Anda di halaman 1dari 55

BAB V

ANALISA FLUIDA RESERVOIR

Fluida reservoir merupakan campuran yang sangat kompleks dalam


susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon perlu
dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan
laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar sumur, mengontrol
gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain. Fluida reservoir minyak dapat berupa
hidrokarbon dan air (air formasi). Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa
gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air formasi merupakan air yang
dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak. Yang akan dibahas dalam
karakteristik fluida reservoir adalah sifat fisik fluida reservoir.
Analisa Fluida Reservoir adalah tahapan analisa setelah minyak mentah
atau crude oil diambil dari sumur. Tujuan dari analisa ini adalah untuk menetukan
sifat fisik fluida reservoir yang nantinya akan berpengaruh terhadap perkiraan
karakteristik reservoir. Selain itu juga untuk menentukan kualitas minyak yang
nantinya akan berpengaruh terhadap harga dari minyak yang dihasilkan pada
suatu reservoir produksi tersebut.

5.1. Sifat Fisik Fluida Reservoir


5.1.1. Sifat Fisik Minyak
Beberapa sifat fisik fluida reservoir yang perlu diketahui adalah : specific
gravity minyak, densitas minyak, kelarutan gas dalam minyak (Rs), Bubble Point
(Pb), kompresibilitas minyak, faktor volume formasi minyak, dan viskositas
minyak.
5.1.1.1. Densitas Minyak dan Specific Gravity Minyak
Densitas minyak (ρo) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb)
terhadap volume minyak (cuft). Metode dalam pengukuran densitas adalah
dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada komposisi minyaknya.
Persamaan yang digunakan adalah :

166
167

ρoSC 
X i Mi
.................................................................. (5-1)
 X i Mi ρoSCi 

Dimana :
oSC = Densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
oSCi = Densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
Xi = Fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi = Berat mol komponen minyak ke-i.
Biasanya specific gravity minyak (SG = γo), dikaitkan dengan sebagai
perbandingan densitas minyak (ρo) terhadap densitas air (ρw) , dengan persamaan :
ρo
SG = γ o  ..................................................................................... (5-2)
ρw
Beberapa densitas lainnya dapat dihitung yaitu densitas dari air dapat
dihitung dari persamaan :
1
𝜌𝑤 = 0,01602+(0,000023𝑥𝐺) ................................................................... (5-3)

Di mana :
ρw = Densitas air, (lb/ft3)
G = -6,6 + 0,0325 x T + 0,000657 x T 2
T = Temperatur, (0F).
0
Peningkatan API dari sebuah minyak mentah dengan meningkatnya
temperatur. Sebelum spesifik gravity dapat diukur, minyak harus bebas dari air.
Gravity API pada ruang temperatur ditentukan pada persamaan :
141,5
˚𝐴𝑃𝐼 = 𝑆𝐺
− 131,5 ......................................................................... (5-4)

Jenis minyak mentah berdasarkan API gravity adalah :


1. Tar atau Bitumen : < 10 oAPI
2. Minyak berat : 10 – 20 oAPI
3. Minyak sedang : 20 – 30 oAPI
4. Minyak ringan : > 30 oAPI.
168

Penentuan berat jenis minyak (crude oil) dilakukan dengan alat yang
disebut hydrometer, dimana penunjuk spesific gravity dapat dibaca langsung pada
alat. Untuk temperatur yang lebih dari 60 oF, perlu dilakukan koreksi dengan
menggunakan chart yang ada. Kualitas dari minyak, baik minyak berat maupun
minyak ringan, ditentukan salah satunya oleh specific gravity. Temperatur minyak
mentah juga dapat mempengaruhi viskositas atau kekentalan minyak tersebut. Hal
ini yang menjadikan perlunya ada koreksi terhadap temperatur standart 60 oF.
Gambar alat hydrometer dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Hydrometer


(Laboratorium Analisa Fluida Reservoir UPN “Veteran Yogyakarta)

5.1.1.2. Kelarutan Gas dalam Minyak


169

Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya volume


gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan dan temperatur
reservoir, yang dipermukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel, faktor
yang mempengaruhi kelarutan gas dalam reservoir minyak adalah :
 Tekanan : Pada suhu tetap kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan.
 Komposisi minyak dalam gas : Kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.
 Temperatur : Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.

Grafik hubungan Rs terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 5.2. harga
Rs dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Rs akan turun sebagai akibat gas yang terlarut
pada tekanan tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya.
 Tekanan antara Pi dan Pb, Rs konstan sebagai akibat belum ada gas yang
terbebaskan sebelum mencapai Pb.

Gambar 5.2. Rs Sebagai Fungsi Tekanan


(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Dua jenis uji penentuan kinerja dari karakteristik minyak dan gas yaitu :
1. Uji flash liberation.
170

Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan diberikan dalam jumlah


tertentu lalu perlahan-lahan tekanan dikurangi sehingga terbentuk
kesetimbangan yang dicapai antara gas, minyak dan mercury (air raksa).
2. Uji diffrential liberation.
Uji ini dirancang untuk memperkirakan kondisi dalam reservoir ketika gas
yang dilepaskan dari minyak akibat adanya penurunan tekanan, ini sebagai
hasil dari gravity segregation.
Dari penjelasan diatas dapat divisualisasikan pada Gambar 5.3. dibawah ini :

Gambar 5.3. Skematik PVT test dari flash dan differential


(Pinczewski, W. Val ” Applied Reservoir Engineering”, 2004)

Rs adalah ukuran untuk menentukan kelarutan gas dalam minyak pada


kondisi tekanan dan temperatur tertentu, diukur dalam SCF gas per STB minyak.
Jumlah gas yang terlarut dalam minyak diperkirakan dengan menggunakan lima
korelasi yaitu :
1. Korelasi Standing
2. Korelasi Glaso
3. Korelasi Marhoun
4. Korelasi Lasater
5. Korelasi Vasques-Beggs
A. Korelasi standing
171

Standing mengembangkan korelasi untuk memperkirakan harga Rs


berdasarkan data sistem gas minyak yang diambil dari lapangan minyak
California sebanyak 105 data percobaan, selang data yang digunakan adalah :
 Tekanan Saturasi : 130 – 700 Psi
 Temperatur : 100 – 258 F
 Perbandingan Gas Minyak : 20 – 1425 Cuft/bbl
 Gravity Minyak : 16.5 – 63.8 API
 Spesific Gravity gas : 0.59 – 0.95
Fasa gas yang digunakan tidak mengandung N2 dan H2S dan hanya mengandung
CO2 kurang dari 1 %. Jenis minyak dalam mengembangkan korelasi ini tidak
dikemukakan.
Prosedur Perhitungan :
1. Menyiapkan data meliputi :
- Tekanan (P), Psi dan temperatur yang dikehendaki (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi
- Derajat API minyak (API), API
1. Menghitung harga Rs dengan persamaan :
1.2048
 P  
Rs   g   1.4 100.000125API T  460  Scf / stb .......................(5-62)
 182  
B. Korelasi Glaso
Glaso mengembangkan korelasi berdasarkan data laboratorium untuk sistem
minyak gas yang diambil dari Laut Utara. Korelasi terhadap sifat parafinitas
minyak serta adanya fasa gas non hidrokarbon diperhitungkan dalam korelasi ini.
Prosedur perhitungan :
Menyiapkan data meliputi :
- Tekanan (P) , Psia dan Temperatur yang dikehendaki (T), R.
- Spesific Gravity Gas pada kondisi standar (g ), fraksi.
- Derajat API minyak (API), API.
Menghitung faktor koreksi Pb* dengan persamaan :

Pb*  102.886914.18113.3093LogP 
0.5
..................................................(5-63)
172

Menghitung Rs dengan persamaan :


1.2253
 API 0.989  
Rs   g  Pb *
0.172 
Scf / Stb ...................................(5-64)
 T  460  
C. Korelasi Marhoun
Marhoun mengembangkan korelasi untuk menentukan Rs yang dihasilkan
melalui 160 percobaan dengan menggunakan sampel minyak Middle Eastern.
Selang data yang digunakan tidak disebutkan.
Data yang diperlukan meliputi :
1. Data yang diperlukan meliputi :
- Tekanan (P), Psia dan Temperatur yang dikehendaki (T), R.
- Spesific Gravity Gas pada kondisi standar (g), fraksi.
- Spesific Gravity Minyak (o), fraksi.
2. Korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut :

Rs  a g  o T d
b c
 Scf/Stb ..........................................................(5-65)

