Anda di halaman 1dari 16

BAB II

RESERVOIR MINYAK BUMI DAN GAS

Reservoir adalah batuan porous dan permeabel di bawah permukaan tanah


yang dapat menyimpan hidrokarbon dan memiliki suatu sistem tekanan tunggal.
Batuan reservoir umumnya terdiri dari batuan sedimen, yang berupa batu pasir,
batuan karbonat, dan shale atau kadang-kadang batuan beku. Namun yang akan
dibahas lebih detail yaitu batupasir dan batu gamping.
2.1. Reservoir Batupasir
Batupasir termasuk golongan batuan klastik detritus yang terbentuk
berkisar dari ukuran lanau sampai konglomerat. Batuan adalah kumpulan dari
mineral-mineral. Sedangkan suatu mineral dibentuk dari beberapa ikatan
komposisi kimia. Banyak sedikitnya suatu komposisi kimia akan membentuk
suatu jenis mineral tertentu dan akan menentukan macam batuan.
2.1.1. Komposisi kimia Batupasir
Menurut Pettijohn, batupasir dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama,
yaitu : Kuarsa, Greywacke, dan Arkose. Pembagian tersebut didasarkan pada
jumlah kandungan mineralnya atau mineral kuarsanya.
2.1.1.1.Kuarsa
Kuarsa merupakan jenis batuan sedimen yang terbentuk dari proses yang
menghasilkan unsur silika yang tinggi, dengan tidak mengalami perubahan bentuk
dan pemadatan, terutama terdiri atas 95% atau lebih mineral kuarsa dan mineral
lainnya yang stabil. Material pengikatnya terutama terdiri atas karbonat dan silika.
Kuarsa merupakan jenis batuan sedimen yang relatif bersih yaitu bebas dari
kandungan shale dan clay. Mempunyai sortasi yang baik dengan derajat
kebundaran yang baik. Contoh di Indonesia adalah formasi talang akar di Sumatra
Selatan dan di Laut Jawa bagian barat, Formasi Air Benakat di Sumatra Selatan,
Formasi Tanjung di Kalimantan dan Formasi Keutapang di Aceh.
2.1.1.2.Greywacke
Greywacke merupakan jenis batupasir yang tersusun dari unsur-unsur
mineral yang berbutir besar, terutama kuarsa dan feldspar serta fragmen-fragmen
batuan. Sering disebut juga dengan dirty sand. Material pengikatnya adalah clay
dan karbonat. Komposisi greywacke tersusun dari unsur silika dengan kadar lebih
rendah dibandingkan dengan rata-rata batupasir. Greywacke mempunyai matriks
yang menyebabkan mengurangi porositasnya, dan pemilahannya juga tidak baik
sehingga kurang baik untuk menjadi batuan reservoir. Di Indonesia greywacke
masih belum ditemukan sebagai batuan reservoir, akan tetapi di Amerika Serikat
di cekungan Ventura dan Los Angles, greywacke diketahui sebagai lapisan
reservoir yang cukup penting.
2.1.1.3.Arkose
Arkose merupakan jenis batupasir yang biasanya tersusun dari kuarsa
sebagai mineral yang dominan, meskipun seringkali mineral arkose feldspar
jumlahnya lebih banyak dari kuarsa. Selain dua mineral utama tersebut, arkose
juga mengandung mineral-mineral yang kurang stabil, seperti clay, micro line,
biotite, dan plagioklas. Batuan ini biasanya didapat dari hasil pelapukan batuan
granit dan mempunyai sortasi butiran yang kurang baik dengan bentuk butir yang
bersudut – sudut. Arkose biasanya didapatkan sebagai hasil pelapukan batua
granit. Contoh batupasir arkose yang menjadi reservoir berada di Pendopo,
Sumatera Selatan.

2.1.2. Lingkungan Pengendapan


Lingkungan pengendapan atau fasies adalah suatu daerah di permukaan
bumi yang menjadi tempat terakumulasinya material sedimen yang mempunyai
kondisi fisik, kimia dan biologi yang mencirikan keadaan yang khas dari tempat
pengendapan tersebut. Batupasir terjadi dengan berbagai cara pengendapan
diantaranya yaitu pengendapan di meander sungai berupa point bar sand dan
pengendapan di delta.
Pada meander sungai terjadi endapan pasir pada bagian dalam belok-
belokan yang kemudian karena terjadi peoses peyelewangan aliran, sehingga
terbentuklah lensa pasir yang terisolasi. Pada kanal-kanal yang terbentuk pada
meandering sungai dengan belokan-belokan yang banyak akan diendapkan
material-material dengan tingkat sedimentasi yang baik yang merupakan
penyusunan dari reservoir lensa-lensa tersebut. Contoh daripada point bar sand
yaitu di Amerika Serikat dalam cekungan J-D didaerah Nebraska, misalnya saja

dalam formasi Redfork dimana jelas pasir membentuk lensa.


