Anda di halaman 1dari 32

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Karakteristik Reservoir


Reservoir merupakan suatu wadah batuan yang porous dan permeabel
dibawah permukaan bumi sebagai tempat terakumulasi hidrocarbon (minyak dan
gas bumi). Proses akumulasi hidrokarbon di bawah permukaan harus memenuhi
beberapa syarat, yang merupakan unsur pembentuk dan lebih dikenal dengan
petroleum system. Unsur – unsur tersebut adalah :
1. Batuan induk(source rock), yaitu batuan yang menghasilkan minyak atau
gas bumi apabila dalam kondisi fisika kimia telah matang dan potensinya
ditentukan berdasarkan TOC.
2. Migrasi (migration), yaitu proses mengalirnya hidrokarbon dari source rock
ke reservoir rock.
3. Batuan reservoir (reservoir rock), sebagai wadah yang diisi dan dijenuhi
oleh minyak dan gas bumi. Biasanya batuan reservoir berupa lapisan batuan
yang porous (berongga-rongga ataupun berpori-pori) dan permeable (mudah
melewatkan fluida).
4. Perangkap reservoir (reservoir trap), merupakan suatu unsur pembentuk
reservoir yang mempunyai bentuk sedemikian rupa sehingga lapisan beserta
penutupnya merupakan bentuk konkav ke bawah dan menyebabkan minyak
dan gas bumi berada dibagian teratas reservoir.
5. Lapisan penutup (cap rock), yaitu suatu lapisan batuan yang impermeable,
terdapat diatas suatu reservoir dan merupakan penghalang minyak dan gas
bumi agar tidak keluar dari reservoir, berfungsi sebagai penyekat fluida
reservoir.
Suatu reservoir sangat dipengaruhi oleh komponen-komponen penyusun
reservoir itu sendiri yang dapat dibagi menjadi :
1. Karakteristik batuan reservoir.
2. Karakteristik fluida reservoir.
3. Kondisi reservoir, yang terdiri dari tekanan dan temperatur reservoir.

20
21

3.1.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Batuan Reservoir adalah batuan yang yang berada dibawah permukaan
yang mampu menampung fluida reservoir yang berupa gas, minyak, dan air. Tiga
jenis batuan yang dapat bertindak sebagai batuan reservoir adalah batupasir,
batuan karbonat, dan batuan shale. Karakteristik ketiga batuan reservoir tersebut
sangat tergantung dari sifat kimia batuan dan sifat fisik batuannya.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa
batupasir, batuan karbonat, dan shale dan kadang terdapat pada batuan vulkanik.
Masing-masing batuan tersebut mempunyai komposisi kimia yang berbeda,
demikian juga dengan sifat fisiknya. Komponen penyusun batuan serta macam
batuannya dapat dilihat pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Sa n d sto n e
100 %

Lim y Sh a ly
Sa n d sto n e Sa n d sto n e

Sa n d y Sa n d y
Lim e sto n e Sh a le

Lim e sto n e Sh a ly Lim y Sh a le


100 % Lim e sto n e Sh a le 100 %

Gambar 3.1. Diagram Komponen Penyusun Batuan1)

3.1.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Batuan adalah kumpulan dari mineral-mineral. Sedangkan suatu mineral
dibentuk dari beberapa ikatan komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu
komposisi kimia akan membentuk suatu jenis mineral tertentu dan akan
menentukan macam batuan. Batuan reservoir umumnya adalah batuan sedimen
berupa batupasir, batu gamping (karbonat), dan batuan shale. Unsur-unsur
penyusun batuan reservoir perlu diketahui karena jenis atom penyusun batuan
reservoir akan menentukan sifat-sifat dari mineral dari mineral yang dibentuknya,
baik sifat fisik maupun sifat kimianya.
22

3.1.1.1.1. Komposisi Kimia Batu Pasir


Batupasir merupakan batuan yang sering dijumpai di lapangan sebagai
batuan reservoir. Berdasarkan mineral penyusun serta jumlah kandungan
mineralnya, maka batupasir dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu:
Orthoquartzite, Graywacke dan Arkose.
1. Orthoquartzites.
Orthoquartzites merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk
dari proses sedimentasi yang menghasilkan unsur silika yang tinggi, tanpa
mengalami metamorfosa dan pemadatan, terutama terdiri atas mineral
kwarsa (Quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Proses metamorfosa
adalah proses perubahan mineral batuan, karena adanya kondisi yang
berbeda dengan kondisi awal. Material pengikatnya (semen) terutama
terdiri atas karbonat dan silika. Orthoquartzites merupakan jenis batuan
sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari kandungan shale dan clay.
Komposisi kimia dari orthoquarzite dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komposisi Kimia Batupasir Orthoquartzites 8)

MIN. A B C D E F G H I
93,1
SiO2 95,32 99,45 98,87 97,80 99,39 93,13 61,70 99,58
6
TiO2 .... .... .... .... 0,03 .... .... .... 0,03
Al2O3 2,85 .... 0,41 0,90 0,30 3,86 0,31 0,31 1,28
Fe2O3 0,05 0,08 0,85 0,12 0,11 0,24 1,20
0,30 0,43
FeO .... 0,11 .... .... 0,54 .... ....
MgO 0,04 T 0,04 0,15 None 0,25 .... 0,10 0,07
CaO T 0,13 .... 0,10 0,29 0,19 21,00 0,14 3,12
Na2O 0,80 0,17 0,10
0,30 .... 0,40 .... .... 0,39
K2O 0,15 .... 0,03
H2O +
1,44a) .... 0,17 .... 0,17 1,43a) .... 0,03a) 0,65
H2O -
CO2 .... .... .... .... .... .... 16,10 .... 2,01
101,
Total 100 99,88 99,91 100,2 100,3 99,51 99,52 99,6 b)
1

A. Lorrain (Huronian) F. Berea (Mississippian)


B. St. Peter (Ordovician) G. “Crystalline Sandstone”, Fontainebleau
C. Mesnard (Preeambrian) H. Sioux (Preeambrian)
D. Tuscarora (Silurian) I. Average of A – H, inclusive.
E. Oriskany ( Devonian) a)
. Loss of ignition
b)
. Includes SO3, 0,13 %.
23

Pada Tabel 2.1. diatas dapat dilihat bahwa unsur silika merupakan unsur
penyusun orthoquarzites dengan prosentase yang sangat tinggi jika
dibandingkan dengan unsur-unsur yang lain. Komposisi unsur silika (SiO2)
berkisar antara 61,7% sampai dengan 99,87%, sedangkan sisanya adalah unsur
penyusun yang lain, seperti TiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MgO, CaO, Na2O, K2O,
H2O+, H2O- dan CO2.

