Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KARAKTERISTIK RESERVOIR

2.1. Karakteristik Batuan Reservoir


Karakteristik reservoir dapat dibagi-bagi berdasarkan atas batuan reservoir
(sebagai wadah), fluida reservoir (sebagai isinya), tekanan dan temperatur
reservoir (sebagai kondisi reservoir tersebut). Reservoir merupakan suatu tempat
terakumulasinya fluida hidrokarbon dan air, dimana karakteristik reservoir sangat
dipengaruhi oleh karakteristik batuan penyusunnya, fluida reservoir dan kondisi
reservoir itu sendiri, yang satu sama lainnya akan saling berkaitan. Dalam bab ini
akan dibicarakan mengenai karakteristik masing-masing komponen reservoir
tersebut.

Karakteristik batuan reservoir terdiri atas komposisi kimia batuan reservoir


dan sifat fisik batuan reservoir.

2.1.1. Komposisi Kimia Batuan Reservoir


Pada umumnya batuan reservoir hidrokarbon berasal dari batuan sedimen,
yang terbentuk dari berbagai macam mineral yang membentuk satu kesatuan yang
terdiri dari fragmen, matrik dan semen sebagai pengikatnya.

2.1.1.1. Batuan Pasir


Batupasir merupakan batuan reservoir yang banyak dijumpai, namun
antara batupasir pada daerah yang satu dengan daerah lainnya berbeda kandungan
mineral dan komposisi kimianya. Mineral yang paling dominan pada batuan ini
adalah kwarsa (SiO2), feldspar (KNaCa (AlSi3O8) ) dan beberapa mineral lainnya.
Berdasarkan jumlah kandungan mineral kwarsanya, batupasir dibagi menjadi tiga,
yaitu batupasir orthoquartzite, graywacke dan arkose.

2
3

 Batupasir Orthoquartzite
Batupasir ini terbentuk dari mineral kuarsa yang dominan dan beberapa
mineral lain yang stabil seperti kwarsa, tourmalin, zirkon dan lain sebagainya
dengan mineral pengikatnya adalah karbonat dan silika. Tabel (II-1) menyajikan
komposisi kimia batupasir orthoquartzite dengan unsur SiO2 yang merupakan
unsur tertinggi bila dibandingkan dengan unsur yang lainnya.

Tabel II-1.
Komposisi kimia batupasir orthoquartzite (%) 11)

 Batupasir Graywacke
Batuan ini tersusun oleh mineral berbutir kasar, terutama mineral kwarsa
dan feldspar serta fragmen-fragmen batuan lainnya, dengan mineral pengikatnya
adalah clay dan karbonat. Tabel (II-2) menyajikan komposisi kimia batupasir
graywacke, dengan unsur SiO2 merupakan unsur tertinggi bila dibandingkan
dengan unsur yang lainnya, tetapi lebih rendah dari batupasir orthoquartzite
4

Tabel II-2.
Komposisi kimia batupasir graywacke (%) 11)

 Batupasir Arkose
Batupasir ini umumnya tersusun oleh mineral kwarsa dan feldspar dengan
jumlah yang sangat banyak, yaitu berkisar antara 80% - 95%. Tabel (II-3)
menyajikan komposisi kimia batupasir arkose, dengan unsur SiO 2 merupakan
unsur tertinggi bila dibandingan dengan unsur yang lainnya, tetapi merupakan
unsur terkecil bila dibandingkan dengan kedua batupasir tersebut diatas. Tabel (II-
4) menunjukkan komposisi mineral arkose.

Tabel II-3.
Komposisi kimia batupasir arkose (%) 11)
5

Tabel II-4.
Komposisi mineral batupasir arkose (%) 11)

2.1.1.2. Batuan Karbonat


6

Batuan karbonat yang dimaksud disini adalah limestone, dolomite dan


yang bersifat antara keduanya. Limestone adalah istilah yang dipakai untuk
kelompok batuan yang mengandung paling sedikit 80 % kalsium karbonat atau
magnesium karbonat. Unsur-unsur lainnya yang dianggap penting adalah MgO,
yang apabila jumlahnya lebih dari 1 % atau 2 % maka hal ini kemungkinan
menunjukkan adanya mineral dolomit.. Komposisi kimia dari limestone dapat
dilihat pada Tabel (II-5)

Tabel II-5.
Komposisi kimia dari limestone (%) 11)
7

Dolomit adalah jenis batuan yang merupakan variasi dari limestone yang
mengandung unsur karbonat lebih dari 50 Sebagai contoh, untuk batuan yang
unsur kalsitnya dominan disebut calcitic. Komposisi kimia dari dolomit ini pada
dasarnya hampir sama dengan komposisi kimia dari limestone, hanya saja pada
dolomit MgO-nya merupakan senyawa yang jumlahnya cukup besar. Komposisi
kimia dari dolomit dapat dilihat pada Tabel (II-6).