Dimana harga konstanta a, b, c, dan d adalah :


a = 185.843208 ; b = 1.187784 ; c = - 3.1437 ; d = - 1.32657 ;
e = 1.398441
D. Korelasi Petrosky-Farshad
Petrosky dan Farshad (1993) menggunakan software regresi multiple
nonlinear untuk mengembangkan persamaan kealrutan gas. Ia mengontruksikan
data PVT dari 81 laboratorium di Gulf, Meksiko. Bentuk dari persamaan korelasi
Petrosky-Farshad adalah :
𝑝 1,73184
𝑅𝑠 = [(112,727 + 12,340) 𝛾𝑔 0,8439 10𝑥 ]

x = 7,916 (10-4)(API)1,5410-4,561(10-5)(T-460)1,3911
dimana :
p = pressure, psia
T = temperature 0R,
E. Korelasi Lasater
173

Korelasi ini dapat digunakan untuk menentukan Rs pada tekanan


saturasinya. Selang harga variabel-variabel dalam korelasi ini adalah :
 Tekanan saturasi (Pb) : 48 – 5780 Psia
 Temperatur (T) : 82 – 272 F
 Kelarutan gas dalam minyak (Rs) : 3 - 2905 Cuft/ Bbl
 Gravity minyak (API) : 17.9 – 51.1 API
 Spesific gravity gas (g) : 0.58 – 1.223
Prosedur perhitungan :
3. Menyiapkan data meliputi :
- Tekanan (P), Psia dan temperatur yang dikehendaki (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi.
- Derajat API minyak (API), API.
4. Menghitung harga Fb dengan persamaan :
Pb. g
Fb  …………………………………………………….….…..(5-66)
T
2. Menentukan harga Yg dengan persamaan :
- Untuk Yg  0.6
Fb  0.83918.101.17664Yg.Yg 0.3119 …………………………….…..…(5-67)
- Untuk Yg  0.6
Fb  0.83918.1011.108Yg.Yg 0.31109 ……………………………….…..(5-68)
3. Menetukan Mo berdasarkan API minyak dengan menggunakan persamaan :
Mo  4.5681.105 Kw
6.5885
 
g
5.5721
………………………………...…(5-69)

Kw adalah Watson Characterization Factor umumnya berharga 11.7 – 12.5.


Harga Kw dapat diperkirakan berdasarakan persamaan :

1.8MABP 0.333
Kw = ……………………………………………..….(5-70)
o
Apabila Kw tidak diketahui dapat digunakan harga Kw = 12
4. Menentukan harga Rs dengan persamaan :
174

   Yg 
Rs  1.3303.105  o   Scf/Stb …………………………….…(5-71)
 o
M  1  Yg 
F. Korelasi Vasques – Beggs
Vasques – Beggs mengembangkan korelasi empiris untuk memperkirakan
harga Rs. Korelasi ini dihasilkan dari 5008 pengukuran Rs dengan menggunakan
metoda analisa regresi.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia dan Temperatur yang dikehendaki (T), R.
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi.
- Derajat API minyak (API), API
- Temperatur separator (Tsep), R
- Spesific gravity gas pada kondisi separator (gs), fraksi.
2. Menghitung harga gs pada tekanan referensi 100 Psig dengan persamaan :
  Psep 
 gs   gp 1  5.912105  API Tsep  460Log   ……………...(5-72)
  114.7 
3. Menghitung harga Rs dengan persamaan :
  API  
Rs  C1 gs PC 2 EXP C3    Scf/Stb ……………………………….(5-73)
  T 
Dimana harga C1, C2 dan C3 tergantung dari harga gravity minyak :
Koefisien API  30 API  30
C1 0.0362 0.0178
C2 1.0937 1.1870
C3 25.7240 23.9310
5.1.1.3. Bubble Point (Pb)
Tekanan bubble point (titik gelembung) suatu sistem hidrokarbon
didefinisikan sebagai tekanan tertinggi dimana gelembung gas mulai pertama kali
terbebaskan dari minyak. Harga ini ditentukan secara eksperimen terhadap
minyak mentah dengan melakukan test ekspansi constant-composition (test flash
liberation).
175

Selain melalui eksperimen, tekanan bubble juga dapat ditentukan melalui


beberapa korelasi. Korelasi tersebut menjelaskan bahwa bubble point merupakan
fungsi dari beberapa parameter seperti kelarutan gas (Rs), Specific gravity, API,
dan Temperatur (T). Beberapa Korelasi untuk menentukan tekanan bubble antara
lain :
1. Korelasi Standing
2. Korelasi Vasques-Beggs
3. Korelasi Glaso
4. Korelasi Marhoun
5. Korelasi Petrosky and Farshad

A. Korelasi Standing
Standing (1947) mengemukakan korelasi ini berdasarkan 105 percobaan
pegukuran tekanan bubble pada 22 lapangan di California. Parameter yang
dibutuhkan pada korelasi Standing antara lain kelarutan gas (Rs), Specific gravity,
API, dan Temperatur (T). Nilai error dari korelasi ini adalah sekitar 4.8%.
Persamaan dari Korelasi Standing adalah sebagai berikut :

Pb 18.2 [(Rs/g)0.83 (10)a 1.4]


a 0.00091 (T 460) 0.0125 (API)
dimana :
Pb = bubble-point pressure, psia
T = system temperature, °R

B. Korelasi Vasques-Beggs
Vasques-Beggs mengembangkan korelasi empiris untuk memperkirakan harga Pb
melalui persamaan :
C2
C1 × Rs a
Pb = [( ) (10) ]
γ
176

𝐶3×𝐴𝑃𝐼
𝑎=
𝑇
Dimana harga C1, C2 dan C3 tergantung dari harga gravity minyak :

Koefisien API  30 API  30


C1 27, 624 56,18
C2 0,914328 0,84246
C3 11,172 10,393
C. Korelasi Glaso
Glaso (1980) telah menggunakan sebanyak 45 sampel untuk mengembangkan
korelasi yang akurat untuk memperhitungkan bubble point pressure.Bentuk
persamaan korelasi glaso adalah sebagai berikut :
log 𝑃𝑏 = 1,7669 + 1,7447 log(𝑃𝑏) −𝑜, 30218[𝑙𝑜𝑔(𝑃𝑏)]2
Dimana Pb didefinisakn dengan persamaan sebagai berikut :
Pb = (Rs/γg)a(t)b(API)c
Dimana :
Rs = Kelarutan gas, scf/STB
T = Temperature, oF
 g = Gas specific gravity rata-rata dari total gas di permukaan
a = 0,816 b = 0,172 c = -0,989
untuk volatile gas, Glaso merekomendasikan bahwa eksponen b diganti dengan
nilai 0,130.
D. Korelasi Marhoun
Marhoun (1988) telah melakukan 160 eksperimen untuk menentukan tekanan
bubble melalui analisa PVT untuk mengembangkan korelasi pengukuran tekanan
bubble. Marhoun mengkorelasikan bubble point pressure dengan Ts,
Temperature, dan specific gravity minyak dan gas. Persamaan Korelasi Marhoun
adalah sebagai berikut :
𝑃𝑏 = 𝑎𝑅𝑠 𝑏 𝛾𝑔 𝑐 𝛾𝑜 𝑑 𝑇 𝑒
Dimana :
T = Temperature, oR
o = Stock-tank oil specific gravity
177

g = Gas specific gravity


a-e = Koefisien yang memiliki nilai sebagai berikut :
a 5,38088 x103 b 0,715082
c 1,87784 d 3,1437
e 1,32657
Nilai kesalahan dari korelasi ini adalah sekitar 3,66%.

E. Korelasi Petrosky-Farshad
Korelasi Petrosky-Farshad pada untuk kelarutan gas (Rs) dapat juga
digunakan untuk perhitungan Pb dengan bentuk sebagai berikut :
112,727𝑅𝑠 0,577421
𝑃𝑏 = [ ] − 1391,051
𝛾𝑔 0,8439 (10)𝑥

x = 7,916 (10-4)(API)1,5410-4,561(10-5)(T-460)1,3911
Nilai error dari korelasi Petrosku-Farshad untuk mengukur bubble point pressure
adalah sekitar 3,28%.
5.1.1.4. Kompresibilitas Minyak (Co)
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak akibat
adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
1 V 
Co    
V   P 

Persamaan (2-39) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami,
sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
C pr
Co  dimana P = Ppr . Ppc ......................................................... (2-58)
Ppc

Sehingga persamaan diatas dapat berubah menjadi :


Cpr . Ppr = Co . P ................................................................................. (2-59)
C pr . Ppr
Co = ..................................................................................... (2-60)
P
Di mana :
178

Cpr = kompresibilitas pseudoreduced, (psia-1)


Ppr = tekanan pseudoreduced, (psia)
P = tekanan reservoir, (psia)
Co = kompresibilitas minyak, (psi-1).
Untuk memperkirakan harga kompresibilitas pseudoreduced cukup dengan
melakukan korelasi pada Gambar 2.18, sebelumnya harus menentukan tekanan
pseudoreduced dari hidrokarbon (Ppr) dan temperatur pseudoreduce (Tpr),
dimana harga Ppr dan Tpr dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Pres (tekanan absolut )
pseudo  reduced pressure , Ppr  ........... (2-61)
Pp c (tekanan kritik )

Tres (temperatur absolut )


pseudo  reduced temperature, T pr  ... (2-62)
T p c (temperatur kritik )

Untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal didapat dari


korelasi pada Gambar 2.19, dimana awalnya telah diketahui terlebih dahulu
melalui perhitungan spesifik gravity dari reservoir.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

Gambar 2.18.
Variasi Dari Kompresibilitas Pseudoreduced Dengan
179

Tekanan Pseudoreduced Pada Temperatur Pseudoreduced


(Mc.Cain,W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

Gambar 2.19.