2. Graywacke
Graywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, yaitu kwarsa, clay, mika flake {KAl 2(OH)2
AlSi3O10}, magnesite (MgCO3), fragmen phillite, fragmen batuan beku,
feldspar dan mineral lainnya. Indikator yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi batuan jenis ini adalah adanya mineral illite. Sortasi
(pemilahan) butir pada graywacke tidak bagus karena adanya matriks-matriks
batuan. Hal ini juga menyebabkan berkurangnya porositas batuannya. Material
pengikatnya adalah clay dan karbonat. Secara lengkap mineral-mineral
penyusun graywacke terlihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2. Komposisi Mineral Graywacke 8)

MINERAL A B C D E F
Quartz 45,6 46,0 24,6 9,0 tr 34,7
Chert 1,1 7,0 .... .... .... ....
Feldspar 16,7 20,0 32,1 44,0 29,9 29,7
Hornblende .... .... .... 3,0 10,5 ....
Rock Fragments 6,7 . . . .a 23,0 9,0 13,4 ....
Carbonate 4,6 2,0 .... .... .... 5,3
Chloride-Sericite 25,0 22,5 20,0b 25,0 46,2d 23,3
T o t a l 99,7 97,5 99,7 90,0 100,0 96,0
A. Average of Six (3 Archean, 1 Huronian, 1 Devonian, and 1 Late Paleozoic).
B. Krynine’s average “high-rank graywacke” (Krynine, 1948).
C. Average of 3 Tanner graywackes (Upper Devonian – Lower Carboniferous)
D. Average of 4 Cretaceous graywackes, Papua (Edwards, 1947 b).
E. Average 0f 2 Meocene graywackes, Papua (Edwards, 1947 a).
F. Average of 2 parts average shale and 1 part average Arkose.
a)
. Not separately listed.
b)
. Include 2,8 per cent “limonitic subtance”
c)
. Balance in glauconite, mica, chlorite, and iron ores.
d)
. “Matrix”
24

Komposisi kimia graywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir, dan kebanyakan silika yang
ada bercampur dengan silikat.

Tabel 3.3 Komposisi Kimia Graywacke 8)

MINERAL A B C D E F
SiO2 68,20 63,67 62,40 61,52 69,69 60,51
TiO2 0,31 .... 0,50 0,62 0,40 0,87
Al2O3 16,63 19,43 15,20 13,42 13,43 15,36
Fe2O3 0,04 3,07 0,57 1,72 0,74 0,76
FeO 3,24 3,51 4,61 4,45 3,10 7,63
MnO 0,30 .... .... .... 0,01 0,16
MgO 1,30 0,84 3,52 3,39 2,00 3,39
CaO 2,45 3,18 4,59 3,56 1,95 2,14
Na2O 2,43 2,73 2,68 3,73 4,21 2,50
P2O3 0,23 .... .... .... 0,10 0,27
SO3 0,13 .... .... .... .... ....
CO2 0,50 .... 1,30 3,04 0,23 1,01
H2O + 1,75 1,56 2,33 2,08 3,38
2,36
H2O – 0,55 0,07 0,06 0,26 0,15
S .... .... .... .... .... 0,42
T o t a l 99,84 100,06 99,57 100,01 100,01 100,24
A. Average of 23 graywackes
B. Average of 30 graywackes, after Tyrrell (1933).
C.Average of 2 parts avrg. Shale and 1 part avrg. Arkose.
a)
. Probably in error; Fe2O3 probably should be 1,4 and the total 100,0

3. Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang tersusun dari kuarsa sebagai
mineral yang dominan, dan feldspar (MgAlSi3O8). Selain dua mineral utama
tersebut, arkose juga mengandung mineral-mineral yang bersifat kurang stabil,
seperti clay {Al4Si4O10(OH)8}, microline (KAlSi3O8), biotite
{K(Mg,Fe)3(AlSi3O10)(OH)2} dan plagioklas {(Ca,Na)(AlSi)AlSi2O8}. Arkose
mempunyai sortasi butiran yang kurang baik, dengan bentuk butir yang
menyudut. Kandungan mineral lainnya, secara berurutan sesuai prosentasenya
dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Komposisi Mineral dari Arkose (%) 8)


25

Komposisi kimia arkose ditunjukkan pada Tabel 3.5. dimana terlihat bahwa
arkose mengandung lebih sedikit silika jika dibandingkan dengan
orthoquartzites, tetapi kaya akan alumina, lime, potash, dan soda.

Tabel 3.5. Komposisi Kimia dari Arkose (%) 8)

MINERAL A B C D E F
Si O2 69,94 82,14 75,57 73,32 80,89 76,37
Ti O2 .... .... 0,42 .... 0,40 0,41
Al2 O3 13,15 9,75 11,38 11,31 7,57 10,63
Fe2 O3 1,23 0,82 3,54 2,90 2,12
2,48
Fe O .... 1,63 0,72 1,30 1,22
Mn O 0,70 .... 0,05 T .... 0,25
Mg O T 0,19 0,72 0,24 0,04 0,23
Ca O 3,09 0,15 1,69 1,53 0,04 1,30
Na2 O 3,30 0,50 2,45 2,34 0,63 1,84
K2 O 5,43 5,27 3,35 6,16 4,75 4,99
H2 O + 1,06
1,01 0,64 a 0,30 a 1,11 0,83
H2 O – 0,05
P2 O3 .... 0,12 0,30 .... .... 0,21
C O2 .... 0,19 0,51 0,92 .... 0,54
T o t a l 99,1 100,18 100 100,2 99,63 100,9
A. Portland stone, Triassic (Merrill, 1891).
B. Torridon sandstone, Preeambrian (Mackie, 1905).
C. Torridonian arkose (avg. of 3 analyses) (Kennedy, 1951).
D. Lower Old Red Sandstone, Devonian (Mackie, 1905).
E. Sparagmite (unmetamorphosed) (Barth, 1938).
F. Average of A – E, inclusive.
a)
. Loss of ignition.

