DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM ANALISA SEMEN PEMBORAN
DISUSUN OLEH :
DOSEN PEMBIMBING
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha esa yang telah memberikan rahmat,
taufik serta hidayah-Nya sehingga Laporan Resmi Praktikum Analisa Semen
Pemboran ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan Resmi Praktikum Analisa Semen Pemboran ini disusun sebagai
syarat kelulusan mata kuliah Praktikum Analisa Semen Pemboran tahun ajaran
2018/2019. Laporan ini dapat terselesaikan dengan bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada
:
1. Aisyah Indah Irmaya, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing Praktikum Analisa
Semen Pemboran.
2. Anastasia Neni Candra P., S.Si., M.Sc. selaku panitia praktikum.
3. Para asisten dosen Praktikum Analisa Semen Pemboran sekaligus penanggung
jawab praktikum.
4. Rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu selama praktikum
maupun dalam penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan resmi ini belum sempurna dan
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran serta kritik sangat
penulis harapkan demi perbaikan serta peningkatan mutu laporan pada waktu
penyusunan laporan-laporan berikutnya.
iii
DAFTAR ISI
iv
4.2. Dasar Teori ................................................................................. 22
4.3. Alat dan Bahan ........................................................................... 24
4.4. Prosedur Percobaan .................................................................... 27
4.5. Data Pengamatan ........................................................................ 27
4.6. Perhitungan ................................................................................. 28
4.7. Pembahasan ................................................................................ 30
4.8. Kesimpulan ................................................................................. 32
v
BAB VIII PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH .............................. 58
8.1. Tujuan Percobaan ....................................................................... 58
8.2. Dasar Teori ................................................................................. 58
8.3. Alat dan Bahan ........................................................................... 59
8.4. Prosedur Percobaan .................................................................... 61
8.5. Data Pengamatan ........................................................................ 62
8.6. Perhitungan ................................................................................. 62
8.7. Pembahasan ................................................................................ 65
8.8. Kesimpulan ................................................................................. 67
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
Gambar 8.1. Hydraulic Press ................................................................................59
Gambar 8.2. Cetakan Semen Silinder ....................................................................60
Gambar 8.3. Gerinda .............................................................................................60
Gambar 8.4. Grafik Berat Additives vs Compressive Strength ............................64
Gambar 9.1. Hydraulic Press ................................................................................70
Gambar 9.2. Cetakan Semen Silinder ...................................................................70
Gambar 9.3. Gerinda .............................................................................................71
Gambar 9.4. Grafik Berat Additives vs Shear Bond Strength ..............................74
Gambar 10.1 Blaine Permeameter .........................................................................80
Gambar 10.2 Pignometer .......................................................................................80
Gambar 10.3 Timbangan .......................................................................................81
Gambar 10.4 Grafik Densitas Semen vs OSP .......................................................84
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
Uji Sifat-sifat fisik semen pemboran sedikit berbeda dengan uji yang lainnya,
karena pembentukan semen yang terjadi merupakan fungsi waktu. Dengan
demikian sifat-sifat tersebut akan berbeda tergantung dari waktu pengkondisiannya
baik terhadap temperatur maupun waktunya.
1
BAB II
PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN DAN CETAKAN SAMPEL
1. Tricalcium Silicate
Tricalcium Silicate (3CaO.SiO2) dinotasikan sebagai C3S yang
dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini merupakan yang
terbanyak dalam semen Portland, sekitar 40-45 % untuk semen yang
lambat proses pengerasannya dan sekitar 60-65 % untuk semen yang cepat
2
proses pengerasannya (High Early Strength Cement). Komponen C3S pada
semen memberikan strength yang terbesar pada awal pengerasan.
2. Dicalcium Silicate
Dicalcium Silicate (2CaO.SiO2) dinotasikan sebagai C2S yang juga
dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini sangat penting
dalam memberikan final strength cement. Karena C2S ini menghidrasinya
lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time sement, akan tetapi
sangat menentukan dalam kekuatan semen lanjut. Kadar C2S dalam semen
tidak lebih dari 20%.
3. Tricalcium Aluminate
Tricalcium Alluminate (3CaO.Al2O3) dinotasikan sebagai C3A yang
terbentuk dari reaksi CaO dengan Al2O3. Walaupun kadarnya lebih kecil
dari silicate (sekitar 15 % untuk high early strength cement dan sekitar 3%
untuk semen yang tahan terhadap sulfat), namun berpengaruh pada
rheologi suspensi semen dan membantu proses pengerasan awal pada
semen.
4. Tetracalcium Aluminoferrite
Tetracalcium Alluminate (4CaO.Al2O3.Fe2O3) dinotasikan sebagai
C4AF yang terbentuk dari reaksi CaO, Al2O3, dan Fe2O3. Komponen ini
hanya sedikit pengaruhnya pada Strength semen. API menjelaskan bahwa
kadar C4AF ditambah dengan dua kali kadar C3A tidak boleh lebih dari 24
% untuk semen yang tahan terhadap kandungan sulfat yang tinggi.
Penambahan oksida besi yang berlebihan akan menaikkan kadar C4AF dan
menurunkan kadar C3A, dan berfungsi menurunkan panas hasil reaksi /
hidrasi C3S dan C2S.
3
Material Calcareous
Material ini berisi kalsium karbonat dan kalsium oksida yang terdiri
dari limestone dan batuan semen. Limestone adalah batuan yang terbentuk
dari sebagian besar zat-zat organik sisa (seperti kerang laut atau koral)
yang terakumulasi. Limestone ini merupakan komponen dasari dari
kalsium karbonat. Sedangkan batu semen adalah batuan yang
komposisinya serupa dengan semen batuan.
Material Argillaceous
Material ini berisi clay atau mineral clay.
- Clay adalah bahan yang bersift plastis bila basah dan keras bila
dipanaskan. Terdiri dari sebagian besar aluminium silikat dan mineral
lainnya.
- Shale adalah batuan fosil yang terbentuk dari gabungan clay, lumpur,
dan silt (endapan lumpur).
4
Bahan
1. Semen Portland kelas G
2. Air 154 ml
3. Additive (Bentonite)
5
Gambar 2.3. Timbangan 1)
6
Gambar 2.5. Gelas Ukur 1)
7
4. Dicampur bubuk semen dengan additive padatan pada kondisi kering,
kemudian air dan additive larutan dimasukkan ke dalam mixing container
dan menjalankan mixer. Selanjutnya dimasukkan campuran semen dan
additive padatan kedalamnya. Kemudian ditutup mixing container dan
dilanjutkan pengadukan pada kecepatan tinggi 12000 rpm selama 35 detik.
Untuk kebutuhan pengujian dapat menggunakan 3 buah bentuk cetakan
sample sebagai berikut:
Cetakan Pertama
Berupa kubik berukuran 2 x 2 in, yang diperlukan untuk pengukuran
Compresive Strength standar API.
Cetakan Kedua
Berupa silinder casing berukuran tinggi 2 in, dan diameter dalamnya 1 in.
cetakan sample ini diperlukan untuk pengukuran shear bondstrength
antara casing dan semen, serta pengukuran permeabilitas dengan casing.
Cetakan Ketiga
Berupa core silinder berukuran 1-1½ dan diameter luarnya 1 in. cetakan
sample ini digunakan untuk pengukuran permeabilitas semen dengan
casing dan pengukuran compressive strength.
2.6. Perhitungan
8
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Wair = WCR x Berat Semen Dasar
= 44% x 350 gram
= 154 gram
- Vair = Wair / ρ air
= 154 gram / (1 gr/cc)
= 154 cc
2.7. Pembahasan
9
Pada praktikum ini akan dilakukan percobaan membuat suspensi semen
dan cetakan sampel. Pembuatan suspensi semen ini dimulai dengan persiapan
peralatan dan material semen, air, dan additive. Semen yang digunakan
adalah semen Portland kelas G. Semen ditimbang sebanyak 350 gram dan
additive bentonite sebanyak 3 gram. Selanjutnya disiapkan air sebanyak 154
ml yang dimasukkan ke dalam Mixer. Selanjutnya campuran semen dan
additive dimasukkan ke dalam mixer dan dilakukan pengadukan pada
kecepatan 12000 RPM selama 35 detik.
Harga WCR (Water Cement Ratio) yang digunakan tidak boleh
melebihi batas air maksimum atau kurang dari batas air minimum. Oleh
karena itu, pada percobaan kali ini digunakan 44% WCR sehingga volume air
yang digunakan sebanyak 154 ml. Untuk berat additive (bentonite),
ditimbang berdasarkan % berat semen yang dibutuhkan. Dalam hal ini,
digunakan bentonite seberat 3 gram atau 0,85% dari total berat semen.
2.8. Kesimpulan
1. Kandungan semen yang digunakan dalam pembuatan suspensi semen
seberat 350 gram.
2. WCR yang digunakan sebesar 44%, dimana volume air sebanyak 154 ml.
3. Additive (bentonite) yang digunakan seberat 3 gram.
BAB III
10
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN
11
2. Menambahkan bahan-bahan yang dapat memperbesar volume suspensi
semen, seperti Pozzolan.
6. Kelas F
Semen kelas F digunakan dari kedalaman 10000 ft sampai 16000 ft dan
untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi.
Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate resistant.
12
7. Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan
merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder, semen ini dapat
dipakai untuk sumur yang dalam dan range temperatur yang cukup besar.
Semen ini tersedia dalam jenis moderate and high sulfate resistant.
8. Kelas H
Semen kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan merupakan
pula semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan retarder, semen
ini dapat digunakan pada range kedalaman dan temperatur yang besar.
Semen ini hanya tersedia dalam jenis moderate sulfate resistant.
13
7. Loss Circulation Control Agent, yaitu additive yang mengontrol hilangnya
suspensi semen kedalam formasi yang lemah atau bergua.