Variasi Dari Tekanan dan Temperatur Pseudokritikal


(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”,Second Edition, 1990)

5.1.1.5. Faktor Volume Formasi Minyak (Bo)


Faktor volume formasi minyak didefinisikan perbandingan relatif antara
volume minyak awal (kondisi reservoir) termasuk gas yang terlarut terhadap
volume minyak akhir (kondisi standar dalam tangki pengumpul), dapat ditulis
sebagai berikut (satuan yang digunakan bbl/stb) :
volume min yak  gas terlarut ( P & TRES )
Bo  ,bbl/stb .................... (2-55)
volume min yak ( P & T std )
180

Gambar 2.16.
Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) Sebagai Fungsi Dari Tekanan
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.16.


harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan di bawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas
terbebaskan.
 Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik karena terjadinya
pengembangan minyak.
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai
dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan sampai mencapai Pb, sehingga sistem
cairan bertambah akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai Pb, Bo akan
turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung. Hal ini
disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan
tekanan. Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor) bo, yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo :
1
bo  ........................................................................................... (2-56)
Bo
Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan
minyak. Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs), dimana
semakin banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga faktor
penyusutan.
Bo digunakan untuk menyatakan volume minyak pada suatu tekanan dan
temperatur tertentu. Perubahan tekanan dan temperatur yang menyertai perubahan
volume minyak disebabkan oleh terbebasnya gas dari dalam minyak sebagai
akibat perubahan tersebut. Korelasi yang akan digunakan untuk menentukan Bo
pada tekanan dan temperatur tertentu adalah :
181

1. Korelasi Standing
2. Korelasi Glaso
3. Korelasi Marhoun
4. Korelasi Trijana Kartoatmojo
5. Korelasi Vasques – Beggs
A. Korelasi Standing
Standing mengembangkan korelasi Bo berdasarkan data sistem gas –
minyak yang dikumpulkan di California seperti yang telah diuraikan pada korelasi
Rs.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia dan temperatur reservoir (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi.
- Derajat API minyak (API), API.
- Kelarutan gas dalam minyak Rs (Scf/Stb)
2. Menghitung harga Bo dengan persamaan :
1.2
  g 
0.5

Bo  0.979  0.000120 Rs    1.25T  460 Bbl/Stb …….……(4-
   o  

44)
B. Korelasi Glaso
Korelasi glaso untuk tekanan di bawah tekanan saturasi dikembangkan
dengan menggunakan data pengukuran contoh minyak laut utara.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data penunjang :
- Tekanan (P), Psia
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Temperatur reservoir (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi.
- Derajat API minyak (API), API
- Kelarutan Gas dalam minyak Rs (Scf/Stb)
182

2. Terlebih dahulu dihitung harga B*ob (faktor koreksi) dengan persamaan :

 g
0.526

B *ob  Rs    0.968T  460 ……………………………………(4-
o 
45)
3. Menghitung Bo dengan persamaan :
Bo = 1 + 10A Bbl/Stb …………………………………………………….(4-46)
Dimana :
A  6.5851  2.91329LogB *ob 0.27683LogB *ob  ………………….(4-47)
2

C. Korelasi Marhoun
Marhoun mengembangkan korelasi untuk menentukan harga Bo sebagai
fungsi dari gravity minyak, gravity gas dan temperatur. Persamaan empiris yang
dikembangkan berasal dari multiple analisa regresi yang didapatkan dari 160 data
percobaan. Minyak yang digunakan berasal dari Middle Eastern sebanyak 69
sampel.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data penunjang
- Tekanan (P), Psia
- Temperatur reservoir (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi
- Spesific gravity minyak , fraksi
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs), (Scf/Stb)
2. Menghitung F dengan persamaan :
F = Rsa gb oc ……………………………………………………….(4-48)
Dimana :
a = 0.74239 ; b = 0.323294 ; c = - 1.202040
3. Bo dihitung dengan persamaan :
Bo = 0.497069 + 0.862963*10-3 T + 0.182594*10-2F + 0.318099*10-5F2
Bbl/Stb ……………………………………………………………..(4-49)
D. Korelasi Trijana Kartoatmojo
183

Trijana Kartoatmojo mengembangkan korelasi perhitungan Bo, dimana


selang data yang digunakan adalah :
- Jumlah data yang digunakan : 7494
- Tekanan (P) : 0 – 7140 Psi
- Temperatur Reservoir : 58 – 594 Psi
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs) : 0 – 6000 SCF/STB
- Gravity minyak : 9.5 – 63.7 API
- Spesific gravity gas (g) : 0.511 – 2.292
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Temperatur reservoir (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi
- Derajat API minyak (API), API
- Kelarutan gas dalam minyak
2. Menghitung harga F dengan persamaan :
F = Rs0.755 o1.5 + 0.45 T ………..………………………………….(4-50)
3. Menghitung harga Bo dengan persamaan :
Bo = 0.979562 + 0.000106F1.5 Bbl/Stb ……………………………..(4-51)
E. Korelasi Vasques – Beggs
Vasques – Beggs mengembangkan korelasi untuk memperkirakan harga
Bo pada tekanan saturasi dan dibawah tekanan saturasi. Korelasi ini merupakan
hasil 6000 pengukuran Bo pada berbagai tekanan. Teknik untuk mendapatkan
persamaan Bo adalah dengan menggunakan analisa regresi.
Prosedur perhitungan Bo :
Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia
- Temperatur reservoir (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi
184

- Derajat API minyak (API), API


- Kelarutan gas dalam minyak (Rs), Scf/Stb
2. Menghitung Bo dengan persamaan :
 API 
Bo  1.0  C1Rs  T  520 C  C3 Rs  Bbl/Stb ………...…(4-52)
   2
 gs 
Harga gs dihitung pada perhitungan Rs dengan korelasi Vasquez – Beggs.
Dimana konstanta C1 s/d C3 tergantung dari harga API gravity minyak.
Konstanta API  30 API  30
C1 4.677*10-4 4.67*10-4
C2 1.751*10-5 1.1*10-5
C3 -1.811*10-9 1.377*10-9

5.1.1.6. Viscositas Minyak (o)


Viscositas minyak yang mengandung gas terlarut maupun yang tidak pada
berbagai temperatur dan tekanan dapat diperkirakan dari beberapa korelasi
dibawah ini.
Korelasi Viskositas “Dead Oil”
1. Korelasi Beal
2. Korelasi Beggs - Robinson
3. Korelasi glaso
Korelasi viskositas pada tekanan saturasi dan di bawah
1. Chew dan Connaly
2. Korelasi Begg - Robinson
3. Korelasi Khan
Korelasi viscositas minyak di atas tekanan saturasi
1. Korelasi Beal
2. Korelasi Vasquez - Beggs
3. Korelasi Khan
4. Korelasi Trijana Kartoatmojo
185

I. Korelasi Viscositas “Dead Oil” (od)


Viskositas minyak “dead oil” didefenisikan sebagai viskositas minyak
pada kondisi tekanan atmosfer (tidak ada gas terlarut dalam minyak) dan
temperatur sistem. Beberapa korelasi yang telah disebutkan diatas akan dijelaskan
di bawah ini.
1. Korelasi Beal
Beal mengembangkan korelasi untuk menentukan viskositas minyak “dead
oil” yang didapat setelah menganalisa beberapa harga viscositas minyak “dead
oil” pada temperatur diatas 100 F sebanyak 753 harga. Harga viskositas “dead
oil” merupakan fungsi dari temperatur dan API gravity minyak.
Harga viskositas minyak “dead oil” ditentukan dengan persamaan :

 1.8(107 )  360 
A

od   0.32    cp …………………………………....(4-53)


 API  4.53  T  260 

dimana :
a = 10(0.43+8.33/API)
od = Viskositas minyak dead oil pada tekanan 14.7 Psi dan temperatur
reservoir,cp.
T = Temperatur R
2. Korelasi Beggs - Robinson
Beggs – Robinson mengembangkan korelasi empiris untuk menentukan
viskositas minyak “dead oil” yang berasal dari 460 data pengukuran, Persamaan
yang digunakan adalah :
od = 10x – 1 cp ………………………………………………...(4-54)
dimana :
x = y (T-460)-1.163
y = 10x
z = 3.0324 – 0.02023 API
3. Korelasi Glaso
186

