PROPOSAL SKRIPSI
OLEH:
MARIA BERNADETE DA SILVA
16.420.410.1101
PROPOSAL SKRIPSI
DISUSUN OLEH:
MARIA BERNADETE DA SILVA
16.420.410.1101
Penulis
I. JUDUL
PERENCANAAN DAN MENINGKATKAN PEROLEHAN MINYAK
SUMUR NATURAL FLOW DENGAN EOR METODE CO2 FLOODING
PADA SUMUR “MBD” LAPANGAN “IT”.
II. PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang
Metode produksi adalah kegiatan mengangkat atau mengalirkan fluida yang
ada di reservoir menuju ke permukan.Metode produksi dibagi menjadi tiga
metode, yang terdiri dari Primary Recovery, Secondary Recovery dan Tertiary
Tecovery. Tahapan Primary Recovery terdiri dari dua metode yaitu metode
Natural Flow dan Artificial Lift, pada tahap Secondary Recovery terdapat dua
metode yaitu Water Flooding dan Pressure Maintenance dan tahap Tertiary
Tecovery terdapat metode EOR (Enhanced Oil Recovery). Seiring dengan
berjalannya waktu kegitan produski hidrokarbon lama kelaman akan semakin
berkurang untuk diperlukan pengurasan tahap lanjut yang disebut dengan EOR
(Enhanced Oil Recovery).
EOR merupakan metode yang dilakukan untuk meningkatkan perolehan
minyak dari suatu reservoir dengan cara mengubah karateristik reservoir.
Mekanisme pendesakannya terdiri dari pendesakan area, penyapuan dan
pendesakan dengan cara penginjeksian yang terdiri dari Four Spot, Five Spot,
Seven Spot, Staggered Line Drive dan Direct Line Drive. Tahapan dari EOR terdiri
dari studi laboratorium, pilot project dan aplikasi lapangan. Secara umum
metode Enhanced Oil Recovery (EOR) terbagi atas empat, yakni injeksi kimia
(Chemical Flooding), injeksi gas tercampur (Miscible gas), injeksi panas
(Thermal Injection), dan MEOR (Microbial Enhanced Oil Recovery). Diantara
beberapa metode EOR yang telah terbukti berhasil meningkatkan produksi
minyak salah satunya adalah injeksi gas CO2.
Injeksi gas CO2 atau sering juga disebut sebagai injeksi gas CO2 tercampur
yaitu dengan menginjeksikan sejumlah gas CO2 ke dalam reservoir dengan
melalui sumur injeksi sehingga dapat diperoleh minyak yang tertinggal. CO2
adalah molekul stabil dimana 1 atom karbon mengikat 2 atom oksigen, berat
molekulnya 44.01 mol, temperatur kritik 31.0 0C dan tekanan kritik 73.3 Bars
(1168.65 psi). Gas CO2 merupakan fluida pendesak yang sangat ideal untuk
beberapa jenis minyak, karena gas tersebut dapat bercampur dengan minyak
pada zona transisi untuk mencapai pendesakan atau efisiensi penyapuan yang
sempurna. Hal ini telah terbukti pada skala mikroskopis di laboratorium dengan
menggunakan core.
LZT
ln( re / rw )TZ
dimana :
Q = laju alir, STB
K = permeabilitas, md
H = ketebalan lapisan, ft
P = tekanan, psi
A = luas, ft2
L = panjang media berpori, ft
Α = sudut kemiringan lapiran, °
Ρg = gradien tekanan fluida, 0.433 psi/ft (air tawar), 0.465 psi/ft (air
asin)
B = faktor volume formasi, bbl/STB
= viskositas fluida yang mengalir, cp
re = jari – jari pengurasan sumur, ft
rw = jari – jari sumur, ft
qsc = laju alir gas pada kondisi standar, SCF
Z = faktor deviasi gas
T = temperatur, °R
PI = J = q ......................................................................................... (3-6)
Ps - Pwf
keterangan :
J = Productivity Index, Bbl/d/psi
Q = laju produksi, STB/d
Ps = tekanan statik, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
Untuk menentukan harga PI secara langsung adalah sewaktu sumur
tersebut flowing. Kemudian dicatat harga Pwf dan q sumur tersebut.
Berdasarkan pengalamannya, Kermitz E Brown (1967) telah mencoba
memberikan batasan terhadap besarnya produktivitas sumur, yaitu sebagai
berikut:
1. PI rendah jika besarnya kurang dari 0,5
2. PI sedang jika besarnya berkisar antara 0,5 sampai 1,5
3. PI tinggi jika lebih dar 1,5
3.1.3. Inflow Performance Relationship (IPR)
Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan pernyataan PI
secara grafis yang menggambarkan perubahan dari harga tekanan alir dasar
sumur (Pwf) versus laju alir (q) yang dihasilkan karena terjadinya perubahan
tekanan alir dasar sumur tersebut.
