Anda di halaman 1dari 112

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

Reservoir merupakan suatu tempat terakumulasinya fluida hidrokarbon


(minyak atau gas bumi) dan air dibawah permukaan tanah. Proses akumulasi
minyak bumi haruslah memenuhi beberapa syarat, yang merupakan komponen
suatu reservoir minyak bumi dan gas bumi. Komponen-komponen tersebut, yaitu :
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas
bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang porous
(berongga-rongga ataupun berpori-pori) dan permeabel (mudah meluluskan
fluida).
2. Fluida reservoir, yang mengisi batuan reservoir berupa hidrokarbon dan air
formasi.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan tempat berkumpulnya
hidrokarbon dalam suatu keadaan sehingga hidrokarbon tidak bisa keluar
karena adanya suatu penyekat. Pada prinsipnya, suatu kondisi geologi yang
memiliki lapisan porous dan permeable yang dilindungi lapisan yang non-
permeable.
4. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang bersifat
impermeabel, yang terdapat pada bagian atas suatu reservoir sehingga
berfungsi sebagai penyekat fluida reservoir.
5. Kondisi tekanan dan temperatur, merupakan hal yang sangat penting dan
berpengaruh karena akan mengangkat dan mengalirkan fluida kepermukaan
sehingga dapat diproduksikan.

2.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral, mineral merupakan zat-zat
yang tersusun dari komposisi kimia tertentu yang dinyatakan dalam bentuk
rumus-rumus dimana menunjukkan macam-macam unsur serta jumlahnya yang
terdapat dalam mineral tersebut.
Banyak sedikitnya suatu komposisi kimia akan membentuk suatu jenis
mineral tertentu dan akan menentukan macam batuan. Batuan reservoir umumnya
terdiri dari batuan sedimen klastik yang berupa batupasir dan batuan shale serta
batuan sedimen non-klastik berupa batuan karbonat. Masing-masing batuan
tersebut memiliki komposisi kimia dan sifat fisiknya yang berbeda. Komponen
penyusun batuan serta macam batuannya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

S a n d sto n e
100 %

L im y S h a ly
S a n d s to n e S a n d s to n e

Sa n d y Sa n d y
L im e s t o n e S h a le

L im e s t o n e S h a ly L im y S h a le
100 % L im e s t o n e S h a le 100 %

Gambar 2.1.
Diagram Komponen Penyusun Batuan
(Amyx, J.W., Bass, M.D and Whiting,R.L. , 1960)

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Unsur atau atom-atom penyusun batuan reservoir perlu diketahui
mengingat macam dan jumlah atom-atom tersebut akan menentukan sifat dari
mineral yang terbentuk, baik sifat fisik maupun sifat kimiawinya. Mineral
merupakan zat-zat yang tersusun dari komposisi kimia tertentu yang dinyatakan
dalam bentuk rumus-rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta
jumlahnya yang terdapat dalam mineral tersebut.

2.1.1.1. Batupasir
Komposisi mineral dan tekstur menjadi dasar utama dalam
mengklasifikasikan batupasir. Menurut Pettijohn, mineral utama penyusun
batupasir adalah quartz (SiO2), feldspar (KNaCa(AlSi3O8)) dan rock fragment
(unstabil grain). Berdasarkan tekstur batuan, batupasir dapat dibagi menjadi tiga
kelompok utama, yaitu : Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian
tersebut berdasarkan pada jumlah kandungan mineral kuarsanya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metamorfosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kuarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Orthoquartzites merupakan jenis
batuan reservoir sangat baik karena pemilahannya sangat baik, butirannya
berbentuk bundar dan padatannya tidak terdapat matriks kecuali semen saja.
Material pengikatnya (semen) terutama terdiri atas carbonate dan silica.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas
dari kandungan shale dan clay dengan komposisi kimia jenis ini tersusun dari
unsur silika yang tinggi jika dibandingkan dengan unsur-unsur penyusun lainnya,
ditunjukkan pada Tabel II-1.

Tabel II-1. Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites (%)


(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MIN. A B C D E F G H I
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58 93,16
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b) 101,1
A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)
B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
a)
E. Oriskany ( Devonian) . Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari mineral-mineral
berbutir kasar, terutama mineral kwarsa dengan rata-rata sangat tinggi unsur
penyusunnya dan feldspar dengan mineral pengikatnya yaitu clay dan karbonat
secara umum dapat dilihat pada Tabel II-2. Komposisi kimia jenis ini dapat
dilihat pada Tabel II-3 terdiri dari unsur silika yang lebih rendah bila
dibandingkan rata-rata batupasir dan kebanyakan silika yang ada bercampur
dengan unsur silicate seperti detritus quartz, tetapi kemungkinan hanya
merupakan unsur tambahan. Kandungan aluminanya adalah sangat tinggi, seperti
misalnya lime, soda dan potash.
Tabel II-2. Komposisi Mineral Graywacke (%)
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D E F
Quartz 45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3
T o t a l 99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).
B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. “Matrix”
Tabel II-3. Komposisi Kimia Graywacke (%)
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D E F
SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42
T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24
A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari mineral
quartz sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose
feldspar jumlahnya lebih banyak dari quartz. Komposisi mineral arkose, Tabel
II-4 menunjukkan bahwa batupasir arkose tersusun unsur feldsfar dan quartz,
dalam jumlah 80-95%. Unsur penyusun yang lain mica, biotite, dan muscovite
serta beberapa clay yang disebut sebagai kaolinite, dengan persentase 5 %-15
% .Arkose mengandung lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan
orthoquarzite, tetapi kaya dengan alumina, lime, potash dan soda. Komposisi
kimia arkose ditunjukkan pada Tabel II-5, dimana terlihat bahwa arkose
mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi
kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.
Tabel II-4. Komposisi Mineral Arkose (%)
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D a) E a) F a) G
Quartz 57 51 60 57 35 28 48
Microcline 24 30 34
35 b) 59 b) 64 43
Plaglioclase 6 11 ....
Micas 3 1 .... .... .... .... 2
Clay 9 7 .... .... .... .... 8
Carbonate c) c) c)
2 .... c)

Other 1 .... 6 d)
8 e)
4 e) 8 e) c)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).


B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).
C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).
D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).
E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).
F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).
G. Average of A – G, anclusive.
a)
. Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar; c)
. Present in amount under 1 %.
d)
. Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.

Tabel II-5. Komposisi Kimia dari Arkose (%)


(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D E F
Si O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
Ti O2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
Fe O .... 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05
P2 O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
C O2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9
A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).
B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

2.1.1.2. Batuan Karbonat


Batuan karbonat secara umum terjadi karena adanya proses kimia yang
bekerja padanya, baik secara langsung maupun dengan perantaraan organisme.
Batuan karbonat terdiri dari limestone (batu gamping) dan dolomite.
a. Limestone
Limestone adalah istilah yang biasanya dipakai untuk kelompok batuan
yang mengandung paling sedikit 80 % calcium carbonat atau magnesium, Istilah
limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi carbonate yang
melebihi unsur Non-Carbonate. Pada limestone fraksi disusun terutama oleh
mineral calcite. Tabel II-6 memperlihatkan susunan kimia pembentuk batuan
limestone, bahwa kandungan CaO dan CO2 sangat besar, mencapai lebih besar
dari 95%. Unsur lain yang penting adalah MgO dalam jumlah berkisar antara 1-
5%, kemungkinan mengandung mineral dolomit. Limestone pada umumnya
mengandung unsur MgCO3 antara 4% dan kadang-kadang mencapai lebih dari
40%.
Tabel II-6. Komposisi Kimia Limestone
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D E F
Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1
A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

b. Dolomite
Dolomite merupakan jenis batuan yang mengalami perubahan dari unsur
karbonate lebih dari 50% (Pettijohn, 1958) dengan adanya proses dolomitisasi
yang bekerja. Perubahan ini terjadi pada limestone dan dolomite yang mempunyai
nama macam-macam, tergantung dari unsur kimia terbanyak yang dikandungnya.
Batuan dengan unsur kalsit yang lebih besar dari dolomite disebut dolomitic
limestone, sebaliknya bila unsur dolomite lebih besar disebut limycalcitic. Tabel
II-7 menunjukkan komposisi kimia batuan karbonat dolomite pada dasarnya
hampir sama dengan komposisi kimia batuan limestone, kecuali kalau unsur
MgO-nya merupakan unsur penyusun yang penting dan jumlahnya cukup besar
dengan silika yang rendah.
Tabel II-7. Komposisi Kimia Dolomite
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D E F
Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 None .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....
T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9
A. Theoretical composition of pure dolomite. D. “Knox” Dolomite
B. Dolomitic Limestone E. Cherty-Dolomite
C. Niagaran Dolomite F. Randville Dolomite
2.1.1.3. Batuan Lempung / Shale
Komposisi dasar shale adalah mineral clay. Tipe clay yang sering terdapat
dalam formasi hidrokarbon, yaitu : Montmorillonite, Illite dan Kaolinite. Shale
mengandung >50% butiran berukuran lanau dan lempung (berukuran < 0.0625
mm). Shale adalah batuan yang kaya akan kandungan clay sehingga memiliki
porositas rendah (umumnya < 10%), permeabilitasnya sangat rendah (< 1 mD)
dan Immobile hydrocarbon (gelembung-gelembung hidrokarbon dikelilingi oleh
phase air). Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58%
silicon dioxide (SiO2), 15% alumunium oxide (Al2O3), 6% iron oxide (FeO) dan
Fe2O3, 2% magnesium oxide (MgO), 3% calcium oxide (CaO), 3% potasium oxide
(K2), 1% sodium oxide (Na2), dan 5% air (H2O). Sisanya adalah metal oxide dan
anion seperti terlihat pada Tabel II-8.
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale
(Pettijohn J.F., “Sedimentary Rock”, Second Edition, 1958)

MINERAL A B C D E F
Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96
Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47
Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09
Mn O .... T T .... 0,10 0,06
Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41
Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17
Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H2 O + 3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
5,00
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P2 O3 0,17 0,20 0,15 .... 0,14 0,18
C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O3 0,64 0,78 0,58 .... 0,28 0,03
Organic 0,80 a 0,69 a 0,88 a .... 1,18 a 0,66
Misc. .... 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32
T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62
A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)
B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a
. Carbon; b. Ba O; c. Fe S2 .
Shale merupakan batuan yang berlaminasi dan tubuh lapisannya tipis,
berbutir halus, kandungan mineralnya adalah lempung dan silt. Sifat-sifat fisik
shale ditentukan oleh sifat-sifat mineral yang dikandungnya dimana menurut
Krynine (1948) shale realitanya adalah berupa campuran mekanik yang
memperkirakan 50% silt, 35% “clay atau mica fraksi” dan 15% material kimia.
Shale yang banyak mengandung mineral nonmorillonite atau illite cenderung
tersaturasi oleh air, sehingga lebih lunak dan licin daripada shale yang
mengandung kuarsa dan silt. Batuan silt dapat bertindak sebagai batuan reservoir
disebabkan adanya rekahan-rekahan atau fracturing, pencucian dan pelapukan.
Tetapi pori-pori yang terisi fluida hidrokarbon tersebut bukanlah merupakan
porositas primer, melainkan terbentuk setelah batuan tersebut terendapkan disebut
sebagai porositas sekunder.
2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir
Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya
reservoir minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya
akan banyak berhubungan dengan sifat – sifat fisik batuan sedimen, terutama yang
porous dan permeable.
Sifat fisik batuan reservoir yang akan dibicarakan dalam bab ini meliputi :
sifat fisik statis batuan reservoir : porositas, permeabilitas, saturasi fluida,
wettabilitas, tekanan kapiler, dan kompressibilitas batuan. Serta sifat fisik
mekanik batuan reservoir : sifat kelistrikan, sifat radioaktif, sifat perambatan
terhadap gelombang suara.

2.1.2.1. Sifat Fisik Statis Batuan Reservoir


2.1.2.1.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
Vb−Vg Vp
φ= =
Vb Vb x 100% …………………………..……………...(2-
1)
dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume), cm3
Vg = volume butiran (volume grain), cm3
Vp = volume ruang pori-pori batuan, cm3
Φ = porositas, %
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua dilihat dari
segi teknik reservoir, yaitu:
1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume
batuan total (bulk volume).
Volume seluruh pori total
φ abs= × 100 %
Volume batuan total …………………….....………..(2-
2)
2. Porositas efektif, adalah persen volume pori-pori yang saling berhubungan
terhadap volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
φeff = × 100 %
Volume batuan total .………..………………..(2-
3)
Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena
dianggap sebagai fraksi volume yang produktif.
Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya,maka porositas dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan
sedimen terendapkan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
1. Rekahan yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya kerusakan
struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan, sesar, atau
patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi karena bentuknya tidak
teratur.
2. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl2  CaMg(CO3)2 + CaCl2
Porositas merupakan fungsi dari sortasi / pemilahan. Besar-kecilnya
porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : ukuran butir (semakin baik
distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan butir (susunan butir berbentuk
kubus mempunyai porositas lebih baik (47,6%) dibandingkan bentuk
rhombohedral mempunyai porositas (25,96%), kompaksi dan sementasi
(kompaksi batuan akan mengakibatkan mengecilnya porositas, karena penekanan
batuan diatasnya, sehingga batuan menjadi rapat, sementasi yang kuat akan
memperkecil porositas).
(Gambar 2.2. menunjukkan bahwa susunan butir berbentuk kubus
mempunyai porositas lebih baik dibandingkan bentuk rhombohedral), kompaksi,
sementasi dan lingkungan pengendapannya.

o
90
o
90
o
90

a . C u b ic ( p o r o s it y = 4 7 , 6 % )

o
o 90
90
o
90

b . R h o m b o h e d r a l ( p o r o s it y = 2 5 , 9 6 % )

Gambar 2.2.
Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan
(Amyx, J.W., Bass, M.D and Whiting,R.L. , 1960)

