Anda di halaman 1dari 92

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Reservoir adalah bagian kerak bumi yang mengandung minyak dan gas
bumi. Terdapatnya minyak bumi di bawah permukaan haruslah memenuhi
beberapa syarat, yang merupakan unsur-unsur suatu reservoir minyak bumi.
Unsur-unsur tersebut, yaitu :
1. Batuan reservoir, sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi oleh minyak dan gas
bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan yang berongga-rongga
ataupun berpori-pori.
2. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan yang tidak permeable terdapat
di atas suatu reservoir dan penghalang minyak dan gas bumi yang akan keluar
dari reservoir.
3. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk yang
bentuknya sedemikian rupa sehingga lapisan berserta penutupnya merupakan
bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak dan gas bumi berada
dibagian teratas reservoir.

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral. Sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan komposisi kimia. Mineral merupakan zat-zat yang
tersusun dari komposissi kimia tertentu yang dinyatakan dalam bentuk rumus-
rumus dimana menunjukkan macam unsur-unsur serta jumlahnya yang terdapat
dalam mineral tersebut. Banyak sedikitnya suatu komposisi kimia akan
membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam batuan.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir, batuan karbonat, dan shale atau kadang-kadang volkanik. Masing-
masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda, begitu pula
sifat fisiknya. Unsur penyusun batuan reservoir perlu diketahui mengingat
macam dan jumlah akan menentukan sifat fisik maupun sifat kimiawinya.
2.1.1.1. Batupasir
Menurut Pettijohn, batupasir dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
Orthoquartzites, Graywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut berdasarkan pada
jumlah kandungan mineralnya.
a. Orthoquartzites
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari
proses yang menghasilkan unsur silica yang tinggi, dengan tidak mengalami
metaformosa (perubahan bentuk) dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa (quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya (semen)
terutama terdiri atas carbonate dan silica. Orthoquartzites merupakan jenis batuan
sedimen yang relatip bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
(Tabel II-1) menunjukkan komposisi kimia orthoquartzites.

Tabel II-1.
Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 14)

MIN. A B C D E F G H I
93,1
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58
6
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01

Tota 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6b)


101,
1
l
A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)
B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
E. Oriskany ( Devonian) a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.
b. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kwarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Material pengikatnya adalah clay dan carbonate. Secara lengkap mineral-
mineral penyusun graywacke terlihat pada (Tabel II-2).

Tabel II-2.
Komposisi Mineral Graywacke 14)

MINERAL A B C D E F

45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7


Quartz
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3

99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0


T o t a l
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).
B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. “Matrix”
Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silica dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silica yang ada
bercampur dengan silikat (silicate). Secara terperinci komposisi kimia graywacke
dapat dilihat pada (Tabel II-3).

Tabel II-3.
Komposisi Kimia Graywacke 14)

MINERAL A B C D E F
SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42

T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24

A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

c. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari quartz
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih banyak dari quartz. Sedangkan unsur-unsur lainnya, secara
berurutan sesuai prosentasenya ditunjukkan pada (Tabel II-4). Komposisi kimia
arkose ditunjukkan pada (Tabel II-5), dimana terlihat bahwa arkose mengandung
lebih sedikit silica jika dibandingkan dengan orthoquartzites, tetapi kaya akan
alumina, lime, potash, dan soda.

Tabel II-4.
Komposisi Mineral dari Arkose (%) 14)

MINERAL A B C D a) E a) F a) G

57 51 60 57 35 28 48
Quartz
Microcline 24 30 34
35 b) 59 b) 64 43
Plaglioclase 6 11 ....
Micas 3 1 .... .... .... .... 2
Clay 9 7 .... .... .... .... 8
Carbonate c) c) c)
2 .... c)

Other 1 .... 6 d)
8 e)
4 e) 8 e) c)

A. Pale Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).


B. Red Arkose (Triassic) (Krynine, 1950).
C. Sparagmite (Preeambrian) (Barth, 1938).
D. Torridonian (Preeambrian) (Mackie, 1905).
E. Lower Old Red (Devonian) (Mackie, 1905).
F. Portland (Triassic) (Merrill, 1891).
G. Average of A – G, anclusive.
a)
. Normative or calculated composition; b). Modal Feldspar; c)
. Present in amount under 1 %.
d)
. Chlorite; e). Iron oxide (hematite) and kaolin.
Tabel II-5.
Komposisi Kimia dari Arkose (%) 14)

MINERAL A B C D E F

Si O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37


Ti O2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
Fe O .... 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05
P2 O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
C O2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54

T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9

A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).


B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

2.1.1.2. Batuan Karbonat


Batuan karbonat adalah semua batuan yang terdiri dari garam karbonat.
Batuan karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya yaitu
hanya dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Organisme sangat
berperan dalam pembentukan batuan karbonat, yaitu sebagai penghasil unsur
CaCo3. Organisme pembentuk batuan karbonat dapat terdiri dari Koral,
Ganggang, Molluska, Bryozoa, Echinodermata, Brachiopoda, Ostracoda,
Porifera dan beberapa jenis organisme lainnya.
Batuan karbonat yang dalam hal ini adalah limestone dan dolomit atau
yang bersifat antara keduanya. Limestone adalah istilah yang dipakai untuk
kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80% kalsium karbonat atau
magnesium. Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi
karbonat melebihi unsur-unsur non karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun
oleh mineral kalsit, sedangkan untuk dolomit mineral penyusunnya adalah mineral
dolomit itu sendiri.
Limestone sebagian besar terdiri dari kalsit sehingga kandungan CaO
dan CO2 nya sangat tinggi, yang seringkali jumlahnya melebihi 95%. Unsur
lainnya yang dianggap penting adalah MgO, dimana jika jumlahnya lebih besar
dari 1% atau 2% maka kemungkinan besar mengandung mineral dolomit.
Kebanyakan limestone mengandung Mg3 antara 4% sampai lebih.

Tabel II – 6.
Klomposisi Kimia Limestone 14)

MINERAL A B C D E F

Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09


Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....
Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17

T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1

A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)


B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)
Dolomit adalah jenis batuan yang mempunyai variasi dari limestone
yang mengandung unsur karbonat lebih besar dari 50%, sedangkan unsure-unsur
batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antar limestone dan dolomit
mempunyai nama yang bermacam-macam, tergantung dari unsur yag
dikandungnya. Perbedaan komposisi kimia antara limestone dan dolomit adalah
pada unsur Mg-nya dimana pada dolomit mempunyai kadar Mg yang lebih besar.

Tabel II – 7.
Komposisi Kimia Dolomit 14)

MINERAL A B C D E F
Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 none .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....

T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9

A. Theoretical composition of pure dolomite. D. “Knox” Dolomite


B. Dolomitic Limestone E. Cherty-Dolomite
C. Niagaran Dolomite F. Randville Dolomite

2.1.1.3. Batuan Shale


Pada umumnya unsur penyusun shale ini terdiri dari lebih kurang 58 %
silicon dioxide (SiO2), 15 % alumunium oxide (Al2O3), 6 % iron oxide (FeO) dan
Fe2O3. 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide (CaO), 3 % potasium
oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), dan 5 % air (H 2O). Sisanya adalah metal
oxide dan anion seperti terlihat pada (Tabel II-8).

Tabel II-8.
Komposisi Kimia Shale 14)

MINERAL A B C D E F

Si O2 58,10 55,43 60,15 60,64 56,30 69,96


Ti O2 0,54 0,46 0,76 0,73 0,77 0,59
Al2 O3 15,40 13,84 16,45 17,32 17,24 10,52
Fe2 O3 4,02 4,00 4,04 2,25 3,83
3,47
Fe O 2,45 1,74 2,90 3,66 5,09
Mn O .... T T .... 0,10 0,06
Mg O 2,44 2,67 2,32 2,60 2,54 1,41
Ca O 3,11 5,96 1,41 1,54 1,00 2,17
Na2 O 1,30 1,80 1,01 1,19 1,23 1,51
K2 O 3,24 2,67 3,60 3,69 3,79 2,30
H2 O + 3,45 3,82 3,51 3,31 1,96
5,00
H2 O – 2,11 0,89 0,62 0,38 3,78
P 2 O3 0,17 0,20 0,15 .... 0,14 0,18
C O2 2,63 4,62 1,46 1,47 0,84 1,40
S O3 0,64 0,78 0,58 .... 0,28 0,03
Organic 0,80 a 0,69 a 0,88 a .... 1,18 a 0,66
Misc. .... 0,06 b 0,04 b 0,38 c 1,98 c 0,32

T o t a l 99,95 100,84 100,46 99,60 100,00 100,62

A. Average Shale (Clarke, 1924, p.24)


B. Composite sample of 27 Mesozoic and Cenozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
C. Composite sample of 52 Paleozoic shales, HN Stokes, analyst, (Clarke, 1924, p.552).
D. Unweighted avrg. of 36 analyses of Slate (29 Paleozoic, 1 Mesozoic, 6 Precambrian)(Eckel, 1904).
E. Unweighted avrg. of 33 analyses of Precambrian Slate (Nanz, 1953)
F. Composite analyses of 235 samples of Mississippi delta, (Clarke, 1924, p. 509).
a
. Carbon; b. Ba O; c. Fe S2 .

2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir


Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi batuan reservoir asalkan
mempunyai porositas dan permeabilitas yang cukup, namun pada kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya
reservoir minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya
akan banyak berhubungan dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang
porous dan permeable.

2.1.2.1. Porositas
Porositas () didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari volume ruang
pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-kecilnya porositas
suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan fluida reservoir. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :

………………………..........…………………………..(2-

1)
dimana :
Vb = volume batuan total (bulk volume)
Vs = volume padatan batuan total (volume grain)
Vp = volume ruang pori-pori batuan.

Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:


1. Porositas absolut, adalah persen volume pori-pori total terhadap volume
batuan total (bulk volume).
Volume pori total
  100% …………………………………………..(2-2)
bulk volume

2. Porositas efektif, adalah persen volume pori-pori yang saling berhubungan


terhadap volume batuan total (bulk volume).
Volume pori yang berhubungan
  100% …..………………………..(2-3)
bulk volume

Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan karena dianggap


sebagai fraksi volume yang produktif.
Disamping itu menurut waktu dan cara terjadinya, maka porositas dapat
juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1. Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan sedimen
diendapkan.
2. Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah batuan
sedimen terendapkan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1. Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya proses
pelarutan batuan.
2. Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena adanya
kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban, seperti : lipatan,
sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk dievaluasi atau ditentukan
secara kuantitatip karena bentuknya tidak teratur.
1. Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3) ditransformasikan
menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut reaksi kimia :
2CaCO3 + MgCl2  CaMg(CO3)2 + CaCl2
Menurut para ahli, batugamping yang terdolomitasi mempunyai porositas yang
lebih besar dari pada batugampingnya sendiri.
Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
ukuran butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya), susunan
butir, dan sementasi. Pada gambar 2.1. di bawah ini memperlihatkan bahwa
susunan butir mempunyai pengaruh terhadap porositas, yaitu untuk susunan butir
berbentuk kubus mempunyai harga porositas sebesar 47.6%, sedangkan untuk
orthogonal besarnya harga porositas adalah 25.9%. harga porositas ini tidak
dipengaruhi oleh besar butirannya, karena untuk besar butir yang berbeda asalkan
susunan butirnya sama, maka akan memberikan harga porositas yang sama.
Gambar 2.1.
Pengaruh Susunan Butir Terhadap Harga Porositas 1)
Sedangkan pada gambar 2.2. menunjukkan bahwa makin baik derajat
pemilahan dari butiran batuan, maka akan memberikan harga porositas yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan batuan yang mempunyai derajat pemilahan yang
buruk. Untuk bentuk butiran apabila mendekati bentuk bola, maka permeabilitas
dan porositasnya akan lebih tinggi, dan untuk butiran yang menyudut akan
memperkecil porositas. Adapun mengenai sementasi biasanya ini akan
memperkecil porositas.

Gambar 2.2.
Pengaruh Pemilahan Dan Matrik Terhadap Porositas
Dan Permeabilitas Dalam Graywake 1)
2.1.2.2. Wettabilitas
Apabila dua fluida bersinggungan dengan benda padat, maka salah satu
fluida akan bersifat membasahi permukaan benda padat tersebut, hal ini
disebabkan adanya gaya adhesi. Dalam sistem minyak-air benda padat (Gambar
2.22), gaya adhesi AT yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat adalah :
AT = so - sw = wo. cos wo ………………….......…………………..….(2-4)
dimana :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm
wo = sudut kontak minyak-air.

