsumen dengan
segera.
4. Kompetensi
Hal ini terfokus kepada pengetahuan, kemampuan, dan keramah-tamahan karyawan:
berhubungan dengan keyakinan konsumen bahwa karyawan yang akan memberikan dan
menyediakan pelayanan memiliki pengetahuan, ketrampilan , dan keramah-tamahan serta
memiliki rasa percaya diri dalam menjalankan tugasnya. Kompetensi juga menyangkut
reputasi organisasi penyedia layanan, karakteristik personel yang melakukan kontak
langsung dengan konsumen, kemampuan menjaga kerahasiaan dan keamanan konsumen.
Singkatnya, mereka harus memiliki kemampuan yang cukup dalam memuaskan kosumen.
5. Empati
Hal ini bertalian dengan perhatian ke konsumen secara pribadi, menyangkut kebutuhan
konsumen, emosi konsumen, keluhan konsumen, dan sebagainya. Penyedia layanan juga
harus mampu mengenali pelanggannya, memelajari kebiasaan dan kebutuhan konsumen
secara perorangan, dan menyediakan bantuan secara pribadi untuk menjamin kepuasannya.
Di samping hal-hal yang disebutkan di atas, juga harus diperhatikan ketersediaan item (barang
dan jasa) yang dibutuhkan konsumen, kontak dan pelayanan, bahkan setelah mereka
menggunakan barang/jasa, penanganan pemesanan produk pariwisata via telepon, fax atau
internet, reliabilitas dan keamanan dari barang/jasa yang akan dijual, ketersediaan literature
atau brosur, jumlah dan tipe item yang akan djual, pengetahuan teknis karyawan, kemampuan
karyawan dalam menangani komplai, dan sebagainya.
Parasuraman, Zeithami dan Barry (1985, dalam Cooper, et al, 1999:365), membuat model
kesenjangan kualitas pelayanan yang menyatakan bahwa konsumen mengevaluasi kualitas
suatu pelayanan yang dialaminya sebagai hasil dari perbedaan (gap) antara pelayanan yang
diharapkan (expected service) dengan pelayanan yang diterimanya (Received service)
sebagaimana dapat dilihat dalam Gambar 9.3 berikut :
Komunikasi dari Pengalaman
Kebutuhan individual
mulut ke mulut terdahulu

Pelayanan yang
diharapkan

GAP 5
Pelayanan yang
KONSUMEN didapat

PEMASAR
Penyediaan layanan (termasuk Komunikasi eksternal
sebelum dan setelah kontrak) dengan konsumen

GAP 3 GAP 4
GAP 1

Penjabaran persepsi ke dalam


spesifikasi kualiitas pelayanan

GAP 2

Persepsi manajemen
tentang harapan konsumen

Gambar 9.1 Model Kualitas Pelayanan

Model tersebut mensyaratkan beberapa hal agar bisa memenuhi pelayanan yang diharapkan
konsumen. Dengan memahami alur dalam model tersebut dimungkinkan untuk menyediakan
manajemen kontrol dalam memberikan pelayanan kepada konsumen (wisatawan). Dari model
tersebut juga dapat diidentifikasi lima kesenjangan yang menyebabkan kegagalan dalam
memberikan pelayanan yang memenuhi ekspektasi konsumen, yaitu sebagai berikut :
1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen (GAP 1)
Kesenjangan ini diakibatkan oleh kurangnya pemahaman akan apa yang konsumen
harapkan dari sebuah produk jasa/layanan. Apa yang biasanya penjual produk anggap
penting bagi konsumen sering berbeda dari apa yang sebenarnya konsumen inginkan
dan harapkan.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas pelayanan (GAP 2)
Kesenjangan ini muncul ketika terjadi perbedaan antara apa yang manajemen
persepsikan sebagai harapan konsumen ternyata berbeda dengan spesifikasi kualitas
layanan yang dikembangkan. Manajemen mungkin tidak menetapkan kualitas standar
dan spesifikasi produk yag detail dan jelas. Mungkin juga mereka cukup baik
melakukan hal itu tetapi sifatnya tidak realistic. Kemungkinan lainnya, standar yang
ditetapkan sudah jelas dan realistis tetapi manajemen kurang berkomitmen untuk
mewujudkannya.
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyediaan pelayanan (GAP 3)
Terkadang walaupun petunjuk, standar, atau guidelines telah ditetapkan untuk
memberikan pelayanan sebaik-baiknya, penyediaan pelayanan riil yang diberikan
kepada konsumen tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan karena
performance karyawan atau personil penyedia produk layanan yang tidak memenuhi
standar kompetensi minimum yang diperlukan. Sesungguhnya karyawan atau personil
penyedia produk layanan memainkan peran yang sangat vital dalam mewujudkan
layanan yang berkualitas.
4. Kesenjangan antara penyediaan pelayanan dan komunikasi eksternal (GAP 4)
Harapan konsumen dipengaruhi oleh janji yag diberikan oleh penyedia layanan
(produsen) melalui pesan-pesan promosi. Pemasar harus memusatkan perhatian pada
konsistensi antara image produk layanan yang digambarkan saat promosi dengan
kualitas layanan aktual yang ditawarkan.
5. Kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang didapat (GAP 5)
Kesenjangan ini muncul jika salah satu atau beberapa kesenjangan sebelumnya sudah
terjadi. Bentuk kesenjangan apapun yang terjadi, hasil akhirnya bermuara pada
kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan konsumen dengan pelayanan yang
didapat secara aktual oleh konsumen.

Anda mungkin juga menyukai