2.1.2.1.2. Saturasi Fluida


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu macam
fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke seluruh bagian
reservoir. Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan volume
pori-pori total pada suatu batuan berpori.
 Saturasi minyak (So) adalah :
volume pori−pori yang diisi min yak
So=
volume pori−pori total …………….....…............(2-
10)
 Saturasi air (Sw) adalah :
volume pori−pori yang diisi air
Sw=
volume pori−pori total ............……………….....…....(2-
11)
 Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg 
volume pori  pori total ……………………......(2-12)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1 ………………………………………..…………...(2-13)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1 ……………………………………………………….....(2-14)
Sebagian fluida masih tertinggal di dalam reservoir ketika diproduksikan
ke permukaan, akibat adanya volume fluida yang terdapat dalam pori-pori batuan
tidak dapat bergerak lagi. Saturasi fluida (minyak) yang sudah tidak mampu lagi
mengalir kepermukaan disebut oil residual saturation (saturasi sisa minyak).
Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :
 Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar pada bagian batuan yang kurang
porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif akan mempunyai
Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah. Demikian juga untuk bagian atas
dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas dari masing – masing fluida.
 Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak,
saturasi fluida berubah secara kontinyu.
 Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori – pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori –
porinya adalah .V, maka ruang pori – pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V ……………………...………………(2-15)
2.1.2.1.3. Permeabilitas
Permeabilitas batuan merupakan nilai yang menunjukkan kemampuan
suatu batuan porous untuk mengalirkan fluida. Henry Darcy (1856), dalam
percobaan dengan menggunakan sampel batuan Dalam percobaan Henry Darcy
menggunakan batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang
porous ini 100% dijenuhi cairan dengan viskositas μ (cp), dengan luas
penampang A (cm2), dan panjangnya L (cm). Kemudian dengan memberikan
tekanan masuk P1 (atm) pada salah satu ujungnya maka terjadi aliran dengan laju
sebesar Q (cm3/sec), sedangkan P2 (atm) adalah tekanan keluar. Dari percobaan
dapat ditunjukkan bahwa Q. μ .L/A.(P1-P2) adalah konstan dan akan sama
dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan, perbedaan
tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q sedemikian
rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas
absolut batuan yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3.
Permeabilitas Hukum Darcy
(Amyx, J.W., Bass, M.D and Whiting,R.L. , 1960)
Definisi batuan mempunyai permeabilitas 1 darcy menurut hasil percobaan
ini adalah apabila batuan mampu mengalirkan fluida dengan laju 1 cm3/s
berviskositas 1 cp, sepanjang 1 cm dan mempunyai luas penampang 1 cm 2,
perbedaan tekanan sebesar 1 atm.
Sehingga persamaannya dapat ditulis sebagai berikut :
Q.μ. L
K=
A .( P1−P 2 ) ……………………………….……………….………..(2-

16)
dimana :
k = permeabilitas media berpori, darcy
q = debit aliran, cm3/s
µ = viskositas fluida yang menjenuhi,cp
A = luas penampang media, cm2
ΔP = beda tekanan masuk dengan tekanan keluar, atm
Δℓ = panjang media berpori, cm

Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-16) adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan atas jumlah fasa cairan yang mengalir di dalam media
berpori, maka pada dasarnya permeabilitas batuan dibedakan menjadi :
 Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja.
Q . μ . Δℓ
K=
A .( P1−P 2 ) .................................................................................(2-

17)
 Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
Q o . μ o . Δℓ
K o=
A .(P1 −P2 ) ……………………………….…..………...……..…(2-

18)
Q w . μ w . Δℓ
K w=
A .(P 1−P2 ) ………………………………………………............(2-

19)
 Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Ko Kg K
K ro  Krg  K rw  w
K , K , K .........................................................(2-20)
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air.
Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya
disini digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan
dalam keadaan setimbang. Laju aliran minyak adalah Qo dan air adalah Qw. Jadi
volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan waktu,
dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan sama
dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak (So)
dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Percobaan ini diulangi untuk laju
permukaan (input rate) yang berbeda untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw)
tetap konstan. Harga-harga Ko dan Kw pada Persamaan (2-18) dan (2-19) jika
diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 2.4. dimana Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan harga K
absolut, demikian juga untuk harga Kw (titik A dan B pada Gambar 2.4).
Keterkaitan antara harga permeabilitas relatif minyak dan air terhadap
harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan Gambar
2.4.

Gambar 2.1.
Kurva Permeabilitas Relatif untuk Sistem Minyak dan Air
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas relatif
untuk sistem minyak dan air, yaitu :
1. Pada region A turunnya kro dengan cepat sebagai akibat
naiknya Sw, menunjukkan bahwa adanya sedikit air akan mempersulit aliran
minyak dalam batuan tersebut, demikian pula sebaliknya.
2. Pada region B terdapat aliran 2 fasa hingga sampai waktu
tertentu karena hal ini terbentuk disebabkan oleh produksi mengalami
penurunan sampai batas Swc dan Soc.
3. Pada region C turunnya kro tidak sampai batas nol, dimana
sementara masih terdapat saturasi minyak dalam batuan, dengan kata lain di
bawah saturasi minimum tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak
lagi. Saturasi minimum ini disebut dengan Residual Oil Saturation (Sor),
demikian juga untuk air yaitu Swr (region A).
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam
media berpori ditunjukkan dalam Gambar 2.5.

Gambar 2.5.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Gas
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
minyak berkurang sampai harga residualnya, Sor . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.
2.1.2.1.4. Wettabilitas
Wettabilitas didefinisikan sebagai kecenderungan fluida untuk melekat
pada permukaan batuan. Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat,
maka salah satu fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut,
hal ini disebabkan adanya gaya adhesi yaitu gaya tarik-menarik partikel yang
berlainan. Besaran wettabilitas dapat dilihat pada Gambar 2.6, ini sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Jenis mineral yang terkandung dalam batuan reservoir.
2. Ukuran butir batuan, semakin halus ukuran butir batuan maka semakin
besar gaya adhesi yang terjadi.
3. Jenis kandungan hidrokarbon yang terdapat di dalam minyak mentah
(crude oil)
Dalam sistem minyak-air benda padat, gaya adhesi AT yang menimbulkan
sifat air membasahi benda padat adalah:
AT = so - sw = wo. cos wo ………………………………..….....(2-21)
dimana :
AT = Gaya adhesi, dyne/cm
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif ( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet (Kejadian ini sebagai
akibat dari gaya adhesi yang lebih besar pada sudut lancip yang dibentuk antara
air dengan batuan dibandingkan gaya adhesi pada sudut yang tumpul yang
dibentuk antara minyak dengan batuan). Sedangkan bila air tidak membasahi zat
padat maka tegangan adhesinya negatip ( > 90o), berarti batuan bersifat oil wet.
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak di antara fasa
air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan
lebih mudah mengalir.

Gambar 2.6. Kesetimbangan Gaya-Gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan


(Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering-Physical properties”, 1960)

2.1.2.1.5. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur dimana keduanya dalam
keadaan statis di dalam sistem kapiler. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah
perbedaan tekanan antara fluida “non-wetting phase” (Pnw) dengan fluida “wetting
phase” (Pw). Berdasarkan Gambar 2.7, sebuah pipa kapiler dalam suatu bejana
terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi antara air dan
dinding pipa yang arah resultannya ke atas. Gaya – gaya yang bekerja pada sistem
tersebut adalah
1). Besar gaya tarik keatas adalah 2 rAT, dimana r adalah jari-jari pipa kapiler.
2). Sedangkan besarnya gaya dorong ke bawah adalah  r2 h g (w-o).
Di reservoir biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa),
sedangkan minyak dan gas sebagai non-wetting phase atau tidak membasahi.
Pc = Po - Pw………………………………………………….….......(2-14)
Perbedaan tekanan permukaan antara minyak dengan air berhubungan
dengan perbedaan densitas dan ketinggian dari kenaikan air.
Pc = (ρo– ρw) g h
Dimana :
Po = Tekanan fasa non-wetting (oil = minyak), dyne/cm2
Pw = Tekanan fasa wetting (water = air), dyne/cm2
Pc = Tekanan kapiler, dyne/cm2
ρw = densitas air, gr/cm3
ρo = densitas minyak, gr/cm3
h = ketinggian kenaikan air pada pipa kapiler, cm

Gambar 2.7. Hubungan Tekanan Dalam Pipa Kapiler


(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: “Petroleum Reservoir Engineering Physical
Properties”,1960)

Pada kesetimbangan yang tercapai kemudian, gaya keatas akan sama


dengan gaya ke bawah yang menahannya yaitu gaya berat cairan. Secara
matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2 π r AT = π r2 Δρ g h...................................................................(2-25)

dan, Pc = Δρ g h , AT = σ cosθ
2 σ cosθ
Pc = =Δ ρ g h
maka, r …………………………………….......…(2-
26)
dimana :
σ = tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida , dyne/cm
r = jari-jari lengkung pori-pori, cm
 = perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3
g = percepatan gravitasi, cm/dt2
h = tinggi kolom, cm
Distribusi saturasi mula – mula di dalam suatu reservoir adalah sebuah
aplikasi penting dari konsep persinggungan tekanan kapiler terhadap distribusi
fluida. Data tekanan kapiler-saturasi dapat dikonversikan ke dalam data
ketinggian-saturasi dengan Persamaan 2.27. sebagai pemecahan untuk ketinggian
di atas level air bebas (free-water level).

144 Pc
h=
Δρ ...............................................................................(2-
27)
dimana :
Pc = Tekanan kapiler, psia
Δρ = Perbedaan densitas antara fasa wettng dan nonwetting, lb/ft3
h = Ketinggian di atas level air bebas (free-water level), ft
Gambar 2.8. menunjukkan plot distribusi saturasi air sebagai fungsi jarak dari
level air bebas di dalam suatu sistem minyak-air.

Gambar 2.8.
Profil Saturasi Air
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh penting dalam reservoir minyak


atau gas, yaitu mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir dan mekanisme
pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau mengalir melalui ruang pori-pori
reservoir sampai mencapai batuan yang impermeabel. Pada Gambar 2.9,
menyatakan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas fluida berkurang,
sementara faktor lainnya tetap.
Gambar 2.9.
Variasi Pc terhadap Sw
a) Untuk Sistem Batuan yang Sama dengan Fluida yang Berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan Batuan yang Berbeda
(Mc. Cain, JR, William D., "The Properties of Petroleum fluid”, 1973)
Untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka kontak
minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Ukuran pori-pori batuan
reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas. Batuan reservoir
dengan permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah
dan ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas
yang rendah.
2.1.2.1.6. Kompressibilitas Batuan
Kompressibilitas batuan didefinisikan sebagai perubahan volume batuan
yang disebabkan karena adanya perubahan tekanan batuan. Pengosongan fluida
dari ruang pori-pori batuan reservoir akan mengakibatkan perubahan tekanan
dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan pada batuan juga akan mengalami
perubahan. Adanya perubahan tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada
butir-butir batuan, pori-pori dan volume total (bulk) batuan reservoir. Menurut
Geerstma (1957) ada tiga konsep tentang kompressibilitas batuan, antara lain :
 Kompressibilitas matriks batuan, cr
Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume material padatan (grains)
terhadap satuan perubahan tekanan. Secara matematis persamaan koefisien
kompressibilitas sebagai berikut :

1 δ Vr...................................................................................(2-18)
cr= − ( )
Vr δ P T
Dimana :
Cr = Koefisien kompressibilitas matrik batuan, psi-1
Vr = Volume material padatan (grains)
T = Temperatur konstan
 Kompressibilitas bulk, CB
Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume dari batuan terhadap satuan
perubahan tekanan. Secara matematika dirumuskan koefisien kompressibilitas
sebagai :

1 δ V B .................................................................................(2-19)
CB = − ( )
VB δ P T

Dimana :
Cr = Koefisien kompresibilitas batuan, psi-1
Vr = Volume bulk

 Kompressibilitas pori-pori batuan, cP


Didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume pori dari batuan terhadap
satuan perubahan tekanan. Secara matematika dirumuskan koefisien
kompressibilitas sebagai :

1 δ V P ...............................................................................(2-20)
CP= − ( )
VP δ P T

Dimana :
Cp = Koefisien kompresibilitas pori batuan, psi-1
Vr = Volume pori batuan
P = Tekanan pori, psi

Di antara konsep diatas, kompressibilitas pori–pori batuan dianggap yang


paling penting dalam teknik reservoir khususnya. Batuan yang berada pada
kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan, yaitu :
a. Internal stress, yang berasal dari desakan fluida yang terkandung di dalam
pori-pori batuan (tekanan fluida formasi).
b. Eksternal stress, yang berasal dari pembebanan batuan yang ada di atasnya
(tekanan overburden).
2.1.2.2. Sifat Fisik Mekanik Batuan Formasi
Sifat fisik mekanik dari batuan formasi merupakan salah satu faktor yang
perlu diperhatikan khususnya dalam hal penilaian formasi yang menggunakan
metode logging. Sifat fisik mekanik batuan formasi yang perlu diketahui antara
ain adalah sifat kelistrikan, sifat keradioaktifan dan sifat perambatan terhadap
gelombang suara.
2.1.2.2.1. Sifat Kelistrikan
Yang dimaksud dengan sifat kelisrikan adalah sifat-sifat dari batuan apabila
batuan tersebut diberi arus listrik. Sifat kelistrikan batuan ini sangat membantu
dalam menganalisa karakteristik batuan dan fluida reservoir yang terdapat
dibawah permukaan.
Sebagian besar batuan reservoir pada umumnya adalah batuan sedimen yang
bersifat non konduktif. Karena adanya fluida konduktif yang menempati rongga
pori-pori batuan tersebut, maka batuan tersebut menjadi bersifat konduktif. Fluida
yang konduktif adalah air formasi yang didalamnya mengandung larutan garam,
sedangkan minyak dan gas merupakan fluida yang bersifat non konduktif.
Komponen padat dari batuan adalah kumpulan mineral dan mineral-mineral
tersebut sebagian besar bersifat non konduktif dan hanya sebagian kecil saja yang
bersifat konduktif. Contoh mineral yang bersifat konduktif adalah : pyrite,
magnetite dan galena. Sedangkan mineral-mineral silikat, karbonat dan oksida
merupakan mineral yang bersifat non-konduktif. Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap sifat kelistrikan adalah : sifat-sifat tahanan (resistivity) dari batuan
formasi, air formasi dan tahanan fluida disekitar lubang bor.
 Tahanan Batuan Formasi
Pengukuran tahanan listrik (resistivity) formasi (metode logging) dilakukan
untuk mengetahui kejenuhan kandungan hidrokarbon dalam ruang berpori, yaitu
dengan mengaplikasikan dalam persamaan Archie. Pada kondisi logging yang
normal, matrik batuan dianggap sebagai insulator yang sempurna yaitu bukan
sebagai media penghantar arus listrik. Semua penghantaran arus melalui fluida
dalam pori batuan, dan pada kedalaman lebih dari 2000 ft air formasi umunya
bersifat saline sehingga merupakan konduktor yang baik. Formasi kandung air
(water-bearing formation) memiliki daya hantar (conductivity) yang tinggi atau
sama dengan resistivitas rendah, sedangkan untuk batuan berpori yang
mengandung fluida minyak dan gas, resistivitasnya berbanding terbalik dengan
fluida air yaitu dimana minyak dan gas tidak menghantarkan arus listrik.