Gambar 2.3.
Kesetimbangan Gaya-Gaya Pada Batas Air-Minyak-Padatan 1)
Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung untuk
melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak diantara fasa air.
Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan batuan dan akan lebih
mudah mengalir.
Semakin besar harga tegangan adhesi, batuan akan mempunyai sifat
kebasahan terhadap minyak yang semakin besar, dan inilah fakta yang
menyebabkan minyak akan lebih mudah terperangkap menjadi “residual oil”.
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positip ( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air tidak
membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatip ( > 90o), berarti batuan
bersifat oil wet, seperti yang terlihat pada gambar 2.4.
Gambar 2.4.
Sudut Kontak Antar Permukaan Air Dengan Hidrokarbon
Pada Permukaan Silica

Distribusi cairan dalam sistem pori – pori batuan tergantung pada


kebasahan, Distribusi fluida tersebut ditunjukkan pada (Gambar 2.5). Distribusi
pendulair ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi tidak kontinyu dan
fasa yang tidak membasahi ada dalam kontak dengan beberapa permukaan butiran
batuan. Sedangkan distribusi funiculair ring adalah keadaan dimana fasa yang
membasahi kontinyu dan secara mutlak terdapat pada permukaan butiran.
Gambar 2.5.
Distribusi Ideal Fasa Fluida “Wetting“ dan “Non Wetting”
untuk Kontak antar Butir – butir Batuan yang Bulat. 1)
a) Distribusi “Pendulair Ring”
b) Distribusi “Funiculair Ring”

2.1.2.3. Tekanan Kapiler


Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-cairan atau cairan-gas)
sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang memisahkan mereka.
Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan tekanan antara fluida “non-
wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “Wetting fasa” (Pw) atau :
Pc = Pnw - Pw …………............................................................................…(2-5)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi pertemuan
permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir biasanya air sebagai
fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak dan gas sebagai non-
wetting fasa atau tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori
dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut :
2. .cos 
Pc    . g. h …………………………….......……………….(2-
r
6)

dimana :
Pc = tekanan kapiler
 = tegangan permukaan antara dua fluida
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida
r = jari-jari lengkung pori-pori
 = perbedaan densitas dua fluida
g = percepatan gravitasi
h = tinggi kolom
Gambar 2.6.
Kurva Tekanan Kapiler 5)

Dalam Persamaan (2-6) dapat dilihat bahwa tekanan kapiler


berhubungan dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact),
sehingga data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus
saturasi air (Sw), seperti pada (Gambar 2.6). Perubahan ukuran pori-pori dan
densitas fluida akan mempengaruhi bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan
zona transisi.
Dari Persamaan (2-6) ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika
perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini
berarti bahwa reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas
fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona transisi minimum.
Demikian juga untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka
kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan permeabilitas
yang rendah.

2.1.2.4. Saturasi Fluida


Dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih dari satu
macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang tersebar ke
seluruh bagian reservoir. Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai
perbandingan antara volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida
tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu batuan berpori.
Saturasi minyak (So) adalah :

……………..……....…...

(2-7)
Saturasi air (Sw) adalah :

………...………….....…..(2-

8)
Saturasi gas (Sg) adalah :
volume pori  pori yang diisi oleh gas
Sg  ........….......…………..….(2-9)
volume pori  pori total

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :


Sg + So + Sw = 1 .......……………………..2-10)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1 ….......………………….(2-11)
Gambar 2.7.
Variasi Pc Terhadap Sw 1)
a) Untuk Sistem Batuan Yang Sama Dengan
Fluida Yang Berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida Yang Sama Dengan
Batuan Yang Berbeda.

Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :


1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam reservoir,
saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan yang kurang
porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatip akan mempunyai
Sw yang tinggi dan Sg yang relatip rendah. Demikian juga untuk bagian atas
dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan densitas dari masing-masing fluida ditunjukkan pada (Gambar 2.7).
2. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatip produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh air
dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan minyak,
saturasi fluida berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang pori-
porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh hidrokarbon adalah :
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V ……………………...(2-12)

2.1.2.5. Permeabilitas
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Permeabilitas batuan
merupakan fungsi dari tingkat hubungan ruang antar pori-pori dalam batuan
Definisi kwantitatif permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh
Henry Darcy (1856) dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai
berikut :
k dP
V  …………….………(2-13)
 dL

dimana :
V = kecepatan aliran, cm/sec
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori, mD

Tanda negatif dalam Persamaan (2-13) menunjukkan bahwa bila tekanan


bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut.
Beberapa anggapan yang digunakan oleh Darcy dalam Persamaan (2-13)
adalah:
1. Alirannya mantap (steady state)
2. Fluida yang mengalir satu fasa
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan
4. Kondisi aliran isothermal
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal
6. Fluidanya incompressible.
Dalam batuan reservoir, permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
melalui media berpori tersebut hanya satu fasa, misal hanya minyak atau gas
saja.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan antara permeabilitas efektif dengan
permeabilitas absolut.
Dasar penentuan permeabilitas batuan adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy. Dalam percobaan ini, Henry Darcy menggunakan
batupasir tidak kompak yang dialiri air. Batupasir silindris yang porous ini 100%
dijenuhi cairan dengan viskositas , dengan luas penampang A, dan panjanggnya
L. Kemudian dengan memberikan tekanan masuk P1 pada salah satu ujungnya
maka terjadi aliran dengan laju sebesar Q, sedangkan P 2 adalah tekanan keluar.
Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah konstan dan
akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak tergantung dari cairan,
perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang digunakan. Dengan mengatur laju Q
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran turbulen, maka diperoleh harga
permeabilitas absolut batuan. Ditunjukkan pada (Gambar 2.8).

Gambar 2.8.
Diagram Percobaan Pengukuran Permeabilitas 1)
Q.. L
K ………………………. (2-
A.( P1  P2 )

14)
Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :
Q (cm 3 / sec).  (centipoise) L (cm)
K (darcy)  ………….....………..(2-15)
A (sqcm). ( P1  P2 ) (atm)

Dari Persamaan (2-14) dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi


aliran yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang
compressible dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa,
kemungkinan terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Untuk itu dikembangkan pula
konsep mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai Ko, Kg, Kw, dimana masing-masing untuk
minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif dinyatakan sebagai berikut :
Ko Kg Kw
K ro  , Krg  , K rw 
K K K
Dimana masing-masing untuk permeabilitas relatif minyak, gas, dan air.
Percobaan yang dilakukan pada dasarnya untuk sistem satu fasa, hanya disini
digunakan dua macam fluida (minyak-air) yang dialirkan bersama-sama dan
dalam keadaan kesetimbangan. Laju aliran minyak adalah Q o dan air adalah Qw.
Jadi volume total (Qo + Qw) akan mengalir melalui pori-pori batuan per satuan
waktu, dengan perbandingan minyak-air permulaan, pada aliran ini tidak akan
sama dengan Qo / Qw. Dari percobaan ini dapat ditentukan harga saturasi minyak
(So) dan saturasi air (Sw) pada kondisi stabil. Harga permeabilitas efektip untuk
minyak dan air adalah :
Q o . o . L
Ko  ......……………………(2-
A.( P1  P2 )
16)
Q w . w . L
Kw  …......………………...(2-
A.( P1  P2 )
17)
dimana :
o = viskositas minyak
w = viskositas air.
Percobaan ini diulangi untuk laju permukaan (input rate) yang berbeda
untuk minyak dan air, dengan (Qo + Qw) tetap kontan. Harga-harga Ko dan Kw
pada Persamaan 2-16 dan 2-17 jika diplot terhadap S o dan Sw akan diperoleh
hubungan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Dari Gambar 2.9, dapat
ditunjukkan bahwa Ko pada Sw = 0 dan So = 1 akan sama dengan harga K absolut,
demikian juga untuk harga K absolutnya (titik A dan B pada Gambar 2.9).

Gambar 2.9.
Kurva Permeabilitas Efektif Pada Sistem Minyak-Air 5)

Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas effektif pada sistem
minyak-air, yaitu:
1. Ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga
Kw turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan bahwa untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak
karena Ko-nya kecil, demikian pula berlaku untuk air.
2. Ko turun menjadi nol, dimana sementara masih terdapat saturasi minyak
dalam batuan (titik C) dengan kata lain di bawah saturasi minimum
tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak lagi. Saturasi minimum
ini disebut “residual oil saturation” atau “critical oil saturation” (Sor atau
Soc), demikian juga untuk air yaitu Swr atau Swc (titik D).
3. Harga Ko dan Kw selalu lebih kcil dari harga K, kecuali pada titik A dan
B, sehingga :
Ko + Kw ≤ K ................................................(2-18)

Jika harga Kro dan Krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka
akan didapat kurva seperti pada Gambar 2.10. Harga Kro dan Krw berkisar antara
0 sampai 1.
Dari persamaan (2-18) diperoleh hubungan sebagai berikut :
Kro + Krw ≤ 1 ................................................(2-19)
Demikian untuk cara yang sama dapat dibuat untuk sistem gas dan minyak.
Gambar 2.11., harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
Krg + Krw ≤ 1 ................................................(2-20)

Gambar 2.10.
Kurva Permeabilitas Relatif Pada Sistem Minyak-Air 5)
Gambar 2.11.
Kurva Permeabilitas Relatif Pada Sistem Minyak-Gas 5)
2.1.2.6. Kompresibilitas
Menurut Geerstma (1957) terdapat tiga konsep kompressibilitas batuan,
antara lain :
 Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan
terhadap satuan perubahan tekanan.
 Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori – pori batuan dianggap yang paling
penting dalam teknik reservoir khususnya.
Batuan yang berada pada kedalaman tertentu akan mengalami dua
macam tekanan, antara lain :
1. Tekanan hidrostatik fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan
2. Tekanan-luar (external stress) yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan tekanan
pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan tekanan ini akan
mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-pori dan volume total
(bulk) batuan reservoir.Untuk padatan (grains) akan mengalami perubahan yang
serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya.

Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai


kompressibilitas Cr atau :
1 dVr
Cr  . ...……………………….(2-21)
Vr dP

Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat dinyatakan


sebagai kompressibilitas Cp atau :
1 dVp
Cp  . ......…………………...(2-22)
Vp dP *

dimana :
Vr = volume padatan batuan (grains)
Vp = volume pori-pori batuan
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan
P* = tekanan luar (tekanan overburden).

2.2. Karakteristik Fluida Reservoir


Fluida reservoir yang terdapat dalam ruang pori-pori batuan reservoir
pada tekanan dan temperatur tertentu, secara alamiah merupakan campuran yang
sangat kompleks dalam susunan atau komposisi kimianya. Sifat-sifat dari fluida
hidrokarbon perlu dipelajari untuk memperkirakan cadangan akumulasi
hidrokarbon, menentukan laju aliran minyak atau gas dari reservoir menuju dasar
sumur, mengontrol gerakan fluida dalam reservoir dan lain-lain.
Fluida reservoir minyak dapat berupa hidrokarbon dan air (air formasi).
Hidrokarbon terbentuk di alam, dapat berupa gas, zat cair ataupun zat padat.
Sedangkan air formasi merupakan air yang dijumpai bersama-sama dengan
endapan minyak.

2.2.1. Komposisi Kimia Fluida Reservoir


Fluida reservoir terdiri dari hidrokarbon dan air formasi. Dalam
pembahasannya akan dibicarakan mengenai sifat-sifat kimia dan fisika kedua jenis
fluida reservoir tersebut.

2.2.1.1. Komposisi Kimia Hidrokarbon


Hidrokarbon adalah senyawa yang terdiri dari atom karbon dan
hidrogen. Senyawa karbon dan hidrogen mempunyai banyak variasi yang terdiri
dari hidrokarbon rantai terbuka, yang meliputi hidrokarbon jenuh dan tak jenuh
serta hidrokarbon rantai tertutup (susunan cincin) meliputi hidrokarbon cyclic
aliphatic dan hidrokarbon aromatic.
Keluarga hidrokarbon dikenal sebagai seri homolog, anggota dari seri
homolog ini mempunyai struktur kimia dan sifat-sifat fisiknya dapat diketahui
dari hubungan dengan anggota deret lain yang sifat fisiknya sudah di ketahui
Sedangkan pembagian tingkat dari seri homolog tersebut didasarkan pada jumlah
atom karbon pada struktur kimianya.