Gambar 2.1.
Redfork Sandstone (Koesoemadinata, 1980)

Lensa pasir dapat juga terbentuk dalam pengedapan delta. Endapan delta
umumnya mempunyai perlapisan silang siur yang terdiri atas tiga lapisan yang
saling berhubungan tetapi mempunyai lithologi yang berbeda. Tiga lapisan yang
dimaksud yaitu lapisan muka, lapisan dasar, dan lapisan tutup.
Lapisan muka tersusun dari material – material kasar yang terendapkan
paling awal setelah aliran air atau sungai mencapai laut. Lapisan muka biasanya
tebal dan mempunyai kemiringan yang besar. Semakin ke arah laut, lapisan muka
semakin kecil ukuran butirnya, dan akhirnya dihasilkan lapisan yang berbutir
halus dan menyebar pada daerah yang luas di dasar laut yang disebut lapisan
dasar.
Proses pengendapan yang berlangsung terus-menerus menyebabkan
lapisan depan berkembang ke arah laut dan menutupi lapisan dasar. Akibatnya
delta semakin berkembang ke arah laut, arus air yang membawa sedimen juga
semakin maju ke arah laut melalui kanal – kanal yang melewati lapisan muka dan
lapisan dasar delta. Di dalam kanal terendapkan oleh arus air suatu endapan
horizontal yang disebut lapisan tutup.
Di dalam delta terdapat saluran penyebar yang pada dasarnya
terendapakan lapisan pasir. Maka sama juga halnya seperti meander karena
memajangnya aliran sungai maka pada suatu ketika saluran menjadi terlalu
panjang dan terjadilah suatu pembobolan tanggul sebagai suatu penyelewenga
aliran. Maka terbentuklah aliran baru, sedang aliran yang lama boleh dikatakan
mati. Jika aliran ini mati maka seluruh aliran pasir menjadi suatu lensa yang
disebut lobate.
Lensa yang dibetuk oleh suatu delta di laut dangkal menjadi kompleks
sekali dengan terjadinya perpindahan saluran, maka terjadilah suatu sistem lensa
yang tumpuk menumpuk. Lensa pasir yang terbentuk oleh proses pembentukan
delta sangat penting bagi akumulasi minyak bumi. Misalnya di Indonesia, terdapat
di lapangan minyak Attaka, dimana lensa-lensanya terpisah satu dengan yang lain.
Selain itu, di Nigeria lensa pasir dari delta sungai Niger sangat penting bagi
adanya akumulasi minyak bumi.

Gambar 2.2.
Proses Pembentukan Lensa pada Delta (Coleman, 1964)

