ANALISA CORE
97
98
Wireline Coring
3.1.1.1.1 Conventional Coring
Pengambilan core pada conventional coring dilakukan dengan
menggunakan bit jenis tertentu, seperti Gambar 3.1. Pada waktu bit berputar dan
bergerak ke bawah maka core akan masuk ke dalam inner core barrel dan core
ini tidak dapat keluar dari tempatnya karena core barrel mempunyai roll dan
ball bearings. Bagian atas barrel ini ditutup dengan check valve yang bekerja
berdasarkan aliran fluida.
Vb = Vp + Vm........................................................................................(3-2)
Keterangan:
Vp = Volume pori
Vb = Volume bulk
Vm = Volume matriks
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan volume
bulk suatu sampel core. Metode tersebut adalah:
a. Boyle’s Law Method
Metode Boyle’s Law memerlukan sebuah rangkaian peralatan yang
disebut Boyle’s Law Porosimeter seperti yang ditunjukkan Gambar 3.5. Prinsip
kerja alat tersebut adalah mengukur volume matriks dengan membandingkan
perbedaan volume gas yang terukur. Volume gas yang pertama didapatkan dengan
mengalirkan gas (umumnya Helium) ke dalam steel bomb dengan tekanan yang
terukur. Kemudian volume gas dibaca pada buret yang berisi merkuri. Sedangkan
volume gas kedua didapatkan dengan menaruh sampel core di dalam steel bomb,
kemudian mengalirkan gas ke dalam steel bomb tersebut dengan tekanan yang
terukur. Perbedaan kedua volume gas tersebut menunjukkan volume matriks dari
sampel core. Sedangkan volume pori dapat ditentukan dengan mengeliminasi
volume dead gas yang terdapat pada ruang di antara core dan dinding bagian
dalam pada steel bomb. Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah
porositas efektif.
103
W saturated −W dry
Vp= ..............................................................................(3-3)
ρCairan
Keterangan:
Vp = Volume pori
WSaturated = Berat sampel core yang sudah terjenuhi
Wdry = Berat sampel core kering
ρcairan = Densitas cairan
Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah porositas efektif.
Metode ini hanya bisa dilakukan pada sampel yang dapat diukur beratnya pada
saat tersaturasi. Sampel yang memiliki lubang di permukaan tidak dapat diukur
porositasnya menggunakan metode ini. Pengukuran porositas menggunakan
metode saturasi menggunakan alat yang ditunjukan ada gambar 3.6.
104
digunakan.
Vo
So = ………………………………………………… (3-5)
Vp
dimana :
Sw = saturasi air, %
So = saturasi minyak, %
Vw = volume air yang didapat dari kondesasi, cc
Vo = volume minyak yang didapat dari kondesasi, cc
Vp = volume pori-pori batuan, cc
Kelemahan dari metode ini adalah pada temperatur tinggi, bukan hanya air
106
yang keluar tetapi juga hidrat dan kristal yang akan mengembun dalam tabung
pengukur. Cracking (peretakan) hidrokarbon dapat pula terjadi, demikian pula
dengan kemungkinan pengendapan bahan-bahan padat. Keuntungan metode ini
adalah cepat untuk dilakukan dan pengukuran air serta minyak dpat langsung
dibaca.
b. Metode Destilasi
Metode pengukuran ini dilakukan menggunakan alat Dean & stark
apparatus, seperti pada Gambar 3.8. Cara kerja alat sebagai berikut:
1. Mengambil fresh core atau core yang telah dijenuhi air dan minyak.
2. Menimbang core tersebut, misal beratnya = a gr.
3. Memasukkan core tersebut kedalam labu Dean and Stark yang telah diisi
dengan toluena. Lengkapi dengan water trap dan reflux condensor.
4. Memanaskan selama + 2 jam hingga air tidak tampak lagi.
5. Mendinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b
cc = b gram.
6. Mengeringkan sampel dalam oven + 15 menit ( pada suhu 110 0C ).
Mendinginkan dalam exicator + 15 menit, kemudian timbang core kering
tersebut, misalnya = c gram.
7. Hitung berat minyak = a - ( b - c ) gram = d gram.
8. Hitung volume minyak :
d
BJ min yak = e cc
9. Hitung saturasi minyak dan air :
e b
So = Vp ; Sw = Vp
107
μ.V.L
k= A. P. t ........................................................................(3-6)
Dimana :
K = Permeabilitas dari sampel, Darcy
µ = Viskositas dari cairan test, cp
V = Volume cairan yang dialirkan melalui sampel, cm3
L = Panjang dari sampel, cm
P = Tekanan, (atm) dibaca dari pressure gauge
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan cairan melalui
sampel (50cc, 10cc, atau 5 cc), detik.