A. Golongan Hidrokarbon Jenuh


Seri homolog dari hidrokarbon ini mempunyai rumus umum CnH2n+1 dan
mempunyai ciri dimana atom-atom karbon diatur menurut rantai terbuka dan
masing-masing atom dihubungkan oleh ikatan tunggal, dimana tiap-tiap valensi
dari satu atom C berhubungan dengan atom C disebelahnya. Seri homolog
hidrokarbon ini biasanya dikenal dengan nama alkana (Inggris : alkene) dimana
penamaan anggota seri homolog ini disesuaikan dengan jumlah atom karbon
dalam sebutan Yunani dan diakhiri dengan akhiran “ana” (Inggris : “ane”).
Senyawa dari golongan ini (alkana) disebut juga sebagai hidrokarbon golongan
paraffin. (Tabel II-9) menunjukkan contoh-contoh nama-nama anggota alkana
sesuai dengan jumlah atom karbonnya.

Tabel II – 9.
Alkana (CnH2n+2) 12)

No. Karbon, n Nama


1 Methane
2 Ethane
3 Propane
4 Butane
5 Pentane
6 Hexane
7 Heptane
8 Octane
9 Nonane
10 Decane
20 Eicosane
30 Triacontane

Pada tekanan dan temperatur normal empat alkana yang pertama


merupakan gas. Sebagai hasil meningkatnya titik didih (boiling point) karena
penambahan jumlah atom karbon maka mulai pentana (C5H12) sampai hepta
dekana (C17H36) merupakan cairan. Sedangkan alkana yang mengandung 18 atom
karbon atau lebih merupakan padatan (solid). Alkana dengan rantai bercabang
memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang berlainan dengan n-alkana, dimana
untuk rantai bercabang memperlihatkan sifat-sifat fisik yang kurang beraturan.
Perubahan dalam struktur menyebabkan perubahan didalam gaya antar
molekul (inter molekuler force) yang menghasilkan perbedaan pada titik lebur dan
titik didih diantara isomer-isomer alkana. Seri n-alkana yang diberikan pada Tabel
II-10 memperlihatkan gradasi sifat-sifat fisik yang tidak begitu tajam.
Tabel II – 10.
Sifat–Sifat Fisik n-Alkana 12)
No. Name Boiling Point Melting Point Specific Gravity
o
F o
F 60o/60 oF
1 Methane -258.7 -296.6 ..........
2 Ethane -127.5 -297.9 ..........
3 Propane -43.7 -305.8 0.508
4 Butane 31.1 -217.0 0.584
5 Pentane 96.9 -201.5 0.631
6 Hexane 155.7 -139.6 0.664
7 Heptane 209.2 -131.1 0.688
8 Octane 258.2 -70.2 0.707
9 Nonane 303.4 -64.3 0.722
10 Decane 345.5 -21.4 0.734
11 Undecane 384.6 -15 0.740
12 Dodecane 421.3 14 0.749
15 Pentadecane 519.1 50 0.769
20 Eicosane 648.9 99
30 Triacontane 835.5 151

B. Golongan Hidrokarbon Tak Jenuh


Hidrokarbon ada yang mempunyai ikatan rangkap dua ataupun rangkap
tiga (triple), yang digunakan untuk mengikat dua atom C yang berdekatan. Oleh
karena itu, valensi yang semula tersedia untuk mengikat atom hidrokarbon telah
digunakan untuk mengikat atom C yang berdekatan, dengan cara ikatan rangkap
dua atau rangkap tiga yang mengikat dua atom C, maka hidrokarbon seperti ini
disebut hidrokarbon tak jenuh atau disebut juga sebagai keluarga alkena (Inggris :
alkene) dengan rumus umum CnH2n. Dalam keadaan yang menguntungkan,
hidrokarbon tak jenuh dapat menjadi jenuh dengan penambahan atom-atom
hidrokarbon pada rantai ikatan tersebut.
Secara garis besar, sifat-sifat fisik alkena sama seperti sifat-sifat fisik
alkana, sebagai bahan perbandingan sifat-sifat fisik alkena, dapat dilihat pada
(Tabel II-11). Sebagaimana pada alkana, maka untuk alkena terjadi juga
peningkatan titik didih dengan bertambahnya kandungan atom karbon, dimana
peningkatannya mendekati 20 - 30 oC untuk setiap penambahan atom karbon.
Secara kimiawi, karena alkena merupakan ikatan rangkap, maka alkena
lebih reaktip bila dibandingkan dengan alkana. Senyawa hidrokarbon tak jenuh
yang telah dijelaskan diatas hanya mempunyai satu ikatan rangkap yang lebih
dikenal dengan deretan olefin, tetapi ada juga diantara senyawa-senyawa
hidrokarbon yang mengandung dua atau lebih ikatan ganda (double bond), seperti
alkadiena, alkatriena, serta alkatetraena.

Tabel II-11.
Sifat-Sifat Fisik Alkena 12)

Boiling Melting Specific


Name Formula Point, Point, Gravity,
o
F o
F 60o/60 oF
Ethylene CH2 =CH2 -154.6 -272.5

Propylene CH2=CHCH3 -53.9 -301.4

1-butene CH2=CH CH2CH3 20.7 -301.6 0.601

1-pentene CH2=CH(CH2)2CH3 86 -265.4 0.646

1-hexene CH2=CH(CH2)3CH3 146 -216 0.675

1-heptene CH2=CH(CH2)4CH3 199 -182 0.698

1-octene CH2=CH(CH2)5CH3 252 -155 0.716

1-nonene CH2=CH(CH2)6CH3 295 0.731

1-decene CH2=CH(CH2)7CH3 340 0.743


Selain ikatan ganda, senyawa hidrokarbon tak jenuh ada juga yang
mempunyai ikatan rangkap tiga (triple bond) yang dikenal sebagai deretan
asetilen. Rumus umum deretan asetilen adalah CnH2n-2, dimana dalam tiap molekul
terdapat ikatan rangkap tiga yang mengikat dua atom karbon yang berdekatan.
Pemberian nama untuk deret ini sama dengan untuk deret alkena dengan memberi
akhiran “una” (Inggris : “yne”).
Sifat-sifat fisik deret asetilen ini hampir sama dengan alkana dan alkena,
sedang sifat-sifat kimianya hampir sama dengan alkena, dimana keduanya lebih
reaktip dari alkana.

C. Golongan Naftena Aromat Yang Polisiklis


Senyawa golongan ini merupakan senyawa hidrokarbon, dimana
susunan atom karbonnya berbentuk cincin. Golongan ini termasuk hidrokarbon
jenuh tetapi rantai karbonnya merupakan rantai tertutup. Yang umum dari
golongan ini adalah sikloalkana atau dikenal juga sebagai naftena, sikloparafin
atau hidrokarbon alisiklik. Disebut sikloparafin karena sifat-sifatnya mirip dengan
parafin sebagaimana terlihat pada (Tabel II-12). Apabila dalam keadaan tidak
mengikat gugus lain, maka rumus golongan naftena atau sikloparafin ini adalah
CnH2n. Rumus ini sama dengan rumus untuk seri alkena, tetapi sifat fisik keduanya
jauh berbeda karena strukturnya yang sangat berbeda.
Tabel II-12.
Sifat-sifat Fisik Hidrokarbon Naftena Aromat yang Polisiklis. 12)

Boiling Melting Specific


Name Point, Point, Gravity,
o
F o
F 60o/60 oF
Cyclopropane -27 -197
Cyclobutane 55 -112
Cyclopentane 121 -137 0.750
Cyclohexane 177 44 0.783
Cycloheptane 244 10 0.810
Cyclooctane 300 57 0.830
Metylcyclopentane 161 -224 0.754
Cis-1, 2-dimethylcyclopentane 210 -80 0.772
Trans-1, 2-dimethylcyclopentane 198 -184 0.750
Methylcyclohexane 214 -196 0.774
Cyclopentene 115 -135 0.774
1, 3-cyclopentadiene 108 -121 0.798
Cyclohexene 181 -155 0.810
1,3-cyclohexadiene 177 -144 0.840
1,4-cyclohexadiene 189 -56 0.847

D. Golongan Aromatik
Pada deret ini hanya terdiri dari benzena dan senyawa-senyawa
hidrokarbon lainnya yang mengandung benzena. Rumus umum dari golongan ini
adalah CnH2n-6, dimana cincin benzena merupakan bentuk segi enam dengan tiga
ikatan tunggal dan tiga ikatan rangkap dua secara berselang-seling.
Adanya tiga ikatan rangkap pada cincin benzena seolah-olah memberi
petunjuk bahwa golongan ini sangat reaktif. Tetapi pada kenyataannya tidaklah
demikian, walaupun golongan ini tidak sestabil golongan parafin. Jadi deretan
benzena tidak menunjukkan sifat reaktip yang tinggi seperti olefin. Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa sifat benzena ini pertengahan antara golongan
parafin dan olefin. Ikatan-ikatan dari deret hidrokarbon aromatik terdapat dalam
minyak mentah yang merupakan sumber utamanya.
Pada suatu suhu dan tekanan standard, hidrokarbon aromatik ini dapat
berada dalam bentuk cairan atau padatan. Benzena merupakan zat cair yang tidak
berwarna dan mendidih pada temperatur 176 oF. Nama hidrokarbon aromatik
diberikan karena anggota deret ini banyak yang memberikan bau harum.

2.2.1.2. Komposisi Kimia Air Formasi


Air formasi mempunyai komposisi kimia yang berbeda-beda antara
reservoir yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu analisa kimia pada air
formasi perlu sekali dilakukan untuk menentukan jenis dan sifat-sifatnya.
Dibandingkan dengan air laut, maka air formasi ini rata-rata memiliki kadar
garam yang lebih tinggi. Sehingga studi mengenai ion-ion air formasi dan sifat-
sifat fisiknya ini menjadi penting artinya karena kedua hal tersebut sangat
berhubungan dengan terjadinya plugging (penyumbat) pada formasi dan korosi
pada peralatan di bawah dan di atas permukaan.
Air formasi tersebut terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya
kombinasi metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan
aluminium serta bahan-bahan organis seperti asam nafta dan asam gemuk.
Sedangkan komposisi ion-ion penyusun air formasi seperti terlihat pada (Tabel II-
13) terdiri dari kation-kation Ca, Mg, Fe, Ba, dan anion-anion chlorida, CO 3,
HCO3, dan SO4.
Air formasi mempunyai kation-kation dan anion-anion dengan jumlah
tertentu yang biasanya dinyatakan dalam satuan part per million (ppm) seperti
yang ditunjukkan pada (Tabel II-13). Kation-kation air formasi antara lain adalah :
Calcium (Ca++), Magnesium (Mg++), Natrium (Na+), Ferrum (Fe+), dan Barium
(Ba++). Sedangkan yang termasuk anion-anion air formasi adalah Chloride (Cl -),
Carbonate (CO3) dan Bicarbonate (HCO3), serta Sulfat (SO4).

Tabel II – 13.
Komposisi Kimia Air Formasi 1)
Connate Water
Composition From well # 23 Stover Faria, Sea Water
Ion McKean Country, Pa. Parts per million
Parts per million
Ca++ 13,260 420
Mg++ 1,940 1,300
Na+ 31,950 10,710
K+ 650 ………….
SO4- 730 2,700
Cl 77,340 19,410
Br - 320 ………….
I- 10 ………….
Total 126,200 34,540
2.2.2. Sifat Fisik Fluida Reservoir
Beberapa sifat fisik fluida yang perlu diketahui adalah : berat jenis,
viskositas, faktor volume formasi, dan kompresibilitas.

