KARAKTERISTIK RESERVOIR
Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 14)
MIN. A B C D E F G H I
93,1
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58
6
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
Tabel II-2.
Komposisi Mineral Graywacke 14)
MINERAL A B C D E F
Tabel II-3.
Komposisi Kimia Graywacke 14)
MINERAL A B C D E F
SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42
A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0
c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara
berurutan sesuai prosentasenya ditunjukkan pada (Tabel II-4). Komposisi kimia
arkose ditunjukkan pada (Tabel II-5), dimana terlihat bahwa arkose mengandung
lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan
alumina, lime, potash, dan soda.
Tabel II-4.
Komposisi Mineral dari Arkose (%) 14)
MINERAL A B C D a) E a) F a) G
57 51 60 57 35 28 48
Quartz
Microcline 24 30 34
35 b) 59 b) 64 43
Plaglioclase 6 11 ....
Micas 3 1 .... .... .... .... 2
Clay 9 7 .... .... .... .... 8
Carbonate c) c) c)
2 .... c)
Other 1 .... 6 d)
8 e)
4 e) 8 e) c)
MINERAL A B C D E F
Tabel II – 6.
Klomposisi Kimia Limestone 14)
MINERAL A B C D E F
Tabel II – 7.
Komposisi Kimia Dolomit 14)
MINERAL A B C D E F
Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 none .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....
Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale 14)
MINERAL A B C D E F
2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :
………………………..........…………………………..(2-
1)
dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.
Gambar 2.2.
Pengaruh Pemilahan Dan Matrik Terhadap Porositas
Dan Permeabilitas Dalam Graywake 1)
2.1.2.2. Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Dalam sistem minyak-air benda padat (Gambar
2.22), gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah :
AT = so - sw = wo. cos wo ………………….......…………………..….(2-4)
dimana :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.
Gambar 2.3.
Kesetimbangan Gaya-Gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan 1)
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Semakin besar harga tegangan adhesi, batuan akan mempunyai sifat
kebasahan terhadap minyak yang semakin besar, dan inilah fakta yang
menyebabkan minyak akan lebih mudah terperangkap menjadi “residual oil”.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip ( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak
membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatip ( > 90o), berarti batuan
bersifat oil wet, seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air Dengan Hidrokarbon
Pada Permukaan Silica
dimana :
Pc = tekanan kapiler
= tegangan permukaan antara dua fluida
cos = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
= perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Gambar 2.6.
Kurva Tekanan Kapiler 5)
……………..……....…...
(2-7)
Saturasi air (Sw) adalah :
………...………….....…..(2-
8)
Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori pori yang diisi oleh gas
Sg ........….......…………..….(2-9)
volume pori pori total
2.1.2.5. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh
Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai
berikut :
k dP
V …………….………(2-13)
dL
dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
= viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, mD
Gambar 2.8.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas 1)
Q.. L
K ………………………. (2-
A.( P1 P2 )
14)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q (cm 3 / sec). (centipoise) L (cm)
K (darcy) ………….....………..(2-15)
A (sqcm). ( P1 P2 ) (atm)
Gambar 2.9.
Kurva Permeabilitas Efektif Pada Sistem Minyak-Air 5)
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas effektif pada sistem
minyak-air, yaitu:
1. Ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga
Kw turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan bahwa untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak
karena Ko-nya kecil, demikian pula berlaku untuk air.
2. Ko turun menjadi nol, dimana sementara masih terdapat saturasi minyak
dalam batuan (titik C) dengan kata lain di bawah saturasi minimum
tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi minimum
ini disebut “residual oil saturation” atau “critical oil saturation” (Sor atau
Soc), demikian juga untuk air yaitu Swr atau Swc (titik D).
3. Harga Ko dan Kw selalu lebih kcil dari harga K, kecuali pada titik A dan
B, sehingga :
Ko + Kw ≤ K ................................................(2-18)
Jika harga Kro dan Krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka
akan didapat kurva seperti pada Gambar 2.10. Harga Kro dan Krw berkisar antara
0 sampai 1.