2.2. Reservoir Batuan Karbonat


Batuan karbonat merupakan batuan reservoir yang sangat penting bagi
minyak dan gas bumi. Batuan karbonat adalah batuan yang mengandung paling
sedikit 80% calcium carbonate atau magnesium. Komposisi kimia dari batuan
karbonat menggambarkan sifat mineralnya yang cukup padat, karena sebagian
besar terbentuk dari unsur calcite, bahkan jumlahnya bisa mencapai lebih dari
95% dari jumlah seluruhnya. Batuan karbonat yang dapat bertindak sebagai
reservoir yaitu batuan karbonat terumbu, batuan karbonat dolomit dan batuan
karbonat klastik.
2.2.1. Batuan Karbonat Terumbu
Batuan karbonat terumbu pada umuumnya terdiri dari suatu kerangka
koral, ganggang, foraminifera dari butiran bioklastik yang tumbuh dalam laut
yang bersih. Porositas dari batuan ini yaitu berongga rongga dan berukuran tidak
seragam. Contoh dari reservoir batuan karbonat terumbu yaitu lapangan minyak
Kirkuk yang berada di Irak Utara,
2.2.2. Batuan Karbonat Klastik
Batuan karbonat klastik menjadi reservoir yang sangat baik terutama jika
berasosiasi dengan oolit karena pengendapan yang berenergi tinggi dan
didapatkan dalam jalur sepanjang pantai atau jalur dangkal dengan arus gelombag
kuat. Porositas yang didapatkan adalah porositas intergranular. Contoh reservoir
batuan karbonat klastik yaitu Formasi Arab di Arab Saudi dan lapangan minyak
Ghawar.
2.2.3. Batuan Karbonat Dolomit
Batuan karbonat dolomit yaitu batuan karbonat yang mengalami
dolomitisasi. Dolomitisasi batuan karbonat menyebabkan molekul kasit diganti
oleh molekul dolomit yang memiliki ukuran lebih kecil. Contoh lapangannya
yaitu Lapangan Pozarica di Mexiko, Lapangan Ain Zalah di Irak, dan Lapagan
Durham di Qatar.
2.3. Sifat Mekanika Batuan
Sifat mekanik batuan merupakan faktor yang harus diperhitungkan dimana
akan selalu muncul ketika proses pemboran berlangsung. Hal ini berkaitan secara
langsung dengan kemampuan batuan sebagai objek pemboran terutama
berpengaruh sekali pada sifat fisik batuan, sehingga bukan hanya kondisi mula
dan kondisi stabil statisnya saja tetapi juga kondisi selama proses pemboran dan
efek terhadap program pemboran selanjutnya.
Dalam hal ini kesinambungan kemampuan batuan dalam menanggung
tenaga-tenaga yang terjadi pada pemboran menjadi suatu harga parameter yang
harus dijaga, sehingga dengan memperhatikan kemampuan maksimum batuan
dalam menerima beban maka akan diperoleh screening condition batuan yang
dapat dijadikan panduan dalam perencanaan pemboran sehingga dengan begitu
kelangsungan pemboran bisa terus dikerjakan tanpa menimbulkan kerusakan
batuan akibat kesalahan atau tidak diperhitungkannya sifat mekanik batuan yang
dibor.
2.3.1. Compressive Strength
Compresive strength yaitu kemampuan batuan untuk menahan
compressive stress maksimum sebelum batuan tersebut dapat hancur. Pada
umumnya, laju pemboran secara bervariasi merupakan kebalikan dari sifat
mekanik compressive strength batuan. Perhitungan Compressive Strength dapat
ditentukan oleh persamaan di bawah ini oleh Harold. L. Overton :

φ [−C f ΔP ]
[ () ]
Sc=Sc mak 1−
φi
e
.........................................................(2-1)
Keterangan :
Scmak = Kekuatan batuan maksimum, psi
cf = Kompresibilitas batuan, fungsi dari komposisi batuan, psi-1
 = Porositas batuan, fungsi dari waktu dan komposisi, dari data log %.
i = Porositas awal pada saat pengendapan, fungsi dari jenis batuan, %.
P = Pf – tekanan fluida (Pi) di dalam pori batuan (Pf - Pi), psi.
Secara umum, masalah penghancuran batuan dapat disebabkan oleh dua
hal, yaitu stress (tegangan) dan strain (regangan). Tegangan merupakan pengaruh
luar batuan yang menyebabkan pecahnya batuan dan regangan merupakan ukuran
dapat diubahnya bentuk maupun volume batuan akibat adanya tegangan dan
merupakan pengaruh dari dalam batuan. Pada material rapuh seperti batuan,
patahan bisa terjadi secara tiba-tiba dengan sedikit tambahan regangan. Tegangan
yang dibutuhkan untuk menyebabkan patahan disebut dengan “uniaxial
compressive strength (Co)”.
Tabel II-1.
Compressive Strength dengan Scmak, Cf, dan f
untuk Beberapa Batuan Sedimen

Jenis Scmak, psi Cf, psi-1 f , %


Batuan
Sandstone 150.000 6 x 10-5 40
Shale 50.000 4 x 10-5 40
Limestone 60.000 3 x 10-5 20

2.3.2. Drillability
Drillability merupakan ukuran kemudahan batuan untuk dibor, yang
dinyatakan dalam satuan besarnya volume batuan yang dapat dibor pada setiap
unit energi yang diberikan pada batuan tersebut. Dengan demikian, semakin besar
tingkat drillability suatu batuan, maka batuan tersebut akan semakin mudah untuk
dibor. Drillability umumnya akan berkurang dengan bertambahnya kedalaman.
Semakin besar kedalaman, maka batuan akan semakin sulit untuk ditembus.
2.3.3. Kekerasan Batuan
Kekerasan batuan atau hardness adalah ketahanan mineral terhadap
goresan. Kekerasan relatif dari suatu mineral tertentu dengan urutan mineral yang
dipakai sebagai standar kekerasan. Mineral yang mempunyai kekerasan yang
lebih kecil akan mempunyai bekas goresan pada tubuh tersebut. Untuk
menentukan ketahanan ini digunakan skala kekerasan Mohs yang memiliki 10
pembagian skala, dimulai dari skala 1 untuk mineral yang terlunak dan skala 10
untuk mineral terkeras. Berikut ini urutan skala kekerasan Mohs pada Tabel II-2.
Tabel II-2.
Skala Mohs
Skala Mohs Nama Mineral Rumus Kimia
1 Talk H2Mg3(SiO)4
2 Gypsum CaSO42H2O
3 Calsite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatite CaF2Ca3(PO4)2
6 Orthoklase KalSi3O8
7 Kuarsa SiO2
8 Topaz Al2SiO3O8
9 Corundum Al2O3
10 Diamond C

Berdasarkan skala Mohs ini, kekerasan dapat dibagi menjadi 3 kelompok


yaitu batuan lunak, sedang dan keras. Yang termasuk dalam batuan lunak yaitu
shale, clay, salt, soft limestone (unconsolidated) memiliki skala kekerasan relatif
lebih kecil dari 4. Kemudian, yang termasuk batuan sedang yaitu medium
limestone, unconsolidated dan shally sand, salt, anhydrite memiliki skala
kekerasan relatif antara 4 – 7. Sedangkan yang termasuk batuan keras yaitu
dolomite, hard limestone (consolidated), chert, quarzite memiliki skala kekerasan
relatif lebih besar dari 7.
2.3.4. Abrasiveness
Abrasiveness merupakan sifat menggores dan mengikis dari batuan,
sehingga sering menyebabkan keausan pada gigi pahat dan diameter pahat. Setiap
batuan mempunyai sifat abrasivitas yang berbeda-beda, pada umumnya batuan
beku mempunyai tingkat abrasiveness sedang sampai tinggi, batupasir lebih
abrasive dari pada shale, serta limestone lebih abrasive dari batupasir ataupun
shale. Ukuran dan bentuk dari partikel batuan menyebabkan berbagai tipe
keausan, seperti juga torsi dan daya tekan pada pahat.
2.3.5. Elastisitas
Elastisitas formasi sangat dipengaruhi oleh tekanan dimana batuan berada.
Hal ini dapat ditunjukkan pada shale, karena shale semakin sukar diukur pada
kedalaman yang semakin bertambah. Adanya lumpur di atas formasi dengan
tekanannya, mempersukar pemboran karena adanya tekanan ini maka strength
batuan akan bertambah. Tidak ada batuan yang elastis keseluruhan (complete),
beberapa batuan menjadi hampir elastis tergantung dari tekanan-tekanan yang
bekerja pada batuan tersebut.
2.3.6. Bailing Tendency
Bailing Tendency merupakan kecenderungan serbuk bor untuk dapat
menempel pada mata bor. Bailing tendency dari formasi pada dasarnya
dipengaruhi oleh komposisi mineral. Clay yang mengandung air, bentonite
mengandung air dan campuran yang berbentuk bubur akan menempel di antara
gigi-gigi pahat dan melingkupi seluruh mata. Sehingga efeknya akan menurunkan
laju penembusan (Rate Of Penetration).

2.4. Kondisi Bawah Permukaan


Tekanan dan temperatur merupakan besaran yang sangat penting dan
berpengaruh terhadap kondisi formasi, baik terhadap batuan maupun pada
fluidanya (air, minyak dan gas bumi). Tekanan dan temperatur dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu adanya faktor kedalaman, letak dari lapisan serta kandungan
fluidanya.
2.4.1. Tekanan Reservoir
Tekanan yang terjadi dalam pori-pori batuan reservoir dan fluida yang
terkandung didalamnya disebut tekanan reservoir. Dengan adanya tekanan
reservoir yang disebabkan oleh adanya gradien kedalaman, maka akan
menyebabkan fluida reservoir akan mengalir dari formasi ke lubang sumur yang
relatif bertekanan rendah, sehingga tekanan reservoir akan menurun dengan
adanya kegiatan produksi. Tekanan reservoir dibagi menjadi tekanan hidrostatik,
tekanan kapiler dan tekanan overburden.
2.3.1.1. Tekanan Hidrostatik
Tekanan hidrostatik adalah tekanan yang disebabkan oleh gaya yang ada
pada zat cair terhadap suatu luas bidang tekan pada kedalaman tertentu. Secara
matematis tekanan hidrostatik dapat dituliskan sebagai berikut :
Ph (psi) = 0.052  h ……………………………………………......(2-2)
Keterangan:
Ph = tekanan hidrostatik, (psi)
 = densitas fluida, (ppg)
H = tinggi kolom fluida, (ft)
Umumnya gradien tekanan hidrostatik rata-rata yang dijumpai selama
operasi pemboran minyak dan gas ditunjukkan pada Tabel II-3. Penentuan
gradien tekanan tekanan hidrostatik (psi/ft) dapat didefinisikan dengan persamaan:
P=0 . 433⋅SG ….……………………………......……………..…....(2-
3)
Dimana, SG adalah spesific gravity dari kolom yang mewakili air.
Tabel II-3.
Tipe Gradien Hidrostatik Rata-rata
Typical average hydrostatic gradient
Geologic basin Hydrostatic pressure gradient Areas in U.S.A
-1 -1
(psi/ft) (kg.cm m )