Tabel II-6.
Komposisi kimia dari dolomit (%) 11)
8

2.1.1.3. Batuan Shale

Komposisi kimia batuan shale bervariasi sesuai dengan ukuran butir.


Fraksi yang kasar banyak mengandung silika, sedangkan fraksi yang halus
umumnya mengandung aluminium, besi, potash dan air. Rata-rata unsur penyusun
shale terdiri dari 59 % silicon dioxide (SiO2), 15 % aluminium oxide (Al2O3), 6 %
iron oxide (FeO) dan Fe2O3, 2 % magnesium oxide (MgO), 3 % calcium oxide
(CaO), 3 % potasium oxide (K2O), 1 % sodium oxide (Na2O), 5 % air (H2O), dan
sisanya metal oxide dan anion-anion.

Dalam keadaan normal, shale mengandung sejumlah besar quartz bahkan


jumlah ini dapat mencapai 60 %. Kebanyakan kandungan silika yang berlebihan
tersebut didapatkan dalam bentuk crystalin quartz yang sangat halus, calcedony
atau opal. Shale yang kaya akan dan lebih banyak pyrite, siderit atau silikat besi,
secara tidak langsung menunjukkan lingkungan pengendapan yang kekurangan
unsur alumina. Komposisi dari batuan shale dapat dilihat pada Tabel (II-7).

Tabel II-7.
Komposisi kimia dari batuan shale (%) 11)
9

2.1.2. Sifat Fisik Batuan Reservoir

Sifat fisik batuan reservoir merupakan sifat penting batuan reservoir dan
hubungannya dengan fluida reservoir yang mengisinya dalam kondisi statis dan
dinamis (jika ada aliran). Berikut membahas mengenai sifat fisik batuan reservoir
yang meliputi: porositas, wettabilitas, tekanan kapiler, saturasi fluida,
permeabilitas dan kompressibilitas batuan.

2.1.2.1. Porositas

Dalam teknik reservoir porositas didefinisikan sebagai suatu ukuran yang


menunjukkan besar rongga dalam batuan atau perbandingan volume pori-pori
batuan (pore volume) terhadap volume batuan total (bulk volume), yang secara
matematis dituliskan sebagai berikut:

Vp Vb - Vg
= x 100 % = x 100% …….................... (2-
1)
Vb Vb

Keterangan :

 = Porositas (dalam persen)

Vp = Volume pori-pori batuan

Vb = Volume batuan total

Vg = Volume butiran

Menurut pembentukannya, porositas dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Porositas Primer; adalah porositas yang terjadi bersamaan dengan proses


pengendapan batuan.
2. Porositas Sekunder; adalah porositas yang terjadi setelah proses pengendapan
batuan, seperti akibat proses pelarutan atau rekahan.
10

Sedangkan ditinjau dari sudut teknik reservoir, porositas dibedakan menjadi dua,
yaitu :

1. Porositas Absolut ; adalah perbandingan antara volume seluruh pori-pori


batuan terhadap volume batuan total, yang dituliskan sebagai :

Volume seluruh pori-pori


 abs. = x 100 %…...................... (2-
2)
Volume batuan total

2. Porositas effektif ; adalah perbandingan antara volume pori-pori batuan yang


berhubungan dengan volume batuan total, yang dituliskan sebagai :

Volume pori-pori yang berhubungan


 eff. = X 100 %……..... (2-3)
Volume batuan total

2.1.2.2. Permeabilitas

Permeabilitas adalah kemampuan batuan dalam mengalirkan fluida. Henry


Darcy (1856), melakukan percobaan dengan beberapa anggapan, yaitu :

1. Aliran mantap dan isothermal


2. Fluida yang mengalir satu fasa dan viskositasnya tetap
3. Formasinya homogen
4. Fluida incompresible
Persamaan yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