Dari persamaan (2-18) diperoleh hubungan sebagai berikut :
Kro + Krw ≤ 1 ................................................(2-19)
Demikian untuk cara yang sama dapat dibuat untuk sistem gas dan minyak.
Gambar 2.11., harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
Krg + Krw ≤ 1 ................................................(2-20)
Gambar 2.10.
Kurva Permeabilitas Relatif Pada Sistem Minyak-Air 5)
Gambar 2.11.
Kurva Permeabilitas Relatif Pada Sistem Minyak-Gas 5)
2.1.2.6. Kompresibilitas
Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas batuan,
antara lain :
Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang paling
penting dalam teknik reservoir khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua
macam tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang
serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.
dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).
Tabel II – 9.
Alkana (CnH2n+2) 12)
Tabel II-11.
Sifat-Sifat Fisik Alkena 12)
D. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini
adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga
ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktip yang tinggi seperti olefin. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan
parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam
minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.
Tabel II – 13.
Komposisi Kimia Air Formasi 1)
Connate Water
Composition From well # 23 Stover Faria, Sea Water
Ion McKean Country, Pa. Parts per million
Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 ………….
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br - 320 ………….
I- 10 ………….
Total 126,200 34,540
2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir
Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah : berat jenis,
viskositas, faktor volume formasi, dan kompresibilitas.
dimana :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR
dimana :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak = yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.
atau
………………………
(2-26)
4. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per
unit perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
…………………….…(2-27)
5. Faktor Deviasi
Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat
dihitung. Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan Standing telah
membuat korelasi berupa grafik :
z = f(Pr,Tr) dapat dilihat pada (Gambar 2.13)
Gambar 2.13.
Koreksi Harga z (deviation faktor) Katz dan Standing 12)
………………………….(2-28)
dimana :
= viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy =
gradient kecepatan, cm/(sec.cm).
Viskositas minyak dipengaruhi oleh P, T, dan Rs. Hubungan antara
viskositas minyak (o) terhadap P dan T dapat dilihat pada (Gambar 2.14).
Gambar 2.14.
Pengaruh Viscositas Minyak terhadap berbagai Tekanan 12)
2. Densitas Minyak
Densitas adalah perbandingan berat masa suatu substansi dengan unit dari
volume tersebut. Cara penentuan diantaranya dengan mencari hubungan antara
densitas minyak dengan pengaruh GOR (dikembangkan oleh Katz). Dengan cara
ini ketelitian berbeda 3 % dari hasil percobaan.
Hubungan tersebut dapat dituliskan :
.…………………..(2-29)
dimana :
o = densitas minyak, lbm/cuft
sc = ……………………(2-
30)
Gambar 2.15.
Grafik Penentuan Gravity Gas bila diketahui Rs dan 0API 2)
Spesific gravity gas yang terlarut dalam minyak ini dapat dicari hubungan R s
(Gambar 2.14).
Bila harga kelarutan gas dan komposisi gas diketahui, maka untuk
menghitung 0 dapat digunakan korelasi Standing, yaitu mengoreksi adanya CH4
C2H6 yang masih berupa gas (Gambar 2.16).
Gambar 2.16.
Koreksi Gravity Gas Terhadap CH4 dan C2H6 yang Masih Berupa Gas 2)
…......………………..(2-32)
dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagaian gas terbebaskan.
Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat
terjadinya pengembangan gas.
Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada (Gambar 2.17).
Gambar 2.17.
Bo Sebagai Fungsi Tekanan 2)
4. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:
………………………(2-33)
dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir, psi
Pb = tekanan bubble point, psi
Gambar 2.18.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan 2)
Gambar 2.19.
Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur 12)
2. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart yang merupakan
fungsi total padatan. Berat jenis formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan
dengan membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi (B w) dan
perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada
kondisi reservoir.