2.2.2.1. Sifat Fisik Gas


1. Viskositas Gas
Viskositas gas akan naik dengan bertambahnya suhu, dalam hal ini tabiat
gas akan berlainan dengan cairan, untuk gas sempurna viskositasnya tidak
tergantung dari tekanan. Gas sempurna berubah menjadi gas tidak sempurna bila
tekanannya dinaikkan dan tabiatnya mendekati tabiat zat cair.
Salah satu cara untuk menentukan viskositas gas yaitu dengan korelasi
grafis (Carr et al), dimana cara ini untuk menentukan viskositas gas campuran
pada sembarang tekanan maupun suhu dengan memperhatikan adanya gas-gas
ikutan, seperti H2S, CO2, dan N2. Adanya gas-gas non-hidrokarbon tersebut akan
memperbesar viskositas gas campuran.
Gambar 2.12.
Viscositas Gas pada Tekanan Atmosphire 12)
2. Densitas Gas
Densitas didefinisikan sebagai massa tiap satuan volume dan dalam hal
ini massa dapat diganti oleh berat gas, m. Sesuai dengan persamaan gas ideal,
maka rumus densitas untuk gas ideal adalah :
m PM
g   ……………………...(2-23)
V RT

dimana :
m = berat gas, lb
V = volume gas, cuft
M = berat molekul gas, lb/lb mole
P = tekanan reservoir, psia
T = temperatur, oR
R = konstanta gas = 10.73 psia cuft/lbmole oR

Rumus di atas hanya berlaku untuk gas berkomponen tunggal. Sedangkan


untuk gas campuran digunakan rumus sebagai berikut :
P Ma
g  ……………………….(2-24)
zRT

dimana :
z = faktor kompresibilitas gas
Ma = berat molekul tampak =  yi Mi
yi = fraksi mol komponen ke-i dalam suatu campuran gas
Mi = berat molekul untuk komponen ke-i dalam suatu campuran gas.

3. Faktor volume Formasi Gas


Faktor volume formasi gas adalah perbandingan volume dari sejumlah
gas pada kondisi reservoir dengan kondisi standard, dapat dituliskan :
Vres
Bg  ………………………(2-25)
Vsc

atau
………………………

(2-26)

4. Kompressibilitas Gas
Kompressibilitas gas didefinisikan sebagai fraksi perubahan volume per
unit perubahan tekanan, atau dapat dinyatakan dengan persamaan :
…………………….…(2-27)
5. Faktor Deviasi
Dengan diketahuinya harga Ppc dan Tpc, maka harga Pr dan Tr dapat
dihitung. Untuk menentukan harga z (deviation faktor), Katz dan Standing telah
membuat korelasi berupa grafik :
z = f(Pr,Tr) dapat dilihat pada (Gambar 2.13)
Gambar 2.13.
Koreksi Harga z (deviation faktor) Katz dan Standing 12)

2.2.2.2. Sifat Fisik Minyak


1. Viskositas Minyak
Viskositas minyak adalah suatu ukuran tentang besarnya keengganan
minyak untuk mengalir.
Viskositas dinyatakan dengan persamaan :

………………………….(2-28)
dimana :
 = viskositas, gr/(cm.sec)
F = shear stress
A = luas bidang paralel terhadap aliran, cm2
dv
dy =
gradient kecepatan, cm/(sec.cm).
Viskositas minyak dipengaruhi oleh P, T, dan Rs. Hubungan antara
viskositas minyak (o) terhadap P dan T dapat dilihat pada (Gambar 2.14).

Gambar 2.14.
Pengaruh Viscositas Minyak terhadap berbagai Tekanan 12)

2. Densitas Minyak
Densitas adalah perbandingan berat masa suatu substansi dengan unit dari
volume tersebut. Cara penentuan diantaranya dengan mencari hubungan antara
densitas minyak dengan pengaruh GOR (dikembangkan oleh Katz). Dengan cara
ini ketelitian berbeda 3 % dari hasil percobaan.
Hubungan tersebut dapat dituliskan :

.…………………..(2-29)

dimana :
o = densitas minyak, lbm/cuft
sc = ……………………(2-

30)

Gambar 2.15.
Grafik Penentuan Gravity Gas bila diketahui Rs dan 0API 2)
Spesific gravity gas yang terlarut dalam minyak ini dapat dicari hubungan R s
(Gambar 2.14).
Bila harga kelarutan gas dan komposisi gas diketahui, maka untuk
menghitung 0 dapat digunakan korelasi Standing, yaitu mengoreksi adanya CH4
C2H6 yang masih berupa gas (Gambar 2.16).

Gambar 2.16.
Koreksi Gravity Gas Terhadap CH4 dan C2H6 yang Masih Berupa Gas 2)

3. Faktor Volume Formasi Minyak


Faktor volume formasi minyak adalah perbandingan relatip antara
volume minyak awal (kondisi reservoir) terhadap volume minyak akhir (kondisi
tangki pengumpul), bila dibawa ke keadaan standart. Standing melakukan
perhitungan Bo secara empiris :
Bo = 0.972 + 0.000147.F1.175 ....……………………(2-31)

…......………………..(2-32)
dimana :
Rs = kelarutan gas dalam minyak, scf/stb
o = specific gravity minyak, lb/cuft
g = specific gravity gas, lb/cuft
T = temperatur, oF.
Harga Bo dipengaruhi oleh tekanan, dimana :
 Tekanan dibawah Pb (P < Pb), Bo akan turun akibat sebagaian gas terbebaskan.
 Tekanan diantara Pi dan Pb (Pb < P < Pi), Bo akan naik sebagai akibat
terjadinya pengembangan gas.
Grafik hubungan Bo terhadap tekanan dapat dilihat pada (Gambar 2.17).

Gambar 2.17.
Bo Sebagai Fungsi Tekanan 2)
4. Kompressibilitas Minyak
Kompressibilitas minyak didefinisikan sebagai perubahan volume
minyak akibat adanya perubahan tekanan, secara matematis dapat dituliskan
sebagai berikut:

………………………(2-33)

Persamaan 2-30 dapat dinyatakan dalam bentuk yang lebih mudah


dipahami, sesuai dengan aplikasi di lapangan, yaitu :
B ob  B oi
Co  ……………………….(2-34)
B oi Pi  Pb 

dimana :
Bob = faktor volume formasi pada tekanan bubble point
Boi = faktor volume formasi pada tekanan reservoir
Pi = tekanan reservoir, psi
Pb = tekanan bubble point, psi

5. Kelarutan Gas dalam Minyak


Kelarutan gas (Rs) adalah banyaknya volume gas yang terbebaskan (pada
kondisi standart) dari suatu minyak mentah di dalam reservoir, yang di permukaan
volumenya sebesar satu stock tank barrel ditunjukkan pada (Gambar 2.18).

Gambar 2.18.
Rs Sebagai Fungsi Tekanan 2)

Faktor – faktor yang mempengaruhi Rs adalah :


 Tekanan, pada suhu tetap, kelarutan gas dalam sejumlah zat cair tertentu
berbanding lurus dengan tekanan .
 Komposisi minyak dalam gas, kelarutan gas dalam minyak semakin besar
dengan menurunnya specific gravity minyak.
 Temperatur, Rs akan berkurang dengan naiknya temperatur.

2.2.2.3. Sifat Fisik Air Formasi


1. Viskositas Air Formasi
Viskositas air formasi (w) akan naik terhadap turunnya temperatur dan
terhadap kenaikkan tekanan seperti terlihat pada (Gambar 2.19) yang merupakan
hubungan antara kekentalan air formasi terhadap tekanan dan temperatur.
Kegunaan mengetahui perilaku kekentalan air formasi pada kondisi reservoir
terutama untuk mengontrol gerakan air formasi di dalam reservoir.

Gambar 2.19.
Viscositas Air Formasi Sebagai Fungsi Temperatur 12)
2. Densitas Air Formasi
Densitas air formasi (brine) pada kondisi standart yang merupakan
fungsi total padatan. Berat jenis formasi (w) pada reservoir dapat ditentukan
dengan membagi w pada kondisi standart dengan faktor volume formasi (B w) dan
perhitungan itu dapat dilakukan bila air formasi jenuh terhadap gas alam pada
kondisi reservoir.

3. Faktor Volume Formasi Air Formasi


Faktor volume formasi air formasi (Bw) menunjukkan perubahan volume
air formasi dari kondisi reservoir ke kondisi permukaan. Faktor volume formasi
air formasi ini dipengaruhi oleh pembebasan gas dan air dengan turunnya tekanan,
pengembangan air dengan turunnya tekanan dan penyusutan air dengan turunnya
suhu.
(Gambar 2.36) menunjukkan hubungan faktor volume formasi air-
formasi dengan tekanan. Faktor volume formasi air-formasi bisa ditentukan
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Bw = (1 + Vwp)(1 + Vwt) ….......…………….(2-35)
dimana :
Vwt = penurunan volume sebagai akibat penurunan suhu, faktor ini
ditentukan dengan menggunakan (Gambar 2.21).
Vwp = penurunan volume selama penurunan tekanan, faktor ini ditentukan
dengan menggunakan (Gambar 2.22).

Faktor volume formasi air formasi meningkat, hal ini disebabkan oleh
pengembangan air formasi pada tekanan dibawah tekanan jenuh, gas keluar dari
larutan tetapi karena rendahnya kelarutan gas dalam air formasi, maka penyusutan
fasa cair relatip kecil. Dan biasanya penyusutan ini tidak cukup untuk
mengimbangi pengembangan air formasi pada penurunan tekanan, sehingga faktor
volume formasi air-formasi terus meningkat dibawah tekanan jenuh.
Gambar 2.20.
Tipe Faktor Volume Formasi Air Formasi Sebagai Fungsi Tekanan 12)

Gambar 2.21.
 Vwt Sebagai Fungsi Suhu Reservoir 12)
Gambar 2.22.
Vwp Sebagai Fungsi Tekanan Reservoir 12)
4. Kompresibilitas Air Formasi
Kompresibilitas air murni tergantung pada suhu, tekanan, dan kelarutan
gas dalam air. Kompresibilitas air murni tanpa adanya gas terlarut didalamnya
ditunjukkan pada (Gambar 2.23).
Kompresibilitas air murni pada suhu konstan dinyatakan dalam
persamaan berikut

………………………(2-

36)
dimana :
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1.
V = volume air murni, bbl
V = perubahan volume air murni, bbl
P = perubahan tekanan, psi.
Gambar 2.23.
Kompresibilitas Air Formasi
Sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur 5)

Selain itu kompresibilitas air formasi dapat ditentukan dengan persamaan :


Cw = Cwp(1 + 0.0088 Rsw) ………………………..(2-37)
dimana :
Rsw = kelarutan gas dalam air formasi
Cwp = kompressibilitas air murni, psi-1
Cw = kompressibilitas air formasi, psi-1

Gambar 2.24.
Faktor Koreksi Terhadap Gas yang Terlarut 5)

5. Kelarutan Gas dalam Air Formasi


Kelarutan gas dalam air formasi akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
kelarutan gas dalam minyak di reservoir pada tekanan dan temperatur yang sama.
Pada temperatur tetap, kelarutan gas dalam air formasi akan naik dengan naiknya
tekanan.
Sedangkan pada tekanan tetap, kelarutan gas dalam air formasi mula-mula
menurun sampai harga minimum kemudian naik lagi terhadap naiknya suhu, dan
kelarutan gas dalam air formasi akan berkurang dengan bertambahnya kadar
garam (Gambar 2.25).
Dengan demikian kelarutan gas dalam air formasi juga dipengaruhi oleh
kegaraman air formasi, maka harga kelarutan gas dalam air formasi perlu
dikoreksi, seperti yang ditunjukkan pada (Gambar 2.26).

Gambar 2.25.
Kelarutan Gas Dalam Air Formasi Sebagai
Fungsi Temperatur Dan Tekanan 5)

Gambar 2.26.
Koreksi Terhadap Kegaraman
Untuk Kelarutan Gas Dalam Air Formasi 5)

2.3. Kondisi Reservoir


Tekanan dan temperatur merupakan besaran-besaran yang sangat
penting dan berpengaruh terhadap keadaan reservoir, baik pada batuan maupun
fluidanya (air, minyak, dan gas). Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi
dipengaruhi oleh adanya gradient kedalaman, letak dari lapisan, serta kandungan
fluidanya.