Glaso mengembangkan persamaan matematika untuk menentukan


viskositas “dead oil”. Persamaan tersebut dihasilkan dari pengukuran sampel
minyak sebanyak 26 sampel. Persamaan yang digunakan adalah :
 
od  3.1411010 T  4603.444 Log  API A cp…………………….(4-55)
dimana :
a = 10.313(Log(T - 460)) - 36.477
Persamaan diatas dapat digunakan untuk temperatur 50 – 300 F dan API gravity
minyak 20.1 – 48.1.
II. Viscositas Minyak Pada Dan Di Bawah Tekanan Saturasi
Viskositas minyak pada tekanan saturasi (saturated oil viscosity)
didefenisikan sebagai viskositas minyak pada kondisi tekanan saturasi (tekanan
titik gelembung) dan pada temperatur sistem.
Terdapat beberapa korelasi untuk menentukannya yang akan dijelaskan di
bawah ini.
1. Korelasi Chew - Connaly
Korelasi ini dikembangkan dari pengukuran sampel minyak sebanyak 457
sampel.
Selang data yang digunakan adalah :
- Tekanan, Psia : 132 – 5645
- Temperatur, R : 70 – 292
- Kelarutan gas dalam minyak, Scf/Stb : 51 – 3544
- Viskositas “dead oil” , cp : 0.377 – 50
Prosedur perhitungan :
1. Menghitung konstanta nilai a, b, c, d dan e dengan persamaan :
   
a  Rs 2.2 107 Rs  7.4 104  ………………………………………(4-56)
0.68 0,25 0.062
b  d  ……………………………………………(4-57)
10c 10 10e
 
c  8.62 105 Rs …………………………………………………….(4-58)

 
d  1.1 103 Rs ………………………………………………………(4-59)

e  3.4710 Rs
3
…………………………………………………….(4-60)
187

2. Menghitung harga viskositas minyak “saturated oil” dengan persamaan :


ob  10a od b cp ……………………………………………….(4-61)
dimana :
ob = viskositas minyak “dead oil”, cp.
2. Korelasi Beggs - Robinson
Beggs – Robinson mengembangkan korelasi empiris untuk menentukan
viskositas minyak “saturated oil” yang diperoleh dari pengukuran sampel minyak
sebanyak 2073.
Selang data yang digunakan adalah :
- Tekanan, Psia : 132 – 5265
- Temperatur, F : 72 – 295
- API gravity minyak : 16 – 58
- Kelarutan gas dalam minyak, Scf/Stb : 51 – 3544
Prosedur perhitungan :
1. Menghitung nilai a dan b :
a = 10.715 (Rs + 100)-0.515 …………………………………………..(4-62)
b = 5.44 ( Rs + 150)–0.338 ……………………………………………(4-63)
2. Menghitung harga ob dengan persamaan :
ob = a (od)b cp …………………………………………………....(4-64)
dimana :
od = viskositas minyak “dead oil”, cp.
3. Korelasi Khan
Khan mengembangkan korelasi empiris untuk menentukan viskositas pada
tekanan saturasi dan pada tekanan di bawah tekanan saturasi. Sampel minyak
yang digunakan berasal dari Arab Saudi dengan melakukan pengukuran sebanyak
1841 data viskositas dari 62 lapangan.
Selang data yang digunakan adalah :
- Tekanan, Psia : 100 – 4315
- Temperatur, F : 75 – 240
- API gravity minyak (API) : 14.3 – 44.6
188

- Kelarutan gas dalam minyak, Scf/Stb : 24 – 1901


Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Temperatur sistem (T), R
- Spesific gravity gas pada kondisi standar (g), fraksi
- Spesific gravity minyak kondisi standar (o), fraksi
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs), Scf/Stb.
2. Viskositas pada tekanan saturasi digunakan persamaan :
0.09 g 
0.5

ob  0.45
cp ………………………………..…(4-65)
Rs 1 / 2  T  1   o 
 460 
3. Sedangkan viskositas di atas tekanan saturasi ditentukan dengan persamaan :
0.14

EXP 2.510 4 P  Pb cp……………………..(4-66)


 P 
b  ob  
 Pb 

4. Korelasi Trijana Kartoatmojo


Trijana Kartoatmojo mengembangkan korelasi untuk menghitung
viskositas minyak pada tekanan saturasi dan di bawah tekanan saturasi
berdasarkan data pengukuran di laboratorium. Selang data yang digunakan adalah
sebagai berikut :
- Jumlah data yang digunakan : 6456
- Tekanan (P) : 0 – 7140 Psi
- Viskositas tanpa gas : 0.096 – 682 cp
- Temperatur reservoir (T) : 80 – 320 Psi
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs) : 0 – 6000 SCF/STB
- Gravity minyak (API) : 13.4 – 57.7 API
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
189

- Tekanan sistem (P), Psia


- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Temperatur (T), F
- Derajat API minyak (API)
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs), Scf/Stb
2. Menghitung parameter :
a  4.2119( Rs  100)0.316392 ……………………………………..…(4-67)

b  5.5260( Rs  150)0.33807 …………………………………………(4-68)


y  25.1907 LogT  69.5487 ……………………………………….(4-69)

od  1016.4612T 6,0875 Log ( API ) y ……………………………………(4-70)


3. Menghitung viskositas minyak dengan persamaan :
o = a (od)b cp ……………………………………………………..(4-71)
III. Viskositas Minyak Di Atas Tekanan Saturasi
Beberapa korelasi untuk menentukan viskositas minyak yang akan
dijelaskan di bawah ini adalah korelasi Beal, korelasi Vaques – Beggs, korelasi
Khan dan korelasi Trijana Kartoatmojo.
1. Korelasi Beal
Beal mengembangkan korelasi untuk menentukan viskositas minyak di
atas tekanan saturasi dimanan korelasi ini merupakan hasil penelitian dari 26
sampel minyak dengan jumlah pengukuran viskositas sebanayk 52 harga.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Viskositas minyak pada tekanan saturasi (ob), cp
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Tekanan (P), Psia
2. Menentukan viskositas minyak dengan persamaan :


o  ob  0.001P  Pb 0.024ob1.6  0.038ob 
0.56
………………..(4-
72)
2. Korelasi Vasquez - Beggs
190

Vasquez – Beggs mengembangkan korelasi viskositas minyak di atas


tekanan saturasi yang diperoleh dari analisa data sejumlah 3593 data.
Selang data yang digunakan adalah :
- Tekanan (P), Psia : 141 – 9515
- Viskositas, cp : 0.117 – 148
- Temperatur reservoir (T) : 80 – 320 Psi
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs) : 0 – 6000 SCF/STB
- Gravity gas (fraksi) : 0.511 – 1.351
- Gravity minyak (API) : 15.3 – 59.5
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Viskositas minyak pada tekanan saturasi (ob), cp
2. Menghitung nilai a dan m dengan persamaan :
a = - 3.9 x 10-5 P – 5 ………..………………………………….(4-73)

b = 2.6 x P1.187 x 10a …………………………………………..(4-74)


3. Menghitung nilai viskositas minyak dengan persamaan :
m
 P 
o = ob   cp ………………………………………………….(4-75)
 Pb 
C. Korelasi Khan
Khan mengembangkan korelasi viscositas minyak berdasarkan hasil
percobaan sebanyak 1503 data viskositas yang diambil dari sampel minyak Arab
Saudi. Selang data yang digunakan tidak disebutkan.
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Viskositas minyak pada tekanan saturasi, cp
2. Viskositas minyak dihitung dengan persamaan :
191

o  ob EXP9.6 x105 P  Pb ……………………………………(4-76)


4. Korelasi Trijana Kartoatmojo
Trijana mengembangkan korelasi perhitungan viskositas minyak di atas
tekanan saturasi berdasarkan pengukuran di laboratorium.
Selang data yang digunakan :
- Jumlah data yang digunakan : 3665
- Tekanan (P) : 0 – 4750 Psi
- Viskositas pada tekanan saturasi : 0.1681 – 184.9 cp
- Viskositas diatas tekanan saturasi : 0.1681 – 517 cp
- Temperatur reservoir (T) : 102 – 481 F
- Kelarutan gas dalam minyak (Rs) : 0 – 6000 SCF/STB
Prosedur perhitungan :
1. Menyiapkan data yang meliputi :
- Tekanan (P), Psia
- Tekanan saturasi (Pb), Psia
- Viskositas minyak pada tekanan saturasi (ob),cp
2. Menghitung parameter m dengan persamaan :
 P 
m  0.01837905  Log   ……………………………………….(4-77)
 Pb 
3. Viskositas minyak dihitung dengan persamaan :
o  10m ob cp ………………………………………………….....(4-78)

5.1.2. Sifat Fisik Gas


5.1.2.1. Densitas Gas dan Specific Gravity Gas
Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini massa
dapat diganti oleh berat gas, (m). Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka
rumus densitas untuk gas ideal adalah :
m PM
g  
V RT ,lb/cuft ........………………………………...................(5-101)

Dimana :
192

m = berat gas, (lb)


V = volume gas, (cuft)
M = berat molekul gas, (lb/lb-mole)
P = tekanan reservoir, (psia)
T = temperatur, (oR)
R = konstanta gas = 10,73 psia cuft/lb-mole (oR).
Spesific gravity dari gas diartikan sebagai perbandingan dari densitas pada
gas dengan udara kering pada P&T sama dirumuskan :
g
SGg = γg =  udara ………………………………...................(5-102)
dalam asumsi tingkah laku gas dan udara pada hukum gas ideal, spesific gravity
diberikan sebagai berikut :
Mg Mg

γg = M udara 29 ………………………………...................(5-103)
Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan untuk
gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
P Ma
g 
zRT ……………………………….............................(5-104)
Dimana :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak
yi = komponen ke-i dalam suatu campuran gas, (fraksi mol)
Mi = berat molekul komponen ke-i dalam suatu campuran gas, (lb/lb mole).