Faktor volume formasi air formasi meningkat, hal ini disebabkan oleh
pengembangan air formasi pada tekanan dibawah tekanan jenuh, gas keluar dari
larutan tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air formasi, maka penyusutan
fasa cair relatip kecil. Dan biasanya penyusutan ini tidak cukup untuk
mengimbangi pengembangan air formasi pada penurunan tekanan, sehingga faktor
volume formasi air-formasi terus meningkat dibawah tekanan jenuh.
Gambar 2.20.
Tipe Faktor Volume Formasi Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan 12)
Gambar 2.21.
Vwt Sebagai Fungsi Suhu Reservoir 12)
Gambar 2.22.
Vwp Sebagai Fungsi Tekanan Reservoir 12)
4. Kompresibilitas Air Formasi
Kompresibilitas air murni tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan
gas dalam air. Kompresibilitas air murni tanpa adanya gas terlarut didalamnya
ditunjukkan pada (Gambar 2.23).
Kompresibilitas air murni pada suhu konstan dinyatakan dalam
persamaan berikut
………………………(2-
36)
dimana :
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1.
V = volume air murni, bbl
V = perubahan volume air murni, bbl
P = perubahan tekanan, psi.
Gambar 2.23.
Kompresibilitas Air Formasi
Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur 5)
Gambar 2.24.
Faktor Koreksi Terhadap Gas yang Terlarut 5)
Gambar 2.25.
Kelarutan Gas Dalam Air Formasi Sebagai
Fungsi Temperatur Dan Tekanan 5)
Gambar 2.26.
Koreksi Terhadap Kegaraman
Untuk Kelarutan Gas Dalam Air Formasi 5)
…….............………… (2-38)
Gambar 2.27.
Gradient Temperatur Rata-Rata Untuk Suatu Lapangan 1)
2.4. Jenis-Jenis Reservoir
Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
berdasarkan fasa fluida, perangkap reservoir, dan mekanisme pendorong.
Gambar 2.28.
Prinsip Penjebakan Minyak Dalam Perangkap Struktur 11)
Perangkap patahan sering juga terdapat dalam berbagai reservoir minyak
dan gas. Gejala patahan (sesar) dapat bertindak sebagai unsur penyekat dalam
penyaluran minyak. Sering dipermasalahkan apakah patahan itu merupakan
penyekat atau penyalur. Smith (1966) mengemukakan bahwa persoalan patahan
sebagai penyekat sebetulnya tergantung dari tekanan kapiler. Secara teoritis,
memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada
tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-kecilnya tekanan
yang disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya
tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur
atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka
minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka
patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat. Patahan yang berdiri sendiri
tidaklah dapat membentuk suatu perangkap.
Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu
perangkap yang betul-betul hanya disebabkan karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah
2. Harus paling sedikit dua patahan yang berpotongan
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu pelipatan
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah
Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni.
Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkung daripada suatu perangkap
struktur.
Gambar 2.29.
Beberapa Unsur Utama Dalam Perangkapstratigrafi,
Penghalang-Permeabilitas Dan Kedudukan Struktur 11)
Gambar 2.30.
Pembajian Lapisan Reservoir Sebagai
Unsur Perangkap Stratigrafi 11)
Gambar 2.31.
Penyerpihan Lapisan Reservoir (Jari-Jemari)
Sebagai Unsur Perangkap Stratigrafi 11)
Gambar 2.32.
Peta Struktur Perangkap Kombinasi
Patahan dan Pembajian 11)
Gambar 2.33.
Penampang Beberapa Tubuh Pasir Memperlihatkan Posisi
Akumulasi Minyak Bumi Karena Kedudukan Struktur 11)
Gambar 2.34.
Kombinasi Perangkap Stratigrafi Dan Struktur Lipatan
Dimana Di Satu Pihak Lapisan Reservoir Membaji 11)
2.4.2. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon
Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida reservoir dapat dibagi menjadi
lima, yaitu reservoir minyak berat, reservoir minyak ringan, reservoir gas
kondensat, reservoir gas basah, dan reservoir gas kering.