Fluida yang digunakan pada pengukuran sampel core ini adalah gas. Gas
dipilih karena gas tidak menyebabkan perubahan kimiawi ataupun secara fisik
pada sampel core yang diuji, seperti terjadinya swelling mineral clay pada saat
penggunaan fresh water sebagai fluida alir.
109
Koreksi nilai permeabilitas pada saat penggunaan gas sebagai fluida alir perlu
dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya turbulensi ada saat diunakan gas sebagai
pengukuran sehingga diperlukam koreksi Klikenberg saat pengukuran sampel
core dilakukan menggunakan fluida berupa gas. Koreksi Klikenberg memerlukan
dua atau lebih tes permeabilitas pada sampel core pada tekanan rata-rata yang
berbeda. Kemudian permeabilitas diplot dengan tekanan rata-rata (reciprocal
mean pressure) dan diinterpolasikan ke nilai 0 pada skala tekanan rata-rata.
Koreksi Klikenberg terhadapa beberapa variasi tekanan rata-rata pdengan
menggunakan gas berupa nitrogen, hidrogen, dan CO 2 tersebut ditunjukkan pada
Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Koreksi Klikenberg Untuk Gas Slippage
(Amyx, J.W., Bass, D.M.Jr.,Whitting,R.L; “Petroleum Reservoir Engineering”,
1960)
……………………………………. (3-7)
m
b = K
L
dimana :
Kg = permeabilitas batuan terhadap gas, md.
110
terjadi ketika volume yang masuk dan keluar adalah sama. Salah satu saturasi
yang baik yaitu secara gravimetri dengan memindahkan dan membebani sampel,
atau secara elektrik dengan pengukuran resistivity. Lalu, aliran minyak akan
berkurang sedangkan gas atau air akan naik. Ulangi prosedur ini secukupnya
hingga perhitungan menjadi sama sampai langkah terkecil yaitu permeabilitas
dari berbagai fasa dengan saturasi yang beragam. Saturasi tentu dihitung pada
tahap selanjutnya. Porositas dan permeabilitas absolut core diukur pada awal
pengujian.
Gambar 3.13. Kurva Permeabilitas Relatif untuk Sistem Minyak dan Air
(Ahmed, Tarek, “Reservoir Engineering Handbook”, Second Edition, 2001)
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada kurva permeabilitas relatif
untuk sistem minyak dan air, yaitu :
1. Pada region A turunnya kro dengan cepat sebagai akibat
naiknya Sw, menunjukkan bahwa adanya sedikit air akan mempersulit aliran
minyak dalam batuan tersebut, demikian pula sebaliknya.
2. Pada region B terdapat aliran 2 fasa hingga sampai waktu
tertentu karena hal ini terbentuk disebabkan oleh produksi mengalami
penurunan sampai batas Swc dan Soc.
3. Pada region C turunnya kro tidak sampai batas nol, dimana
sementara masih terdapat saturasi minyak dalam batuan, dengan kata lain di
bawah saturasi minimum tertentu minyak dalam batuan tidak akan bergerak
lagi. Saturasi minimum ini disebut dengan Residual Oil Saturation (Sor),
demikian juga untuk air yaitu Swr (region A).
114
Suatu zone minyak ditemukan dengan saturasi gas bebas sama dengan nol.
Pada kondisi awal, sejumlah gas bebas di dalam reservoir berada di atas zone
minyak sebagai tudung gas (gas cap). Saat diproduksikan, tekanan reservoir dalam
zone minyak akan turun. Jika tekanan turun cukup rendah (di bawah tekanan
bubble point), gas mulai membebaskan diri dari minyak. Dengan turunnya
tekanan di bawah tekanan bubble point, Sg (saturasi gas) bertambah di dalam zone
minyak.
Kesetimbangan saturasi gas, Sgc (juga disebut saturasi gas kritis),
menggambarkan saturasi pada saat permeabilitas pertama untuk gas tercapai.
Demikian pula, hilangnya permeabilitas fasa minyak terjadi ketika saturasi
minyak berkurang sampai harga residualnya, Sor . Apabila harga saturasi minyak
kurang dari Sor, maka perolehan minyak tidak dapat dilakukan secara primary dan
secondary recovery.
115
F : faktor formasi
Ro : tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 %, ohm-m
Rw : tahanan air formasi (air garam), ohm-m
Ilustrasi dari Ro, Rw, dan Rt dapat dilihat pada Gambar 3.19.