Dalam perhitungan-perhitungan teknik reservoir maupun teknik produksi


(juga di dalam Bab-5 ini), umumnya specific gravity gas ditentukan berdasarkan
anggapan sebagai gas ideal, yaitu dengan Persamaan (5–6),  g  Ma / 29 . Tetapi
untuk menentukan harga Ma suatu gas alam pada kondisi reservoir tidaklah
mudah; sebab pada kondisi permukaan, gas alam umumnya berbentuk gas dan
cairan (kondensat); sehingga Ma merupakan berat mol tampak bagi campuran fasa
193

gas dan fasa cair yang keluar dari separator di permukaan, pada hal komposisi
fasa cair sulit dianalisa. Untuk mengatasi kesulitan itu, maka dibuat cara
penaksiran spesific gravity gas alam dalam kondisi reservoir dengan persamaan:

Dimana :
g = SG gas didalam reservoir

 gs = SG gas yang keluar dari separator


141,5
o = SG cairan (kondensat) =
131,5+0 𝐴𝑃𝐼

5.1.2.2. Faktor Deviasi (Z)


Pada kondisi tekanan dan temperatur tinggi (tidak standard), gas
hidrokarbon tidak sesuai lagi dengan gas ideal, sehingga gas hidrokarbon
merupakan gas non-ideal atau “gas nyata”. Pada kondisi seperti inilah umumnya
perhitungan-perhitungan dalam teknik reservoir dan produksi dilakukan.
Persamaan umum gas ideal harus di koreksi dengan suatu faktor koreksi
agar dapat berlaku bagi gas / campuran gas nyata. Faktor koreksi yang dimaksud,
disebut faktor kompresibilitas (compressibility factor) yang diberi simbol “Z”.
Korelasi yang tersedia untuk memperkirakan Faktor deviasi gas adalah :
1. Korelasi Standing Katz
2. Korelasi Dranchuk
1. Korelasi Standing - Katz
Korelasi ini dinyatakan dalam bentuk hubungan antara faktor deviasi gas
(Z) terhadap pseudo reduce pressure (Pr) dan berbagai pseudo reduce temperature
(Tr). Cara ini cukup baik untuk gas campuran yang mengandung:
 Metana > 85 % mol, atau
 100 % senyawa parafin.
194

Tetapi kurang baik bila:


 P > 2000 psig
 % mol senyawa hidrokarbon berat tinggi
 mengandung CO2.
Prosedur perhitungan :
1. Menghitung harga Pr dan Tr dari persamaan :
Pr = P/Pc ………………………………………………….....(5-117)
Tr = T/Tc ………………………………………………….....(5-118)

Untuk suatu campuran gas (gas mixture), harga Pc dan Tc-nya merupakan
Pc dan Tc yang semu atau pseudo yang dapat ditentukan dengan persamaan (5-9)
berikut ini (Kay, 1936):
Ppc = ∑ yi Pci
Tpc = ∑ yi Tci
dimana :
yi = fraksi mol komponen (gas murni) ke-I didalam sistem
Pci = tekanan kritis komponen ke-i (Tabel 5.1)
Tci = temperatur kritis komponen ke-i (Tabel 5.1).

Tabel 5.1 Konstanta Fisik Beberapa Senyawa HK dan Impurities


195

Tekanan dan temperatur kritis pseudo ini bukan tekanan dan temperatur
kritis sebenarnya dari campuran gas yang bersangkutan, tetapi hanya merupakan
tekanan dan temperatur kritis gas campuran yang digunakan untuk penentuan
faktor kompresibilitas.
Selain dengan cara penentuan berdasarkan harga tekanan dan temperatur
kritis gas murni (komponen) penyusunnya, Ppc dan Tpc suatu campuran gas dapat
juga ditentukan dengan grafik 5.1, apabila telah diketahui specific gravity-nya.
Grafik 5.1 memenuhi persamaan Standing:
a. Untuk Condensate Fluids
Tc = 187 + 330 (γg) – 71,5 (γg)2
Pc = 706 + 51,7 (γg) – 11,1 (γg)2 …………………………….(5-10a)
b. Untuk Miscellaneous Gases (gas kering di permukaan)
Tc = 168 + 325 (γg) – 12,5 (γg)2
196

Pc = 677 + 15 (γg) -37,5 (γg)2 ……………………………….(5-10b)

Grafik 5.1. Pseudo-Critical Properties of natural gas


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)

2. Menentukan nilai A s/d G dengan persamaan :


A  1.39Tr  0.92  0.36Tr  0.101 ……………………….......(5-121)
0.5

B = ( 0.62 – 0.23 Tr) Pr ………………………………………...(5-122)


 0.066 
C   0.037  Pr ……………………………………...(5-123)
 Tr  0.86 
 0.32 
D   9(Tr 1)  Pr 6 ……………………………………………….(5-124)
 10 
197

E = B + C + D …………………………………………………..(5-125)
F = (0.132 – 0.32 log Tr) ………………………………………...(5-126)

G  100.31060.49Tr  0.1824Tr ………………………………………...…(5-127)


2

3. Menentukan faktor z dengan persamaan :


Z = A + (1 – A)Exp(-E) + F(Pr)G ……………………………...(5-128)

Biasanya, bila terdapat gas-gas kotoran perlu dilakukan koreksi-koreksi.


Ada beberapa cara koreksi terhadap hasil Z metode Standing dan Katz akibat
adanya gas kotoran, antara lain:

a. Cara Eilerts dan Sage dan Lacey


 Bila mengandung hanya Nitrogen (koreksi Eilerts)
Za = ZN (yN) + (1-yN) Zg
Ztrue = C Za

Dimana :
Za = faktor kompresibilitas tambahan (additive)
ZN = faktor kompresibilitas untuk Nitrogen (Gambar 5.5)
Z true = faktor kompresibilitas sebenarnya
yN = fraksi mol Nitrogen
C = faktor koreksi bila ada nitrogen (Gambar 5.6)
Zg = faktor kompresibilitas hasil dari korelasi korelasi Standing dan
Katz
 Bila hanya mengandung CO2 (koreksi Sage dan Lacey)
Za = ZCO2(yCO2) + (1-yCO2) Zg
Ztrue = Za
Dimana ZCO2 dapat ditentukan dari Gambar 5.7 (Amyx, 267)
 Bila hanya mengandung H2S (Koreksi Sage dan Lacey):
Za = ZH2S (yH2S) + (1-yH2S) Zg
Ztrue = Za
198

Dimana ZH2S adalah faktor kompresibilitas gas H2S dari Gambar 5.8. Gas
Hidrokarbon yang mempunyai konsentrasi H2S 1 grain untuk setiap 100
Cuft gas dikategorikan sebagai “Sour Gas”.
 Bila gas mengandung ketiga impuritis diatas, maka harus digunakan
Persamaan 5-16 berikut ini:
Za = ZNyN + ZCO2yCO2 + ZH2SyH2S + (1-yN-yCO2-yH2S) Zg
Ztrue = C Za
Faktor koreksi C diperoleh dari Gambar 5.6, tetapi faktor ini tidak
diperlukan bila gas tidak mengandung Nitrogen.

