Anda di halaman 1dari 32

BAB III

ANALISA PETROFISIK DARI DATA CORING

Analisa sampel batuan akan menghasilkan data dasar untuk mengevaluasi


kemampuan produktivitas reservoir. Cutting, sampel batuan pemboran merupakan
contoh batuan yang relatif kecil. Oleh karena itu untuk mendapatkan contoh
batuan yang lebih besar dilakukan coring.
3.1. Coring
Coring dan analisa core adalah h al yang sangat penting pada evaluasi
formasi untuk menyediakan data-data yang tidak dapat diperoleh dari pengukuran
log ataupun productivity test. Data yang diperoleh dari core ini juga berguna
untuk mengkalibrasi hasil perekaman logging (accoustic, density, atau neutron
log) yang menentukan besarnya porositas suatu formasi batuan.
3.1.1. Klasifikasi Coring
Terdapat beberapa jenis coring yang sering digunakan bersamaan dengan
rotary drilling, meliputi conventional coring, diamond coring, wireline coring,
dan sidewall coring. Setiap metode ini memiliki keuntungan dan kekurangannya
masing-masing, meskipun dewasa ini kegiatan coring banyak dilakukan dengan
menggunakan diamond core bits dan conventional coring.
3.1.1.1. Bottom Hole Coring
Semua metode bottom hole coring mempergunakan sejenis pahat yang
ditengahnya terbuka dan mempunyai sejenis pemotong pahat berupa dougnot
shapeg hole, sehingga akan meninggalkan plug silindris (core) ditengahnya.
Pada saat pemboran sedang berlangsung core ini akan menempati core barrel
yang berada di atas pahat dan akan tetap berada disana sampai diambil ke
permukaan.
Klasifikasi dari bottom hole coring pada umumnya didasarkan pada
peralatan coring yang digunakan :
 Conventional coring

97
98

 Diamond coring
3.1.1.1.1 Conventional Coring
Pengambilan core pada conventional coring dilakukan dengan
menggunakan bit jenis tertentu, seperti Gambar 3.1. Pada waktu bit berputar dan
bergerak ke bawah maka core akan masuk ke dalam inner core barrel dan core
ini tidak dapat keluar dari tempatnya karena core barrel mempunyai roll dan
ball bearings. Bagian atas barrel ini ditutup dengan check valve yang bekerja
berdasarkan aliran fluida.

Gambar 3.1. Conventional Rotary Drill Core Bit


(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
Untuk memotong core ini dari formasi dilakukan dengan cara mengurangi
beban diatas pahat (WOB) dan mempercepat rotary speed dan hal ini dilakukan
hanya dalam beberapa menit saja. Core yang dibawa ke permukaan tetap dalam
keadaan terlindung. Hasil core yang didapat mempunyai ukuran diameter 23/8"
sampai 3 9/16" dan panjangnya maksimum 20 feet harus dilakukan "round trip"
lagi.
99

3.1.1.1.2. Diamond Coring


Pada batuan sedimen yang keras diamond core lebih cocok dan dapat
digunakan dengan waktu yang lebih cepat dan juga untuk memotong core tidak
perlu menambah rotary speed. Hasil yang didapat dari diamond coring ini adalah
core dengan ukuran diameter 27/8" sampai 47/8" dan panjang maksimum yang
dapat diperoleh secara kontinyu adalah 90 feet, untuk mendapatkan lebih dari 90
feet harus dilakukan "round trip" lagi. Peralatan Diamond coring dpat dilihat
pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2. Diamond Core Bit


(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
3.1.1.1.3. Wireline Coring
Alat coring diturunkan bersama dengan over shot dengan menggunakan
wireline dan core yang masuk ke dalam core barrel ditarik lagi keatas, sehingga
metoda ini dapat digunakan untuk coring secara berturut-turut. Core yang
diperoleh akan masuk ke dalam inner barrel yang kemudian ditarik ke
permuakaan tanpa harus mencabut rangkaian pipa bor. Peralatan wire line coring
dpat dilihat pada Gambar 3.3. Core yang diperoleh mempunyai diameter 1
sampai 23/16 inch dan panjangnya 10 sampai 20 ft.
100

Gambar 3.3.
Peralatan Wireline Coring
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)

3.1.1.2. Side Wall Coring


Pengambilan core dengan teknik sidewall coring dilakukan pada dinding
dari lubang bor. Peralatan sidewall coring dapat dilihat pada Gambar 3.4. Alat
ini diturunkan kedalam lubang bor dengan kabel logging dan mempunyai sifat
self potensial elektrode. Gun body dapat ditembakkan secara sendiri-sendiri ke
dinding lubang bor melalui mesiu yang dijalankan secara elektris ke permukaan.
Dengan menembusnya gun body pada dinding lubang bor maka core akan
terpotong dan lepas dari formasi yang ditest. Dengan adanya kabel baja yang
berhubungan dengan gun body maka alat sidewall beserta core nya dapat
diangkat ke permukaan. Ukuran core yang diperoleh berdiameter 3/4 sampai 13/16
inch dan panjangnya 2¼ inch. Core yang diperoleh sering rusak dan jika
dibandingkan hasil analisa core dari cara sidewall coring dengan cara bottom
hole coring akan berbeda, walaupun corenya diambil pada kedalaman yang sama.
Misalnya harga saturasi air dari core yang diambil secara sidewall coring akan
lebih besar daripada hasil conventional coring, apabila lumpur bor yang
digunakan adalah jenis water base mud.
101