TEXTURAL PARAMETERS SANDSTONE

Grains - Quartz
- Feldspars
- Mica
- Rocks Fragments
- Mudstone grains
- Bioclasts
- Glaucorula

Matrixs - Abrasion product


(Silt size,Quartz,
Feldspars, mica)
- Clay minerals
- Accessory mineral
26

Cement - Silica
- Calcite
- Dolomite
- Iron Oxide
- Anhydrite
- Halite
- Clay minerals
- Asphalt

Gambar 3.2. Komponen mineral sandstone8)

Jumlah mineral dan komposisi kimia yang terkandung dalam batupasir


memiliki komposisi yang berbeda-beda penyebab terjadinya perbedaan ini adalah
karena proses sedimentasi dan lingkungan pengendapan yang berbeda.

3.1.1.1.2. Komposisi Kimia Batuan Karbonat


Batuan karbonat yang dimaksud dalam bahasan ini adalah
limestone, dolomite, dan yang bersifat diantara keduanya. Limestone
adalah istilah yang biasa dipakai untuk kelompok batuan yang
mengandung paling sedikit 80% calcium carbonate atau magnesium.
Istilah limestone juga dipakai untuk batuan yang mempunyai fraksi
karbonat melebihi unsur non-karbonatnya. Pada limestone fraksi disusun
terutama oleh mineral calcite, sedangkan pada dolomite mineral penyusun
utamanya adalah mineral dolomite.

Tabel 3.6. Komposisi Kimia Limestone 8)

MINERAL A B C D E F
Si O2 5,19 0,70 7,41 2,55 1,15 0,09
27

Ti O2 0,06 .... 0,14 0,02 .... ....


Al2 O3 0,81 0,68 1,55 0,23 0,45
Fe2 O3 0,08 0,70 0,02 .... 0,11
0,54
Fe O .... 1,20 0,28 0,26
Mn O 0,05 .... 0,15 0,04 .... ....
Mg O 7,90 0,59 2,70 7,07 0,56 0,35
Ca O 42,61 54,54 45,44 45,65 53,80 55,37
Na2 O 0,05 0,16 0,15 0,01 ....
0,07
K2 O 0,33 None 0,25 0,03 0,04
H2 O + 0,56 .... 0,38 0,05 0,69
0,32
H2 O – 0,21 .... 0,30 0,18 0,23
P2 O3 0,04 .... 0,16 0,04 .... ....
C O2 41,58 42,90 39,27 43,60 42,69 43,11
S 0,09 0,25 0,25 0,30 .... ....
Li2 O T .... .... .... .... ....
Organic .... T 0,29 0,40 .... 0,17
T o t a l 100,09 99,96 100,16 100,04 99,9 100,1
A. Composite analysis of 345 limestones, HN Stokes, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
B. “Indiana Limestone” (Salem, Mississippian), AW Epperson, analyst (Loughlin, 1929, p. 150)
C. Crystalline, crinoidal limestone (Brassfield, Silurian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 77)
D. Dolomitic Limestone (Monroe form., Devonian, Ohio), Down Schaff, analyst (Stout, 1941, p. 132)
E. Lithoeraphic Limestone (Solenhofen, Bavaria), Geo Steigner, analyst (Clarke, 1924, p. 564)
F. Travertine, Mammoth Hot Spring, Yellowstone, FA Gooch, analyst (Clarke, 1904, p.323)

1. Limestone.
Komposisi kimia limestone dapat menggambarkan adanya sifat dari
komposisi mineralnya yang cukup padat, karena pada limestone sebagian
besar terbentuk dari calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari 95%.
Unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO, bila jumlahnya lebih dari
1% atau 2%, maka menunjukkan adanya mineral dolomite. Komposisi kimia
limestone secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 2.6. diatas.
2. Dolomite
Dolomite adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur carbonate lebih besar dari 50 %, sedangkan untuk batuan-
batuan yang mempunyai komposisi pertengahan antara limestone dan
dolomite akan mempunyai nama yang bermacam-macam tergantung dari
unsur yang dikandungnya. Batuan yang unsur calcite-nya melebihi dolomite
disebut dolomite limestone, dan yang unsur dolomite-nya melebihi calcite
disebut dengan limy, calcitic, calciferous atau calcitic dolomite. Komposisi
kimia dolomite pada dasarnya hampir mirip dengan limestone, kecuali unsur
28

MgO merupakan unsur yang penting dan jumlahnya cukup besar. Tabel 2.7.
menunjukkan komposisi kimia unsur penyusun dari dolomite.

Tabel 3.7. Komposisi Kimia Dolomite 8)

MINERAL A B C D E F
Si O2 .... 2,55 7,96 3,24 24,92 0,73
Ti O2 .... 0,02 0,12 .... 0,18 ....
Al2 O3 .... 0,23 1,97 0,17 1,82 0,20
Fe2 O3 .... 0,02 0,14 0,17 0,66 ....
Fe O .... 0,18 0,56 0,06 0,40 1,03
Mn O .... 0,04 0,07 .... 0,11 ....
Mg O 21,90 7,07 19,46 20,84 14,70 20,48
Ca O 30,40 45,65 26,72 29,56 22,32 30,97
Na2 O .... 0,01 0,42 .... 0,03 ....
K2 O .... 0,03 0,12 .... 0,04 ....
H2 O + .... 0,05 0,33 0,42 ....
0,30
H2 O – .... 0,18 0,30 0,36 ....
P2 O3 .... 0,04 0,91 .... 0,01 0,05
C O2 47,7 43,60 41,13 43,54 33,82 47,51
S .... 0,30 0,19 .... 0,16 ....
Sr O .... 0,01 None .... none ....
Organic .... 0,04 .... .... 0,08 ....
T o t a l 100 100,06 100,40 99,90 100,04 100,9
A. Theoretical composition of pure dolomite. D. “Knox” Dolomite
B. Dolomitic Limestone E. Cherty-Dolomite
C. Niagaran Dolomite F. Randville Dolomite

3.1.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir


Sifat Fisik Batuan Reservoir dipelajari untuk dapat mengetahui
banyaknya akumulasi Hidrokarbon di dalam reservoir, serta mengetahui besarnya
produktifitas reservoir tersebut. Pada dasarnya semua batuan dapat menjadi
batuan reservoir asalkan mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
mengalirkan fluida yang terkandung di dalamnya. Namun pada kenyataannya
hanya batuan sedimen yang banyak dijumpai sebagai batuan reservoir, khususnya
reservoir minyak. Oleh karena itu dalam penilaian batuan reservoir selanjutnya
akan banyak berhubungan dengan sifat-sifat fisik batuan sedimen, terutama yang
porous dan permeable. Sifat-sifat yang lain adalah derajat kebasahan
(wettabilitas), tekanan kapiler, saturasi dan kompressiblitas batuan.
29