Fresh and 0.433 0.19 Rocky


brackish Mountain,
Water Mid-Continent
0.465 0.1074
Salt water Gulf Coast

2.3.1.2. Tekanan Overburden


Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat
seluruh beban yang berada di atas kedalaman tertentu tiap satuan luas.
berat material + berat cairan
Pob = luas …............…..........….……..…(2-4)
Gradien tekanan overburden adalah yang menyatakan tekanan overburden
pada tiap satuan kedalaman.
Pob
Gob =
D …………………………….……………….…………..(2-5)
Keterangan :
Gobn = Gradien tekanan overburden, psi/ft
D = Kedalaman, ft
Pob = Tekanan overburden

Secara praktis, penentuan gradien tekanan overburden ini selain dari analisa log
juga dapat ditentukan sebagai berikut (lihat Gambar 2.3.):

Gambar 2.3.
Penentuan gradien tekanan overburden (Rubiandini, 2012)
Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap
sebesar 1 psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata
sebesar 2,3 kali dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air
adalah 0,433 psi/ft maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433 psi/ft.
2.3.1.3. Tekanan Formasi
Tekanan formasi adalah besarnya tekanan yang diberikan cairan yang
mengisi rongga formasi. Secara hidrostatis, untuk keadaan normal sama dengan
tekanana kolom cairan yang ada dalam dasar formasi samapai ke permukaan.
Pada saat pemboran berlangsung, tekanan lumpur yang digunakan harus
mengimbangi tekanan formasi dengan diberikan kelebihan berkisar antara 2-10%
dari tekanan formasi. Persamaan yang digunakan adalah:
Pf = Gf x D………………………………………………………....(2-6)
Keterangan :
Pf = Tekanan fluida formasi, Psi.
Gf = Gradien tekanan, Psi/ft.
D = Kedalaman, Ft
Pada Gambar 2.3. menggambarkan kisaran gradien tekanan fluida (Gf),
yaitu Jika 0.433 psi/ft < GF < 0.465 psi/ft disebut tekanan normal, sedangkan Gf >
0.465 psi/ft disebut tekanan abnormal, dan Gf < 0.433 psi/ ft disebut tekanan
subnormal.
2.3.1.3.1. Tekanan Formasi Normal
Secara hidrostatik, untuk keadaan normal tekanan formasi normal sama
dengan tekanan kolom cairan yang ada dalam dasar formasi ke permukaan. Pada
Gambar 2.3. jika dari kolom terisi oleh berbeda-beda cairannya, maka besar
tekanan hidrostatiknya pun berbeda, untuk kolom air tawar (fresh water) memiliki
gradien tekanan hidrostatik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air asin (salt
water) gradien tekanan hidrostatiknya sebesar 0,465 psi/ft. Sehingga gradien
tekanan normal berkisar antara 0,433 psi/ft – 0,465 psi/ft.
2.3.1.3.2. Tekanan Formasi Abnormal
Yang dimaksud dengan tekanan formasi abnormal biasanya tekanan
formasi yang lebih besar dari yang diperhitungkan pada gradien hidrostatik
(>0,465 psi/ft). Hal ini disebabkan karena kompaksi batuan oleh sedimen yang ada
di atasnya sedemikian rupa sehingga air yang keluar dari lempeng tidak langsung
menghilang dan tetap berada dalam batuan semula.
Pada proses kompaksi normal, mengecilnya volume pori akibat dari
pertambahan berat beban diatasnya dapat mengakibatkan fluida yang ada didalam
pori terdorong keluar dan mengalir ke segala arah menuju formasi di sekitarnya.
Kompaksi abnormal Gambar 2.4, akan terjadi jika pertambahan berat beban
diatasnya tidak menyebabkan berkurangnya ruang pori. Ruang pori tidak
mengecil karena fluida didalamnya tidak dapat mengalir keluar. Tersumbatnya
fluida didalam ruang pori disebabkan karena formasi itu terperangkap didalam
formasi lain yang menyebabkan permeabilitas menjadi sangat kecil.
P=Pob −S ...…………….……..…………………………...….......(2-7)
Keterangan :
P = Tekanan formasi, psi
Pob = Tekanan overburden, psi
S = Tekanan kekuatan batuan, psi