Gambar 3.4.
Peralatan Sidewall Coring
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
3.2. Analisa Core
Analisa core adalah suatu kegiatan untuk mengambil data-data dari
formasi yang bersangkutan. Analisa yang dilakukan dapat dibagi menjadi 3, yaitu
basic measurement, special core analysis, dan supplemental analysis. Ketiga
analisa tersebut memiliki perbedaan dalam data yang dapat diambil dari suatu
sampel core.
Kualitas dari data yang didapatkan pada suatu analisa core, sangat
bergantung pada prosedur pengambilan sampel dan penanganan serta pengawetan
sampel core yang benar. Adapun metode-metode pengawetan sampel core adalah:
a. Pembungkusan dengan aluminum foil dan ditutup dengan low melting
point paraffin.
b. Pembungkusan ganda dengan material pembungkus berbahan dasar
plastik.
c. Pembekuan secara cepat.

3.2.1. Routine Analysis


102

Data yang dapat dieroleh dari Routine Analysis yang dilakukan pada
sampel core adalah porositas, permeabilitas absolut, dan fluid saturation.
3.2.1.1. Pengukuran Porositas
Porositas dari sampel core dapat ditentukan dengan menggunakan 2 (dua)
dari 3 (tiga) parameter yang ada. Parameter-paramater tersebut adalah volume
bulk (Vb), volume matriks (Vm), dan volume pori (Vp). Persamaan dari
paramater-parameter tersebut mempunyai hubungan sebagaimana ditunjukkan
Persamaan 3-1.
Vp
ϕ= .....................................................................................................(3-1)
Vb

Vb = Vp + Vm........................................................................................(3-2)
Keterangan:
Vp = Volume pori
Vb = Volume bulk
Vm = Volume matriks
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan volume
bulk suatu sampel core. Metode tersebut adalah:
a. Boyle’s Law Method
Metode Boyle’s Law memerlukan sebuah rangkaian peralatan yang
disebut Boyle’s Law Porosimeter seperti yang ditunjukkan Gambar 3.5. Prinsip
kerja alat tersebut adalah mengukur volume matriks dengan membandingkan
perbedaan volume gas yang terukur. Volume gas yang pertama didapatkan dengan
mengalirkan gas (umumnya Helium) ke dalam steel bomb dengan tekanan yang
terukur. Kemudian volume gas dibaca pada buret yang berisi merkuri. Sedangkan
volume gas kedua didapatkan dengan menaruh sampel core di dalam steel bomb,
kemudian mengalirkan gas ke dalam steel bomb tersebut dengan tekanan yang
terukur. Perbedaan kedua volume gas tersebut menunjukkan volume matriks dari
sampel core. Sedangkan volume pori dapat ditentukan dengan mengeliminasi
volume dead gas yang terdapat pada ruang di antara core dan dinding bagian
dalam pada steel bomb. Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah
porositas efektif.
103

Gambar 3.5. Boyle’s Law Porosimeter


(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)
b. Saturation Method
Metode ini menggunakan perbedaan berat antara berat sampel core yang
sudah dibersihakan dan diekstraksi dengan berat sampel core yang telah dijenuhi
sepenuhnya oleh cairan yang diketahui densitasnya, dapat digunakan air maupun
hidrokarbon. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui volume pori sampel
core yang diuji ditunjukkan pada Persamaan 3-3.

W saturated −W dry
Vp= ..............................................................................(3-3)
ρCairan

Keterangan:
Vp = Volume pori
WSaturated = Berat sampel core yang sudah terjenuhi
Wdry = Berat sampel core kering
ρcairan = Densitas cairan
Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah porositas efektif.
Metode ini hanya bisa dilakukan pada sampel yang dapat diukur beratnya pada
saat tersaturasi. Sampel yang memiliki lubang di permukaan tidak dapat diukur
104

porositasnya menggunakan metode ini. Pengukuran porositas menggunakan


metode saturasi menggunakan alat yang ditunjukan ada gambar 3.6.

Gambar 3.6.
Saturation method apparatus untuk perhitungan volume pori
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)
3.2.1.2. Pengukuran Saturasi Fluida
Pengukuran saturasi fluida dari core sample dapat dilakukan dengan dua
cara antara lain :
a. Metode Retord
b. Metode Destilasi
a. Metoda Retort
Dalam metoda ini prosedur yang dilakukan antara lain:
1. Core sample diletakkan pada retort dan dipanaskan pada 400 °F selama
satu jam.
2. Fluida yang menguap dikondensasikan, minyak dan air yang didapat
dipisahkan dengan centrifuge.
3. Kemudian temperatur terus dinaikkan sampai 1200 °F, sampai minyak
berat dan air kristal teruapkan dan hasil kondensasi dicatat. Air kristal
105

tidak dimasukkan dalam perhitungan saturasi ini.