Gambar 2.35.
Diagram Fasa Dari Minyak Berat 12)
Gambar 2.36.
Diagram Fasa Dari Minyak Ringan 12)
Gambar 2.38.
Diagram Fasa Dari Gas Basah 12)
Gambar 2.39.
Diagram Fasa Dari Gas Kering 12)
Gambar 2.40.
Solution Gas Drive Reservoir 4)
Gambar 2.41.
Karakteristik Tekanan, PI Dan GOR
Pada Solution Gas Drive Reservoir 4)
Gambar 2.42.
Gas Cap Drive reservoir. 11)
Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke
bawah, air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan
reservoir relatip kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya
akan terus semakin ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis
ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20 - 40 %, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga residu oil yang masih
tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup adalah lebih kecil jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive (Gambar 2.43).
Gambar 2.43.
Karakteristik Tekanan, PI, Dan GOR
Pada Gas Cap Drive Reservoir 5)
Gambar 2.44.
Water Drive Reservoir 4)
Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air
telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang
semakin lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan
karena produksi minyaknya tidak ekonomis lagi (Gambar 2.44).
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian
minyak yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis
pendesakan lainnya, yaitu antara 35 - 75% dari volume minyak yang ada.
Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan
lebih sedikit.
Gambar 2.45.
Karakteristik Tekanan, PI Dan GOR
Pada Water Drive Reservoir 4)
Gambar 2.46.
Gravity Drainage Drive Reservoir 4)
Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir
tidak ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang
ada. Jika produksi semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan
tekanan dengan berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas
yang terbebaskan dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga
tekanan cepat akan habis.
Recovery yang mungkin diperoleh dari jenis reservoir gravity drainage
ini sangat bervariasi. Bila gravity drainage baik, atau bila laju produksi dibatasi
untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari gaya gravity drainage ini maka
recovery yang didapat akan tinggi. Pernah tercatat bahwa recovery dari gravity
drainage ini melebihi 80% dari cadangan awal. Pada reservoir dimana bekerja
juga solution gas drive ternyata recovery-nya menjadi lebih kecil (Gambar 2.47).
Gambar 2.47.
Kelakuan Gravity Drainage Reservoir 5)
Gambar 2.48.
Combination Drive Reservoir 5)
Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap
akan mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada
pada bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak
sempat berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi
karena dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian
peristiwa depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak
yang masih tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya
tinggi dan efesiensi produksinya lebih tinggi.
(Gambar 2.49) merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
Gas oil ratio yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan
reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas
sehingga gas oil ratio akan naik.
Gambar 2.49.
Kelakuan Combination Drive Reservoir 5)
Setelah peta isopach dibuat, maka luas daerah setiap garis isopach dapat
dihitung dengan menggunakan planimeter dan diplot pada kertas, yaitu luas
lapisan produktif versus kedalaman.
Jika peta isopach telah dibuat, maka perhitungan volume bulk batuan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode :
a) Metode Pyramidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan 0,5, yang secara matematis dituliskan :
...................................................... (2-53)
............................................................................ (2-54)
dimana :
Vbi = Volume antara dua garis isopach yang saling berurutan, ac-ft
Vb = Volume bulk batuan, ac-ft
h = interval peta isopach, ft
Ai = Luas yang dibatasi garis isopach i, acre
Ai+1 = Luas yang ditasi garis isopach i + 1, acre
b) Metode Trapezoidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan > 0,5, yang secara matematis dituliskan :
.............................................................. (2-55)
c) Metode Simpson
Metode ini digunakan jika interval kontur dan isopach tidak sama (tidak
teratur) dan hasilnya akan lebih teliti jika dibandingkan dengan metode
trapezoidal. Secara matematis dituliskan :
............ (2-56)
Dimana :
= Porositas rata-rata, fraksi
Sw = Saturasi air rata-rata, fraksi
Boi = Faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF
Gambar 2.56.
