Anda di halaman 1dari 5

AGAMA HINDU

WEDA SEBAGAI SUMBER HUKUM HINDU

NAMA : Ketut Agus Sanjaya


NO : 20
KELAS : XII MIPA 4

SEPTEMBER 3, 2019
SMAN 1 SINGARAJA
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. Pengertian Weda
Weda merupakan kitab suci agama Hindu. Weda terbagi atas dua
kelompok besar / samhita, yakni kitab Sruti dan Smerti. Kitab Weda Struti
terbagi atas tiga kelompok yang terdiri atas kitab Mantra, Brahmana dan
Upanisad. Masing-masing kelompok ini dibagi lagi atas sub-kelompok kitab.
Kitab sub-kelompok Catur Samhita Weda yang paling dikenal oleh umat
Hindu yakni Rg Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda terdapat
di dalam kelompok kitab Mantra Sruti. Kitab Weda Sruti Brahmana terbagi
lagi dalam sub kelompok kitab Aitareya, Kausitaki, Tandya, Taittirya,
Satapatha, Gopatha, dll. Kitab Weda Sruti Upanisad terdiri dari atas sub
kelompok kitab Prashna, Mandukya, Chandogya, Kathawali, Isawasya,
Pasupata dan lain-lain.Kitab Weda Smerti terbagi atas tiga sub kelompok
juga, yakni kitab Wedangga, Upaweda dan Agama. Kitab Smerti Wedangga
terdiri dari enam buah kitab, yakni kitab Siksha, Vyakarana, Chanda, Nirukta,
Jyotisha, dan Kalpa. Kitab Smerti Upaweda terdiri atas kitab Itihasa, Purana,
Arthasastra, Ayurweda, Gandharwaweda, Dhanurweda, Silpkasastra,
Kamasutra, dan lain-lain. Kitab Weda Smerti Agama terdiri atas sub
kelompok kitab Brahmanisme, Wisnuisme, Siwaisme, Saktisme dan lain-lain.

B. Pengertian Sumber Hukum


Menurut Prof. Sudirman, hukum adalah himpunan peraturan-peraturan
hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah, larangan atau
kebolehan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Hukum bertujuan untuk
mengatur ketertiban masyarakat.
Pengertian Hukum dalam Veda adalah Rta dan Dharma. Rta adalah hukum
alam yang bersifat abadi. Dharma adalah hukum duniawi, baik yang
ditetapkam maupun tidak. Dharma sebagai istilah Hukum dalam Hukum
Hindu karena kata ini memuat dua hal :
Dharma mengandung pengertian norma
Dharma mengandung pengertian keharusan yang kalau tidak dilakukan
dapat dipaksakan dengan ancaman sanksi (danda).
Hukum Hindu sebagai Sistem Hukum terdiri dari :
1. Rta (hukum abadi), sebagai sesuatu kekuatan yang tidak dapat dilihat oleh
manusia, namun hanya dapat dirasakan berdasarkan atas keyakinan akan
adanya kebenaran yang absolut .
2. Dharma, merupakan penjabaran dari bentuk hukum yang idiil dalam (Rta)
kedalam peraturan tingkah laku manusia. Sifatnya relatif, artinya Dharma
sebagai hukum tidak sama bentuknya disemua tempat,melainkan
dihubungkan dengan kebiasaan-kebiasaan setempat (dresta). Hukum Hindu
bertujuan mengantarkan umat Hindu menuju kehidupan yang adil,
sejahtera, dan membuat umat hindu bahagia.
Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang
mengikat dan memaksa, sehingga apabila aturan-aturan itu dilanggar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya. Sumber hukum
Hindu adalah Weda, hal ini ditegaskan dalam Manawadharmasastra XII. 96 :
“Utpadyante syawante ca ynyato nyani knicit, tänyarwakkalikataya
nisphaIinyanrt ni ca”Artinya :
Semua ajaran yang berbeda dari Weda yang lahir dan akan segera musnah
adalah tak bernilai dan palsu karena itu adalah dari zaman modern ( Gede
Pudja, 2012:741).

C. Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu


Bagi umat Hindu atau kelompok masyarakat yang beragama Hindu maka
kitab suci yang menjadi sumber hukum bagi mereka adalah Weda. Ketentuan
mengenai Weda sebagai sumber hukum dinyatakan dengan tegas di dalam
berbagai kitab suci. Dalam Manawadharmasastra II. 6 dinyatakan:
“Idanim dharma pramananyaha, wedo’khilo dharmamulan smrticile ca
tadwidam. Acarsccaiwa sadhunam atanastutirewa ca”.
Artinya:
Seluruh pustaka suci Weda adalah sumber pertama daripada dharma
kemudian adat istiadat, dan tingkahlaku terpuji dari orang-orang budiman
yang mendalami ajaran pustaka suci Weda, juga tata cara peri kehidupan
orang-orang suci dan akhirnya kepuasan dari pribadi (Gede Pudja, 2012:62).
Dari sloka tersebut, kita mengenal sumber hukum Hindu sesuai urut-
urutannya adalah: 1.Weda, 2.Smrti, 3.Sila, 4.Acara (Sadacara) dan, 5.
Atmanastuti. Untuk lebih menegaskan tentang kedudukannya sumber-sumber
hukum itu. lebih Ianjut dinyatakan di dalam Manawadharmasastra II. 10
sebagai berikut:
“Çrutistu Wedo wijneyo dharmaçastram to wai smrtih te sarwarthe
swam imamsye tãbhbyãm dharmohi nirbabhau”Artinya:
Yang dimaksud dengan Sruti ialah Weda dan dengan Smrti ialah
dharmasastra, kedua macam susastra suci ini tidak boleh diragu-ragukan
kebenarannya mengenai apapun juga karena dari keduanya itu hukum (Gede
Pudja, 2012:63).
Dari sloka ini ditegaskan dua dari kelima jenis sumber hukum Hindu,
Sruti dan Smrti, merupakan dasar utama yang kebenarannya tidak boleh
dibantah. Kedudukan Manawadharmasastra II.10 dan II.6, merupakan dasar
yang harus dipegang teguh dalam hal kemungkinan timbulnya perbedaan
pengertian mengenai penafsiran hukum yang terdapat di dalam berbagai kitab
agama maka yang pertama lebih penting dari yang berikutnya. Ketentuan ini
ditegaskan lebih lanjut di dalam Manawadharmasastra II. 14. sebagai berikut
:
“Çruti dwaidham tu yatra syattatra dharmawubhau smrtau, ubhawapi hi tau
dharmau samyaguktau manisibhih.” Artinya :
Jika dalam dua kitab suci ada satu perbedaan, keduanya dianggap sebagai
hukum karena keduanya dicanangkan sebagai hukum sah oleh orang-orang
suci bijaksana (Gede Pudja, 2012:64).
Dari ketentuan ini maka tidak ada ketentuan yang membenarkan adanya
sloka yang satu harus dihapuskan oleh sloka yang lain melainkan keduanya
harus diterima sebagai hukum. Disamping sloka-sloka tersebut masih ada
sloka lainnya yang penting pula artinya di dalam memberi definisi tentang
pengertian sumber hukum itu, yaitu Manawadharmasastra II. 12 :
“Wedah smrtih sadacarah swasya ca priyamatmanah. Etaccatur widham
prahuh saksad dharmasya laksanam.”
Artinya :
Pustaka suci Weda, adat istiadat yang bertuah, tata cara kehidupan orang-
orang suci serta kemauan diri sendiri, dikatakan sebagai dasar empat jalan
untuk merumuskan hukum-hukum suci (Gede Pudja, 2012:64).
Manawadharmasastra II. 12 ini menyederhanakan sloka 11.6 dengan
meniadakan “Sila” karma Sila dan Sadacara, artinya juga kebiasaan. Sila
berarti kebiasaan, sedangkan sãdãcãra adalah tradisi. Tradisi dan kebiasaan
adalah kebiasaan pula.
Kitab Sarasamuccaya juga menjelaskan tentang Weda sebagai sumber
hukum Hindu. Kitab ini memberi penjelasan singkat mengenai status Weda.
Dalam Sarasamuccaya 37 dinyatakan sebagai berikut:
“Çrutivedah samakhyato dharmaçastram tu vai smrtih, te
sarvathesvamimamsye tabhyam dharmo winirbhrtah”.Artinya:
Yang perlu dibicarakan sekarang Sruti yaitu catur Weda dan Smerti yaitu
Dharmasastra; Sruti dan Smerti kedua-duanya harus diyakini, dituruti ajaran-
ajarannya pada setiap usaha; jika telah demikian, maka sempurnalah
kebaikan tindakan anda dalam bidang dharma (Nyoman Kajeng, 1993:33).
Weda sebagai sumber hukum bersifat memaksa. Ketentuan-ketentuan
yang menggariskan Weda sebagai sumber hukum, bersifat memaksa dan
mutlak karena di dalam Manawadharmaastra II. 11 dinyatakan sebagai
berikut :
“Yo w’manyeta te mûle hestu śastra śrayad dwijah. Sa sădhubhir bahiskaryo
năstiko wedanindakah”Artinya :
Setiap orang triwangsa yang mengandalkan peraturan dialektika, serta
merendahkan derajad kedua sumber hukum tersebut (śruti-smrti) patut
dikeluarkan dari kumpulan orang bijaksana sebagai seorang atheis dan
penyanggah ajaran Weda (Gede Pudja, 2012: 63).
Masih banyak sloka yang menekankan pentingnya Weda, baik sebagai
ilmu maupun sebagai sumber hukum guna membina masyarakat. Oleh karena
itu berdasarkan ketentuan-ketentuan itu penghayatan Weda sebagai sumber
hukum Hindu bersifat penting.

Anda mungkin juga menyukai