2.3.1. Tekanan Reservoir


Tekanan reservoir dapat terjadi oleh salah satu atau kedua sebab-sebab
berikut:
 Tekanan hidrostatik, yang disebabkan oleh fluida (terutama air) yang mengisi
pori-pori batuan diatasnya.
 Tekanan overburden, yang disebabkan oleh berat batuan diatasnya serta
kandungan fluidanya.
Pada prinsipnya tekanan reservoir adalah bervariasi terhadap kedalaman.
Hubungan antara tekanan dengan kedalaman ini disebut dengan gradient tekanan.
Gradient tekanan hidrostatik air murni adalah 0.433 psi/ft, sedangkan untuk air
asin berkisar antara 0.433 - 1 psi/ft. Penyimpangan dari harga tersebut dianggap
sebagai tekanan abnormal. Gradient tekanan overburden adalah 2,3 x 0.433 psi/ft
= 1 psi/ft.
Setelah akumulasi hidrokarbon didapat, maka salah satu test yang harus
dilakukan adalah test untuk menentukan tekanan reservoir, yaitu tekanan awal
reservoir, tekanan statik sumur, tekanan alir dasar sumur, dan gradient tekanan
reservoir. Data tekanan tersebut akan berguna didalam menentukan produktivitas
formasi produktip serta metode produksi yang akan digunakan, sehingga dapat
diperoleh recovery hidrokarbon yang optimum tanpa mengakibatkan kerusakan
formasi.
Tekanan awal reservoir adalah tekanan reservoir pada saat pertama kali
diketemukan. Tekanan dasar sumur pada sumur yang sedang berproduksi disebut
tekanan aliran (flowing) sumur. Kemudian jika sumur tersebut ditutup maka
selang waktu tertentu akan didapat tekanan statik sumur.
2.3.2. Temperatur Reservoir
Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman,
ini dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Dalam kenyataannya temperatur reservoir akan bertambah terhadap
kedalaman, yang mana sering disebut sebagai gradient geothermis.
Besaran gradient geothermis ini bervariasi dari satu tempat ke tempat
lain, dimana harga rata-ratanya adalah 2oF/100 ft. Gradient geothermis yang
tertinggi adalah 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi
yang kecil dari gradient geothermis ini disebabkan oleh sifat konduktivitas
thermis beberapa jenis batuan.
Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari dengan
menggunakan persamaan :

…….............………… (2-38)

Harga gradien geothermal berkisar antara 1.11o sampai 2 oF/100 ft.


Seperti diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat – sifat fisik fluida
reservoir.
Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + @ x D ……………………….(2-39)
dimana :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
@ = gradient temperatur, oF
D = kedalaman, ratusan ft.

Pengukuran temperatur formasi dilakukan setelah “completion” dan


temperatur formasi ini dapat dianggap konstan selama kehidupan reservoir,
kecuali bila dilakukan proses stimulasi. Suatu contoh kurva temperatur versus
kedalaman dapat dilihat pada (Gambar 2.27).

Gambar 2.27.
Gradient Temperatur Rata-Rata Untuk Suatu Lapangan 1)
2.4. Jenis-Jenis Reservoir
Jenis-jenis reservoir dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
berdasarkan fasa fluida, perangkap reservoir, dan mekanisme pendorong.

2.4.1. Berdasarkan Perangkap Geologi


Jenis reservoir berdasarkan perangkap reservoir dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu perangkap struktur, perangkap stratigrafi, dan perangkap kombinasi
struktur dan stratigrafi.

2.4.1.1. Perangkap Struktur


Perangkap struktur merupakan perangkap yang paling orisinil dan
sampai dewasa ini merupakan perangkap yang paling penting. Jelas di sini
berbagai unsur perangkap yang membentuk lapisan penyekat dan lapisan reservoir
sehingga dapat menangkap minyak, disebabkan gejala tektonik atau struktur,
misalnya pelipatan dan pematahan. Sebetulnya kedua unsur ini merupakan unsur
utama dalam pembentukan perangkap.
Perangkap yang disebabkan perlipatan merupakan perangkap utama.
Unsur yang mempengaruhi perangkap ini adalah lapisan penyekat dan penutup
yang berada diatasnya dan dibentuk sedemikian sehingga minyak tidak dapat lagi
kemana-mana, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.28.
Untuk mengevaluasi suatu perangkap lipatan terutama mengenai ada
tidaknya tutupan (batas maksimal wadah dapat diisi oleh fluida), jadi tidak
dipermasalahkan apakah lipatan itu ketat atau landai, yang penting adalah adanya
tutupan. Suatu lipatan sehingga tidak dapat disebut suatu perangkap.
Disamping itu ada tidaknya tutupan tergantung pada faktor struktur dan
posisinya ke dalam. Contohnya, pada permukaan didapatkan struktur tutupan
tetapi makin ke dalam makin menghilang. Jadi untuk mengevaluasi perangkap
pelipatan selain dari adanya tutupan juga harus dievaluasi apakah tutupan tersebut
terdapat pada lapisan reservoir.

Gambar 2.28.
Prinsip Penjebakan Minyak Dalam Perangkap Struktur 11)
Perangkap patahan sering juga terdapat dalam berbagai reservoir minyak
dan gas. Gejala patahan (sesar) dapat bertindak sebagai unsur penyekat dalam
penyaluran minyak. Sering dipermasalahkan apakah patahan itu merupakan
penyekat atau penyalur. Smith (1966) mengemukakan bahwa persoalan patahan
sebagai penyekat sebetulnya tergantung dari tekanan kapiler. Secara teoritis,
memperlihatkan bahwa patahan dalam batuan yang basah air tergantung pada
tekanan kapiler dari medium dalam jalur patahan tersebut. Besar-kecilnya tekanan
yang disebabkan oleh pelampungan minyak atau kolom minyak terhadap besarnya
tekanan kapiler, menentukan sekali apakah patahan itu bertindak sebagai penyalur
atau penyekat. Jika tekanan tersebut lebih besar daripada tekanan kapiler maka
minyak masih dapat tersalurkan melalui patahan, tetapi jika lebih kecil maka
patahan tersebut bertindak sebagai suatu penyekat. Patahan yang berdiri sendiri
tidaklah dapat membentuk suatu perangkap.
Ada beberapa unsur lain yang harus dipenuhi untuk terjadinya suatu
perangkap yang betul-betul hanya disebabkan karena patahan, yaitu :
1. Adanya kemiringan wilayah
2. Harus paling sedikit dua patahan yang berpotongan
3. Adanya suatu pelengkungan lapisan atau suatu pelipatan
4. Pelengkungan dari patahan itu sendiri dan kemiringan wilayah
Dalam prakteknya jarang sekali terdapat perangkap patahan yang murni.
Patahan biasanya hanya merupakan suatu pelengkung daripada suatu perangkap
struktur.

2.4.1.2. Perangkap Stratigrafi


Prinsip perangkap stratigrafi ialah minyak dan gas terjebak dalam
perjalanannya ke atas, terhalang dari segala arah terutama dari bagian atas dan
pinggir, karena batuan reservoir menghilang atau berubah fasies menjadi batuan
lain atau batuan yang karakteristik reservoir menghilang sehingga merupakan
penghalang permeabilitasnya. Beberapa unsur utama perangkap stratigrafi
(Gambar 2.29) ialah :
1. Adanya perubahan sifat lithologi dengan beberapa sifat reservoir, ke satu atau
beberapa arah sehingga merupakan penghalang permeabilitas.
2. Adanya lapisan penutup/penyekat yang menghimpit lapisan reservoir tersebut
ke arah atas atau ke pinggir.
3. Keadaan struktur lapisan reservoir yang sedemikian rupa sehingga dapat
menjebak minyak yang naik. Kedudukan struktur ini sebetulnya melokalisasi
posisi tertinggi daripada daerah potensial rendah dalam lapisan reesrvoir yang
telah tertutup dari arah atas dan pinggir oleh beberapa unsur tersebut di atas..
Kedudukan struktur ini dapat disebabkan oleh kedudukan pengendapan atau
juga karena kemiringan wilayah.
Perubahan sifat litologi/sifat reservoir ke suatu arah daripada lapisan
reservoir dapat disebabkan :
1. Pembajian, dimana lapisan reservoir yang dihimpit di antara lapisan penyekat
menipis dan menghilang, dapat dilihat pada (Gambar 2.30).
2. Penyerpihan (shale-out), dimana ketebalan tetap, akan tetapi sifat litologi
berubah (Gambar 2.31.).
3. Persentuhan dengan bidang erosi.
Pada hakekatnya, perangkap stratigrafi didapatkan karena letak posisi
struktur tubuh batuan sedemikian sehingga batas lateral tubuh tersebut merupakan
penghalang permeabilitas ke arah atas atau ke pinggir. Jika tubuh batuan reservoir
itu kecil dan sangat terbatas, maka posisi struktur tidak begitu penting, karena
seluruhnya atau sebagian besar dari tubuh tersebut merupakan perangkap. Posisi
struktur hanya menyesuaikan letak hidrokarbon ada bagian tubuh reservoir.
(Gambar 2.32)
Jika tubuh reservoir memanjang atau meluas, maka posisi struktur sangat
penting. Perangkap tidak akan terjadi jika tubuh reservoir berada dalam keadaan
horisontal. Jika bagian tengah tubuh terlipat, maka perangkap yang terjadi adalah
perangkap struktur (antiklin). Untuk terjadinya perangkap stratigrafi, maka posisi
struktur lapisan reservoir harus sedemikian sehingga salah satu batas lateral tubuh
reservoir (yang dapat berupa unsur di atas tadi), merupakan penghalang
permeabilitas ke atas.

Gambar 2.29.
Beberapa Unsur Utama Dalam Perangkapstratigrafi,
Penghalang-Permeabilitas Dan Kedudukan Struktur 11)
Gambar 2.30.
Pembajian Lapisan Reservoir Sebagai
Unsur Perangkap Stratigrafi 11)

Gambar 2.31.
Penyerpihan Lapisan Reservoir (Jari-Jemari)
Sebagai Unsur Perangkap Stratigrafi 11)

Levorsen (1954), membagi perangkap stratigrafi sebagai berikut :


1. Tubuh batuan reservoir terbatas (lensa) :
a. Batuan reservoir klastik detritus dan volkanik.
b. Batuan reservoir karbonat; terumbu, bioherm
2. Pembajian, perubahan fasies ataupun porositas dari lapisan reservoir ke suatu
arah regional ataupun lokal dari :
a. Batuan reservoir klastik detritus
b. Batuan reservoir karbonat.
3. Perangkap ketidak-selarasan.
2.4.1.3. Perangkap Kombinasi
Perangkap reservoir kebanyakan merupakan kombinasi perangkap
struktur dan perangkap stratigrafi dimana setiap unsur struktur merupakan faktor
bersama dalam membatasi bergeraknya minyak dan gas.
Beberapa kombinasi antara unsur stratigrafi dan unsur struktur adalah
sebagai berikut :
1. Kombinasi antara lipatan dengan pembajian
Dalam (Gambar 2.33), dapat dilihat bahwa kombinasi lipatan dengan
pembajian dapat terjadi karena salah satu pihak, pasir menghilang dan di lain
pihak hidung antiklin menutup arah lainnya. Maka jelaslah hal ini sering terjadi
pada perangkap stratigrafi normal.
2. Kombinasi antara patahan dan pembajian
Pembajian yang berkombinasi dengan patahan jauh lebih biasa daripada
pembajian yang berdiri sendiri. Kombinasi ini dapat terjadi karena terdapat
suatu kemiringan wilayah yang membatasi bergeraknya ke suatu arah dan
diarah lain ditahan oleh adanya suatu patahan dan pada arah lainnya lagi
ditahan oleh pembajian (Gambar 2.34).

Gambar 2.32.
Peta Struktur Perangkap Kombinasi
Patahan dan Pembajian 11)

Gambar 2.33.
Penampang Beberapa Tubuh Pasir Memperlihatkan Posisi
Akumulasi Minyak Bumi Karena Kedudukan Struktur 11)

Gambar 2.34.
Kombinasi Perangkap Stratigrafi Dan Struktur Lipatan
Dimana Di Satu Pihak Lapisan Reservoir Membaji 11)
2.4.2. Berdasarkan Fasa Fluida Hidrokarbon
Jenis reservoir berdasarkan fasa fluida reservoir dapat dibagi menjadi
lima, yaitu reservoir minyak berat, reservoir minyak ringan, reservoir gas
kondensat, reservoir gas basah, dan reservoir gas kering.

2.4.2.1. Reservoir Minyak Berat


Diagram fasa dari minyak berat (low shrinkage crude oil) diperlihatkan
pada (Gambar 2.35). Sebagai catatan disini adalah bahwa daerah dua fasa
mencakup kisaran tekanan yang lebar dan juga bahwa temperatur kritik dari
minyak adalah lebih tinggi dari temperatur reservoir.

