Anda di halaman 1dari 4

BPJS merupakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang bertanggung

jawab terhadap presiden dan memilik tugas untuk menyelenggarakan program


Jaminan Kesehatan Nasional untuk seluruh Rakyat Indonesia. BPJS bergerak
berdasarkan UU No. 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan
UU No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5 ayat 1 dan
pasal 52.

Tugas BPJS berdasarkan UU. No. 40 tahun 2004 yaitu


Pasal 24 ayat (3):
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial mengembangkan sistem pelayanan kesehatan,
sistem kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas jaminan kesehatan.

Penjelasan pasal 24 ayat (3):


Dalam pengembangan pelayanan kesehatan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
menerapkan sistem kendali mutu dan kendali biaya termasuk menerapkan iur biaya
untuk mencegah penyalahgunaan pelayanan kesehatan.

Dan UU No. 36 tahun 2009


Pasal 20 ayat (1) :
Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat
melalui sistem jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
Gotong royong dalam hal pembiayaan pelayanan kesehatan, contohnya apabila ada 1
peserta JKN-KIS yang menderita DBD, maka biaya pelayanan kesehatan yang
diperolehnya, ditanggung oleh iuran 80 peserta JKN-KIS yang sehat. Oleh karena itu,
jumlah peserta yang sehat harus lebih banyak dibanding peserta yang sakit agar
program JKN-KIS ini dapat sustain dan terus berkembang memberikan manfaat bagi
penduduk Indonesia.

Namun dalam hal pelaksanaannya BPJS mengalami banyak kendala. Banyak kendala
baik dari segi pendanaan, pelaksanaan ataupun pemerataannya. Menurut dr. Sunarto
dari departemen IKM FK UII mengatakan bahwa “masih banyak kendala bpjs bagi
klinisi terutama dokter”. banyak dokter yang merasa dirugikan dengan kebijakan
BPJS karena merasa bahwa dokter dituntut untuk menyembuhkan tapi malah
kebijakan ini mempersulit mereka untuk memberi terapi yang harusnya. Selain itu
BPJS sering kali terlambat dalam memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada
dokter.

Jika menilik pernyataan dari BPJS seharusnya hal seperti ini tidak akan terjadi karena
secara teori alur pendanaan maupun alur pemerataan sudah baik tetapi nyatanya masih
banyak pihak yang belum merasakan manfaat program BPJS tersebut. Banyak orang
yang merasa bahwa alur program BPJS ini terlalu rumit dan harus menunggu lama
untuk mendapatkan pengobatan, sedangkan mereka sangat membutukan penanganan
secepat mungkin. Hal ini dapat di karenakan keterbatasan pihak rumah sakit dalam
memberi penangan yang mungkin disebabkan oleh keterlambatan BPJS dalam
memberikan dana operasional.
Sumber masalah BPJS berawal dari beberapa hal yaitu:
 Indonesia belum mencapai Universal Health Coverage (UHC). Tertanggal 1
agustus kepesertaan BPJS hanya mencapai 200.290.408.
 Sistem pembayaran premi BPJS Kesehatan belum tertib.
 Fraud (kecurangan yang dilakukan pihak pengelola BPJS Kesehatan maupun
fasilitas kesehatan terkait klaim BPJS).
 Pemasukan dan pengeluaran BPJS Kesehatan tidak seimbang yaitu pada tahun
2017 pemasukan hanya mencapai 74,24 Triliun Rupiah, dari pengeluaran yang
mencapai 84,4 Triliun Rupiah.
 Defisit keuangan BPJS Kesehatan hingga mencapai 4,8 triliun per Mei 2018.
 Pengeluaran BPJS Kesehatan tahun 2017 untuk operasi katarak mencapai Rp2,6
triliun. Kemudian, pembiayaan pelayanan bayi lahir sehat Rp1,1 triliun, dan
pembiayaan rehabilitasi medis Rp960 milyar
 Defisit 10,2 Triliun membuat BPJS Kesehatan perlu memperketat/merombak
efisiensi dan efektifitas pelayanan kesehatan sehingga peraturan ini dianggap
mampu mewujudkan misi tersebut

Masih banyak penyakit yang seharusnya bisa dicegah tetapi malah muncul dan
membebani anggaran pengobatan program BPJS. Pemerintah terkesan lebih
mementingkan pembangunan infrastruktur dibandingkan kesehatan. Hal ini dapat
dilihat pada tautan berikut: Bahaya, Rp 73 Triliun Uang Buruh BPJS-TK Buat
Infrastruktur (REPUBLIKA ONLINE)
https://republika.co.id/berita/kolom/wacana/18/03/24/p61fo8385-bahaya-rp-73-triliun
-uang-buruh-bpjstk-buat-infrastruktur

Baru-baru ini pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang sharing pajak rokok dan
suntikan dana 4,9 Triliyun rupiah untuk menutupi defisit BPJS tahun 2018. hal yang
menjadi perhatian adalah defisit bpjs ini sudah terjadi semenjak awal di dirikannya
bpjs. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseriusan pemerintah dalam menyelesaikan
masalah kesehatan di indonesia.

Maka dengan LEM FK UII mengambil sikap :


1. Diperlukan kajian lebih lanjut tentang masalah ini sehingga titik permasalahan
benar-benar ditemukan dan dapat dicari solusi terbaik
2. Mengajak teman-teman mahasiswa untuk lebih kritis lagi mengenai permasalahan
ini karena hal ini sangat penting menyangkut pekerjaan kita sebagai dokter
3. Menghimbau BPJS dan Menteri Kesehatan untuk segera menemukan solusi
jangka panjang sehingga permasalahan yang sama tidak terjadi secara terus
menerus.

Anda mungkin juga menyukai