K dP
v= - ........................................................................... (2-4)
11

 dL

Keterangan :

v = Kecepatan aliran fluida, cm/sec

k = Permeabilitas, Darcy

 = Viskositas, cp

dP/dL = Penurunan tekanan persatuan panjang, atm/cm

pada persamaan lainnya dimana kecepatan aliran fluida (v) sebanding dengan laju
alir (Q) dan berbanding terbalik dengan luas penampannya (A), dalam persamaan
sebagai berikut :

Q
v= ........................................................................................ (2-5)
A

Persamaan (2-5) disubstitusikan kedalam persamaan (2-4) menghasilkan


persamaan sebagai berikut :

kA dP
Q= - .......................................................................... (2-6)
 dL

Keterangan :

Q = Laju alir, cm3/sec

k = Permeabilitas, Darcy

A = Luas penampang, cm2

 = Viskositas, cp
12

dP/dL = Penurunan tekanan persatuan panjang, atm/cm

Persamaan (2-6) dapat diintegrasikan menjadi persamaan baru yang menghasilkan


besarnya permeabilitas suatu batuan porous, sebagai berikut :

…………………………………….. (2-7)

Keterangan :

Q = rate aliran, cm3/det

 = viskositas fluida, cp

P = tekanan, atm

A = luas penampang alir, cm2

L = Panjang media alir, cm

k = Permeabilitas media berpori, darcy

Pori-pori batuan reservoir umumnya terisi oleh lebih dari satu macam fluida,
sehingga permeabilitas dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1. Permeabilitas absolut, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir


didalamnya adalah satu fasa dan harganya tidak tergantung dari macam fluida
yang mengalir.
2. Permeabilitas efektif, adalah permeabilitas dimana fluida yang mengalir
didalamnya lebih dari satu macam, misalnya : minyak dan air, air dan gas, gas
dan minyak atau ketiganya mengalir bersama-sama.
13

3. Permeabilitas relatif, adalah perbandingan permeabilitas efektif terhadap


permeabilitas absolut.
Harga permeabilitas efektif untuk masing-masing fluida adalah :

Qo o L Qw w L Qg g L
ko = ; kw = ; kg = ; ........ (2-8)
A(P1-P2) A (P1-P2) A(P1-P2)

Sedangkan permeabilitas relatif untuk masing-masing fluida adalah :

ko kw kg
kro = , krw = , krg = , ........................... (2-9)
k k k

Gambar 2.1.
Diagram percobaan permeabilitas 2)
14

Gambar 2.2.
Kurva Permeabilitas relatif untuk sistem air-minyak 2)
2.1.2.3. Wettabilitas ( Derajat Kebasahan )
Wettabilitas didefinisikan sebagai suatu kemampuan fasa fluida untuk
membasahi permukaan padatan jika diberikan dua fluida yang tak saling campur
(immiscible). Dalam sistem reservoir digambarkan sebagai air dan minyak (atau
gas) yang ada diantara matrik batuan.

Gambar 2.3.
Gaya-gaya setimbang di dalam sistem air-minyak-zat padat 2)

Apabila dalam batuan reservoir terdapat dua macam fluida yang berada
bersama-sama dalam pori-pori batuan, maka salah satu diantara fluida tersebut
akan mempunyai sifat lebih membasahi dari pada fluida lainnya. Kecenderungan
suatu fluida untuk membasahi batuan disebabkan oleh adanya gaya adhesi, yaitu
gaya tarik menarik partikel yang berlainan, yang merupakan faktor tegangan
permukaan antara batuan dan fluida. Secara matematis besarnya tegangan adhesi
dinyatakan sebagai :

AT = so - sw = wo Cos wo………................................................. (2-10)

Keterangan :

AT = gaya adhesi (yang menyebabkan cairan naik ke atas batuan), dyne/cm.


15

so = tegangan permukaan antara padatan-minyak, dyne/cm.

sw = tegangan permukaan antara padatan-air, dyne/cm.

wo = tegangan permukaan antara air-minyak, dyne/cm.

wo = sudut kontak antara air-minyak.

Pada Gambar 2.3. menunjukkan adanya keseimbangan gaya yang terjadi pada
permukaan air-minyak dan padatan. Untuk menentukan apakah suatu batuan
bersifat water wet atau oil wet, dapat dilihat dari besarnya sudut kontak () yang
terbentuk, yang besarnya 0o <  < 180o. Bila  < 90o , menunjukkan bahwa
batuan bersifat water wet (basah air), dan bila  > 90o, menunjukkan bahwa
batuan bersifat oil wet (basah minyak).

