Anda di halaman 1dari 48

1

EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR


“DJN” LAPANGAN “KBN”

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:

DJOHAN PRANATA KABAN

113150105

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
Y O G YAKAR TA
2019
2
3

I. JUDUL
EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR
“DJN” LAPANGAN “KBN”

II. LATAR BELAKANG MASALAH


Sejalan dengan bertambahnya waktu produksi maka akan terjadi penurunan
produktivitas formasi yang tercermin melalui penurunan laju produksi minyak dari
sumur-sumur produksi. Penurunan laju produksi minyak tersebut disebabkan oleh
banyak hal seperti penurunan tekanan reservoir, berkurangnya jumlah cadangan
minyak dan dapat juga disebabkan oleh terjadinya kerusakan formasi, dimana
kerusakan formasi tersebut akan mengakibatkan terjadinya penurunan
permeabilitas batuan. Penurunan permeabilitas batuan ini disebabkan oleh adanya
penyumbatan pori-pori batuan akibat invasi padatan maupun filtrat lumpur bor,
penyemenan, fuida komplesi, operasi stimulasi sebelumnya, kompaksi mekanik
akibat perforasi dan proses interaksi antara fluida dengan batuan formasi produktif
selama proses produksi. Selain itu kecilnya laju produksi minyak dapat juga
disebabkan oleh rendahnya permeabilitas alami batuan.
Dengan adanya penurunan produktivitas formasi tersebut, maka perlu
dilakukan upaya untuk meningkatkan kembali produktivitas formasi tersebut,
dimana salah satunya adalah dengan metode stimulasi perekahan hidrolik.
Stimulasi perekahan hidrolik dilakukan sebagai perangsangan dengan
tujuan untuk meningkatkan laju produksi minyak dengan cara memperbaiki
permeabilitas batuan yang mengalami kerusakan akibat kegiatan-kegiatan tersebut
di atas, memperbesar jari-jari efektif sumur (rw’) dan dengan membuat saluran
konduktif sebagai jalan aliran fluida dari formasi produktif menuju lubang sumur.
Mengingat pentingnya stimulasi perekahan hidrolik terhadap perbaikan laju
produksi minyak, maka sebelum operasi perekahan tersebut dilakukan, harus
dilakukan studi untuk merencanakan proyek perekahan tersebut dan setelah proyek
perekahan tersebut selesai dikerjakan maka harus dilakukan evaluasi untuk
mengetahui keberhasilan operasi perekahan tersebut, dimana evaluasi tersebut
meliputi evaluasi pelaksanaan proyek perekahan di lapangan dan evaluasi
4

berdasarkan peningkatan produksi, seperti peningkatan laju produksi minyak harian


(Qo), dan peningkatan indeks produktivitas (PI) serta dengan melakukan analisa
terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan

III. RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah pada penelitian Tugas Akhir kali ini diantaranya:
1. Bagaimana peningkatan laju produksi (Q) setelah dilakukan stimulasi
multistage hydraulic fracturing pada Sumur “DJN” Lapangan “KBN”?
2. Bagaimana peningkatan Productivity Index (PI) setelah dilakukan stimulasi
multistage hydraulic fracturing pada Sumur “DJN” Lapangan “BKN”?

IV. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk dapat mengevaluasi
keberhasilan atau kegagalan suatu proyek operasi perekahan terhadap peningkatan
produktivitas formasi dalam usaha untuk meningkatkan kembali laju produksi
sumur.

V. TINJAUAN PUSTAKA
Hydraulic fracturing adalah suatu teknik stimulasi yang digunakan untuk
meningkatkan produktivitas sumur dimana metode ini dilakukan dengan
pembuatan rekahan dalam media berpori dengan membuka lebih banyak area target
formasi kedalam reservoir dengan menginjeksikan fluida perekah bertekanan lebih
besar daripada tekanan rekah formasi sehingga akan terbentuk rekahan.
5.1. KERUSAKAN FORMASI
Kerusakan formasi secara umum adalah pengecilan permeabilitas akibatnya
kemampuan formasi untuk mensuplay fluida ke dalam lubang sumur menjadi
berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur. Kerusakan
formasi dapat terjadi pada tahap pemboran, komplesi sumur meliputi penyemenan
dan perforasi serta pada tahap produksi.
Kerusakan formasi juga disebabkan adanya hubungan antara formasi
dengan fluida atau padatan asing seperti material dalam fluida reservoir, fluida
5

pemboran, fluida stimulasi, well treatment fluid (fluida tambahan guna perbaikan)
yang sifat-sifat asalnya telah berubah. Di lapangan, fluida-fluida yang terkandung
dalam reservoir terdiri dari tiga fasa yaitu padatan, cair dan gas. Fasa padatan
apabila melalui media berpori kemungkinan bisa menempel sehingga akan
menyumbat laju aliran fluida.
Sewaktu pemboran berlangsung, digunakan lumpur pemboran di mana
salah satu kegunaannya adalah untuk mengimbangi tekanan formasi. Umumnya
lumpur pemboran menggunakan air sebagai campuran dasarnya. Pada saat melalui
formasi permeabel dengan tekanan hidrostatik lumpur lebih tinggi dari tekanan
formasi maka akan mengakibatkan filtrat lumpur masuk ke dalam formasi, hal ini
akan merusak formasi di sekitar lubang sumur (skin effect). Selain itu partikel
padatan yang terdapat dalam lumpur seperti bahan pemberat lumpur (barite),
bentonite, lost circulation material (LCM), dan bahan pengatur viskositas lumpur
(CMC) dapat menyebabkan kerusakan formasi dengan mekanisme penyumbatan
pada permukaan formasi maupun masuk kedalam formasi.
Komplesi sumuran yang kurang terencana dapat menyebabkan skin effect,
aktivitas tersebut adalah penyemenan dan perforasi. Pada penyemenan dapat terjadi
invasi filtrat semen kedalam formasi produktif, sedangkan pada aktivitas perforasi
yang tidak baik dapat menyebabkan produktivitas rendah, karena ada sebagian atau
seluruh perforasi tersumbat. Kerusakan perforasi dapat juga disebabkan oleh proses
pembuatan, karena penghancuran casing, semen dan runtuhnya material formasi
pada waktu penembakan, yang mana material formasi tersebut tetap tinggal dalam
perforasi. Proses ini umumnya terjadi pada formasi yang tidak kompak yang
mempunyai masalah kepasiran, hal ini akan menyebabkan pengecilan permebilitas
formasi. Selain itu terjadinya kompaksi pada batuan akibat proses penembakan
pada proses perforasi dapat juga menyebabkan penurunan harga k batuan.
Pada dasarnya terjadinya kerusakan formasi disebabkan oleh filtrat maupun
padatan. Filtrat dapat menyebabkan : clay swelling, water block, emulsi, perubahan
wettabilitas batuan, scale parafin dan asphalthene, sedangkan padatan akan
mengakibatkan penyumbatan pori melalui fines migration, endapan dari hasil reaksi
kimia dan endapan oleh garam serta penyumbatan oleh bakteri.
6