8. Special Additive.
14
- Diteliti nuvo glass, bila tidak seimbang atur screw sampai seimbang
2. Dipersiapkan suspensi semen yang akan diukur densitasnya.
3. Dimasukkan suspensi semen kedalam cup mud balanced, kemudian
ditutup dan semen yang melekat pada dinding bagian luar dibersihkan
sampai bersih.
4. Diletakkan balanced arm pada kedudukan semula, kemudian diatur rider
hingga seimbang, dibaca harga skala sebagai densitas suspensi semen
dalam ppg.
3.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Wair = 44% x 350 gram = 154 gram
- Vair = Wair / ρair = 154 gr / (1 gr/cc) = 154 cc
- ρsemen = 16,2 ppg (diperoleh dari pengukuran secara langsung)
Pembuktian Menggunakan Perhitungan Rumus :
15
- Vbubuk semen = Wbubuk semen / ρbubuk semen = 350 gr / (3,15 gr/cc) = 111,11 cc
- Vadditive = Wadditive / ρadditive = 3 gr / (0,593 gr/cc) = 5,06 cc
𝑊𝑠 + 𝑊𝑎𝑑𝑑 + 𝑊𝑎𝑖𝑟
- SGS = 𝑉𝑠 + 𝑉𝑎𝑑𝑑 + 𝑉𝑎𝑖𝑟
350 + 3 +154
= 111,11 + 5,06 + 154
507
= 270,17
= 1,876 gr/cc
= 15,63 ppg
Dihitung nilai faktor koreksi antara densitas air percobaan dan teori :
ρsemen teori − ρsemen percobaan
- % Kesalahan = x 100%
ρsemen teori
15,63 − 16,20
= x 100%
16,20
−0,57
= x 100%
16,2
= 3,5%
16
I/ A4 154 350 3.0 15.63 16.2
II/ B1 154 350 2.5 15.67 14.7
II/ B2 154 350 2.0 15.69 16.3
II/ B3 154 350 2.5 15.63 16.2
II/ B4 154 350 1.0 15.85 16.1
III/ C1 154 350 1.5 15.86 16.1
III/ C2 154 350 2.0 15.87 15.5
III/ C3 154 350 2.5 15.87 15.7
III/ C4 154 350 3.0 15.88 16.6
15.9
15.85
15.8
15.75
Bentonite
15.7 Barite
15.65
15.6
15.55
0 1 2 3 4 5 6
17
17
16.5
16
Bentonite
15.5 Barite
15
14.5
0 1 2 3 4 5 6
3.7. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, sebelum menguji densitas suspensi semen akan
dilakukan percobaan membuat suspensi semen terlebih dahulu. Pembuatan
suspensi semen ini dimulai dengan persiapan peralatan dan material di
antaranya semen, air dan additive. Semen yang digunakan adalah semen
Portland kelas G. Semen kelas G digunakan pada kedalaman 0 sampai 8000
ft dan merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder, semen ini dapat
dipakai untuk sumur yang dalam dan range temperatur yang cukup besar.
Semen ini tersedia dalam jenis moderate and high sulfate resistant. Dalam
percobaan kali ini, digunakan bubuk semen seberat 350 gram.
Setelah dilakukkan penimbangan bubuk semen sebesar 350 gram,
selanjutnya ditimbang additive – nya yaitu 3 gram. Dalam percobaan kali ini
additive yang digunakan yaitu bentonite. Bentonite merupakan material
bermineral clay. Sifat utamanya adalah dapat menghisap air dengan banyak,
sehingga volume bubur semen yang terjadi bisa naik sampai 10 kali.
Akibatnya berat jenis bubur semen dapat turun lebih besar. Penambahan
18
bentonite harus diiringi dengan penambahan air. Untuk 2% bentonite kira –
kira penambahan air adalah 1,3 gallon per sack.
Adapun volume air yang harus ditambahkan dalam membuat supensi
semen. Karena semen yang digunakan yaitu semen Portland kelas G maka
dapat diketahui nilai water cement ratio (WCR) dengan berat semen sehingga
didapat nilai berat airnya yaitu 154 gram. Supaya berat tersebut menjadi
volume maka harus dibagi dengan densitas air sebesar 1 gr/cc sehingga
volume air yang harus ditambahkan untuk membuat suspensi semen sebesar
154 cc.
Setelah komposisi suspensi semen dan additive terukur (350 gram
semen, 154 mL air dan 3 gram additive bentonite) selanjutnya dicampur
menggunakan mixing container. Setelah proses pengadukan dengan mixing
container, maka jadilah suspensi semen yang diinginkan. Setelah suspensi
semen jadi, langkah selanjutnya yaitu dilakukan pengujian densitas suspensi
semen menggunakan alat Mud Balance. Pengukuran densitas ini dilakukan
untuk mengetahui besarnya tekanan hidrostatis suspensi semen di dalam
lubang sumur. Apabila densitas semen terlalu besar, maka akan
mengakibatkan formasi pecah, sehingga terjadi lost circulation. Sementara
itu, apabila densitas semen terlalu kecil, dapat mengakibatkan terjadinya
“kick” karena semen tidak dapat menahan besarnya tekanan formasi.
Densitas merupakan salah satu faktor yang sangat diperhitungkan
dalam penyemenan. Densitas semen ini berkaitan erat dengan tekanan
hidrostatis karena berkaitan dengan rumus Ph = 0.052 x ρ x h yang mana
densitas berbanding lurus dengan tekanan hidrostatik. Semakin besar ρ maka
Ph juga semakin besar, begitu pula sebaliknya. Tekanan hidrostatik ini yang
mengendalikan fluida pada lubang bor. Sehingga kesetimbangan tekanan
tetap terjaga dan juga untuk mencegah terjadinya kick. Namun jika
densitasnya terlalu besar, maka formasi akan pecah dan mengakibatkan lost
circulation.
Suspensi semen yang telah jadi tadi, dimasukkan ke dalam mud cup
balance. Balance arm harus diletakkan dalam kedudukan semula kemudian
19
diatur rider hingga seimbang. Berdasarkan analisa yang dilakukan, dengan
menggunakan alat mud balance diperoleh densitas sebesar 16,20 ppg.
Sedangkan jika dihitung menggunakan rumus densitasnya sebesar 15,63 ppg.
Tingkat ketidaktelitian pada percobaan ini sebesar 3,5%. Angka ini tergolong
kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa percobaan kali ini mendekati nilai
pada teori. Faktor yang menyebabkan perbedaan nilai densitas teori dan
percobaan yaitu disebabkan oleh ketidaktepatan dalam menimbang ataupun
membaca skala pada alat mud balance. Nilai densitas yang diperoleh
tergolong cukup tinggi. Oleh karena itu, suspensi semen ini dapat digunakan
bila tekanan formasi cukup besar. Adapun penambahan additive yaitu
bentonite pada percobaan kali ini yaitu berdasarkan teori, bentonite bertindak
sebagai extender (additive yang digunakan untuk mengurangi densitas dari
suspensi semen).
Berdasarkan grafik berat additives vs densitas yang didapat dari data
tabulasi seluruh kelompok (Kelompok 1 – Kelompok 12), dapat dilihat bahwa
setiap penambahan barite menyebabkan kenaikan densitas suspensi semen
yang lebih cepat dibandingkan dengan penambahan bentonite. Hal ini
dikarenakan kedua additive ini mempunyai fungsi yang berbeda. Additive
barite sebagai bahan yang dapat meningkatkan densitas suspensi semen
(weighting agent). Sedangkan additive bentonite sebagai bahan yang dapat
menurunkan densitas suspensi semen (extender). Hal ini dapat dilihat pada
grafik bahwa ternyata barite mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap
penambahan densitas daripada bentonite, dapat dibuktikan dengan hasil grafik
bahwa garis linear pada penambahan barite lebih cenderung ke atas (garis
warna orange) dibandingkan dengan garis linear penambahan bentonite (garis
warna biru).
20
3.8. Kesimpulan
1. Densitas semen dari hasil percobaan sebesar 16,20 ppg, sedangkan dari
hasil perhitungan sebesar 15,63 ppg.
2. Kesalahan relatif dari pengujian densitas sebesar 3,5%.
3. Penambahan additive bentonite akan menurunkan densitas suspensi semen
sedangkan penambahan additive barite akan menaikan densitas suspensi
semen.
4. Densitas semen yang terlalu besar akan mengakibatkan formasi pecah
sehingga terjadi lost circulation, sedangkan densitas semen yang terlalu
kecil akan menyebabkan terjadinya “kick”.
21
BAB IV
PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN
4.1. Tujuan Percobaan
1. Untuk menghitung hidrolika operasi penyemenan.
2. Untuk menentukan harga Plastic Viscosity dan Yield Point semen
pemboran.
3. Untuk dapat memahami rheology semen semen pemboran.
4. Untuk dapat mengetahui efek penambahan zat additive pada semen
pemboran.
22
Penentuan harga shear stress dan shear rate yang masing-masing
dinyatakan dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan
RPM motor pada Fann VG meter harus diubah menjadi harga Shear stress
dan shear rate dalam satuan dyne/cm2 dan detik-1. Adapun persamaan
tersebut yaitu:
τ = 5,077 x C
γ = 1.704 x RPM
Dimana :
τ : shear stress, dyne/cm2
γ : shear rate, detik-1
C : dial reading, derajat
RPM : rotation per minutes dari rotor
Untuk menentukan plastic viscosity dan yield point dalam field unit
digunakan persamaan Bingham Plastic berikut:
p = t 600 t 300
y 600 y300
23
Viskositas yang terlalu tinggi akan menimbulkan dampak yang
berpengaruh pada proses penyemenan, yaitu :
Penetration rate turun.
Pressure Loss tinggi sehingga terlalu banyak gesekan.
Pressure Surge yang berhubungan dengan loss circulation dan swabbing
yang berhubungan dengan blow out.
24
Gambar 4.2. Mixing Container 1)
25
Gambar 4.4. Stopwatch 1)
26
4.4. Prosedur Percobaan
1. Diisi bejana dengan suspensi semen yang telah disiapkan sampai batas
yang telah ditentukan.