Gambar 3.7. memperlihatkan skema Retort Apparatus yang biasa
digunakan.

Gambar 3.7.
Skema Retort Apparatus
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

Besarnya Saturasi fluida ditentukan dengan menggunakan persamaan


sebagai berikut:
Vw
Sw = …………………………………………………. (3-4)
Vp

Vo
So = ………………………………………………… (3-5)
Vp
dimana :
Sw = saturasi air, %
So = saturasi minyak, %
Vw = volume air yang didapat dari kondesasi, cc
Vo = volume minyak yang didapat dari kondesasi, cc
106

Vp = volume pori-pori batuan, cc


Kelemahan dari metode ini adalah pada temperatur tinggi, bukan hanya air
yang keluar tetapi juga hidrat dan kristal yang akan mengembun dalam tabung
pengukur. Cracking (peretakan) hidrokarbon dapat pula terjadi, demikian pula
dengan kemungkinan pengendapan bahan-bahan padat. Keuntungan metode ini
adalah cepat untuk dilakukan dan pengukuran air serta minyak dpat langsung
dibaca.
b. Metode Destilasi
Metode pengukuran ini dilakukan menggunakan alat Dean & stark
apparatus, seperti pada Gambar 3.8. Cara kerja alat sebagai berikut:
1. Mengambil fresh core atau core yang telah dijenuhi air dan minyak.
2. Menimbang core tersebut, misal beratnya = a gr.
3. Memasukkan core tersebut kedalam labu Dean and Stark yang telah diisi
dengan toluena. Lengkapi dengan water trap dan reflux condensor.
4. Memanaskan selama + 2 jam hingga air tidak tampak lagi.
5. Mendinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b
cc = b gram.
6. Mengeringkan sampel dalam oven + 15 menit ( pada suhu 110 0C ).
Mendinginkan dalam exicator + 15 menit, kemudian timbang core kering
tersebut, misalnya = c gram.
7. Hitung berat minyak = a - ( b - c ) gram = d gram.
8. Hitung volume minyak :
d
BJ min yak = e cc
9. Hitung saturasi minyak dan air :
e b
So = Vp ; Sw = Vp
107

Gambar 3.8.
Skema Stark Dean Destilation Appartus
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

3.2.1.3. Pengukuran Permeabilitas Absolut


Pengukuran permeabilitas absolut dari sampel adalah dengan memberikan
suatu tes aliran pada core tersebut. Harga permeabilitas ditentukan dengan
menggunakan persamaan darcy sebagai berikut :
Pengukuran permeabilitas absolut batuan dengan menganalisa core di
laboratorium dapat menggunakan alat Liquid Permeameter, seperti pada Gambar
3.9. dari alat ini data dapat diperoleh dengan menginjekkan media gas atau liquid
pada aliran yang mantap (steady state). Cara kerja alat ini yaitu :
1. Masukan core ke dalam core holder
2. Mengisi burette dengan test liquid (air)
3. Membuka core holder valve dan burette akan diisi
4. Jika burette sudah terisi melalui batas atas, tutup cut off valve
5. Mengatur tekanan yang diinginkan pada pressure gauge dengan mengatur
regulator
6. Mengembalikan discharge fill valve ke discharge
7. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida dari batas atas
hingga batas bawah burette
8. Perhitungan :
108

μ.V.L
k= A. P. t ........................................................................(3-3)
Dimana :
K = Permeabilitas dari sampel, Darcy
µ = Viskositas dari cairan test, cp
V = Volume cairan yang dialirkan melalui sampel, cm3
L = Panjang dari sampel, cm
P = Tekanan, (atm) dibaca dari pressure gauge
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan cairan melalui
sampel (50cc, 10cc, atau 5 cc), detik.

Gambar 3.9. Ruska Permeameter


(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)

Fluida yang digunakan pada pengukuran sampel core ini adalah gas. Gas
dipilih karena gas tidak menyebabkan perubahan kimiawi ataupun secara fisik
pada sampel core yang diuji, seperti terjadinya swelling mineral clay pada saat
penggunaan fresh water sebagai fluida alir.
109

Koreksi nilai permeabilitas pada saat penggunaan gas sebagai fluida alir perlu
dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya turbulensi ada saat diunakan gas sebagai
pengukuran sehingga diperlukam koreksi Klikenberg saat pengukuran sampel
core dilakukan menggunakan fluida berupa gas. Koreksi Klikenberg memerlukan
dua atau lebih tes permeabilitas pada sampel core pada tekanan rata-rata yang
berbeda. Kemudian permeabilitas diplot dengan tekanan rata-rata (reciprocal
mean pressure) dan diinterpolasikan ke nilai 0 pada skala tekanan rata-rata.
Koreksi Klikenberg terhadapa beberapa variasi tekanan rata-rata pdengan
menggunakan gas berupa nitrogen, hidrogen, dan CO 2 tersebut ditunjukkan pada