2.1.2.4. Tekanan Kapiler

Tekanan kapiler didefinisikan sebagai perbedaan tekanan yang terjadi


karena permukaan dua fluida yang tidak saling campur. Besarnya tekanan kapiler
ini dipengaruhi oleh adanya tegangan permukaan, sudut kontak antara minyak-air-
zat padat dan jari-jari lengkungan pori. Tekanan kapiler mempunyai pengaruh
yang penting dalam reservoir minyak maupun gas, yaitu :

1. Mengontrol distribusi saturasi di dalam reservoir


2. Merupakan mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau
mengalir melalui pori-pori reservoir dalam arah vertikal.
Secara matematis dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

2Cos
Pc = = gh…………...................................... (2-11)
r

Keterangan :

Pc = Tekanan kapiler, dyne/cm.

h = Ketinggian kolom cairan, cm.


16

 = Tegangan permukaan antar fluida.

 = Perbedaan densitas dua fluida, lb/cuft.

g = Percepatan gravitasi, ft/dt 2.

Cos  = Sudut kontak permukaan dua fluida, derajat.

r = Jari-jari lengkung pori, cm.

Gambar 2.4.
Kurva tekanan kapiler 1)

2.1.2.5. Saturasi Fluida

Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori


batuan yang ditempati fluida tertentu terhadap volume total pori.

Volume pori yang diisi fluida Vf


Sf = = …....... (2-12)
Volume pori total Vp
17

Keterangan :

Sf = Saturasi fluida (gas/oil/water).

Jika pori-pori batuan diisi oleh gas-minyak-air, maka berlaku hubungan :

Sg + So + Sw = 1 ..........................................…………........ (2-13)

Keterangan :

Sg = Saturasi gas

So = Saturasi minyak

Sw = Saturasi air

Faktor-faktor yang dianggap penting dalam hubungannya dengan saturasi fluida


adalah :

1. Akibat adanya perbedaan berat jenis antara minyak, gas dan air, maka
umumnya saturasi gas akan tinggi pada bagian atas perangkap reservoir,
begitu juga saturasi air akan tinggi pada bagian bawah perangkap reservoir.
2. Batuan reservoir umumnya water wet, sehingga saturasi cenderung tinggi pada
pori-pori batuan yang kecil.
3. Saturasi fluida akan bervariasi sejalan dengan kumulatif produksi minyak,
sehingga tempat yang ditinggalkan minyak akan diganti oleh air atau gas
bebas.
4. Saturasi minyak dan gas sering dinyatakan dengan ruang pori-pori yang terisi
hidrokarbon. Oleh karena itu apabila volume contoh batuan adalah V, maka
ruang pori-porinya adalah . V, maka ruang pori-pori yang diisi oleh
hidrokarbon adalah :

So  V + Sg  V = (1 - Sw ) .  . V…………....................(2-14)
18

Dalam memproduksi fluida hidrokarbon, tidak semua fluida dapat


terangkat ke permukaan, hal ini akibat adanya volume fluida yang terdapat dalam
pori-pori batuan tidak dapat bergerak lagi. Saturasi minimum dimana fluida sudah
tidak mampu lagi bergerak disebut saturasi sisa (residual saturation) atau saturasi
kritik (critical saturation).

Gambar 2.5.
Variasi Pc terhadap Sw 1)
Kiri : Variasi zona transisi dengan fluida gravity berbeda
Kanan : Variasi zona transisi dengan permeabilitas berbeda

2.1.2.6. Kompressibilitas Batuan

Pada formasi batuan kedalaman tertentu terdapat dua gaya yang bekerja
padanya, yaitu gaya akibat beban batuan diatasnya (overburden) dan gaya yang
timbul akibat adanya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan tersebut.
Pada keadaan statik, kedua gaya berada dalam keadaan setimbang. Bila tekanan
reservoir berkurang akibat pengosongan fluida, maka kesetimbangan gaya ini
terganggu, akibatnya terjadi penyesuaian dalam bentuk volume pori-pori,
perubahan batuan dan volume total batuan. Koefisien penyusutan ini disebut
kompressibilitas batuan.
19