3. Digerakkan rotor pada posisi high dan menempatkan kecepatan rotor pada
kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan sehingga kedudukan
skala (dial) mencapai keseimbangan. Dicatat harga yang ditunjukkan skala
sebagai pembacaan 600 RPM.
27
4.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Wair = 44% x 350 gram = 154 gram
- Vair = Wair / ρair = 154 gr / (1 gr/cc) = 154 cc + 20 cc = 174 cc
- μp = C600 - C300 = 140 - 90 = 50 cp
- Yb = C300 - μp = 90 - 50 = 40 lb/100 ft2
28
250
200
150
100 Nacl
Bentonite
50 CMC
0
0 1 2 3 4
-50
-100
350
300
250
200
150 Nacl
100 Bentonite
50 CMC
0
0 1 2 3 4
-50
-100
-150
29
4.7. Pembahasan
Dalam praktikum kali ini, akan dilakukan pengujian rheologi suspensi
semen. Pengujian ini dilakukan untuk menghitung hidrolika operasi
penyemenan serta menentukan harga Plastic Viscosity dan Yield Point semen
pemboran. Dalam operasi penyemenan, besar – kecilnya viskositas harus
diperhatikan karena viskositas berhungan langsung dengan kemampuan alir
suspensi semen. Besar – kecilnya harga viskositas ini berhubungan dengan
kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat -sifat aliran suspensi semen, yang
berkaitan pula dengan operasi penyemenan itu sendiri. Besar – kecilnya
viskositas dalam operasi penyemenan dapat diatur dengan menambahkan zat
additive. Dalam percobaan ini digunakan additive berupa bentonite.
Pada pengujian rheologi suspensi semen ini digunakan komposisi
semen 350 gram dengan water cement ratio (WCR) sebesar 44%. Dari kedua
data tersebut, dapat diketahui volume air yang harus dicampurkan ke semen
untuk membuat suspensi semen. Caranya yaitu dengan mengalikan berat
semen dengan water cement ratio (WCR) sehingga diperoleh volume air
sebesar 154 mL. Adapun bentonite yang ditambahkan ke dalam suspensi
semen itu sebesar 2,5 gram. Semen, air, additive tersebut dicampurkan ke
dalam mixing container. Selama proses pengadukan dalam mixing container,
terdapat masalah yaitu mixing container terhenti dikarenakan suspensi semen
dan additive terlalu kental sehingga harus ditambahkan air. Adapun volume
air yang ditambahkan yaitu sebesar 20 mL. Jadi, volume air total yang
digunakan dalam percobaan ini sebesar 174 mL.
Hasil pengadukan suspensi semen tersebut kemudian dimasukkan ke
dalam bejana pada alat Fann VG Meter, sehingga didapat nilai C600 dan C300.
Dari hasil percobaan, dapat dibaca skala dial reading pada 600 rpm (C600)
yaitu sebesar 140ᵒ dan skala dial reading pada 300 rpm (C300) yaitu sebesar
90ᵒ. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh nilai Plastic Viscosity (μp)
sebesar 50 cp (dari pengurangan antara C600 dan C300). Adapun nilai Yield
Point – nya (Yb) sebesar 40 lb/100ft2 (dari pengurangan antara C300 dan μp).
Harga Plastic Viscosity (μp) dan Yield Point (Yb) biasanya berbeda – beda
30
karena penambahan berat zat additive yang berbeda – beda pula. Selain itu,
perlu diketahui pula bahwa viskositas berpengaruh pula terhadap thickening
time dari suspensi semen.
Berdasarkan pada grafik berat additives vs viskositas plastic dapat
dilihat bahwa penambahan additive bentonite menyebabkan fluktuasi nilai
viskositas plastic. Hal tersebut dapat dilihat pada garis berwarna orange.
Padahal berdasarkan teori, penambahan additive bentonite menyebabkan
viskositas plastic semakin berkurang atau dengan kata lain suspense semen
menjadi semakin encer. Sedangkan pada penambahan additive bentonite,
nilai viskositas plastiknya cenderung mengalami penurunan (garis berwarna
biru). Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak additive bentonite
yang ditambahkan, maka suspensi semen akan semakin encer, dengan kata
lain nilai viskositasnya berkurang. Sedangkan pada penambahan additive
NaCl menunjukkan kenaikan nilai viskositas (garis warna abu – abu). Hal
ini sesuai dengan teori bahwa semakin banyak additive NaCl yang
ditambahkan, maka suspensi semen akan semakin kental, dengan kata lain
nilai viskositasnya naik..
Pada grafik penambahan berat additives vs yield point menunjukkan
kecenderungan menurun, sesuai dengan teori, bahwa penambahan
bentonite, NaCl dan CMC menyebabkan penurunan yield point. Namun,
pada grafik, dapat dilihat pula bahwa setelah mengalami penurunan, pada
berat tertentu akan mengakibatkan kenaikan yield point lagi. Aplikasi di
lapangan untuk pengujian rheologi semen ini adalah untuk menghitung
hidrolika operasi penyemenan yang sangat menentukan dalam operasi
pemboran. Dalam hal ini, rheologi semen berhubungan dengan perkiraan
kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat–sifat aliran dalam penyemenan.
Untuk memperoleh keberhasilan dalam penyemenan, harus disesuaikan
dengan keadaan formasi.
4.8. Kesimpulan
31
1. Plastic Viscosity (μp) diperoleh sebesar 50 cp dan Yield Point (Yb) sebesar
40 lb/100ft2.
2. Dalam percobaan, digunakan additive berupa bentonite dimana bentonite
ini dapat mengencerkan semen dan memperkecil viskositas.
3. Banyaknya additive yang digunakan berpengaruh terhadap besar
perubahan harga viskositas.
4. Sifat fisik fluida sangat berpengaruh dalam proses sirkulasi semen,
penambahan additive tertentu akan memperbesar harga plastic viscosity
dan yield point maupun memperkecil harga plastic viscosity dan yield
point.
BAB V
PENGUJIAN THICKENING TIME
32
5.1. Tujuan Percobaan
1. Untuk mengukur waktu yang diperlukan suspense semen mencapai
konsistentensi 100 UC (thickening time).
2. Mengetahui efek penambahan additive terhadap thickening time suatu
suspensi semen.
33
time, dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi semen, seperti
Calsium Chlorida, Sodium Chlorida, Gypsum, Sodium Silicate, air laut dan
additive yang tergolong dalam dispersant.
Perencanaan besarnya thickening time bergantung pada kedalaman
sumur dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen. Di
laboratorium, pengukuran thickening time menggunakan alat High Pressure
High Temperature (HPHT), disimulasikan pada kondisi temperature dan
tekanan sirkulasi. Thickening Time suspensi semen dibaca bila pada alat di
atas telah menunjukkan 100 UC untuk standar IPA, namun ada perusahaan
lain yang menggunakan angka 70 UC (seperti pada Hudbay) dengan
pertimbangan faktor keselamatan, kemudian diekstrapolasikan ke 100 UC.
34
Gambar 5.1. Atmospheric Consistometer 1)
35
5.4. Prosedur Percobaan
1. Disiapkan peralatan dan stopwatch, sebelum peralatan dikalibrasi.
2. Dihidupkan switch master dan diset temperatur pada skala diinginkan.
3. Dituangkan suspensi semen kedalam slurry container sampai ketinggian
yang ditunjukkan oleh garis batas.
4. Paddle yang telah dilapisi grease dipasang pada Lid, kemudian
dimasukkan lid ke dalam slurry container, kemudian dimasukkan
kesemuanya ke dalam atmospheric consistometer.
5. Dihidupkan motor dan stopwatch dan dibaca skala penunjuk dalam selang
waktu tertentu sampai jarum menunjukkan angka 70 UC.
36
Waktu Vs Thickening Time
40
35
30
25
20 Waktu Vs Thickening
Time
15
10
5
0
0 20 40 60 80
5.6. Pembahasan
Dalam suatu operasi penyemenan, perlu dilakukan pengujian
thickening time suspensi semen. Hal tersebut merupakan bagian penting yang
harus diperhatikan dalam operasi penyemenan, diantaranya adalah
kedalaman target penyemenan dan waktu yang diperlukan suspensi semen
untuk mencapai konsistensi 100 UC (Unit of Consistensy). Dalam proses
penyemenan, waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening time. Jika
tidak, akan menyebabkan suspensi semen mengeras terlebih dahulu sebelum
seluruh suspensi semen mencapai target yang diinginkan.
Dalam percobaan yang dilakukan, didapatkan harga thickening time
yang berbeda – beda. Berdasarkan pada data, dapat dilihat pada waktu 0
menit, thickening time – nya yaitu 20 UC; saat 5 menit 27 UC; saat 10 menit
28 UC; saat 20 menit 29 UC; saat 30 menit 51 UC; saat 40 menit 52 UC; saat
50 menit 34 UC; saat 55 menit 32 UC; saat 57 menit 29 UC; saat 59 menit 26
UC; saat 62 menit 4 UC; saat 65 menit 3 UC; saat 68 menit 1 UC dan saat 70
menit 0 UC. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada 0 – 20
menit mengalami kenaikan thickening time yang artinya suspensi semen
mulai bertambah densitasnya. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik waktu vs
37
thickening time dimana pada waktu tersebut, thickening time bertambah
sehingga grafiknya naik. Bisa jadi, pada menit ke – 0 sampai 20, suspensi
semen ditambahkan additive berupa retarder. Retarder adalah additive yang
digunakan untuk memperbesar thickening time. Bahan – bahan yang
bertindak sebagai retarder yaitu calcium ligno sulfonate, CMHEC dan garam
NaCl.