Gambar 3.10.
Gambar 3.10
Koreksi Klikenberg Untuk Gas Slippage
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)

Hubungan antara permeabilitas dan reciprocal mean pressure juga dapat


digambarkan berdasarkan persamaan berikut :

……………………………………. (3-2)
m
b = K
L

dimana :
Kg = permeabilitas batuan terhadap gas, md.
110

KL = permeabilitas absolut batuan, atau dikenal sebagai eqivalen liquid


permeability, md.
b = konstanta gas pada pori batuan (Klinkenberg factor)
Pm = tekanan alir rata-rata, atm
m = Slope
Konstanta b pada persamaan diatas bergantung pada ukuran pori batuan
dan merupakan fungsi dari permeabilitas. Gambar 3.11. menunjukkan hubungan
antara konstanta b dengan permeabilitas. Faktor konstanta b ini akan meningkat
seiring dengan berkurangnya permeabilitas.

Gambar 3.11. Korelasi faktor konstanta b dengan permeabilitas


(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)
3.2.2. Special Core Analysis
Semua data sifat fisik batuan memerluakan pengukuran yang akurat.
Khususnya pengukuran data distribusi fluida dan karakteristik aliran multifasa
dari batuan reservoir merupakan hal yang penting untuk studi reservoir secara
detail. Analisa core spesial sudah dikembangkan untuk menjawab persoalan ini.
Pada analisa core spesial sudah diperlukan sampel yang segar (fresh), namun
pada prakternya sampel dibersihkan dengan cara ekstraksi dan dikembalikan ke
kondisi semula.
Secara umum parameter yang dapat ditentukan dengan analisa core
spesial adalah distribusi fluida (minyak dan air atau gas dan air) di reservoir,
111

karakteristik aliran dua fasa (gas-minyak dan minyak-air).


Beberapa studi tentang analisa core spesial meliputi studi :
a. Permeabilitas Relatif
b. Kompresibilitas batuan
c. Faktor Formasi (F)
d. Faktor Sementasi (m)
e. Eksponen Saturasi (n)
f. Faktor Turtuosity (a)
g. Tekanan Kapiler
h. Wettabilitas

3.2.2.1. Pengukuran Permeabilitas Relative


Seperti yang telah dibahas pada bab II, permeabilitas relative adalah
perbandingan antara permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut. Karena
pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa kemungkinan
terdiri dari dua fasa atau tiga fasa, maka perlu diadakan pengukuran permeabilitas
relative. Dalam subbab ini akan dibahas mengenai permeabiltas relative Water-Oil
(Krw/Kro).
Metode umum untuk mengukur permeabilitas relatif menggunakan pen
statte apparatus yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. Metode ini merupakan
modifikasi dari metode Penn State dan dikembangkan oleh morse. Sampel uji
didapat pada akhir pengujian diantara sampel uji lainnya dengan tipe yang sama.
Kesamaan dari tiga core tersebut yaitu bertujuan untuk mengurangi efek tekanan
kapiler pada akhir (terutama pada akhir downstream)dari sampel uji. Ini menjadi
bukti bahwa saturasi dari berbagai macam distribusi fluida akan seragam selama
aliran steady state masih berjalan. Katup hilir juga digunakan sebagai campuran
utama dari injeksi fluida. Saturasi awal dilakukan pada core dengan fluida yang
didesak, biasanya minyak, dan berat pengujian dicatat. Aliran minyak yang
konstan membuktikan bahwa tekanan akan turun secara mendadak. Aliran
minyak kemudian didesak tiba-tiba dan fluida pendesak (gas atau air)
menstimulasi injeksi dengan cukup untuk menjaga tekanan turun. Keseimbangan
112

terjadi ketika volume yang masuk dan keluar adalah sama. Salah satu saturasi
yang baik yaitu secara gravimetri dengan memindahkan dan membebani sampel,
atau secara elektrik dengan pengukuran resistivity. Lalu, aliran minyak akan
berkurang sedangkan gas atau air akan naik. Ulangi prosedur ini secukupnya
hingga perhitungan menjadi sama sampai langkah terkecil yaitu permeabilitas
dari berbagai fasa dengan saturasi yang beragam. Saturasi tentu dihitung pada
tahap selanjutnya. Porositas dan permeabilitas absolut core diukur pada awal
pengujian.

Gambar 3.12.
Modified Penn State Permeability Apparatus
(Gatlin, C. ,”Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

Keterkaitan antara harga permeabilitas relatif minyak dan air terhadap


harga saturasinya digambarkan oleh suatu kurva grafik yang ditunjukkan Gambar
3.13.
113

Gambar 3.13.
Kurva Permeabilitas Relatif untuk Sistem Minyak dan Air
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas relatif
untuk sistem minyak dan air, yaitu :
1. Pada region A turunnya kro dengan cepat sebagai akibat
naiknya Sw, menunjukkan bahwa adanya sedikit air akan mempersulit aliran
minyak dalam batuan tersebut, demikian pula sebaliknya.
2. Pada region B terdapat aliran 2 fasa hingga sampai waktu
tertentu karena hal ini terbentuk disebabkan oleh produksi mengalami
penurunan sampai batas Swc dan Soc.
3. Pada region C turunnya kro tidak sampai batas nol, dimana
sementara masih terdapat saturasi minyak dalam batuan, dengan kata lain di
bawah saturasi minimum tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak
114

lagi. Saturasi minimum ini disebut dengan Residual Oil Saturation (Sor),
demikian juga untuk air yaitu Swr (region A).
Sedangkan hubungan antara permeabilitas efektif gas dan minyak di dalam
media berpori ditunjukkan dalam Gambar 3.14.