5.1.1. Diagnosa kerusakan formasi.


Terjadi kerusakan formasi dapat diketahui dari analisa transient tekanan /
uji sumur, yaitu melalui pressure build up (PBU) test. Pressure Build-Up Testing
(PBU) adalah suatu teknik pengujian transien tekanan yang paling dikenal dan
banyak dilakukan orang. Pada dasarnya, pengujian ini dilakukan pertama-tama
dengan memproduksikan sumur selama suatu selang, waktu tertentu dengan laju
aliran yang tetap, kemudian menutup sumur tersebut (biasanya dengan menutup
kepala sumur di permukaan). Penutupan sumur ini menyebabkan naiknya tekanan
yang dicatat sebagai fungsi waktu (tekanan yang dicatat adalah tekanan dasar
sumur). Skema pengujian PBU dapat dilihat pada gambar 5.1 yang
menggambarkan tekanan di lubang sumur terhadap lama waktu pengujian.
Dasar analisa Pressure Build-Up test ini dilakukan oleh Horner, yang pada
prinsipnya adalah memplot tekanan terhadap suatu fungsi waktu berdasarkan suatu
prinsip yang dikenal dengan superposisi (superposition principle).
Berdasarkan prinsip superposisi tersebut, maka sumur-sumur diproduksi
dengan laju alir tetap selama waktu "tp", kemudian sumur ditutup selama waktu
"Δt", sehingga didapat bentuk umum persamaannya adalah :
qµB  tp + Δt 
Pws = Pi – 162,6 . log   .......................................................(5-1)
kh  Δt 
Dimana :
Pws = tekanan dasar sumur, psi
Pi = tekanan mula-mula reservoir, psi
q = laju (produksi) sebelum sumur ditutup, bbl/d
μ = viskositas minvak. cp
B = faktor volume formasi, bbl/stb
k = permeabilitas, mD
h = ketebalan formasi, ft
tp = waktu produksi sebelum sumur ditutup, jam
= (Np/q) x 24.
Δt = waktu penutupan sumur, jam
7

Original reservoir pressure (pi)

Wellbore pressure

Shut-in

Production rate
q(t)
tp
∆t q(t)=0
p
0 Time

Gambar 5.1. Skema Pressure Build Up Test


Dari persamaan (5.1), terlihat bahwa apabila Pws diplot terhadap log
(tp+Δt/Δt) akan merupakan garis lurus dengan kemiringan (slope, m) :
qµB
m = 162,6 ........................................................................................ (5-2)
kh
Berdasarkan konsep tersebut, maka harga permeabilitas dapat ditentukan dari
slope "m", sedangkan apabila garis tersebut diekstrapolasi ke harga Horner Time
(tp+Δt/Δt) sama dengan 1, maka secara teoritis harga Pws sama dengan tekanan awal
reservoir. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 5.2.

Possible P*
extrapolation

PR
Wellbore pressure

Test data

m = slope Actual data II


well is shut in for
a long period of
time

10000 1000 100 10 1


 tp + Δt 
 Δt 
 

Gambar 5.2. Skema Grafis Horner Plot


8

Sedangkan untuk menentukan apakah terjadi kerusakan atau perbaikan formasi


yang ditandai oleh harga skin factor (S), maka digunakan persamaan :
P −P k 
S =  1 jam − log + 3,23 ............................................... (5-3)
wf

C t rw
2
 m 

Selanjutnya apabila "S" ini :


• Berharga positif berarti ada kerusakan (damaged) yang pada umumnya
dikarenakan adanya filtrat lumpur pemboran yang meresap kedalam formasi
atau endapan lumpur (mud cake) di sekeliling lubang bor pada formasi
produktif yang kita amati.
• Berharga negatif berarti menunjukkan adanya perbaikan (stimulated), yang
biasanya teijadi setelah dilakukan pengasaman (acidizing) atau suatu
perekahan hidraulik (hydraulic fracturing).
Selain dari test sumur, kerusakan formasi dapat diperkirakan dengan
melihat kelakuan produksi (decline curve) dimana jika terjadi penurunan produksi
secara drastis maka kemungkinan terjadi kerusakan pada formasi.

5.2. ALIRAN FLUIDA DALAM MEDIA BERPORI DENGAN PENGARUH


SKIN
Aliran fluida dalam media berpori dipelajari dalam kaitannya dengan
kemampuan formasi produktif untuk dapat mensuplay fluida dari formasi ke dalam
lubang sumur. Kemampuan formasi produktif untuk dapat mensuplay fluida
dinyatakan dalam productivity index (PI) dan inflow performance relationship
(IPR).
a. Productivity index (PI)
Indeks Produkrivitas (PI) merupakan indeks yang digunakan untuk
menyatakan kemampuan suatu sumur pada kondisi tertentu untuk berproduksi atau
merupakan perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur
pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar
sumur dalam kondisi statis (Ps) dan tekanan dasar sumur pada saat terjadi aliran
(Pwf). Secara matematis dapat ditulis dalam bentuk persamaan :
9

qo
PI = ....................................................................... (5-4)
( Ps − Pwf )

keterangan :
PI = Indeks Produktivitas, bbl/hari/psi
qo = laju produksi minyak, bbl/hari
Ps -Pwf = perbedaan tekanan atau "draw down", psi
Secara teoritis harga PI dapat pula diperkirakan dari persamaan Darcy yang
di subsitusikan dengan persamaan diatas menjadi :
0,00708.k o .h
PI = ............................................................. (5-5)
 o .Bo ln( re / rw)
keterangan :
h = ketebalan lapisan reservoir, ft
ko = permeabilitas batuan terhadap minyak, mD
o = viskositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Apabila terdapat kerusakan formasi yaitu harga faktor skin (S) positif, maka
akan terjadi perubahan produktivitas formasi sehingga persamaan PI menjadi :
q
PI = ................................................................ (5-6)
Ps − Pwf − Ps

atau
0,00708.K h
PI = ....................................................... (5-7)
 o .Bo ln( re / rw) + S
Dari persamaan diatas terlihat bahwa semakin besar harga faktor skin (S)
maka akan menurunkan harga indeks produktivity.

b. Inflow Performance Relationship (IPR)