Sedangkan pada menit ke 30 – 70 terjadi penurunan harga thickening
time sampai 0 UC. Artinya pemompaan pada sumur tersebut tidak bisa
dilakukan karena pada dasarnya pemompaan dilakukan ketika harga
thickening time mencapai 100 UC atau dengan kata lain waktu pemompaan
harus lebih kecil dari thickening time. Faktor yang mempengaruhi penurunan
harga thickening time tersebut diantaranya adalah kurangnya additive yang
dapat memperbesar densitas, contohnya barite. Oleh karena itu, apabila
thickening time berkurang, untuk memperbesarnya dapat dengan menambah
additive seperti barite dan NaCl.
Aplikasi di lapangan pengujian thickening time adalah untuk
menentukan setting waktu pemompaan, dimana waktu pemompaan harus
lebih kecil dari thickening time. Jika tidak, dapat mengakibatkan suspensi
semen akan mengeras terlebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen
mencapai target yang diinginkan.
5.7. Kesimpulan
1. Dalam proses penyemenan, waktu pemompaan harus lebih kecil dari
thickening time.
2. Thickening time maksimum (70 menit) diperoleh sebesar 0 UC.
3. Dengan menambahkan additive acceleratorr, dapat memperkecil
thickening time, sedangkan penambahan additive retarder, dapat
memperbesar thickening time.
38
BAB VI
PENGUJIAN FREE WATER
39
melebihi 3.5 ml maka akan terjadi pori-pori pada semen. Dan ini akan
menyebabkan semen mempunyai permeabilitas yang besar.
Dalam hasil penyemenan, permeabilitas semen yang diinginkan adalah
tidak ada atau sekecil mungkin. Karena bila permeabilitas semen besar akan
menyebabkan terjadinya kontak fluida antara formasi dengan annulus dan
strength semen berkurang, sehingga fungsi semen tidak akan seperti yang
diinginkan yaitu, menyekat casing dengan fluida formasi yang korosif.
Bertambahnya permeabilitas semen dapat disebabkan karena air pencampur
telalu banyak karena kelebihan additive atau temperatur formasi yang terlalu
tinggi. Kandungan air normal dalam suspensi semen yang direkomendasikan
oleh API dapat dilihay pada tabel berikut:
40
8. Kain Pembersih
Bahan
1. Semen Portland kelas G
2. Air atau H2O
3. Additive yaitu Bentonite
41
Gambar 6.2. Gelas Ukur 1)
42
6.4. Prosedur Percobaan
1. Digunakan tabung ukur, kemudian diisi tabung tersebut dengan suspensi
semen yang akan diukur kadar airnya sebanyak 250 ml.
2. Didiamkan selama dua jam sehingga terjadi air bebas pada bagian atas
tabung, dicatat harga air bebas yang terbentuk.
3. Air bebas yang terjadi tidak boleh lebih dari 3,5 ml.
6.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Wair = 44% x 350 gram = 154 gram
- Vair = Wair / ρair = 154 gr / (1 gr/cc) = 154 cc
43
Plug/ Vair Wsemen Wadd Wadd Free Water
Kel (ml) (gr) (Bentonite) (Barite) (mL)
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Berat additive, gr
Bentonite Barite
44
6.7. Pembahasan
Pada percobaan kali ini, akan dilakukan pengujian kandungan free
water dari suspensi semen. Free water adalah kandungan air bebas yang
terpisah dari suspensi semen. Untuk membuat suspensi semen, diperlukan
perbandingan yang tepat dalam menentukan jumlah air dan bubuk semen.
Adapun nilai water cement ratio (WCR) yang digunakan dalam percobaan ini
yaitu sebesar 44% (termasuk semen Portland kelas G). Selanjutnya, dapat
dihitung nilai berat air yang dapat ditambahkan untuk dapat membuat
suspensi semen yaitu dengan mengalikan berat semen dengan water cement
ratio (WCR) sehingga diperoleh nilai berat airnya sebesar 154 gram. Supaya
berat tersebut menjadi volume maka harus dibagi dengan densitas air sebesar
1 gr/cc sehingga volume air yang harus ditambahkan untuk membuat suspensi
semen sebesar 154 cc.
Adapun additive .yang ditambahkan dalam suspensi semen ini yaitu
barite sebesar 3,3 gram. Secara teoritis, barite akan membuat kadar free water
akan bertambah bila barite yang ditambahkan semakin banyak. Namun bila
free water terlalu banyak, menyebabkan semen memiliki permeabilitas yang
besar terhadap lubang bor, akibatnya formasi bisa retak atau pecah. Jumlah
air yang terlalu banyak akan menurunkn kekuatan semen. Jika kadar air yang
terdapat dalam suspensi semen harus berada antara kadar minimum dan kadar
maksimum.
Setelah komposisi suspensi semen dan additive terukur (350 gram
semen, 154 mL air dan 3,3 gram additive barite), selanjutnya dicampur
menggunakan mixing container. Langkah selanjutnya yaitu dengan
memasukkan campuran suspensi dan additive ke dalam gelas ukur sampai
volume 250 mL, kemudian didiamkan selama 30 menit (seharusnya
didiamkan selama 2 jam, tetapi karena waktu tidak mencukupi jadi hanya
didiamkan selama 30 menit saja). Dari hasil percobaan, diperoleh nilai
kandungan free water sebesar 2,5 mL. Harga ini menunjukkan kandungan
free water masih normal karena kurang dari 3,5 mL.
45
Pada dasarnya penambahan additive akan menyebabkan volume
suspensi semen bertambah besar dan permeabilitasnya naik karena zat
additive bersifat mengikat air. Untuk mencegahnya maka jumlah zat additive
yang ditambahkan haruslah tepat. Sedang penambahan air ke dalam suspensi
dapat menyebabkan pori – pori dan permeabilitas semen besar bila jumlah
kadar air melebihi kadar maksimumnya yaitu 3,5 mL. Aplikasi
dimana free water yang diijinkan tidak boleh lebih dari 3,5 ml dalam
250 ml suspensi semen jika didiamkan selama 2 jam pada temperatur kamar.
Aplikasi pengujian free water di lapangan yaitu dapat diketahui batas kadar
air maksimum yang diizinkan dari suspensi semen dimana kadar airnya tidak
boleh melebihi 3,5 mL. Jika free water melebihi kadar air maksimum, dapat
menyebabkan terjadinya ruang pori pada suspensi semen yang menyebabkan
permeabilitas besar. Padahal, dalam operasi penyemenan, yang diharapkan
yaitu nilai permeabilitas yang sekecil mungkin.
Dari grafik berat additives vs free water, dapat diamati bahwa
penambahan additive bentonite akan menurunkan kandungan free water
dalam suspensi semen (garis warna biru). Hal ini terjadi karena sifat bentonite
sebagai penghisap / pengabsorbsi air, sehingga kadar free water akan
berkurang bila bentonite yang ditambahkan semakin banyak. Sedangkan pada
penambahan additive barite, dapat dilihat bahwa nilai free water - nya lebih
besar disbanding penambahan additive bentonite (garis warna orange).
6.8. Kesimpulan
1. Kandungan free water diperoleh sebesar 2,5 mL. Harga ini menunjukkan
kandungan free water masih normal (karena di bawah 3,5 mL kadarnya).
2. Berdasarkan teori, penambahan additive barite akan menaikkan
kandungan free water dalam suspensi semen.
3. Jika kadar air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimum, akan
menyebabkan friksi di annulus dan jika kadar air yang ditambahkan lebih
besar dari kadar maksimum, akan menyebabkan terjadinya pori – pori
dalam semen sehingga permeabilitasnya tinggi atau naik.
46
4. Kadar air dalam suspensi semen harus berada di antara kadar minimum
dan kadar maksimum.
5. Apabila free water lebih dari batas maksimum maka akan terjadi ekspansi
pada suspensi semen yang memperbesar pori-pori semen sehingga
mengakibatkan nilai permeabilitas semen besar pula.
47
BAB VII
PENGUJIAN FILTRATION LOSS
Dimana :
F30 = Filtrat Pada 30 menit, ml
Ft = Filtrat Pada t menit, ml
48
t = Waktu Pengukuran, menit
Untuk mengontrol besar kecilnya filtration loss dapat digunakan
:
a. Fluid Loss Control Agents
Yaitu additive-additive yang berfungsi mencegah hilangnya fasa
liquid semen kedalam formasi sehingga terjaga kandungan cairan pada
suspensi semen. Additive-additive yang termasuk ke dalam fluid loss
control agents adalah Polymer, CMHEC dan Latex.
b. Lost Circulation Control Agents
Yaitu additive-additive yang mengontrol hilangnya suspensi semen
ke dalam formasi yang lemah atau bergua. Biasanya material lost
circulation yang dipakai pada pemboran digunakan pula dalam suspensi
semen. Additive-additive yang termasuk dalam lost circulation control
agents diantaranya Gilsolinite, Cellophane flakes, gypsum, Bentonite dan
Nut Shells.
49
Gambar 7.1. Mixing Container 1)
50
Gambar 7.3. Timbangan 1)
51
Gambar 7.5. Filter Paper 1)
52
5. Dihentikan penekanan udara atau gas N2, dibuang tekanan udara dalam
silinder dan dituangkan sisa suspensi semen yang di dalam silinder ke
dalam breaker.
7.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Wair = WCR x W semen = 44% x 350 gram = 154 gram
- Vair = Wair / ρair = 154 gr / (1 gr/cc) = 154 cc
5,677 5,677
- F30 = 𝐹10 𝑥 = 19 𝑥 = 34 ml
√𝑡 √10
53
Mud
Plug/ Vair Wsemen Wadd Wadd Wadd F10 F30
Cake
Kel (ml) (gr) (Bentonite) (Barite) (NaCl) (mL) (mL)
(mm)
100
90
80
70
60
F(30), ml
50
40
30
20
10
0
Barite NaCl Bentonite
1.3 1.8 2.3 additive,2.8
Berat gr 3.3 3.8
54
7.7. Pembahasan
Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dari suspensi semen
masuk ke dalam formasi permeabel yang dilaluinya. Dalam percobaan kali
ini, ditentukan filtrat dan mud cake dari suspensi semen menggunakan alat
filter press. Prinsip kerjanya yakni dengan memberi tekanan sebesar 100 psi
yang berasal dari gas nitrogen pada suspensi semen yang telah ditambahkan
additive (barite) untuk mendapatkan filtrat dan mud cake, dimana filtrat akan
keluar melalui tub sedangkan mud cake akan tertahan pada filter paper. Filtrat
yang keluar melalui tub ditampung dalam gelas ukur untuk diukur
volumenya.
55
pada 10 menit yaitu totalnya 19 mL berguna untuk menghitung nilai filtration
loss pada 30 menit. Nilai 30 menit ini sudah menjadi tetapan baik dalam
primary cementing maupun squeeze cementing. Hal ini dikarenakan batasan
nilai filtration loss yang diijinkan pada primary cementing yaitu sebesar 150
– 250 cc sedangkan pada squeeze cementing sebesar 55 – 65 cc dimana nilai
filtration loss tersebut ditetapkan selama 30 menit.
Berdasarkan hasil perhitungan nilai filtrat pada 30 menit yaitu dengan
rumus :
5,677
F30 = Ft x
√𝑡
didapat nilai filtration loss sebesar 19 mL. Nilai filtration loss yang terukur
semakin kecil karena hal ini berhubungan dengan additive yang digunakan
yaitu barite. Secara teoritis, barite berfungsi sebagai penghisap (pengabsorb)
air, sehingga filtration loss akan berkurang bila barite yang ditambahkan
semakin banyak. Nilai filtration loss pada 30 menit yaitu 34 mL merupakan
nilai yang diijinkan apabila filtration loss ini terjadi pada primary cementing,
dan squeeze cementing Hal ini dikarenakan pada primary cementing,
besarnya filtration loss yang diijinkan adalah sekitar 150 cc – 250 cc yang
diukur selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh
dan tekanan 1000 psi, dan pada squeeze cementing, filtration loss yang
diijinkan sekitar 55 – 65 cc selama 30 menit.
Dari grafik berat additives vs Filtration Loss 30 menit, menunjukkan
adanya fluktuasi baik pada penambahan additive barite (garis warna biru)
maupun additive NaCl (garis warna orange). Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan additif NaCl dan barite akan menurunkan jumlah filtration loss,
karena NaCl dan barite bersifat mengikat air sehingga kandungan air dalam
suspensi semen akan terjaga. Namun, penambahan NaCl ini perlu
diperhitungkan secara tepat untuk memperoleh hasil yang diharapkan.
56
semen yang hilang ke formasi, hal tersebut bisa mengakibatkan terjadinya
lost circulation.
7.8. Kesimpulan
1. Filtration loss pada menit ke-30 diperoleh sebesar 34 mL.
2. Secara teori, penambahan additive barite dan NaCl akan menurunkan
jumlah filtration loss.
3. Tebal mud cake yang terbentuk selama 30 menit yaitu 1 mm.
4. Filtration loss pada percobaan kali ini yaitu 34 mL merupakan filtration
loss yang diijinkan pada primary cementing dan squeeze cementing.
57
BAB VIII
PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH
58
8.3. Alat dan Bahan
8.3.1. Alat
1. Hydraulic Press
2. Gelas Ukur
3. Mixing Container
4. Timbangan
5. Stopwatch
6. Cetakan Sampel
7. Gerinda
8.3.2. Bahan
1. Air
2. Suspensi (Semen + Barite)
59
Gambar 8.2. Cetakan Semen Silinder 1)
60
8.4. Prosedur Percobaan
1. Dibersihkan permukaan sampel dari tetesan air dan pasir atau gerusan
butiran semen agar tidak menempel pada bearing blok mesin penguji.
2. Diperiksa permukaan sampel apakah benar-benar rata, apabila belum
maka diratakan dengan menggunakan gurinda.
3. Diletakkan sampel semen dalam blok bearing dan mengatur supaya tepat
ditengah-tengah permukaan blok bearing diatasnya dan blok bearing
dibawahnya, sampel semen harus berdiri vertikal.
4. Diperkirakan tekanan maksimum retak (pecah), apabila lebih dari 3000 psi
(skala manometer) diberi pembebanan awal setengah tekanan maksimum,
bila kurang dari 3000 psi maka pembebanan awal tidak diperlukan.
5. Diperkirakan laju pembebanan sampai maksimum tidak kurang dari 20
detik dan tidak lebih dari 80 detik.
6. Dihidupkan motor penggerak pompa dan jangan melakukan pengaturan
(pembetulan) pada kontrol testing selama pembebanan maksimum ketika
batuan pecah.
7. Dicatat hasil pembebanan maksimum tersebut.
8. Dilakukan perhitungan compressive strength semen, dengan
menggunakan rumus :
CS = K x P x (A1/A2)
Dimana:
CS = Compressive Strength semen, psi.
P = Pembebanan maksimum, psi.
A1 = Luas penampang block bearing dari hydraulic mortar, in2.
A2 = Luas permukaan sampel semen, in2.
K = Konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi (t) terhadap
diameter (d).
61
8.5. Data Pengamatan
Berdasarkan pada praktikum yang berjudul “Pengujian Compressive
Strength”, didapatkan data – data sebagai berikut :
- Berat semen = 350 gram
- Volume air = 181,5 mL
- Wadd (Barite) = 2 gram
- t = 4,75 s
- d = 3,8 in
- Pembebanan maksimum (P) = 51 psi
- Jari – jari bearing block hydraulic mortar (r1) = 3,1 in
- Jari – jari permukaan sampel (r2) = 3,5 in
8.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Luas Bearing Block:
A1 = π×r12
= 3,14 3,1
2
= 30,17 in2
- Luas Core:
A2 = π×r22
= 3,14 3,5
2
= 38,46 in2
62
- Konstanta koreksi (k):
k = t
d
= 4,75 in
3,8 in
= 1,25
Jadi, Konstanta koreksi (k) = 0,93 (didapat dari tabel perbandingan t/d
terhadap koefisien faktor)
- Compresive Strenght (Cs):
Cs = k P A1
A2
= 0,93 51 30,17
38,46
= 36,99 psi
63
Tabel 8.2. Tabulasi Hasil Pengukuran Compressive Strength Semua
Kelompok
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1.5 2 2.5 3 3.5 4
Berat additive, gr
Barite Bentonite
64
8.7. Pembahasan
Pengujian compressive strength merupakan pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang
berasal dari formasi maupun dari casing atau dapat disebut menahan tekanan
dalam arah horizontal. Hal ini tentu berbeda dengan shear strength karena
shear strength dilakukan untuk mengetahui kekuatan semen dalam menahan
berat casing atau dapat disebut menahan tekanan dalam arah vertikal.
Percobaan pengujian comppresive strength bertujuan untuk menentukan
besarnya compressive strength semen, efek dari penambahan additive
terhadap semen serta cara kerja alat hydraulic press.
Adapun cara melakukan pengujian compressive strength yaitu
pertama – tama slurry semen tadi dituangkan kedalam cetakan kubik
kemudian dibungkus dengan plastik lalu direndam dalam air selama 2 minggu
tujuannya untuk mendapatkan tekanan yang lebih tinggi serta temperature
yang sama untuk pengerasan suspensi semen. Setelah perendaman kemudian
dilakukan analisa terhadap sampel terlebih dahulu meratakan permukaaan
sampel dengan gurinda, fungsinya agar tekanan yang diberikan kepada
sampel merata pada setiap sisinya, lalu diletakkan kedalam bearing block dan
menghidupkan motor penggerak, perlu diperhatikan pada saat pembebanan
agar jangan melakukan pengaturan control testing sampai mendapatkan harga
pembebanan maksimum.
Dalam percobaan kali ini, suspensi semen ditambahkan dengan
additive yaitu barite. Pada umumnya, barite (BaSO4) mengandung campuran
unsur Cr, Ca, Pb, dan Ra, yang senyawanya mempunyai bentuk kristal yang
sama. Sebagian besar produksi barit dunia digunakan dalam industri
perminyakan. Pemakaian ini mencapai sekitar 85-90% dari produksi barit
secara keseluruhan. Sisanya digunakan sebagai bahan baku dalam industri
kimia barium, sebagai bahan pengisi dan pengembang (filler dan extender),
dan agregat semen. Barite juga berperan besar dalam proses penyemenan
sumur bor, khususnya jika dikaitkan dengan percobaan kali ini yang berjudul
“Pengujian Compressive Strength”, barit merupakan additive yang digunakan
65
untuk menaikkan nilai Compressive Strength (CS) sehingga semen menjadi
lebih kuat.
Adapun data – data yang diperoleh dari percobaan ini yaitu nilai berat
semennya yaitu 350 gram. Volume air yang ditambahkan untuk membuat
suspensi semen sebesar 181,5 mL. Adapun berat additive – nya yaitu barit
sebesar 2 gram. Pembebanan maksimum (P) yang bekerja yaitu sebesar 51
psi. Nilai jari – jari bearing block hydraulic mortar (r1) sebesar 3,1 in dan
nilai jari – jari sampel (r2) sebesar 3,5 in. Setelah data – data yang dibutuhkan
lengkap, maka dapat dihitung nilai Compressive Strength (CS) dari percobaan
ini.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung nilai Compressive
Strength (CS) yaitu :
𝐴1
CS = k x P x (𝐴2)
Jika dilihat dari rumusnya, maka harus ditentukan nilai konstanta koreksinya
(k), luas bearing block hydraulic mortar (A1), luas permukaan sampel (A2)
sedangkan nilai pembebanan maksimumnya (P) telah diketahui dari data
yaitu sebesar 51 psi. Untuk menghitung nilai k, dapat dicari dengan
perbandingan t/d terhadap koefisien faktor maksudnya adalah tinggi sampel
dibagi dengan diameter. Nilai t/d yang diperoleh diperoleh dari percobaan ini
sebesar 1,25. Setelah itu, dapat ditentukan nilai k – nya dengan melihat tabel
perbandingan t/d terhadap koefisen faktor. Diperoleh nilai k pada percobaan
ini sebesar 0,93 karena nilai t/d yaitu 1,25. Selanjutnya ditentukan nilai A1
dengan cara 3,14 dikalikan jari – jari bearing yang telah dikuadratkan dna
nilai A2 ditentukan dengan cara yang sama tapi yang digunakan adalah jari –
jari sampel. Diperoleh nilai A1 sebesar 30,17 in2 dan A2 sebesar 38,46 in2.
Setelah data terkumpul maka compressive strength dapat ditentukan
dengan cara koefisien faktor dikalikan CS (psi) dan dikalikan dengan hasil
pembagian antara nilai A1 dan A2. Dari hasil percobaan diketahui pada
semen dasar harga compressive strength-nya adalah 36,99 psi yang berarti
semen tersebut mempunyai kemampuan untuk menahan tekanan sebesar
36,99 psi yang berasal dari selisih tekanan formasi dengan tekanan yang
66
berasal dari casing. Apabila kekuatannya lebih dari itu, maka semen akan
pecah. Untuk mengatasi hal ini, maka compressive strength harus diperbesar
caranya dengan menambahkan additive yang dapat memperbesar nilai
densitas, contohnya yaitu barite.
Dari grafik berat additives vs compressive strength dapat dilihat bahwa
suspensi semen yang ditambahkan additives bentonite memiliki nilai
compressive strength paling besar (garis warna orange) kemudian disusul
oleh yang memiliki compressive strength terendah yaitu suspensi semen yang
ditambah additive barite. Hal ini sesuai dengan teori dimana barite adalah
additive yang berperan sebagai weighting agent (menaikkan densitas),
sedangkan bentonite berperan sebagai extender (menurunkan densitas).
Semakin besar densitasnya, maka semen akan mudah retak saat mongering
sehingga compressive strength – nya semakin kecil. Sedangkan pada suspensi
semen yang tidak ditambah additive, cenderung mengalami peningkatan nilai
compressive strength yang tajam dibandingkan suspensi semen yang telah
ditambahkan additive.
8.8. Kesimpulan
1. Dari percobaan dan perhitungan diperoleh Compressive Strength sebesar
36,99 Psi.
2. Kekuatan semen yang mampu ditahan sebesar 36,99 psi, apabila lebih dari
itu semen akan pecah sehingga harus ditambah additive yang dapat
memperbesar densitas, contohnya barite.
3. Nilai compressive strength sangat berpengaruh terhadap ketahanan semen
untuk melindungi casing di zona formasi.
67
4. Aplikasi di lapangan dari pengujian compressive strength ini adalah kita
bisa mengetahui kekuatan semen. Dimana semen yang baik adalah semen
dangan compressive strength tinggi karena mampu menahan tekanan yang
berasal dari formasi maupun casing.
68
BAB IX
PENGUJIAN SHEAR BOND STRENGTH
69
9.3. Alat dan Bahan
Alat
1. Hydraulic Press
2. Gerinda
3. Jangka sorong
4. Mixer Container
5. Cetakan Sampel
6. Plastik Pembungkus
Bahan
1. Semen Kelas G
2. Air
3. Barite
70
Gambar 9.3. Gerinda 1)
71
A1 = Luas bearing block hydraulic mortar, in2
D = Diameter dalam casing sampel (semen), in
h = Tinggi sampel semen, in
P = Pembebanan maksimum, psi
K = Konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi (t)
terhadap diameter
72
9.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
- Luas Bearing Block:
A1 = π×r12
= 3,14 2,45
2
= 18,847 in2
- Konstanta koreksi (k):
k= t
d
= 1,23in
0,82 in
= 1,5
Jadi, Konstanta koreksi (k) = 0,96 (dari tabel perbandingan t/d terhadap
koefisisien faktor)
- Shear Bond Strength (SBS):
SBS = k P A1
Dh
= 0,96 53 18,847
3,14 0,82 1,67
= 223,02 psi
73
Tabel 9.2. Tabulasi Hasil Pengukuran Shear Bond Strength Semua
Kelompok
400
350
300
250
200
150
100
50
0
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Berat additive, gr
Bentonite Barite
74
9.7. Pembahasan
Pengujian shear bond strength suspensi semen berfungsi untuk
menentukan besarnya shear bond strength suspensi, efek penambahan
additive terhadap shear bond strength. Sampel semen yang digunakan pada
pengujian ini adalah sampel semen yang telah dibuat terlebih dahulu pada
percobaan pembuatan suspensi semen. Adapun cara melakukan percobaan
shear bond strength semen yaitu percobaan ini dimulai dengan
dibersihkannya permukaan sampel dan permukaan mold dari tetesan air dan
pasir atau gerusan butiran semen agar tidak menempel pada bearing block
mesin penguji, kemudian diletakkan mold silinder yang berisi sampel
semen pada holder silinder penyangga yang didudukkan pada bearing
block hy draulic bagian bawah dimana posisi sampel harus berdiri vertical.
Setelah itu lalu didudukkan batang pendorong pada permukaan sampel
semen dan menurunkan posisi bearing block hy draulic bagian atas dengan
memutar tangkai pengontrol spiral dan diperkirakan laju pembebanan
sampai maksimum tidak kurang dari 20 detik dan tidak lebih dai 80 detik.
Perlu diketahui, jangan dilakukan pengaturan (pembetulan) pada control
testing motor selama pembebanan sampai terjadi pergeseran sampel
semen dari casing sampel. pada saat terjadi pergeseran merupakan harga
pembebanan yang maksimum.
Pada percobaan kali ini digunakan sampel suspensi semen dasar dengan
berat semen yaitu 350 gram, volume air yang ditambah yaitu 178 mL (untuk
membuat suspensi semen) dengan penambahan additive berupa barite
sebesar 2 gram. Adapun data lain yang diketahui yaitu tinggi (t) sebesar 1,23
in; d sebesar 0,82 in; jari – jari bearing block hydraulic mortar (r1) sebesar
2,45 in; nilai pembebanan maksimum (P) sebesar 53 psi dan h – nya yaitu
1,67 in. Sebelum menghitung shear bond strength (SBS), pertama – tama
dihitung luas bearing block hydraulic mortar (A1) terlebih dahulu. Dari hasil
perhitungan, didapat nilai A1 yaitu 18,847 in2. Adapun nilai konstanta
koreksinya yaitu 0,96 (diperoleh dari tabel perbandingan t/d terhadap
75
koefisien faktor). Setelah itu, dihitung nilai Shear Bond Strength – nya (SBS)
dengan rumus :
𝐴1
SBS = k x P x πDh
Dari hasil perhitungan, didapat nilai shear bond strength (SBS) sebesar
223,02 psi. Berarti, kemampuan semen dalam menahan tekanan secara
vertikal yang disebabkan oleh berat casing yaitu sebesar 223,02 psi. Apabila
tekanan semen lebih dari itu, maka semen bisa pecah. Untuk itu, nilai SBS –
nya perlu ditambah. Caranya yaitu dengan menambahkan zat additive yang
dapat memperbesar harga shear bond strength (SBS) semen, contohnya yaitu
additive yang digunakan dalam percobaan ini yaitu barite.
Dari grafik berat additives vs shear bond strength dapat dilihat bahwa
suspensi semen yang ditambahkan additives barite (garis warna orange)
maupun bentonite (garis warna biru) mengalami fluktuasi. Namun jika dilihat
lagi, ternyata penambahan additive barite cenderung memiliki nilai shear
bond strength yang lebih rendah dibandingkan suspense semen yang
ditambahkan additive bentonite. Hal ini sesuai dengan teori dimana barite
adalah additive yang berperan sebagai weighting agent (menaikkan densitas),
sedangkan bentonite berperan sebagai extender (menurunkan densitas).
Semakin besar densitasnya, maka semen akan mudah retak saat mongering
sehingga compressive strength – nya semakin kecil. Sedangkan pada suspensi
semen yang tidak ditambah additive, cenderung mengalami peningkatan nilai
compressive strength yang tajam dibandingkan suspensi semen yang telah
ditambahkan additive.
Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength yang tinggi karena semen tersebut mempunyai kekuatan untuk
mampu menahan tekanan yang berasal dari berat casing yang ditimbulkan
ataupun tekanan – tekanan lainnya dari arah vertical. Aplikasi lapangan dari
percobaan ini adalah untuk mengetahui besarnya shear bond strength dari
suspensi semen sebagai kemampuan semen untuk dapat menahan dari berat
casing yang ditimbulkan ataupun tekanan formasi lainnya dari arah vertical.
76
9.8. Kesimpulan
1. Dari percobaan dan perhitungan diperoleh Shear Bond Strength sebesar
223,02 Psi.
2. Secara teoritis, additive yang digunakan dalam percobaan kali ini yaitu
barite dapat digunakan untuk meningkatkan Shear Bond Strength.
3. Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength yang tinggi.
4. Pengukuran SBS dapat diketahui dengan melihat harga tekanan saat terjadi
peretakan (pecah)
5. Aplikasi lapangan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui besarnya
shear bond strength dari suspensi semen sebagai kemampuan semen untuk
dapat menahan dari berat casing yang ditimbulkan ataupun tekanan
formasi lainnya dari arah vertical.
77
BAB X
PENGUJIAN LUAS PERMUKAAN BUBUK SEMEN
78
permeabilitas yang diukur pada casing. Pengukuran permeabilitas semen
pada casing diperlukan untuk mendeteksi apakah ada celah antara casing
dengan semen setelah proses pengerasan semen.
Pada sumur bertemperatur tinggi dan adanya pengaruh CO2 pada semen
sumur panas bumi, menyebabkan kenaikan permeabilitas semen. Pengujian
luas permukaan bubuk semen sangat berpengaruh pada kekuatan suspensi
semen dalam menahan tekanan formasi dan tekanan casing. Semakin besar
luas permukaan bubuk suatu semen, maka ukuran partikel semen semakin
kecil dan semen tersebut semakin kompak. Dengan demikian semakin besar
pula kemampuan semen tersebut untuk menahan tekanan. Pengukuran
suspensi semen di laborarorium menggunakan alat Blaine Permeameter.