Gambar 2.4.
Ilustrasi Tekanan Abnormal (Rubiandini, 2012)

Bila tekanan overburden (Pob) membesar sementara kekuatan batuan (S)


sudah tidak bisa membesar lagi, maka batuan akan menerima tekanan simpanan
yang besar sekali :
P
λ=
P ob …………………..………………………………………..(2-8)

2.3.1.3.3. Tekanan Formasi Subnormal


Tekanan formasi subnormal adalah tekanan adalah tekanan formasi
yang ada dibawah tekanan hidrostatik normal (< 0.433 psi/ft), kejadiannya bisa
akibat proses geologi naik turunnya formasi ataupun karena hal-hal lain, sebagai
contoh dapat dilihat pada Gambar 2.5. pada bagian A dan C terjadi tekanan
abnormal dan pada B terjadi tekanan sub normal.
Gambar 2.5.
Ilustrasi Tekanan Subnormal (Rudi Rubiandini, 2012)

2.3.1.4. Tekanan Rekah Formasi


Tekanan rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat
ditahan tanpa menyebabkan terjadinya pecah (rekah). Besarnya gradien tekanan
rekah dipengaruhi oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi, dan
kondisi kekuatan batuan.
Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika merencanakan atau
meneliti kekuatan dasar pipa selubung (casing), sedangkan bila gradien tekanan
rekah tidak diketahui maka akan kesulitan dalam pekerjaan penyemenan dan
penyelubungan sumur atau perencanaan lumpur yang akan digunakan.
Selain dari hasil log, gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan
memakai prinsip ‘leak-off test’, yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit
sedemikian rupa sampai melihat tanda-tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan
dengan kenaikan tekanan terus-menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan
gradien tekanan rekah ini juga menggunakan perhitungan, persamaan yang
digunakan antara lain adalah menurut Hubbert and Willis, yang menganggap 1/3
sampai ½ dari tekanan overburden berpengaruh effektif terhadap tekanan rekah.

Pf 1 Pob 2 P
=
D 3 D (+
D ) …..……………………………………………(2-9)
Keterangan :
Pf = Tekanan rekah, psi
Pob = Tekanan overburden, psi
P = Tekanan formasi, psi
D = Kedalaman, ft
2.3.2. Temperatur Reservoir
Temperatur akan mengalami kenaikan dengan bertambahnya kedalaman, ini
dinamakan gradien geothermal yang dipengaruhi oleh jauh dekatnya dari pusat
magma. Besaran gradien geothermal ini bervariasi dari satu tempat ke tempat lain,
dimana harga rata-ratanya adalah 2oF/100 ft. Gradien geothermal yang tertinggi
adalah 4oF/100 ft, sedangkan yang terendah adalah 0.5 oF/100 ft. Variasi yang
kecil dari gradien geothermal ini disebabkan oleh sifat konduktivitas thermis
beberapa jenis batuan. Besarnya gradien geothermal dari suatu daerah dapat dicari
dengan menggunakan persamaan :
T formasi −T s tandard
Gradien geothermal=
Kedalalaman Formasi ..........……………. (2-10)
Harga gradien geothermal berkisar antara 1,11 oF sampai 2 oF/100 f. Seperti
diketahui temperatur sangat berpengaruh terhadap sifat – sifat fisik fluida
reservoir. Hubungan temperatur terhadap kedalaman dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Td = Ta + (GTH x D) ............................................................................ (2-11)
Keterangan :
Td = temperatur reservoir pada kedalaman D ft, oF
Ta = temperatur pada permukaan, oF
GTH = gradien temperatur, oF
D = kedalaman, ratusan ft.

Anda mungkin juga menyukai