Anda di halaman 1dari 12

BAB VI

PENENTUAN KADAR LARUT


SAMPEL FORMASI DALAM LARUTAN ASAM

6.1. TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar larut sampel
formasi dalam larutan asam sehingga dapat diperoleh informasi atau data yang
penting sebelum melakukan stimulasi. Stimulasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan produktivitas minyak dari formasi.
6.2. DASAR TEORI
Setelah sumur diproduksi, laju rata-rata produksi sumur kemungkinan
menurun. Cara yang umum untuk menaikkan laju rata-rata produksi sumur dengan
destimulasi. Ada beberapa cara menstimulasi sumur, yang biasa dilakukan adalah
pengasaman. Pengasaman adalah salah satu cara menstimulasi reservoir yang
terdiri atas batugamping atau dolomit serta batuan reservoir yang terlarut dalam
asam. Hal ini dilakukan dengan menginjeksikan asam ke dalam reservoir untuk
mendapatkan harga permeabilitas dan porositas yang lebih besar atau lebih
komersial di suatu lapangan minyak.
Asam yang digunakan adalah asam klorida 5N yang akan bereaksi dengan batuan
karbonat sesuai dengan persamaan :
CaCO3 + 2HCl CaCl2 + H2O + CO2
Sebelum dilakukan stimulasi dengan pengasaman harus direncanakan tepat
data-data laboratorium yang diperoleh dari sampel formasi, fluida reservoir dan
fluida stimulasi sehingga informasi yang diperoleh dari laboratorium tersebut
dapat digunakan untuk merencanakan operasi stimulasi dengan tepat. Dan pada
gilirannya dapat diperoleh penambahan produktivitas formasi sesuai dengan yang
diharapkan. Salah satu informasi yang diperlukan adalah daya larut asam terhadap
sampel batuan (acid solubility). Metode ini menggunakan teknik gravimetri untuk
menentukan reaktivitas formasi dengan asam.
Metode pengasaman (Acidizing) dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
1. Matrix Acidizing
Dalam metode ini, larutan asam dipompakan atau dinjeksikan agar
melarutkan batuan formasi dan endapan disekitar lubang sumur. Tekanan
yang digunakan lebih kecil dari pada tekanan rekah formasi. Dengan
demikian asam dapat bereaksi dengan dinding pori-pori batuan dan
akhirnya akan memperbesar pori. Maksimum radial penetrasi dan larutan
asam ini tergantung pada kecepatan zat asam di dalam pori-pori.
Beberapa asumsi yang dipakai dalam melaksanakan metode ini adalah
sebagai berikut :
a. Formasi homogen
b. Ukuran pori-porinya seragam
c. Penetrasi larutan asam secara uniform dan radial
d. Kecepatan reaksi menurun secara uniform dengan berkurangnya
konsentrasi asam
e. Berat limestone yang terlarut pada setiap penambahan jarak,
menurun secara uniform sampai seluruh asam terpakai.
Berdasar asumsi di atas, jarak radial larutan asam akan menembus
formasi sebelum larutan asam terpakai seluruhnya, dapat dirumuskan
dengan persamaan sebagai berikut :
Volume asam yang di injeksikan = volume pori-pori terinvasi :
qi t =  h (ra2 – rw2) ………………………………………....(6.1)
qi.t
ra = + rw2 ………………………………………....(6.2)
 .h
Jika qi dinyatakan dalam barrel/menit dan t dalam detik, maka di dapat
persamaan :
5615qi.t
ra = + rw2............................................................(6.3)
60..h
Keterangan :
ra = jarak radial penetrasi zat asam, ft.
 = porositas, fraksi.
qi = injection rate zat asam, bgl/menit
rw = jari-jari lubang sumur, ft
h = ketebalan formasi
Dalam persamaan di atas, factor yang tidak diketahui adalah
spending time, yang harus ditentukan dalam laboratorium. Spending time
tergantung pada perbandingan luas batuan dengan larutan asam, yang
disebut surface area. Untuk matrix acidizing spesifik areanya adalah :
1
S  = 102 x 102 ………………………………..(6.4)
2 . F .K
Keterangan :
K = permeabilitas (darcy)
S = specific surface (cm2/cm3)
F = faktor tahanan formasi
Untuk mendapatkan hasil penetrasi dan fluida asam yang baik, perlu
pengurangan kecepatan reaksi dan menaikkan rate injeksi larutan asam
kedalam formasi. Spending time asam tergantung pula pada tekanan,
temperatur, kecepatan asam dalam batuan dan retarding aditifnya.
2. Fracturing Acidizing
Di dalam operasi acidizing, larutan zat asam dialirkan melalui rekahan atau
fracturing. Operasi ini dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Acidizing melalui rekahan yang sudah ada.
Pada metode ini formasi harus terdiri dari banyak rekahan, sehingga
tujuan dari acidizing di sini adalah untuk melarutkan batuan-batuan dari
rekahan tersebut. Kecepatan injeksi selama proses ini dijaga agar tidak
melebihi rekahan formasi.
Dalam mengadakan evaluasi dan acidizing ini, dipakai asumsi sebagai
berikut :
 Rekahan horizontal dan ketebalannya seragam, berkembang
secara radial dari lubang sumur.
 Larutan asam yang bocor ke formasi diabaikan.
 Kecepatan reaksi dari larutan adalah sebanding dengan
konsentrasinya, dan jumlahnya (batuan) yang terlarut berkurang
dengan bertambahnya penetrasi dari larutan asam. Pada kecepatan
injeksi yang konstan, penambahan jumlah asam ke dalam rekahan
tersebut tidak akan memperluas proses acidizing, tetapi hanya
menambah lebarnya tekanan.
b. Acidizing dengan tekanan yang tinggi melalui tekanan.
Pada operasi stimulasi ini, larutan asam diinjeksikan ke dalam
formasi dengan tekanan tinggi yang melebihi tekanan rekah
formasi. Sehingga diharapkan menghasilkan permeabilitas yang
lebih tinggi.
Asumsi yang dipakai adalah :
 Rekahan yang timbul adalah horizontal & vertikal.
 Sebagian besar dari larutan asam masuk kedalam rekahan, dan
yang masuk ke dalam matrix dari lubang sumur diabaikan.
 Luas dan volume rekahan tergantung pada volume asam, rate
injeksi, lebar rekahan selama stimulasi & karakteristik fisik
dari batuan reservoir.
Di dalam acidizing dengan tekanan melalui rekahan ini, penetrasi
yang terjadi jauh lebih besar yang disebabkan oleh :
 Spending time akan bertambah karena specific surface areanya
mengecil.
 Rate injeksinya lebih besar.
Keuntungan dari fracturing acidizing adalah efektif untuk formasi
karbonat, ongkos (biaya) operasi lebih murah dan dapat membersihkan impurities
disekitar lubang bor. Sedangkan kerugiannya tidak efektif pada formasi non-
karbonat dan bisa menimbulkan korosi pada peralatan yang digunakan.
6.3. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai
berikut :
6.3.1. Alat
a. Oven
b. Labu Erlenmeyer
c. Timbangan analitik
d. Gelas beker
6.3.2. Bahan
a. Sampel core (batugamping)
b. HCl 5N
6.4. GAMBAR ALAT
Berikut adalah gambar alat yang digunakan saat praktikum :