Menurut Geerstma (1957), terdapat tiga konsep kompressibilitas batuan, antara


lain :
1. Kompressibilitas matrik batuan, yaitu fraksi perubahan volume material
padatan (grain) terhadap satuan perubahan tekanan.
2. Kompressibilitas bulk, yaitu fraksi perubahan volume bulk batuan terhadap
satuan perubahan tekanan.
3. Kompressibilitas pori-pori batuan yaitu fraksi perubahan volume pori-pori
batuan terhadap satuan perubahan tekanan.
Untuk padatan (grain) akan mengalami perubahan yang uniform apabila
mendapat tekanan hidrostatik fluida yang dikandungnya. Perubahan bentuk
volume bulk batuan dinyatakan sebagai kompressibilitas, Cr:

1 dVr
Cr = ………..............................……………... (2-15)
Vr dP

Sedangkan perubahan bentuk volume pori batuan dapat dinyatakan sebagai


berikut

1 dVp

Cp = ......…………......................................... (2-16)

Vr dP*

keterangan :

Vr = Volume padatan batuan, cuft

Vp = Volume pori-pori batuan, cuft

P = Tekanan hidrostatik didalam batuan, psi

P* = Tekanan luar (overburden), psi


20

2.1.3. Sifat Fisik Batuan Formasi


2.1.3.1. Compressive Strength
Compressive strength adalah pencerminan kemampuan batuan untuk
menerima beban compressive (tekan) maksimum sebelum batuan tersebut pecah.
Pada umumnya laju pemboran berbanding terbalik dengan compressive strength
batuan yang dibor.
Setiap jenis batuan mempunyai sifat-sifat sendiri dalam menghadapi
adanya gaya, maka mekanisme pecahnya batuanpun berbeda-beda. Terdapat tiga
gaya kemungkinan yang dapat terjadi sehingga batuan berubah sifat karena
dikenakan gaya, yaitu elastis, plastis dan pecah.
Selain berpengaruh terhadap besarnya tekanan hidrostatik yang diberikan
juga berpengaruh terhadap sifat elastis dari batuan tersebut, dimana semakin besar
tekanan yang diberikan maka batuan akan elastis dan menyebabkan batuan sulit
untuk dibor karena pecahan yang terjadi lebih susah untuk dibersihkan.

2.1.3.2. Rock Drillability


Drillabilitas batuan (rock drillability) merupakan ukuran kemudahan
batuan untuk dibor, yang dinyatakan dalam satuan besarnya volume batuan yang
bisa dibor pada setiap unit energi yang diberikan pada batuan tersebut.
Drillabilitas batuan dapat ditentukan dari data pemboran (drilling record).
Drillabilitas batuan dapat dirumuskan melalui persamaan-persamaan
berikut ini dengan anggapan bahwa energi mekanik yang dibutuhkan pahat dalam
satu menit adalah:

E = W x 2 r x N ……………………………………………........…. (2-17)

serta volume batuan yang dipindahkan dengan persamaan:

V = ( r)2 x R ……………………………………………………….. (2-18)


21

Keterangan :
E = energi mekanik yang dibutuhkan, lb-in
W = weigh on bit, lbf
r = jari-jari pahat, in
R = laju pemboran, ft/hr
N = kecepatan putar, rpm
V = volume batuan yang dihasilkan, in3

Secara umum persamaan drillabilitas tersebut dinyatakan dengan satuan


3
in /lb-in, yang diperlihatkan sebagai berikut:

V
α=
E ……………………………………………….…………............... (2-19)

(πr 2 ) xR
α=
Wx 2 π rxN ………………………………………………...….............(2-20a)

Dalam penerapannya, drillabilitas tersebut menggunakan ukuran pahat


dalam diameter, sehingga dari Persamaan 2-20a tersebut dapat diubah menjadi:

4 2
πD xR
4
α=
Wx π DxN …………………………………………………………….(2-20b)
1
RD 2
4
α=
WDN ……………………………………………………………….(2-20c)

Keterangan :
α = drillabilitas, in3/lb-in
R = laju penembusan batuan, ft/hr
D = diameter pahat, in
22

W = beratan pada pahat, lb


N = putaran pada pahat, rpm

2.1.3.3. Hardness

Hardness adalah ketahanan mineral terhadap goresan. Kekerasan


(hardness) relatif dari suatu mineral tertentu dengan urutan mineral yang dipakai
sebagai standar kekerasan. Mineral yang mempunyai kekerasan yang lebih kecil
akan mempunyai bekas goresan pada tubuh tersebut. Untuk menentukan
ketahanan ini digunakan skala kekerasan Mohs yang memiliki 10 pembagian
skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral yang terlunak dan skala 10 untuk
mineral terkeras. Berikut ini urutan skala kekerasan Mohs (Tabel II-8.)

Tabel II-8.
Skala Kekerasan Mineral (Mohs)

Berdasarkan skala Mohs ini, kekerasan dapat dibagi menjadi 3 kelompok


yaitu :
1. Batuan lunak : shale, clay, salt, soft limestone (unconsolidated) memiliki
skala kekerasan relatif lebih kecil dari 4.
23

2. Batuan sedang : medium limestone, unconsolidated dan shally sand, salt,


anhydrite memiliki skala kekerasan relatif antara 4 – 7.
3. Batuan keras : dolomite, hard limestone (consolidated), chert, quarzite
memiliki skala kekerasan relatif lebih besar dari 7.
2.1.3.4. Abrasiveness
Abrasiveness formasi merupakan sifat menggores dan mengikis dari batuan,
sehingga sering menyebabkan keausan pada gigi pahat dan diameter pahat. Setiap
batuan mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada umumnya batuan
beku mempunyai tingkat abrasivitas sedang sampai tinggi, batu pasir lebih abrasif
daripada shale, serta limestone lebih abrasif dari batu pasir ataupun shale. Ukuran
dan bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe keausan, seperti juga
torsi dan daya tekan pada pahat.

Abrasiveness dapat dinyatakan dengan persamaan :

Tf ×i
Af =
m ......................................................................
(2-21)
Keterangan :
m = 1359,1 – 714,19 log Wek
Wek = ekivalen beban pada mata bor, lb
i = fungsi yang menghubungkan pengaruh RPM terhadap laju
keausan gigi mata bor.
Tf = waktu pemboran, hour

2.1.3.5. Elastisitas
Elastisitas formasi sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan berada. Hal
ini dapat ditunjukkan pada shale, karena shale semakin sukar diukur pada
kedalaman yang semakin bertambah. Adanya lumpur di atas formasi dengan
tekanannya, mempersukar pemboran karena adanya tekanan ini maka strength
batuan akan bertambah. Tidak ada batuan yang elastis keseluruhan (complete),
24

beberapa batuan menjadi hampir elastis tergantung dari tekanan-tekanan yang


bekerja pada batuan tersebut, elastis batuan dapat dijabarkan sebagai berikut :

9 KρV 2s
E=
3 K + ρV 2s …………………………………………….…….......…...(2-

22)

K= ρV 2c −4/3 V 2s ………………………………………….………....….(2-
23)

G=ρV 2s …………………………………………………………….…...(2-
24)

V 2c −2

25)
v=
1
2
[ ]
( )
V 2s
V 2c
( )
V 2s
−1

…………………………………………………........…..(2-

Keterangan :
E = modulus Young
K = bulk modulus
G = rigidity modulus
Vc = compressional velocity, ft/sec
Vs = shear velocity, ft/sec
 = bulk density, g/cc
v = Poisson’s Rasio

2.1.3.6. Bailing Tendency


25

Bailing Tendency merupakan kecenderungan serbuk bor untuk dapat


menempel pada bit. Bailing tendency dari formasi pada dasarnya dipengaruhi oleh
komposisi mineral. Clay yang mengandung air, bentonite mengandung air dan
campuran yang berbentuk bubur akan menempel di antara gigi-gigi pahat dan
melingkupi seluruh mata bit.
Batuan yang memiliki sifat menempel pada bit akan menyebabkan laju
pemboran menurun, hal ini disebabkan batuan yang menempel pada gigi-gigi bit
akan menghalangi penggerusan bit pada formasi batuan. Dengan demikian efek
bit bailling akan menurunkan laju penembusan (ROP).

2.2 Kondisi Reservoir


Tekanan dan temperatur lapisan kulit bumi dipengaruhi oleh gradien
kedalaman letak dari lapisan serta kandungan fluidanya.
2.2.1. Tekanan Reservoir
Tekanan reservoir didefinisikan sebagai besarnya gaya yang bekerja per
satuan luas. Tekanan ini perlu diketahui karena pada perhitungan digunakan untuk
mendapatkan perolehan (recovery) maksimum dari suatu reservoir dan dari data
ini akan digunakan terutama dalam persamaan aliran. Tekanan formasi dapat
terjadi disebabkan oleh adanya :

 Tekanan hidrostatik yang diakibatkan oleh fluida dalam pori-pori batuan.


 Tekanan overburden yang diakibatkan oleh lapisan batuan diatasnya.
Menurut sifatnya digolongkan menjadi tiga yaitu: tekanan abnormal, tekanan
normal, dan tekanan dibawah normal.

2.2.1.1. Tekanan Reservoir Menurut Penyebabnya

A. Gradien hydrostatik (gradien fluida), yang disebabkan karena tekanan kolom


air yang ada dalam formasi sampai kepermukaan, biasanya kira-kira 66
meter dibawah permukaan. Gradientnya mempunyai besaran antara 0,45
sampai 0,46 psi per feet.
26

B. Gradient geostatik, yang disebut juga sebagai tekanan beban total atau tekanan
overburden dan disebabkan oleh adanya beban material yang terdapat diatas
suatu titik dalam kerak bumi. Dalam hal ini beban tersebut terdiri dari lapisan
sedimen yang diendapkan dalam air, dan oleh karenanya material tersebut
terdiri dari butiran mineral batuan dan air garam yang terkandung diantaranya.
Gradien geostatik dibagi dalam dua komponen, yaitu:
1. Gradient Lithostatik (vertikal), (PLV).

2. Gradient Hidrostatik, (PH).

Tekanan Lithostatik ialah beban yang disebabkan butiran – butiran mineral /


sedimen pada satuan luas disebut juga tekanan matriks atau tekanan
kerangka. Dengan demikian tekanan lithostatik horisontal (PLH) sbb.

PLH = PLV tan 35

Secara teoritis nilai gradien geostatik adalah 1 psi per feet. Tekanan ini hanya
sebagian saja meningkatkan tekanan formasi. Mineral merupakan komponen
penyangga beban yang menekannya. Jika beban melampaui kekuatan butir
mineral tersebut, maka sebagian dari beban ikut didukung oleh air formasi
dan memberikan tekanan tambahan pada tekanan reservoir. Tekanan formasi
ini tergantung juga pada jumlah kandungan garamnya. Untuk air murni
gradient tekanannya adalah 0,433 psi/ft. Sedangkan untuk air dengan
komposisi garam 80.000 ppm mempunyai gradien tekanan sebesar 0,465
psi/ft.

2.2.1.2. Tekanan reservoir menurut sifatnya


A. Tekanan abnormal, yaitu tekanan reservoir yang besarnya di atas tekanan
yang diperhitungkan dari gradient hydrostatik. Dapat juga diakibatkan oleh
adanya kandungan air asin yang mempunyai gradient tekanan berkisar antara
0,433 sampai 1 psi/ft, seperti telah tersebut diatas.
B. Tekanan normal, yaitu tekanan yang besarnya sama dengan perhitungan
tekanan hydrostatiknya.
27

C. Tekanan dibawah normal, merupakan tekanan yang besarnya dibawah


tekanan normal, keterangan untuk hal ini tidak begitu jelas, akan tetapi
sejarah geologi mungkin dapat menerangkan keadaan tersebut berdasarkan
naik turunnya formasi.

2.2.2. Temperatur Reservoir


Karena bumi mengandung inti batuan yang bersifat lava pijar (magma),
maka secara logika bisa dianggap bahwa temperatur akan bertambah tinggi
dengan bertambahnya kedalaman dari permukaan tanah. Bertambahnya
temperatur akibat perubahan kedalaman disebut gradien geothermis, dan
merupakan fungsi linier, yaitu,

Td = Ta + Gt. D……...............................................……….(2-39)

Keterangan :

Td = temperatur reservoir pada kedalaman D, Ft.

Ta = Temperatur permukaan rata-rata, oF

Gt = gradien temperatur, oF/100 ft

D = kedalaman, ft

Besarnya gradient temperatur bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain,
dimana harga rata-ratanya 2 oF/100 ft. Gradien geothermis yang tinggi sekitar
4 oF/100 ft sedangkan terendah 0,5 oF/100 ft. Variasi gradien temperatur ini
disebabkan oleh sifat daya hantar panas batuannya

Anda mungkin juga menyukai