Gambar 2.5.
Ilustrasi Resistivitas
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)

Misalkan sebuah kubus dengan volume 1 m3 dan semua sisinya tidak


menghantarkan listrik kecuali pada sepasang elektroda yang dipasang pada bagian
sisi yang berhadapan. Kemudian kubus tersebut diisi dengan air yangmengandung
10% Sodium Chloride (NaCl) yang seolah-olah (diasumsikan) sebagai air formasi.
Tegangan (Voltage, V) dengan frekuensi rendah dilewatkan melalui elektroda
dalam kubus, maka akan menghasilkan arus (I1), (lihat Gambar 2.5a).
Perbandingan V/I1, (volt/ampere) adalah resistivitas dari air formasi (R w,
ohm-meter). Besarnya resistivitas ini tergantung dari kandungan air dan
merupakan fungsi dari salinitas dan suhu (temperatur), untuk air dengan sifat
konduktivitas tinggi maka resistivtasnya akan rendah.
Ketika sejumlah batu (sand) dimasukkan ke dalam kubus (tersebut diatas)
yang telah berisi air, maka sejumlah air akan pindah ke dalam ruang pori batuan
sebagai akibat adanya porositas batuan. Dan apabila suatu tegangan dialirkan
melalui elektroda-elektrodanya maka akan menghasilkan arus (I2) , (lihat Gambar
2.5b). Harga I2 ini lebih kecil dari I1, karena resistivitasnya lebih besar.
Perbandingan V/I2 adalah resistivitas dari formasi kandung air (Ro).
Apabila sejumlah ruang pori batuan yang berisi air didesak dan digantikan
oleh minyak (oil), maka akan menghasilkan keadaan seperti pada (Gambar 2.5c).
Untuk tegangan yang sama dialirkan melewati elektroda-elektrodanya dan akan
menghasilkan arus (I3) yang nilainya lebih kecil dari I2, hal ini disebabkan karena
air yang bertindak sebagai konduktor semakin berkurang. Perbandingan V/I 3
adalah resistivitas dari formasi kandung minyak (oil bearing formation, Rt).

 Faktor Formasi
Faktor formasi adalah perbandingan antara harga tahanan formasi batuan
yang dijenuhi 100 % oleh air formasi dengan harga tahanan dari air formasi itu
sendiri, atau dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
Ro
F= ........................................................................................ (2-21)
Rw
dimana:
F : faktor formasi
Ro : tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 %, ohm-m
Rw : tahanan air formasi (air garam), ohm-m
Pada prisipnya faktor formasi ini berhubungan dengan porositas, yaitu dalam
bentuk :
a
F= ...................................................................................(2-22)
∅m
dimana :
Φ = porositas, fraksi
a = konstanta yang tergantung pada lithologi (faktor turtuosity)
m = faktor semetasi (klasifikasinya dapat dilihat pada Tabel II-9)
Nilai a dan m memiliki variasi nilai dimana nilai tersebut berdasarkan dari
variasi ukran butir, pemilihan butir, dan tekstur batuan. Nilai a untuk sandstone
adalah 0,62 sedangkan nilai a untuk sandstone adalah 1.
Ketika Φ = 1 (all water no matrix), Ro sama dengan Rw. Dan ketika Φ = 0
(no pore water, solid matrix), Ro menjadi tidak terbatas.
Tahanan batuan formasi akan dipengaruhi oleh adanya jumlah fluida
dalam ruang pori-pori. Oleh karena itu porositas batuan formasi akan mengontrol
jumlah fluida didalamnya, sedangkan sementasi dan distribusi ukuran butir dapat
mengontrol pori-pori batuan yang berhubungan. Sehingga terdapat hubungan
antara tahanan formasi, porositas dan sementasi. Hubungan antara porositas dan
tahanan formasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

1
F=
φ2 (untuk limestone)............................................(2-23)
0 , 81 0 , 62
F= 2
F=
φ atau φ2 ,15 (untuk sand) ................................(2-24)

Dari persamaan Archie tersebut nampak bahwa batuan yang mempunyai


porositas besar akan menghasilkan harga faktor sementasi yang kecil, sebaliknya
bila porositas kecil harga faktor sementasinya besar.
Tabel II-9.
Faktor Sementasi (m) dan Litholog
(Pirson, S.J. : Hand Book of Well Log Analysis for Oil Gas Formation
Evaluation,1963)
Rock Description m Values
 Unconsolidated rocks (loose sands, oolitic 1.3
limestones)
 Very slightly cemented (Gulf Coast type 1.4 – 1.5
sands, except Wilcox)
 Slightly cemented (most sands with 20 1.6 – 1.7
percent porosity or more)
 Moderately cemented (highly consolidated 1.8 – 1.9
sands of 15 percent or less)
 Highly cemented (low porosity sands, 2.0 – 2.2
quartzite, limestone, dolomite of
intergranular porosity, chalk)
 Tahanan Air Formasi
Pada umumnya air formasi bersifat konduktif karena mengandung ion-ion
garam (Na+) yang terlarut di dalamnya. Bila satu potensial listrik diberikan pada
statu cairan elektrolit maka ion-ion tersebut akan bermigrasi ke arah elektroda
yang memiliki polaritas yang berlawanan dengan jenis-jenis ion tersebut. Kation
(ion positif) akan bergerak menuju ke katoda (elektroda negatif) dan sebaliknya
anion (ion negatif) akan bergerak menuju ke anoda (elektroda positif). Kation
yang monovalent bila mencapai katoda akan dinetralisir dengan cara menerima
satu elektron, sebaliknya anion yang monovalent bila mencapai anoda akan
dinetralisir dengan memberikan satu elektron.
Setiap ion yang monovalent akan membawa satu unit muatan listrik dan
membawanya sesuai dengan kemampuan. Dengan demikian kaemampuan suatu
cairan elektrolit untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada jumlah ion tiap
unit volumenya (konsentrasi ion) dan juga tergantung pada kecepatan ion yang
bergerak pada suatu potentsial tertentu.
Disamping ion-ion monovalent seperti Na+, K+, HCO3-, dan Cl-, di dalam
air formasi juga terdapat ion-ion yang monovalent. Setiap ion-ion ini
kemungkinan membawa muatan listrik yang lebih dari atu unit, seperti ion-ion
Ca2+, Mg2+, CO32-, S2-, dan SO42-. Factor lain yang mempengaruhi air formasi untuk
menghantarkan arus listrik adalah temperaturnya karena temperatur ini akan
mempengaruhi mobilitas dari ion-ion yang terkandung di dalamnya. Batuan
sedimen yang mengandung air formasi akan bersifat konduktif, sehingga harga
konduktifitasnya yang terukur dalam interpretasi log listrik akan selalu
dihubungkan dengan adanya kandungan air formasi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menginterpretasikan harga
konduktifitas batuan, anatra lain adalah :
1. Bila pori-pori batuan terisi oleh air formasi, maka tahanan dari batuan itu
akan rendah dan konduktifitasnya menjadi besar.
2. Bila pori-pori batuan terisi oleh hidrokarbon (minyak atau gas), maka
tahanan batuan tersebut akan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
yang berisi air formasi.
Akan tetapi harga tahanan batuan saja tidak bisa digunakan untuk
menentukan keberadaan minyak dan gas, kecuali harga tahanan batuan tersebut
sama dengan harga tahanan batuan yang terisi 100 % air. Maka dengan
mengetahui perbandingan antara Rt dan Ro atau yang biasa disebut Resistivity
Index (Ir), bisa diprediksikan keberadaan dari minyak dan gas.
Rt
I r= .................................................................................... (2-25)
Ro
Percobaan yang dilakukan oleh Archie menunjukkan bahwa resistivity
index berhubungan dengan fraksi dari ruang pori batuan yang berisi air atau yang
biasa disebut saturasi air (Sw). Hubungan kedua parameter tersebut dinyatakan
dalam bentuk :
log I r ¿−n log S w........................................................................ (2-26)

I r ¿ S w−n ..................................................................................... (2-27)


Rt
¿ S −n.................................................................................... (2-28)
Ro w
Ro
Rt = .................................................................................... (2-29)
S wn
Dimana :
Rt = tahanan batuan formasi kandung minyak, ohm-m
Ro = tahanan batuan formasi kandung air, ohm-m
Sw = saturasi air, fraksi
n = exponen saturasi

Ketika Sw = 1 (all water in the pore), Rt akan sama dengan Ro. Dan ketika
Sw = 0 (all oil in the pores, jika mungkin) maka Rt akan bernilai tidak terbatas.
Karena baik oil maupun matriks adalah insulator (tidak menghantarkan arus).
Berdasarkan hasil test laboratorium didapatkan harga rata-rata untuk n = 2
sehingga saturasi air dapat dicari berdasarkan rumus :
Ro
Sw = √ Rt ..............................................................................(2-30)
Persamaan (2-30) tersebut dapat digunakan langsung untuk menghitung
harga Sw hanya apabila zona water-bearing mempunyai porositas dan salinitas
yang sama.
Secara umum pengukuran Ro tidak dapat diketahui secara langsung dari
hasil pembacaan grafik log, sehingga persamaan (2-30) masih perlu penjabaran.
Dengan memasukkan persamaan (2-21) dan (2-22):
a . Rw
Sw =
√ ∅m . R t
.......................................................................(2-31)

Dengan memasukkan harga m rata-rata = 2

c Rw
Sw =
∅ √ Rt
.................................................................................(2-32)

Dimana :
c = konstanta (= 1,0 untuk karbonat, dan = 0,9 untuk sand)
Persamaan (2-32) merupakan persamaan dasar interpretasi log, dan ini
dikembangkan oleh G. E. Archie.
Zona invasi ditandai adanya penembusan oleh mud filtrat dan sering
dikenal dengan nama flushed zone (lihat Gambar 2.6).
Gambar 2.6. Profil Sumur
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)
Saturasi air untuk flushed zone (Sxo) didasarkan pada pengembangan
persamaan dasar Archie untuk logging (2-32), dan didapatkan :

c R mf
S xo=
∅ √ R xo
...............................................................................(2-33)

Dimana :
S xo = saturasi air filtrat pada flushed zone, fraksi
Rmf = tahanan air filtrat, ohm-m

R xo = tahanan formasi pada flushed zone, ohm-m


Saturasi minyak pada flushed zone (1-Sxo) akan lebih kecil dibandingkan
saturasi minyak pada univaded zone (1 –Sw), hal ini dikarenakan pengaruh filtrat
yang menembus pori batuan, mendesak dan menggantikan posisi minyak pada
invaded zone. Dari kedua zona yang berbeda tersebut dapat diketahui mobilitas
saturasi minyak, yang merupakan fraksi fluida batuan berpori yaitu minyak yang
dapat bergerak (mobile). Mobilitas saturasi minyak ini dapat menggambarkan
jumlah fraksi minyak yang mungkin dapat diambil, dan dirumuskan dalam
persamaan :

Rmf R
S xo−S w =
c
∅ (√ √ )
R xo
− w ..........................................................(2-34)
Rt

2.1.2.2.2 Sifat Radioaktif


Proses radioaktif merupakan suatu proses dimana suatu inti atom mengalami
penguraian (desintegrasi) secara spontan. Pada waktu pecahnya atom tersebut
akan selalu diikuti emisi (radiasi) radioaktif, seperti sinar Alpha ( α ), sinar Beta
( β ) dan sinar Gamma ( γ ). Adapun kekuatan radioaktif ini tergantung dari jenis
bahan radioaktif tersebut, sehingga sifat radioaktif formasi akan tergantung pada
kandungan jenis radioaktif batuan.
1. Macam-macam Radiasi
Ada tiga macam radiasi radioaktif, yaitu : sinar alpha, sinar beta, dan sinar
gamma. Disamping itu partikel neutron merupakan partikel yang tidak stabil dan
dapat pecah menjadi proton, elektron, dan neutron beserta radiasinya.
a. Sinar Alpha ( α )
Sinar alpha ini terdiri dari partikel-partikel yang bermuatan listrik dengan
muatan dua kali muatan elektron, tetapi tandanya berlawanan. Sifat yang
disamai dengan partikel alpha ini adalah ion-ion Helium (He) yang bermuatan
rangkap dan bernotasikan sebagai 2a4 atau 2He4. Partikel ini dapat diserap
sempurna oleh kepingan aluminium setebal 0,1 mm.
b. Sinar Beta ( β )
Sinar beta ini merupakan elektron-elektron yang berkecepatan tinggi dan
dilepaskan dari inti atom suatu zat radioaktif. Di dalam medium magnet sinar
ini akan mengalami defleksi ke arah yang berlawanan dengan partikel alpha
dan tenaga penetrasinya jauh lebih kuat dibandingkan dengan partikel alpha.
Partikel beta dapat diserap secara sempurna oleh lapisan aluminium setebal 5
mm atau pada lapisan plumbum setebal 1 mm.
c. Sinar Gamma ( γ )
Sinar gamma merupakan radiasi sinar gelombang pendek yang tidak
mengalami defleksi di dalam medan magnet. Sinar gamma ini sejenis dengan
sinar-X, tetapi panjang gelombang yang lebih pendek dan keduanya
merupakan radiasi elektromagnetik karena tidak mempunyai massa. Oleh
karena mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek, maka sinar ini
mempunyai daya tembus yang sangat besar. Untuk besi, sinar ini dapat
menembus sampai setebal 25 cm atau pada plumbum setebal 8 cm. Sinar
gamma inilah yang digunakan pada penilaian formasi (gamma-ray log),
karena mempunyai daya tembus yang tinggi.

2. Keradioaktifan Batuan
Sifat radioaktif batuan dapat ditimbulkan oleh adanya kandungan zat
radioaktif dalam batuan tersebut (lihat Gambar 2.7), yang biasanya banyak
terdapat pada batuan sedimen terutama clay. Ada tiga seri unsur-unsur radioaktif
yang terdapat di alam, yaitu seri Uranium ( U ), seri Thorium ( Th ), dan seri
Actinium ( K ).
Kandungan radioaktif pada batuan sedimen dapat dibagi menjadi 4 golongan,
yaitu :
a. Radioaktif yang sangat rendah, meliputi anhidrit, salt, dan coal
b. Radioaktif yang rendah, meliputi pure limestone, dolomite, dan sandstone
c. Medium radioaktif, meliputi arkose, granite, shaly sand, shaly limestone
dan shaly dolomite
d. High radioaktif, meliputi shale, vulkanik, dan bentonite
Banyaknya kandungan radioaktif pada batuan sedimen, dapat
menginformasikan lithologi batuan dengan diresponnya radiasi sinar gamma oleh
gamma ray log (lihat gambar 2.8)
Gambar 2.7.
Unsur Radioaktif Alamiah
(Schlumberger: “Log Interpretation Principles/Applications”, 1998)

Reaksi neutron dengan inti target dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu yang
bersifat menyebar (scattering) dan bersifat menangkap (capture). Tipe tumbukan
yang mengakibatkan penyebaran dan mempunyai pengaruh penting dalam
penilaian formasi khususnya logging adalah tumbukan inelastik (inelastic
collision).
Karakteristik inti elemen di dalam batuan dan yang diperhatikan dalam
penilaian formasi (logging) adalah penangkapan thermal neutron dan inelastic
scattering serta energi yang mengemisi sinar gamma. Reaksi batuan terhadap
sinar gamma, dapat merupakan faktor yang penting terutama pada peralatan
density log yang digunakan untuk mengukur porositas batuan.
Gambar 2.8.
Respon Gamma Ray pada Jenis-jenis Formasi
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)

2.1.2.2.3. Sifat Perambatan terhadap Gelombang Suara


Sifat rambat bunyi ini merupakan sifat fisik batuan yang dapat membantu
dalam menentukan sifat fisik mekanik batuan resevoir minyak dan gas. Setiap
benda padat dapat menyalurkan gelombang akustik. Yang diperlukan adalah
sumber tenaga dan alat detektor. Jika waktu rambat gelombang suara diketahui
dan panjang jarak yang ditempuh juga diketahui, maka kecepatan gelombang
suara dapat dihitung. Kecepatan perambatan ini tidak sama untuk berbagai jenis
benda padat sehingga dapat digunakan untuk menentukan karakteristik suatu
batuan formasi.
Teori elastisitas menyelidiki hubungan antara gaya external yang dikenakan
pada benda dan menghasilkan perubahan ukuran dan bentuk pada benda tersebut.
Pada teori ini, diasumsikan perubahan bentuk yang terjadi kecil dan bentuk akan
kembali seperti semula setelah gaya dipindahkan. Gaya yang dikenakan dan
perubahan bentuk yang dihasilkan dideskripsikan sebagai stress dan strain.
Stress adalah gaya, F, per satuan luas, A, yang dikenakan. Strain, ϵ, adalah
perubahan bentuk per satuan panjang, L, atau volume, V, seperti terlihat pada
Gambar 2.9.
Gambar 2.9.
Perubahan Bentuk Longitudinal, Transversal dan Shear
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)
Pada batas elastisitas, seperti terlihat pada Gambar 2.10 stress sebanding
dengan strain (hukum Hooke).