Gambar 2.35.
Diagram Fasa Dari Minyak Berat 12)

Garis vertikal 1 - 2 - 3 memperlihatkan pengurangan tekanan dengan


temperatur konstan yang terjadi apabila minyak tersebut diproduksikan. Garis
yang putus-putus memperlihatkan kondisi tekanan-temperatur yang terjadi apabila
minyak meninggalkan reservoir dan mengalir melewati tubing menuju ke
seperator. Titik 1 menunjukkan bahwa keadaan reservoir dikatakan tidak jenuh
(undersaturated), sedangkan titik 2 menunjukkan keadaan reservoir jenuh
(saturated) dimana minyak mengandung gas sebanyak-banyaknya dan suatu
pengurangan tekanan akan menyebabkan pembentukan fasa gas. Pada titik 3
fluida yang tetap berada di reservoir terdiri dari 75% mol cairan atau 25% mol
gas.
Titik yang menunjukkan tekanan dan temperatur di dalam seperator
terletak hampir dekat dengan garis titik gelembung yang diperkirakan 85% mol
minyak diproduksikan tetap sebagai cairan pada kondisi seperator. Karena
mempunyai prosentase cairan yang cukup tinggi, maka minyak ini disebut “low
shrinkage crude oil”.
Apabila diproduksikan maka minyak berat ini biasanya menghasilkan
gas oil ratio permukaan sebesar 500 scf/stb dengan gravity 30oAPI atau lebih.
Cairan produksi biasanya berwarna hitam dan lebih pekat lagi.
2.4.2.2. Reservoir Minyak Ringan
Diagram fasa dari minyak ringan (high shrinkage crude oil)
diperlihatkan pada (Gambar 2.35.).
Garis vertikal menunjukkan pengurangan tekanan dengan temperatur tetap
selama produksi. Titik 1 dan titik 2 mempunyai pengertian yang sama dengan
diagram sebelumnya, bedanya apabila tekanan diturunkan di bawah garis titik
gelembung, prosentase gas akan lebih besar.
Titik 3 reservoir mengandung 40% mol cairan. Diperkirakan 65% fluida
tetap sebagai cairan pada kondisi separator. Oleh karenanya minyak disebut
sebagai minyak ringan (high shrinkage crude oil). Jadi minyak ini mengandung
relatip sedikit molekul berat bila dibandingkan dengan minyak berat.
Apabila diproduksikan maka minyak ringan ini biasanya menghasilkan
gas oil ratio permukaan sebesar kurang lebih 8000 scf/stb dengan gravity sekitar
50oAPI. Cairan produksi biasanya berwarna gelap.

Gambar 2.36.
Diagram Fasa Dari Minyak Ringan 12)

2.4.2.3. Reservoir Kondensat


Adakalanya temperatur reservoir terletak diantara titik kritis dengan
cricondenterm dari fluida reservoir (Gambar 2.37). Sekitar 25 % mol fluida
produksi tetap sebagai cairan di permukaan. Cairan yang diproduksikan dari
campuran hidrokarbon ini disebut “gas kondensat”.
Pada titik 1 reservoir hanya terdiri dari satu fasa dan dengan turunnya
tekanan reservoir selama produksi berlangsung, terjadi kondensasi retrograde
dalam reservoir. Pada titik 2 (titik embun) cairan mulai terbentuk dan dengan
turunnya tekanan dari titik 2 ke titik 3, jumlah cairan dalam reservoir bertambah.
Pada titik 3 ini merupakan titik dimana jumlah maksimum cairan yang bisa
terjadi. Penurunan selanjutnya menyebabkan cairan menguap.
Gas oil ratio produksi dari reservoir kondensat dapat mencapai sekitar
70,000 scf / stb dengan gravity cairan sebesar 60 oAPI. Cairan produksi biasanya
berwarna cerah.
Gambar 2.37.
Diagram Fasa Dari Gas Kondensat 12)

2.4.2.4. Reservoir Gas Basah


Diagram fasa dari campuran hidrokarbon terutama mengandung molekul
lebih kecil, umumnya terletak dibawah temperatur reservoir. Contoh dari diagram
fasa untuk gas basah diberikan (Gambar 2.38).
Dalam kasus ini fluida berbentuk gas secara keseluruhan dalam
pengurangan tekanan reservoir. Karena kondisi seperator terletak di dalam daerah
dua fasa, maka cairan akan terbentuk di permukaan. Cairan ini umumnya dikenal
sebagai “kondensat” atau gas yang dihasilkan disebut “gas kondensat”.
Kata basah menunjukkan bahwa gas mengandung molekul-molekul
hidrokarbon ringan yang pada kondisi permukaan membentuk fasa cair. Pada
kondisi seperator, gas biasanya mengandung lebih banyak hidrokarbon menengah.
Kadang-kadang gas ini diproses untuk dipisahkan cairan butana dan propanannya.
Gas basah dicirikan dengan gas oil ratio permukaan lebih dari 100,000
scf/stb. Asosiasi minyak tangki pengumpul biasanya adalah air sebagai gravity
lebih besar daripada 50 oAPI.

Gambar 2.38.
Diagram Fasa Dari Gas Basah 12)

2.4.2.5. Reservoir Gas Kering


Diagram fasa untuk gas kering diperlihatkan pada (Gambar 2.39). Untuk
campuran ini, baik kondisi reservoirnya maupun kondisi seperator terletak di
luar daerah dua fasa. Tidak ada cairan yang dapat dibentuk dalam reservoir atau di
permukaan dan gasnya disebut “gas alam”.
Untuk campuran ini, baik kondisi reservoirnya maupun kondisi
seperator terletak di luar daerah dua fasa. Tidak ada cairan yang dapat dibentuk
dalam reservoir atau di permukaan dan gasnya disebut “gas alam”. Kata kering
menunjukkan bahwa fluida tidak cukup mengandung molekul hidrokarbon berat
untuk membentuk cairan di permukaan.
Tetapi perbedaan antara gas kering dan gas basah tidak tetap, biasanya
sistem yang gas oil ratio-nya lebih dari 100,000 scf / stb dipertimbangkan sebagai
gas kering.

Gambar 2.39.
Diagram Fasa Dari Gas Kering 12)

2.4.3. Berdasarkan Mekanisme Pendorong


Telah diketahui bahwa minyak bumi tidak mungkin mengalir sendiri dari
reservoirnya ke lubang sumur produksi bila tidak terdapat suatu energi yang
mendorongnya. Jenis reservoir berdasarkan mekanisme pendorong reservoir
dibagi menjadi lima, yaitu : solution gas drive reservoir, gas cap drive reservoir,
water drive reservoir, gravitational segregation drive reservoir, dan combination
drive reservoir.

2.4.3.1. Solution Gas Drive Reservoir


Reservoir jenis ini disebut solution gas drive disebabkan oleh karena
energi pendesak minyaknya adalah terutama dari perubahan fasa pada
hidrokarbon-hidrokarbon ringannya yang semula merupakan fasa cair menjadi
gas. Kemudian gas yang terbentuk ini ikut mendesak minyak ke sumur
produksinya pada saat penurunan tekanan reservoir karena produksi tersebut.
(Gambar 2.40).
Setelah sumur selesai dibor menembus reservoir dan produksi minyak
dimulai, maka akan terjadi suatu penurunan tekanan di sekitar lubang bor.
Penurunan tekanan ini akan menyebabkan fluida mengalir dari reservoir menuju
lubang bor melalui pori-pori batuan. Penurunan tekanan disekitar sumur bor akan
menimbulkan terjadinya fasa gas.
Pada saat awal, karena saturasi gas tersebut masih kecil (belum
membentuk fasa yang kontinyu), maka gas tersebut terperangkap pada ruang antar
butiran reservoirnya. Tetapi setelah tekanan reservoir tersebut cukup kecil dan gas
sudah terbentuk banyak atau dapat bergerak maka gas tersebut turut serta
terproduksi ke permukaan (Gambar 2.41).
Pada awal produksi, karena gas yang dibebaskan dari minyak masih
terperangkap pada sela-sela pori batuan, maka gas oil ratio produksi akan lebih
kecil jika dibandingkan dengan gas oil ratio reservoir. Gas oil ratio produksi akan
bertambah besar bila gas pada saluran pori-pori tersebut mulai bisa mengalir, hal
ini terus-menerus berlangsung hingga tekanan reservoir menjadi rendah. Bila
tekanan telah cukup rendah maka gas oil ratio akan menjadi berkurang sebab
volume gas di dalam reservoir tinggal sedikit. Dalam hal ini gas oil produksi dan
gas oil ratio reservoir harganya hampir sama.
Recovery yang mungkin diperoleh sekitar 5 - 30 %. Dengan demikian
untuk reservoir jenis ini pada tahap teknik produksi primernya akan meninggalkan
residual oil yang cukup besar. Produksi air hampir-hampir tidak ada karena
reservoirnya terisolir, sehingga meskipun terdapat connate water tetapi hampir-
hampir tidak dapat terproduksi.

Gambar 2.40.
Solution Gas Drive Reservoir 4)
Gambar 2.41.
Karakteristik Tekanan, PI Dan GOR
Pada Solution Gas Drive Reservoir 4)

2.4.3.2. Gas Cap Drive Reservoir


Dalam beberapa tempat dimana terakumulasinya minyak bumi, kadang-
kadang pada kondisi reservoirnya komponen-komponen ringan dan menengah
dari minyak bumi tersebut membentuk suatu fasa gas. Gas bebas ini kemudian
melepaskan diri dari minyaknya dan menempati bagian atas dari reservoir itu
membentuk suatu tudung. Hal ini bisa merupakan suatu energi pendesak untuk
mendorong minyak bumi dari reservoir ke lubang sumur dan mengangkatnya ke
permukaan. Bila reservoir ini dikelilingi suatu batuan yang merupakan perangkap,
maka energi pendorong yang menggerakkan minyak ini berasal dari dua sumber,
yaitu ekspansi gas cap dan ekspansi gas yang terlarut lalu melepaskan diri.
Mekanisme yang terjadi pada gas cap reservoir ini adalah minyak
pertama kali diproduksikan, permukaan antara minyak dan gas akan turun, gas cap
akan berkembang ke bawah selama produksi berlangsung. Untuk jenis reservoir
ini, umumnya tekanan reservoir akan lebih konstan jika dibandingkan dengan
solution gas drive. Hal ini disebabkan bila volume gas cap drive telah demikian
besar, maka tekanan minyak akan jadi berkurang dan gas yang terlarut dalam
minyak akan melepaskan diri menuju ke gas cap, dengan demikian minyak akan
bertambah ringan, encer, dan mudah untuk mengalir menuju lubang bor (Gambar
2.42).

Gambar 2.42.
Gas Cap Drive reservoir. 11)
Kenaikan gas oil ratio juga sejalan dengan pergerakan permukaan ke
bawah, air hampir-hampir tidak diproduksikan sama sekali. Karena tekanan
reservoir relatip kecil penurunannya, juga minyak berada di dalam reservoirnya
akan terus semakin ringan dan mengalir dengan baik, maka untuk reservoir jenis
ini akan mempunyai umur dan recovery sekitar 20 - 40 %, yang lebih besar jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive. Sehingga residu oil yang masih
tertinggal di dalam reservoir ketika lapangan ini ditutup adalah lebih kecil jika
dibandingkan dengan jenis solution gas drive (Gambar 2.43).

Gambar 2.43.
Karakteristik Tekanan, PI, Dan GOR
Pada Gas Cap Drive Reservoir 5)

2.4.3.3. Water Drive Reservoir


Untuk reservoir jenis water drive ini, energi pendesakan yang
mendorong minyak untuk mengalir adalah berasal dari air yang terperangkap
bersama-sama dengan minyak pada batuan reservoirnya.
Apabila dilihat dari terbentuknya batuan reservoir water drive, maka air
merupakan fluida pertama yang menempati pori-pori reservoir. Tetapi dengan
adanya migrasi minyak bumi maka air yang berada disana tersingkir dan
digantikan oleh minyak. Dengan demikian karena volume minyak ini terbatas,
maka bila dibandingkan dengan volume air yang merupakan fluida pendesaknya
akan jauh lebih kecil (Gambar 2.43).
Gas oil ratio untuk reservoir jenis ini relatif lebih konstan jika
dibandingkan dengan reservoir jenis lainnya. Hal ini disebabkan karena tekanan
reservoir relatip akan konstan karena dikontrol terus oleh pendesakan air yang
hampir tidak mengalami penurunan.

Gambar 2.44.
Water Drive Reservoir 4)

Produksi air pada awal produksi sedikit, tetapi apabila permukaan air
telah mencapai lubang bor maka mulai mengalami kenaikan produksi yang
semakin lama semakin besar secara kontinyu sampai sumur tersebut ditinggalkan
karena produksi minyaknya tidak ekonomis lagi (Gambar 2.44).
Untuk reservoir dengan jenis pendesakan water drive maka bagian
minyak yang terproduksi akan lebih besar jika dibandingkan dengan jenis
pendesakan lainnya, yaitu antara 35 - 75% dari volume minyak yang ada.
Sehingga minyak sisa (residual oil) yang masih tertinggal didalam reservoir akan
lebih sedikit.