Gambar 3.14.
Hubungan Permeabilitas Efektif Minyak dan Gas
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)

Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
115

minyak berkurang sampai harga residualnya, Sor . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.
3.2.2.2. Pengukuran Kompresibilitas
Kompresibilitas batuan merupakan perubahan volume terhadap perubahan
tekanan, artinya dalam keadaan statis (diam) gaya-gaya yang bekerja dalam pori-
pori batuan dan pada butiran adalah seimbang. Gaya-gaya ini meliputi gaya
overburden (ke bawah) dan gaya dari dalam formasi (gaya dari fluida
disekitarnya).
Jika dilakukan pengembilan minyak, akan menyebabkan formasi
berkurang sehingga kesetimbangan gaya tadi berkurang pula. Akibatnya
kemudian adalah penyusutan volume pori batuan resrvoir.
Dengan kata lain kompresibilitas batuan dapat didifinisikan sebagai
kemampuan batuan untuk menyusutkan volumenya terhadap perubahan tekanan.
Data kompresibilitas digunakan untuk menghitung penurunan volume pori
selama penurunan tekanan reservoir (deplition).
Hal-hal ini perlu diperhatikan dalam studi kompresibilitas adalah :
a. Yang menyebabkan perubahan volume pori adalah tekana overburden,
yaitu suatu tekanan efektif (net overburden pressure). Net overburden
pressure merupakan selisih antar overburden pressure dengan tekanan
reservoir.
b. Akibat fluiada dikeluarkan dari pori-pori batuan (diproduksikan), maka
tekanan dalam formasi berkurang sedangkan tekanan effektif adalah
besar, sehingga memperkecil harga volume pori dan mengakibatkan
menurunnya porositas.
Pengukuran kompressibilitas batuan dengan menggunakan alat Hydrostatic
pore volume compressibility. Untuk mengukur kompressibilitas terhadap volume
pori, alat ini dapat mengalirkan tekanan internal (tekanan fluida dalam inti
batuan) dan tekanan eksternal (tekanan hidrostatik) sebagai tekanan overburden.
Sebuah tabung kapiler yang kecil digunakan untuk mengukur perubahan volume
116

pori yang diukur dari volume fluida yang keluar dari ruang pori. Cara pengukuran
kompressibilitas sebagai berikut:
1. Core terlebih dahulu dibersihkan, dikeringkan kemudian ditimbang.
Dicatat sebagai volume batuan, misalkan = a gram
2. Kemudian core dijenuhi fluida minyak lalu ditimbang, misalkan = b gram.
3. Hitung berat minyak = (b – a ) gram = c gram.
c
4. Hitung volume minyak =
ρo = d cc.
Volume minyak ini sebagai volume pori batuan.
5. Kemudian memasukkan core yang telah dijenuhi minyak kedalam
peralatan tersebut. Lalu diberi tekanan hidrostatik (tekanan eksternal) yang
dijaga konstan. Bersamaan dengan itu tekanan internal (laju air formasi
yang dimasukkan kedalam core) diturunkan, ini sebagai fungsi (dP) psi,
kemudian perubahan tekanan ini dicatat. Dengan tekanan diturunkan akan
mempengaruhi volume fluida minyak yang keluar akibat terdorong dari air
formasi sehingga menuju outlet, ini sebagai fungsi (dVp) cc.
6. Volume fluida minyak yang keluar ditampung pada tabung kapiler,
volume cairan ini dicatat.
7. Sehingga kompressibilitas pori dapat dihitung dengan persamaan :

1 dV p
[ ]
Cp = - V p dP , psi-1.
Skema peralatan alat untuk mengukur kompresibilitas pori batuan dapat
dilihat pada Gambar 3.15. Grafik hubungan antara kompresibilitas batuan dengan
porositas dapat dilihat pada gambar 3.16.
117

Gambar 3.15.
Hydrostatic pore volume compressibility aparatus
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)

Gambar 3.16.
Hubungan antara Kompresibilitas vs Porositas batuan
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)
118

3.2.2.3. Perhitungan Faktor Formasi


Faktor formasi adalah perbandingan antara harga tahanan formasi batuan
yang dijenuhi 100 % oleh air formasi dengan harga tahanan dari air formasi itu
sendiri, atau dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
Ro
F= ................................................................................................. (3-
Rw
dimana:
F : faktor formasi
Ro : tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 %, ohm-m
Rw : tahanan air formasi (air garam), ohm-m

Ilustrasi dari Ro, Rw, dan Rt dapat dilihat pada Gambar 3.17.