Gambar 2.10.
Grafik Stress/Strain untuk Material Elastis
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)

Hubungan antara stress dan strain disebut modulus elastisitas yang dapat
dirumuskan seperti dibawah ini:
Young’s Modulus, E
Adalah perbandingan compressive stress (FL /A) dengan resultan strain ϵL =
L/L :
F L/ A
E= .....................................................................................................(2-35)
∆ L/L

Shear Modulus, G
Adalah perbandingan shear stress (FS /A) dengan shear strain ϵS = L/L :
FS / A
G= ..................................................................................................(2-36)
∆ L/ L
Bulk Modulus, K
Bulk modulus adalah perubahan volume, V, di bawah tekanan hidrostatis, p.
p
K= ....................................................................................................(2-37)
∆V /V

Poisson’s Ratio, μ
Adalah pengukuran perubahan bentuk geometri karena uniaxial stress.
Yaitu perbandingan antara perubahan diameter, d, (transverse strain, ϵT) dengan

perubahan panjang (longitudinal strain, ϵL) :


∆ d /d
μ= .................................................................................................(2-38)
∆ L /L
Hubungan diantara Parameter Elastisitas
Keempat parameter diatas saling berhubungan, yang ditunjukkan seperti di
bawah ini:
E = 2(1+μ)G.................................................................................................(2-39)

E
K= ...............................................................................................(2-40)
3(1−2 μ)
Dimana :
F = Gaya yang bekerja pada media, Newton.
A = Luas permukaan benda, m2
L = Panjang benda, meter
L = Perubahan panjang benda, meter
V = Volume benda, m3
V = Perubahan volume benda, m3
F
A = Gaya persatuan luas, N/m2
ΔL
L ...........................................................................................................=

Regangan geser (perubahan panjang persatuan panjang)


ΔV
V = Regangan volume (perubahan volume persatuan volume)
Ada 2 jenis gelombang suara, yaitu gelombang longitudinal (compressional
wave) dan gelombang transversal (shear wave).

Gelombang Longitudinal (Compressional Wave)


Gelombang longitudinal adalah bentuk gelombang yang arah rambatannya
searah dengan arah getarannya. Gelombang ini diakibatkan oleh gangguan
mekanik yang dikirimkan oleh gerakan partikel secara paralel kearah rambatan
gelombang (Gambar 2.11). Partikel yang bergerak-gerak secara harmonis
mendorong dan menarik partikel di sekitarnya, yang mengirimkan gangguan ke
seluruh material. Kecepatan gerakan gelombang compressional, Vp adalah:
1 4 12
V P= 1
( K + G) ........................................................................................(2-41)
2
3
ρ
Dimana ρ adalah densitas.
Gambar 2.11.
Gelombang Longitudinal
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)

Gelombang Transversal (Shear Wave)


Adalah gerakan partikel yang tegak lurus terhadap arah rambatan
gelombang (Gambar 2.12). Partikel bergerak harmonis, dimana untuk bergerak
tiap partikel harus mempunyai gaya untuk menarik partikel di sekitarnya. Dimana
gelombang transversal dapat dirambatkan dengan adanya tabrakan elastis antara
satu molekul dengan molekul sebelahnya, harus ada gaya tarik diantara molekul
untuk mengirimkan gelombang.
Kecepatan gelombang transversal :
1
G
V S=( )ρ
2
(2-42)

Gambar 2.12.
Gelombang Transversal
(Khan, M.I. and Islam, M.R.: “The Petroleum Engineering Handbook, Sustainable
Operations”, 2007)

Dari dua parameter kecepatan gelombang diatas, dapat digunakan untuk


menentukan poisson’s ratio. Dari persamaan 2-41:
3
G= ( V 2 ρ−K )............................................................................................(2-43)
4 p
Dari persamaan 2-42 :
G=V s2 . ρ .....................................................................................................(2-44)
Dengan menggabungkan persamaan 2-43 dan 2-44
4
(V 2 . ρ )=(V p2 ρ−K ) ...................................................................................(2-45)
3 s
4
K=( V p2 . ρ ) − (V 2 . ρ ) .................................................................................(2-46)
3 s
4
( )
K= ρ V p2− V s2 ........................................................................................(2-47)
3
Persamaan 2-47 disubstitusikan ke persamaan 2-40 untuk mendapatkan nilai
poisson’s ratio.
4 E
(
ρ V p 2− V s 2 =
3 )
3 (1−2 μ)
............................................................................(2-48)

E
3−6 μ=
4 ................................................................................(2-49)
(
ρ V p 2− V s 2
3 )
E
μ=1−
4 .................................................................................(2-50)
(
3 V p2− V s2 ρ
3 )
Dimana V p dan V s didapatkan salah satu log akustik yaitu Long Space Sonic log.

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir


Fluida reservoir merupakan campuran yang sangat kompleks dalam
susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida hidrokarbon perlu
dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi hidrokarbon, menentukan
laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar sumur, mengontrol
gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain. Fluida reservoir minyak dapat berupa
hidrokarbon dan air (air formasi). Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa
gas, zat cair ataupun zat padat. Sedangkan air formasi merupakan air yang
dijumpai bersama-sama dengan endapan minyak. Yang akan dibahas dalam
karakteristik fluida reservoir meliputi komposisi kimia fluida reservoir dan sifat
fisik fluida reservoir.
2.2.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon
Hidrokarbon merupakan suatu persenyawaan yang terdiri dari atom
hidrogen (H) dan atom karbon (C). Berdasarkan struktur molekulnya, senyawa
hidrokerbon dapat dibagi menjadi dua golongan utama yaitu :
 Golongan Alifatik, yang terdiri dari :
o Alkana
o Alkena
o Alkuna
o Siklo Alifatik
 Golongan Aromatik.

Gambar 2.13.
Pembagian Golongan Hidrokarbon
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)

2.2.1.1. Famili Alkana (Alkanes)


Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+2 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
dari satu atom C berhubungan dengan atom C di sebelahnya. Seri homolog
hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkanes).
Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan
parafin. Pada Tabel II-10 menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota
alkana sesuai dengan jumlah atom karbonnya.

Tabel II-10.
Alkana (CnH2n+2)
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)

Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama merupakan
gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena penambahan
jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta-dekana (C17H36)
merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom karbon atau
lebih merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang memperlihatkan
gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, di mana untuk rantai
bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan. Perubahan
dalam struktur menyebabkan perubahan dalam gaya antar molekul (inter
molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan titik didih di
antara isomer-isomer alkana. Seri n-alkana yang ditunjukkan pada Tabel II-11,
memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.

Tabel II-11.
Sifat – sifat Fisik n-Alkana
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

2.2.1.2. Famili Alkena (Alkenes)


Famili hidrokarbon yang disebut alkena sering disebut sebagai “hidrokarbon
tak jenuh” dan kadang-kadang disebut juga “olefin”. Rumus umum untuk
keluarga alkena adalah CnH2n. Struktur alkena dicirikan oleh adanya ikatan
rangkap dua (double bond) antara atom karbon dengan atom karbon lain.
Penamaan famili alkena dilakukan dengan cara memberikan nama awal yang
sama dengan famili alkana, yang menunjukkan jumlah atom karbon di dalam
senyawa tersebut, kemudian diberi akhiran “ena”. Akhiran “ena” ini menunjukkan
bahwa senyawa yang bersangkutan merupakan famili alkena. Sama halnya seperti
alkana, maka penambahan satu atom karbon menyebabkan kenaikan titik didih
sekitar 20-30oC. Secara kimiawi, karena ikatan rangkap dua tidak stabil dan
mudah dipisahkan dengan bahan kimia lain, maka alkena lebih reaktif bila
dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh yang telah
dijelaskan di atas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih dikenal
dengan deretan olefin, sedangkan senyawa hidrokarbon yang mengandung dua
atau lebih ikatan ganda (double bond) biasanya dikenal dengan nama alkadiena,
alkatriena, serta alkatetraena.
Tabel II-12.
Sifat-sifat Fisik Alkena
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

2.2.1.3. Famili Alkuna (Alkynes)


Famili hidrokarbon yang disebut alkuna sering disebut sebagai “hidrokarbon
tak jenuh”. Rumus umum untuk keluarga alkuna adalah CnH2n-2. Struktur alkuna
dicirikan oleh adanya ikatan rangkap tiga (triple bond) antara atom karbon dengan
atom karbon lain. Penamaan famili alkuna dilakukan dengan cara memberikan
nama awal yang sama dengan famili alkana, yang menunjukkan jumlah atom
karbon di dalam senyawa tersebut, kemudian diberi akhiran “una”. Akhiran “una”
ini menunjukkan bahwa senyawa yang bersangkutan merupakan famili alkuna.
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkuna ini hampir sama dengan alkana dan
alkena, sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya
lebih reaktif dari alkana. Ikatan rangkap tiga menunjukkan kondisi yang lebih
lemah dibanding ikatan rangkap dua, tetapi ikatan rangkap tiga kurang reaktif
dibanding ikatan rangkap dua terhadap beberapa reaktan tertentu. Sebagian besar
reaksi yang dialami alkuna menyebabkan perubahan ikatan rengkap tiga menjadi
1 ikatan rangkap dua dan 1 ikatan tunggal.
Tabel II-13.
Sifat-sifat Fisik Alkuna
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

2.2.1.4. Famili Hidrokarbon Alifatik Siklik (Cyclic Aliphatic)


Senyawa golongan ini dimana susunan atom karbonnya berbentuk cincin.
Golongan ini termasuk hidrokarbon jenuh tetapi rantai karbonnya merupakan
rantai tertutup. Yang umum dari golongan ini adalah sikloalkana atau dikenal juga
sebagai naftena, sikloparafin atau hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin
karena sifat-sifatnya mirip dengan parafin, sebagaimana terlihat pada Tabel II-14.
Apabila dalam keadaan tidak mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftena
atau sikloparafin ini adalah CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri
alkena, tetapi sifat fisik keduanya jauh berbeda karena strukturnya yang sangat
berbeda.

Tabel II-14.
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Alifatik Siklik
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

2.2.1.5. Golongan Aromatik


Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa hidrokarbon
lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini adalah CnH2n-
6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga ikatan tunggal
dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling. Jadi deretan benzena tidak
menunjukkan sifat reaktif yang tinggi seperti olefin.
Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam minyak
mentah yang merupakan sumber utamanya. Pada suatu suhu dan tekanan standard,
hidrokarbon aromatik ini dapat berada dalam bentuk cairan atau padatan.
Benzena merupakan zat cair yang tidak berwarna dan mendidih pada
temperatur 176 oF, dimana dapat dilihat pada Tabel II-15. Nama hidrokarbon
aromatik diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.

Tabel II-15.
Sifat-sifat Fisik Dari Golongan Aromatik
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second edition, 1990)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

2.2.2. Komposisi Kimia Air Formasi


Analisa kimia pada air formasi perlu dilakukan untuk menentukan jenis dan
sifat-sifatnya karena rata-rata memiliki kadar garam yang lebih tinggi, sehingga
studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-sifat fisiknya ini menjadi penting
karena sangat berhubungan dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi
dan korosi pada peralatan di bawah dan di atas permukaan. Air formasi tersebut
terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi metal-metal alkali dan
alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium serta bahan-bahan organis
seperti asam nafta dan asam gemuk. Air formasi mempunyai kation dan anion
dengan jumlah tertentu dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti
yang ditunjukkan pada Tabel II-16. merupakan hasil analisa dari air asin/formasi.
Kation-kation air formasi antara lain adalah : Sodium (Na+), Calcium (Ca++),
Magnesium (Mg++), Iron (Fe+), dan Barium (Ba++). Sedangkan yang termasuk
anion-anion air formasi adalah Chloride (Cl-), Bicarbonate (HCO3-), Sulfat
(SO4--), dan Carbonate (CO3-) dengan total kandungan padatan sebesar 68.030
ppm.

Tabel II-16.
Komposisi Kimia Air Formasi
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition,1990)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir


2.2.2.1. Sifat Fisik Minyak
Beberapa sifat fisik fluida reservoir yang perlu diketahui adalah : specific
gravity minyak, densitas minyak, kelarutan gas dalam minyak (Rs), Bubble Point
(Pb), kompresibilitas minyak, faktor volume formasi minyak, dan viskositas
minyak.
2.2.2.1.1. Densitas Minyak dan Specific Gravity Minyak
Densitas minyak (ρo) didefinisikan sebagai perbandingan berat minyak (lb)
terhadap volume minyak (cuft). Metode dalam pengukuran densitas adalah
dengan memperkirakan densitas berdasarkan pada komposisi minyaknya.
Persamaan yang digunakan adalah :

ρoSC =
∑ Xi M i
∑ ( X i M i / ρoSCi ) .............................................................. (2-51)
Dimana :
oSC = Densitas minyak (14,7 psia; 60 oF)
oSCi = Densitas komponen minyak ke-i (14,7 psia; 60 oF)
Xi = Fraksi mol komponen minyak ke-i
Mi = Berat mol komponen minyak ke-i.
Biasanya specific gravity minyak (SG = γo), dikaitkan dengan sebagai
perbandingan densitas minyak (ρo) terhadap densitas air (ρw) , dengan persamaan :
ρo
γ o=
SG = ρw .................................................................................(2-52)

Beberapa densitas lainnya dapat dihitung yaitu densitas dari air dapat
dihitung dari persamaan :
1
ρw = .............................................................(2-53)
0,01602+(0,000023 xG)

Di mana :
ρw = Densitas air, (lb/ft3)
G = -6,6 + 0,0325 x T + 0,000657 x T 2
T = Temperatur, (0F).
0
Peningkatan API dari sebuah minyak mentah dengan meningkatnya
temperatur. Sebelum spesifik gravity dapat diukur, minyak harus bebas dari air.
Gravity API pada ruang temperatur ditentukan pada persamaan :
141,5
˚ API = −131,5..........................................................................(2-54)
SG

Jenis minyak mentah berdasarkan API gravity adalah :


1. Tar atau Bitumen : < 10 oAPI
2. Minyak berat : 10 – 20 oAPI
3. Minyak sedang : 20 – 30 oAPI
4. Minyak ringan : > 30 oAPI.