Contoh Grafik Untuk Menentukan Volume Bulk Batuan 1)
Unit recovery untuk reservoir gas dengan mekanisme pendorong water drive :
dimana :
Bga = Faktor volume formasi gas akhir, cuft/SCF
Sor = Saturasi minyak sisa, fraksi
Sgr = Saturasi gas sisa, fraksi
, .............................. (2-62)
Jika persamaan (2-62) disusun kembali, maka akan diperoleh besarnya Initial Oil
In Place (IOIP), yaitu :
, ........................... (2-63)
dimana :
Ni = Jumlah minyak mula-mula, bbl
Np = Produksi minyak komulatif, bbl
We = Perembesan air, bbl
Wp = Produksi air komulatif, bbl
Bti = Faktor volume formasi total mula-mula, bbl/STB
Bt = Faktor volume formasi total saat t, bbl/STB
= Bo + Bg (Rsi-Rs)
Bo = Faktor volume formasi minyak saat t, bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF
Bg = Faktor volume formasi gas saat t, cuft/SCF
Bw = Faktor volume formasi air saat t, bbl/STB
Rsi = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak saat t, SCF/STB
Rp = Perbandingan gas komulatif dengan minyak komulatif, SCF/STB
m = Perbandingan jumlah volume gas cap mula-mula dengan volume
============minyak mula-mula, SCF/STB
Untuk reservoir undersaturated, maka We = 0 dan tidak ada gas cap mula-mula (m
= 0), sehingga persamaan (2-63) menjadi :
, .................................................... (2-64)
, ............................................................................ (2-65)
, .................................................... (2-66)
,.................................................... (2-67)
dimana :
G = Jumlah gas mula-mula, SCF
Gp = Produksi komulatif gas, SCF
Bgf = Faktor volume formasi gas akhir, cuft/SCF
Adanya perembesan air (water influx) sering menjadi problem untuk
reservoir yang berbatasan dengan aquifer, oleh karena itu pada bagian ini akan
sedikit dibicarakan mengenai persamaan water influx (We), yaitu :
Schilthuis (1936), menurunkan persamaan dengan anggapan bahwa kondisi steady
state, penurunan tekanan teratur dan bertahap, viscositas, permeabilitas, dan
geometri aquifer konstan, maka :
dimana :
k = Konstanta water influx, bbl/D/psi
Pi - P = Penurunan tekanan, psi
Hurst (1943), menurunkan persamaan pengembangan dari persamaan Schilthuis,
yaitu :
, .................................................................... (2-70)
dimana :
c = Konstanta water influx, bbl/D/psi
a = Konstanta konversi waktu
van Everdingen dan Hurst (1949), menurunkan persamaan dengan anggapan
bahwa kondisi steady state, yaitu :
, .............................................................. (2-71)
dimana :
B = Konstanta water influx, bbl/psi
= 1,119 Ce rw2 h (/360)
= Porositas rata-rata, fraksi
Ce = Kompressibilitas air formasi, psi-1
rw = Jari-jari sumur, ft
h = Ketebalan lapisan, ft
= Sudut yang dibentuk oleh lingkaran reservoir
Q(t) = Water influx yang merupakan fungsi dari tD, tidak berdimensi
tD = Waktu perembesan air, tak berdimensi
Gambar 2.57.
Type Plot Laju Produksi vs Produksi Kumulatif 16)
Dari Gambar (2.57). terlihat bahwa laju produksi mula-mula stabil dan
setelah periode produksi tertentu, laju produksi mengalami penurunan.
Analisa decline curve merupakan suatu interpolasi data-data produksi yang
telah diproduksi sebelumnya tanpa memperhatikan hukum-hukum kimia dan
fisika tentang aliran minyak atau gas dalam reservoir.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperkirakan besarnya
cadangan hidrokarbon dengan metode decline curve, adalah :
- Produksi telah menurun.
- Sumur diproduksi pada kapasitasnya.
- Tidak terjadi perubahan metode produksi.
Berdasarkan bentuk penurunannya, ada tiga jenis decline curve, yaitu
exponential, hyperbolic dan harmonic decline curve.