Gambar 5.2. Faktor Kompresibilitas untuk nitrogen


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)

Gambar 5.2. Faktor Koreksi Komresibilitas untuk kandungan nitrogen


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)
199

Gambar 5.2. Faktor Kompresibilitas untuk CO2


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)

Gambar 5.2. Faktor Kompresibilitas untuk H2S


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)
b. Cara Wichert dan Aziz
Untuk gas hidrokarbon yang mengandung gas-gas korosif CO2 dan H2S
Wichert dan Aziz membuat cara koreksi terhadap harga Ppc dan Tpc
sebelum digunakan untuk menghitung Pr dan Tr, yaitu dengan
menggunakan grafik koreksi 3 seperti Gambar 5.9. Setelah harga 3
diperoleh (berdasarkan % mol CO2 dan H2S), kemudian dihitung Tpc dan
Ppc terkoreksi dengan persamaan :
200

Tpc' Tpc 3

Dimana:
Tpc’ = harga Tpc yang telah terkoreksi
Ppc’ = harga Ppc yang telah terkoreksi
3 = hargakoreksi berdasarkan gambar
B = fraksi mol H2S di dalam gas hidrokarbon
Bagi keperluan komputerisasi, harga 3 dapat dihitung dengan persamaan:
3 = 120(A0,9 – A1,6) + 15(B0,5 – B4,0)
dimana A = jumlah fraksi mol CO2 dan H2S
B = fraksi mol H2S
Harga Tpc’ dan Ppc’ selanjutnya digunakan untuk menghitung Pr dan Tr
sesuai Persamaan. Kemudian harga Z ditentukan berdasarkan metode yang
telah dijelaskan.

Gambar 5.2. Faktor 3 untuk Pseudocritical temperature


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)
201

c. Cara Carr, Kobayashi dan Burrows


Cara ini, juga mirip dengan cara Wichert dan Aziz tetapi tidak menggunaka
grafik, melainkan menggunakan konstanta koreksi seperti Tabel 5.2 berikut ini.

Tabel 5.2 Faktor Koreksi Terhadap Tekanan dan Temperatur Kritis Untuk
Setiap 1 % mol Impurities
Impurities Koreksi Tc, oR Koreksi Pc, psia
CO2 - 0,8 + 4,4
H2S + 1,3 + 6,0
N2 - 2,5 - 1,7

2. Korelasi Dranchuk
Dranchuk, Purvis dan Robinson membuat korelasi faktor z berdasarkan
kurva Standing dan Katz. Perhitungan faktor Z metoda Dranchuk ini memerlukan
prosedur iterasi khususnya iterasi Newton Rhapson.
Prosedur perhitungan :
1. Pada Pr dan Tr tertentu menghitung harga-harga :
A = 0.06423 ; B = 0.5353 Tr – 0.6123
C = (0.3151Tr – 1.0467 – 0.5783)/(Tr)2 ; D = Tr
E = 0.6816/Tr2 ; F = 0.5845 ; G = 0.27 Pr
2. Mengganggap harga Z = 1 untuk perkiraan awal ( untuk menghitung Dr)
0.27 Pr
Z= ………………………………………………………(5-129)
Dr.Tr
3. Setelah Dr didapatkan, masukkan kedalam fungsi berikut ini :
F(Dr) = A.Dr6 + B.Dr3 + C.Dr2 + D.Dr + E.Dr3(1+F.Dr2).Exp(-F.Dr2) – G
……………………………………………………………(5-130)
F(Dr) = 6A.Dr5 + 3B.Dr2 + 2C.Dr + D + E.Dr2(3 + F.Dr2(3 - 2F.Dr2))
Exp( - F.Dr2) …………………………………………(5-131)
4. Menghitung harga Dr berikutnya dengan persamaan :
F Dr 
Drk 1  Drk   ………………………………………....(5-132)
F ' Dr 
1. Menghitung harga toleransi :
202

 Dro  Dr 
Delta = Abs   ………………………………….....…(5-133)
 Dr 
Apabila delta lebih kecil dari harga toleransi yang ditentukan maka Z
dihitung dengan persamaan di atas. Tetapi apabila tidak kembali ke langkah 3
dengan Dr hasil langkah 4 sebagai Dr anggapan.

5.1.2.3. Kompresibilitas Gas (Cg)


Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit
volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan atau dalam
persamaan dapat ditulis menjadi :
1  V 
C   .......................................................................... ........(2-71)
V  P T
 Untuk gas ideal,
n.R.T V n.R.T
V maka ( )T = - ..................................................(2-72)
P P p2
Sehingga didapat :
P  n.R.T  1
Cg     ............................................,.................(2-73)
n.R.T  P 2  P
 Untuk gas nyata,
z.n.R.T
V  ......................................................................................(2-74)
P
Sehingga didapat :
1 1 Z Z Ppr Z
Cg   ( ) dimana : ( ) = ( ).( )......................(2-75)
P Z P P P Ppr
Z
Dimana P = Ppc . Ppr harga ( ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu :
P
1 1 Z
Cg   ( ) ......................................................................... (2-76)
Ppc .Ppr Z .Ppc Ppr
atau

1 1  Z 
Cg . Ppc =   ..............................................................................(2-77)
Ppr Z  Ppr 
203

Persamaan (2-59) dapat diubah menjadi :


Cpr = Cg . Ppc ............................................................................... ......(2-78)

Di mana:
Cpr = isothermal pseudo-reduced compressibility
Cg = isothermal gas compressibility, psi-1
Ppc = pseudo-reduced pressure, psi.
Untuk menentukan harga Tpr dan Ppr didapat dari persamaan (2-43) dan (2-
44) yang kemudian digunakan untuk menentukan harga Cpr dari grafik pada
Gambar 2.23. dan untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal
didapat dari korelasi grafik pada Gambar 2.24. dimana awalnya telah diketahui
terlebih dahulu melalui perhitungan gravity gas.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.23.
Koefisien Dari Kompressibilitas Untuk Natural Gas
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
204

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.24.
Temperatur dan Tekanan Kritikal fungsi dari Gravity Gas
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)

5.1.2.4. Faktor Volume Formasi Gas (Bg)


Faktor volume formasi gas (Bg) adalah perbandingan volume dari sejumlah gas
pada reservoir dengan kondisi standar, dapat dituliskan :
Z .n .R .T
V Z .T .Psc
Bg  res = P = ...................................... (2-68)
Vsc Z sc .n. R .Tsc Z sc .Tsc .P
Psc
atau
𝐵𝑔 0,0282 𝑍𝑟𝑒𝑠 𝑇𝑟𝑒𝑠 .......................................................... (2-69)
= ,𝑐𝑢𝑓𝑡/𝑠𝑐𝑓
𝑃𝑟𝑒𝑠

atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,615 cuft)


𝐵𝑔 0,00502 𝑍𝑟𝑒𝑠 𝑇𝑟𝑒𝑠 ..................................................... (2-70)
= ,𝑟𝑒𝑠 𝑏𝑏𝑙/𝑠𝑐𝑓
𝑃𝑟𝑒𝑠

Di mana :
Vres = Volume gas pada kondisi reservoir, (cuft)
Vsc = Volume gas pada kondisi standar, (SCF)
Zres = Faktor kompressibilitas gas
Tres = Temperatur reservoir, (°R)
Pres = Tekanan reservoir, (psi).
205

5.1.2.5. Viskositas Gas


Viskositas merupakan suatu ukuran tahanan fluida terhadap aliran. Ada dua
macam viskositas, yaitu:
 Viskositas dinamik (  ), dengan satuan poise atau centipoise (cp). 1 centipoise
= 1 gram/100 (detik) (cm).
 Viskositas kinematik ( ), dengan satuan stoke atau centistoke.
𝑐𝑒𝑛𝑡𝑖𝑝𝑜𝑖𝑠𝑒
 =/ sehingga 1 centistoke = = cm2/100 dt.
𝑔𝑟/𝑐𝑚3
Di dalam perhitungan-perhitungan teknik reservoir maupun produksi
umumnya yang digunakan adalah viskositas dinamik (  ). Oleh sebab itu
viskositas yang dibicarakan di sini adalah viskositas dinamik.
Viskositas gas dapat ditentukan dengan menggunakan alat “ball pressure
viscosimeter”, ataupun dengan “Rankine capillary viscosimeter”. Tetapi karena
pengukuran secara langsung tersebut sulit, maka biasanya orang menggunakan
cara penentuan viskositas secara tak langsung, yaitu menggunakan cara korelasi.
Viskositas gas dipengaruhi oleh P, T, dan komposisi gas.

a. Viskositas Gas Murni


Hubungan P dan T dengan viskositas hidrokarbon (Etana) murni
ditunjukkan pada Gambar 5.13.

Gambar. 5.13. Viskositas Etana Murni


(Diktat KFHC UPN Veteran Yogyakarta, 2008)
206

Daerah yang dibatasi garis putus-putus adalah daerah saturasi atau daerah
dua fasa. Temperatur tertinggi dari daerah saturasi adalah temperatur kritis.
Garis-garis isobar diatas daerah saturasi menggambarkan viskositas cairan
dari etana, sebaliknya garisgaris isobar dibawah daerah kritis
menggambarkan viskositas gas dari etana. Dan diatas temperatur kritis
menggambarkan viskositas fluida etana. Dapat dilihat pula, bahwa pada
tekanan atmosfer (14,7 psia), hubungan temperatur dengan viskositas
mendekati garis lurus.
Untuk beberapa senyawa hidrokarbon pada tekanan atmosfer, hubungan
temperatur dengan viskositas ditunjukkan dengan grafik Gambar 5-14.

Gambar 5.14. Viskositas Beberapa Gas Murni Pada Tekanan


Atmosfer.
b. Viskositas Gas Alam
Bila komposisi campuran gas atau gas alam diketahui, maka
viskositasnya dapat dihitung dengan persamaan HERNING dan ZIPPERER.
207

dimana:
g = viskositas campuran gas pada tekanan atmosfer.
gi = viskositas gas murni (dari grafik Gambar 5.14) ke-i
Mi = berat mol gas murni ke-i.

Untuk gas campuran (gas alam) pada tekanan atmosfer, bila


komposisinya tidak diketahui tetapi SG-nya diketahui, maka viskositasnya
dapat ditentukan dengan grafik Gambar 5.15. Apabila % mol gas-gas
impuritiesnya diketahui, maka koreksi terhadap viskositas gas campuran
tersebut perlu dilakukan pula dengan grafik-grafik koreksi pada Gambar 5.15
(inside), atau dengan persamaan koreksi masing-masing gas impurities.

Atmospheric gas viscosity correlation


208

Viscosity ratio correlation

Untuk gas campuran (gas alam) pada tekanan dan temperatur yang
sembarang, cara-cara penentuan viskositas berikut ini dapat digunakan :
1. Cara Korelasi Carr – Kobayashi – Burrow
Korelasi Carr et.al. memerlukan grafik Gambar. 5-15 dan grafik Gambar. 5-16
(hubungan viscosity ratio, g / g1, dengan Ppr dan Tpr). Langkah-langkahnya
sbb :
 Berdasarkan SG atau Ma gas campuran, tentukan viskositas gas pada tekanan 1
atm. ( g1 ) dengan Gambar. 5-15. Bila % mol impurities N2, CO2, H2S
diketahui, tambahkan harga koreksi masing-masing terhadap harga g1
(Gambar 5-15).
 Berdasarkan harga Ppr dan Tpr, tentukan viskosity ratio ( g / g1) dengan grafik
Gambar. 5-16. Bila ada impurities, koreksi lebih dahulu harga Ppc dan Tpc
dengan menggunakan Tabel 5.1.
 Viskositas gas pada tekanan dan temperatur tertentu kemudian dapat dihitung
dari :
209

2. Cara Hollo–Holmes–Pais
Cara ini biasanya digunakan untuk komputerisasi penentuan viskositas gas
alam dengan menggunakan persamaan sbb:

dimana :
g1 = viskositas gas pada tekanan atmosfer.
g = viskositas gas pada tekanan yang ditanyakan
T = temperatur gas, oF
Tr = temperatur tereduksi (semu) gas
Pr = tekanan tereduksi (semu) gas.

Bila harga g1 dan g / g1 telah diperoleh, maka harga viskositas gas
dapat dihitung. Hanya perlu diingat, untuk menghitung ln(( g / g1)Tr)
dengan Persamaan (5-25), harga g1 , Pr, dan Tr harus sudah dikoreksi
tehadap impurities yang ada.
210

5.1.3. Sifat Fisik Air Formasi


5.1.3.1. Densitas dan Specific Gravity air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume. Pada Gambar 2.29
menunjukkan densitas air formasi pada kondisi standar yang merupakan fungsi
total padatan. Densitas air formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan dengan
membagi w pada kondisi standar dengan faktor volume formasi (Bw). Grafik
pada Gambar 2.25. ini, jika adanya air formasi yang dijenuhi dengan gas didalam
reservoir. Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan sifat-sifat air
murni pada kondisi standar adalah sebagai berikut: 0,999010 gr/cc; 8,334 lb/gal;
62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb, dari besaran-besaran satuan
tersebut dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut :
w 1 0,01604
SG =     0,01604  w  ....................... (2-79)
62,34 62,34Vw Vw
Dimana :
γ = Specific gravity
w = Densitas, lb/cuft
Vw = Specific volume, cuft/lb.
Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat dihubungkan
dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
Vw  wb
  Bw ..................................................................................(2-80)
Vwb w
Dimana :
Vwb = Specific volume air pada kondisi dasar, (lb/cuft)
wb = Densitas dari air pada kondisi 14.7 psia dan 60 oF, (lb/cuft)
Bw = Faktor volume formasi air, res cuft/stb cuft (dari persamaan 2-80).

Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi standar dan faktor
volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka densitas
dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap
densitas air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.
211

Gambar 2.25.
Densitas Dari Air formasi Sebagai Fungsi Dari Jumlah Padatan
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)

5.1.3.2. Faktor Volume Formasi Air Formasi (Bw)


Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh :
1). Pengembangan air dan gas dengan turunnya tekanan.
2). Penyusutan air dengan turunnya suhu.
Faktor volume formasi air formasi bisa ditentukan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Bw = A1 + A2 p + A3 p2
Dimana kefisien A1, A2, dan A3 ditentukan berdasarkan persamaan berikut :
Ai = a1 + a2(T - 460) + a3(T - 460)2
a1, a2, dan a3 ditunjukkan berdasarkan tabel berikut untuk Gas-Free Water
dan Gas-Saturated Water.
212

*T dalam 0R
5.1.3.3. Viskositas Air
Meehan (1980) mengemukakan korelasi viskositas air formasi yang
dipengaruhi oleh pressure dan salinitas dengan persamaan sebagai berikut :

dengan :
wD A B/T
A 4.518 x 102 9.313 x 107Y 3.93 x1012Y2
B 70,634 9,576 1010Y2
Dimana :
w Viskositas air formasi pada p and T, cp
wD Viskositas air formasi pada p 14.7, T, cp
p Tekanan, psia
T Temperature, T °F
Y Salinitas , ppm
Brill and Beggs (1978) mengembangkan persamaan yang lebih sederhana
dimana hanya dipengaruhi oleh Temperatur yaitu :
213

5.1.3.4. Kelarutan Gas dalam Air Formasi (Rsw)


Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang
terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Kelarutan gas
dalam air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan komposisi air
formasi.
Persamaan yang digunakan untuk mengukur Kelarutan gas dalam air
formasi adalah :
Rsw = A + B p + C p2
Dimana,
A = 2,12 + 3,45 (10-3) T – 3,59 (10-5)T2
B = 0.0107 – 5,26 (10-5) T + 1,48 (10-7)T2
C = 8,75 (10-7) + 3,9 (10-9) T – 1,02 (10-11)T2
*T dalam 0F

5.1.3.5. Kompressibilitas Air Formasi


Kompressibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Besarnya
kompressibilitas air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan kadar gas
terlarut dalam air.
Brill and Beggs (1978) mengembangkan persamaan untuk mencari
kompresibilitas air formasi sebagai berikut :
Cw (C1 C2T C3T2) x106
Dimana
C1 3,8546 0,000134 p
C2 0.01052 4.77 x107p
C3 3,9267 x 105 8.8 x1010p
T °F
p psia
Cw psi-1
214

5.2. Analisa PVT Laboratorium


Sifat fisik minyak dan gas dinyatakan sebagai fungsi dari tekanan, untuk suatu
temperatur tertentu dan dapat diperoleh dari hasil pengukuran di laboratorium
dengan analisa PVT terhadap contoh fluida baik yang diambil di permukaan
maupun yang diperoleh dari dasar sumur.

5.2.1. Prosedur Pengukuran PVT


Prosedur lengkap analisa PVT dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Percampuran Gas dan Minyak (Recombination)
Sejumlah volume tertentu minyak separator diinjeksikan ke dalam PVT cell.
Temperatur cell dinaikkan sampai temperatur reservoirnya. Kemudian sedikit
demi sedikit gas separator diinjeksikan pula ke dalam cell yang sama. Untuk
setiap kali penginjeksian gas, setelah campuran keduanya stabil, tekanan titik
gelembung diamati. Bilamana tekanan titik gelembung masih di bawah tekanan
reservoirnya, maka penambahan sejumlah gas ke dalam cell PVT dilakukan
kembali. Demikian penambahan gas sedikit demi sedikit dilanjutkan sehingga
tercapai fluida campuran dengan tekanan titik gelembung seperti yang
dikehendaki.
2. Komposisi Fluida
Komposisi gas separator sampai dengan komponen heptana plus dilakukan
dengan menggunakan gas chromatografi sedangkan untuk minyak separator
dan fluida campuran, juga sampai dengan heptana plus menggunakan metoda
kombinasi “flash separation” dan chromatografi.
3. Analisa Hubungan Tekanan Dan Volume
Sejumlah tertentu fluida campuran tadi dimasukkan ke dalam PVT cell
kembali dan temperatur cell dinaikkan sampai temperatur reservoirnya.
Diawali dari tekanan cell jauh di atas tekanan reservoirnya, tekanan cell
setahap demi setahap diturunkan dan temperatur cell dijaga tetap pada
temperatur reservoirnya. Untuk setiap tahap penurunan tekanan cell, perubahan
volume fluida dicatat. Demikian selanjutnya penurunan tekanan dan pencatatan
perubahan volume fluida dilakukan sampai tekanan cell mendekati nol.
215