3.1.1.2.1. Porositas
Dalam teknik reservoir ruang pori-pori batuan umumnya dinyatakan
sebagai porositas () dan didefinisikan sebagai fraksi atau persen dari
volume ruang pori-pori terhadap volume batuan total (bulk volume). Besar-
kecilnya porositas suatu batuan akan menentukan kapasitas penyimpanan
fluida reservoir. Secara matematis porositas dapat dinyatakan sebagai :

......................................................(3.1)
Keterangan :
Vb = volume batuan total (bulk volume), cm3
Vs = volume padatan batuan total (volume grain), cm3
Vp = volume ruang pori-pori batuan, cm3
Porositas batuan reservoir dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1) Porositas absolut, adalah perbandingan antara volume pori-pori total
terhadap volume batuan total (bulk volume), yang dinyatakan dalam
persen.

................................... (3.2)
2) Porositas efektif, adalah perbandingan antara volume pori-pori yang
saling berhubungan terhadap volume batuan total (bulk volume), yang
dinyatakan dalam persen.

..............(3.3)
Untuk selanjutnya porositas efektif digunakan dalam perhitungan
karena dianggap sebagai fraksi volume yang produktif. Skema perbandingan
porositas efektif, non-efektif , dan absolut dapat dilihat pada Gambar 3.9 di
bawah ini.
30

C o n n e c te d o r
Effe c tive
Po ro sity
To ta l
Po ro sity

Iso la te d o r
No n -Effe c tive
Po ro sity

Gambar 3.3. Skema Perbandingan Porositas Efektif, Non-Efektif dan


Porositas Absolut Batuan1)

Disamping itu menurut waktu dan cara terbentuknya, maka porositas


dapat juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
1) Porositas primer, adalah porositas yang terbentuk pada waktu batuan
sedimen diendapkan.
2) Porositas sekunder, adalah porositas batuan yang terbentuk sesudah
batuan sedimen terendapkan.
Tipe batuan sedimen atau reservoir yang mempunyai porositas primer
adalah batuan konglomerat, batupasir, dan batu gamping. Porositas sekunder
dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu :
1) Porositas larutan, adalah ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya proses pelarutan batuan.
2) Rekahan, celah, kekar, yaitu ruang pori-pori yang terbentuk karena
adanya kerusakan struktur batuan sebagai akibat dari variasi beban,
seperti : lipatan, sesar, atau patahan. Porositas tipe ini sulit untuk
dievaluasi atau ditentukan secara kuantitatif karena bentuknya tidak
teratur.
3) Dolomitisasi, dalam proses ini batugamping (CaCO3)
ditransformasikan menjadi dolomite (CaMg(CO3)2) atau menurut
reaksi kimia sebagai berikut :
2CaCO3 + MgCl2 CaMg(CO3)2 + CaCl2
31

Menurut para ahli batu gamping yang terdolomitasi mempunyai porositas


yang lebih besar dari pada batugampingnya sendiri.

Gambar 3.4. Pengaruh Susunan Butir terhadap Porositas Batuan1)

Besar-kecilnya porositas dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :


ukuran butir (semakin baik distribusinya, semakin baik porositasnya),
susunan butir (susunan butir berbentuk kubus mempunyai porositas lebih
baik dibandingkan bentuk rhombohedral) seperti terlihat pada Gambar 3.4,
kompaksi dan sementasi. Klasifikasi pembagian porositas adalah sebagai
berikut :

Tabel 3.8. Klasifikasi Harga Porositas1)

Porositas % Keterangan
0–5 Porositas jelek sekali
5 – 10 Porositas jelek
10 – 15 Porositas sedang
15 – 20 Porositas baik
20 – 25 Porositas baik sekali

3.1.1.2.2. Permeabilitas
32

Disamping sifat porous, maka batuan reservoir harus bersifat


permeabel, sifat ini akan menyangkut aliran fluida melalui media berpori
pada laju aliran tertentu sebagai akibat perbedaan tekanan di dalam reservoir
dengan tekanan di dalam sumur.
Permeabilitas didefinisikan sebagai suatu bilangan yang menunjukkan
kemampuan dari suatu batuan untuk mengalirkan fluida. Definisi kwantitatif
permeabilitas pertama-tama dikembangkan oleh Henry Darcy (1856)2)
dalam hubungan empiris dengan bentuk differensial sebagai berikut:
k dP Q
v x 
 dL A ........................................................................(3.4)

dimana :
v = kecepatan aliran, cm/sec
 = viskositas fluida yang mengalir, cp
dP/dL = gradien tekanan dalam arah aliran, atm/cm
k = permeabilitas media berpori.
Q = laju alir fluida, cc/det
A = luas penampang, cm2

Tanda negatif pada Persamaan 3.4 menunjukkan bahwa bila tekanan


bertambah dalam satu arah, maka arah alirannya berlawanan dengan arah
pertambahan tekanan tersebut. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam
Persamaan 3.4 adalah:
1. Alirannya mantap (steady state),
2. Fluida yang mengalir satu fasa,
3. Viskositas fluida yang mengalir konstan ,
4. Kondisi aliran isothermal, dan
5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.
6. Fluidanya incompressible.
Berdasarkan jumlah fasa yang mengalir dalam batuan reservoir,
permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :
33

 Permeabilitas absolut, adalah yaitu dimana fluida yang mengalir melalui


media berpori tersebut hanya satu fasa, misalnya hanya minyak atau gas
saja.
 Permeabilitas efektif, yaitu permeabilitas batuan dimana fluida yang
mengalir lebih dari satu fasa, misalnya minyak dan air, air dan gas, gas dan
minyak atau ketiga-tiganya.
 Permeabilitas relatif, merupakan perbandingan antara permeabilitas efektif
dengan permeabilitas absolut.
Dasar penentuan besaran permeabilitas adalah hasil percobaan yang
dilakukan oleh Henry Darcy., seperti yang terlihat pada Gambar 3.5 berikut
ini :

h1 - h2
Q

A h1
h2
l

Gambar 3.5. Skema Percobaan Penentuan Permeabilitas1)