Sebelum menentukan luas permukaan bubuk semen, kita harus menentukan
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap luas permukaan bubuk semen.
Persamaan untuk menentukan luas permukaan bubuk semen adalah :
23.2 x 3 x t
OSP =
S x1 x
Dimana :
OSP = Luas permukaan butir semen
= Porositas semen
t = Waktu pengukuran dengan Blaine Permeameter
S = Densitas semen
= Viskositas
Bahan
79
1. Toluena
2. Semen Portland kelas G
80
Gambar 10.3. Timbangan 1)
81
23.2 3 t
g. OSP =
s 1
10.6. Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan sebagai
berikut :
1. Penentuan Densitas Bubuk Semen
a. Berat Pignometer = 41 gram (W1)
b. Berat Pignometer + fluida (toluene) = 80 gram (W2)
c. Densitas fluida (ρf)
W2 − W1 (80 − 41)gr gr
ρf = = = 0,78 ⁄ml
vol. pignometer 50 ml
d. Berat Pignometer + Semen = 73,65 gram (W3)
e. Berat Semen = W3 - W1 = (73,65 - 41) gram = 32,65 gram (W4)
f. Berat Pignometer + Semen + Fluida = 106,3 gram (W5)
g. Densitas Semen (ρsemen )
(𝑊4 𝑥𝜌𝑓 ) (32,65 𝑥 0,78)
𝜌𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 = (𝑊2 +𝑊4 −𝑊𝑠 )
= (80+32,65−106,3 ) = 4,01 𝑔𝑟/𝑐𝑐
82
b. Temperatur Ruang = 25oC/ 78oF (misal)
250 C
c. T = 780 F → Viskositas Udara = 0,0001828 (dari tabel) →
√μ = 0,01352
d. √μ = 0,01352 → ∅ = 0,354 (dari Tabel)
e. Waktu pengukuran dengan blaine permeameter = 37 detik
f. t = 37 detik → √t = 6,0827
g. Menentukan OSP
3⁄
(23,2 𝑥 ∅ 2𝑥 √𝑡)
𝑂𝑆𝑃 =
(𝜌𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑥 [1 − ∅]𝑥√𝜇)
3⁄
[23,2 𝑥 (0,345) 2 𝑥(6,0827)]
=
[4,01 𝑥 (1 − 0,354)𝑥 (0,01352)]
29,723
=
0,035
2
= 849,23 𝑐𝑚 ⁄𝑔𝑟
Tabel 10.1. Tabulasi Hasil Pengukuran Densitas dan OSP Semua Kelompok
83
Plug/ W1 W2 W5 Ρf Ρs OSP
W3 (gr) W4 (gr)
Kel (gr) (gr) (gr) (gr/cc) (gr/cc) (cm2/gr)
1200
1000
800
600
400
200
0
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
Densitas Semen, gr/cc
84
10.7. Pembahasan
Pengujian luas permukaan dilakukan untuk mengetahui besarnya luas
permukaan semen, hal pertama yang harus dilakukan yaitu menentukan
densitas bubuk semen dan kemudian menentukan luas permukaan butir
semen. Semakin luas permukaan butir semen maka semakin kecil ukuran
partikel semen tersebut. Semakin kecil ukuran partikel semen maka semakin
padat semen tersebut dan juga semakin kompak ikatannya. Semakin kompak
ikatan semen berarti semakin besar pula kemampuan semen dalam menahan
tekanan – tekanan yang diberikan padanya. Hal pertama yang harus dilakukan
pada pengujian ini yaitu ditentukan dahulu densitas bubuk semen dan
kemudian setelah itu baru ditentukan luas permukaan butir semen.
Pengujian luas permukaan butir padatan dilakukan karena suatu
padatan mempunyai densitas yang lebih besar daripada liquid sehingga
mengakibatkan adanya perbedaan sifat fisik setelah ditambahkan dengan
liquid dimana salah satu sifat fisik padatan adalah ukuran butiran, semakin
halus ukuran butiran maka semakin luas permukaan butiran sehingga
pertukaran ionnya semakin tinggi sedangkan apabila suatu butiran
mempunyai ukuran butiran yang kasar maka semakin sempit luas permukaan
sehingga mempunyai pertukaran ionnya semakin rendah. Dari hasil
percobaan, diuperoleeh nilai densitas bubuk semen sebesar 4,01 gr/cc.
Berdasarkan teori, diketahui bahwa semakin besar densitas semen maka luas
permukaan semen akan semakin kecil sehingga kekuatan ikat semen semakin
buruk. Oleh karena itu, untuk menghasilkan kekuatan ikat semen yaang lebih
baik, maka densitas semen harus kecil. Untuk menurunkan densitas semen,
dapat dilakukan dengan menambahkan zat – zat kimia silikat jenis extender
dan bahan – bahan yang dapat memperbesar volume semen, seperti Pozzolan.
Akan tetapi, penurunan densitas perlu dipertimbangkan secara tepat dan
disesuaikan dengan tekanan formasi untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.
Setelah menentukan densitas bubuk semen, langkah selanjutnya yaitu
menentukan luas permukaan bubuk semen (OSP). Untuk menentukan luas
85
permukaan bubuk semen diperlukan data temperatur, viskositas, porositas
dan waktu pengukuran dimana temperatur ruangnya dikondisikan. Setelah
data terkumpul maka perhitungan luas permukaan butir semen dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus :
3
(23,2 𝑥 ∅ ⁄2 𝑥 √𝑡)
OSP = (𝜌𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑥 [1−∅]𝑥√𝜇)
86
disimpulkan sampel semen tersebut memiliki ukuran butiran yang cukup
halus dan memiliki kekuatan yang cukup baik.
10.8. Kesimpulan
1. Densitas semen diperoleh sebesar 4,01 gr/cc
2. Luas permukaan butiran semen (OSP) diperoleh sebesar 849,23 cm2/gr.
3. Semakin besar densitas semen maka luas permukaan butiran semen
semakin kecil.
4. Semakin besar atau semakin luas permukaan bubuk semen (ukuran butiran
kecil), maka semakin kuat suspensi semen dalam menahan tekanan, baik
yang disebabkan oleh casing maupun yang diakibatkan oleh tekanan
formasi.
87
BAB XI
PEMBAHASAN UMUM
88
tergolong cukup tinggi. Oleh karena itu, suspensi semen ini dapat digunakan bila
tekanan formasi cukup besar. Adapun penambahan additive yaitu bentonite pada
percobaan kali ini yaitu berdasarkan teori, bentonite bertindak sebagai extender
(additive yang digunakan untuk mengurangi densitas dari suspensi semen).
Dalam praktikum yang berjudul “Pengujian Rheologi Suspensi Semen”
dilakukan perhitungan hidrolika operasi penyemenan serta menentukan harga
Plastic Viscosity dan Yield Point semen pemboran. Dalam operasi penyemenan,
besar – kecilnya viskositas harus diperhatikan karena viskositas berhungan
langsung dengan kemampuan alir suspensi semen. Besar – kecilnya harga
viskositas ini berhubungan dengan kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat -sifat
aliran suspensi semen, yang berkaitan pula dengan operasi penyemenan itu sendiri.
Besar – kecilnya viskositas dalam operasi penyemenan dapat diatur dengan
menambahkan zat additive. Dalam percobaan ini digunakan additive berupa CMC.
Hasil pengadukan suspensi semen tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
bejana pada alat Fann VG Meter, sehingga didapat nilai C600 dan C300. Dari hasil
percobaan, dapat dibaca skala dial reading pada 600 rpm (C600) yaitu sebesar 140ᵒ
dan skala dial reading pada 300 rpm (C300) yaitu sebesar 90ᵒ. Setelah dilakukan
perhitungan, diperoleh nilai Plastic Viscosity (μp) sebesar 50 cp (dari pengurangan
antara C600 dan C300). Adapun nilai Yield Point – nya (Yb) sebesar 40 lb/100ft2 (dari
pengurangan antara C300 dan μp). Harga Plastic Viscosity (μp) dan Yield Point (Yb)
biasanya berbeda – beda karena penambahan berat zat additive yang berbeda – beda
pula. Selain itu, perlu diketahui pula bahwa viskositas berpengaruh pula terhadap
thickening time dari suspensi semen.
Aplikasi di lapangan untuk pengujian rheologi semen ini adalah untuk
menghitung hidrolika operasi penyemenan yang sangat menentukan dalam operasi
pemboran. Dalam hal ini, rheologi semen berhubungan dengan perkiraan
kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat–sifat aliran dalam penyemenan. Untuk
memperoleh keberhasilan dalam penyemenan, harus disesuaikan dengan keadaan
formasi.
89
Dalam suatu operasi penyemenan, perlu dilakukan pengujian thickening time
suspensi semen. Hal tersebut merupakan bagian penting yang harus diperhatikan
dalam operasi penyemenan, diantaranya adalah kedalaman target penyemenan dan
waktu yang diperlukan suspensi semen untuk mencapai konsistensi 100 UC (Unit
of Consistensy). Dalam proses penyemenan, waktu pemompaan harus lebih kecil
dari thickening time. Jika tidak, akan menyebabkan suspensi semen mengeras
terlebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen mencapai target yang diinginkan.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa pada 0 – 55 menit mengalami
kenaikan thickening time yang artinya suspensi semen mulai bertambah
densitasnya. Bisa jadi, pada menit ke – 0 sampai 55, suspensi semen ditambahkan
additive berupa retarder. Retarder adalah additive yang digunakan untuk
memperbesar thickening time. Bahan – bahan yang bertindak sebagai retarder yaitu
calcium ligno sulfonate, CMHEC dan garam NaCl.
