Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut WHO (1974) komunitas didefinisikan sebagai kelompok sosial
yang ditentukan oleh batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang
sama serta adanya saling mengenal dan berinteraksi antara anggota masyarakat
yang satu dengan yang lainnya, sedangkan Spradley (1985) mendefenisikan
komunitas sebagai sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman penting
dalam hidupnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunitas berarti
sekelompok individu yang tinggal pada wilayah tertentu, yang memiliki nilai-
nilai keyakinan minta relatif sama serta ada interaksi satu sama lain untuk
mencapai tujuan. Keperawatan komunitas disini membahas mengenai
kelompok-kelompok khusus.
Perawatan kelompok kusus adalah upaya di bidang keperawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan kepada kelompok – kelompok individu yang
mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan kesehatan dan
kesehatan serta rawan terhadap masalah tersebut yang dilaksanakan secara
terorganisir dengan tujuan meningkatkan kemampuan kelompok dan derajat
kesehatannya, mengutamakan upaya promotif dan preventif dengan tidak
melupakan upaya kuratif dan rehabilitative yang ditujukan kepada mereka yang
tinggal dipanti dan kepada kelompok – kelompok yang ada dimasyarakat,
diberikan oleh tenaga keperawatan dengan pendekatan pemecahan masalah
melalui proses keperawatan.
Salah satu kelompok khusus dalam komunitas adalah kelompok khusus
agregat lansia (lanjut usia). Menurut organisasi dunia (WHO) lanjut usia
meliputi usia pertengahan (middleage) adalah kelompok usia 45-59 tahun, Usia
lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, Usia lanjut (old) adalah
kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) adalah kelompok
usia diatas 90 tahun. Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses
penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara

1
biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses
penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan
fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang
sebagai beban dari pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan
bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada
yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan
secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat (Ismayadi, 2004).
Mengingat pentingnya keperawatan komunitas ini maka pada makalah ini
kami membahas mengenai keperawatan kelompok khusus agregat lansia.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Mengetahui pengertian dari kelompok khusus pada agregat lansia.
2. Mengetahui lingkup pelayanan pada usia lanjut.
3. Mengetahui askep pada agregat dalam komunitas kesehatan lansia :
gangguan kognitif

BAB II
PEMBAHASAN

A.Konsep Lansia
2.1 Pengertian Kelompok Khusus Pada Agregat Lansia
Kelompok khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu yang
karena keadaan fisik, mental maupun social budaya dan ekonominya perlu
mendapatkan bantuan, bimbingan dan pelayanan kesehatan dan asuhan
keperawatan, karena ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam
memelihara kesehatan dan keperawatan terhadap dirinya sendiri.

2
Perawatan kelompok khusus adalah upaya di bidang keperawatan
kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada kelompok – kelompok individu
yang mempunyai kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan kesehatan dan
kesehatan serta rawan terhadap masalah tersebut yang dilaksanakan secara
terorganisir dengan tujuan meningkatkan kemampuan kelompok dan derajat
kesehatannya, mengutamakan upaya promotif dan preventif dengan tidak
melupakan upaya kuratif dan rehabilitatif yang ditujukan kepada mereka yang
tinggal di panti dan kepada kelompok – kelompok yang ada di masyarakat,
diberikan oleh tenaga keperawatan dengan pendekatan pemecahan masalah
melalui proses keperawatan.
Salah satu dari kelompok khusus yaitu kelompok khusus agregat lanjut
usia (lansia). Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya
antara usia 65 dan 75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastis dan
ahli demografi memperhitungkan peningkatan populasi lansia sehat terus
meningkat sampai abad selanjutnya (Potter & Perry, 2005). Lanjut usia
merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan
batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah
penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang
ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa
kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat (Ismayadi, 2004). Menurut Constantinidies menua
(menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan - lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri / mengganti diri dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut organisasi dunia
(WHO) lanjut usia meliputi usia pertengahan (middleage) adalah kelompok

3
usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun,
Usia lanjut (old) adalah kelompok usia 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very
old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun.
Asuhan keperawatan lansia mengahadapi tantangan khusus karena
perbedaan fisiologis, kognitif, dan kesehatan psikososial. Lansia bervariasi
pada tingkat kemampuan fungsional. Mayoritas merupakan anggota
komunitas yang aktif, terlibat, dan produktif. Hanya sedikit yang telah
kehilangan kemampuan untuk merawat diri sendiri, bingung atau merusak
diri, dan tidak mampu mebuat keputusan yang berkaitan dengan kebutuhan
mereka.