2.2.2.1.2. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas dalam minyak (Rs) didefinisikan sebagai banyaknya volume
gas yang terlarut dari suatu minyak mentah pada kondisi tekanan dan temperatur
reservoir, yang dipermukaan volumenya sebesar satu stock tank barrel, faktor
yang mempengaruhi kelarutan gas dalam reservoir minyak adalah :
 Tekanan : Pada suhu tetap kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan.
 Komposisi minyak dalam gas : Kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.
 Temperatur : Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.

Grafik hubungan Rs terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.14.


harga Rs dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan dibawah Pb (P < Pb), R s akan turun sebagai akibat gas yang terlarut
pada tekanan tertentu akan mulai melepaskan diri dari larutannya.
 Tekanan antara Pi dan Pb, Rs konstan sebagai akibat belum ada gas yang
terbebaskan sebelum mencapai Pb.

Gambar 2.14.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Dua jenis uji penentuan kinerja dari karakteristik minyak dan gas yaitu :
1. Uji flash liberation.
Merupakan proses pembebasan gas dimana tekanan diberikan dalam jumlah
tertentu lalu perlahan-lahan tekanan dikurangi sehingga terbentuk
kesetimbangan yang dicapai antara gas, minyak dan mercury (air raksa).
2. Uji diffrential liberation.
Uji ini dirancang untuk memperkirakan kondisi dalam reservoir ketika gas
yang dilepaskan dari minyak akibat adanya penurunan tekanan, ini sebagai
hasil dari gravity segregation.
Dari penjelasan diatas dapat divisualisasikan pada Gambar 2.15. dibawah ini :

Gambar 2.15.
Skematik PVT test dari flash dan differential
(Pinczewski, W. Val ” Applied Reservoir Engineering”, 2004)

2.2.2.1.3. Kompressibilitas Minyak


Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume minyak
akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut:

1 δV
C o =−
V δP ( ) ............................................................................(2-57)
Persamaan (2-39) dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah dipahami,
sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
C pr
C o=
P pc dimana P = Ppr . Ppc......................................................(2-58)
Sehingga persamaan diatas dapat berubah menjadi :
Cpr . Ppr = Co . P..................................................................................(2-59)
C pr . P pr
Co = P ..................................................................................(2-60)
Di mana :
Cpr = kompresibilitas pseudoreduced, (psia-1)
Ppr = tekanan pseudoreduced, (psia)
P = tekanan reservoir, (psia)
Co = kompresibilitas minyak, (psi-1).
Untuk memperkirakan harga kompresibilitas pseudoreduced cukup dengan
melakukan korelasi pada Gambar 2.18, sebelumnya harus menentukan tekanan
pseudoreduced dari hidrokarbon (Ppr) dan temperatur pseudoreduce (Tpr),
dimana harga Ppr dan Tpr dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Pres (tekanan absolut )
pseudo− reduced pressure , P pr =
P p (tekanan kritik )
c .......(2-61)
T res (temperatur absolut )
pseudo− reduced temperature , T pr =
T p ( temperatur kritik )
c (2-62)
Untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal didapat dari
korelasi pada Gambar 2.19, dimana awalnya telah diketahui terlebih dahulu
melalui perhitungan spesifik gravity dari reservoir.
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

Gambar 2.18.
Variasi Dari Kompresibilitas Pseudoreduced Dengan
Tekanan Pseudoreduced Pada Temperatur Pseudoreduced
(Mc.Cain,W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

Gambar 2.19.
Variasi Dari Tekanan dan Temperatur Pseudokritikal
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”,Second Edition, 1990)

2.2.2.1.4. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak didefinisikan perbandingan relatif antara
volume minyak awal (kondisi reservoir) termasuk gas yang terlarut terhadap
volume minyak akhir (kondisi standar dalam tangki pengumpul), dapat ditulis
sebagai berikut (satuan yang digunakan bbl/stb) :
volume min yak + gas terlarut ( P∧T RES )
B o=
volume min yak (P∧T std ) ,bbl/stb.................(2-55)
Gambar 2.16.
Faktor Volume Formasi Minyak (Bo) Sebagai Fungsi Dari Tekanan
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada Gambar 2.16.


harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan di bawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagian gas
terbebaskan.
 Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik karena terjadinya
pengembangan minyak.
Apabila kondisi reservoir berada di atas Pb, maka Bo akan naik sampai
dengan Bob sesuai dengan turunnya tekanan sampai mencapai P b, sehingga sistem
cairan bertambah akibat pengembangan minyak. Setelah mencapai Pb, Bo akan
turun dengan berkurangnya tekanan selama proses produksi berlangsung. Hal ini
disebabkan makin banyaknya gas yang terbebaskan selama proses penurunan
tekanan. Pada faktor volume formasi minyak dikenal istilah faktor penyusutan
(shrinkage factor) bo, yang didefinisikan sebagai kebalikan dari Bo :
1
b o=
Bo ............................................................................................(2-56)

Penyusutan volume minyak disebabkan oleh keluarnya gas dari larutan


minyak. Faktor penyusutan berbanding lurus dengan daya larut gas (Rs), dimana
semakin banyak gas yang terlarut maka akan semakin besar harga faktor
penyusutan.
2.2.2.1.5. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah ukuran ketahanan minyak terhadap aliran, atau
dengan kata lain viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya
keengganan minyak untuk mengalir, dengan satuan centi poise (cp) atau gram/100
detik/1 cm dan dinotasikan dengan (). Viskositas minyak ada dua macam yaitu :
1. Viskositas dinamik atau absolut (Va)
Viskositas dinamik adalah kekentalan suatu fluida yang mempunyai nilai
dimensi gram/cm.dtk. Unit dari viskositas dinamis adalah poise.
2. Viskositas kinematik (Vk)
Viskositas kinematik adalah viskositas dinamik dibagi dengan densitas,
dimana keduanya diukur pada temperatur yang sama. Unit dari viskositas
kinematik adalah stoke yang mempunyai nilai dimensi cm2/dtk.

Viskositas minyak sangat dipengaruhi oleh :


 Temperatur : semakin tinggi temperatur maka semakin kecil viskositas
minyaknya karena minyak akan semakin encer.
 Tekanan : semakin besar tekanan maka semakin besar pula viskositasnya
sebab dengan tekanan yang besar minyak akan termampatkan.
 Komposisi : bila komposisinya kompleks maka viskositas minyak akan
semakin besar karena minyak menjadi semakin berat.
Hubungan antara viskositas minyak (o) terhadap tekanan (P) dapat dilihat
pada Gambar 2.17. Viskositas minyak sangat dipengaruhi oleh tekanan dan
jumlah gas yang terlarut dalam minyak tersebut, hal ini dijelaskan bahwa :
 Di bawah tekanan bubble point (P b) viskositas minyak akan turun dengan
naiknya tekanan.
 Di atas tekanan bubble point (Pb) viskositas minyak akan naik seiring dengan
naiknya tekanan.
Gambar 2.17.
Pengaruh Viskositas Minyak terhadap Tekanan
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition,1990)

2.2.2.2. Sifat Fisik Gas


2.2.2.2.1. Densitas Gas dan Specific Gravity Gas
Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal ini
massa dapat diganti oleh berat gas, (m). Sesuai dengan persamaan gas ideal, maka
rumus densitas untuk gas ideal adalah :
m PM
ρ g= =
V RT ,lb/cuft ..................................................................(2-63)
Dimana :
m = berat gas, (lb)
V = volume gas, (cuft)
M = berat molekul gas, (lb/lb-mole)
P = tekanan reservoir, (psia)
T = temperatur, (oR)
R = konstanta gas = 10,73 psia cuft/lb-mole (oR).

Spesific gravity dari gas diartikan sebagai perbandingan dari densitas pada
gas dengan udara kering pada P&T sama dirumuskan :
ρg
SGg = γg = ρudara ..........................................................................(2-64)

dalam asumsi tingkah laku gas dan udara pada hukum gas ideal, spesific gravity
diberikan sebagai berikut :
Mg M
= g
γg = M udara 29 ........................................................................(2-65)

Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan untuk
gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
P Ma
g 
z R T .....................................................................................(2-66)

Dimana :
z = faktor kompresibilitas gas (didapat pada Gambar 2.20)
Ma = berat molekul tampak
yi = komponen ke-i dalam suatu campuran gas, (fraksi mol)
Mi = berat molekul komponen ke-i dalam suatu campuran gas, (lb/lb mole).

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.20.
Faktor Kompressibilitas untuk Gas Alam
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
2.2.2.2.2. Faktor Deviasi (Z)
Pada kondisi tekanan dan temperatur tinggi (tidak standard), gas
hidrokarbon tidak sesuai lagi dengan gas ideal, sehingga gas hidrokarbon
merupakan gas non ideal atau “gas nyata”. Pada kondisi seperti inilah umumnya
perhitungan-perhitungan dalam teknik reservoir dan produksi dilakukan.
Persamaan umum gas ideal perlu dikoreksi sebelum diterapkan bagi gas
nyata.
Ada beberapa cara untuk melakukan koreksi ini, antara lain dengan menggunakan:
1. Persamaan Van der Waals
2. Persamaan Beattie-Bridgeman
3. Persamaan Benedict-Webb-Rubin (BWR)
4. Persamaan Kompresibilitas (Compressibility Equation of State).
Persamaan umum gas ideal harus di koreksi dengan suatu faktor koreksi agar
dapat berlaku bagi gas / campuran gas nyata. Faktor koreksi yang dimaksud,
disebut faktor kompresibilitas (compressibility factor) yang diberi simbol “Z”.
Dengan demikian persamaan gas nyata menjadi :
PV = Z m RT / M atau PV = Z n RT .........................................................
Faktor kompresibilitas merupakan perbandingan volume gas sebenarnya dengan
volume gas ideal pada kondisi tekanan dan temperatur yang sama. Harganya dapat
ditentukan dengan pengukuran langsung, korelasi Standing dan Katz, ataupun
menggunakan persamaan persamaan keadaan (equation of state).
2.2.2.2.3. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas isothermal dari gas diukur dari perubahan volume per unit
volume dengan perubahan tekanan pada temperatur konstan atau dalam
persamaan dapat ditulis menjadi :
1 δV
C=− ( )
V δP T ..............................................................................(2-71)
 Untuk gas ideal,
n.R .T δV n. R.T
V=
P maka ( δP )T = - p2
..................................................(2-72)
Sehingga didapat :
P n.R.T 1
C g =−
n.R.T
− (
P2
=
P ) ............................................,.................(2-
73)
 Untuk gas nyata,
z.n.R .T
V=
P ......................................................................................(2-74)
Sehingga didapat :
1 1 δZ δZ Δ Ppr ΔZ
C g= − ( ) ( )
P Z δP dimana : δP = ( ΔP ) . ( Δ Ppr
)......................(2-75)
δZ
Dimana P = Ppc . Ppr harga ( δP ) dapat ditentukan secara analitis, yaitu :
1 1 δZ
C g= − ( )
P pc . P pr Z . P pc δP pr ......................................................................(2-76)
atau

1 1 ΔZ
Cg . Ppc =

( )
P pr Z ΔP pr
..............................................................................(2-
77)
Persamaan (2-59) dapat diubah menjadi :
Cpr = Cg . Ppc .......................................................................................(2-78)

Di mana:
Cpr = isothermal pseudo-reduced compressibility
Cg = isothermal gas compressibility, psi-1
Ppc = pseudo-reduced pressure, psi.
Untuk menentukan harga Tpr dan Ppr didapat dari persamaan (2-43) dan (2-
44) yang kemudian digunakan untuk menentukan harga C pr dari grafik pada
Gambar 2.23. dan untuk menentukan tekanan kritikal dan temperatur kritikal
didapat dari korelasi grafik pada Gambar 2.24. dimana awalnya telah diketahui
terlebih dahulu melalui perhitungan gravity gas.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.23.
Koefisien Dari Kompressibilitas Untuk Natural Gas
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.24.
Temperatur dan Tekanan Kritikal fungsi dari Gravity Gas
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)

2.2.2.2.4. Faktor Volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas (Bg) adalah perbandingan volume dari sejumlah
gas pada reservoir dengan kondisi standar, dapat dituliskan :
Z . n . R .T
P
V res Z sc . n . R . T sc Z .T . P sc
Bg =
V sc = P sc = Z sc . T sc . P ............................(2-68)
atau
Bg
¿
0,0282Z res T
,cuft / scf
res ..............................................................................(2-69)
Pres

atau jika dalam suatu lapangan ( 1 bbl = 5,615 cuft)


Bg
¿
0,00502Z resT
, resbbl /scf
res ...........................................................................(2-70)
Pres

Di mana :
Vres = Volume gas pada kondisi reservoir, (cuft)
Vsc = Volume gas pada kondisi standar, (SCF)
Zres = Faktor kompressibilitas gas
Tres = Temperatur reservoir, (°R)
Pres = Tekanan reservoir, (psi).
2.2.2.2.5. Viskositas Gas
Viskositas gas merupakan ukuran tahanan gas terhadap aliran. Kekentalan
gas tergantung dari tekanan dan temperatur serta komposisi gas. Untuk
menentukan kekentalan dari gas, digunakan metode korelasi (grafik) karena
dengan pengukuran di laboratorium dianggap terlalu susah. Jika didalam gas
terdapat komponen non hidrokarbon, maka harus diadakan korelasi. Sebelumnya
adanya penentuan berat molekul tampak dari komponen gas yang dirumuskan
sebagai berikut :

M a = ∑ y i . M i ............................................................................ (2-67)
Setelah itu menentukan viskositas didapat dari grafik pada Gambar 2.21. yang
memperlihatkan suatu hubungan campuran kekentalan gas hidrokarbon pada
tekanan 1 atm terhadap temperatur dan specific gravity gas.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.21.
Hubungan Kekentalan Gas Campuran Dengan Berat
Molekul dan Gravity Gas Serta Koreksinya
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)
Dalam plot tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.21. koreksi untuk nilai
viskositas gas hidrokarbon yang diterapkan (pada tekanan 1 atm). Dalam plot ini
menunjukkan nilai koreksi dimana hadirnya efek konsentrasi yang rendah dari
hidrogen sulfida, nitrogen, dan karbondioksida. Gambar 2.22. menunjukkan
perbandingan antara tekanan reduced (Ppr) terhadap sifat temperatur
pseudoreduced (Tpr), untuk memperoleh kekentalan µ / µ1 jika komposisi dari
gas campuran diketahui, dengan menggunakan persamaan 2-61 dan 2-62. Tekanan
kritik didapat dari grafik pada Gambar 2.24. kemudian untuk menentukan
viskositas gas (µ adalah kekentalan gas pada Tr dan Pr) didapat dari hasil
perkalian antara µ1 (kekentalan gas pada Tr dan tekanan 1 atm) terhadap hasil
yang didapat dari Gambar 2.22.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.22.
Perbandingan Kekentalan µg / µg1 terhadap Pseudo-Reduced Temperatur
(Mc.Cain, W. D. Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, Second Edition, 1990)

2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi


2.2.2.3.1. Densitas Air Formasi dan Specific Gravity Air Formasi
Densitas air formasi dinyatakan dalam massa per volume. Pada Gambar
2.29 menunjukkan densitas air formasi pada kondisi standar yang merupakan
fungsi total padatan. Densitas air formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan
dengan membagi w pada kondisi standar dengan faktor volume formasi (B w).
Grafik pada Gambar 2.25. ini, jika adanya air formasi yang dijenuhi dengan gas
didalam reservoir. Beberapa satuan yang umum digunakan untuk menyatakan
sifat-sifat air murni pada kondisi standar adalah sebagai berikut: 0,999010 gr/cc;
8,334 lb/gal; 62,34 lb/cuft; 350 lb/bbl (US); 0,01604 cuft/lb, dari besaran-besaran
satuan tersebut dapat dibuat suatu hubungan sebagai berikut :
ρw 1 0 , 01604
γ= = =0 , 01604 ρw =
SG = 62 , 34 62 ,34 V w Vw ................... (2-79)
Dimana :
γ = Specific gravity
w = Densitas, lb/cuft
Vw = Specific volume, cuft/lb.
Untuk melakukan pengamatan terhadap air formasi dapat dihubungkan
dengan densitas air murni pada kondisi sebagai berikut :
V w ρ wb
= =Bw
V wb ρw ..................................................................................(2-
80)
Dimana :
Vwb = Specific volume air pada kondisi dasar, (lb/cuft)
wb = Densitas dari air pada kondisi 14.7 psia dan 60 oF, (lb/cuft)
Bw = Faktor volume formasi air, res cuft/stb cuft (dari persamaan 2-80).