Gambar 3.17.
Ilustrasi Resistivitas
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)
119

Misalkan terdapat sebuah kubus dan semua sisinya tidak menghantarkan


listrik kecuali pada sepasang elektroda yang dipasang pada bagian sisi yang
berhadapan. Kemudian kubus tersebut diisi dengan air yangmengandung 10%
Sodium Chloride (NaCl) yang seolah-olah (diasumsikan) sebagai air formasi.
Tegangan (Voltage, V) dengan frekuensi rendah dilewatkan melalui elektroda
dalam kubus, maka akan menghasilkan arus (I1), (lihat Gambar 3.17a).
Perbandingan V/I1, (volt/ampere) adalah resistivitas dari air formasi (R w,
ohm-meter). Besarnya resistivitas ini tergantung dari kandungan air dan
merupakan fungsi dari salinitas dan suhu (temperatur), untuk air dengan sifat
konduktivitas tinggi maka resistivtasnya akan rendah.
Ketika sejumlah batu (sand) dimasukkan ke dalam kubus (tersebut diatas)
yang telah berisi air, maka sejumlah air akan pindah ke dalam ruang pori batuan
sebagai akibat adanya porositas batuan. Dan apabila suatu tegangan dialirkan
melalui elektroda-elektrodanya maka akan menghasilkan arus (I2) , (lihat Gambar
3.17b). Harga I2 ini lebih kecil dari I1, karena resistivitasnya lebih besar.
Perbandingan V/I2 adalah resistivitas dari formasi kandung air (Ro).
Apabila sejumlah ruang pori batuan yang berisi air didesak dan digantikan
oleh minyak (oil), maka akan menghasilkan keadaan seperti pada (Gambar
3.17c). Untuk tegangan yang sama dialirkan melewati elektroda-elektrodanya dan
akan menghasilkan arus (I3) yang nilainya lebih kecil dari I2, hal ini disebabkan
karena air yang bertindak sebagai konduktor semakin berkurang. Perbandingan
V/I3 adalah resistivitas dari formasi kandung minyak (oil bearing formation, Rt).

3.2.2.4. Faktor Sementasi (m) dan Faktor Turtuosity (a)


Butiran pada batuan sedimen diikat oleh semen yang membuat batuan
trsebut menjadi terkonsolidasi dan tidak mudah lepas, semakin besar faktor
sementasinya maka akan semakin kuat pula ikatan butiran sedimen tersebut dan
sebaliknya semakin kecil faktor sementasinya maka akan semakin lemah ikatan
antar butiran batuan sedimen tersebut. Faktor sementasi dapat digunakan untuk
mengidentifikasi adanya kemungkinan problem kepasiran, semakin kecil faktor
sementasi yang diperoleh maka semakin bbesar problem kepasiran akan
120

terbentuk.
Faktor turtuosity berhubungan dengan hubungan antar butir dari partikel
sedimen diantaranya ukuran butir, variasi kompaksi dan struktur pori. Skema
faktor turtuosity pada batan dapat dilihat pada Gambar 3.18.

Gambar 3.18.
Faktor turtuosity (a)
(Richard M. Bateman, 1985)

Harga faktor sementasi dan faktor turtuosity dapat diketahui dari analisa
sampel core yang ingin diketahui dan analisa tersebut merupakan analisa core
spesial. Selain itu faktor sementasi (m) dan faktor turtuosity (a) dibutuhkan dalam
rumus archie yang digunakan untuk interpretasi logging.
Faktor sementasi dan faktor turtuosity ini juga berhubungan dengan Faktor
formasi, yaitu dalam bentuk persamaan :
a
F=
∅m
Φ = porositas, fraksi
a = konstanta yang tergantung pada lithologi (faktor turtuosity)
m = faktor semetasi
Dari persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk persamaan log
untuk membuat grafik plot antara F danψberdasarkan persamaan berikut :
log F=log a−m logψ ...............................................................
Analisa sampel core untuk perhitungan harga m dan a membutuhkan data
nilai Rw, Ro dan porositas batuan dari beberapa sampel core. Langkah pertama
adalah menghitung nilai Rw terlebih dahulu. Kemudian menghitung harga
porositas, Ro dan Faktor Formasi pada setiap sampel core yang ingin dianalisa.
121

Data-data yang dibutuhkan dari beberapa sampel tersebut disajikan dalam Tabel
III-1.
Tabel III-1
Data-data yang dibutuhkan untuk Perhitungan nilai m dan a

Sampel Porositas Ro F= Ro/Rw


Sampel 1 ψ1 Ro1 F1 = Ro1/Rw
Sampel 2 ψ2 Ro2 F2 = Ro2/Rw
Sampel 3 ψ3 Ro3 F3 = Ro3/Rw
Sampel 4 ψ4 Ro4 F4 = Ro4/Rw
Sampel 5 ψ5 Ro5 F5 = Ro5/Rw
Sampel 6 ψ6 Ro6 F6 = Ro6/Rw
Sampel 7 ψ7 Ro7 F7 = Ro7/Rw
Sampel 8 ψ8 Ro8 F8 = Ro8/Rw

Dari data tersebut maka akan didapatkan grafik plot antara ψvs F seperti
ditunjukkan Gambar 3.19. Nilai m merupakan slope dari grafik tersebut. Dari
grafik tersebut maka akan didapatkan nilai m yaitu slope dari grafik tersebut.
Sedangkan nilai a adalah intercept pada nilai porositas = 1.