2.2 Lingkup Pelayanan Pada Usia Lanjut


Lingkup pelayanan pada usia lanjut meliputi :
1. Pelayanan kesehatan berbasis komunitas
Pelayanan pada usia lanjut di masyarakat bertujuan untuk meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan usia lajut melalui kegiatan secara
berkelompok/peer group dan meningkatkan kemandirian. Pelayanan
kesehatan yang dilakukan meliputi upaya Promotif, Preventif, Kuratif,
Rehabilitatif melalui kegiatan Posbindu, home care dan asuhan
keperawatan komunitas.
a. Pelayanan Kesehatan Lansia Berbasis Institusi
1) Poliklinik Geriatrik (rawat jalan) bersifat subspesialistik.
Pelayanan yang diberikan meliputi assesment, pengobatan sederhana
dan konsultasi
2) Bangsal Geriatrik Akut
Pelayanan yang diberikan meliputi assesment, kuratif dan rehabilitatif
terutama untuk usia lanjut penderita penyakit akut dan sub akut :
stroke, penyakit jantung, pneumonia, diabet.
3) Bangsal Geriatri Kronis / Rawat Inap
Merawat usia lanjut dengan penyakit kronis.
4) Panti Werda (Nursing home)
Layanan diberikan pada usia lanjut yang mengalami ketergantungan
fisik, memerlukan bantuan medis secara yang bersifat intermediate
dan keterbatasan keluarga dalam merawat
5) Konsultasi Geriatri : Layanan Konsultatif pada klien geriatrik
6) Respite care/tempat peristirahatan

4
Ditujukan pada usia lanjut dengan gangguan fungsional yang ringan/
mengalami ketergantungan ringan dan tidak menghendaki tinggal di
dalam keluarga
7) Perawatan harian/day care
Adalah pelayanan yang diberikan oleh perawat profesional kepada
usia lanjut di lingkungan masyarakat selama beberapa jam dalam
setiap harinya, ditujukan pada usia lanjut yang mengalami gangguan
atau kemunduran fisik dan kognitif yang membatasi kemandiriannya,
tidak mengalami sakit yang parah, dimana keluarga memiliki
keterbatasan sumber daya dalam merawat.

2. Kelompok Usia Lanjut


Menurut Nugroho (2008), tidak ada batasan yang pasti tentang
pembagian usia pada lansia. Menurut pendapat beberapa ahli batasan usia
dapat dibedakansebagai berikut.
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) ada empat tahap, antara
lain:
1) Usia pertengahan (middle age) (45-59 tahun)
2) Lanjut usia (elderly) (60-74 tahun)
3) Lanjut usia tua (old) (75-90 tahun)
4) Usia sangat tua (very old) (di atas 90 tahun)
b. Menurut Masdani (Tanpa Tahun), lanjut usia merupakan kelanjutan usia
dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu:
1) Fase iuventus, antara usia 25-40 tahun
2) Fase verilitas, antara usia 40-50 tahun
3) Fase prasenium, antara usia 55-65 tahun
4) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia
c. Menurut Setyonegoro (Tanpa Tahun), lanjut usia dikelompokkan
sebagai berikut:
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood ) (usia 18/20-25 tahun)
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas (usia 25-60/65
tahun)
3) Lanjut usia ( geriatric age) (usia lebih dari 65/70 tahun), terbagi atas:
- Usia 70-75 tahun ( young old )
- Usia 75-80 tahun (old )
- Usia lebih dari 80 tahun (very old )

3. Konsep Tentang Usia Lanjut


a. Pada Usia lanjut perkembangan lebih pada proses kematangan
(maturasi)

5
b. Jumlah Usia lanjut cenderung melonjak di masa-masa mendatang
c. Pada Usia Lanjut terjadi perubahan fisik dan psikososial
d. Usia lanjut lebih berfokus pada dirinya sendiri
e. Usia lanjut memiliki kemampuan memaksimalkan kemandiriannya,
membangun hubungan sosial, dan memelihara kehidupan yang
berkualitas
f. Kebutuhan khusus usia lanjut : peningkatan kesehatan dan pncegahan
penyakit

Adapun beberapa konsep-konsep lain tentang usia lanjut, yaitu :


a. Jtng’s Theory of Individualism
Perjalanan proses menua, perubahan kepribadian sering dimulai dari
luar difokuskan dan diperhatikan kemandirian dirinya di masyarakat
artinya ke arah dalam diri, seperti individu mencari jawaban dari dalam
diri.
Menua dikatakan sukses ketika seseorang melihat ke dalam dan nilai
dirinya lebih dari kehilangan atau pembatasan fisiknya. Individu dapat
menerima prestasi dan keterbatasannya.
b. Gambaran empat dimensi pada lansia terhadap proses menua Longaker
(1997) :
a. Lansia melihat makna dalam hidupnya
b. Refleksi terhadap hubungan masa lalu dan berharap dapat
memperbaikinya
c. Ingin memahami keluhan fisik dan emosional yang dialami dan
dirasakan, saat mengalami suatu penderitaan dengan tujuan untuk
memperoleh hikmah dari penderitaan yang dialaminya
d. Refleksi terhadap kematian, merupakan persiapan terhadap
kematian saat seseorang mulai memasuki usia lanjut
c. Tugas perkembangan lansia meliputi :
a. Pengaturan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
b. Pengaturan dari kehilangan pekerjaan/ pensiun dan penurunan
penghasilan
c. Pengaturan kehilangan pasangan /meninggalnya suami/istri
d. Mendirikan perkumpulan kelompok umur, adaptasi tugas
masyarakat
e. Membuat perencanaan kehidupan fisik yang memuaskan

4. Kesalahan Tentang Konsep Lansia

6
Ada beberapa kesalahan yang sering ditemui di masyarakat tentang
konsep lansia yaitu :
a. Tidak dapat hidup secara mandiri
b. Usia kronologis seseorang mempengaruhi proses menua
c. Kemampuan intelektual di usia tua akan menurun
d. Lansia tidak dapat hidup produktif/ aktif
e. Lansia Resisten terhadap perubahan
f. Lansia berharap adanya keamanan sosial

5. Karakteristik Kesehatan Usia Lanjut


Adapun karakteristik kesehatan usia lanjut antara lain :
a. Proses menua adalah normal dan alamiah, fisiologis dan tidak dapat
kembali seperti semula
b. Kebutuhan dasar : physiology, safety, love, self-esteem, self-
actualization
c. Optimalisasi kemampuannya lebih penting dari pada masalah
kesehatan yang dihadapinya
d. Kemampuan fungsional : kemampuan beradaptasi, mengatasi stres,
melakukan aktifitas

6. Kebutuhan aktualisasi diri pada usia lanjut


Aktualisasi diri pada usia lanjut merupakan kebutuhan dasar yang paling
tinggi dari hirarki Maslow, dimana kebutuhan ini akan terpenuhi jika
kebutuhan dasar di bawahnya sudah terpenuhi dengan baik. Kebutuhan
aktualisasi diri pada lansia menunjukkan bahwa seseorang telah mencapai
potensi mereka secara optimal. Lansia yang telah teraktualisasi dirinya,
adalah orang yang telah mampu menyelesaikan tugas-tugas sebelumnya
dengan baik, memiliki kepuasan atas prestasinya, mampu menghadapi
masalah secara realistis, walapun juga mengalami kegagalan/kekurangan
sebelumnya. Aktualisasi diri pada lansia terjadi pada saat terjadi
keseimbangan antara kebutuhan dan tekanan, serta adanya kemampuan
untuk beradaptasi terhadap perubahan tubuh dan lingkungannya

7. Health Needs
Dalam pemenuhan kebutuhan kesehatan pada lansia perlu memperhatikan
hal-hal di bawah ini :

7
a. Nutrisi : dalam rangka mempertahankan berat badan yang
optimal/seimbang (rendah lemak, cukup kalori, tinggi protein), hindari
penggunaan obat laxative, cukup minum dan makanan tinggi serat
b. Jaga kesehatan gigi
c. Latihan fisik/ olah raga, diawali dengan pemanasan
d. Jaminan keuangan
e. Kebutuhan psikososial : kemampuan koping, peningkatan kemandirian,
interaksi sosial.
f. Kebutuhan keamanan/keselamatan : menghindari cedera/jatuh,
keamanan pengobatan.
g. Kebutuhan Spiritual : mempersiapkan diri akan kematian
h. Screening/ pemeriksaan kesehatan untuk deteksi dini penyakit dan
penyembuhan