1. Exponential Decline
Exponential Decline sering disebut constant percentage decline, dimana
kurvanya mempunyai harga penurunan laju produksi per satuan waktu sebanding
dengan laju produksinya, yang secara matematis dituliskan :
a ......................................................................(2-73)
a t = ln qi – ln qt = ln
.............................................................................. (2-75)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2-72) ke dalam persamaan (2-75), maka :
............................................................................ (2-76)
............................................................................... (2-77)
....................................................................... (2-78)
2. Hyperbolic Decline
Besarnya decline rate pada hyperbolic decline adalah berubah-ubah, yangb
secara matematis dituliskan :
.....................................................................................(2-79)
dimana :
n = Konstanta yang menyatakan nomor antara 0 – 1.
Apabila persamaan (2-72) disubstitusikan ke dalam persamaan (2-79),
maka :
.................................................... (2-81)
atau
................................................................ (2-82)
Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi, seperti pada
persamaan (2-80), adalah :
............................................ (2-83)
................................................(2-84)
3. Harmonic Decline
Harmonic Decline merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline,
dimana penurunan laju produksi per satuan waktu berbanding lurus terhadap laju
produksinya, karena harga n = 1.
Secara matematis, bentuk persamaan harmonic decline sama dengan
persamaan (2-82), untuk harga n = 1 yaitu :
.............................................................................. (2-85)
.................................................... (2-86)
........................................................................ (2-87)
........................................................................ (2-88)
dimana :
q = Laju aliran fluida. cc/sec
A = Luas media penampang media berpori, cm2
v = Kecepatan aliran fluida, cm/sec
k = Permeabilitas, darcy
µ = Viscositas fluida, cp
dimana :
qo = Laju aliran minyak di permukaan, STB/D
ko = Permeabilitas relatif minyak, mD
h = Ketebalan lapisan, ft
µo = Viscositas minyak, cp
Bo = Factor volume formasi minyak, bbl/STB
Pe = Tekanan reservoir pada jari-jari re, psi
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
re = Jari-jari pengurasan, ft
rw = Jari-jari sumur, ft
Untuk aliran semi mantap, dimana tidak ada aliran pada batas reservoir,
persamaan laju aliran minyak pada kondisi aliran dua fasa (gas dan minyak)
adalah sebagai berikut :
...................................................... (2-90)
..................... (2-91)
Dimana Pa adalah tekanan acuan, maka persamaan laju aliran minyak menjadi :
............ (2-92)
Karena PI bervariasi terhadap laju dan waktu dalam memproduksi sumur solution
gas drive di bawah tekanan bubblepoint, metode hubungan “inflow performance”
Vogel sangat berguna. Persamaan empiris untuk laju produksi sumur salution gas
drive adalah :
..................................... (2-93)
Dimana :
qo = Laju produksi minyak pada bottom hole pressure, Pwf, STBO/D
(qo)max = Laju produksi minyak teoritis dengan Pwf = 0 psig, STBO/D
Pwf = Tekanan dasar sumur, psig
= Tekanan static reservoir, psig
Umumnya di sekitar lubang sumur terjadi kerusakan formasi, baik sebagai
akibat invasi lumpur pemboran maupun sebagai akibat peningkatan saturasi gas
atau air di sekitar lubang bor. Apabila hal ini ditemui, maka kondisi
pengembangan persamaan Vogel tidak sesuai lagi dengan sumur sebenarnya.
................................................................. (2-95)
Persamaan (2-94) hanya dapat digunakan untuk aliran fluida satu fasa,
sehingga tidak dapat dipenuhi apabila dalam aliran fluida terdapat air formasi.
Tetapi dalam praktek keadaan semacam ini masih dapat dianggap berfasa satu,
sehingga persamaan (2-94) dapat diperluas dengan memasukkan laju aliran air ke
dalam persamaan tersebut, yaitu :
.......................................................................... (2-96)
.......................................................................... (2-97)