Inflow Performance Relationship (IPR) pada suatu sumur minyak adalah
kemampuan sumur mengalirkan fluida dari reservoir atau juga dapat didefinisikan
sebagai hubungan antara laju alir dengan tekanan alir dasar sumur. Besarnya
10

kemampuan sumur mengalirkan fluida tersebut dipengaruhi beberapa hal antara


lain adalah Reservoir Pressure (Ps), Pressure Bubble (Pb), Pressure Well Flowing
(Pwf), Jari-jari Pengurasan (Re), Permeabilitas Rata Rata (K), Viscositas Minyak
(μ), Factor Volume Formasi (Bo). IPR merupakan salah satu cara yang digunakan
untuk mengevaluasi performa reservoir dalam teknik produksi. IPR dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu single phase , two phase, three-phase.
1. IPR Single-Phase Reservoir
IPR single-phase adalah IPR yang dipergunakan untuk undersaturated oil
reservoir, yakni ketika pwf berada diatas bubble-point pressure (Pb). Pada kondisi
tersebut gas masih terlarut didalam minyak maka belum ada free gas yang terbentuk
pada laju alir reservoir. Hal ini menyebabkan pada lajur alir fluida hanya terdiri dari
satu fasa, yaitu minyak.

Gambar 5.3.
Kurva IPR single-phase

Contoh kurva IPR untuk single-phase dapat dilihat pada Gambar 5.3. Dengan
kondisi diatas didapat persamaan productivity index sebagai berikut:
𝑞
J= ........................................................................................................(5-8)
𝑝𝑠 −𝑝𝑤𝑓

2. IPR Two-Phase Reservoir


Tekanan reservoir berada dibawah bubble point pressure (Pb), gas terlarut
akan keluar dari minyak dan menjadi free gas. Free gas menempati sebagian ruang
dari pori sehingga mengurangi aliran dari minyak dan efek ini dapat dikuantifikasi
dengan berkurangnya permeabilitas relatif. Hal ini mengakibatkan deviasi kurva
IPR ketika berada di bawah bubble-point pressure. Semakin rendah tekanan
11

tersebut maka semakin besar deviasinya. Contoh kurva IPR untuk Two-phase dapat
dilihat pada Gambar 5.4.

2000

Tekanan Alir (P wf), psi


1500

1000

500

0
0 50 100 150

Laju Produksi (q), bbl/hari

Gambar 5.4.
Kurva IPR two-phase

Metoda IPR two-phase yang banyak dipergunakan secara luas di industri salah
satunya adalah metoda Vogel. Metode Vogel merupakan suatu korelasi yang dapat
dituliskan melalui persamaan berikut :
𝑝 𝑝 2
𝑤𝑓 𝑤𝑓
𝑞𝑜 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,2 ( 𝑃𝑠 ) − 0,8 ( 𝑃𝑠 ) ] ......................................................... (5-9)

Dimana qmax disebut juga sebagai AOF yaitu debit maksimum yang dapat
dihasilkan oleh reservoir. Secara teoritis, qmax dapat didekati berdasarkan tekanan
reservoir (Ps) diatas bubble-point pressure(𝑝𝑏 ) dengan persamaan pseudo-steady-
state yang biasa dipergunakan
𝑗 𝑝𝑏
𝑞𝑚𝑎𝑥 = 𝑞𝑏 + ........................................................................................ (5-10)
1,8

Untuk partial two-phase reservoir, konstanta J pada metoda Vogel harus ditentukan
berdasarkan tested flowing bottom-hole pressure. Jika tested flowing bottom-hole
pressure (pwf) berada diatas bubble-point pressure(𝑝𝑏 ) makan model konstanta J
dapat ditentukan dengan
𝑞
J = (𝑃𝑠−𝑝𝑜 ....................................................................................................(5-11)
𝑤𝑓 )

Jika tested flowing bottom-hole pressure (pwf) berada dibawah bubble-point


pressure maka konstanta J ditentukan dengan :
12

qo
J= ....................................................................................(5-12)
Ps - Pb + (Pb/1,8)A

Dimana : A = 1 - 0,2 (Pwf/Pb) - 0,8 (Pwf/Pb) 2


3. IPR Three-Phase Reservoir
IPR three-phase reservoir adalah model IPR yang dipergunakan untuk
reservoir tiga fasa dimana fluida yang mengalir adalah minyak, air, dan gas. Salah
satu metoda IPR ini adalah metoda Wiggins yang dikembangkan dari metoda
Vogel. Metoda ini lebih sederhana daripada metoda three-phase reservoir lainya.
Pada metoda Wiggins, diasumsikan bahwa setiap fasa dapat diperlakukan secara
terpisah sehingga debit minyak (qo) dan debit air (qw) dapat dihitung masing-
masing. Persamaan IPR three-phase reservoir Wiggins untuk debit minyak adalah

𝑝 𝑝 2
𝑤𝑓 𝑤𝑓
𝑞𝑜 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,519167 ( 𝑃𝑠 ) − 0,481092 ( 𝑃𝑠 ) ] .................................(5-13)

Sedangkan untuk debit air adalah


𝑝 𝑝 2
𝑤𝑓 𝑤𝑓
𝑞𝑤 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,722235 ( 𝑃𝑠 ) − 0,284777 ( 𝑃𝑠 ) ] .................................(5-14)

Metoda IPR Wiggins dipergunakan untuk reservoir yang memiliki water cut. IPR
Wiggins dapat dilihat pada gambar 5.5.

Gambar 5.5.
Kurva IPR three-phase
13

5.3. MEKANIKA BATUAN.


Mekanika batuan dipelajari dalam kaitannya dengan operasi perekahan
batuan, dimana dipelajari sifat-sifat mekanik batuan terutama dalam kaitannya
dengan tekanan.
Batuan dalam bumi akan mengalami tegangan-tegangan yang diakibatkan
oleh gaya-gaya yang bekerja atau dikenakan kepadanya. Sifat batuan yang cukup
penting adalah hubungan kerapuhan relatif batuan terhadap tegangan (tension).
Dalam kenyataannya, kuat tekan (compressive strength) batuan dapat menjadi dua
kali lipat dari kuat tarik (tensile strength) batuan tersebut. Sifat batuan seperti ini
akan sangat berguna untuk pelaksanaan Hydraulic Fracturing. Pada dasarnya
Hydraulic Fracturing meliputi kekuatan penghancuran dinding lubang bor yakni
kemampuan menghancurkan dinding batuan reservoir. Dalam mekanika batuan,
suatu batuan dapat diasumsikan sebagai suatu material yang bersifat elastis,
seragam (homogen), dan isotropis.
Setiap material apabila dikenai beban maka akan mengalami perubahan
bentuk (deformasi). Gaya atau tekanan per satuan luas disebut stress, (). Selain
stress, perubahan bentuk dalam hal ini perubahan dalam panjang, () dibanding
dengan panjang semula, (l) disebut strain, ().
1. Stress
Stress didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya yang bekerja dengan
bidang kontak gaya tersebut (gaya persatuan luas).
F
 = ........................................................................................... .(5-15)
A
keterangan :
 = Stress, Psi.
A = Luas bidang kontak, inch2.
F = Gaya yang bekerja, lb.
Stress memiliki satuan yang sama dengan tekanan dan memiliki hubungan
dalam perekahan. Ilustrasi dari persamaan di atas dapat dilihat pada gambar 5.6.
14

2. Strain.
Strain adalah besarnya deformasi suatu material ketika sebuah stress
diterapkan pada material tersebut. Gambar 5.6. di bawah ini memperlihatkan
bagaimana sebuah material terkompresi dan mengalami deformasi akibat gaya F.

Gambar 5.6.
Stress dan Strain yang bekerja pada suatu bidang

Pada gambar di atas terlihat bahwa seiring dengan gaya F diterapkan pada
material tersebut, tinggi dari material tersebut berubah dari x1 menjadi x2. Secara
kualitatif, strain dapat didefinisikan :
x1 − x2
= .................................................................................... (5-16)
x1
Keterangan :
ε = Strain
Strain merupakan parameter yang tidak berdimensi dan memiliki arah vektor
yang sama dengan gaya F dan tegak lurus dengan bidang yang mengalami stress.
3. Modulus young.
Modulus young merupakan modulus elastisitas, yang didefinisikan sebagai
ukuran seberapa besar suatu material akan mengalami deformasi elastik ketika
suatu gaya diterapkan padanya, hal ini merupakan kata lain dari kekerasan.
Modulus young (E) merupakan perbandingan antara stress dan strain :

E= ............................................................................................. (5-17)

15

Strain merupakan parameter yang tak berdimensi, maka modulus young


memiliki satuan yang sama dengan stress. Gambar 5.7. memperlihatkan pengaruh
stress terhadap stress.

Gambar 5.7.
Stress vs Strain
4. Poisson ratio.
Poisson ratio didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah material akan
mengalami deformasi dengan arah tegak lurus dari gaya yang diberikan dan paralel
dengan bidang dimana stress menyebabkan strain.
Pada gambar 5.8, strain yang terjadi pada arah x, dan strain ke arah y
didefinisikan oleh persamaan di bawah ini :
x1 − x2
x = .................................................................................... (5-18)
x1

y1 − y2
y = .................................................................................... (5-19)
y1

Sehingga Poisson ratio didefinisikan :


y
V =− ........................................................................................ (5-20)
x
Keterangan :
εy = Axial Strain
εx = Lateral Strain
16

Gambar 5.8.
Poisson Ratio
5. Modulus Shear
Tegangan geser (shear stress) pada permukaan suatu bidang material akan
mengakibatkan bidang permukaan tersebut berpindah atau bergeser membentuk
suatu bidang baru yang letaknya paralel dengan bidang semula. Perbandingan
antara besar harga shear stress yang diberikan terhadap sudut yang dibentuk akibat
deformasi yang terjadi (kekakuan suatu material) dikenal sebagai Modulus Shear
(G). Pada gambar 5.9. modulus shear yang terjadi dapat dituliskan secara
matematis:

F/A Shear Stress  lb / in 2 


G= = =   ....................... (5-21)
 Besar Sudut Deformasi  radian 
Untuk fluida, besar harga G sama dengan nol sedangkan untuk padatan, G
merupakan suatu bilangan terbatas.

Gambar 5.9.
Modulus shear
17

6. Modulus Bulk
Beban compressive yang diberikan terhadap semua bagian suatu balok material
pada kondisi hidrostatis, akan mengakibatkan pengurangan volume bulk total.
Perbandingan antara tegangan yang diberikan (gaya per unit luas permukaan suatu
bidang) terhadap perubahan volume untuk setiap satu unit volume awal suatu
material dinamakan Modulus Bulk (K). Pada gambar 5.10. modulus bulk yang
terjadi dapat dituliskan secara matematis::

F Gaya / Luas Permukaan  lb / in 2 


K= A = =   ..... (5-22)
v Perubahan Volume / Volume Awal  3 3

v0  in / in

Gambar 5.10.
Modulus Bulk

7. Overburden stress
Overburden stress tidak tergantung pada tektonik, dan harganya sama
dengan berat batuan formasi di atasnya. Dengan integrasi pada density log, bisa
diperkirakan harganya :
H
 v = g  (z) dz ................................................................................. (5-23)
0

Dimana rata-rata gradient akan disekitar 0,95 – 1,1 psi/ft. Harga 1,1 psi/ft didapat
kalau semua formasi rata memiliki densitas sekitar 165 lb/ft3 maka gradien stress
= 165/144 = 1,1 psi/ft. Karena formasi ada yang tidak rapat atau berpori, maka
harganya bisa saja sampai 0,95. Kalau overburden adalah harga absolut, yang
18

dialami oleh batuan dan fluida di pori-pori adalah effective stress (  v' ), yang

didefinisikan sebagai :

 'v =  v − p .................................................................................... (5-24)

dimana  adalah Konstanta Poroclastic Biot (1956), yang kebanyakan reservoir


bernilai 0,7.
Stress vertikal efektif akan diterjemahkan ke arah horizontal dengan
perbandingan poisson , dimana :
v
 'H =  v ................................................................................... (5-25)
1− v
keterangan  H' adalah stress horizontal efektif dan v = poisson ratio. Variabel ini
adalah sifat batuan. Untuk sandstone sekitar 0,25, yang mana menunjukkan bahwa
stress horizontal efektif adalah sekitar 1/3 dari vertikal stress efektifnya. Absolute
horizontal stress  H akan sama dengan efektif stress plus p
Harga stress minimum efektif adalah :

 H min ' =  'H ................................................................................... (5-26)

Dan harga stress minimum absolut adalah :

 H min =  'H min + p ..................................................................... (5-27)

Stress horizontal absolut berkurang dengan produksi fluida sumurnya. Harga stress
tidak akan sama keseluruh arah horizontal. Stress tersebut adalah harga stress
horizontal minimum absolut, karena harga stress horizontal maksimum absolut
adalah :
 H max =  H min +  tect .................................................................... (5-28)

Dimana  tect adalah suatu kontribusi dari gaya tektonik bumi.

Dari persamaan-persamaan diatas, maka ketiga stress utama adalah :


 v ,  H min , dan  H max . Arah rekahan akan tegak lurus dengan harga stress terkecil

dari ketiganya.
Apabila suatu permukaan mengalami erosi, sehingga kedalamannya hilang,
maka tekanan overburden akan mengecil, tetapi stress horizontal minimum absolut
19

dan maksimum absolut akan tetap, sehingga mungkin saja dapat mengakibatkan
rekahan yang seharusnya vertikal menjadi horizontal.
Pada kedalaman yang dangkal, sering terjadi perekahan horizontal. Untuk
itu Craft, Holden, dan Graves menunjukkan bahwa stress tangensial
(circumferencial) sepanjang tepian sumur adalah dua kali stress horizontal
compressive didekatnya. Untuk membuat rekahan, stress ini dan tensile stress
batuan harus dilawan, sehingga tekanan perekahan adalah :
p bf = 2 h + To = 2v /(1 − v) v + To .............................................. (5-29)

Rekahan horizontal terjadi bila pbf   v , atau bilamana 2v /(1 − v) v + To   v .

Dengan anggapan gradien 1 psi/ft, v = 0,25, dan To = 1000 psi, maka kedalaman
maksimum akan 3000 ft.
2𝑣
Perhitungan : × 𝜎𝑣 + 𝑇0 > 𝜎𝑣
1−𝑣
2 ×0,25
➢ × 𝜎𝑣 + 1000 > 𝜎𝑣
1−0,25
0,5
➢ × 𝜎𝑣 + 1000 > 𝜎𝑣
0,75
1
➢ 1000 > 𝜎𝑣 - 𝜎𝑣
3
1
➢ 𝐺. 𝐷 < 1000
3

➢ 𝐷 < 3000 ft

5.4. FLUIDA PEREKAH DAN ADDITIF.


Fluida yang dipakai dalam operasi Hydraulic Fracturing dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu :
1. Water base fluid (Fluida Perekah dengan bahan dasar air)
2. Oil base fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar minyak)
3. Emulsion base Fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar asam)
Adapun sifat-sifat yang harus dimiliki oleh setiap fluida perekah adalah :
1. Stabil
2. Tidak menyebabkan kerusakan formasi
3. Mempunyai friction loss pemompaan yang rendah
4. Mampu membawa bahan pengganjal kedalam rekahan yang dibuat
20

Dalam operasi Hydraulic Fracturing suatu fluida perekah harus


menghasilkan friction yang kecil tetapi mempunyai viskositas yang tinggi untuk
dapat menahan proppant, dan dapat diturunkan kembali setelah operasi dengan
mudah. Dalam hal ini additive atau zat tambahan diperlukan untuk mengkondisikan
fluida perekah sesuai dengan kebutuhan. Adapun additive yang perlu ditambahkan
dalam fluida dasar adalah sebagai berikut :
1. Thickener, berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar.
Contohnya adalah guar, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG
(Carboxymethyl Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose) dan
Xantan gum.
2. Crosslinker, (pengikat molekul agar rantai menjadi panjang) diperlukan untuk
meningkatkan viskositas dengan jalan mengikat satu molekul atau lebih
sehingga proppant yang dibawa tidak mengalami settling (pengendapan) serta
memperkecil leak-off fluida ke formasi. Biasanya organometalic atau transition
metal compounds yang biasanya borate, titan dan zircon.
3. Buffer, (pengontrol pH) dimana pada pencampuran setempat, polimer dalam
bentuk powder ditambahkan dalam fluida dasar. Untuk dapat terpisah dengan
baik, pH harus berkisar 9, yang didapat dari pencampuran dengan basa seperti
NaOH, NH4OH, asam asetat dan asam sulfamic (HSO3NH3).
4. Bactericides/biocides, (anti bakteri) dimana bakteri penyerang polimer merusak
ikatan polimer dan mengurangi viskositasnya, sehingga perlu ditambahkan anti
bakteri seperti glutaraldehyde, chlorophenate squaternaryamines dan
isothiazoline. Zat ini perlu ditambah ditanki sebelum air ditambahkan, karena
enzim yang terlanjur dihasilkan bisa memecah polimer. Bactericides tidak
dipergunakan apabila fluida dasarnya minyak.
5. Gelling agent, (pencampur gel) untuk menghindari mengumpulnya gel,
seringkali gel dicampur terlebih dahulu dengan 5% methanol atau isopropanol.
Penggunaan zat ini bisa diperbesar kadarnya untuk formasi yang sensitive.
6. Fluid Loss additive, fluid loss harus diperkecil. Untuk formasi homogen,
biasanya sudah cukup dengan filter cake yang terbentuk di dinding
formasi.Material yang umum dipakai antara lain : pasir 100-mesh, silica fluor
21

(325-mesh), baik untuk rekahan kecil alamiah (silica flour 200 mesh untuk
rekahan kecil < 50 micron dan 100 mesh untuk yang lebih besar >50 micron),
Oil Soluble Resins, Adomite Regain (Con Starch), Diesel 2-5 % (diemulsikan),
Unrefined Guar dan Karaya gums.
7. Breakers, untuk memecahkan rantai polimer sehingga menjadi encer
(viskositasnya kecil) setelah penempatan proppant agar produksi aliran minyak
kembali mudah dilakukan. Breakers harus bekerja cepat, konsentrasinya harus
cukup untuk mengencerkan polimer yang ada.
Untuk pemilihan fluida perekah yang sesuai, harus dipenuhi kriteria sebagai berikut
1. Memiliki harga viskositas cukup besar, yaitu 100 – 1000 cp pada temperatur
normal.
2. Filtrasi yang terjadi jangan sampai menutup pori-pori batuan.
3. Stabil pada tekanan tinggi.
4. Tidak bereaksi dengan fluida reservoir, karena dapat menimbulkan endapan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi.
5. Tidak membentuk emulsi di dalam lapisan reservoir.
6. Viskositas cairan dapat berubah menjadi kecil setelah terjadinya perekahan,
sehingga mudah disirkulasikan keluar dari sumur.
7. Dari segi ekonomi harus memiliki harga yang relative murah.
Pada operasi Hydraulic Fracturing proses pemompaan fluida adalah sebagai
berikut
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya
minyak, air, dan atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer
agent, fluid loss additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah damage, dan
ini dipompakan didepan untuk membantu memulai membuat rekahan.
Viscositas yang rendah dapat masuk ke matrix lebih mudah dan mendinginkan
formasi untuk mencegah degradasi gel.
2. Pad, yaitu fluida dengan viskositas lebih tinggi, juga tanpa proppant
dipompakan untuk membuka rekahan dan membuat persiapan agar lubang
dapat dimasuki slurry dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi
mengurangi leak-off (kebocoran fluida meresap masuk ke formasi). Pad
22

diperlukan dalam jumlah cukup agar tidak terjadi terjadi 100 % leak-off
sebelum rekahan terjadi dan proppant ditempatkan.
3. Slurry dengan proppant, yaitu proppant dicampur dengan fluida kental,
proppant ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan
penambahan proppant ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya
(tergantung pada karakteristik formasi, sistem fluida, dan gelling agent).
4. Flushing, yaitu fluida untuk mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,
viskositasnya tidak terlalu tinggi dengan friksi yang rendah.

Mekanika Fluida Hydraulic Fracturing


Fluida perekah digunakan untuk membuat rekahan yang cukup besar,
sehingga proppant dapat masuk ke dalam rekahan tanpa mengalami bridging
(mampat) atau settling (pengendapan). Oleh karena itu, fluida perekah harus
mempunyai viskositas yang tinggi dan faktor kehilangan fluida harus diperkecil
dengan sifat wall building dengan penggunaan polimer.
1. Rheology.
Sifat dari fluida perekah bergantung dari flow regime. Pada perekahan,
fluida mengalir pada beberapa bentuk geometri dengan kondisi shear dan
temperatur yang bermacam-macam, misalnya kalau di frac tank, statik dengan
temperatur sekeliling. Kalau dipompa shearnya tinggi, waktunya singkat saja.
Kalau di tubing, biasanya turbulent dan sering berhenti dari waktu ke waktu sekitar
1 – 10 menit dengan terkena panas dari sekelilingnya, shear rate-nya berkisar 500
– 3000 sec-1. Bila di perforasi, shear akan tinggi dan waktu pemompaan pendek. Di
rekahannya, aliran akan laminer yang terjadi dalam waktu cukup lama yakni sampai
3 – 4 jam lebih.
Sifat rheologi digunakan untuk mendapatkan harga viskositas yang cukup
berdasarkan besarnya harga shear rate dan shear stressnya. Di dalam rheologi
dikenal jenis fluida sebagai berikut : Newtonian, Bingham Plastic dan Power Law.
Untuk fluida Newtonian berlaku hubungan berikut :
τ = μ(du/dy) = μ γ ........................................................................... (5-30)
keterangan : τ = shear stress
23

γ = shear rate
μ = viskositas (air = 1), cp
Sedangkan untuk fluida Bingham Plastic berlaku :
τ = μ γ + τy .................................................................................... (5-31)
keterangan :
τy = yield point (fluida Newtonian = 1)
Dan untuk kebanyakan fluida perekah yang berlaku adalah Power Law untuk itu :
τ = K γn ........................................................................................... (5-32)
keterangan : K = consistency index, lbf-secn /ft2
n = power law index

Gambar 5.11.
Harga Shear Rate vs. Shear stress pada Fluida Newtonian
dan Non-Newtonian
Untuk fluida non-Newtonian, viskositasnya bergantung pada laju aliran.
Gambar 5.11. memperlihatkan plot  vs.  untuk tiga macam fluida.
Power law merupakan fluida non-newtonian yaitu fluida yang mempunyai
viskositas yang tidak konstan, tergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang
terjadi. Fluida perekah yang bersifat power law sangat sensitif terhadap temperatur
tinggi, sehingga dapat mengalami degradasi yang cepat dan viscositas turun karena
temperatur. Apabila dinjeksikan kebawah permukaan maka viskositasnya akan
24

berubah menjadi lebih besar daripada saat dipermukaan yang disebabkan karena
adanya perubahan temperatur.
2. Leak-off Fluid (kebocoran fluida).
Kehilangan fluida (leak-off) adalah terjadinya aliran fluida perekah masuk
ke dalam formasi. Hal ini disebabkan karena tingginya tekanan fluida yang
dipompakan ke formasi, sehingga menyebabkan volume rekahan yang terjadi
berkurang serta proppant akan mengalami pemampatan dan mengendap. Leak-off
merupakan faktor penting dalam penentuan geometri rekahan.
Cooper et al. mendiskripsikan harga koefisien leak-off total (Ctot) yang
terdiri dari tiga mekanisme yang terpisah sebagai berikut :
1. Viscosity controlled (Ct), adalah suatu kehilangan fluida yang dipengaruhi oleh
viskositas. Penentuan besarnya harga Ct (ft/menit1/2) didapat dengan persamaan
:
k φ ΔP
Ct = 0,0469 ................................................................. (5-33)
μ1

keterangan :
k = permeabilitas relatif formasi terhadap material yang leak off, md
φ = porositas batuan, fraksi
μ1 = viskositas filtrat fluida perekah pada kondisi formasi, cp
ΔP = beda tekanan antara fluida didepan dinding dengan tekanan di pori-
pori batuan, psia
2. Compressibility controlled (CH), adalah suatu kehilangan fluida yang
dipengaruhi oleh kompresibilitas. Penentuan besarnya harga CH (ft/menit1/2)
dapat dilakukan dengan persamaan :
k  Ct
CH = 0,0374 ΔP ............................................................ (5-34)

keterangan :
Ct = kompresibilitas total formasi, psi-1
μ = viskositas fluida formasi yang bisa bergerak pada kondisi reservoir,
cp
25

3. Wall building mechanism (CHt), yang terbentuk dari residu polimer di dinding
formasi yang menghalangi aliran ke formasi. Hal ini penting untuk membatasi
fluida yang hilang ke formasi. Harga CHt dihitung berdasarkan percobaan di
laboratorium, dimana harga CHt merupakan kemiringan pada daerah linier.
Dari ketiga mekanisme diatas, maka besarnya koefisien leak-off total adalah
sebagai berikut :
2 C t C H C Ht
 ( )
Ctot = 1/2
.......................... (5-35)
C t C Ht + C Ht 2 C t + 4C H C t + C Ht
2 2 2 2

Pemilihan Fluida Perekah


Pemilihan jenis fluida perekah terutama dipilih karena sifat formasi,
kandungan clay, jenis reservoir (minyak atau gas), ada parafin (asphaltene), tekanan
dan temperatur reservoir, dan pengalaman masa lalu sukses atau tidak, serta
harganya.
a. Sifat formasi
Hal pertama yang perlu dipertimbangkan adalah sifat kimia dan sifat fisik
dari batuan sebelum dilakukan perekahan dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi pemilihan fluida perekah. Pada batuan limestone, dolomite atau
jenis yang lain dengan sifat kelarutan yang tinggi, acid base fluids menjadi pilihan
yang efektif. Pada batupasir water atau oil base fluids lebih umum digunakan. Jika
permeabilitas formasi tinggi dan tidak rusak, maka hanya perlu sedikit treatment
perekahan namun bagaimanna juga komplesi sumur sedikitnya akan menyebabkan
kerusakan formasi, jadi fluida perekah haruslah diseleksi agar treatment yang
dilakukan tidak menurunkan permeabilitas dari matrik batuan. Dalam beberapa
kasus, tujuan awal dari perekahan adalah untuk menanggulangi kerusakan yang
disebabkan pada proses pemboran, proses penyemenan dan lain sebagainya.
Faktor penting lainnya adalah kandungan clay pada batuan. Oil base fluid
direkomendasikan untuk menanggulangi penurunan permeabilitas dari pengaruh
clay yang sifatnya sensitif terhadap air. Jika formasi yang akan direkahkan adalah
formasi karbonat, sebaiknya digunakan acid base fluid.
b. Bottom Hole Temperatur dan Tekanan
26