Harga faktor sementasi dan faktor turtuosity dapat diketahui dari analisa
sampel core yang ingin diketahui dan analisa tersebut merupakan analisa core
spesial. Selain itu faktor sementasi (m) dan faktor turtuosity (a) dibutuhkan dalam
rumus archie yang digunakan untuk interpretasi logging.
Faktor sementasi dan faktor turtuosity ini juga berhubungan dengan Faktor
formasi, yaitu dalam bentuk persamaan :
a
F= .......................................................................................(3-9)
∅m
Φ = porositas, fraksi
a = konstanta yang tergantung pada lithologi (faktor turtuosity)
m = faktor semetasi
Dari persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk persamaan log
untuk membuat grafik plot antara F danψberdasarkan persamaan berikut :
log F=log a−m logψ ...............................................................................(3-10)
Analisa sampel core untuk perhitungan harga m dan a membutuhkan data
nilai Rw, Ro dan porositas batuan dari beberapa sampel core. Langkah pertama
adalah menghitung nilai Rw terlebih dahulu. Kemudian menghitung harga
porositas, Ro dan Faktor Formasi pada setiap sampel core yang ingin dianalisa.
Data-data yang dibutuhkan dari beberapa sampel tersebut disajikan dalam Tabel
III-1.
122
Tabel III-1
Data-data yang dibutuhkan untuk Perhitungan nilai m dan a
Dari data tersebut maka akan didapatkan grafik plot antara ψvs F seperti
ditunjukkan Gambar 3.21. Nilai m merupakan slope dari grafik tersebut. Dari
grafik tersebut maka akan didapatkan nilai m yaitu slope dari grafik tersebut.
Sedangkan nilai a adalah intercept pada nilai porositas = 1.
Gambar 3.21. Grafik Log porositas vs Log F untuk penentuan nilai m dan a
(Richard M. Bateman, 1985)
0 , 62
F=
φ2 ,15 ...................................................................................(3-
11)
- Untuk formasi konsolidasi digunakan rumus :
1
F=
φ2 ....................................................................................(3-12)
- Untuk formasi tidak keras (soft) :
0 , 81
F=
φ2 ......................................................................................(3-13)
Berdasarkan hasil analisa, hubungan antara Faktor Formasi, Faktor
Sementasi dan Faktor Turtuosity untuk beberapa Lithologi dapat dilihat pada
Tabel III-2.
Tabel III-2. Hubungan Faktor Formasi, Faktor Sementasi dan Faktor
Turtuosity untuk beberapa Lithologi
(Auqsith and Gibson, 1982)
Eksponen saturasi (n) adalah salah satu parameter yang memainkan peran
penting sekali dalam pengestimasian saturasi air dengan menggunakan data log
sumur.
Analisa sampel core untuk perhitungan harga n dan membutuhkan data
nilai Rt, Ro dan Sw dari beberapa sampel core. Langkah pertama adalah
menghitung nilai Rt dan Ro untuk setiap sampel core, kemudian menghitung
harga index resistivity (I) untuk setiap sampel core. Nilai indeks resistivity
didapatkan dari persamaan sebagai berikut :
I = Ro/Rt = 1/Swn ...............................................................................(3-
14)
Dari persamaan tersebut kemudian diubah menjadi bentuk persamaan log
untuk membuat grafik plot antara F danψberdasarkan persamaan berikut :
Log I = -n log(Sw) ...............................................................................(3-15)
Setelah menghitung nilai I untuk setiap sampel core, kemudian
menghitung harga Sw pada setiap sampel core yang ingin dianalisa. Data-data
yang dibutuhkan dari beberapa sampel tersebut disajikan dalam Tabel III-3.
Tabel III-3
Data-data yang dibutuhkan untuk Perhitungan nilai n
Saturasi
Sampel Ro Rt I= Ro/Rw
air
Sampel 1 Sw1 Ro1 Rt1 I1 = Ro1/ Rt1
Sampel 2 Sw 2 Ro2 Rt2 I2 = Ro2/ Rt2
Sampel 3 Sw 3 Ro3 Rt3 I3 = Ro3/ Rt3
Sampel 4 Sw 4 Ro4 Rt4 I4 = Ro4/ Rt4
Sampel 5 Sw 5 Ro5 Rt5 I5 = Ro5/ Rt5
Sampel 6 Sw 6 Ro6 Rt6 I6 = Ro6/ Rt6
Sampel 7 Sw 7 Ro7 Rt7 I7 = Ro7/ Rt7
Sampel 8 Sw 8 Ro8 Rt8 I8 = Ro8/ Rt8
1 dV p
[ ]
Cp = - V p dP , psi-1. ........................................................(3-16)
127