Pada analisa ini dapat pula diamati bahwa pada tekanan cell sebesar tekanan
titik gelembungnya, terlihat gelembung gas mulai terbentuk dan selnjutnya di
bawah tekanan ini fluida dalam cell terdiri dari fasa gas dan minyak.
4. Pembebasan Differential (Differential Liberation)
Setelah analisa hubungan tekanan dan volume di atas selesai, fluida dalam cell
ditekan kembali sampai tekanan diatas tekanan titik gelembungnya agar
kembali menjadi satu fasa minyak. Penurunan tekanan seperti yang
dilaksanakan pada analisa hubungan tekanan dan volume dilakukan kembali
sampai tekanan cell mencapai tekanan titik gelembungnya.
Gas mulai terbebaskan setelah penurunan tekanan di bawah tekanan titik
gelembung. Untuk satu tekanan tertentu di bawah tekanan titik gelembung
sebelum melanjutkan penurunan tekanan berikutnya gas yang terbebaskan
seluruhnya dikeluarkan. Pengeluaran seluruh fasa gas sedemikian rupa dengan
menjaga tekanan cell tetap yang selanjutnya baik volume maupun spesifik
gravity dari fasa gas yang diproduksi diukur.
Penurunan tekanan dilakukan kembali dan pengeluaran gas beserta pengukuran
spesifik gravity dan volumenya dilakukan lagi. Demikian seterusnya proses di
atas dilakukan sampai tekanan cell mencapai nol psig.
Dari hasil analisa pembebasan gas diferensial ini dicatat jumlah gas total yang
terbebaskan.
5. Viskositas Fluida Campuran
Viskositas fluida campuran atau minyak reservoir pada temperatur reservoir
sebagai fungsi tekanan diukur dengan menggunakan alat rolling ball high
pressure viscosimeter. Nilai viscositas minimum didapat pada tekanan titik
gelembungnya, sedangkan nilai maksimum diukur pada tekanan atmosfir.
5.2.2. Analisa Hasil Pengukuran PVT
Tujuan analisa hasil PVT adalah menganalisa hasil pemeriksaan
laboratorium tentang PVT fluida reservoir, hidrokarbon dan mengolahnya
menjadi bentuk kurva kelarutan gas dalam minyak (Rs), faktor volume formasi
(B), viskositas () dan faktor kompressibilitas gas (Z) sebagai fungsi tekanan
untuk memudahkan pemakaian di lapangan.
216

5.2.2.1. Metoda Dan Persyaratan


Metoda yang digunakan adalah pengolahan data hasil PVT hidrokarbon yang
mengalami proses pembebasan gas (gas vaporization process) “flash” dan
“differential”.

Persyaratan adalah data PVT flash dan differential tersedia kedua-duanya.


Untuk analisa faktor volume formasi gas (Bg) dibutuhkan harga faktor
penyimpangan gas (Z).
5.2.2.2. Langkah Kerja
Hasil pengamatan PVT perlu diperhalus dengan bantuan dua persamaan
empiris sesuai dengan jenis pembebasan gas.

1. Penghalusan Data Flash


c. Atas dasar harga perbandingan volume pengamatan terhadap volume pada
V
tekanan saturasi dihitung harga variabel Y dengan menggunakan
Vsat
persamaan :

Y
Pb  P  …………………………………………………....(4-98)
 V 
P  1
 Vsat 
d. Membuat grafik Y terhadap P pada kertas kartesian dan mencari
persamaan linear Y dalam P.
Y = a + b P …………………………………………………………..(4-99)
V
e. Menghitung kembali harga volume relatif sebagai fungsi tekanan (P)
Vsat
berdasarkan persamaan :
 V  Pb  P 
   1 ……………………………………….……(4-
 Vsat  aP  bP 2
100)
2. Penghalusan Data Diferensial
a. Apabila volume relatif dalam laporan hasil PVT dinyatakan dalam
perbandingan volume pengamatan pada suatu tekanan (V) dengan
volume residu (Vr), maka ubahlah volume relatif ini dalam bentuk
217

perbandingan volume (V) dengan volume pengamatan pada tekanan


jenuh (Vsat) dengan menggunakan persamaan :
V 
 
 V   VR  p
  ………………………………………………..(4-101)
 Vsat   V 
 
 VR  Pb
b. Menghiutng harga V dan P berdasarkan persamaan :
 V 
V  1    ………………………………………………..…(4-102)
 Vsat 
P = Pb – P
c. Membuat grafik V terhadap P pada kerta grafik log – log dan
menentukan persamaan garis linear dari hubungan tersebut menurut
persamaan :
Log V = Log B + C log P …………………………………….…(4-
103)
atau
V = B (P)C ………………………………………………………(4-
104)
V
f. Menghitung kembali harga berdasarkan persamaan linear dari
Vsat
langkah 3.
 V 
   1  B(P) ……………………………………………....(4-
C

 Vsat 
105)
V
g. Menentukan harga berdasarkan penghalusan data pada langkah di
Vsat
muka.
V   V  V 
       ………………………………………...…(4-106)
 VR   Vsat  P  VR  Pb
3. Penentuan Harga Rs dan Bo
218

1. Sesuai dengan harga tekanan dan temperatur kerja separator di lapangan,


ditentukan harga :
a. Gas yang larut pada tekanan jenuh (Rsfb) berdasarkan proses pembebasan
gas flash. Harga ini diperoleh dari hasil uji separator di laboratorium dengan
jalan menjumlahkan harga perbandingan gas-minyak (gas-oil ratio) yang
berasal dari separator dan tanki.
b. faktor penyimpangan minyak “shrinkage factor” (bo) pada tekanan dan
temperatur standar. Faktor volume formasi pada tekanan jenuh (Pb) dari
proses flash adalah :
1
Bofb = …………………………………………………………..(4-
bo f

107)
2. Harga faktor volume formasi minyak berdasarkan proses “diferensial” (Bod)
ditentukan berdasarkan hubungan berikut ini :
V
Bod = ……………………………………………………….…(4-108)
VR
atau

 V  1 
Bod =    ………………………………………………..(4-109)
 Vsat  VR 
2. Dari laporan hasil PVT diferensial dapat dibaca harga gas yang larut pada
tekanan jenuh dan tekanan yang lebih kecil masing-masing adalah Rsdb dan
Rsd. Dari harga tersebut dihitung harga gas yang telah dibebaskan sampai
suatu harga tekanan tertentu yaitu :
(Rsdb – Rsd) ………………………………………………………. (4-110)
3. Harga faktor volume formasi minyak (Bo) dan gas yang terlarut (Rs) dihitung
dengan persamaan :
Bo fb
Bo  Bod ………………………………………………….…(4-111)
Bo db

Rs  Rs fb  Rs db  Rs d 
Bo 
fb
……………………………………(4-112)
Bodb 
219

4. Plot Bo dan Rs terhadap tekanan (P)


Catatan :
Harga Bo untuk P > Pb sama dengan harga Bof pada tekanan yang sama.
4. Penentuan Harga Viskositas Minyak
Membaca harga viskositas minyak (o) dari tabulasi data hasil proses
pelepasan gas-flash dan plot o terhadap P.

5. Penentuan Harga Faktor Volume Formasi gas (Bg)


1. Membaca harga faktor penyimpangan gas (Z) dari tabulasi data hasil PVT
proses diferensial.
2. Menghitung harga faktor volume formasi gas (Bg) dengan persamaan :
P
Bg = 35.35 …………………………………………………....(4-113)
ZT
Dimana kondisi standar yang digunakan adalah Ps = 14.7 psia dan Ts = 60F.

Keterangan Simbol :
Bod = Faktor volume formasi minyak – diferensial, Bbl/STb
Bofd = Faktor volume formasi minyak – flash pada tekanan jenuh, Bbl/STB
Bof = Faktor volume formasi minyak – flash, Bbl/STB
Bo = Faktor volume formasi minyak gabungan, Bbl/STB
bo = Faktor penyusutan minyak – flash, STB/Bbl
Bg = Faktor volume formasi gas, SCF/ft3
P = Tekanan, psig
Rsd = Kelarutan gas dalam minyak – diferensial, SCF/STB
Rsfb = Kelarutan gas dalam minyak – flash, SCF/STB
Rs = Kelarutan gas dalam minyak – gabungan, SCF/STB
T = Temperatur, R
o = Viskositas minyak, cp
V = Volume pengamatan, ft3
VR = Volume cairan pada kondisi standar – diferensial, STB
220

Vsat = Volume cairan pada tekanan jenuh, Bbl


Y = Faktor korelasi, tak berdimensi
Z = Faktor penyimpangan gas, tak berdimensi
Subskrip
d = Proses diferensial
f = Proses flash
b = Kondisi jenuh (saturated)
I = Kondisi awal
s = Kondisi standar

Anda mungkin juga menyukai