Keterangan :
1. Larutan HCl 5N

Gambar 6.1. Larutan HCl


1

Keterangan :
1. Oven
2. Core

Gambar 6.2. Oven


6.5. PROSEDUR PERCOBAAN
Adapun prosedur percobaan yang dilakukan dalam praktikum kali ini
adalah sebagai berikut :
1. Menimbang core kering.
2. Menjenuhkan core kedalam larutan dengan HCl 5N.
3. Mengeringkan residu dalam oven selama ½ jam dengan suhu 105oC
(220oF), kemudian didinginkan dan akhirnya ditimbang.
4. Menghitung kelarutan sebagai % berat dan material yang larut dalam
HCl 5N dengan menggunakan persamaan :
W w
Acid Solubility = x 100% .... ........................................(5.5)
W
Dimana :
W = berat sampel, gr.
w = berat residu, gr.
6.6. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh data sebagai berikut :
6.6.1. Hasil Percobaan
Core = Batugamping
Jenis asam / konsentrasi = HCl 5 N
Berat kering core sebelum diasamkan = 14,14 gr
Berat yang bereaksi = 6,28 gr
Acid solubility = 55,586 %
6.6.2. Perhitungan
Berat yang bereaksi = Berat kering core – berat kering core setelah
diasamkan
Berat core yang bereaksi
Acid solubility = x 100%
Berat kering core sebelum diasamkan
7,86
= x 100%
14,14