Dengan demikian jika densitas air formasi pada kondisi standar dan faktor
volume formasi dari air ada harganya (dari pengukuran langsung), maka densitas
dari air formasi dapat ditentukan. Faktor yang sangat mempengaruhi terhadap
densitas air formasi adalah kadar garam dan temperatur reservoir.

Gambar 2.25.
Densitas Dari Air formasi Sebagai Fungsi Dari Jumlah Padatan
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
2.2.2.3.2. Kelarutan Gas dalam Air Formasi
Kelarutan gas dalam air formasi didefinisikan sebagai volume gas yang
terlarut dalam air formasi dengan volume air formasi itu sendiri. Kelarutan gas
dalam air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan komposisi air
formasi. Kelarutan gas dalam air formasi adalah lebih kecil dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada kondisi reservoir yang sama. Pada
temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan, sedangkan pada tekanan yang tetap, kelarutan gas mula-mula menurun
sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan kelarutan
gas dalam air berkurang dengan bertambahnya kadar garam. Pada Gambar 2.29.
terlihat adanya kelarutan gas dalam air murni fungsi dari temperatur dan tekanan.

Ket: Penulisan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

Gambar 2.29.
Kelarutan Gas Dalam Air Murni
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)

Dalam Gambar 2.29. penting untuk menentukan ketepatan dalam


mengkoreksi atau memperkirakan sebagian kecil kelarutan gas dalam air murni.
Dan selanjutnya hubungan atau hasil yang didapat dari grafik pada Gambar 2.29.
untuk penentuan sebagian besar kelarutan gas dalam air formasi dapat
menggunakan grafik pada Gambar 2.30. Pada gambar tersebut terlihat adanya
perbandingan kelarutan gas dalam air murni terhadap air formasi (brine) fungsi
dari temperatur dan total padatan.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.30.
Efek Dari Salinitas Pada Kelarutan Gas
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)

2.2.2.3.3. Kompressibilitas Air Formasi


Kompressibilitas air formasi didefinisikan sebagai perubahan volume yang
disebabkan oleh adanya perubahan tekanan yang mempengaruhinya. Besarnya
kompressibilitas air formasi tergantung pada tekanan, temperatur, dan kadar gas
terlarut dalam air, sebagaimana terlihat pada Gambar 2.31. Secara matematik,
besarnya kompressibilitas air formasi dapat ditulis sebagai berikut:
1 ΔV
C wp =−
V ΔP( ) T ........................................................................ (2-82)
Dimana :
Cwp = kompresibilitas dari air formasi, (1/psi)
V = volume dari air formasi, (bbl)
ΔV = perubahan volume dari air formasi, (bbl)
Δ P = perubahan tekanan, (psi).
Sedangkan, pada air formasi yang mengandung gas, hasil perhitungan harga
kompressibilitas air formasi, harus dikoreksi dengan adanya pengaruh gas yang
terlarut dalam air murni. Koreksi terhadap harga kompressibilitas air dapat
dilakukan dengan menggunakan grafik pada Gambar 2.32.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.31.
Kompressibilitas Air Formasi sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur
(Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering-Physical properties”, 1960)

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.32.
Koreksi Harga Kompressibilitas Air Formasi Terhadap
Kandungan Gas Terlarut
(Amyx, J.W., et al., “Petroleum Reservoir Engineering-Physical properties”, 1960)
Secara matematik, koreksi terhadap harga kompressibilitas air (Cw) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Cw = Cwp(1 + 0,0088 Rsw) ...................................................................(2-83)
Dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi,(cuft/bbl)
Cwp = kompressibilitas air murni, (psi-1)
Cw = kompressibilitas air formasi, (psi-1).
2.2.2.3.4. Faktor Volume Formasi Air Formasi
Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume air
formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi air
formasi ini dipengaruhi oleh : 1). Pengembangan air dan gas dengan turunnya
tekanan, dan 2). Penyusutan air dengan turunnya suhu. Faktor volume formasi air
formasi bisa ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ................................................................. (2-81)
Dimana :
Bw = faktor volume formasi air formasi, bbl/bbl
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan Gambar 2.27.
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan Gambar 2.28.
Pada Gambar 2.27. dan Gambar 2.28. memberikan nilai dari ΔVwt dan
ΔVwp sebagai fungsi dari tekanan dan temperatur reservoir.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)


Gambar 2.27.
Vwt Sebagai Fungsi Temperatur Reservoir
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)
Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.) dan bilangan ribuan menggunakan tanda koma (,)

Gambar 2.28.
Vwp Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur Reservoir
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)

2.2.2.3.5. Viskositas Air Formasi


Viskositas dari air sebagai fungsi dari temperatur. Viskositas air formasi
akan bervariasi terhadap tekanan, temperatur dan salinitas. Harga μ w semakin
turun dengan semakin naiknya tekanan dan temperatur, sedangkan dengan
semakin besarnya pengaruh salinitas dalam air formasi, maka harga μ w akan
semakin tinggi. Hubungan ini ditunjukkan pada Gambar 2.26.

Ket: Penulisan bilangan desimal menggunakan tanda titik (.)

Gambar 2.26.
Viskositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur
(Mc.Cain, W. D., Jr., “The Properties of Petroleum Fluid”, 1973)

2.3. Kondisi Reservoir


Kondisi reservoir sangat perlu diketahui, hal ini berguna untuk mengetahui
diantaranya kandungan clay dan garam dimana berpengaruh dalam perencanaan
fluida pemboran, jenis batuan formasi baik sifat fisik dan sifat mineralnya dapat
dianalisa untuk menentukan lumpur yang sesuai pada masing-masing formasinya,
maupun tekanan dan temperatur formasi.
Tekanan dan temperatur dari formasi merupakan besaran yang sangat
penting dan berpengaruh terhadap kondisi bawah permukaan, baik terhadap
batuan maupun terhadap fluidanya (air, minyak maupun gas). Tekanan dan
temperatur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman, letak dari lapisan
serta kandungan fluidanya.
2.3.1. Tekanan Reservoir
Konsep tekanan adalah gaya persatuan luas yang diterapkan oleh suatu
fluida, hal ini adalah konsep mekanik dari tekanan. Tekanan itu terjadi oleh
milyaran tabrakan di antara berbagai molekul fluida atau di dinding tersebut pada
setiap detik. Tekanan merupakan sumber energi yang menyebabkan fluida dapat
bergerak. Sumber energi atau tekanan tersebut pada prinsipnya berasal dari :
1. Pendesakan oleh air formasi yang diakibatkan oleh adanya beban formasi di
atasnya (overburden).
2. Timbulnya tekanan akibat adanya gaya kapiler yang besarnya dipengaruhi
oleh tegangan permukaan dan sifat – sifat kebasahan batuan.
Tekanan reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab – sebab berikut :
 Tekanan hidrostatik; yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang
mengisi pori-pori batuan di atasnya. Secara matematis tekanan hidrostatik
dapat dituliskan sebagai berikut :
Ph=0 ,052 ρ h .............................................................................(2-58)
atau :
ρ
Ph=( )h
10 ................................................................................(2-59)
dimana :
ρ = densitas fluida, (ppg atau gr/cc)
Ph = tekanan hidrostatik, (psi atau ksc)
h = tinggi kolom fluida, (ft atau meter).
Gradien hidrostatik untuk air murni adalah 0,433 psi/ft, sedangkan air asin
adalah 0,465 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut disebut tekanan
abnormal.
 Tekanan overburden; tekanan formasi dalam hal ini adalah tekanan
overburden. Tekanan overburden adalah tekanan yang diderita oleh formasi
karena beban (berat) batuan di atasnya atau besarnya tekanan yang
diakibatkan oleh berat seluruh beban yang berada di atas suatu kedalaman
tertentu tiap satuan luas.
berat material berat cairan
Pob 
luas area ......................................................(2-60)
Gradien tekanan overburden menyatakan tekanan overburden tiap kedalaman.
Pob
Gob=
D ........................................................................................(2-61)
dimana :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft
Pob = Tekanan overburden, psi
D = Kedalaman, ft

Pada prinsipnya tekanan reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman.


Hubungan antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan.
Gradient tekanan overburden adalah :
2,3 x 0,433 psi/ft = 1 psi/ft
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas
formasi produktif serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.

2.3.2. Temperatur Reservoir


Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,
ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Besaran gradient geothermal bervariasi dari satu tempat ke tempat lain,
dimana harga rata-ratanya adalah 2 oF/100 ft. Gradient geothermal yang tertinggi
adalah 4 oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0,5 oF/100 ft. Variasi yang
kecil dari gradient geothermal ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermal
beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :
T formasi−T s tandart
Gradien geothermal=
Kedalalaman Formasi ………............(2-62)
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + @ x D ………………………………………………........(2-63)
dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradient temperatur, oF
D = kedalaman, ratusan ft.
Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan
temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada Gambar 2.38.
Gambar 2.38.
Gradient Temperatur Rata – rata Untuk Suatu Lapangan 4)
2.4. Jenis – jenis Reservoir
Jenis – jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
berdasarkan perangkap reservoir, mekanisme pendorong, dan fasa fluida.

2.4.1. Berdasarkan Perangkap Reservoir


Perangkap atau jebakan merupakan tempat berkumpulnya hidrokarbon
dalam suatu keadaan sehingga hidrokarbon tidak bisa keluar karena adanya suatu
penyekat atau tutupan (closure). Pada prinsipnya, suatu perangkap adalah suatu
kondisi geologi yang memungkinkan fluida mudah memasuki tetapi sulit untuk
keluar darinya. Oleh sebab itu suatu kondisi geologi bisa disebut sebagai
perangkap apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
 Memiliki lapisan porous dan permeabel yang dilindungi lapisan batuan atau
bidang yang tidak permeable
 Memiliki bentuk struktur geologi atau sistem stratigrafi yang menyebabkan
fluida yang lebih ringan cenderung menuju ke bagian puncaknya
 Memiliki lapisan batuan permeabel atau saluran yang memungkinkan fluida
dari luar masuk ke dalam perangkap.
Jenis reservoir berdasarkan perangkap reservoir dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi struktur
dan stratigrafi.

2.4.1.1. Perangkap Stratigrafi


Perangkap stratigrafi adalah perangkap yang terbentuk sebagai akibat dari
bentuk tubuh batuan atau sifat hubungan stratigrafi suatu tubuh batuan dengan
tubuh batuan sekitarnya. Sifat hubungan stratigrafi secara lateral dapat berupa
pinch out, intertonguing, dan gradasi lateral. Sedangkan secara vertikal dapat
berupa keselarasan dan ketidakselarasan.
Prinsip perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam
perjalanannya ke atas, terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan
pinggir, karena batuan reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan
lain atau batuan yang karakteristik reservoir menghilang sehingga merupakan
penghalang permeabilitasnya. Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi ialah :
1. Adanya perubahan sifat lithologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau
beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas (Gambar 2.39).
2. Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut
ke arah atas atau ke pinggir.
3. Keadaan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat
menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi
posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam lapisan reservoir yang
telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas.
Kedudukan struktur ini dapat disebabkan oleh kedudukan pengendapan atau
juga karena kemiringan wilayah.
Gambar 2.39.
Bentuk Perangkap Stratigrafi sebagai Akibat
Perubahan Sifat Lithologi 2)

Perubahan sifat litologi/sifat reservoir ke suatu arah pada lapisan reservoir


dapat disebabkan :
a) Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat
menipis dan menghilang.

Gambar 2.40.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Pembajian 2)

b) Penyerpihan (shale-out), dimana ketebalan tetap, akan tetapi sifat litologi


berubah.
Gambar 2.41.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Penyerpihan 2)

c) Persentuhan dengan bidang erosi.

Gambar 2.42.
Bentuk Perangkap Stratigrafi Akibat Bidang Ketidakselarasan 2)
Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi
struktur tubuh batuan sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan
penghalang permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir
itu kecil dan sangat terbatas, maka posisi struktur tidak begitu penting, karena
seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap. Posisi
struktur hanya menyesuaikan letak hidrokarbon pada bagian tubuh reservoir. Jika
tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat penting.
Perangkap tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan
horisontal. Jika bagian tengah tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah
perangkap struktur (antiklin). Untuk terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi
struktur lapisan reservoir harus sedemikian sehingga salah satu batas lateral tubuh
reservoir (yang dapat berupa unsur di atas tadi), merupakan penghalang
permeabilitas ke atas.
Levorsen (1954), membagi perangkap stratigrafi sebagai berikut :
1. Tubuh batuan reservoir terbatas (lensa)
a) Batuan reservoir klastik detritus dan volkanik.
b) Batuan reservoir karbonat; terumbu, bioherm
2. Pembajian, perubahan fasies ataupun porositas dari lapisan reservoir ke suatu
arah regional ataupun lokal dari :
a) Batuan reservoir klastik detritus
b) Batuan reservoir karbonat.
3. Perangkap ketidak-selarasan.