Gambar 3.19.
Grafik Log porositas vs Log F untuk penentuan nilai m dan a
(Richard M. Bateman, 1985)

Dari beberapa studi berdasarkan percobaan diatas, nilai a dan m


memiliki variasi nilai dimana nilai tersebut berbeda untuk masing-masing
122

lithologi. Untuk formasi pasir, rumus Humble sering digunakan yaitu sebagai
berikut :
0 , 62
F=
φ2 ,15
- Untuk formasi konsolidasi digunakan rumus :

1
F=
φ2
-
- Untuk formasi tidak keras (soft) :

0 , 81
F=
φ2
Berdasarkan hasil analisa, hubungan antara Faktor Formasi, Faktor
Sementasi dan Faktor Turtuosity untuk beberapa Lithologi dapat dilihat pada
Tabel III-2.

Tabel III-2.
Hubungan Faktor Formasi, Faktor Sementasi dan Faktor Turtuosity untuk
beberapa Lithologi
(Auqsith and Gibson, 1982)
123

3.2.2.5. Eksponen Saturasi (n)


Eksponen saturasi (n) adalah salah satu parameter yang memainkan peran
penting sekali dalam pengestimasian saturasi air dengan menggunakan data log
sumur.
Analisa sampel core untuk perhitungan harga n dan membutuhkan data
nilai Rt, Ro dan Sw dari beberapa sampel core. Langkah pertama adalah
menghitung nilai Rt dan Ro untuk setiap sampel core, kemudian menghitung
harga index resistivity (I) untuk setiap sampel core. Nilai indeks resistivity
didapatkan dari persamaan sebagai berikut :
I = Ro/Rt = 1/Swn
Dari persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk persamaan log
untuk membuat grafik plot antara F danψberdasarkan persamaan berikut :
Log I = -n log(Sw)
Setelah menghitung nilai I untuk setiap sampel core, kemudian
menghitung harga Sw pada setiap sampel core yang ingin dianalisa. Data-data
yang dibutuhkan dari beberapa sampel tersebut disajikan dalam Tabel III-3.
Tabel III-3
124

Data-data yang dibutuhkan untuk Perhitungan nilai n

Saturasi
Sampel Ro Rt I= Ro/Rw
air
Sampel 1 Sw1 Ro1 Rt1 I1 = Ro1/ Rt1
Sampel 2 Sw 2 Ro2 Rt2 I2 = Ro2/ Rt2
Sampel 3 Sw 3 Ro3 Rt3 I3 = Ro3/ Rt3
Sampel 4 Sw 4 Ro4 Rt4 I4 = Ro4/ Rt4
Sampel 5 Sw 5 Ro5 Rt5 I5 = Ro5/ Rt5
Sampel 6 Sw 6 Ro6 Rt6 I6 = Ro6/ Rt6
Sampel 7 Sw 7 Ro7 Rt7 I7 = Ro7/ Rt7
Sampel 8 Sw 8 Ro8 Rt8 I8 = Ro8/ Rt8

Dengan melakukan plot antara Sw (Saturasi air) vs I (indeks resistivity =


Ro/Rt) pada skala log lalu membuat trendline maka dapat ditentukan nilai
eksponen saturasi dari nilai slopenya. Grafik penentuan nilai eksponen saturasi
dapat dilihat pada gambar 3.20.

Gambar 3.20.
Grafik Penentuan Nilai Eksponen Saturasi (n)
(Richard M. Bateman, 1985 )
3.2.2.6. Pengukuran Tekanan Kapiler
Seperti yang telah dijelaskan pada bab II, Definisi Tekanan kapiler (Pc)
adalah perbedaan tekanan yang ada antara permukaan dua fluida yang tidak
tercampur dimana keduanya dalam keadaan statis di dalam sistem kapiler
Beberapa peralatan yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan
125

kapiler adalah metoda Porous capilary pressure apparatus dan Dynamic capilary
pressure apparatus. Peralatan ini dapat dilihat pada Gambar 3.21. dan Gambar
3.22.

Gambar 3.21.
Skema Peralatan Porous capilary pressure apparatus
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)

Gambar 3.22.
Skema Peralatan Dynamic capilary pressure apparatus
(Amyx, J.W. Bass, D.M.,Jr.,Whitting,R.L: 1960)
Tekanan kapiler mempunyai dua pengaruh penting dalam reservoir
minyak atau gas, yaitu mengontrol distribusi fluida di dalam reservoir dan
126

mekanisme pendorong minyak dan gas untuk bergerak atau mengalir melalui
ruang pori-pori reservoir sampai mencapai batuan yang impermeabel. Pada
Gambar 3.23, menyatakan bahwa h akan bertambah jika perbedaan densitas
fluida berkurang, sementara faktor lainnya tetap.

Gambar 3.23. Variasi Pc terhadap Sw


a) Untuk Sistem Batuan yang Sama dengan Fluida yang Berbeda.
b) Untuk Sistem Fluida yang Sama dengan Batuan yang Berbeda
(Tarek Ahmed, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Untuk reservoir minyak yang mempunyai API gravity rendah maka
kontak minyak-air akan mempunyai zona transisi yang panjang. Ukuran pori-pori
batuan reservoir sering dihubungkan dengan besaran permeabilitas. Batuan
reservoir dengan permeabilitas yang besar akan mempunyai tekanan kapiler yang
rendah dan ketebalan zona transisinya lebih tipis dari pada reservoir dengan
permeabilitas yang rendah.

3.2.2.7. Pengukuran Wettabilitas


Studi wettabilitas dilakukan untuk mengontrol distribusi fluida dan
pengaruhnya terhadap tekanan kapiler, dan berguna pula pada proyek-proyek
injeksi air dan perencanaan metode produksi tahap lanjut. Setiap cairan
mempunyai kemampuan membasahi benda yang mana harganya berbeda satu
sama lain. Tingkat kemampuan membasahi permukaan benda padat oleh suatu
cairan disebut tingkat kebasahan yang secara kwantitatif dinyatakan dengan
besarnya sudur kontak (θ).
127

Pengukuran wettabilitas dapat menggunakan Metode Amott (dengan alat


laboratorium yaitu Spontaneous imbibition) .
Cara pengukurannya sebagai berikut:
1. Dilakukan percobaan pertama, core yang dijenuhi air dimasukkan kedalam
Spontaneous Imbibition (SI) yang selanjutnya diisi oleh minyak.
Kemudian didiamkan selama 20 jam, jika ada air yang didesak oleh
minyak dalam SI dicatat sebagai Vwsp (dengan melihat skala buret)
2. Kemudian dilakukan percobaan kedua, core lain yang dijenuhi oleh
minyak dimasukkan kedalam alat Spontaneous Imbibition yang
selanjutnya diisi oleh air. Kemudian didiamkan selama 20 jam, jika adanya
minyak yang didesak oleh air dalam SI, dicatat sebagai Vosp (dengan
melihat skala buret)
3. Volume air yang didesak sampai Swi (Saturation water initial) dalam core
oleh minyak (yang didapat dari percobaan dengan menggunakan coreflood
apparatus dengan prinsip kerja, core yang digunakan telah dipakai dalam
SI jenuh minyak kemudian didesak kembali oleh minyak) dan ditambah
dengan Vwsp dicatat sebagai Vwt
4. Volume minyak didalam core yang didesak oleh air sampai Sor (saturation
oil residual) yang didapat dari percobaan dengan menggunakan coreflood
apparatus dengan prinsip kerja, core yang digunakan telah dipakai dalam
SI jenuh air kemudian didesak kembali oleh air) dan ditambah dengan V osp
dicatat sebagai Vot
5. Hitung indeks wettabilitas dari metode Spontaneous Imbibition sebagai
berikut :
V wsp
5.2.3. δo = V wt
V osp
5.3.3. δw = V ot
5.4.3. Sehingga I ( indeks wettabilitas ) = δw - δo
Dimana : jika 0 < I < 1  water wet
128

jika -1 < I < 0  oil wet.


Keterangan :
Vwsp = Volume air yang didesak oleh minyak dalam SI
Vwt = Jumlah volume air yang didesak oleh minyak pada Spontaneous
Imbibition dan coreflood apparatus
Vosp = Volume minyak yang didesak oleh air dalam SI
Vot = Jumlah volume minyak yang didesak oleh air pada Spontaneous
Imbibition dan coreflood apparatus.

Gambar 3.24. Spontaneous Imbibition


(Pinczewski, W. Val,” Applied Reservoir Engineering”, 2004)

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB 6 Fix
    BAB 6 Fix
    Dokumen66 halaman
    BAB 6 Fix
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Dokumen73 halaman
    Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen112 halaman
    Bab 2
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Dokumen62 halaman
    Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Satria Mukti Wibowo
    100% (1)
  • Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Dokumen52 halaman
    Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Tafakur 2
    Tafakur 2
    Dokumen4 halaman
    Tafakur 2
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Dasar Teori SG
    Dasar Teori SG
    Dokumen9 halaman
    Dasar Teori SG
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen55 halaman
    Bab 5
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Artikel KKN Upn
    Artikel KKN Upn
    Dokumen16 halaman
    Artikel KKN Upn
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen59 halaman
    Bab 6
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Makna Al Jabbar
    Makna Al Jabbar
    Dokumen5 halaman
    Makna Al Jabbar
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Ctu
    Ctu
    Dokumen6 halaman
    Ctu
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Kuliah 4
    Kuliah 4
    Dokumen28 halaman
    Kuliah 4
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat