Anda di halaman 1dari 29

BAB IV

ANALISA PETROFISIK DARI DATA CORING

4.1. Coring dan Analisa Core


Coring dan analisa core adalah hal yang sangat penting pada evaluasi formasi
untuk menyediakan data-data yang tidak dapat diperoleh dari pengukuran log
ataupun productivity test. Data yang diperoleh dari core ini juga berguna untuk
mengkalibrasi hasil perekaman logging (accoustic, density, atau neutron log) yang
menentukan besarnya porositas suatu formasi batuan.
4.1.1. Klasifikasi Coring
Terdapat beberapa jenis coring yang sering digunakan bersamaan dengan
rotary drilling, meliputi conventional coring, diamond coring, wireline coring,
dan sidewall coring. Setiap metode ini memiliki keuntungan dan kekurangannya
masing-masing, meskipun dewasa ini kegiatan coring banyak dilakukan dengan
menggunakan diamond core bits dan conventional barrels.
4.1.1.1. Bottom Hole Coring
Semua metoda bottom hole coring mempergunakan sejenis pahat yang
ditengahnya terbuka dan mempunyai sejenis pemotong pahat berupa dougnot
shapeg hole, sehingga akan meninggalkan plug silindris (core) ditengahnya.
Pada saat pemboran sedang berlangsung core ini akan menempati core barrel
yang berada di atas pahat dan akan tetap berada disana sampai diambil ke
permukaan.
Klasifikasi dari bottom hole coring pada umumnya didasarkan pada
peralatan coring yang digunakan :
 Conventional coring
 Diamond coring
 Wireline coring

154
155

4.1.1.1.1 Conventional Coring


Pengambilan core pada conventional coring dilakukan dengan
menggunakan bit jenis tertentu, seperti Gambar 4.1. Pada waktu bit berputar dan
bergerak ke bawah maka core akan masuk ke dalam inner core barrel dan core
ini tidak dapat keluar dari tempatnya karena core barrel mempunyai roll dan
ball bearings. Bagian atas barrel ini ditutup dengan check valve yang bekerja
berdasarkan aliran fluida.

Gambar 4.1.
Conventional Rotary Drill Core Bit
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
Untuk memotong core ini dari formasi dilakukan dengan cara mengurangi
beban diatas pahat (WOB) dan mempercepat rotary speed dan hal ini dilakukan
hanya dalam beberapa menit saja. Core yang dibawa ke permukaan tetap dalam
keadaan terlindung. Hasil core yang didapat mempunyai ukuran diameter 23/8"
sampai 3 9/16" dan panjangnya maksimum 20 feet harus dilakukan "round trip"
lagi.
156

4.1.1.1.2. Diamond Coring


Pada batuan sedimen yang keras diamond core lebih cocok dan dapat
digunakan dengan waktu yang lebih cepat dan juga untuk memotong core tidak
perlu menambah rotary speed. Hasil yang didapat dari diamond coring ini adalah
core dengan ukuran diameter 27/8" sampai 47/8" dan panjang maksimum yang
dapat diperoleh secara kontinyu adalah 90 feet, untuk mendapatkan lebih dari 90
feet harus dilakukan "round trip" lagi.

Gambar 4.2.
Diamond Core Bit
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
4.1.1.1.4. Wireline Coring
Alat coring diturunkan bersama dengan over shot dengan menggunakan
wireline dan core yang masuk ke dalam core barrel ditarik lagi keatas, sehingga
metoda ini dapat digunakan untuk coring secara berturut-turut. Core yang
diperoleh akan masuk ke dalam inner barrel yang kemudian ditarik ke
permuakaan tanpa harus mencabut rangkaian pipa bor. Peralatan wire line coring
dpat dilihat pada Gambar 4.4. Core yang diperoleh mempunyai diameter 1
sampai 23/16 inch dan panjangnya 10 sampai 20 ft.
157

Gambar 4.4.
Peralatan Wireline Coring
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
4.1.1.2. Side Wall Coring
Pengambilan core dengan teknik sidewall coring dilakukan pada dinding
dari lubang bor. Peralatan sidewall coring dapat dilihat pada Gambar 4.4. Alat
ini diturunkan kedalam lubang bor dengan kabel logging dan mempunyai sifat
self potensial elektrode. Gun body dapat ditembakkan secara sendiri-sendiri ke
dinding lubang bor melalui mesiu yang dijalankan secara elektris ke permukaan.
Dengan menembusnya gun body pada dinding lubang bor maka core akan
terpotong dan lepas dari formasi yang ditest. Dengan adanya kabel baja yang
berhubungan dengan gun body maka alat sidewall beserta core nya dapat
diangkat ke permukaan. Ukuran core yang diperoleh berdiameter 3/4 sampai 13/16
inch dan panjangnya 2¼ inch. Core yang diperoleh sering rusak dan jika
dibandingkan hasil analisa core dari cara sidewall coring dengan cara
conventional coring akan berbeda, walaupun corenya diambil pada kedalaman
yang sama. Misalnya harga saturasi air dari core yang diambil secara sidewall
coring akan lebih besar daripada hasil conventional coring, apabila lumpur bor
yang digunakan adalah jenis water base mud.
158

Gambar 4.4.
Peralatan Sidewall Coring
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960.)
3.1. Analisa Core
Analisa core adalah suatu kegiatan untuk mengambil data-data dari
formasi yang bersangkutan. Analisa yang dilakukan dapat dibagi menjadi 3, yaitu
basic measurement, special core analysis, dan supplemental analysis. Ketiga
analisa tersebut memiliki perbedaan dalam data yang dapat diambil dari suatu
sampel core.
Kualitas dari data yang didapatkan pada suatu analisa core, sangat
bergantung pada prosedur pengambilan sampel dan penanganan serta pengawetan
sampel core yang benar. Adapun metode-metode pengawetan sampel core adalah:
a. Pembungkusan dengan aluminum foil dan ditutup dengan low melting
point paraffin.
b. Pembungkusan ganda dengan material pembungkus berbahan dasar
plastik.
c. Pembekuan secara cepat.

4.2.1. Routine Analysis


159

Data yang dapat dieroleh dari Routine Analysis yang dilakukan pada
sampel core adalah porositas, permeabilitas absolut, dan residual fluid saturation.
Bagaimanapun, penentuan porositas dan permeabilitas tidak dapat dilakukan tanpa
menghilangkan residual fluid yang terdapat di dalam sampel core. Karena hal
inilah, hal pertama yang perlu dilakukan pertama kali pada basic measurement
sampel core adalah penentuan residual fluid saturation.
4.2.1.1. Pengukuran Porositas
Porositas dari sampel core dapat ditentukan dengan menggunakan 2 (dua)
dari 3 (tiga) parameter yang ada. Parameter-paramater tersebut adalah volume
bulk (Vb), volume matriks (Vm), dan volume pori (Vp). Persamaan dari
paramater-parameter tersebut mempunyai hubungan sebagaimana ditunjukkan
Persamaan 4-2.
Vp Vp Vb−Vm
ϕ= = = ...................................................................(4-2)
Vb Vm+ Vp Vb
Keterangan:
Vp = Volume pori
Vb = Volume bulk
Vm = Volume matriks
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan volume
bulk suatu sampel core. Metode tersebut adalah:
a. Pengukuran secara geometris
b. Pengukuran displacement of non-wetting fluid (merkuri)
c. Aplikasi dari prinsip Archimedes
d. Penjumlahan langsung dari pengukuran volume matriks dan volume pori.

Dari keempat metode tersebut, pengukuran secara geometris mempunyai


tingkat persentase kesalahan paling besar, yaitu sekitar 1% - 3%. Sedangkan
metode displacement of non-wetting fluid memiliki persentase kesalahan paling
kecil, yaitu dibawah 0,5%.
Pengukuran volume matriks dan volume pori dapat dilakukan dengan
beberapa metode, metode tersebut antara lain adalah:
a. Boyle’s Law Method
160

Metode Boyle’s Law memerlukan sebuah rangkaian peralatan yang


disebut Boyle’s Law Porosimeter seperti yang ditunjukkan Gambar 4.2. Prinsip
kerja alat tersebut adalah mengukur volume matriks dengan membandingkan
perbedaan volume gas yang terukur. Volume gas yang pertama didapatkan dengan
mengalirkan gas (umumnya Helium) ke dalam steel bomb dengan tekanan yang
terukur. Kemudian volume gas dibaca pada buret yang berisi merkuri. Sedangkan
volume gas kedua didapatkan dengan menaruh sampel core di dalam steel bomb,
kemudian mengalirkan gas ke dalam steel bomb tersebut dengan tekanan yang
terukur. Perbedaan kedua volume gas tersebut menunjukkan volume matriks dari
sampel core. Sedangkan volume pori dapat ditentukan dengan mengeliminasi
volume dead gas yang terdapat pada ruang di antara core dan dinding bagian
dalam pada steel bomb. Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah
porositas efektif.

Gambar 4.2
Boyle’s Law Porosimeter(8)
b. Gravimetric Method
Metode ini menggunakan perbedaan berat antara berat sampel core yang
sudah dibersihakan dan diekstraksi dengan berat sampel core yang telah dijenuhi
sepenuhnya oleh cairan yang diketahui densitasnya, dapat digunakan air maupun
hidrokarbon. Persamaan yang digunakan untuk mengetahui volume pori sampel
core yang diuji ditunjukkan pada Persamaan 4-4.
161

W saturated −W dry
Vp= ..............................................................................(4-3)
ρCairan

Keterangan:
Vp = Volume pori
WSaturated = Berat sampel core yang sudah terjenuhi
Wdry = Berat sampel core kering
ρcairan = Densitas cairan
Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah porositas efektif.
Metode ini hanya bisa dilakukan pada sampel yang dapat diukur beratnya pada
saat tersaturasi. Sampel yang memiliki lubang di permukaan tidak dapat diukur
porositasnya menggunakan metode ini.
c. Grain density
Pada metode ini, sampel yang sudah bersih ditimbang. Kemudian dilapisi
dengan parafin dan ditimbang kembali. Volume bulk sampel tersebut didapatkan
dari berat air (densitas diketahui) yang dipindahkan dari dalam piknometer.
Piknometer ditunjukkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.3
Liquid Pycnometer(8)
Langkah selanjutnya adalah melepas parafin dari sampel core kemudian
menggerus sampel hingga butir-butirnya saling terlepas. Sampel yang telah
digerus kemudian dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditimbang.
162

Volume matriks dapat diketahui dari berat air yang dipindahkan. Sehingga
porositas sampel core dapat diketahui dengan menggunakan Persamaan 4-3 di
bawah ini:

ρm−ρ b
ϕ= .............................................................................................(4-4)
ρb

Keterangan:
ρm = Densitas matriks
ρb = Densitas bulk

Jenis porositas yang didapatkan dari metode ini adalah porositas absolut.

4.2.1.2. Pengukuran Saturasi Fluida


Pengukuran saturasi fluida dari core sample dapat dilakukan dengan dua
cara antara lain :
a. Metode Retord
b. Metode Destilasi
a. Metoda Retort
Dalam metoda ini prosedur yang dilakukan antara lain:
1. Core sample diletakkan pada retort dan dipanaskan pada 400 °F selama
satu jam.
2. Fluida yang menguap dikondensasikan, minyak dan air yang didapat
dipisahkan dengan centrifuge.
3. Kemudian temperatur terus dinaikkan sampai 1200 °F, sampai minyak
berat dan air kristal teruapkan dan hasil kondensasi dicatat. Air kristal
tidak dimasukkan dalam perhitungan saturasi ini.
Gambar 4.8. memperlihatkan skema Retort Apparatus yang biasa
digunakan.
163

Gambar 4.8.
Skema Retort Apparatus
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

Besarnya Saturasi fluida ditentukan dengan menggunakan persamaan


sebagai berikut:
Vw
Sw = …………………………………………………. (3-4)
Vp

Vo
So = ………………………………………………… (3-5)
Vp
dimana :
Sw = saturasi air, %
So = saturasi minyak, %
Vw = volume air yang didapat dari kondesasi, cc
Vo = volume minyak yang didapat dari kondesasi, cc
Vp = volume pori-pori batuan, cc
Kelemahan dari metode ini adalah pada temperatur tinggi, bukan hanya air
yang keluar tetapi juga hidrat dan kristal yang akan mengembun dalam tabung
164

pengukur. Cracking (peretakan) hidrokarbon dapat pula terjadi, demikian pula


dengan kemungkinan pengendapan bahan-bahan padat. Keuntungan metode ini
adalah cepat untuk dilakukan dan pengukuran air serta minyak dpat langsung
dibaca.

b. Metode Destilasi
Metode pengukuran ini dilakukan menggunakan alat Dean & stark
apparatus, seperti pada Gambar 4.9. Cara kerja alat sebagai berikut:
1. Mengambil fresh core atau core yang telah dijenuhi air dan minyak.
2. Menimbang core tersebut, misal beratnya = a gr.
3. Memasukkan core tersebut kedalam labu Dean and Stark yang telah diisi
dengan toluena. Lengkapi dengan water trap dan reflux condensor.
4. Memanaskan selama + 2 jam hingga air tidak tampak lagi.
5. Mendinginkan dan baca air yang tertampung di water trap, misalnya = b
cc = b gram.
6. Mengeringkan sampel dalam oven + 15 menit ( pada suhu 110 0C ).
Mendinginkan dalam exicator + 15 menit, kemudian timbang core kering
tersebut, misalnya = c gram.
7. Hitung berat minyak = a - ( b - c ) gram = d gram.
8. Hitung volume minyak :
d
BJ min yak = e cc
9. Hitung saturasi minyak dan air :
e b
So = Vp ; Sw = Vp
165

Gambar 4.9.
Skema Stark Dean Destilation Appartus
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

4.2.1.4. Pengukuran Permeabilitas Absolut


Pengukuran permeabilitas absolut dari sampel adalah dengan memberikan
suatu tes aliran pada core tersebut. Pada tes ini fluida yang digunakan adalah gas
atau udara, yang dialirkan kedalam core, kemudian diukur tekanan masuk serta
tekanan keluarnya.
Harga permeabilitas ditentukan dengan menggunakan persamaan darcy
sebagai berikut :
2. .Q 2 .  g .L. P2
K=
A(P1 2 - P2 2 ) ……………………………………………(3-1)
dimana :
k = permeabilitas batuan, darcy
Q2 = laju alir gas yang keluar, cc/dt
Vg = viscositas gas pada temperatur test, cp
L = panjang core sample, cm
A = luas penampang core sample, cm2
P1 = tekanan masuk, atm
P2 = tekanan keluar, atm
Untuk mendapatkan permeabilitas absolut batuan dimana pengukurannya
166

menggunakan aliran gas, maka perlu memperkirakan peyimpangan yang


disebabkan oleh sifat-sifat gas. Perkiraan penyimpangan ini pertama kali
ditemukan oleh Klinkenberg dan koreksinya dinamakan Koreksi Klinkenberg,
yang prinsipnya tergantung pada tekanan rata-rata pada saat test dilakukan, serta
dinyatakan dengan persamaan berikut :


Kg  Ka 1  b
Pm  ……………………………………………. (3-2)
dimana :
Kg = permeabilitas batuan terhadap udara yang diukur pada Pm, md.
Ka = permeabilitas absolut batuan, atau dikenal sebagai eqivalen liquid
permeability, md.
b = konstanta yang tergantung pada ukuran pori.
Pm = tekanan rata-rata pada saat tekanan test, atm.
Berdasarkan hasil yang didapat plot antara harga Kg terhadap 1/pm akan
memberikan harga K absolut dengan cara ekstrapolasi.
Pengukuran permeabilitas absolut batuan dengan menganalisa core di
laboratorium dapat menggunakan alat Liquid Permeameter, seperti pada Gambar
4.7. dari alat ini data dapat diperoleh dengan menginjekkan media gas atau liquid
pada aliran yang mantap (steady state). Cara kerja alat ini yaitu :
1. Masukan core ke dalam core holder
2. Mengisi burette dengan test liquid (air)
3. Membuka core holder valve dan burette akan diisi
4. Jika burette sudah terisi melalui batas atas, tutup cut off valve
5. Mengatur tekanan yang diinginkan pada pressure gauge dengan mengatur
regulator
6. Mengembalikan discharge fill valve ke discharge
7. Mencatat waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida dari batas atas
hingga batas bawah burette
8. Perhitungan :
μ.V.L
k= A. P. t ...................................................................................(3-3)
167

Dimana :
K = Permeabilitas dari sampel, Darcy
µ = Viskositas dari cairan test, cp
V = Volume cairan yang dialirkan melalui sampel, cm3
L = Panjang dari sampel, cm
P = Tekanan, (atm) dibaca dari pressure gauge
t = Waktu yang dibutuhkan untuk mengalirkan cairan melalui sampel (50cc,
10cc, atau 5 cc), detik.
168

Gambar 4.7.
Rangkaian Liquid Permeameter
(Laboratorium Analisa Inti Batuan, Program Studi Teknik Perminyakan, UPN
”Veteran” Yogyakarta, 2011)
4.2.2. Special Core Analysis
169

Semua data sifat fisik batuan memerluakan pengukuran yang akurat.


Khususnya pengukuran data distribusi fluida dan karakteristik aliran multifasa
dari batuan reservoir merupakan hal yang penting untuk studi reservoir secara
detail. Analisa core spesial sudah dikembangkan untuk menjawab persoalan ini.
Pada analisa core spesial sudah diperlukan sampel yang segar (fresh), namun
pada prakternya sampel dibersihkan dengan cara ekstraksi dan dikembalikan ke
kondisi semula.
Secara umum parameter yang dapat ditentukan dengan analisa core
spesial adalah distribusi fluida (minyak dan air atau gas dan air) di reservoir,
karakteristik aliran dua fasa (gas-minyak dan minyak-air).
Beberapa studi tentang analisa core spesial meliputi studi :
a. Permeabilitas Relatif
b. Kompresibilitas batuan
c. Wettabilitas
d. Tekanan Kapiler
e. Faktor Sementasi (m)
f. Eksponen Saturasi (n)
g. Faktor Turtuosity (a)
h. Faktor Formasi (F)

4.2.2.1. Pengukuran Permeabilitas Relative


Seperti yang telah dibahas pada bab II, permeabilitas relative adalah
perbandingan antara permeabilitas efektif dengan permeabilitas absolut. Karena
pada prakteknya di reservoir, jarang sekali terjadi aliran satu fasa kemungkinan
terdiri dari dua fasa atau tiga fasa. Maka perlu diadakan pengukuran permeabilitas
relative. Dalam subbab ini akan dibahas mengenai permeabiltas relative Water-Oil
(Kw/Ko).
Metode umum untuk mengukur permeabilitas relatif menggunakan metode
apparatus yang ditunjukkan pada Gambar 4.14. Metode ini merupakan
modifikasi dari metode Penn State dan dikembangkan oleh morse. Sampel uji
didapat pada akhir pengujian diantara sampel uji lainnya dengan tipe yang sama.
170

Kesamaan dari tiga core tersebut yaitu bertujuan untuk mengurangi efek tekanan
kapiler pada akhir (terutama pada akhir downstream)dari sampel uji. Ini menjadi
bukti bahwa saturasi dari berbagai macam distribusi fluida akan seragam selama
aliran steady state masih berjalan. Katup hilir juga digunakan sebagai campuran
utama dari injeksi fluida. Saturasi awal dilakukan pada core dengan fluida yang
didesak, biasanya minyak, dan berat pengujian dicatat. Aliran minyak yang
konstan membuktikan bahwa tekanan akan turun secara mendadak. Aliran
minyak kemudian didesak tiba-tiba dan fluida pendesak (gas atau air)
menstimulasi injeksi dengan cukup untuk menjaga tekanan turun. Keseimbangan
terjadi ketika volume yang masuk dan keluar adalah sama. Salah satu saturasi
yang baik yaitu secara gravimetri dengan memindahkan dan membebani sampel,
atau secara elektrik dengan pengukuran resistivity. Lalu, aliran minyak akan
berkurang sedangkan gas atau air akan naik. Ulangi prosedur ini secukupnya
hingga perhitungan menjadi sama sampai langkah terkecil yaitu permeabilitas
dari berbagai fasa dengan saturasi yang beragam. Saturasi tentu dihitung pada
tahap selanjutnya. Porositas dan permeabilitas absolut core diukur pada awal
pengujian.
171

Gambar 4.14.
Modifikasi Penn State Permeabilitas Apparatus
(Gatlin, C. ,”Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

4.2.2.2. Pengukuran Kompresibilitas


Kompresibilitas batuan merupakan perubahan volume terhadap perubahan
tekanan, artinya dalam keadaan statis (diam) gaya-gaya yang bekerja dalam pori-
pori batuan dan pada butiran adalah seimbang. Gaya-gaya ini meliputi gaya
overburden (ke bawah) dan gaya dari dalam formasi (gaya dari fluida
disekitarnya).
Jika dilakukan pengembilan minyak, akan menyebabkan formasi
berkurang sehingga kesetimbangan gaya tadi berkurang pula. Akibatnya
kemudian adalah penyusutan volume pori batuan resrvoir.
Dengan kata lain kompresibilitas batuan dapat didifinisikan sebagai
kemampuan batuan untuk menyusutkan volumenya terhadap perubahan tekanan.
Data kompresibilitas digunakan untuk menghitung penurunan volume pori
172

selama penurunan tekanan reservoir (deplition).


Hal-hal ini perlu diperhatikan dalam studi kompresibilitas adalah :
a. Yang menyebabkan perubahan volume pori adalah tekana overburden,
yaitu suatu tekanan efektif (net overburden pressure). Net overburden
pressure merupakan selisih antar overburden pressure dengan tekanan
reservoir.
b. Akibat fluiada dikeluarkan dari pori-pori batuan (diproduksikan), maka
tekanan dalam formasi berkurang sedangkan tekanan effektif adalah
besar, sehingga memperkecil harga volume pori dan mengakibatkan
menurunnya porositas.
Pengukuran kompressibilitas batuan dengan menggunakan alat Hydrostatic
load cell, seperti pada Gambar 4.10. Untuk mengukur kompressibilitas terhadap
volume pori, alat ini dapat mengalirkan tekanan internal (tekanan fluida dalam
inti batuan) dan tekanan eksternal (tekanan hidrostatik) sebagai tekanan
overburden. Sebuah tabung kapiler yang kecil digunakan untuk mengukur
perubahan volume pori yang diukur dari volume fluida yang keluar dari ruang
pori. Cara pengukuran kompressibilitas sebagai berikut:
1. Core terlebih dahulu dibersihkan, dikeringkan kemudian ditimbang.
Dicatat sebagai volume batuan, misalkan = a gram
2. Kemudian core dijenuhi fluida minyak lalu ditimbang, misalkan = b gram.
3. Hitung berat minyak = (b – a ) gram = c gram.
c
4. Hitung volume minyak = ρo = d cc.
Volume minyak ini sebagai volume pori batuan.
5. Kemudian memasukkan core yang telah dijenuhi minyak kedalam
Hydrostatic load cell. Lalu diberi tekanan hidrostatik (tekanan eksternal)
yang dijaga konstan. Bersamaan dengan itu tekanan internal (laju air
formasi yang dimasukkan kedalam core) diturunkan, ini sebagai fungsi
(dP) psi, kemudian perubahan tekanan ini dicatat. Dengan tekanan
diturunkan akan mempengaruhi volume fluida minyak yang keluar akibat
173

terdorong dari air formasi sehingga menuju outlet, ini sebagai fungsi (dVp)
cc.
6. Volume fluida minyak yang keluar ditampung pada tabung kapiler,
volume cairan ini dicatat.
7. Sehingga kompressibilitas pori dapat dihitung dengan persamaan :

1 dV p
[ ]
Cp = - V p dP , psi-1.

Gambar 4.10.
Pengukuran kompressibilitas volume pori
(Pinczewski, W. Val,” Applied Reservoir Engineering”, 2004)
4.2.2.4. Pengukuran Wettabilitas
Studi wettabilitas dilakukan untuk mengontrol distribusi fluida dan
pengaruhnya terhadap tekanan kapiler, dan berguna pula pada proyek-proyek
injeksi air dan perencanaan metode produksi tahap lanjut. Setiap cairan
mempunyai kemampuan membasahi benda yang mana harganya berbeda satu
sama lain. Tingkat kemampuan membasahi permukaan benda padat oleh suatu
cairan disebut tingkat kebasahan yang secara kwantitatif dinyatakan dengan
besarnya sudur kontak (θ).
174

Pengukuran wettabilitas dapat menggunakan Metode Amott (dengan alat


laboratorium yaitu Spontaneous imbibition) yang ditunjukkan pada Gambar 4.14.
Cara pengukurannya sebagai berikut:
1. Dilakukan percobaan pertama, core yang dijenuhi air dimasukkan kedalam
Spontaneous Imbibition (SI) yang selanjutnya diisi oleh minyak.
Kemudian didiamkan selama 20 jam, jika ada air yang didesak oleh
minyak dalam SI dicatat sebagai Vwsp (dengan melihat skala buret)
2. Kemudian dilakukan percobaan kedua, core lain yang dijenuhi oleh
minyak dimasukkan kedalam alat Spontaneous Imbibition yang
selanjutnya diisi oleh air. Kemudian didiamkan selama 20 jam, jika adanya
minyak yang didesak oleh air dalam SI, dicatat sebagai Vosp (dengan
melihat skala buret)
3. Volume air yang didesak sampai Swi (Saturation water initial) dalam core
oleh minyak (yang didapat dari percobaan dengan menggunakan coreflood
apparatus dengan prinsip kerja, core yang digunakan telah dipakai dalam
SI jenuh minyak kemudian didesak kembali oleh minyak) dan ditambah
dengan Vwsp dicatat sebagai Vwt
4. Volume minyak didalam core yang didesak oleh air sampai Sor (saturation
oil residual) yang didapat dari percobaan dengan menggunakan coreflood
apparatus dengan prinsip kerja, core yang digunakan telah dipakai dalam
SI jenuh air kemudian didesak kembali oleh air) dan ditambah dengan V osp
dicatat sebagai Vot
5. Hitung indeks wettabilitas dari metode Spontaneous Imbibition sebagai
berikut :
V wsp
5.2.3. δo = V wt

V osp
5.3.3. δw = V ot
5.4.3. Sehingga I ( indeks wettabilitas ) = δw - δo
Dimana : jika 0 < I < 1  water wet
175

jika -1 < I < 0  oil wet.


Keterangan :
Vwsp = Volume air yang didesak oleh minyak dalam SI
Vwt = Jumlah volume air yang didesak oleh minyak pada Spontaneous
Imbibition dan coreflood apparatus
Vosp = Volume minyak yang didesak oleh air dalam SI
Vot = Jumlah volume minyak yang didesak oleh air pada Spontaneous
Imbibition dan coreflood apparatus.

Gambar 4.14.
Spontaneous Imbibition
(Pinczewski, W. Val,” Applied Reservoir Engineering”, 2004)

4.2.2.4. Pengukuran Tekanan Kapiler


Salah satu metoda yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan kapiler
adalah metoda Restored State. Peralatan yang digunakan disebut dengan
"Restored State Capillary Pressure Apparatus", yang dikemukakan oleh Bruce
Welge. Peralatan ini dapat dilihat pada Gambar 4.11. Peralatan tersebut juga
dapat menentukan saturasi air kritik.
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran tekanan kapiler adalah
Restored State Capillary Pressure Apparatus, dimana konsep ini dikeluarkan oleh
Bruce dan Welge seperti yang terlihat pada Gambar 4.11. Prinsip kerja metode
ini adalah mengukur tekanan dan air yang keluar cell sampai tidak ada
176

pertambahan air pada suatu tekanan yang diberikan. Cara kerja dari metode ini
adalah:
1. Menjenuhi core dengan air yang telah diketahui porositas dan
permeabilitasnya. Core yang telah terjenuhi diletakkan pada membran
yang bersifat water wet, yaitu membran yang hanya dapat dilalui oleh
fluida yang sifatnya membasahi ( wetting ).
2. Kemudian fluida non wetting seperti udara, nitrogen, minyak dan
sebagainya dipompakan perlahan-lahan kedalam cell, tekanan
pemompaan ( Pc ) dipertahankan konstan sampai interval waktu tertentu.
3. Fluida non wetting (udara) ini akan masuk semua kepori-pori batuan
sehingga air akan keluar dari cell melalui membran. Tekanan dari udara
dan air yang keluar diukur dan dicatat sampai tidak ada pertambahan air
pada suatu tekanan yang diberikan.
4. Proses yang berikut serupa dilakukan untuk tekanan yang lebih besar,
sampai kenaikan tekanan tidak lagi memberikan penambahan volume air.
Saturasi air pada keadaan ini adalah saturasi air residual.

Gambar 4.11.
Skema Peralatan Restored State
(Dewan, J.T. : “Essential of Modern Open-Hole Log Interpretation”, 1983)
177

Gambar 4.12.
Kurva Tekanan Kapiler Versus Saturasi
(Gatlin, C. ;” Petroleum Engineering Drilling and Well Completion”, 1960)

4.2.2.5. Perhitungan Faktor Formasi


Faktor formasi adalah perbandingan antara harga tahanan formasi batuan
yang dijenuhi 100 % oleh air formasi dengan harga tahanan dari air formasi itu
sendiri, atau dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
Ro
F= ................................................................................................. (2-
Rw
dimana:
F : faktor formasi
Ro : tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 %, ohm-m
Rw : tahanan air formasi (air garam), ohm-m
Pada prisipnya faktor formasi ini berhubungan dengan porositas, yaitu dalam
bentuk :
a
F=
∅m
178

Φ = porositas, fraksi
a = konstanta yang tergantung pada lithologi (faktor turtuosity)
m = faktor semetasi

 Rumus saturasi air yang telah digabungkan dengan rumus diatas pula bisa
dituliskan dengan rumus
a Rw
Swn=
∅ m Rt
Nilai a dan m memiliki variasi nilai dimana nilai tersebut berdasarkan dari
variasi ukran butir, pemilihan butir, dan tekstur batuan. Nilai a untuk sandstone
adalah 0,62 sedangkan nilai a untuk limestone adalah 1.
Ketika Φ = 1 (all water no matrix), Ro sama dengan Rw. Dan ketika Φ = 0
(no pore water, solid matrix), Ro menjadi tidak terbatas.
Tahanan batuan formasi akan dipengaruhi oleh adanya jumlah fluida
dalam ruang pori-pori. Oleh karena itu porositas batuan formasi akan mengontrol
jumlah fluida didalamnya, sedangkan sementasi dan distribusi ukuran butir dapat
mengontrol pori-pori batuan yang berhubungan. Sehingga terdapat hubungan
antara tahanan formasi, porositas dan sementasi.
Dari persamaan Archie tersebut nampak bahwa batuan yang mempunyai
porositas besar akan menghasilkan harga faktor sementasi yang kecil, sebaliknya
bila porositas kecil harga faktor sementasinya besar.

4.2.2.6. Faktor Sementasi (m)


Butiran pada batuan sedimen diikat oleh semen yang membuat batuan
trsebut menjadi terkonsolidasi dan tidak mudah lepas, semakin besar faktor
sementasinya maka akan semakin kuat pula ikatan butiran sedimen tersebut dan
sebaliknya semakin kecil faktor sementasinya maka akan semakin lemah ikatan
antar butiran batuan sedimen tersebut. Harga faktor sementasi dapat diketahui
dari analisa sampel core yang ingin diketahui faktor sementasinya dan analisa
tersebut merupakan analisa core spesial. Dimana harga faktor sementasi yang
179

diperoleh dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya kemungkinan problem