IPR menunjukan produktivitas sumur/lapisan produktif. Jika
hubungan tersebut diplot dalam bentuk grafik, maka kurva yang dihasilkan
disebut sebagai kurva IPR. Kurva IPR merupakan kurva plot antara laju alir
(q) dengan tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dari kurva plot ini kita dapat
menentukan PI (Productivity Index).
3.1.3.1 Kurva IPR Satu Fasa
Dasar dari aliran fluida pada media berpori diambil dari teori “Darcy”
(1856), dengan persamaan :
q k dP
v= =− ....................................................................... (3-7)
A dL
Persamaan tersebut mencakup beberapa anggapan diantaranya adalah :
1. Aliran mantap
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Tidak terjadi reaksi antara batuan dengan fluidannya
4. Fluida bersifat incompressible
5. Viskositas fluida yang mengalir konstan
6. Kondisi aliran Isotermal
7. Formasi homogen dan arah aliran horizontal
Persamaan di atas selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran radial, di
mana dalam suatu lapangan persamaan tersebut berbentuk :
k o h( Pe − Pwf )
q = 0.007082 .............................................................. (3-8)
µ o Bo Ln(re / rw )
keterangan :
q = laju produksi, STB/d
ko = permeabilitas efektif minyak, mD
h = ketebalan formasi produktif, ft
Pe = tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi
Pwf = tekanan alir dasar sumur, psi
µo = viskositas minyak, cp
Bo = Faktor volume formasi, Bbl/STB
re = jari – jari pengurasan sumur, ft
rw = jari – jari sumur, ft
Prosedur dalam membuat kurva IPR untuk aliran satu fasa adalah
sebagai berikut :
1. Siapkan data hasil uji tekanan dan produksi yaitu ; tekanan reservoir (Ps),
tekanan alir dasar sumur (Pwf), dan laju produksi (q).
2. Hitung indeks produktivitas (PI) dengan persamaan.
3. Pilih tekanan alir dasar sumur (Pwf) anggapan.
4. Hitung laju aliran (qo) pada tiap harga Pwf tersebut dengan menggunakan
persamaan .
5. Plot qo terhadap Pwf yang diperoleh dari langkah 3 dan 4 pada kertas
grafik kartesian, dengan qo sebagai sumbu datar dan Pwf sebagai sumbu
tegak. Hasil plot ini akan membentuk garis yang linier seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.1 di bawah ini.
.
Gambar 3.1 Kurva IPR 1 Fasa5)
4. Untuk membentuk kurva IPR, gunakan beberapa nilai anggapan Pwf dan
menghitung harga qo dari persamaan (3-9)
5. Memplot qo terhadap Pwf pada kertas grafik linier. Kurva yang diperoleh
adalah kurva kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur. Bentuk
kurva tersebut akan melengkung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2
dibawah ini.
Keterangan :
An =konstanta persamaan (n = 0, 1 dan 2) di mana harganya berbedauntuk
water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan
water cut ditentukan pula dengan analisis regresi:
An = C0 + C1 (WC ) + C2 (WC )
2
An C0 C1 C2
WC
Qw = Qo ......................................................... (3-13)
100 − WC
7. Membuat tabulasi harga Qw, Qo dan Qt untuk berbagai harga Pwf pada
Ps aktual .
8. Membuat grafik hubugan antara Pwf terhadap Qt , di mana Pwf mewakili
sumbu Y dan Qt mewakili sumbu X.
Dimana:
Re =BilanganReynold (tak berdimensi)
v = kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
D = diameter pipa(ft atau m)
k = viskositas kinematik(m2/s)
Pada Re < 2300, aliran bersifat laminar.
Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen.
Pada Re = 2300-4000 terdapat daerah transisi.
Pada Gambar 3.4 di bawah ini menunjukkan aliran turbulen dan
aliran laminar.
Untuk gas yang dibawa dengan menginjeksikan terus menerus gas CO2
ke dalam reservoir maka diharapkan gas CO2 ini dapat melarut dalam minyak
dan mengurangi viskositasnya, dapat menaikkan densitas (sampai tahap
tertentu, yang kemudian diikuti dengan penurunan densitas), dapat
mengembangkan volume minyak dan merefraksi sebagian minyak, sehingga
minyak akan lebih banyak terdesak keluar dari media berpori.
Untuk cara yang kedua, yaitu dengan menginjeksikan carbonat
water ke dalam reservoir. Sebenarnya carbonat water adalah percampuran
antara air dengan gas CO2 (reaksi CO2 + H20) sehingga membentuk air
karbonat yang digunakan sebagai injeksi dalam proyek CO2 flooding. Tujuan
utama adalah untuk terjadi percampuran yang lebih baik terhadap minyak
sehingga akan mengurangi viskositas dari minyak serta mengembangkan
sebagian volume minyak sehingga dengan demikian penyapuan akan lebih
baik.
Pada cara yang ketiga, yaitu membentuk slug penghalang dari CO2
yang kemudian diikuti air sebagai fluida pendorong. Sama seperti cara
pertama dan kedua, pembentukan slug ini untuk lebih dapat mencampur gas
CO2 kedalam minyak, kemudian karena adanya air yang berfungsi sebagai
pendorong maka diharapkan efisiensi pendesakan akan lebih baik.
Untuk cara yang keempat sebenarnya sama dengan cara yang ketiga
tetapi disini lebih banyak fluida digunakan CO2 untuk lebih melarutkan
minyak setelah proses penyapuan terhadap campuran dari dua fluida.
3.3.7. Kelebihan dan Kekurangan Injeksi CO2
3.3.7.1 Kelebihan Injeksi CO2
Penggunaan CO2 untuk meningkatkan perolehan minyak mulai
menarik banyak perhatian sejak tahun 1950. Ada beberapa alasan (kelebihan
utama), sehingga dilakukan injeksi CO2 yaitu :
1. Injeksi CO2 mengembangkan minyak dan menurunkan viskositas.
2. Membentuk fluida bercampur dengan minyak karena ekstraksi,
penguapan dan pemindahan kromatologi.
3. Injeksi CO2 bertindak sebagai Solution Gas Drive sekalipun fluida tidak
bercampur sempurna.
4. Permukaan fluida campur (Miscible Front ) jika rusak akan memperbaiki
diri.
5. CO2 akan bercampur dengan minyak yang telah berubah menjadi fraksi
C2-C6.
6. CO2 mudah larut di air menyebabkan air mengembang dan
menjadikannya bersifat agak asam.
7. Ketercampuran/miscibility dapat dicapai pada tekanan diatas 1500 psi
pada beberapa reservoir.
8. CO2 merupakan zat yang tidak berbahaya, gas yang tidak mudah meledak
dan tidak menimbulkan problem lingkungan jika hilang ke atmosfir
dalam jumlah yang relatif kecil.
9. CO2 dapat diperoleh dari gas buangan atau dari reservoir yang
mengandung CO2.
3.3.7.2 Kekurangan Injeksi CO2
Adapun beberapa kekurangan injeksi CO2 adalah sebagai berikut :
1. Kelarutan CO2 di air dapat menaikkan volume yang diperlukan selam
bercampur dengan minyak.
2. Viskositas yang rendah dari setiap gas CO2 bebas pada tekanan
reservoir yang rendah akan menyebabkan penembusan yang lebih awal
pada sumur produksi sehingga mengurangi effisiensi penyapuan.
3. Setelah fluida tercampur terbentuk, viskositas minyak lebih rendah
dari pada minyak reservoir sehingga menyebabkan fingering dan
penembusan yang belum waktunya. Untuk mengurangi fingering maka
diperlukan injeksi slug water.
4. CO2 dengan air akan membentuk asam karbonik yang sangat korosif.
5. Injeksi alternatif slug CO2 dan air memerlukan sistem injeksi ganda
dan hal ini akan menambahbiaya dan kerumitan sistem.
6. Diperlukan injeksi dalam jumlah yang besar (5 – 10 MCF gas untuk
memproduksi satu STB minyak).
8. Horner Roland N., “Modern Well Test Analysis”, United State ofAmerica,
1995.
9. Jhonson, A., King G., Crabtree, M., Eslinger, D., Miller, P.F.M., “Fighting
Scale- Removal and Prevention”, Oilfield Review
Schlumberger,1999.
13. Nind, T.E.W. Principles of Oil Well Production. United States of America:
McGraw-Hill Inc.1964
15. Pettijhon. S.J. Sedimentary Rock. New York: Oxford and IBH
PublishingCo. 1957.
16. Rukman, Dadang dkk., “Teknik Reservoir Teori dan Aplikasi”,Pohon
Cahaya, Yogyakarta,2011.
EDUCATIONAL BACKGROUND
FIELD EXPRIENCES
2018 Field Trip Geothermal in PT. Geo Dipa Energi Dieng – Wonosobo
&Banjarnegara, UP45 Yogyakarta.
2018 Field Trip “Introducing Oil and Gas Gathering Station in Pertamina Cepu” UP45
Yogyakarta.
2018 Field Trip “PUSDIKLAT MIGAS CEPU”UP45 Yogyakarta
2018 Field Trip “Introducing Geologic Field in Pertamina Cepu” UP45 Yogyakarta.
2018 Field Trip “Exxon Mobile Cepu Limited”UP45 Yogyakarta
2019 Internship At PetroChina International Jabung Ltd. Filed
ORGANIZATIONAL EXPERIENCE
SEMINAR