Bottom Hole Temperatur harus dipertimbangkan dalam pemilihan fluida


perekah yang akan digunakan dan pada seleksi jenis dan konsentrasi aditif. Dengan
semakin meningkatnya temperatur pada umumnya akan meningkatkan jumlah dari
cairan maka friction loss control aditif ditambahkan pada bahan dasar minyak, dan
dengan menurunnya temperatur akan menurunkan viskositas.
Bottom hole pressure adalah hal lain yang perlu dipertimbangkan, jika
bottom hole pressure akan berpengaruh pada viskositas dan densitas fluida perekah
hal tersebut dipertimbangkan untuk membantu tekanan pompa pada proses
perekahan. Pada sumur dengan tekanan formasi rendah, yang perlu diperhatikan
adalah fluida perekah yang mudah dikeluarkan kembali setelah operasi perekahan
selesai.
c. Fluida Formasi
Jika formasi mengandung minyak berat dan asphalt atau parafinic, maka
jangan digunakan cairan perekah dengan bahan dasar minyak yang mempunyai API
Gravity tinggi, karena dapat menyebabkan pengendapan asphalt dan paraffin.
Dalam hal ini akan lebih aman jika menggunakan fluida peretak bahan dasar air.
Selain hal diatas pemilihan fluida perekah perlu dipertimbangkan untuk jenis
reservoinya, reservoir gas atau reservoir minyak.

5.5. MATERIAL PENGGANJAL (PROPPANT).


Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang
terbentuk tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan
dihentikan dan diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik
bagi fluida yang diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir yang
bersangkutan.
Jenis Proppant
Beberapa jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah pasir
alami, pasir berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik (Ceramic
Proppant).
1. Pasir Alami
27

Berdasarkan sifat-sifat fisik yang terukur, pasir dapat dibagi ke dalam


kondisi baik sekali, baik, dan dibawah standart. Golongan yang paling baik
menurut standart API adalah premium sands yang berasal dari Illinois,
Minnesota, dan Wisconsin. Biasanya disebut ‘Northern Sand”, “White Sand”,
“Ottawa Sand”, atau jenis lainnya misalnya “Jordan Sand”.Golongan yang baik
berasal dari Hickory Sandstone di daerah Brady, Texas, yang memiliki warna
lebih gelap dari pada pasir Ottawa. Umumnya disebut “Brown Sand”, “Braddy
Sand”, atau “Hickory Sand”. Berat jenisnya mendekati 2,65. Salah satu
kelebihan pasir golongan ini dibanding pasir Ottawa adalah harganya yang lebih
murah.
2. Pasir Berlapis Resin (Resin Coated Sand)
Lapisan resin akan membuat pasir memiliki permukaan yang lebih rata
(tidak tajam), sehingga beban yang diterima akan terdistribusi lebih merata di
setiap bagiannya. Ketika butiran proppant ini hancur karena tidak mampu
menahan beban yang diterimanya, maka butiran yang hancur tersebut akan tetap
melekat dan tidak tersapu oleh aliran fluida karena adanya lapisan resin. Hal ini
tentu saja merupakan kondisi yang diharapkan, dimana migrasi pecahan butiran
(fine migration) penyebab penyumbatan pori batuan bisa tereliminasi. Proppant
ini sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pre-cured Resins
Berat jenisnya sebesar 2,55 dan jenis ini dibuat dengan cara pembakaran
alam proses pengkapsulan.
b. Curable Resins
Penggunaan jenis ini lebih diutamakan untuk menyempurnakan kestabilam
efek pengganjalan. Maksudnya adalah, proppant ini dinjeksikan dibagian
belakang (membuntuti slurry proppant) untuk mencegah proppant mengalir
balik ke sumur (proppant flow back). Setelah membeku, proppant ini akan
membentuk massa yang terkonsolidasi dengan daya tahan yang lebih besar.
3. Proppant Keramik (Ceramic Proppant)
Proppant jenis ini dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu :
a. Keramik berdensitas rendah (Low Density Ceramic)
28

Jenis ini memiliki berat jenis hampir sama dengan pasir (SG = 2,7),
memiliki kemampuan untuk menahan tekanan penutupan (Clossure
pressure) sampai 6000 psi, serta banyak digunakan di Alaska.
b. Keramik berdensitas sedang (Inter mediate Ceramic)
Jenis ini lebih ringan dan lebih murah dibandingkan Sintered Bauxite,
memiliki specific gravity 3,65. Karena harganya yang mahal maka proppant
ini hanya digunakan untuk mengatasi tekanan yang benar-benar tinggi.
Proppant jenis ini mampu menahan tekanan sebesar 12000 psi, biasa
digunakan untuk temperature tinggi dan sumur yang sour (mengandung
H2S).
c. Resin Coated Ceramic
Suatu jenis baru yang merupakan kombinasi perlapisan resin dan butiran
keramik. Jenis ini terbukti memberikan kinerja yang lebih baik. Khusus
untuk resin coated proppant, variasi yang dimunculkan semakin banyak.
Resin Coated Ceramic memiliki ketahanan terhadap closure pressure
sebesar 15000 psi dan temperature hingga 450 oF.
Pengaruh proppant terhadap konduktivitas rekahan.
Sifat fisik proppant yang mempengaruhi besarnya konduktivitas rekahan
antara lain :
1. Kekuatan proppant, apabila rekahan telah terbentuk, maka tekanan formasi
akan cenderung untuk menutup kembali rekahan tersebut yang dinotasikan
sebagai closure stress (stress yang diteruskan formasi kepada proppant pada
waktu rekahan menutup). Sehingga proppant harus dapat menahan closure
stress tersebut.
2. Ukuran proppant, dimana semakin besar ukuran proppant, biasanya
memberikan permeabilitas yang semakin baik.
3. Kualitas proppant, dimana prosentase kandungan impurities yang besar
dapat memberikan pengaruh pada proppant pack.
4. Bentuk butiran proppant, Semakin bulat dan halus permukaannya, semakin
tahan terhadap tekanan.
29

5. Konsentrasi (densitas proppant), yang akan berpengaruh dalam transportasi


proppant dan penempatannya dalam rekahan, dimana proppant dengan densitas
yang tinggi akan membutuhkan fluida berviskositas tinggi untuk mentransport
ke dalam rekahan