Dari percobaan dapat ditunjukkan bahwa Q..L/A.(P1-P2) adalah


konstan dan akan sama dengan harga permeabilitas batuan yang tidak
tergantung dari cairan, perbedaan tekanan dan dimensi batuan yang
digunakan.
Dengan mengatur laju Q sedemikian rupa sehingga tidak terjadi aliran
turbulen, maka diperoleh harga permeabilitas absolut batuan, sesuai
persamaan berikut :
34

Q..L
k
A . (P1  P2 ) .......................................................................(3.5)

Satuan permeabilitas dalam percobaan ini adalah :

Q (cm 3 / sec) .  (centipoise ) . L (cm)


k (darcy) 
A (sq.cm) . (P1  P2 ) (atm )
..................(3.6)

Dari Persamaan 3.5 dapat dikembangkan untuk berbagai kondisi aliran


yaitu aliran linier dan radial, masing-masing untuk fluida yang compressible
dan incompressible.
Pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa, akan
tetapi dua atau bahkan tiga fasa. Oleh karena itu dikembangkan pula konsep
mengenai permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif. Harga
permeabilitas efektif dinyatakan sebagai ko, kg, kw, dimana masing-masing
untuk minyak, gas, dan air. Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-
masing fluida reservoir dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
k kg k
k ro  o k rg  k rw  w .
k , k , k .................................(3.7)
(keterangan : o = minyak, g = gas dan w = air)

Sedangkan besarnya harga permeabilitas efektif untuk minyak dan air


dinyatakan dengan persamaan :
Qo . o . L
ko 
A . (P1  P2 ) ........................................................................(3.8)

Qw . w . L
kw 
A . ( P1  P2 )
.......................................................................(3.9)

Harga-harga ko dan kw pada Persamaan 3.8 dan Persamaan 3.9 jika


diplot terhadap So dan Sw akan diperoleh hubungan seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 3.12, yang menunjukkan bahwa ko pada Sw = 0 dan pada So
35

= 1 akan sama dengan k absolut, demikian juga untuk harga k absolutnya


(titik A & B)
Ada tiga hal penting untuk kurva permeabilitas efektif sistem minyak-
air, yaitu :
 ko akan turun dengan cepat jika Sw bertambah dari nol, demikian juga kw
akan turun dengan cepat jika Sw berkurang dari satu, sehingga dapat
dikatakan untuk So yang kecil akan mengurangi laju aliran minyak karena
ko-nya yang kecil, demikian pula untuk air.
 ko akan turun menjadi nol, dimana masih ada saturasi minyak dalam
batuan (titik C) atau disebut Residual Oil Saturation (Sor), demikian juga
untuk air yaitu (Swr).
 Harga ko dan kw selalu lebih kecil dari harga k, kecuali pada titik A dan B,
sehingga diperoleh persamaan :
ko  kw  1
...................................................................................(3.10)

1 1
B A
Effe c tive Pe rm e a b ility to Wa te r, k w

Effe c tive Pe rm e a b ility to O il, k o

0 C D 0
0 O il Sa tu ra tio n , So 1
1 Wa te r Sa tu ra tio n , Sw 0

Gambar 3.6. Kurva Keffektif untuk Sistem Minyak dan Air1)

Jika harga kro dan krw diplot terhadap saturasi fluida So dan Sw, maka
akan didapat kurva seperti Gambar 3.7., dihalaman berikutnya.
36

Harga kro dan krw berkisar antara 0 sampai 1, sehingga diperoleh persamaan
k ro  k rw  1
....................................................................................(3.11)
Untuk sistem gas dan air, harga Krg dan Krw selalu lebih kecil dari satu atau :
k rg  k rw  1
...................................................................................(3.12)

1
Effe c tive Pe rm e a b ility to Wa te r, k w 1

Effe c tive Pe rm e a b ility to O il, k o


kro

0 0
0 O il Sa tu ra tio n , So 1

Gambar 3.7. Kurva krelatif sistem Air-Minyak1)

Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permeabilitas adalah :


1. Porositas
Apabila porositas semakin besar, maka permeabilitas juga akan semakin
besar, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Lo g (p e rm e a b ility)

Po ro s it y

Gambar 3.8. Grafik Hubungan antara Porositas dan Permeabilitas8)

2. Saturasi
37

Seperti terlihat pada Gambar 3.12. dan Gambar 3.13. menyatakan bahwa
terdapat hubungan antara saturasi dengan permeabilitas. Apabila saturasi
minyak bertambah, maka permeabilitas efektif dan permeabilitas relatif
minyak akan bertambah pula, demikian juga halnya dengan air.
3. Berdasarkan pada Persamaan 3.4, maka permeabilitas dipengaruhi oleh
kecepatan aliran fluida (v), viskositas fluida dan tekanan.
4. Geometri Aliran
Permeabilitas akan bervariasi pada setiap bentuk aliran dan kondisi lapisan.
Untuk menentukan permeabilitas pada setiap kondisi yang berbeda, digunakan
rumus yang berbeda pula.
a. Aliran Laminer, distribusi permeabilitas berbentuk paralel, seperti pada
Gambar 3.9.

Q1 P1 P2
Q2 k1 h1
Q
Q
k2 h2
Q3
k3 h3
w
L

Gambar 3.9. Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Paralel8)

Dari Gambar 3.9. di atas, maka permeabilitas reservoir adalah :


n
 kj hj
j1
k  n
 hj
j1 ........................................................................(3.13)
b. Aliran Linier, distribusi permeabilitas berbentuk seri, seperti yang
terlihat pada Gambar 3.10.
38

P1 P2
k1 k2 k3
Q Q
 P 1 P 2 P 3 h

w L1 L2 L3
L
Gambar 3.10. Aliran Linier, Kombinasi Lapisan Seri8)

Dari Gambar 3.10. di atas, maka permeabilitas reservoir dapat dihitung


dengan persamaan sebagai berikut :
L
k
n Lj

j 1K j
......................................................................................... (3.14)
Percobaan pengukuran permeabilitas batuan dapat dilakukan dengan
analisa core. Hasil dari analisa ini akan memberikan pengukuran
permeabilitas absolut secara langsung dengan memberikan uji aliran pada
sampel core. Fluida yang digunakan untuk pengujian biasanya gas atau
udara yang dialirkan melalui core, dan tekanan masuk dan keluar dari
sampel core diukur. Permeabilitas ditentukan dengan persamaan aliran
fluida satu fasa sebagai berikut:
2 Q 2  L P2
K

A P1  P2
2 2
 .....................................................................(3.15)
dimana :
k = permeabilitas absolut, Darcy
Q2 = laju alir fluida yang keluar dari core, cc/dt
A = luas penampang core, cm2
L = panjang core, cm
 = viskositas fluida, cp
(P12 P22) = beda tekanan masuk dan tekanan keluar dari core, atm
39

6
5
4

Q b Pb / A
3
2
1
0
0 0 ,2 0 ,4 0 ,6 0 ,8 1 ,0
(P1 - P2 ) / 2 L

Gambar 3.11. Grafik Hasil Percobaan Perhitungan Permeabilitas8)

Dengan k = 2 Q 2  L P2  2
A P1  P2
2
5)

Jika udara atau gas digunakan dalam pengujian, maka terjadi efek slip
gas (efek Klinkenberg), akibat dari aliran turbulen, pada dinding pori-pori
core. Efek slip gas menyebabkan harga permeabilitas terukur (k g) lebih
besar daripada permeabilitas cairan (kL) yang sebenarnya.
Besarnya permeabilitas cairan (kL) dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:
 b
k g  k L 1  
 Pm 
......................................................................................(3.16)
dimana :
kg = permeabilitas udara/gas, Darcy
kL = permeabilitas cairan, Darcy
b = konstanta Klinkenberg
Pm = tekanan rata-rata pengukuran, atm
Permeabilitas memiliki harga yang dapat dilihat pada tabel 3.10 berikut ini :

Tabel 3.9. Klasifikasi Harga Permeabilitas1)

Permeabilitas ( mD ) Keterangan
1 – 10 Cukup
10 - 102 Baik
102 - 103 Baik Sekali
40

3.1.1.2.3. Saturasi Fluida


Saturasi fluida batuan didefinisikan sebagai perbandingan antara
volume pori-pori batuan yang ditempati oleh suatu fluida tertentu dengan
volume pori-pori total suatu batuan.
Tetapi karena dalam batuan reservoir minyak umumnya terdapat lebih
dari satu macam fluida, kemungkinan terdapat air, minyak, dan gas yang
tersebar ke seluruh bagian reservoir, maka saturasi didefinisikan sebagai
fraksi salah satu fluidanya terhadap volume pori batuanya.
Harga saturasi untuk masing-masing fluida tersebut dapat dituliskan
sebagai berikut :
 Saturasi minyak ( So ) adalah :
volume pori−pori yang diisi oleh min yak
S o=
volume pori− pori total .................(3.17)
 Saturasi air (Sw) adalah :

......................................(3.18)
 Saturasi gas (Sg) adalah :

...............................(3.19)
Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air maka berlaku hubungan :
Sg + So + Sw = 1...........................................................................(3.20)
Jika diisi oleh minyak dan air saja maka :
So + Sw = 1..................................................................................(3.21)

Terdapat tiga faktor yang penting mengenai saturasi fluida, yaitu :


1. Saturasi fluida akan bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dalam
reservoir, saturasi air cenderung untuk lebih besar dalam bagian batuan
yang kurang porous. Bagian struktur reservoir yang lebih rendah relatif
akan mempunyai Sw yang tinggi dan Sg yang relatif rendah. Demikian
41

juga untuk bagian atas dari struktur reservoir berlaku sebaliknya. Hal ini
disebabkan oleh adanya perbedaan densitas dari masing-masing fluida.
2. Saturasi fluida akan bervariasi dengan kumulatif produksi minyak. Jika
minyak diproduksikan maka tempatnya di reservoir akan digantikan oleh
air dan atau gas bebas, sehingga pada lapangan yang memproduksikan
minyak, saturasi fluida berubah secara kontinyu.
3. Saturasi minyak dan saturasi gas sering dinyatakan dalam istilah pori-pori
yang diisi oleh hidrokarbon. Jika volume contoh batuan adalah V, ruang
pori-porinya adalah .V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :
So..V + Sg..V = (1-Sw)..V.........................................................(3.22)

Saturasi air yang merupakan fluida pembasah akan semakin besar pada
harga porositas yang kecil, karena terjadinya gaya kapiler. Disamping itu
akibat perbedaan berat jenis fluida, maka saturasi gas akan semakin besar
pada bagian atas struktur dan saturasi air semakin besar pada bagian bawah
struktur.
Pada Gambar 3.18. menunjukkan ilustrasi hubungan antara saturasi
fluida dengan tekanan kapiler dalam pori-pori yang mana terlihat bahwa
pada gambar sebelah kiri fluida pembasah mempunyai jari-jari
kelengkungan (R) yang besar, kemudian mengalami penekanan pada
permukaannya sehingga posisinya berubah seperti gambar disebelah
kanannya. Terlihat bahwa volume air berkurang yang berarti saturasinya
berkurang. Sehingga terdapat hubungan yang berlawanan antara saturasi
fluida pembasah dengan tekanan kapiler.
42

Gambar 3.10. Hubungan Saturasi Fluida dengan


Tekanan Kapiler dalam Pori-Pori8)
3.1.1.2.5 Tekanan Kapiler
Rongga pori-pori dari suatu batuan reservoir berisi fluida yang tidak
tercampur satu sama lainnya,seperti minyak dan air. Kesetimbangan gaya
akan terjadi pada molekul-molekul yang sejenis, dimana akan terjadi gaya
tarik menarik. Sedangkan pada molekul-molekul yang berlainan jenis
kesetimbangan gaya tidak terjadi, dalam hal ini akan terjadi gaya tolak
menolak antar molekul. Hal ini terjadi pada batas antara dua macam fluida
atau antara fluida dengan benda padat. Ketidakseimbangan gaya ini akan
menimbulkan tegangan antar permukaan.
Tekanan kapiler (Pc) didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang ada
antara permukaan dua fluida yang tidak tercampur (cairan-minyak atau
cairan-gas) sebagai akibat dari terjadinya pertemuan permukaan yang
memisahkan mereka. Perbedaan tekanan dua fluida ini adalah perbedaan
tekanan antara fluida “non-wetting fasa” (Pnw) dengan fluida “wetting fasa”
(Pw) atau :
Pc= Pnw - Pw.........................................................................................(3.23)
Tekanan permukaan fluida yang lebih rendah terjadi pada sisi
pertemuan permukaan fluida immiscible yang cembung. Di reservoir
biasanya air sebagai fasa yang membasahi (wetting fasa), sedangkan minyak
dan gas sebagai non-wetting fasa atau fasa tidak membasahi.
Tekanan kapiler dalam batuan berpori tergantung pada ukuran pori-pori
dan macam fluidanya. Secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam hubungan
sebagai berikut :

...................................................................(3.24)
Keterangan :
Pc = tekanan kapiler, dyne/cm2
 = tegangan permukaan antara dua fluida, dyne/cm
cos  = sudut kontak permukaan antara dua fluida, derajat
43

r = jari-jari lengkung pori-pori, cm


 = perbedaan densitas dua fluida, gr/cm3
g = percepatan gravitasi, cm/sec2
h = tinggi kolom, cm

Dari persamaan (3.24) dapat dilihat bahwa tekanan kapiler berhubungan


dengan ketinggian di atas permukaan air bebas (oil-water contact), sehingga
data tekanan kapiler dapat dinyatakan menjadi plot antara h versus saturasi
air (Sw), seperti pada Gambar 3.13.
Perubahan ukuran pori-pori dan densitas fluida akan mempengaruhi
bentuk kurva tekanan kapiler dan ketebalan zona transisi.
Dari persamaan (3.24) ditunjukkan bahwa h akan bertambah jika
perbedaan densitas fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap. Hal ini
berarti bahwa reservoir gas yang terdapat kontak gas-air, perbedaan densitas
fluidanya bertambah besar sehingga akan mempunyai zona transisi
minimum. Demikian juga untuk reservoir minyak yang mempunyai API
gravity rendah maka kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang
panjang.
Ukuran pori-pori batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran
permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang rendah dan
ketebalan zona transisinya lebih tipis daripada reservoir dengan
permeabilitas yang rendah.
Tekanan kapiler juga mempunyai dua pengaruh yang penting dalam
reservoir hidrokarbon, yaitu :
1. Mengontrol distribusi saturasi (fluida) di dalam reservoir.
2. Merupakan mekanisme pendorong minyak untuk bergerak atau
mengalir melalui ruang pori reservoir sampai mencapai batuan
impermiabel.
44

Gambar 3.13. Kurva Tekanan Kapiler8)

Berdasarkan pada Gambar 3.14, sebuah pipa kapiler dalam suatu


bejana terlihat bahwa air naik ke atas di dalam pipa akibat gaya adhesi
antara air dan dinding pipa yang arah resultannya ke atas.

Pa
B‘ Po b
B‘
B Pwb B
Pw
h h
a ir O il
Pa Po a A
A’ A A’ Pwa
wa te r wa te r

a . Air - Wa te r b . O il - Wa te r
Gambar 3.14. Tekanan dalam Pipa Kapiler1)

3.1.1.2.5. Derajat Kebasahan (Wettabilitas)


Wettabilitas atau derajat kebasahan batuan didefinisikan sebagai suatu
kecenderungan dari fluida untuk menyebar atau menempel pada permukaan
padatan dengan adanya fluida lain yang tidak saling bercampur (immisible).
Atau merupakan sifat dari batuan yang menyatakan mudah tidaknya
permukaan batuan itu untuk dibasahi fluida. Kecenderungan untuk
45

menyebar dan menempel ini dikarenakan oleh adanya gaya adhesi yang
merupakan faktor dari tegangan permukaan antara batuan dan fluida. Faktor
tersebutlah yang akan menentukan fluida mana yang akan membasahi suatu
batuan.
Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau gas)
yang ada diantara matrik batuan. Kesetimbangan Gaya-gaya pada Batas Air-
Minyak-Padatan pada Gambar 3.15 di bawah ini.

wo
 
c o s   so sw
 wo

 so  sw

O il Wa te r So lid

Gambar 3.15. Kesetimbangan Gaya-gaya pada


Batas Air-Minyak-Padatan1)

Suatu cairan dapat dikatakan membasahi zat padat jika tegangan


adhesinya positip (< 75o), yang berarti batuan bersifat water wet. Apabila
sudut kontak antara cairan dengan benda padat antara 75 - 105, maka
batuan tersebut bersifat intermediet. Apabila air tidak membasahi zat padat
maka tegangan adhesinya negatip (> 105o), berarti batuan bersifat oil wet.
Gambar 3.16 dan Gambar 3.17 menunjukkan besarnya sudut kontak dari
air yang berada bersama-sama dengan hidrokarbon pada media yang
berbeda, yaitu pada permukaan silika dan kalsit.

= 30o = 83o = 158o = 35o

Iso -O c ta n e Iso -O c ta n e + Iso -Q u in o lin e Na p h th e n ic


5 ,7 % Iso -Q u in o lin e Ac id

Gambar 3.16. Sudut Kontak Antara Permukaan Air


dengan Hidrokarbon pada Permukaan Silika1)
46

o o o o
= 30 = 48 = 54 = 106

Iso -O c ta n e Iso -O c ta n e + Iso -Q u in o lin e Na p h th e n ic


5 ,7 % Iso -Q u in o lin e Ac id

Gambar 3.17. Sudut Kontak Antara Permukaan Air


dengan Hidrokarbon pada Permukaan Kalsit1)

Pada waktu reservoir mulai diproduksikan, dimana harga saturasi


minyak cukup tinggi dan air hanya merupakan cincin-cincin yang melekat
pada batuan formasi, butiran-butiran air tidak dapat bergerak atau bersifat
immobile, dan saturasi air yang demikian disebut residual water saturation.
Pada saat yang demikian minyak merupakan fasa yang kontinyu dan bersifat
mobile.
Setelah produksi mulai berjalan, minyak akan terus berkurang
digantikan oleh air. Saturasi minyak akan semakin berkurang dan saturasi
air akan terus bertambah, sampai pada saat tertentu saturasi air akan menjadi
fasa kontinyu, dan minyak merupakan cincin-cincin. Pada saat ini, air
bersifat mobile dan akan bergerak bersama-sama minyak. Gambaran tentang
water wet dan oil wet ditunjukkan pada Gambar 3.18., yaitu pembasahan
fluida dalam pori-pori batuan. Fluida yang membasahi akan cenderung
menempati pori-pori batuan yang lebih kecil, sedangkan fluida tidak
membasahi cenderung menempati pori-pori batuan yang lebih besar.

a . O il We t b . Wa te r We t
Po re sp a c e o c c u p ie d b y H O
Ro c k m a trix
Po re sp a c e o c c u p ie d b y O il

Gambar 3.18. Pembasahan Fluida dalam Pori-pori Batuan1)


47

Pada Gambar 3.19. menunjukkan gaya-gaya setimbang di dalam


sistem minyak-air dan zat padat, yang mana secara mathematis besarnya
gaya adhesi (AT) yang menimbulkan sifat air membasahi benda padat dapat
dinyatakan sebagai berikut :
AT = so - sw = wo. cos wo ........................................................(3.25)
Keterangan :
so = tegangan permukaan minyak-benda padat, dyne/cm.
sw = tegangan permukaan air-benda padat, dyne/cm.
wo = tegangan permukaan minyak-air, dyne/cm.
wo = sudut kontak minyak-air dan zat padat, derajat.
AT = Gaya adhesi (gaya yang menyebabkan cairan naik ke atas
batuan), dyne/cm

Gambar 3.19. Kesetimbangan Gaya-Gaya pada


Batas Air-Minyak-Padatan1)
Suatu cairan dikatakan membasahi zat padat jika tegangan adhesinya
positif ( < 90o), yang berarti batuan bersifat water wet. Sedangkan bila air
tidak membasahi zat padat maka tegangan adhesinya negatif ( > 90o),
berarti batuan bersifat oil wet.

Pada umumnya reservoir bersifat water wet, sehingga air cenderung


untuk melekat pada permukaan batuan sedangkan minyak akan terletak
diantara fasa air. Jadi minyak tidak mempunyai gaya tarik-menarik dengan
batuan dan akan lebih mudah mengalir.
48

Distribusi fluida ditunjukkan pada Gambar 3.20, dimana distribusi


cairan dalam sistem pori-pori batuan tergantung pada sifat kebasahan.
Distribusi pendulair ring adalah keadaan dimana fasa yang membasahi tidak
kontinyu dan fasa yang tidak membasahi ada dalam kontak dengan beberapa
permukaan butiran batuan. Sedangkan distribusi funiculair ring adalah
keadaan dimana fasa yang membasahi kontinyu dan secara mutlak terdapat
pada permukaan butiran.

Gambar 3.20. Distribusi Ideal Fasa Fluida “Wetting“ dan “Non Wetting”
untuk Kontak antar Butir-Butir Batuan yang Bulat1)
a) Distribusi “Pendulair Ring”
b) Distribusi “Funiculair Ring”

3.1.1.2.6. Kompresibilitas Batuan


Kompressibilitas batuan reservoir didefinisikan sebagai perubahan
volume pori per satuan perubahan tekanan. Batuan yang berada pada
kedalaman tertentu akan mengalami dua macam tekanan, antara lain :
1. Tekanan internal, yang diakibatkan oleh tekanan hidrostatik fluida yang
terkandung dalam pori-pori batuan.
2. Tekanan eksternal, yang disebabkan oleh berat batuan yang ada
diatasnya (overburden pressure).
Apabila tekanan internal fluida didalam rongga pori berkurang pada
suatu tekanan eksternal (batuan atau overburden) yang konstan, maka
volume bulk batuan akan berkurang, sedangkan volume material batuan
yang padat makin bertambah besar (seperti butir-butir pasir pada sandstone).
49

Menurut Geerstma (1957), konsep kompressibilitas batuan dapat


dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
1. Kompressibilitas matriks batuan, yaitu fraksi perubahan volume
material padatan (grains) terhadap satuan perubahan tekanan.
2. Kompressibilitas bulk batuan, yaitu fraksi perubahan volume bulk
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
3. Kompressibilitas pori-pori batuan, yaitu fraksi perubahan volume pori-
pori batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Diantara konsep diatas, kompressibilitas pori-pori batuan dianggap
yang paling penting dalam teknik reservoir khususnya.
Pengosongan fluida dari ruang pori-pori batuan reservoir akan
mengakibatkan perubahan tekanan-dalam dari batuan, sehingga resultan
tekanan pada batuan akan mengalami perubahan pula. Adanya perubahan
tekanan ini akan mengakibatkan perubahan pada butir-butir batuan, pori-
pori dan volume total (bulk) batuan reservoir. Untuk padatan (grains) akan
mengalami perubahan yang serupa apabila mendapat tekanan hidrostatik
fluida yang dikandungnya maka akan mengalami perubahan bentuk yang
seragam.
Perubahan bentuk volume bulk batuan dapat dinyatakan sebagai
kompresibilitas (Cr), yang secara matematis persamaanya sebagai berikut :

…………………...………………….…………(3.26)
Harga Cr untuk suatu batuan tertentu dapat ditentukan secara sederhana
dengan menjenuhi batuan dengan fluida, kemudian dimasukkan ke dalam
tabung bertekanan yang berisi fluida penjenuh. Setelah itu batuan dalam
tabung diberi tekanan hidrostatik, maka perubahan volume dari batuan
tersebut (Vr) dapat diamati dan diukur.
Sedangkan perubahan bentuk volume pori-pori batuan dapat
dinyatakan sebagai kompressibilitas (Cp) yaitu :

………………………………...………………(3.27)
50

Keterangan :
Vr = volume padatan batuan (grains), inch3
Vp = volume pori-pori batuan, inch3
P = tekanan hidrostatik fluida di dalam batuan, psi
P* = tekanan luar (tekanan overburden), psi
Cr = perubahan bentuk volume bulk batuan
Cp = perubahan bentuk volume pori-pori batuan

Hall (1953) memeriksa kompresibilitas pori, Cp, pada tekanan


overburden yang konstan, yang kemudian disebut kompresibilitas batuan
efektif dan dihubungkan dengan porositas, seperti terlihat pada Gambar
3.21. Dimana kompresibilitas turun dengan naiknya porositas.
Terjadinya kompresibilitas batuan total maupun efektif karena dua
faktor yang terpisah. Kompressibilitas total terbentuk dari pengembangan
butir - butir batuan sebagai akibat menurunnya tekanan fluida yang
mengelilinginya. Sedangkan kompressibilitas effektif terjadi karena
kompaksi batuan dimana fluida reservoir menjadi kurang efektif menahan
beban di atasnya (overburden). Kedua faktor ini cenderung akan
memperkecil porositas.

10
9
8
C o m p re ssib ility, x 1 0 6

7
Effe c tive Ro c k

6
5
4
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26
P o r o s i t y, %

Gambar 3.21. Kurva Kompressibilitas Effektif Batuan1)


51

Anda mungkin juga menyukai