Sedangkan pada menit ke 57 – 70 terjadi penurunan harga thickening time
sampai 0 UC. Artinya pemompaan pada sumur tersebut tidak bisa dilakukan karena
pada dasarnya pemompaan dilakukan ketika harga thickening time mencapai 100
UC atau dengan kata lain waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening time.
Faktor yang mempengaruhi penurunan harga thickening time tersebut diantaranya
adalah kurangnya additive yang dapat memperbesar densitas, contohnya barite.
Oleh karena itu, apabila thickening time berkurang, untuk memperbesarnya dapat
dengan menambah additive seperti barite dan NaCl.
Aplikasi di lapangan pengujian thickening time adalah untuk menentukan
setting waktu pemompaan, dimana waktu pemompaan harus lebih kecil dari
thickening time. Jika tidak, dapat mengakibatkan suspensi semen akan mengeras
terlebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen mencapai target yang diinginkan.
Pada percobaan kali ini, akan dilakukan pengujian kandungan free water dari
suspensi semen. Free water adalah kandungan air bebas yang terpisah dari suspensi
semen. Untuk membuat suspensi semen, diperlukan perbandingan yang tepat dalam
menentukan jumlah air dan bubuk semen. Adapun nilai water cement ratio (WCR)
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebesar 44% (termasuk semen Portland
kelas G). Selanjutnya, dapat dihitung nilai berat air yang dapat ditambahkan untuk
90
dapat membuat suspensi semen yaitu dengan mengalikan berat semen dengan water
cement ratio (WCR) sehingga diperoleh nilai berat airnya sebesar 154 gram. Supaya
berat tersebut menjadi volume maka harus dibagi dengan densitas air sebesar 1
gr/cc sehingga volume air yang harus ditambahkan untuk membuat suspensi semen
sebesar 154 cc. Adapun additive .yang ditambahkan dalam suspensi semen ini yaitu
bentonite sebesar 3,3 gram.
Setelah komposisi suspensi semen dan additive terukur (350 gram semen, 154
mL air dan 3,3 gram additive bentonite), selanjutnya dicampur menggunakan
mixing container. Langkah selanjutnya yaitu dengan memasukkan campuran
suspensi dan additive ke dalam gelas ukur sampai volume 250 mL, kemudiab
didiankan selama 45 menit (seharusnya didiamkan selama 2 jam, tetapi karena
waktu tidak mencukupi jadi hanya didiamkan selama 45 menit saja). Dari hasil
percobaan, diperoleh nilai kandungan free water sebesar 2,5 mL. Harga ini
menunjukkan kandungan free water masih normal karena kurang dari 3,5 mL.
Pada dasarnya penambahan additive akan menyebabkan volume suspensi
semen bertambah besar dan permeabilitasnya naik karena zat additive bersifat
mengikat air. Untuk mencegahnya maka jumlah zat additive yang ditambahkan
haruslah tepat. Sedang penambahan air ke dalam suspensi dapat menyebabkan pori
– pori dan permeabilitas semen besar bila jumlah kadar air melebihi kadar
maksimumnya yaitu 3,5 mL.
Percobaan kali ini digunakan komposisi semen sebesar 350 gr dan barite
sebesar 2,5 gram. Untuk membuat suspensi semen, diperlukan perbandingan yang
tepat dalam menentukan jumlah air dan bubuk semen. Adapun nilai water cement
ratio (WCR) yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebesar 44% (termasuk
semen Portland kelas G). Selanjutnya, dapat dihitung nilai berat air yang dapat
ditambahkan untuk dapat membuat suspensi semen yaitu dengan mengalikan berat
semen dengan water cement ratio (WCR) sehingga diperoleh nilai berat airnya
sebesar 154 gram. Supaya berat tersebut menjadi volume maka harus dibagi dengan
densitas air sebesar 1 gr/cc sehingga volume air yang harus ditambahkan untuk
membuat suspensi semen sebesar 154 cc.
91
Setelah komposisi suspensi semen dan additive terukur (350 gram semen, 154
mL air dan 2,5 gram additive barite), selanjutnya dicampur menggunakan mixing
container. Langkah selanjutnya yaitu dengan memasukkan campuran suspensi
semen dan additive ke dalam filter press untuk diukur volume filtratnya dalam
selang waktu tertentu. Dalam percobaan ini, volume filtrat diukur pada menit ke –
2; 4; 6; 8 dan 10. Berdasarkan hasil percobaan pada menit ke – 2, volume filtratnya
yaitu 2 mL. Pada menit ke – 4, volume filtratnya yaitu 5 mL. Pada menit ke – 6,
volume filtratnya yaitu 4,5 mL. Pada menit ke – 8, volume filtratnya yaitu 6 mL.
pada menit ke – 10, volume filtratnya yaitu 1 mL. Volume filtrat yang diperoleh
pada 10 menit yaitu totalnya 19 mL berguna untuk menghitung nilai filtration loss
pada 30 menit. Nilai 30 menit ini sudah menjadi tetapan baik dalam primary
cementing maupun squeeze cementing. Hal ini dikarenakan batasan nilai filtration
loss yang diijinkan pada primary cementing yaitu sebesar 150 – 250 cc sedangkan
pada squeeze cementing sebesar 55 – 65 cc dimana nilai filtration loss tersebut
ditetapkan selama 30 menit.
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai filtration loss sebesar 34 mL.
Nilai filtration loss yang terukur semakin kecil karena hal ini berhubungan dengan
additive yang digunakan yaitu barite. Secara teoritis, barite berfungsi sebagai
penghisap (pengabsorb) air, sehingga filtration loss akan berkurang bila barite yang
ditambahkan semakin banyak. Nilai filtration loss pada 30 menit yaitu 97,94 mL
merupajab nilai yang diijinkan apabila filtration loss ini terjadi pada primary
cementing. Hal ini dikarenakan pada primary cementing, besarnya filtration loss
yang diijinkan adalah sekitar 150 cc – 250 cc yang diukur selama 30 menit dengan
menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan tekanan 1000 psi. Namun, apabila
filtration loss sebesar 34 mL ini terjadi pada squeeze cementing, filtration loss yang
diijinkan sekitar 55 – 65 cc selama 30 menit.
Pengujian compressive strength merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang berasal dari
formasi maupun dari casing atau dapat disebut menahan tekanan dalam arah
horizontal. Hal ini tentu berbeda dengan shear strength karena shear strength
dilakukan untuk mengetahui kekuatan semen dalam menahan berat casing atau
92
dapat disebut menahan tekanan dalam arah vertikal. Percobaan pengujian
comppresive strength bertujuan untuk menentukan besarnya compressive strength
semen, efek dari penambahan additive terhadap semen serta cara kerja alat
hydraulic press.
Dari hasil percobaan diketahui pada semen dasar harga compressive strength-
nya adalah 36,99 psi yang berarti semen tersebut mempunyai kemampuan untuk
menahan tekanan sebesar 36,99 psi yang berasal dari selisih tekanan formasi
dengan tekanan yang berasal dari casing. Apabila kekuatannya lebih dari itu, maka
semen akan pecah. Untuk mengatasi hal ini, maka compressive strength harus
diperbesar caranya dengan menambahkan additive yang dapat memperbesar nilai
densitas, contohnya yaitu barite. Aplikasi lapangannya yaitu kita dapat mengetahui
besarnya strength dari suspensi semen yang telah mengeras dikarenakan paparan
suhu (BHST) yang sangat tinggi sebagai kemampuan semen untuk dapat
menyangga casing (selubung) dan menyekat cairan antara formasi yang berlainan
serta mengisolasi batuan.
93
tinggi karena semen tersebut mempunyai kekuatan untuk mampu menahan tekanan
yang berasal dari berat casing yang ditimbulkan ataupun tekanan – tekanan lainnya
dari arah vertical. Aplikasi lapangan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
besarnya shear bond strength dari suspensi semen sebagai kemampuan semen
untuk dapat menahan dari berat casing yang ditimbulkan ataupun tekanan formasi
lainnya dari arah vertical.
94
tersebut memiliki ukuran butiran yang cukup halus dan memiliki kekuatan yang
cukup baik.
95
BAB XII
KESIMPULAN UMUM
96
14. Kandungan free water diperoleh sebesar 2,5 mL. Harga ini
menunjukkan kandungan free water masih normal (karena di bawah
3,5 mL kadarnya).
15. Berdasarkan teori, penambahan additive bentonite akan menurunkan
kandungan free water dalam suspensi semen.
16. Jika kadar air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimum, akan
menyebabkan friksi di annulus dan jika kadar air yang ditambahkan
lebih besar dari kadar maksimum, akan menyebabkan terjadinya pori
– pori dalam semen sehingga permeabilitasnya tinggi atau naik.
17. Kadar air dalam suspensi semen harus berada di antara kadar minimum
dan kadar maksimum.
97
26. Secara teoritis, additive yang digunakan dalam percobaan kali ini yaitu
barite dapat digunakan untuk meningkatkan Shear Bond Strength.
27. Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength yang tinggi.
28. Aplikasi lapangan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
besarnya shear bond strength dari suspensi semen sebagai kemampuan
semen untuk dapat menahan dari berat casing yang ditimbulkan
ataupun tekanan formasi lainnya dari arah vertical.
29. Densitas semen diperoleh sebesar 4,01 gr/cc
30. Luas permukaan butiran semen (OSP) diperoleh sebesar 849,23
cm2/gr.
31. Semakin besar densitas semen maka luas permukaan butiran semen
semakin kecil.
32. Semakin besar atau semakin luas permukaan bubuk semen (ukuran
butiran kecil), maka semakin kuat suspensi semen dalam menahan
tekanan, baik yang disebabkan oleh casing maupun yang diakibatkan
oleh t
98
DAFTAR PUSTAKA
1. Bida, Irwan Sulu. 2016. “Laporan Resmi Praktikum Analisa Semen Pemboran”.
Yogyakarta : Universitas Proklamasi 45.
99
LAMPIRAN I