Gambar 2.45.
Karakteristik Tekanan, PI Dan GOR
Pada Water Drive Reservoir 4)

2.4.3.4. Segregation Drive Reservoir


Segregation drive reservoir atau gravity drainage merupakan energi
pendorong minyak bumi yang berasal dari kecenderungan gas, minyak, dan air
membuat suatu keadaan yang sesuai dengan massa jenisnya (karena gaya
gravitasi).
Gravity drainage mempunyai peranan yang penting dalam memproduksi
minyak dari suatu reservoir. Sebagai contoh bila kondisinya cocok, maka recovery
dari solution gas drive reservoir bisa ditingkatkan dengan adanya gravity drainage
ini. Demikian pula dengan reservoir-reservoir yang mempunyai energi pendorong
lainnya.
Seandainya dalam reservoir itu terdapat tudung gas primer (primary gas cap)
maka tudung gas ini akan mengembang sebagai proses gravity drainage tersebut.
Reservoir yang tidak mempunyai tudung gas primer segera akan mengadakan
penentuan tudung gas sekunder (secondary gas cap).
Pada awal dari reservoir ini, gas oil ratio dari sumur-sumur yang terletak
pada struktur yang lebih tinggi akan cepat meningkat sehingga diperlukan suatu
program penutupan sumur-sumur tersebut. Diharapkan dengan adanya program
ini perolehannya minyaknya dapat mencapai maksimum.
Besarnya gravity drainage dipengaruhi oleh gravity minyak,
permeabilitas zona produktip, dan juga dari kemiringan dari formasinya. Faktor-
faktor kombinasi seperti misalnya, viskositas rendah, specific gravity rendah,
mengalir pada atau sepanjang zona dengan permeabilitas tinggi dengan
kemiringan lapisan cukup curam, ini semuanya akan menyebabkan perbesaran
dalam pergerakan minyak dalam struktur lapisannya (Gambar 2.45).

Gambar 2.46.
Gravity Drainage Drive Reservoir 4)
Dalam reservoir gravity drainage perembesan airnya kecil atau hampir
tidak ada produksi air. Laju penurunan tekanan tergantung pada jumlah gas yang
ada. Jika produksi semata-mata hanya karena gas gravitasi, maka penurunan
tekanan dengan berjalannya produksi akan cepat. Hal ini disebabkan karena gas
yang terbebaskan dari larutannya terproduksi pada sumur struktur sehingga
tekanan cepat akan habis.
Recovery yang mungkin diperoleh dari jenis reservoir gravity drainage
ini sangat bervariasi. Bila gravity drainage baik, atau bila laju produksi dibatasi
untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari gaya gravity drainage ini maka
recovery yang didapat akan tinggi. Pernah tercatat bahwa recovery dari gravity
drainage ini melebihi 80% dari cadangan awal. Pada reservoir dimana bekerja
juga solution gas drive ternyata recovery-nya menjadi lebih kecil (Gambar 2.47).

Gambar 2.47.
Kelakuan Gravity Drainage Reservoir 5)

2.4.3.5. Combination Drive Reservoir


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa reservoir minyak dapat dibagi dalam
beberapa jenis sesuai dengan jenis energi pendorongnya. Tidak jarang dalam
keadaan sebenarnya energi-energi pendorong ini bekerja bersamaan dan simultan.
Bila demikian, maka energi pendorong yang bekerja pada reservoir itu merupakan
kombinasi beberapa energi pendorong, sehingga dikenal dengan nama
combination drive reservoir. Kombinasi yang umum dijumpai adalah antara gas
cap drive dengan water drive. Sehingga sifat-sifat reservoirnya jadi lebih
kompleks jika dibandingkan dengan energi pendorong tunggal (Gambar 2.48.).

Gambar 2.48.
Combination Drive Reservoir 5)

Untuk reservoir minyak jenis ini, maka gas yang terdapat pada gas cap
akan mendesak kedalam formasi minyak, demikian pula dengan air yang berada
pada bagian bawah dari reservoir tersebut. Pada saat produksi minyak tidak
sempat berubah fasa menjadi gas sebab tekanan reservoir masih cukup tinggi
karena dikontrol oleh tekanan gas dari atas dan air dari bawah. Dengan demikian
peristiwa depletion untuk reservoir jenis ini dikatakan tidak ada, sehingga minyak
yang masih tersisa di dalam reservoir semakin kecil karena recovery minyaknya
tinggi dan efesiensi produksinya lebih tinggi.
(Gambar 2.49) merupakan salah satu contoh kelakuan dari combination
drive dengan water drive yang lemah dan tidak ada tudung gas pada reservoirnya.
Gas oil ratio yang konstan pada awal produksi dimungkinkan bahwa tekanan
reservoir masih di atas tekanan jenuh. Di bawah tekanan jenuh, gas akan bebas
sehingga gas oil ratio akan naik.

Gambar 2.49.
Kelakuan Combination Drive Reservoir 5)

2.5. Perkiraan Reservoir


Setelah operasi pemboran selesai dilakukan dan berhasil menemukan
adanya akumulasi hidrokarbon, maka tahap selanjutnya adalah memperkirakan
jumlah cadangan hidrokarbon yang terdapat dalam reservoir, produktivitas
formasi dan performance reservoir.

2.5.1. Perkiraan Cadangan Reservoir


Untuk memperkirakan besarnya cadangan hidrokarbon yang terdapat
dalam reservoir dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
volumetric, material balance dan decline curve.
2.5.1.1. Metode Volumetris
Metode Volumetris digunakan untuk memperkirakan besarnya cadangan
reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas baru, dimana data-data yang
tersedia belum lengkap. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan perkiraan
cadangan dengan metode volumetris, adalah porositas rata-rata, saturasi fluida
rata-rata, faktor volume formasi minyak dan gas, serta volume bulk batuan.
Sedangkan volume bulk batuan (Vb) dapat dilakukan dengan secara
analitis dan grafis.
1) Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Analitis
Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan volume bulk batuan
adalah membuat peta kontur bawah permukaan dan peta isopach. Peta kontur
bawah permukaan merupakan peta yang menggambarkan garis-garis yang
menghubungkan titik-titik dengan kedalaman yang sama pada tiap puncak
formasi. Sedangkan peta isopach merupakan yang menggambarkan garis-garis
yang menghubungkan titik-titik dengan ketebalan yang sama dari formasi
produktif (Gambar 2.55.).
Gambar 2.55.
Peta Isopach
a). Total Net Sand, b). Net Oil sand,
c). Completed isopach map of oli reservoir17)

Setelah peta isopach dibuat, maka luas daerah setiap garis isopach dapat
dihitung dengan menggunakan planimeter dan diplot pada kertas, yaitu luas
lapisan produktif versus kedalaman.
Jika peta isopach telah dibuat, maka perhitungan volume bulk batuan
dapat dilakukan dengan menggunakan metode :
a) Metode Pyramidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan  0,5, yang secara matematis dituliskan :

...................................................... (2-53)
............................................................................ (2-54)

dimana :
Vbi = Volume antara dua garis isopach yang saling berurutan, ac-ft
Vb = Volume bulk batuan, ac-ft
h = interval peta isopach, ft
Ai = Luas yang dibatasi garis isopach i, acre
Ai+1 = Luas yang ditasi garis isopach i + 1, acre

b) Metode Trapezoidal
Metode ini digunakan apabila perbandingan antara luas garis isopach yang
berurutan > 0,5, yang secara matematis dituliskan :

.............................................................. (2-55)

c) Metode Simpson
Metode ini digunakan jika interval kontur dan isopach tidak sama (tidak
teratur) dan hasilnya akan lebih teliti jika dibandingkan dengan metode
trapezoidal. Secara matematis dituliskan :

............ (2-56)

2) Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Grafis


Penentuan volume bulk batuan secara grafis dilakukan dengan cara
membuat plot antara ketebalan yang ditunjukkan oleh tiap-tiap garis kontur
terhadap luas daerah masing-masing, seperti terlihat pada Gambar (2.56). Dari
Gambar tersebut terlihat bahwa volume bulk batuan merupakan luas daerah yang
ditunjukkan di bawah kurva.
Jumlah minyak/gas mula-mula yang menempati suatu reservoir disebut
dengan Original Oil/Gas in Place. Untuk menentukan besarnya Original Oil In
Place (OOIP) dapat dilakukan dengan persamaan :

, STB ..................................... (2-57)

Sedangkan untuk menentukan besarnya Original Gas In Place (OGIP) dapat


dilakukan dengan persamaan :

, SCF ................................... (2-58)

Dimana :
 = Porositas rata-rata, fraksi
Sw = Saturasi air rata-rata, fraksi
Boi = Faktor volume formasi minyak mula-mula, bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF

Gambar 2.56.
Contoh Grafik Untuk Menentukan Volume Bulk Batuan 1)

Ultimate recovery merupakan jumlah maksimum hidrokarbon yang


diperoleh dari reservoir dengan mekanisme pendorong alamiahnya. Ultimate
recovery biasanya dinyatakan dengan parameter unit recovery (UR), yang
merupakan hasil bagi antara ultimate recovery terhadap volume bulk batuan yang
dapat diproduksi oleh beberapa pengaruh mekanisme pendorong sampai saat
abandonment.
Unit recovery untuk depletion drive reservoir adalah :

, STB/ac-ft ......................... (2-59)

Unit recovery untuk water drive reservoir :

, STB/ac-ft ................................... (2-60)

Unit recovery untuk reservoir gas dengan mekanisme pendorong water drive :

, SCF/ac-ft ............................... (2-61)

dimana :
Bga = Faktor volume formasi gas akhir, cuft/SCF
Sor = Saturasi minyak sisa, fraksi
Sgr = Saturasi gas sisa, fraksi

2.5.1.2. Metode Material Balance


Metode material balance digunakan untuk memperkirakan besarnya
cadangan reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas yang telah
dikembangkan, dimana data-data produksi yang diperoleh sudah cukup banyak.
Prinsip penurunan persamaannya didasarkan pada persamaan Schilthuis (1936),
yang berdasarkan hukum kekekalan massa, dimana jumlah massa dalam sistem
adalah tetap atau terjadinya kesetimbangan volume antara produksi komulatif
terhadap pengembangan fluida reservoir.
Asumsi yang digunakan dalam konsep material balance, adalah :
1. Reservoir merupakan satu kesatuan, sehingga perhitungannya tidak
tergantung pada jumlah sumur produksi.
2. Proses produksi dianggap proses isothermal.
3. Kesetimbangan antara semua fasa adalah sempurna.
4. Hubungan antara tekanan dan volume tidak tergantung pada masing-masing
fluida reservoir.