= 55,586%
6.7. PEMBAHASAN
Acidizing (pengasaman) adalah pekerjaan yang dilakukan untuk
menanggulangi kerusakan formasi atau meningkatkan kemampuan formasi yaitu
dengan cara menginjeksikan asam ke formasi untuk melarutkan partikel-partikel
penyumbat pori atau meningkatkan harga permeabilitas batuan dengan harapan
laju produksi kembali meningkat.
Sebelum kita melakukan acidizing maka terlebih dahulu kita harus menentukan
kadar larut sampel formasi dalam larutan asam. Dimana pada praktikum kali ini
jenis sampel core yang digunakan untuk diuji acid solubility nya dalam larutan
asam yaitu berjenis batugamping yang merupakan golongan batuan karbonat.
Dimana pengujian tersebut menggunakan teknik gravimetri.
Praktikum kali ini menggunakan jenis asam dari golongan asam anorganik
yang berupa Asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 5N. Dimana HCl digunakan
dengan alasan harganya murah, dapat diberi inhibitor, dan hasil reaksinya terlarut
dalam air. Tetapi HCl mempunyai sifat korosif yang tinggi terutama pada
temperatur diatas 250oF. Selain itu juga HCl bereaksi dengan logam sehingga
sehingga menyebabkan korosi pada tubing, casing, ataupun wellhead.
Selain itu juga pada praktikum, kita tidak menambahkan Hydrogen Fluoride (HF),
hal tersebut disebabkan karena HF dapat melarutkan silikat sedangkan
batugamping tidak mengandung silikat, walaupun HF dapat bereaksi dengan ion
Ca yang berasal dari batugamping (CaCO3), tetapi hasil reaksi antara HF dan
CaCO3 dapat menghasilkan endapan CaF2, yang bersifat merusak atau
mengganggu formasi.
Setelah memilih jenis asam yang akan digunakan, kemudian core kering
yang belum diasamkan tersebut ditimbang dengan menggunakan timbangan
analitik dan didapatkan berat kering core sebesar 14,14 gram. Kemudian sampel
core tersebut dimasukkan kedalam Erlenmeyer yang telah berisi larutan HCl 5N.
Agar core tersebut terbebas dari CO2.
Kemudian sampel batugamping akan bereaksi dengan larutan HCl dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
2HCl + CaCO3  CaCl2 + H2O + CO2
Dan biarkan sampel batugamping dengan larutan HCl bereaksi selama kurang
lebih 10 menit. Dimana pada saat proses reaksi tersebut berlangsung, akan terjadi
proses pembebasan gas CO2 yang merupakan produk dari reaksi tersebut.
Sehingga akibat dari terbebaskannya CO2, maka pada larutan HCl tersebut akan
menghasilkan buih serta timbul gelembung-gelembung gas.
Setelah CO2 terbebaskan, sampel core tersebut dikeringkan di dalam oven selama
30 menit dan selanjutnya sampel core yang telah di oven tadi, kita timbang
kembali beratnya, sehingga didapatkan berat kering core setelah diasamkan
sebesar 6,28 gram. Sedangkan berat yang bereaksi, yaitu pengurangan antara berat
kering core sebelum diasamkan dengan berat kering core setelah diasamkan, yaitu
sebesar 7,86 gram. Setelah semua data berat didapatkan maka kita dapat
menghitung kelarutannya atau acid solubility batugamping sebagai % berat,
berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai acid solubility sampel core
batugamping sebesar 55,586% .
Sehingga setelah kita mengetahui tingkat kelarutan sampel formasi dalam larutan
asam maka kita dapat menentukan apakah lapisan formasi tersebut cocok untuk
dilakukan acidizing. Sebab apabila kita salah menganalisa maka formasi tersebut
akan mengalami kerusakan.
Aplikasi lapangan yang dapat diterapkan dengan kita mengatuhi acid solubility
suatu formasi yaitu, kita dapat menentukan jenis stimulasi yang tepat sehingga
dengan jenis stimulasi yang tepat diharapkan mampu meningkatkan nilai
permeabilitas dari batuan reservoir, dimana hal tersebut akan menambah pori-pori
batuan yang saling berhubungan sehingga laju produksi akan meningkat.
6.8. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum Analisa Inti Batuan (AIB) acara, Pengukuran
kadar larut sampel formasi dalam larutan asam, maka dapat disimpulkan :
1. Dari hasil percobaan :
 Acid Solubility batugamping adalah 55,586 %
2. Konsentrasi HCl yang digunakan sebesar 5 N.
3. Batuan karbonat akan bereaksi dengan HCl, sedangkan batupasir
dengan mud acid.
4. Pengasaman akan efektif jika kadar larutan batuan reservoir dalam
larutan besar.
5. Tujuan dari pengasaman :
 Membersihkan kondisi sumur terhadap scale.
 Meningkatkan nilai permeabilitas.
 Meningkatkan laju produksi.

Anda mungkin juga menyukai