kepasiran, semakin kecil faktor sementasi yang diperoleh maka semakin bbesar
problem kepasiran akan terbentuk. Selain itu faktor sementasi dibutuhkan dalam
rumus archie yang digunakan untuk interpretasi logging.
Dari beberapa studi, harga m bisa berubah antara 1 dan 3 tetapi biasanya
nilai m diasumsikan memiliki nilai 2. Harga m bergantung pada jenis sedimen,
bentuk pori, macam sambungan pori serta jenis porositas dan distribusinya, serta
pada kemampatan. Pada batuan karbonat dengan porositas rendah, rumus shell
digunakan yaitu :
1
F=
∅m
Dimana,
0,019
m = 1.87 +( )
∅❑
Harga Faktor sementasi untuk beberapa lithologi dapat dilihat pada tabel
Tabel II-9.
Faktor Sementasi (m) dan Litholog
(Pirson, S.J. : Hand Book of Well Log Analysis for Oil Gas Formation
Evaluation,1963)
Rock Description m Values
 Unconsolidated rocks (loose sands, 1.3
oolitic limestones)
 Very slightly cemented (Gulf Coast 1.4 – 1.5
type sands, except Wilcox)
 Slightly cemented (most sands with 1.6 – 1.7
20 percent porosity or more)
 Moderately cemented (highly 1.8 – 1.9
consolidated sands of 15 percent or
less) 2.0 – 2.2
 Highly cemented (low porosity sands,
quartzite, limestone, dolomite of
intergranular porosity, chalk)

4.2.2.7. Faktor Turtuosity (a)


Nilai faktor turtuosity didapatkan dari hasil analisis laboratorium pada
sampel core, nilai ini berhubungan dengan hubungan antar butir dari partikel
180

sedimen diantaranya ukuran butir, variasi kompaksi dan struktur pori. Faktor
turtuosity dibutuhkan dalam rumus archie yang digunakan untuk interpretasi
logging.
Nilai a dan m memiliki variasi nilai dimana nilai tersebut berdasarkan dari variasi
ukran butir, pemilihan butir, dan tekstur batuan. Nilai a untuk sandstone adalah
0,62 sedangkan nilai a untuk limestone adalah 1. Sehingga tahanan formasi dapat
dinyatakan sebagai berikut :

- Untuk limestone :

1
F=
φ2 ............................................................................(2-25)
- Untuk Unconsolidated Sandstone

0 , 62
F=
φ2 ,15 ..................................................................................(2-26)
- Untuk Consolidated Sandstone

0 , 81
F=
φ2
Hubungan antara Faktor Formasi, Faktor Sementasi dan Faktor Turtuosity untuk
beberapa Lithologi dapat dilihat pada tabel
Tabel II-9.
Hubungan Faktor Formasi, Faktor Sementasi dan Faktor Turtuosity untuk
beberapa Lithologi
(Auqsith and Gibson, 1982)
181

4.2.2.8. Eksponen Saturasi


Eksponen Saturasi adalah salah satu parameter yang dibutuhkan untuk
rumus archie yang digunakan untuk mencari nilai saturasi. Dimana rumus archie
aadalah sebagai berikut :
a . Rw
Sw =n
√ ∅m . Rt
Nilai eksponen saturasi dekat dengan m karena aliran arus tidak bisa di
cirikan antara perpindahan pori air oleh butir pasir atau globules karena tidak
keduannya konduktor. Percobaan laboratorium menunjukkan n = 2.0 pada kasus
rata – rata. Konsekuensinya, saturasi air ditunjukkan sebagai :

a . Rw
Sw =
√ ∅m . R t
Eksponen saturasi (n) adalah salah satu parameter yang memainkan peran
penting sekali dalam pengestimasian saturasi air dengan menggunakan data log
sumur. Dengan melakukan plot antara Sw (Saturasi air) vs F (Faktor Formasi)
182

pada skala log lalu membuat trendline dimana harus berpotongan di Sw bernilai 1
maka dapat ditentukan nilai eksponen saturasi dari nilai slopenya.

Gambar 6.5. Grafik Penentuan Nilai Eksponen Saturasi


(Auqsith and Gibson, 1982)

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB 6 Fix
    BAB 6 Fix
    Dokumen66 halaman
    BAB 6 Fix
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Dokumen52 halaman
    Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen112 halaman
    Bab 2
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Dokumen73 halaman
    Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Dokumen62 halaman
    Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Satria Mukti Wibowo
    100% (1)
  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen59 halaman
    Bab 6
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Dasar Teori SG
    Dasar Teori SG
    Dokumen9 halaman
    Dasar Teori SG
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Tafakur 2
    Tafakur 2
    Dokumen4 halaman
    Tafakur 2
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Artikel KKN Upn
    Artikel KKN Upn
    Dokumen16 halaman
    Artikel KKN Upn
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen55 halaman
    Bab 5
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Makna Al Jabbar
    Makna Al Jabbar
    Dokumen5 halaman
    Makna Al Jabbar
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Kuliah 4
    Kuliah 4
    Dokumen28 halaman
    Kuliah 4
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Ctu
    Ctu
    Dokumen6 halaman
    Ctu
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat