Bab 2
Bab 2
Bab 2
KARAKTERISTIK RESERVOIR
Sandstone
100 %
Limy Shaly
Sandstone Sandstone
Sandy Sandy
Limestone Shale
Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Amyx, J.W., Bass, M.D and Whiting,R.L. , 1960)
2.1.1.1. Batupasir
Komposisi mineral dan tekstur menjadi dasar utama dalam
mengklasifikasikan batupasir. Menurut Pettijohn, mineral utama penyusun
batupasir adalah quartz (SiO2), feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) dan rock fragment
(unstabil grain). Berdasarkan tekstur batuan, batupasir dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yaitu : Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian
tersebut berdasarkan pada jumlah kandungan mineral kuarsanya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses
yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami metamorfosa
(perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral kuarsa (quartz)
dan mineral lainnya yang stabil. Orthoquartzites merupakan jenis batuan reservoir
sangat baik karena pemilahannya sangat baik, butirannya berbentuk bundar dan
padatannya tidak terdapat matriks kecuali semen saja. Material pengikatnya
(semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica. Orthoquartzites merupakan jenis
batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay
dengan komposisi kimia jenis ini tersusun dari unsur silika yang tinggi jika
dibandingkan dengan unsur-unsur penyusun lainnya, ditunjukkan pada Tabel II-1.
MIN. A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1
A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)
B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
a)
E. Oriskany ( Devonian) . Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral-mineral
berbutir kasar, terutama mineral kwarsa dengan rata-rata sangat tinggi unsur
penyusunnya dan feldspar dengan mineral pengikatnya yaitu clay dan karbonat
secara umum dapat dilihat pada Tabel II-2. Komposisi kimia jenis ini dapat dilihat
pada Tabel II-3 terdiri dari unsur silika yang lebih rendah bila dibandingkan rata-
rata batupasir dan kebanyakan silika yang ada bercampur dengan unsur silicate
seperti detritus quartz, tetapi kemungkinan hanya merupakan unsur tambahan.
Kandungan aluminanya adalah sangat tinggi, seperti misalnya lime, soda dan
potash.
Tabel II-2. Komposisi Mineral Graywacke (%)
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)
MINERAL A B C D E F
Quartz 45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3
T o t a l 99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).
B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. “Matrix”
Tabel II-3. Komposisi Kimia Graywacke (%)
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)
MINERAL A B C D E F
SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42
T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24
A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari mineral
quartz sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih banyak dari quartz. Komposisi mineral arkose, Tabel II-4
menunjukkan bahwa batupasir arkose tersusun unsur feldsfar dan quartz, dalam
jumlah 80-95%. Unsur penyusun yang lain mica, biotite, dan muscovite serta
beberapa clay yang disebut sebagai kaolinite, dengan persentase 5 %-15 % .Arkose
mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquarzite, tetapi
kaya dengan alumina, lime, potash dan soda. Komposisi kimia arkose ditunjukkan
pada Tabel II-5, dimana terlihat bahwa arkose mengandung lebih sedikit silika jika
dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan
soda.
Tabel II-4. Komposisi Mineral Arkose (%)
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)
MINERAL A B C D a) E a) F a) G
Quartz 57 51 60 57 35 28 48
Microcline 24 30 34 b) b)
35 59 64 43
Plaglioclase 6 11 ....
Micas 3 1 .... .... .... .... 2
Clay 9 7 .... .... .... .... 8
c) c) c) c)
Carbonate 2 ....
Other 1 .... 6 d) 8 e) 4 e) 8 e) c)
MINERAL A B C D E F
Si O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
Ti O2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
Fe O .... 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05
P2 O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
C O2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9
A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).
B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.
2.1.1.2. Batuan Karbonat
Batuan karbonat secara umum terjadi karena adanya proses kimia yang
bekerja padanya, baik secara langsung maupun dengan perantaraan organisme.
Batuan karbonat terdiri dari limestone (batu gamping) dan dolomite.
a. Limestone
Limestone adalah istilah yang biasanya dipakai untuk kelompok batuan
yang mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonat atau magnesium, Istilah
limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi carbonate yang
melebihi unsur Non-Carbonate. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh
mineral calcite. Tabel II-6 memperlihatkan susunan kimia pembentuk batuan
limestone, bahwa kandungan CaO dan CO2 sangat besar, mencapai lebih besar dari
95%. Unsur lain yang penting adalah MgO dalam jumlah berkisar antara 1-5%,
kemungkinan mengandung mineral dolomit. Limestone pada umumnya
mengandung unsur MgCO3 antara 4% dan kadang-kadang mencapai lebih dari
40%.
Tabel II-6. Komposisi Kimia Limestone
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)
MINERAL A B C D E F
Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1
A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)
b. Dolomite
Dolomite merupakan jenis batuan yang mengalami perubahan dari unsur
karbonate lebih dari 50% (Pettijohn, 1958) dengan adanya proses dolomitisasi yang
bekerja. Perubahan ini terjadi pada limestone dan dolomite yang mempunyai nama
macam-macam, tergantung dari unsur kimia terbanyak yang dikandungnya. Batuan
dengan unsur kalsit yang lebih besar dari dolomite disebut dolomitic limestone,
sebaliknya bila unsur dolomite lebih besar disebut limycalcitic. Tabel II-7
menunjukkan komposisi kimia batuan karbonat dolomite pada dasarnya hampir
sama dengan komposisi kimia batuan limestone, kecuali kalau unsur MgO-nya
merupakan unsur penyusun yang penting dan jumlahnya cukup besar dengan silika
yang rendah.
Tabel II-7. Komposisi Kimia Dolomite
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)
MINERAL A B C D E F
Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 None .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....
T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9
A. Theoretical composition of pure dolomite. D. “Knox” Dolomite
B. Dolomitic Limestone E. Cherty-Dolomite
C. Niagaran Dolomite F. Randville Dolomite
2.1.1.3.Batuan Lempung / Shale
Komposisi dasar shale adalah mineral clay. Tipe clay yang sering terdapat
dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite, Illite dan Kaolinite. Shale
mengandung >50% butiran berukuran lanau dan lempung (berukuran < 0.0625
mm). Shale adalah batuan yang kaya akan kandungan clay sehingga memiliki
porositas rendah (umumnya < 10%), permeabilitasnya sangat rendah (< 1 mD) dan
Immobile hydrocarbon (gelembung-gelembung hidrokarbon dikelilingi oleh phase
air). Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58% silicon
dioxide (SiO2), 15% alumunium oxide (Al2O3), 6% iron oxide (FeO) dan Fe2O3, 2%
magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO), 3% potasium oxide (K2), 1%
sodium oxide (Na2), dan 5% air (H2O). Sisanya adalah metal oxide dan anion seperti
terlihat pada Tabel II-8.
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)
MINERAL A B C D E F
Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96
Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47
Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09
Mn O .... T T .... 0,10 0,06
Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41
Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17
Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H2 O + 3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
5,00
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P2 O3 0,17 0,20 0,15 .... 0,14 0,18
C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O3 0,64 0,78 0,58 .... 0,28 0,03
Organic 0,80 a 0,69 a 0,88 a .... 1,18 a 0,66
Misc. .... 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32
T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62
A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)
B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a
. Carbon; b. Ba O; c. Fe S2 .
Shale merupakan batuan yang berlaminasi dan tubuh lapisannya tipis, berbutir
halus, kandungan mineralnya adalah lempung dan silt. Sifat-sifat fisik shale
ditentukan oleh sifat-sifat mineral yang dikandungnya dimana menurut Krynine
(1948) shale realitanya adalah berupa campuran mekanik yang memperkirakan
50% silt, 35% “clay atau mica fraksi” dan 15% material kimia. Shale yang banyak
mengandung mineral nonmorillonite atau illite cenderung tersaturasi oleh air,
sehingga lebih lunak dan licin daripada shale yang mengandung kuarsa dan silt.
Batuan silt dapat bertindak sebagai batuan reservoir disebabkan adanya rekahan-
rekahan atau fracturing, pencucian dan pelapukan. Tetapi pori-pori yang terisi
fluida hidrokarbon tersebut bukanlah merupakan porositas primer, melainkan
terbentuk setelah batuan tersebut terendapkan disebut sebagai porositas sekunder.
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya
reservoir minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya
akan banyak berhubungan dengan sifat – sifat fisik batuan sedimen, terutama yang
porous dan permeable.
Sifat fisik batuan reservoir yang akan dibicarakan dalam bab ini meliputi :
sifat fisik statis batuan reservoir : porositas, permeabilitas, saturasi fluida,
wettabilitas, tekanan kapiler, dan kompressibilitas batuan. Serta sifat fisik mekanik
batuan reservoir : sifat kelistrikan, sifat radioaktif, sifat perambatan terhadap
gelombang suara.
90 o
o
90
90 o
90 o
90 o
o
90
Gambar 2.2.
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J.W., Bass, M.D and Whiting,R.L. , 1960)
2.1.2.1.2. Saturasi Fluida
Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam
fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian
reservoir. Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume
pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume pori-pori
total pada suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori pori yang diisi min yak
So …………….....…............(2-10)
volume pori pori total
Saturasi air (Sw) adalah :
volume pori pori yang diisi air
Sw ............……………….....…....(2-11)
volume pori pori total
Gambar 2.3.
Permeabilitas Hukum Darcy
(Amyx, J.W., Bass, M.D and Whiting,R.L. , 1960)
Definisi batuan mempunyai permeabilitas 1 darcy menurut hasil percobaan
ini adalah apabila batuan mampu mengalirkan fluida dengan laju 1 cm3/s
berviskositas 1 cp, sepanjang 1 cm dan mempunyai luas penampang 1 cm2,
perbedaan tekanan sebesar 1 atm.
Sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Q. .L
K ……………………………….……………….………..(2-16)
A.( P1 P2 )
dimana :
k = permeabilitas media berpori, darcy
q = debit aliran, cm3/s
µ = viskositas fluida yang menjenuhi,cp
A = luas penampang media, cm2
ΔP = beda tekanan masuk dengan tekanan keluar, atm
Δℓ = panjang media berpori, cm
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-16) adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan atas jumlah fasa cairan yang mengalir di dalam media berpori,
maka pada dasarnya permeabilitas batuan dibedakan menjadi :
Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja.
Q. .
K .................................................................................(2-17)
A.( P1 P2 )
Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang mengalir
lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan minyak atau
ketiga-tiganya.
Qo .o .
Ko ……………………………….…..………...……..…(2-18)
A.( P1 P2 )
Qw . w .
Kw ………………………………………………............(2-19)
A.( P1 P2 )
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas relatif untuk
sistem minyak dan air, yaitu :
1. Pada region A turunnya kro dengan cepat sebagai akibat naiknya Sw,
menunjukkan bahwa adanya sedikit air akan mempersulit aliran minyak dalam
batuan tersebut, demikian pula sebaliknya.
2. Pada region B terdapat aliran 2 fasa hingga sampai waktu tertentu karena hal ini
terbentuk disebabkan oleh produksi mengalami penurunan sampai batas Swc dan
Soc.
3. Pada region C turunnya kro tidak sampai batas nol, dimana sementara masih
terdapat saturasi minyak dalam batuan, dengan kata lain di bawah saturasi
minimum tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi
minimum ini disebut dengan Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga untuk
air yaitu Swr (region A).
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam
media berpori ditunjukkan dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Gas
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan bubble
point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya tekanan di
bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi minyak
berkurang sampai harga residualnya, Sor . Apabila harga saturasi minyak kurang
dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.
2.1.2.1.4. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai kecenderungan fluida untuk melekat pada
permukaan batuan. Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka
salah satu fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi yaitu gaya tarik-menarik partikel yang berlainan.
Besaran wettabilitas dapat dilihat pada Gambar 2.6, ini sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu :
1. Jenis mineral yang terkandung dalam batuan reservoir.
2. Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin besar
gaya adhesi yang terjadi.
3. Jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak mentah (crude
oil)
Dalam sistem minyak-air benda padat, gaya adhesi AT yang menimbulkan
sifat air membasahi benda padat adalah:
AT = so - sw = wo. cos wo ………………………………..….....(2-21)
dimana :
AT = Gaya adhesi, dyne/cm
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya positif
( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet (Kejadian ini sebagai akibat dari
gaya adhesi yang lebih besar pada sudut lancip yang dibentuk antara air dengan
batuan dibandingkan gaya adhesi pada sudut yang tumpul yang dibentuk antara
minyak dengan batuan). Sedangkan bila air tidak membasahi zat padat maka
tegangan adhesinya negatip ( > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak di antara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
144 Pc
h ...............................................................................(2-27)
dimana :
Pc = Tekanan kapiler, psia
Δρ = Perbedaan densitas antara fasa wettng dan nonwetting, lb/ft3
h = Ketinggian di atas level air bebas (free-water level), ft
Gambar 2.8. menunjukkan plot distribusi saturasi air sebagai fungsi jarak dari level
air bebas di dalam suatu sistem minyak-air.
Gambar 2.8.
Profil Saturasi Air
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh penting dalam reservoir minyak
atau gas, yaitu mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir dan mekanisme
pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau mengalir melalui ruang pori-pori
reservoir sampai mencapai batuan yang impermeabel. Pada Gambar 2.9,
menyatakan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas fluida berkurang,
sementara faktor lainnya tetap.
Gambar 2.9.
Variasi Pc terhadap Sw
a) Untuk Sistem Batuan yang Sama dengan Fluida yang Berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan Batuan yang Berbeda
(Mc. Cain, JR, William D., "The Properties of Petroleum fluid”, 1973)
Untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak
minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Ukuran pori-pori batuan
reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas. Batuan reservoir
dengan permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas yang
rendah.
2.1.2.1.6. Kompressibilitas Batuan
Kompressibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume batuan
yang disebabkan karena adanya perubahan tekanan batuan. Pengosongan fluida dari
ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan perubahan tekanan dalam dari
batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan juga akan mengalami perubahan.
Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-butir
batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir. Menurut Geerstma
(1957) ada tiga konsep tentang kompressibilitas batuan, antara lain :
Kompressibilitas matriks batuan, cr
Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume material padatan (grains)
terhadap satuan perubahan tekanan. Secara matematis persamaan koefisien
kompressibilitas sebagai berikut :
1 Vr
cr ................................................................................... (2-18)
Vr P T
Dimana :
Cr = Koefisien kompressibilitas matrik batuan, psi-1
Vr = Volume material padatan (grains)
T = Temperatur konstan
Kompressibilitas bulk, CB
Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume dari batuan terhadap satuan
perubahan tekanan. Secara matematika dirumuskan koefisien kompressibilitas
sebagai :
1 VB
CB = ................................................................................. (2-19)
VB P T
Dimana :
Cr = Koefisien kompresibilitas batuan, psi-1
Vr = Volume bulk
1 VP
CP= ............................................................................... (2-20)
VP P T
Dimana :
Cp = Koefisien kompresibilitas pori batuan, psi-1
Vr = Volume pori batuan
P = Tekanan pori, psi
Gambar 2.5.
Ilustrasi Resistivitas
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)
Misalkan sebuah kubus dengan volume 1 m3 dan semua sisinya tidak
menghantarkan listrik kecuali pada sepasang elektroda yang dipasang pada bagian
sisi yang berhadapan. Kemudian kubus tersebut diisi dengan air yangmengandung
10% Sodium Chloride (NaCl) yang seolah-olah (diasumsikan) sebagai air formasi.
Tegangan (Voltage, V) dengan frekuensi rendah dilewatkan melalui elektroda
dalam kubus, maka akan menghasilkan arus (I1), (lihat Gambar 2.5a).
Perbandingan V/I1, (volt/ampere) adalah resistivitas dari air formasi (Rw,
ohm-meter). Besarnya resistivitas ini tergantung dari kandungan air dan merupakan
fungsi dari salinitas dan suhu (temperatur), untuk air dengan sifat konduktivitas
tinggi maka resistivtasnya akan rendah.
Ketika sejumlah batu (sand) dimasukkan ke dalam kubus (tersebut diatas)
yang telah berisi air, maka sejumlah air akan pindah ke dalam ruang pori batuan
sebagai akibat adanya porositas batuan. Dan apabila suatu tegangan dialirkan
melalui elektroda-elektrodanya maka akan menghasilkan arus (I2) , (lihat Gambar
2.5b). Harga I2 ini lebih kecil dari I1, karena resistivitasnya lebih besar.
Perbandingan V/I2 adalah resistivitas dari formasi kandung air (Ro).
Apabila sejumlah ruang pori batuan yang berisi air didesak dan digantikan
oleh minyak (oil), maka akan menghasilkan keadaan seperti pada (Gambar 2.5c).
Untuk tegangan yang sama dialirkan melewati elektroda-elektrodanya dan akan
menghasilkan arus (I3) yang nilainya lebih kecil dari I2, hal ini disebabkan karena
air yang bertindak sebagai konduktor semakin berkurang. Perbandingan V/I3 adalah
resistivitas dari formasi kandung minyak (oil bearing formation, Rt).
Faktor Formasi
Faktor formasi adalah perbandingan antara harga tahanan formasi batuan
yang dijenuhi 100 % oleh air formasi dengan harga tahanan dari air formasi itu
sendiri, atau dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
𝑅𝑜
𝐹= ................................................................................. . (2-21)
𝑅𝑤
dimana:
F : faktor formasi
Ro : tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 %, ohm-m
Rw : tahanan air formasi (air garam), ohm-m
Pada prisipnya faktor formasi ini berhubungan dengan porositas, yaitu dalam
bentuk :
𝑎
𝐹= ................................................................................... (2-22)
∅𝑚
dimana :
Φ = porositas, fraksi
a = konstanta yang tergantung pada lithologi (faktor turtuosity)
m = faktor semetasi (klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel II-9)
Nilai a dan m memiliki variasi nilai dimana nilai tersebut berdasarkan dari
variasi ukran butir, pemilihan butir, dan tekstur batuan. Nilai a untuk sandstone
adalah 0,62 sedangkan nilai a untuk sandstone adalah 1.
Ketika Φ = 1 (all water no matrix), Ro sama dengan Rw. Dan ketika Φ = 0
(no pore water, solid matrix), Ro menjadi tidak terbatas.
Tahanan batuan formasi akan dipengaruhi oleh adanya jumlah fluida dalam
ruang pori-pori. Oleh karena itu porositas batuan formasi akan mengontrol jumlah
fluida didalamnya, sedangkan sementasi dan distribusi ukuran butir dapat
mengontrol pori-pori batuan yang berhubungan. Sehingga terdapat hubungan antara
tahanan formasi, porositas dan sementasi. Hubungan antara porositas dan tahanan
formasi dapat dinyatakan sebagai berikut :
𝑅𝑜
𝑅𝑡 = ................................................................................ (2-29)
𝑆𝑤 𝑛
Dimana :
Rt = tahanan batuan formasi kandung minyak, ohm-m
Ro = tahanan batuan formasi kandung air, ohm-m
Sw = saturasi air, fraksi
n = exponen saturasi
Ketika Sw = 1 (all water in the pore), Rt akan sama dengan Ro. Dan ketika
Sw = 0 (all oil in the pores, jika mungkin) maka Rt akan bernilai tidak terbatas.
Karena baik oil maupun matriks adalah insulator (tidak menghantarkan arus).
Berdasarkan hasil test laboratorium didapatkan harga rata-rata untuk n = 2 sehingga
saturasi air dapat dicari berdasarkan rumus :
Ro
Sw = ................................................................................. (2-30)
Rt
Persamaan (2-30) tersebut dapat digunakan langsung untuk menghitung
harga Sw hanya apabila zona water-bearing mempunyai porositas dan salinitas yang
sama.
Secara umum pengukuran Ro tidak dapat diketahui secara langsung dari
hasil pembacaan grafik log, sehingga persamaan (2-30) masih perlu penjabaran.
Dengan memasukkan persamaan (2-21) dan (2-22):
𝑎 .𝑅
𝑆𝑤 = √ 𝑚 𝑤 ..................................................................... .(2-31)
∅ .𝑅 𝑡
Dimana :
c = konstanta (= 1,0 untuk karbonat, dan = 0,9 untuk sand)
Persamaan (2-32) merupakan persamaan dasar interpretasi log, dan ini
dikembangkan oleh G. E. Archie.
Zona invasi ditandai adanya penembusan oleh mud filtrat dan sering dikenal
dengan nama flushed zone (lihat Gambar 2.6).
Gambar 2.6. Profil Sumur
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)
𝑐 𝑅𝑚𝑓
𝑆𝑥𝑜 = √ 𝑅 ...................................................................... .(2-33)
∅ 𝑥𝑜
Dimana :
S xo = saturasi air filtrat pada flushed zone, fraksi
Rmf = tahanan air filtrat, ohm-m
2. Keradioaktifan Batuan
Sifat radioaktif batuan dapat ditimbulkan oleh adanya kandungan zat radioaktif
dalam batuan tersebut (lihat Gambar 2.7), yang biasanya banyak terdapat pada
batuan sedimen terutama clay. Ada tiga seri unsur-unsur radioaktif yang terdapat di
alam, yaitu seri Uranium ( U ), seri Thorium ( Th ), dan seri Actinium ( K ).
Kandungan radioaktif pada batuan sedimen dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu
:
a. Radioaktif yang sangat rendah, meliputi anhidrit, salt, dan coal
b. Radioaktif yang rendah, meliputi pure limestone, dolomite, dan sandstone
c. Medium radioaktif, meliputi arkose, granite, shaly sand, shaly limestone
dan shaly dolomite
d. High radioaktif, meliputi shale, vulkanik, dan bentonite
Banyaknya kandungan radioaktif pada batuan sedimen, dapat
menginformasikan lithologi batuan dengan diresponnya radiasi sinar gamma oleh
gamma ray log (lihat gambar 2.8)
Gambar 2.7.
Unsur Radioaktif Alamiah
(Schlumberger: “Log Interpretation Principles/Applications”, 1998)
Reaksi neutron dengan inti target dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu yang
bersifat menyebar (scattering) dan bersifat menangkap (capture). Tipe tumbukan
yang mengakibatkan penyebaran dan mempunyai pengaruh penting dalam
penilaian formasi khususnya logging adalah tumbukan inelastik (inelastic
collision).
Karakteristik inti elemen di dalam batuan dan yang diperhatikan dalam
penilaian formasi (logging) adalah penangkapan thermal neutron dan inelastic
scattering serta energi yang mengemisi sinar gamma. Reaksi batuan terhadap sinar
gamma, dapat merupakan faktor yang penting terutama pada peralatan density log
yang digunakan untuk mengukur porositas batuan.
Gambar 2.8.
Respon Gamma Ray pada Jenis-jenis Formasi
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)
Gambar 2.9.
Perubahan Bentuk Longitudinal, Transversal dan Shear
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)
Pada batas elastisitas, seperti terlihat pada Gambar 2.10 stress sebanding
dengan strain (hukum Hooke).
Gambar 2.10.
Grafik Stress/Strain untuk Material Elastis
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)
Hubungan antara stress dan strain disebut modulus elastisitas yang dapat
dirumuskan seperti dibawah ini:
Young’s Modulus, E
Adalah perbandingan compressive stress (FL /A) dengan resultan strain ϵL =
L/L :
𝐹𝐿 ⁄𝐴
𝐸= .................................................................................................... (2-35)
∆𝐿⁄𝐿
Shear Modulus, G
Adalah perbandingan shear stress (FS /A) dengan shear strain ϵS = L/L :
𝐹𝑆 ⁄𝐴
𝐺= ................................................................................................. (2-36)
∆𝐿⁄𝐿
Bulk Modulus, K
Bulk modulus adalah perubahan volume, V, di bawah tekanan hidrostatis, p.
𝑝
𝐾= ................................................................................................... (2-37)
∆𝑉 ⁄𝑉
Poisson’s Ratio, μ
Adalah pengukuran perubahan bentuk geometri karena uniaxial stress.
Yaitu perbandingan antara perubahan diameter, d, (transverse strain, ϵT) dengan
perubahan panjang (longitudinal strain, ϵL) :
∆𝑑 ⁄𝑑
𝜇= ................................................................................................ (2-38)
∆𝐿⁄𝐿
𝐸
K= ............................................................................................... (2-40)
3(1−2𝜇)
Dimana :
F = Gaya yang bekerja pada media, Newton.
A = Luas permukaan benda, m2
L = Panjang benda, meter
L = Perubahan panjang benda, meter
V = Volume benda, m3
V = Perubahan volume benda, m3
F = Gaya persatuan luas, N/m2
A
L = Regangan geser (perubahan panjang persatuan panjang)
L
V = Regangan volume (perubahan volume persatuan volume)
V
Ada 2 jenis gelombang suara, yaitu gelombang longitudinal (compressional
wave) dan gelombang transversal (shear wave).
Gambar 2.11.
Gelombang Longitudinal
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)
𝐸
3 − 6𝜇 = 4 .................................................................................. (2-49)
𝜌(𝑉𝑝 2 − 𝑉𝑠 2 )
3
𝐸
𝜇 = 1− 4 ............................................................................. (2-50)
3(𝑉𝑝 2 −3𝑉𝑠 2 )𝜌
Dimana 𝑉𝑝 dan 𝑉𝑠 didapatkan salah satu log akustik yaitu Long Space Sonic log.
2.2.Karakteristik Fluida Reservoir
Fluida reservoir merupakan campuran yang sangat kompleks dalam susunan
atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon perlu dipelajari untuk
memperkirakan cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak
atau gas dari reservoir menuju dasar sumur, mengontrol gerakan fluida dalam
reservoir dan lain-lain. Fluida reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air
(air formasi). Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat
padat. Sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan
endapan minyak. Yang akan dibahas dalam karakteristik fluida reservoir meliputi
komposisi kimia fluida reservoir dan sifat fisik fluida reservoir.
2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan suatu persenyawaan yang terdiri dari atom
hidrogen (H) dan atom karbon (C). Berdasarkan struktur molekulnya, senyawa
hidrokerbon dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu :
Golongan Alifatik, yang terdiri dari :
o Alkana
o Alkena
o Alkuna
o Siklo Alifatik
Golongan Aromatik.
Gambar 2.13.
Pembagian Golongan Hidrokarbon
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
2.2.1.1. Famili Alkana (Alkanes)
Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+2 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
dari satu atom C berhubungan dengan atom C di sebelahnya. Seri homolog
hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkanes). Senyawa
dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan parafin. Pada
Tabel II-10 menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana sesuai dengan
jumlah atom karbonnya.
Tabel II-10.
Alkana (CnH2n+2)
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama merupakan
gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena penambahan
jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta-dekana (C17H36)
merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom karbon atau lebih
merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan
gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, di mana untuk rantai
bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan dalam
struktur menyebabkan perubahan dalam gaya antar molekul (inter molekuler force)
yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan titik didih di antara isomer-
isomer alkana. Seri n-alkana yang ditunjukkan pada Tabel II-11, memperlihatkan
gradasi sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
Tabel II-11.
Sifat – sifat Fisik n-Alkana
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Tabel II-14.
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Alifatik Siklik
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)
Tabel II-15.
Sifat-sifat Fisik Dari Golongan Aromatik
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)
Tabel II-16.
Komposisi Kimia Air Formasi
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition,1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma
(,)
ρoSC
X i Mi
.................................................................. (2-51)
X i Mi ρoSCi
Dimana :
oSC = Densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
oSCi = Densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
Xi = Fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi = Berat mol komponen minyak ke-i.
Biasanya specific gravity minyak (SG = γo), dikaitkan dengan sebagai
perbandingan densitas minyak (ρo) terhadap densitas air (ρw) , dengan persamaan :
ρo
SG = γ o ..................................................................................... (2-52)
ρw
Beberapa densitas lainnya dapat dihitung yaitu densitas dari air dapat dihitung
dari persamaan :
1
𝜌𝑤 = 0,01602+(0,000023𝑥𝐺) ................................................................... (2-53)
Di mana :
ρw = Densitas air, (lb/ft3)
G = -6,6 + 0,0325 x T + 0,000657 x T 2
T = Temperatur, (0F).
0
Peningkatan API dari sebuah minyak mentah dengan meningkatnya
temperatur. Sebelum spesifik gravity dapat diukur, minyak harus bebas dari air.
Gravity API pada ruang temperatur ditentukan pada persamaan :
141,5
˚𝐴𝑃𝐼 = − 131,5 ......................................................................... (2-54)
𝑆𝐺
Grafik hubungan Rs terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.14. harga
Rs dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Rs akan turun sebagai akibat gas yang terlarut
pada tekanan tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya.
Tekanan antara Pi dan Pb, Rs konstan sebagai akibat belum ada gas yang
terbebaskan sebelum mencapai Pb.
Gambar 2.14.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Dua jenis uji penentuan kinerja dari karakteristik minyak dan gas yaitu :
1. Uji flash liberation.
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan diberikan dalam jumlah
tertentu lalu perlahan-lahan tekanan dikurangi sehingga terbentuk
kesetimbangan yang dicapai antara gas, minyak dan mercury (air raksa).
2. Uji diffrential liberation.
Uji ini dirancang untuk memperkirakan kondisi dalam reservoir ketika gas yang
dilepaskan dari minyak akibat adanya penurunan tekanan, ini sebagai hasil dari
gravity segregation.
Dari penjelasan diatas dapat divisualisasikan pada Gambar 2.15. dibawah ini :
Gambar 2.15.
Skematik PVT test dari flash dan differential
(Pinczewski, W. Val ” Applied Reservoir Engineering”, 2004)
1 V
Co ................................................................................ (2-57)
V P
Persamaan (2-39) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami,
sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
C pr
Co dimana P = Ppr . Ppc ......................................................... (2-58)
Ppc
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)
Gambar 2.18.
Variasi Dari Kompresibilitas Pseudoreduced Dengan
Tekanan Pseudoreduced Pada Temperatur Pseudoreduced
(Mc.Cain,W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)
Gambar 2.19.
Variasi Dari Tekanan dan Temperatur Pseudokritikal
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”,Second Edition, 1990)
Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.16. harga
Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan di bawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas terbebaskan.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik karena terjadinya
pengembangan minyak.
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai dengan
Bob sesuai dengan turunnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga sistem cairan
bertambah akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai Pb, Bo akan turun
dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung. Hal ini
disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan
tekanan. Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor) bo, yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo :
1
bo ........................................................................................... (2-56)
Bo
Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan
minyak. Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs), dimana
semakin banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga faktor
penyusutan.
2.2.2.1.5. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah ukuran ketahanan minyak terhadap aliran, atau
dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya
keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise (cp) atau gram/100
detik/1 cm dan dinotasikan dengan (). Viskositas minyak ada dua macam yaitu :
1. Viskositas dinamik atau absolut (Va)
Viskositas dinamik adalah kekentalan suatu fluida yang mempunyai nilai
dimensi gram/cm.dtk. Unit dari viskositas dinamis adalah poise.
2. Viskositas kinematik (Vk)
Viskositas kinematik adalah viskositas dinamik dibagi dengan densitas,
dimana keduanya diukur pada temperatur yang sama. Unit dari viskositas
kinematik adalah stoke yang mempunyai nilai dimensi cm2/dtk.
Spesific gravity dari gas diartikan sebagai perbandingan dari densitas pada gas
dengan udara kering pada P&T sama dirumuskan :
g
SGg = γg = .............................................................................. (2-64)
udara
dalam asumsi tingkah laku gas dan udara pada hukum gas ideal, spesific gravity
diberikan sebagai berikut :
Mg Mg
γg = ........................................................................... (2-65)
M udara 29
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan untuk
gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
P Ma
g ..................................................................................... (2-66)
zRT
Dimana :
z = faktor kompresibilitas gas (didapat pada Gambar 2.20)
Ma = berat molekul tampak
yi = komponen ke-i dalam suatu campuran gas, (fraksi mol)
Mi = berat molekul komponen ke-i dalam suatu campuran gas, (lb/lb mole).
Gambar 2.20.
Faktor Kompressibilitas untuk Gas Alam
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
Z
Dimana P = Ppc . Ppr harga ( ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu :
P
1 1 Z
Cg ( ) ......................................................................... (2-76)
Ppc .Ppr Z .Ppc Ppr
atau
1 1 Z
Cg . Ppc = ..............................................................................(2-77)
Ppr Z Ppr
Di mana:
Cpr = isothermal pseudo-reduced compressibility
Cg = isothermal gas compressibility, psi-1
Ppc = pseudo-reduced pressure, psi.
Untuk menentukan harga Tpr dan Ppr didapat dari persamaan (2-43) dan (2-
44) yang kemudian digunakan untuk menentukan harga Cpr dari grafik pada
Gambar 2.23. dan untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal
didapat dari korelasi grafik pada Gambar 2.24. dimana awalnya telah diketahui
terlebih dahulu melalui perhitungan gravity gas.
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)
Gambar 2.23.
Koefisien Dari Kompressibilitas Untuk Natural Gas
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Gambar 2.24.
Temperatur dan Tekanan Kritikal fungsi dari Gravity Gas
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
Gambar 2.21.
Hubungan Kekentalan Gas Campuran Dengan Berat
Molekul dan Gravity Gas Serta Koreksinya
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
Dalam plot tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.21. koreksi untuk nilai
viskositas gas hidrokarbon yang diterapkan (pada tekanan 1 atm). Dalam plot ini
menunjukkan nilai koreksi dimana hadirnya efek konsentrasi yang rendah dari
hidrogen sulfida, nitrogen, dan karbondioksida. Gambar 2.22. menunjukkan
perbandingan antara tekanan reduced (Ppr) terhadap sifat temperatur
pseudoreduced (Tpr), untuk memperoleh kekentalan µ / µ1 jika komposisi dari gas
campuran diketahui, dengan menggunakan persamaan 2-61 dan 2-62. Tekanan
kritik didapat dari grafik pada Gambar 2.24. kemudian untuk menentukan
viskositas gas (µ adalah kekentalan gas pada Tr dan Pr) didapat dari hasil perkalian
antara µ1 (kekentalan gas pada Tr dan tekanan 1 atm) terhadap hasil yang didapat
dari Gambar 2.22.
Gambar 2.22.
Perbandingan Kekentalan µg / µg1 terhadap Pseudo-Reduced Temperatur
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi standar dan faktor
volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka densitas
dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap
densitas air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.
Gambar 2.25.
Densitas Dari Air formasi Sebagai Fungsi Dari Jumlah Padatan
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
2.2.2.3.2. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang
terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Kelarutan gas
dalam air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan komposisi air formasi.
Kelarutan gas dalam air formasi adalah lebih kecil dibandingkan dengan kelarutan
gas dalam minyak di reservoir pada kondisi reservoir yang sama. Pada temperatur
tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya tekanan,
sedangkan pada tekanan yang tetap, kelarutan gas mula-mula menurun sampai
harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan gas dalam
air berkurang dengan bertambahnya kadar garam. Pada Gambar 2.29. terlihat
adanya kelarutan gas dalam air murni fungsi dari temperatur dan tekanan.
Ket: Penulisan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)
Gambar 2.29.
Kelarutan Gas Dalam Air Murni
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
Gambar 2.30.
Efek Dari Salinitas Pada Kelarutan Gas
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
Gambar 2.31.
Kompressibilitas Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur
(Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering-Physical properties”, 1960)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)
Gambar 2.32.
Koreksi Harga Kompressibilitas Air Formasi Terhadap
Kandungan Gas Terlarut
(Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering-Physical properties”, 1960)
Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (Cw) dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
Cw = Cwp(1 + 0,0088 Rsw) ................................................................. (2-83)
Dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi,(cuft/bbl)
Cwp = kompressibilitas air murni, (psi-1)
Cw = kompressibilitas air formasi, (psi-1).
2.2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh : 1). Pengembangan air dan gas dengan turunnya
tekanan, dan 2). Penyusutan air dengan turunnya suhu. Faktor volume formasi air
formasi bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ................................................................ (2-81)
Dimana :
Bw = faktor volume formasi air formasi, bbl/bbl
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan Gambar 2.27.
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan Gambar 2.28.
Pada Gambar 2.27. dan Gambar 2.28. memberikan nilai dari ΔVwt dan ΔVwp
sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur reservoir.
Gambar 2.27.
Vwt Sebagai Fungsi Temperatur Reservoir
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)
Gambar 2.28.
Vwp Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur Reservoir
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
Gambar 2.26.
Viskositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
Gambar 2.40.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Pembajian 2)
Gambar 2.42.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Bidang Ketidakselarasan 2)
Gambar 2.43.
Perangkap Struktur Lipatan 2)
2. Perangkap Patahan
Perangkap patahan adalah perangkap yang terbentuk oleh peristiwa patahan
pada batuan porous dan permeabel yang berada di bawah lapisan tidak permeabel.
Perangkap ini memiliki penyekat berupa bidang sesar pada salah satu sisinya
maupun lebih. Suatu patahan (faulting) dapat berfungsi sebagai unsur penyekat
akumulasi hidrokarban agar tidak bermigrasi ke mana-mana dan dapat juga sebagai
media bagi minyak untuk bermigrasi. Besar-kecilnya tekanan yang disebabkan oleh
pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya tekanan kapiler,
menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur atau penyekat.
Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka minyak masih
dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka patahan tersebut
bertindak sebagai suatu penyekat.
Patahan yang berdiri sendiri tidak dapat membentuk perangkap reservoir.
Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap
yang betul – betul hanya disebabkan karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah.
Lapisan yang sejajar atau tidak miring tidak dapat membentuk perangkap
karena walaupun minyak tersekat pada arah pematahan, tetapi pada arah lain
tidak tersekat, kecuali kalau ketiga arah lainnya tertutup oleh berbagai macam
patahan.
2. Paling sedikit harus ada dua patahan yang berpotongan.
Jika hanya terdapat suatu kemiringan wilayah dan suatu patahan di satu pihak,
maka dalam suatu penampang kelihatannya sudah terjadi perangkap yang
terlihat pada Gambar 2.44, tetapi harus dipenuhi juga syarat bahwa perangkap
atau penutup itu terjadi dalam tiga dimensi, maka dalam dimensi lainnya harus
terjadi juga pematahan atau menutup ke arah tersebut.
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan penyekatnya atau suatu pelipatan.
Dalam hal ini, patahan merupakan penyekat ke suatu arah sedangkan pada arah
lainnya tertutup oleh adanya pelengkungan dari perlapisan ataupun bagian dari
perlipatan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.45.
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah dari lapisan
penyekatnya. Di suatu arah mungkin lapisan itu miring tetapi di pihak lainnya
terdapat patahan yang melengkung sehingga semua arah tertutup oleh patahan
seperti pada Gambar 2.46.
Gambar 2.44.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan dengan Kemiringan Wilayah
dan Dua Patahan yang Berpotongan
Gambar 2.45.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan dengan Pelengkungan
Lapisan Penyekatnya 2)
Gambar 2.46.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan
dengan Pelengkungan Patahannya 2)
Gambar 2.48.
Bentuk Perangkap Kombinasi Patahan-Pembajian 2)
2.4.2. Berdasarkan Mekanisme Pendorong
Pada umumya reservoir minyak yang baru diketemukan mempunyai
kemampuan untuk mengalirkan fluida reservoirnya ke permukaan, karena masih
mempunyai tekanan yang tinggi. Selama proses produksi berjalan, tekanan
reservoir akan mengalami penurunan yang besarnya (kecepatannya) tergantung
pada laju produksi dan jenis mekanisme pendorong yang dimiliki oleh reservoir
tersebut.
Jenis – jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorong dapat
dikelompokkan menjadi lima jenis tenaga pendorong, dimana yang satu merupakan
kombinasi dari yang lainnya, yaitu :
1. Solution Gas Drive atau Depletion Drive Reservoir
2. Gas Cap Drive Reservoir
3. Water Drive Reservoir
4. Segregation Drive
5. Combination Drive
Gambar 2.54.
Solution Gas Drive Reservoir 1)
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela – sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir dan
hal ini akan terus-menerus berlanjut hingga tekanan menjadi rendah. Bila tekanan
telah cukup rendah, maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab volume gas
di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil ratio dan gas oil produksi
reservoirnya harganya hampir sama (Gambar 2.55). Reservoir jenis ini pada tahap
teknik produksi primernya akan meninggalkan residual oil yang cukup besar.
Produksi air hampir tidak ada karena reservoirnya terisolir, sehingga meskipun
terdapat connate water tetapi hampir – hampir tidak dapat diproduksikan.
Gambar 2.55.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR
pada Solution Gas Drive Reservoir 9)
Gambar 2.52.
Gas Cap Drive Reservoir 1)
Gambar 2.53.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Gas Cap Drive Reservoir 9)
Reservoir minyak dengan tenaga pendorong water drive dapat dibagi atas
tiga tipe yaitu : kuat (strong), sedang (moderat) dan lemah (weak).
1. Strong Water Drive
Reservoir dengan tenaga pendorong air yang kuat (strong), harga Eg (faktor
perolehan) berkisar antara 50 – 60%. Reservoir strong water drive memilikai water
influx yang besar.
2. Moderat Water Drive
Reservoir dengan tenaga pendorong air sedang (moderat) juga cukup efektif
dalam memproduksi minyak ke permukaan. Moderat water drive memiliki water
influx yang relatif lebih kecil.
Sumur produksi
Fluida hidrokarbon
Arah pendorong
Gambar 2.50
Arah Pendorong Reservoir oleh Aquifer 4)
Gambar 2.51.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Water Drive Reservoir 9)
2.4.2.4. Segregation Drive Reservoir
Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan energi
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya gravitasi).
Mekanisme pendorong ini sering ditemui pada reservoir dengan relief struktur
geologi yang tinggi, dimana zona minyak ditutupi oleh suatu gas cap.
Tenaga pendorong jenis ini disebut juga “gravity drive atau external gas
drive”, yang mempunyai karakteristik, yaitu :
Penurunan tekanan kurang tajam dibandingkan dengan depletion drive.
Kenaikkan GOR cukup cepat, hal ini disebabkan karena mobilitas gas yang
lebih lebih besar dari mobilitas minyak sehingga produksi gas naik naik dengan
cepat.
Produksi air dianggap tidak ada atau diabaikan.
Recovery faktor yang didapat 20 – 60 %.
Gambar 2.56.
Gravity Drainage Drive Reservoir 1)
Gambar 2.57. menunjukkan pergerakan molekul gas dan minyak dalam
reservoir pada waktu yang berbeda sebelum produksi. Sedangkan Gambar 2.58.
menunjukkan pergerakan molekul gas dan minyak pada berbagai titik dalam
reservoir saat produksi akibat pengaruh gravity segregation.
Gambar 2.57.
Gerakan Molekul Gas dan Minyak sebelum Produksi
Akibat Gravity Segregation 9)
Gambar 2.58.
Gerakan Molekul Gas dan Minyak saat Produksi
Akibat Gravity Segregation 9)
Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir tidak
ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang ada.
Jika produksi semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan tekanan
dengan berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas yang
terbebaskan dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga tekanan cepat
akan habis. Karakteristik segregation drive reservoir ditunjukkan oleh Gambar
2.59.
Gambar 2.59.
Kelakuan Gravity Drainage Reservoir 9)
2.4.2.5. Combination Drive Reservoir
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Tidak jarang dalam
keadaan sebenarnya energi-energi pendorong ini bekerja bersamaan dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan
kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan nama combination
drive reservoir. Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas cap drive
dengan water drive. Sehingga sifat – sifat reservoirnya jadi lebih kompleks jika
dibandingkan dengan energi pendorong tunggal (Gambar 2.60).
Suatu reservoir dengan jenis mekanisme pendorong combination drive ini
memiliki karakteristik, yaitu :
Penurunan tekanan relatif cepat, karena perembesan air dan pengembangan gas
tidak cukup untuk mempertahankan reservoir.
Perembesan air secara perlahan masuk di bagian bawah reservoir.
Bila adanya gas cap yang kecil, akan meningkatkan kenaikkan GOR apabila gas
tersebut mengembang.
Recovery faktor lebih besar daripada depletion drive, tetapi lebih rendah dari
water drive dan gas drive.
Gambar 2.60.
Combination Drive Reservoir 1)
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap akan
mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada pada
bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak sempat
berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi karena
dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian peristiwa
depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak yang masih
tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya tinggi dan
efesiensi produksinya lebih tinggi.
Gambar 2.61. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
Gas oil ratio yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan
reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas
sehingga gas oil ratio akan naik.
Gambar 2.61.
Kelakuan Combination Drive Reservoir 8)
Gambar 2.62.
Diagram Fasa P & T suatu Fluida Reservoir 14)
Gambar 2.67.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan 14)
Gambar 2.65.
Diagram Fasa Gas Kondensat 14)
Berdasarkan Gambar 2.65. di atas dapat dijelaskan bahwa pada titik A’,
reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya tekanan reservoir selama
produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde dalam reservoir. Pada titik A
(titik embun), cairan mulai terbentuk dan dengan turunnya tekanan dari titik B ke
titik C, jumlah cairan dalam reservoir bertambah. Pada titik C ini masih terdapat
cairan yang bisa terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan menguap.
2.4.3.4. Reservoir Gas Basah
Gas basah merupakan fluida hidrokarbon yang dominan mengandung
senyawa – senyawa hidrokarbon ringan. Diagram fasa dari campuran hidrokarbon
terutama mengandung molekul lebih kecil, umumnya terletak di bawah temperatur
reservoir. Contoh dari diagram fasa untuk gas basah ditunjukkan oleh Gambar
2.64.
Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam
pengurangan tekanan reservoir. Karena kondisi separator terletak di dalam daerah
dua fasa, maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal
sebagai “kondensat” atau gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”.
Kata basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul – molekul
hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair. Pada
kondisi separator, gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon menengah.
Kadang – kadang gas ini diproses untuk dipisahkan cairan butana dan propananya.
Ciri – ciri gas basah, antara lain :
Temperatur hidrokarbon lebih besar dari temperatur krikondenterm fluida
hidrokarbonnya.
Fluida hidrokarbon yang keluar dari separator terdiri atas 10% cairan dan
90% mol gas.
Cairan dari separator mempunyai gravity 50 0API.
GOR produksi dapat mencapai 100,000 scf/stb.
Warna cairan yang terproduksi adalah terang atau jernih seperti air.
Gambar 2.64.
Diagram Fasa Gas Basah 14)
2.4.3.5. Reservoir Gas Kering
Diagram fasa untuk gas kering diperlihatkan pada Gambar 2.63. Untuk
campuran ini, baik kondisi reservoirnya maupun kondisi separator terletak di luar
daerah dua fasa. Tidak ada cairan yang dapat dibentuk dalam reservoir atau di
permukaan dan gasnya disebut “gas alam”.
Gas kering biasanya terdiri atas metana, dan hanya sedikit mengandung
etana serta kemungkinan mengandung propana.
Kata kering menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul
hidrokarbon berat untuk membentuk cairan di permukaan. Tetapi perbedaan antara
gas kering dan gas basah tidak tetap, biasanya sistem yang gas oil ratio-nya lebih
dari 100,000 scf/stb dipertimbangkan sebagai gas kering.
Gambar 2.63.
Diagram Fasa Gas Kering 14)