8. Health Problems
Masalah-masalah kesehatan yang sering dialami lansia yaitu :
a. Alzheimer
b. Arthritis
c. Cancer
d. Depression
e. Diabetic
f. Cardiovascular
g. Osteoporosis

9. Health Service Criteria


Kriteria pelayanan kesehatan pada lansia yaitu :
a. Komprehensif : adanya dukungan finansial yang adekuat, perawatan
sehari-hari, pelayanan kesehatan yang memadai, pendidikan kesehatan,
perawatan keluarga, kebutuhan rekreasi, aktifitas fisik dan pelayanan
transportasi
b. Adanya kerjasama/ terkoordinasi lintas program/sektoral
c. Mudah dijangkau
d. Memperhatikan kualitas pelayanan

B. Gangguan Kognitif
2.3 Pengertian Gangguan Kognitif
Gangguan kognitif (cognitive dissorder) meliputi gangguan dalam
pikiran atau ingatan yang menggambarkan perubahan nyata dari tingkat
fungsi individu yang sebelumnya (APA, 2000). Gangguan kognitif tidak
memiliki dasar psikologis; gangguan ini disebabkan oleh kondisi fisik atau

8
medis, atau penggunaan obat atau putus zat, yang mempengaruhi fungsi dari
otak.
2.4 Klasifikasi Gangguan Kognitif
2.4.1 Delirium
2.4.1.a Pengertian Delirium
Delirium berasal dari bahasa latin, de berarti dari dan lira
berarti garis atau alur. Hal ini berarti pergeseran dari garis, atau
norma, dalam persepsi, kognisi dan perilaku. Delirium
mencakup keadaan kebingungan mental yang ekstreem dimana
orang mengalami kesulitan berkonsentrasi dan berbicara jelas
serta masuk akal. Orang yang terkena delirium mungkin
mengalami kesulitan untuk mengabaikan stimulus yang tidak
sesuai atau mengalihkan perhatian mereka pada tugas yang baru.
Orang-orang dalam kondisi delirium mungkin mengalami
halusinasi yang menakutkan ,terutama halusinasi visual .
Gangguan dalam persepsi juga sering terjadi.
2.4.1.b Penanganan Delirium
Terapi diawali dengan memperbaiki kondisi penyakitnya dan
menghilangkan faktor yang memberatkan seperti:
1. Menghentikan penggunaan obat
2. Obati infeksi
3. Suport pada pasien dan keluanga
4. Mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan
pasien
5. Cukupi cairan dan nutrisi
6. Vitamin yang dibutuhkan
2.4.2 Demensia
2.4.2.a Pengertian Demensia
Demensia ini biasa disebut kepikunan—merupakan
deskriptif umum bagi kemunduran kemampuan intelektual
hingga ke titik yang melemahkan fungsi sosial dan pekerjaan.
Demensia ini terjadi secara sangat perlahan selama bertahun-
tahun. Kelemahan kognitif dan behavioral yang hampir tidak
terlihat dapat dideteksi jauh sebelum orang yang bersangkutan
menunjukan hendaya yang tampak jelas (Small dkk., 2000).
2.4.2.b Penanganan Demensia Vaskular

9
Mengontrol kondisi yang mempengaruhi kesehatan jantung
dan pembuluh darah biasanya dapat menurunkan kemungkinan
memburuknya demensia vaskular, dan juga kadang mencegah
penurunan lebih lanjut. Dokter mungkin meresepkan obat untuk:
- Menurunkan tekanan darah
- Mengurangi kadar kolesterol
- Mencegah darah dari pembekuan dan menjaga kebersihan
arteri
- Membantu mengontrol gula darah jika Anda memiliki
diabetes

2.4.3 Gangguan Amnestik


2.4.3.a Pengertian Gangguan Amnestik

Gangguan amnestik (biasa disebut amnesia) ditandai oleh


penurunan fungsi ingatan secara dramatis yang tidak
berhubungan dengan keadaan delirium atau demensia. Amnesia
meliputi ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru
(defisit ingatan jangka pendek) atau untuk mengingat kembali
informasi yang sebelumnya dapat diakses atau kejadian-kejadian
masa lalu dan kehidupan seseorang (defisit jangka panjang).

2.4.3.b Penanganan Gangguan Amnestik


Pendekatan primer untuk mengobati Gangguan Amnestik
adalah mengobati penyebab yang mendasarinya.
Sesudah resolusi dari episode amnestik, maka psikoterapi
dari beberap tipe (cognitive, psikodinamik, atau suportif) bisa
menolong pasien untuk bekerja sama dalam mengatasi
pengalaman amnestik dalam hidup mereka.

10
BAB III
ASKEP PADA AGREGAT DALAM KOMUNITAS KESEHATAN
LANSIA : GANGGUAN KOGNITIF

3.1 Persiapan
Kegiatan praktik keperawatan komunitas diawali dengan
penerimaan mahasiswa yang dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2019,
dikantor Kepala Desa Suka Dame Dusun III dan IV. Dalam acara serah
tersebut mahasiswa mendapat penjelasan dari bapak kepala desa dan
dilanjutkan dengan orientasi di wilayah dusun. Selanjutnya mahasiswa
melanjutkan kegiatan sebagai berikut: mengidentifikasi tokoh-tokoh
masyarakat dilakukan melalui pertemuan dnegan aparat pemerintah, tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh remaja, kader puskesmas, serta membuat
kontrak waktu dengan masyarakat.
Melalui proses penajajakan dan observasi serta wawancara pada
pertemuan pertama diperoleh data-data masyarakat mengenai Berdasarkan
pengkajian, selama 6 bulan terakhir riwayat penyakit yang terjadi pada
Desa Dusun III dan IV, Desa Suka Dame adalah masalah gangguan
kognitif. Berdasarkan data-data diperoleh tersebut, ,mahasiswa membuat
kuisioner yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut

11
masalah gangguan kognitif yang kemudian akan menyusun langkah-
langkah yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah gangguan kognitif
yang terjadi pada lansia.
3.2 Deskripsi Daerah PBL
Kelompok PBL mendapatkan lokasi di Dusun III dan IV, Desa Suka
Dame. Dengan demikian maka pengamatan kelompok yang meliputi data
umum dan data khusus.
3.3 Pelaksanaan
3.3.1 Pengkajian
Dilihat dari geografisnya, Dusun III dan IV adalah bagian dari desa
Suka Dame yang merupakan dusun pinggiran kota dengan luas
dusun IV ± 80 ha, dan dusun VII ± 60 ha. Lokasi pengkajian yang
dilakukan adalah di dusun III dan IV.
Jumlah kepala keluarga yang ada di Dusun III dan IV sebanyak
180KK dan 300 jiwa.
Berikut Lampiran data-data yang berkaitan dengan Demografi masyarakat
yang ada di Dusun III dan IV.
DIAGRAM KUISIONER 1.
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III Dan
IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa masyarakat di desa suka dame dusun III
dan IV mayoritas perempuan adalah 60%.

12
DIAGRAM KUISIONER 2
Distribusi Frekuensi Pekerjaan Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III dan IV

Pekerjaan Desa Suka Dame Dusun III


dan IV

7% WIRASWASTA
28% IRT
24%
PNS

10% BURUH
31%
PEGAWAI BUMN

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa pekerjaan desa suka dame mayoritas IRT
sebesar 31%

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 1. HIPERTENSI

Distribusi Frekuensi Hipertensi Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

13
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
hiperentensi adalah 60%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 2. HIPERTENSI


Distribusi Frekuensi mengkonsumsi garam pada Masyarakat Desa Suka Dame
Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang
mengkonsumsi garam adalah 46%.
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 3. HIPERTENSI

14
Distribusi Frekuensi merokok pada Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III Dan
IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang merokok
sebanyk 75%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 4. HIPERTENSI


Distribusi Frekuensi yang mengkonsumsi makanan berlemak pada Masyarakat
Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang
mengkonsumsi makanan berlemak sebanyak 73%.

15
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 5. HIPERTENSI
Distribusi Frekuensi yang mengkonsumsi alkohol pada Masyarakat Desa Suka
Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang
mengkonsumsi garam sebanyak 78%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 6. HIPERTENSI


Distribusi Frekuensi yang rajin olahraga pada Masyarakat Desa Suka Dame
Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang tidak rajin
berolahraga sebanyak 75%.

16
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 1. RA (RHEUMATOID
ARTRITIS)
Distribusi Frekuensi Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III Dan IV yang pernah
mengalami RA (Rheumatoid Athirtis)

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang pernah
mengalami RA adalah sebanyak 70% dan yang tidak pernah 30%.
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 2. RA (RHEUMATOID
ARTRITIS)
Distribusi Frekuensi yang sering mengalami nyeri pada Masyarakat Desa Suka
Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang
sering mengalami nyeri sebanyak 72%.

17
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 3. RA (RHEUMATOID
ARTRITIS)
Distribusi Frekuensi yang sering mengalami kebas/kesemuan pada Masyarakat
Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang sering
mengalami kebas/kesemutan sebanyak 78%.
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 4. RA (RHEUMATOID
ARTRITIS)
Distribusi Frekuensi yang mengalami pembengkakan di area tangan/kaki pada
Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa
yang mengalami pembengkakan di area tangan/kaki sebanyak 72%.

18
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 5. RA (RHEUMATOID
ARTRITIS)
Distribusi Frekuensi yang pernah memeriksa penyakitnya ke pelayanan
kesehatanya pada Masyarakat Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang pernah
memeriksa penyakitnya ke pelayanan kesehatan sebanyak 87%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 6. RA (RHEUMATOID


ARTRITIS)
Distribusi Frekuensi yang teratur meminum obat pada Masyarakat Desa Suka
Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang minum obat
secara teratur sebanyak 20 % dan yang meminum obat kadang-kadang jika nyeri
kambuh sebanyak 38%.

19
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 1. GOUT (Asam Urat)
Distribusi Frekuensi pengetahuan masyarakat tentang GOUT (Asam Urat) pada
Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang tahu tentang
penyakit asam urat sebanyak 95%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 2. GOUT (Asam Urat)


Distribusi Frekuensi yang pernah mengalami asam urat pada Desa Suka Dame
Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang pernah
mengalami penyakit asam urat sebanyak 52%.

20
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 3. GOUT (Asam Urat)
Distribusi Frekuensi mengalami pembengkakan di area kaki Desa Suka Dame
Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
pembengkakan di area kaki sebanyak 52%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 4. GOUT (Asam Urat)


Distribusi Frekuensi mengalami nyeri di area kaki Desa Suka Dame Dusun III
Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
nyeri di area kaki sebanyak 52%.

21
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 5. GOUT (Asam Urat)
Distribusi Frekuensi memakan sejenis kacang-kacangan pada Desa Suka Dame
Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang memakan
sejenis kacang-kacangan sebanyak 58%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 6. GOUT (Asam Urat)


Distribusi Frekuensi memakan makanan berlemak pada Desa Suka Dame Dusun
III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang memakan
makanan berlemak sebanyak 92%.

22
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 1. DM (Diabetes Melitus)
Distribusi Frekuensi mengetahui penyakit DM (Diabetes Melitus) pada Desa Suka
Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengetahui
tentang DM sebanyak 95%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 2. DM (Diabetes Melitus)


Distribusi Frekuensi pernah mengalami DM (Diabetes Melitus) pada Desa Suka
Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
DM sebanyak 62%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 3. DM (Diabetes Melitus)

23
Distribusi Frekuensi sering makan manis-manisan pada Desa Suka Dame Dusun
III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang suka makan
manis-manisan sebanyak 55%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 4. DM (Diabetes Melitus)


Distribusi Frekuensi mengalami luka pada kaki yang susah sembuh dan gatal pada
Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
luka yang susah sembuh dan gatal sebanyak 58%.

24
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 5. DM (Diabetes Melitus)
Distribusi Frekuensi memakan makanan berlemak pada Desa Suka Dame Dusun III Dan
IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang memakan
makanan berlemak sebanyak 85%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 6. DM (Diabetes Melitus)

25
Distribusi Frekuensi mengalai nyeri di area luka pada Desa Suka Dame Dusun III
Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
nyeri di area luka sebanyak 55%.

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 1. DEMENSIA


Distribusi Frekuensi kurang mengetahui penyakit Demensia pada Desa Suka
Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengetahui
penyakit demensia sebanyak 95%

26
DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 2. DEMENSIA
Distribusi Frekuensi mengalami penyakit Demensia pada Desa Suka Dame Dusun
III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa yang mengalami
penyakit delirium sebanyak 42%

.DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 3. DEMENSIA


Distribusi Frekuensi merasa kebingungan pada Desa Suka Dame Dusun III Dan
IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa merasa
kebingungan sebanyak 57%

27
.DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 4. DEMENSIA
Distribusi Frekuensi mengalami depresi pada Desa Suka Dame Dusun III Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa mengalami
depresi sebanyak 53%

DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 5. DEMENSIA


Distribusi Frekuensi kesulitan berkomunikasi pada Desa Suka Dame Dusun III
Dan IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa kesulitan
berkomunikasi sebanyak 70%

28
.DIAGRAM PERTANYAAN KUISIONER 6. DEMENSIA
Distribusi Frekuensi konsentrasi menurun pada Desa Suka Dame Dusun III Dan
IV

Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa mayoritas dari 300 jiwa konsentrasi
menuruni sebanyak 77%

3.3.2 Analisa Data

No Data Etiologi Problem

1 a. Mengetahui tentang penyakit hambatan komunikasi verbal. Kurangnya


dimensia : 5% Lansia Pengetahuan
mengetahui tentang penyakit tentang Dimensia.
dimensia, 95 % Lansia tidak
mengetahui tentang penyakit
dimensia

b. Pernah mengalami
kebingungan : 57% pernah
mengalami kebingungan,
43% lansia tidak pernah
mengalami kebingungan

c. Pernah mengalami depresi :


47% pernah mengalami
Depresi, 53% lansia tidak
pernah mengalami depresi

d. Kesulitan berkomuikasi 70%

29
lansia kesulitan dalam
berkomunikasi, 30% lansia
tidak kesulitan dalam
berkomunikasi

a. Konsentrasi menurun 77%


lansia mengalami konsentrasi
menurun, 23% lansia tidak
mengalami konsentrasi
menurun

2 a. Pernah mengalami hilangnya kekuatan otot, rasa Resiko cedera


Rheumatoid Athirtis : 70% nyeri
pernah mengalami
kebingungan, 30% lansia
tidak pernah mengalami
kebingungan

b. Sering mengalami nyeri


Rheumatoid Athirtis : 72%
pernah mengalami nyeri,
28% lansia tidak pernah
mengalami nyeri.

c. Sering mengalami
kebas/kesemutan : 78%
pernah mengalami
kebab/kesemutan, 22% lansia
tidak pernah mengalami
kebab/kesemutan.

d. Pernah mengalami
Pembengkakan di
tangan/kaki : 72% pernah
mengalami Pembengkakan di
tangan/kaki, 28% lansia tidak
pernah mengalami
Pembengkakan di
tangan/kaki

e. Pernah memeriksa penyakit


ke pelayanan kesehatan: 47%
pernah memeriksa penyakit
ke pelayanan kesehatan, 53%

30
lansia tidak pernah
memeriksa penyakit ke
pelayanan kesehatan

3 a. Mengetahui tentang penyakit ketidakmampuan lansia dalam Kurang


dimensia : 5% Lansia menerima informasi konsentrasi
mengetahui tentang penyakit
dimensia, 95 % Lansia tidak
mengetahui tentang penyakit
dimensia

b. Pernah mengalami
kebingungan : 57% pernah
mengalami kebingungan,
43% lansia tidak pernah
mengalami kebingungan

c. Pernah mengalami depresi :


47% pernah mengalami
Depresi, 53% lansia tidak
pernah mengalami depresi

d. Kesulitan berkomuikasi 70%


lansia kesulitan dalam
berkomunikasi, 30% lansia
tidak kesulitan dalam
berkomunikasi

e. Konsentrasi menurun 77%


lansia mengalami konsentrasi
menurun, 23% lansia tidak
mengalami konsentrasi
menurun

3.3.3 Diagnosa Keperawatan Komunitas

1. Kurang konsentrasi b/d ketidakmampuan lansia dalam menerima


informasi

2. Resiko cedera b/d hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri

3. Kurangnya Pengetahuan tentang Dimensia b/d hambatan komunikasi


verbal

31
3.3.4 PERENCANAAN/INTERVENSI

a. PRIORITAS MASALAH

Masalah A B C D E F G H I J K TOTAL URUTAN


Kurangnya 3 3 4 1 2 3 3 2 2 1 2 26 3
Pengetahuan
tentang
Dimensia.
Resiko cedera 2 3 4 5 2 3 3 1 1 1 2 27 2
Kurang 3 2 4 5 4 3 5 2 4 3 2 37 1
konsentrasi

b. Intervensi Keperawatan

NO MASALAH TUJUAN RENCANA Sasaran WAKT TEMPAT Metode


TINDAKAN U

1. Kurang Tujuan 1.Lakuka Keluarga 29/05/2 Balai Desa Ceramah


konsentra umum : pendekatan 019 Edukasi
si b/d Terbentuk secara formal Lansia dan
nya dengan Demonstra
ketidakma
kelompok masyarakat si
mpuan lansia 2. berikan
lansia yang penyuluhan
dalam peduli tentang cara
menerima terhadap mengatasi
informasi kesehatan kurang
konsentrasi
Tujuan pada lansia
khusus : 3.Demonstras
Agregrat ika cara
lansia mengatasi
sedikit kurang
mengalam konsentrasi
i pada lansia
ketidakma 4. Beri

32
mpuan kesempatan
dalam pada
menerima kelompok
informasi lansia untuk
mempraktikk
an cara
mengatasi
kurang
konsentrasi
dengan baik
dan benar
5.Lakukan
kerjasama
dengan
puskesmas
dan posbindu

3.3.5 Implementasi
Dx.Keperawatan Hari/tannggal Kegiatan
Kurang Jumat/31 Mei 2019 1. Lakukan pendekatan secara
konsentrasi b/d formal dengan masyarakat
ketidakmampuan 2. berikan penyuluhan tentang cara
mengatasi kurang konsentrasi pada
lansia dalam
lansia
menerima 3.Demonstrasika cara mengatasi
informasi kurang konsentrasi pada lansia
4. Beri kesempatan pada kelompok
lansia untuk mempraktikkan cara
mengatasi kurang konsentrasi pada
lansia dengan baik dan benar

3.3.6 Evaluasi
Pelaksanaan evaluasi meliputi evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses dari
pelaksanaan diagnosa keperawatan pertama di Desa Suka Dame Dusun III Dan IV
adalah 100% peserta hadir, 90% peserta terlibat aktif dalam diskusi dan
pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai alokasi waktu. Evaluasi hasil yang dapat
diketahui adalah melalui peningkatan pengetahuan keluarga lansia tentang cara

33
mengatasi kurang konsentrasi dengan baik dan benar yang dapat dilihat dari
antusias keluarga dan lansia dalam mempraktikan cara mengatasi kurang
konsentrasi pada lansia dengan baik dan benar.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kelompok
khusus adalah sekelompok masyarakat atau individu yang karena keadaan
fisik, mental maupun social budaya dan ekonominya perlu mendapatkan
bantuan, bimbingan, pelayanan kesehatan dan asuhan keperawatan, karena
ketidakmampuan dan ketidaktahuan mereka dalam memelihara kesehatan dan
keperawatan terhadap dirinya sendiri. Salah satu agregat kelompok khusus
adalah agregat lansia.
Lanjut usia (lansia) merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan.
Ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan batasan lanjut
usia yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis
penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara
terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu
semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan

34
kematian. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai
beban.
4.2 Saran
a. Dibutuhkan peran perawat komunitas untuk membantu menyelesaikan
masalah kesehatan pada komunitas lansia.
b. Dibutuhkan peran serta keluarga dan anggota masyarakat untuk mendukung
keberhasilan intervensi asuhan keperawatan pada komunitas lansia.

DAFTAR PUSTAKA

Durand, V.Mark., Barlow, David H., 2007. Intisari Psikologi Abnormal Edisi
Keempat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Julianti, Riri., Budiono, Ari., 2008, Demensia. Riau, Universitas Riau

Nevid S, Jeffrey., Spencer A Rathus ., dan Beverly Greeny.


2005. Psikologi Abnormal Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nolen Susan, Hoksema. 2011. Abnormal Psychology Fifth Edition. McGrow Hill

Rizkitasari, Nanda., 2013, Gangguan Kognitif dan Gangguan Terkait Penuaan.

Maryati, Heni., Surya Bhakti, Dwi., Dwiningtyas, Mumpuni. 2013. Gambaran


Fungsi Kognitif Pada Lansia Di UPT Panti Werdha Mojopahit Kabupaten
Mojokerto. Jombang : STIKES Pemkab Jombang

35

Anda mungkin juga menyukai