1) Persamaan Material Balance Untuk Reservoir Minyak


Persamaan material balance untuk reservoir suatu reservoir yang
mempunyai gas cap mula-mula dan bertenaga pendorong air dapat dinyatakan :

, .............................. (2-62)

Jika persamaan (2-62) disusun kembali, maka akan diperoleh besarnya Initial Oil
In Place (IOIP), yaitu :

, ........................... (2-63)

dimana :
Ni = Jumlah minyak mula-mula, bbl
Np = Produksi minyak komulatif, bbl
We = Perembesan air, bbl
Wp = Produksi air komulatif, bbl
Bti = Faktor volume formasi total mula-mula, bbl/STB
Bt = Faktor volume formasi total saat t, bbl/STB
= Bo + Bg (Rsi-Rs)
Bo = Faktor volume formasi minyak saat t, bbl/STB
Bgi = Faktor volume formasi gas mula-mula, cuft/SCF
Bg = Faktor volume formasi gas saat t, cuft/SCF
Bw = Faktor volume formasi air saat t, bbl/STB
Rsi = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak mula-mula, SCF/STB
Rs = Jumlah gas yang terlarut dalam minyak saat t, SCF/STB
Rp = Perbandingan gas komulatif dengan minyak komulatif, SCF/STB
m = Perbandingan jumlah volume gas cap mula-mula dengan volume
============minyak mula-mula, SCF/STB
Untuk reservoir undersaturated, maka We = 0 dan tidak ada gas cap mula-mula (m
= 0), sehingga persamaan (2-63) menjadi :

, .................................................... (2-64)

Untuk depletion drive reservoir, dimana tenaga pendorongnya adalah


pengembangan gas terlarut dalam minyak, maka penurunan persamaan material
balance-nya dilakukan dua tahap, yaitu :
1. Bila tekanan reservoir di atas tekanan jenuh :

, ............................................................................ (2-65)

2. Bila tekanan reservoir di bawah tekanan jenuh :

, .................................................... (2-66)

2) Persamaan Material Balance Untuk Reservoir Gas


Persamaan material balance untuk reservoir gas didasarkan pada
kesetimbangan mol gas, dengan anggapan komposisi gas tetap selama produksi
berlangsung.
1. Untuk water drive reservoir, persamaannya :

,.................................................... (2-67)

2. Untuk depletion drive reservoir, persamaannya :


, ............................................................................... (2-68)

dimana :
G = Jumlah gas mula-mula, SCF
Gp = Produksi komulatif gas, SCF
Bgf = Faktor volume formasi gas akhir, cuft/SCF
Adanya perembesan air (water influx) sering menjadi problem untuk
reservoir yang berbatasan dengan aquifer, oleh karena itu pada bagian ini akan
sedikit dibicarakan mengenai persamaan water influx (We), yaitu :
Schilthuis (1936), menurunkan persamaan dengan anggapan bahwa kondisi steady
state, penurunan tekanan teratur dan bertahap, viscositas, permeabilitas, dan
geometri aquifer konstan, maka :

atau , ........................ (2-69)

dimana :
k = Konstanta water influx, bbl/D/psi
Pi - P = Penurunan tekanan, psi
Hurst (1943), menurunkan persamaan pengembangan dari persamaan Schilthuis,
yaitu :

, .................................................................... (2-70)

dimana :
c = Konstanta water influx, bbl/D/psi
a = Konstanta konversi waktu
van Everdingen dan Hurst (1949), menurunkan persamaan dengan anggapan
bahwa kondisi steady state, yaitu :

, .............................................................. (2-71)

dimana :
B = Konstanta water influx, bbl/psi
= 1,119  Ce rw2 h (/360)
 = Porositas rata-rata, fraksi
Ce = Kompressibilitas air formasi, psi-1
rw = Jari-jari sumur, ft
h = Ketebalan lapisan, ft
 = Sudut yang dibentuk oleh lingkaran reservoir
Q(t) = Water influx yang merupakan fungsi dari tD, tidak berdimensi
tD = Waktu perembesan air, tak berdimensi

 = Viscositas air formasi, cp

2.5.1.3. Metode Decline Curve


Metode Decline Curve merupakan penentuan perkiraan cadangan
hidrokarbon yang dilakukan berdasarkan data-data produksi atau grafik penurunan
produksi, yang biasanya menunjukkan hubungan antara laju produksi versus
waktu atau produksi komulatif, seperti terlihat di Gambar (2.57).

Gambar 2.57.
Type Plot Laju Produksi vs Produksi Kumulatif 16)

Dari Gambar (2.57). terlihat bahwa laju produksi mula-mula stabil dan
setelah periode produksi tertentu, laju produksi mengalami penurunan.
Analisa decline curve merupakan suatu interpolasi data-data produksi yang
telah diproduksi sebelumnya tanpa memperhatikan hukum-hukum kimia dan
fisika tentang aliran minyak atau gas dalam reservoir.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam memperkirakan besarnya
cadangan hidrokarbon dengan metode decline curve, adalah :
- Produksi telah menurun.
- Sumur diproduksi pada kapasitasnya.
- Tidak terjadi perubahan metode produksi.
Berdasarkan bentuk penurunannya, ada tiga jenis decline curve, yaitu
exponential, hyperbolic dan harmonic decline curve.
1. Exponential Decline
Exponential Decline sering disebut constant percentage decline, dimana
kurvanya mempunyai harga penurunan laju produksi per satuan waktu sebanding
dengan laju produksinya, yang secara matematis dituliskan :

= a atau, a t ............................................... (2-72)

Apabila persamaan (2-72) diintegralkan, dimana qi adalah laju mula-mula,


qt adalah laju produksi pada saat t, maka :

a ......................................................................(2-73)

a t = ln qi – ln qt = ln

qt = qi exp (- a t ) ......................................................................... (2-74)


dimana :
q = Laju produksi
a = Decline Curve
q/t = Perubahan laju produksi terhadap waktu
Jika Np adalah produksi komulatif, maka besarnya dapat ditentukan
dengan persamaan :

.............................................................................. (2-75)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2-72) ke dalam persamaan (2-75), maka :

............................................................................ (2-76)

............................................................................... (2-77)

Apabila persamaan (2-74) disubstitusikan ke dalam persamaan (2-77) untuk


produksi sampai batas ekonomisnya (economic limit), maka akan diperoleh
persamaan :

....................................................................... (2-78)

2. Hyperbolic Decline
Besarnya decline rate pada hyperbolic decline adalah berubah-ubah, yangb
secara matematis dituliskan :

.....................................................................................(2-79)

dimana :
n = Konstanta yang menyatakan nomor antara 0 – 1.
Apabila persamaan (2-72) disubstitusikan ke dalam persamaan (2-79),
maka :

atau .................................... (2-80)

Apabila persamaan (2-80) diintegralkan, dimana qi adalah laju mula-mula,


dan qt adalah laju produksi pada saat t, maka :

.................................................... (2-81)

atau

................................................................ (2-82)
Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi, seperti pada
persamaan (2-80), adalah :

............................................ (2-83)

................................................(2-84)

Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi hasil persamaan


(2-84), apabila diplot pada kertas grafik semi-log, maka akan berbentuk garis
linier.

3. Harmonic Decline
Harmonic Decline merupakan bentuk khusus dari hyperbolic decline,
dimana penurunan laju produksi per satuan waktu berbanding lurus terhadap laju
produksinya, karena harga n = 1.
Secara matematis, bentuk persamaan harmonic decline sama dengan
persamaan (2-82), untuk harga n = 1 yaitu :

.............................................................................. (2-85)

Hubungan antara produksi komulatif dengan laju produksi, seperti pada


persamaan (2-76), adalah :

.................................................... (2-86)

........................................................................ (2-87)

2.5.2. Perkiraan Produktivitas Formasi


Pada umumnya sumur yang baru ditemukan mempunyai tenaga pendorong
alamiah yang mampu mengangkat fluida hidrokarbon dari reservoir sampai ke
permukaan. Kemampuan tersebut tidak dapat berlangsung terus hingga seluruh
fluida yang terdapat dalam reservoir habis, tetapi akan menurun sejalan dengan
menurunnya tekanan reservoir. Kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida
tersebut disebut produktivitas formasi.
Berikut ini akan dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan
produktivitas formasi, yaitu aliran fluida dalam media berpori, productivity index
dan kurva IPR.

2.5.2.1. Aliran Fluida dalam Media Berpori


Henry Darcy (1856) mengemukakan suatu hubungan empiris dalam bentuk
differensial mengenai aliran fluida dalam media berpori, yaitu :

........................................................................ (2-88)

dimana :
q = Laju aliran fluida. cc/sec
A = Luas media penampang media berpori, cm2
v = Kecepatan aliran fluida, cm/sec
k = Permeabilitas, darcy
µ = Viscositas fluida, cp

= Gradient tekanan dalam arah aliran, atm/cm

Tanda negatif pada persamaan (2-88) menunjukkan bahwa bila terdapat


penambahan tekanan dalam satu arah, akan mempunyai arah aliran yang
berlawanan dengan arah penambahan tekanan tersebut.
Pemakaian persamaan Darcy mempunyai beberapa asumsi, yaitu :
- Aliran mantap
- Fluida yang mengalir satu fasa dan incompressible
- Viscositas fluida yang mengalir konstan
- Kondisi aliran isothermal
- Formasi homogen dan arah alirannya horizontal
Persamaan (2-88) dapat dikembangkan untuk kondisi aliran fluida dari
formasi ke lubang sumur, yang merupakan aliran radial, yaitu :
................................................... (2-89)

dimana :
qo = Laju aliran minyak di permukaan, STB/D
ko = Permeabilitas relatif minyak, mD
h = Ketebalan lapisan, ft
µo = Viscositas minyak, cp
Bo = Factor volume formasi minyak, bbl/STB
Pe = Tekanan reservoir pada jari-jari re, psi
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, psi
re = Jari-jari pengurasan, ft
rw = Jari-jari sumur, ft
Untuk aliran semi mantap, dimana tidak ada aliran pada batas reservoir,
persamaan laju aliran minyak pada kondisi aliran dua fasa (gas dan minyak)
adalah sebagai berikut :

...................................................... (2-90)

Permeabilitas minyak dapat dinyatakan sebagai perkalian antara


permeabilitas absolut dengan permeabilitas minyak, yaitu ko = k x kro. Apabila
faktor skin tidak diabaikan, maka persamaan di atas dapat dituliskan dalam bentuk
:

..................... (2-91)

Apabila pseudo pressure function, m(P) didefinisikan sebagai :

Dimana Pa adalah tekanan acuan, maka persamaan laju aliran minyak menjadi :

............ (2-92)

Karena PI bervariasi terhadap laju dan waktu dalam memproduksi sumur solution
gas drive di bawah tekanan bubblepoint, metode hubungan “inflow performance”
Vogel sangat berguna. Persamaan empiris untuk laju produksi sumur salution gas
drive adalah :

..................................... (2-93)

Dimana :
qo = Laju produksi minyak pada bottom hole pressure, Pwf, STBO/D
(qo)max = Laju produksi minyak teoritis dengan Pwf = 0 psig, STBO/D
Pwf = Tekanan dasar sumur, psig
= Tekanan static reservoir, psig
Umumnya di sekitar lubang sumur terjadi kerusakan formasi, baik sebagai
akibat invasi lumpur pemboran maupun sebagai akibat peningkatan saturasi gas
atau air di sekitar lubang bor. Apabila hal ini ditemui, maka kondisi
pengembangan persamaan Vogel tidak sesuai lagi dengan sumur sebenarnya.

2.5.2.2. Productivity Index


Productivity Index (PI) merupakan index yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada suatu kondisi
sumur tertentu.
Secara definisi, PI merupakan perbandingan antara laju produksi yang
dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu
dengan perbedaan antara tekanan dasar pada keadaan statik (Ps) dan tekanan dasar
sumur pada saat terjadi aliran (Pwf), yang secara sistematis dapat dituliskan :

, bbl/D/psi .......................................................... (2-94)

Dengan mensubstitusikan persamaan (2-89) ke dalam persamaan (2-94),


maka PI dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik batuan dan fluida serta geometri
reservoir, yaitu :

................................................................. (2-95)
Persamaan (2-94) hanya dapat digunakan untuk aliran fluida satu fasa,
sehingga tidak dapat dipenuhi apabila dalam aliran fluida terdapat air formasi.
Tetapi dalam praktek keadaan semacam ini masih dapat dianggap berfasa satu,
sehingga persamaan (2-94) dapat diperluas dengan memasukkan laju aliran air ke
dalam persamaan tersebut, yaitu :

.......................................................................... (2-96)

dimana : qw = Laju aliran air di permukaan, STB/D

2.5.2.3. Inflow Performance Relationship (IPR)


Productivity index (PI) yang diperoleh dari hasil test atau perkiraan, hanya
merupakan gambaran secara kualitatif mengenai kemampuan sumur untuk
berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu sumur atau untuk
melihat kemampuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga PI dapat
dinyatakan secara grafis yang disebut Inflow Performance Relationships (IPR).
Berdasarkan definisi PI untuk suatu saat tertentu, dimana Ps dan PI
konstan, maka variabelnya q dan Pwf, sehingga persamaan (2-94) dapat dituliskan
menjadi :

.......................................................................... (2-97)

Bedasarkan asumsi persamaan (2-97), maka bentuk grafiknya adalah garis


lurus, seperti terlihat pada Gambar (2.59).
Gambar 2.59.
Grafik IPR Linier 16)
Gambar (2.59). menunjukkan bahwa harga PI menyatakan kemiringan dari
garis IPR yang dalam hal ini besarnya selalu konstan.
Muskat (1942) menyatakan bahwa apabila yang mengalir adalah fluida
dua fasa (minyak dan gas), maka bentuk kurva IPR-nya berbentuk lengkungan
(Gambar 2.60), dan harga PI tidak konstan, karena kemiringan kurva IPR akan
berubah secara kontinyu untuk setiap harga Pwf. Dalam hal ini persamaan (2-94)
tidak berlaku lagi.
Gambar 2.60.
Kurva IPR untuk aliran dua fasa16).

Anda mungkin juga menyukai