2.4.1.2. Perangkap Struktur


Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil, terbentuk
sebagai akibat peristiwa deformasi pada lapisan batuan dan sampai dewasa ini
merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini berbagai unsur perangkap
yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir sehingga dapat
menangkap minyak disebabkan oleh gejala tektonik atau struktur, misalnya
pelipatan dan pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini merupakan unsur utama
dalam pembentukan perangkap.
Ciri-ciri dari perangkap struktur adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kontinuitas sifat fisik batuan secara lateral yang relatif luas.
2. Memiliki lapisan air yang cukup dapat memberikan energi dorong kepada
minyak untuk bergerak.
1. Perangkap Lipatan
Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap utama.
Perangkap lipatan disebabkan oleh struktur perlipatan (folding) dan biasanya
berbentuk antiklin. Unsur yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan
penyekat dan penutup yang berada di atasnya dan dibentuk sedemikian sehingga
minyak tidak dapat lagi kemana-mana, baik dari arah atas maupun dari semua
arah horizontal. Gambaran sederhana jenis perangkap struktur lipatan dapat
dilihat pada Gambar 2.43.
Gambar 2.43. menggambarkan bahwa minyak tidak bisa mengalir ke atas
karena terhalang oleh lapisan penyekat, dan tidak bisa ke pinggir, karena terhalang
oleh lapisan penyekat yang melengkung ke daerah pinggir, sedangkan ke arah
bawah terhalang oleh adanya batas air-minyak (bidang equipotensial).

Gambar 2.43.
Perangkap Struktur Lipatan 2)

Dalam menilai suatu perangkap lipatan, yang perlu diperhatikan adalah


volume tutupan (closure) pada perangkap bersangkutan. Volume tutupan suatu
perangkap adalah volume maksimum tempat atau wadah yang bisa diisi oleh
fluida hidrokarbon, yang mana harganya ditentukan oleh kedudukan titik limpah
perangkap yang bersangkutan. Titik limpah adalah titik terendah pada perangkap,
yang mana bila fluida hidrokarbon yang terkumpul pada perangkap melebihi titik
tersebut, maka fluida hidrokarbon akan melimpah dan berpindah ke tempat lain
yang lebih tinggi di luar perangkap yang bersangkutan. Volume tutupan
menentukan volume maksimum reservoir yang mungkin diisi fluida hidrokarbon.

2. Perangkap Patahan
Perangkap patahan adalah perangkap yang terbentuk oleh peristiwa
patahan pada batuan porous dan permeabel yang berada di bawah lapisan tidak
permeabel. Perangkap ini memiliki penyekat berupa bidang sesar pada salah satu
sisinya maupun lebih. Suatu patahan (faulting) dapat berfungsi sebagai unsur
penyekat akumulasi hidrokarban agar tidak bermigrasi ke mana-mana dan dapat
juga sebagai media bagi minyak untuk bermigrasi. Besar-kecilnya tekanan yang
disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya
tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur
atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka
minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka
patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat.
Patahan yang berdiri sendiri tidak dapat membentuk perangkap reservoir.
Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu perangkap
yang betul – betul hanya disebabkan karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah.
Lapisan yang sejajar atau tidak miring tidak dapat membentuk perangkap
karena walaupun minyak tersekat pada arah pematahan, tetapi pada arah lain
tidak tersekat, kecuali kalau ketiga arah lainnya tertutup oleh berbagai macam
patahan.
2. Paling sedikit harus ada dua patahan yang berpotongan.
Jika hanya terdapat suatu kemiringan wilayah dan suatu patahan di satu pihak,
maka dalam suatu penampang kelihatannya sudah terjadi perangkap yang
terlihat pada Gambar 2.44, tetapi harus dipenuhi juga syarat bahwa
perangkap atau penutup itu terjadi dalam tiga dimensi, maka dalam dimensi
lainnya harus terjadi juga pematahan atau menutup ke arah tersebut.
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan penyekatnya atau suatu pelipatan.
Dalam hal ini, patahan merupakan penyekat ke suatu arah sedangkan pada
arah lainnya tertutup oleh adanya pelengkungan dari perlapisan ataupun
bagian dari perlipatan, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.45.
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah dari lapisan
penyekatnya. Di suatu arah mungkin lapisan itu miring tetapi di pihak lainnya
terdapat patahan yang melengkung sehingga semua arah tertutup oleh patahan
seperti pada Gambar 2.46.

Gambar 2.44.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan dengan Kemiringan Wilayah
dan Dua Patahan yang Berpotongan

Gambar 2.45.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan dengan Pelengkungan
Lapisan Penyekatnya 2)
Gambar 2.46.
Bentuk Perangkap Struktur Patahan
dengan Pelengkungan Patahannya 2)

2.4.1.3. Perangkap Kombinasi


Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap struktur
dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan faktor bersama
dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas. Beberapa kombinasi antara unsur
stratigrafi dan unsur struktur adalah sebagai berikut :
1. Kombinasi antara lipatan dengan pembajian
Dalam Gambar 2.47, dapat dilihat bahwa kombinasi lipatan dengan
pembajian dapat terjadi karena salah satu pihak, pasir menghilang dan di lain
pihak hidung antiklin menutup arah lainnya. Maka jelaslah hal ini sering
terjadi pada perangkap stratigrafi normal.

2. Kombinasi antara patahan dan pembajian


Gambar 2.47.
Bentuk Perangkap Kombinasi Lipatan-Pembajian 2)

Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada


pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat suatu
kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan diarah lain
ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi ditahan oleh
pembajian (Gambar 2.48).
Suatu perangkap kombinasi umumnya mempunyai dua tahap sejarah, yaitu :
 Unsur stratigrafi menyebabkan batas permeabilitas dari batuan reservoir.
 Unsur struktur menyebabkan deformasi yang melengkapi perangkap tersebut.

Gambar 2.48.
Bentuk Perangkap Kombinasi Patahan-Pembajian 2)
2.4.2. Berdasarkan Mekanisme Pendorong
Pada umumya reservoir minyak yang baru diketemukan mempunyai
kemampuan untuk mengalirkan fluida reservoirnya ke permukaan, karena masih
mempunyai tekanan yang tinggi. Selama proses produksi berjalan, tekanan
reservoir akan mengalami penurunan yang besarnya (kecepatannya) tergantung
pada laju produksi dan jenis mekanisme pendorong yang dimiliki oleh reservoir
tersebut.
Jenis – jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorong dapat
dikelompokkan menjadi lima jenis tenaga pendorong, dimana yang satu
merupakan kombinasi dari yang lainnya, yaitu :
1. Solution Gas Drive atau Depletion Drive Reservoir
2. Gas Cap Drive Reservoir
3. Water Drive Reservoir
4. Segregation Drive
5. Combination Drive

2.4.2.1. . Solution Gas Drive Reservoir


Reservoir solution gas drive sering disebut juga sebagai reservoir
depletion drive. Reservoir jenis ini tenaga pendorongnya berasal dari gas yang
terbebaskan dari minyak karena adanya perubahan fasa pada hidrokarbon –
hidrokarbon ringannya yang semula merupakan fasa cair menjadi fasa gas selama
penurunan tekanan reservoir, serta tidak adanya tudung gas mula – mula. Gas
yang semula larut dalam zona minyak kemudian terbebaskan lalu mengembang
dan kemudian akan mendesak minyak dan terproduksi secara bersamaan.
Setelah sumur selesai dibor menembus reservoir dan produksi minyak
dimulai, maka akan terjadi suatu penurunan tekanan di sekitar lubang bor.
Penurunan tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju
lubang bor melalui pori – pori batuan. Penurunan tekanan di sekitar sumur bor
akan menimbulkan terjadinya fasa gas. Pada saat awal, karena saturasi gas
tersebut masih kecil (belum membentuk fasa yang kontinyu), maka gas tersebut
terperangkap pada ruang antar butiran reservoirnya. Tetapi setelah tekanan
reservoir tersebut cukup kecil dan gas sudah terbentuk banyak, maka gas tersebut
turut serta terproduksi ke permukaan (Gambar 2.54).

Gambar 2.54.
Solution Gas Drive Reservoir 1)
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela – sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir dan
hal ini akan terus-menerus berlanjut hingga tekanan menjadi rendah. Bila tekanan
telah cukup rendah, maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab volume gas
di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil ratio dan gas oil produksi
reservoirnya harganya hampir sama (Gambar 2.55). Reservoir jenis ini pada
tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan residual oil yang cukup
besar. Produksi air hampir tidak ada karena reservoirnya terisolir, sehingga
meskipun terdapat connate water tetapi hampir – hampir tidak dapat
diproduksikan.
Gambar 2.55.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR
pada Solution Gas Drive Reservoir 9)

Perfomance reservoir atau perilaku reservoir adalah kelakuan reservoir


yang dicirikan oleh data di permukaan data dimana tersebut diplot terhadap waktu
sehubungan dengan masa produksi, data tersebut meliputi :
1. Laju produksi minyak (qo), gas (qg) dan air (qw)
2. Tekanan reservoir (P)
3. Perbandingan produksi air terhadap minyak (WOR)
4. Perbandingan produksi gas terhadap minyak (GOR)
5. Produksi kumulatif minyak (Np), air (Wp) dan gas (Gp)
Reservoir solution gas drive memiliki karakteristik, yaitu :
 Penurunan tekanan reservoir yang cepat. Tidak ada fluida ekstra atau tudung
gas bebas yang besar yang akan menempati ruang pori yang dikosongkan oleh
minyak yang diproduksi.
 Produksi minyak bebas air. Tidak ada water drive, sehingga sedikit atau
bahkan tidak ada air yang diproduksi bersama minyak selama umur produksi.
 Productivity Index juga turun dengan cepat.
 Gas Oil Ratio mula – mula rendah kemudian naik dengan cepat akibat
terbebaskannya sejumlah gas dari minyak sampai maksimum, kemudian turun
akibat adanya ekspansi gas dalam reservoir.
 Recovery Factor rendah. Produksi minyak dengan solution gas drive ini
biasanya merupakan recovery yang tidak efisien, harga RF berkisar 5 % - 30
%. Hubungan permeabilitas relatif (Kg/Ko) menentukan besarnya RF dari
reservoir ini. Selain itu, jika viskositas minyak bertambah, maka RF akan
berkurang.
2.4.2.2. Gas Cap Drive Reservoir
Dalam beberapa tempat dimana terakumulasinya minyak bumi, kadang-
kadang pada kondisi reservoirnya komponen – komponen ringan dan menengah
dari minyak bumi tersebut membentuk suatu fasa gas. Gas bebas ini kemudian
melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari reservoir itu
membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi pendesak untuk
mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan mengangkatnya ke
permukaan.
Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang merupakan perangkap,
maka energi ilmiah yang menggerakkan minyak ini berasal dari dua sumber, yaitu
ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut lalu melepaskan diri.
Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak pertama
kali diproduksikan, permukaan minyak dan gas akan turun, gas cap akan
berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir ini,
umumnya akan lebih konstan jika dibandingkan dengan solution gas drive. Gas
cap drive reservoir dapat dilihat pada Gambar 2.52.
Reservoir gas cap drive memiliki karakteristik, yaitu :
 Penurunan tekanan relatif cepat serta tidak adanya fluida ekstra atau tudung
gas bebas yang akan menempati ruang pori yang dikosongkan oleh minyak
yang diproduksi.
 GOR naik dengan cepat hingga maksimum kemudian turun secara kontinyu.
 Produksi air sangat kecil bahkan diabaikan.
 Recovery sekitar 20 – 60 %.
Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke
bawah , air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan
reservoir relatif kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya
akan terus semakin ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis
ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20 – 60 %, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga residual oil yang masih
tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup adalah lebih kecil jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive.

Gambar 2.52.
Gas Cap Drive Reservoir 1)
Gambar 2.53.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Gas Cap Drive Reservoir 9)

2.4.2.3. Water Drive Reservoir


Untuk reservoir jenis water drive ini, energi pendesakan yang mendorong
minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang terperangkap bersama-sama
dengan minyak pada batuan reservoirnya. Efisisensi pendesakan air biasanya lebih
besar dibandingkan dengan pendesakan oleh gas.
Apabila dilihat dari terbentuknya batuan reservoir water drive, maka air
merupakan fluida pertama yang menempati pori – pori reservoir. Tetapi dengan
adanya migrasi minyak bumi maka air yang berada disana tersingkir dan
digantikan oleh minyak. Dengan demikian karena volume minyak ini terbatas,
maka bila dibandingkan dengan volume air yang merupakan fluida pendesaknya
akan jauh lebih kecil (Gambar 2.49).
Reservoir dengan jenis mekanisme pendorong water drive memiliki
karakteristik, yaitu :
 Penurunan tekanan sangat pelan atau relative stabil. Penurunan tekanan yang
kecil pada reservoir adalah karena volume produksi yang ditinggalkan,
digantikan oleh sejumlah air yang masuk ke zone minyak.
 Perubahan GOR selama produksi kecil, sehingga dapat dikatakan bahwa GOR
reservoir adalah konstan.
 Harga WOR naik tajam karena mobilitas air yang besar.
 Perolehan minyak bisa mencapai 60 – 80%.
Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air telah
mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang semakin
lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan karena
produksi minyaknya tidak ekonomis lagi.
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian minyak
yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis pendesakan
lainnya, yaitu antara 35 – 75 % dari volume minyak yang ada. Sehingga minyak
sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan lebih sedikit.
Gambar 2.49.
Water Drive Reservoir 1)

Reservoir minyak dengan tenaga pendorong water drive dapat dibagi atas
tiga tipe yaitu : kuat (strong), sedang (moderat) dan lemah (weak).
1. Strong Water Drive
Reservoir dengan tenaga pendorong air yang kuat (strong), harga Eg (faktor
perolehan) berkisar antara 50 – 60%. Reservoir strong water drive memilikai
water influx yang besar.
2. Moderat Water Drive
Reservoir dengan tenaga pendorong air sedang (moderat) juga cukup
efektif dalam memproduksi minyak ke permukaan. Moderat water drive memiliki
water influx yang relatif lebih kecil.

3. Weak Water Drive


Reservoir dengan tenaga pendorong air lemah (moderat) juga cukup
efektif dalam memproduksi minyak ke permukaan. Weak water drive memiliki
water influx yang paling lebih kecil.

Sumur produksi

Fluida hidrokarbon

Arah pendorong

Gambar 2.50
Arah Pendorong Reservoir oleh Aquifer 4)

Gambar 2.51.
Karakteristik Tekanan, PI, dan GOR pada Water Drive Reservoir 9)
2.4.2.4. Segregation Drive Reservoir
Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan energi
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya
gravitasi). Mekanisme pendorong ini sering ditemui pada reservoir dengan relief
struktur geologi yang tinggi, dimana zona minyak ditutupi oleh suatu gas cap.
Tenaga pendorong jenis ini disebut juga “gravity drive atau external gas
drive”, yang mempunyai karakteristik, yaitu :
 Penurunan tekanan kurang tajam dibandingkan dengan depletion drive.
 Kenaikkan GOR cukup cepat, hal ini disebabkan karena mobilitas gas yang
lebih lebih besar dari mobilitas minyak sehingga produksi gas naik naik
dengan cepat.
 Produksi air dianggap tidak ada atau diabaikan.
 Recovery faktor yang didapat 20 – 60 %.

Gravity drainage mempunyai peranan yang penting dalam memproduksi


minyak dari suatu reservoir. Sebagai contoh bila kondisinya cocok, maka recovery
dari solution gas drive reservoir bisa ditingkatkan dengan adanya gravity drainage
ini. Demikian pula dengan reservoir – reservoir yang mempunyai energi
pendorong lainnya.
Seandainya dalam reservoir itu terdapat tudung gas primer (primary gas
cap) maka tudung gas ini akan mengembang sebagai proses gravity drainage
tersebut. Reservoir yang tidak mempunyai tudung gas primer segera akan
mengadakan penentuan tudung gas sekunder (secondary gas cap).
Pada awal dari reservoir ini, gas oil ratio dari sumur – sumur yang terletak
pada struktur yang lebih tinggi akan cepat meningkat sehingga diperlukan suatu
program penutupan sumur – sumur tersebut. Diharapkan dengan adanya program
ini perolehannya minyaknya dapat mencapai maksimum.
Besarnya gravity drainage dipengaruhi oleh gravity minyak, permeabilitas
zona produktif, dan juga dari kemiringan formasinya. Faktor – faktor kombinasi
seperti misalnya, viskositas rendah, specific gravity rendah, mengalir pada atau
sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan kemiringan lapisan cukup
curam, ini semuanya akan menyebabkan perbesaran dalam pergerakan minyak
dalam struktur lapisannya (Gambar 2.56).

Gambar 2.56.
Gravity Drainage Drive Reservoir 1)
Gambar 2.57. menunjukkan pergerakan molekul gas dan minyak dalam
reservoir pada waktu yang berbeda sebelum produksi. Sedangkan Gambar 2.58.
menunjukkan pergerakan molekul gas dan minyak pada berbagai titik dalam
reservoir saat produksi akibat pengaruh gravity segregation.
Gambar 2.57.
Gerakan Molekul Gas dan Minyak sebelum Produksi
Akibat Gravity Segregation 9)

Gambar 2.58.
Gerakan Molekul Gas dan Minyak saat Produksi
Akibat Gravity Segregation 9)

Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir


tidak ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang
ada. Jika produksi semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan
tekanan dengan berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas
yang terbebaskan dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga
tekanan cepat akan habis. Karakteristik segregation drive reservoir ditunjukkan
oleh Gambar 2.59.
Gambar 2.59.
Kelakuan Gravity Drainage Reservoir 9)
2.4.2.5. Combination Drive Reservoir
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Tidak jarang dalam
keadaan sebenarnya energi-energi pendorong ini bekerja bersamaan dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan
kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan nama
combination drive reservoir. Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas
cap drive dengan water drive. Sehingga sifat – sifat reservoirnya jadi lebih
kompleks jika dibandingkan dengan energi pendorong tunggal (Gambar 2.60).
Suatu reservoir dengan jenis mekanisme pendorong combination drive ini
memiliki karakteristik, yaitu :
 Penurunan tekanan relatif cepat, karena perembesan air dan pengembangan
gas tidak cukup untuk mempertahankan reservoir.
 Perembesan air secara perlahan masuk di bagian bawah reservoir.
 Bila adanya gas cap yang kecil, akan meningkatkan kenaikkan GOR apabila
gas tersebut mengembang.
 Recovery faktor lebih besar daripada depletion drive, tetapi lebih rendah dari
water drive dan gas drive.

Gambar 2.60.
Combination Drive Reservoir 1)
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap
akan mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada
pada bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak
sempat berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi
karena dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian
peristiwa depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak
yang masih tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya
tinggi dan efesiensi produksinya lebih tinggi.
Gambar 2.61. merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
Gas oil ratio yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan
reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas
sehingga gas oil ratio akan naik.
Gambar 2.61.
Kelakuan Combination Drive Reservoir 8)

2.4.3. Berdasarkan Fasa Fluida


Hidrokarbon yang terkandung dalam reservoir selalu bersifat campuran
dari komponen-komponen yang komplek (bukan satu fasa), sehingga diagram
fasanya mirip dengan diagram fasa untuk komponen ganda atau multi komponen.
Untuk penjelasan jenis-jenis reservoir berdasarkan sifat fasa, terlebih
dahulu akan ditinjau sistem campuran hidrokarbon yang mempunyai diagram
Tekanan dan Temperatur seperti terlihat pada Gambar 2.62.
Daerah di dalam lengkungan garis bubble point (Pb) dan garis dew point
(titik embun) adalah merupakan daerah dua fasa dan grafik-grafik lengkung di
dalamnya menunjukkan volume total cairan hidrokarbon. Daerah di luar
lengkungan garis titik embun (pada temperatur di atas temperatur embun) sistem
berada dalam keadaan satu fasa (fasa gas), sedangkan daerah di atas lengkungan
garis titik gelembung (pada tekanan di atas Pb) sistem terdiri dari satu fasa yaitu
fasa cair (minyak).
Gambar 2.62.
Diagram Fasa P & T suatu Fluida Reservoir 14)

Diagram P – T tersebut dapat menunjukkan suatu perubahan fasa, apabila


tekanan dan temperatur berubah / salah satunya yang berubah. Pada awalnya
setiap akumulasi hidrokarbon mempunyai diagram fasa sendiri-sendiri sesuai
dengan komposisi dan akumulasi hidrokarbonnya.
Bila kondisi P dan T reservoir ditunjukkan oleh titik A, menunjukkan
bahwa reservoir dalam keadaan satu fasa yaitu gas. Temperatur reservoir lebih
besar dari krikondenterm, sehingga jika reservoir ini diproduksikan, maka akan
terjadi penurunan tekanan disepanjang garis A – A1 dan tidak terjadi perubahan
fasa. Hal ini berlaku bagi semua akumulasi dengan komposisi sama. Dengan
demikian hanya gas saja yang terproduksi dan disebut “dry gas”.
Bila selama proses produksi terjadi perubahan temperatur, seperti
ditunjukkan oleh garis lintasan A – A2 maka fluida yang terproduksi di
permukaan merupakan fasa cair dan gas meskipun mempunyai komposisi sama,
dimana fasa cair yang terproduksi di permukaan berasal dari gas di reservoir, dan
fluida produksinya di sebut dengan gas basah atau “wet gas”
Bila temperatur reservoir terletak diantara temperatur kritik dan
krikondenterm serta tekanan terletak diatas tekanan titik embun (dew point)
seperti ditunjukkan oleh titik B pada Gambar 2.62, reservoirnya disebut reservoir
“condensate”.
Pada kondisi ini, penurunan tekanan dengan temperatur tetap, sejumlah
gas akan mengembun pada titik B1 dan jumlah cairan akan bertambah sampai
batas 10% total cairan hidrokarbon, yaitu titik B2.
Selanjutnya penurunan berikutnya tidak akan menambah jumlah cairan,
akan tetapi sebaliknya justru terjadi penguapan dari cairan yang ada sampai pada
tekanan B3, yang mengakibatkan GOR di permukaan menurun.
Bila kondisi tekanan dan temperatur reservoir ditunjukkan oleh titik C
pada Gambar 2.62, reservoirnya hanya terisi fluida satu fasa yaitu fasa cair,
karena semua gas yang telah ada telah terlarut dalam fasa cair (minyak) sehingga
tidak ada gas bebas yang kontak dengan minyak. Tipe ini disebut “reservoir titik
gelembung”, dengan turunnya tekanan akibat produksi, tekanan titik gelembung
akan dicapai yaitu titik C1. Pada titik ini mulai timbul gas untuk pertama kalinya
dan penurunan tekanan selanjutnya akan menambah jumlah dari gas bebas,
sehingga permeabilitas efektif minyak akan berkurang dan gas yang terproduksi
semakin besar.
Bila kondisi tekanan dan temperatur reservoir di dalam garis lengkung titik
gelembung dan titik embun, yaitu dalam daerah dua fasa seperti yang dinyatakan
oleh titik D (Gambar 2.62), fasa – fasa dalam reservoir terdiri dari fasa cair
(minyak) yang berada di bawah fasa gas yang umumnya disebut tudung gas atau
“gas cap”.
Berdasarkan gambar tersebut di atas, kondisi awal reservoir dapat berupa :
 Reservoir gas
 Reservoir gas condensate
 Reservoir minyak
Reservoir gas mempunyai temperatur awal di atas krikondenterm. Pada
kondisi awal ini reservoir hanya terdiri dari satu fasa. Apabila gas tersebut
diproduksikan dari reservoir ke permukaan pada tekanan dan temperatur yang
semakin berkurang sepanjang A – A1, maka fluidanya tetap satu fasa yaitu fasa
gas, baik di reservoir maupun di permukaan. Gas ini biasanya disebut gas kering
atau dry gas.

2.4.3.1. Reservoir Minyak Berat


Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.66. Sebagai catatan disini adalah bahwa daerah dua fasa
mencakup kisaran tekanan yang lebar dan juga bahwa temperatur kritik dari
minyak adalah lebih tinggi dari temperatur reservoir.
Gambar 2.66.
Diagram Fasa dari Minyak Berat 14)

Garis vertikal 1 - 2 - 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan


temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis
yang putus – putus memperlihatkan kondisi tekanan-temperatur yang terjadi
apabila minyak meninggalkan reservoir dan mengalir melewati tubing menuju ke
seperator.
Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated), sedangkan titik 2 menunjukkan keadaan reservoir jenuh
(saturated) dimana minyak mengandung gas sebanyak-banyaknya dan suatu
pengurangan tekanan akan menyebabkan pembentukan fasa gas. Pada titik 3
fluida yang tetap berada di reservoir terdiri dari 75 % mol cairan atau 25 % mol
gas.
Titik yang menunjukkan tekanan dan temperatur di dalam seperator
terletak hampir dekat dengan garis titik gelembung yang diperkirakan 85 % mol
minyak diproduksikan tetap sebagai cairan pada kondisi seperator. Karena
mempunyai prosentase cairan yang cukup tinggi, maka minyak ini disebut “low
shrinkage crude oil”.
Apabila diproduksikan maka minyak berat ini biasanya menghasilkan gas
oil ratio permukaan sebesar 500 scf/stb dengan gravity 30 oAPI atau lebih. Cairan
produksi biasanya berwarna hitam dan lebih pekat lagi.
2.4.3.2. Reservoir Minyak Ringan
Diagram fasa dari minyak ringan (high shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada Gambar 2.67. Garis vertikal menunjukkan pengurangan tekanan dengan
temperatur tetap selama produksi. Titik 1 dan titik 2 mempunyai pengertian yang
sama dengan diagram sebelumnya, bedanya apabila tekanan diturunkan di bawah
garis titik gelembung, prosentase gas akan lebih besar. Titik 3 reservoir
mengandung 40 % mol cairan.
Diperkirakan 65 % fluida tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh
karenanya minyak disebut sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Jadi
minyak ini mengandung relatif sedikit molekul berat bila dibandingkan dengan
minyak berat.
Apabila diproduksikan maka minyak ringan ini biasanya menghasilkan gas
oil ratio permukaan sebesar kurang lebih 8000 scf/stb dengan gravity sekitar 50
o
API. Cairan produksi biasanya berwarna gelap.

Gambar 2.67.
Diagram Fasa dari Minyak Ringan 14)

2.4.3.3. Reservoir Gas Kondensat


Adakalanya temperatur reservoir terletak di antara titik kritis dengan
krikondenterm dari fluida reservoir seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.65.
Sekitar 25 % fluida produksi tetap sebagai cairan di permukaan. Cairan yang
diproduksikan dari campuran hidrokarbon ini disebut “gas kondensat”. Gas
kondensat mengandung senyawa – senyawa hidrokarbon berat lebih sedikit
daripada senyawa – senyawa ringannya, dan mengandung senyawa – senyawa
hidrokarbon ringan relatif lebih banyak daripada minyak ringan, sehingga
temperatur kritik fluidanya lebih kecil dari temperatur kritik minyak ringan.
Ciri – ciri reservoir gas kondensat, antara lain :
 Temperatur reservoir lebih besar dari temperatur kritik, tetapi lebih kecil dari
temperatur krikondenterm fluida hidrokarbonnya.
 Fluida hidrokarbon yang keluar dari separator terdiri atas  25 % mol cairan
dan  75 % mol gas.
 Cairan hidrokarbon dari separator mempunyai gravity  60 0API.
 GOR produksi dapat mencapai  70,000 scf/stb.
 Warna cairan yang terproduksi adalah terang atau jernih seperti air.

Gambar 2.65.
Diagram Fasa Gas Kondensat 14)
Berdasarkan Gambar 2.65. di atas dapat dijelaskan bahwa pada titik A’,
reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya tekanan reservoir
selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde dalam reservoir. Pada
titik A (titik embun), cairan mulai terbentuk dan dengan turunnya tekanan dari
titik B ke titik C, jumlah cairan dalam reservoir bertambah. Pada titik C ini masih
terdapat cairan yang bisa terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan
menguap.

2.4.3.4. Reservoir Gas Basah


Gas basah merupakan fluida hidrokarbon yang dominan mengandung
senyawa – senyawa hidrokarbon ringan. Diagram fasa dari campuran hidrokarbon
terutama mengandung molekul lebih kecil, umumnya terletak di bawah
temperatur reservoir. Contoh dari diagram fasa untuk gas basah ditunjukkan oleh
Gambar 2.64.
Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam
pengurangan tekanan reservoir. Karena kondisi separator terletak di dalam daerah
dua fasa, maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal
sebagai “kondensat” atau gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”.
Kata basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul – molekul
hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair. Pada
kondisi separator, gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon menengah.
Kadang – kadang gas ini diproses untuk dipisahkan cairan butana dan propananya.
Ciri – ciri gas basah, antara lain :
 Temperatur hidrokarbon lebih besar dari temperatur krikondenterm fluida
hidrokarbonnya.
 Fluida hidrokarbon yang keluar dari separator terdiri atas  10% cairan dan
 90% mol gas.
 Cairan dari separator mempunyai gravity  50 0API.
 GOR produksi dapat mencapai  100,000 scf/stb.
 Warna cairan yang terproduksi adalah terang atau jernih seperti air.

Gambar 2.64.
Diagram Fasa Gas Basah 14)

2.4.3.5. Reservoir Gas Kering


Diagram fasa untuk gas kering diperlihatkan pada Gambar 2.63. Untuk
campuran ini, baik kondisi reservoirnya maupun kondisi separator terletak di luar
daerah dua fasa. Tidak ada cairan yang dapat dibentuk dalam reservoir atau di
permukaan dan gasnya disebut “gas alam”.
Gas kering biasanya terdiri atas metana, dan hanya sedikit mengandung
etana serta kemungkinan mengandung propana.
Kata kering menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul
hidrokarbon berat untuk membentuk cairan di permukaan. Tetapi perbedaan
antara gas kering dan gas basah tidak tetap, biasanya sistem yang gas oil ratio-nya
lebih dari 100,000 scf/stb dipertimbangkan sebagai gas kering.

Gambar 2.63.
Diagram Fasa Gas Kering 14)

Ciri-ciri gas kering, antara lain :


 Temperatur kritik dan temperatur krikondenterm fluida relatif lebih rendah,
sehingga biasanya berharga jauh di bawah temperatur reservoir.
 Sedikit sekali (hampir tidak ada) cairan yang diperoleh dari separator di
permukaan, dan
 GOR produksi biasanya lebih besar dari 100,000 scf/stb, hal ini yang
membedakannya dari gas basah.

Anda mungkin juga menyukai