5.6. MODEL GEOMETRI REKAHAN.


Untuk menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip hukum
konversi momentum, massa dan energi, serta kriteria berkembangnya rekahan,
yang berdasarkan interaksi batuan, fluida dan distribusi energi.
Secara umum model geometri perekahan adalah :
1. Model perekahan dua dimensi (2-D)
Tinggi tetap, aliran fluida satu dimensi (1-D)
2. Model Perekahan pseudo tiga dimensi (P-3-D)
Perkembangan dengan ketinggian bertambah, aliran 1 atau 2D
3. Model 3 dimensi (3-D)
Perluasan rekahan planar 3D, aliran fluida 2D
Dalam penjelasan di sini hanya akan dibicarakan model perekahan 2D,
karena masih bisa dipecahkan secara manual dengan bantuan matematika atau
grafis. 3D memerlukan komputer canggih atau PC yang canggih tetapi makan
waktu agak lama (dan butuh data yang lengkap mengenai stiffness matrix, variasi
stress, dan lain-lain) sedangkan model software P3DH bisa untuk PC dan dijual
oleh beberapa perusahaan antara lain oleh SSI, Meyer & Assoc. Intercomp,
Holditch & Assoc., NSI Technologies Inc dan beberapa yang lain adalah yang
paling umum dipakai saat ini.
Di bawah ini akan dibicarakan tiga model dimensi perekahan, yakni :
1. Howard & Fast (Pan American) serta diolah secara metematika oleh Carter
2. PKN atau Perkins, Kern (ARCO) & Nordgren
3. KGD atau Kristianovich, Zheltov (Russian Model ) lalu diperbaharui oleh
Geertsma dan de Klerk (Shell).
30

1. PAN American Model


Howard dan Fast memperkenalkan metode ini yang kemudian dipecahkan secara
matematis oleh Carter. Untuk lebih jelasnya terlihat pada gambar 5.12. Untuk
menurunkan pesamaannya maka dibuat beberapa asumsi :
• Rekahannya tetap lebarnya.
• Aliran ke rekahan linier dan arahnya tegak lurus pada muka rekahan.
• Kecepatan aliran leak-off ke formasi pada titik rekahan tergantung dari
panjang waktu pada mana titik permukaan tersebut mulai mendapat aliran.
• Fungsi kecepatan v = f(t) sama untuk setiap titik di formasi, tetapi nol pada
waktu pertama kali cairan mulai mencapai titik tersebut.
• Tekanan di rekahan adalah sama dengan tekanan di titik injeksi di formasi,
dan dianggap konstan.

Gambar 5.12.
Skematis Model Carter

Dengan asumsi tersebut Carter menurunkan persamaan untuk luas bidang rekah
satu sayap :

q i W  (2c πt W )2 erfc  2c π t  + 4C t − 1
A(t) = e  W   ........ …………....………(5-36)
4ππ 2    W 

qi W  x2 
e erfc (x ) +
2x
atau : A(t) = − 1 ………………………..………(5-37)
4ππ 2  π 
keterangan :

x = 2C t w ,
31

A(t) = luas, ft2 untuk satu sisi pada waktu t


q = adalah laju injeksi, cuft/men,
W = lebar rekahan, ft,
t = waktu injeksi, menit dan
C = total Leak off coeffisient.

2. PKN dan KGD


PKN adalah model pertama dari 2D yang banyak dipakai dalam analisa setelah
tahun 1960-1970. Metode ini digunakan bila panjang (atau dalam) rekahan jauh
lebih besar dari tinggi rekahan (xfhf). Apabila sebaliknya, dimana tinggi rekahan
jauh lebih besar dari kedalamannya (xfhf) maka metode KGD-lah yang harus
dipilih. Gambar 5.13. menunjukkan skematik dari geometri model PKN.

Gambar 5.13.
Skematik dari Pengembangan Linier Perekahan
Menurut Metode PKN

Dalam Persamaan harga E sering diganti dengan G, yaitu Modulus Shear Elastis
yang hubungannya dengan Modulus Young adalah :
E
G= …………..................................................................................(5-38)
2(1 + v )
32

Gambar 5.14. menunjukkan skematik dari geometri model KGD. Tabel V-1.
menunjukkan persamaan-persamaan yang dibuat berdasarkan metode PKN dan
KGD dalam menentukan geometri rekahan. Untuk Tabel V-2. menunjukkan harga
dari koefisien-koefisien pada persamaan tersebut apabila dilakukan perhitungan
dengan metode matrik, misalnya panjang h, L, w dalam meter, sedangkan bila
dalam satuan ft, maka harus dibagi dengan 3,28.

Gambar 5.14.
Skematik dari Pengembangan Linier Fracturing
Menurut Metode KGD

Tabel V-1.
Persamaan-persamaan untuk Mencari Panjang Rekahan L,
Lebar Rekahan Maksimum w, dan Tekanan Injeksi p dan
dianggap Laju Injeksi Konstan

Model
Geometri L(t) W(0,t) (0,t) - H

Model PKN  Gq 3 
1/ 5
 (1 − v) q 2  
1/ 5
C 3  Gq o 3 L 
1/ 4

C1  o
 t4/5 4/5  
 (1 − v)h f 4  C2  o
 t H f  (1 − v) 3 
 
 Gh f 

Model KGD  Gq 3 
1/ 4
 (1 − v) q 3 
1/ 4
C4  Gq h 3 
1/ 4

C4  o
 t2/3 C5  o
 t1/ 3  o f

 (1 − v)h f 3   Gh f 3  2H f  (1 − v) 3 L2 
33

Tabel V-2.
Harga C1 sampai C6

C Satu Dua
Sayap Sayap

PK C1 0,60 0,395
(Perkin&Kern) C2 2,64 2,00
C3 3,00 2,52
PKN C1 0,68 0,45

C2 2,50 1,89
C3 2,75 2,31
KGD C4 0,68 0,48

C5 1,87 1,32
C6 2,27 1,19

Kedua metode geometri Perekahan tersebut menganggap bahwa tinggi


rekahan sama panjang dengan tebal reservoir. Peter Valko dan Economides
memberikan solusi untuk bentuk PKN dan KGD dengan mempertimbangkan
pengaruh kombinasi fluida non-newtonian dan adanya fluid-loss (laminar).
Penurunannya menggunakan harga viskositas apparent pada fluida non-
newtonian. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
− 
 w+ 2 S  q
 p i
 2 
  2
x = exp(  )erfc(  ) + −1 ...................................(5-39)
f 2
4h f C L   

keterangan :
2C L t
= ...........................................................................................(5-40)

w+ 2 S p
34

xf = panjang satu sayap rekahan, m


w(0) = lebar rekahan di sumur, m
Sp = spurt loss, m
n’ = flow behaviour index
CL = koefisien fluid loss, m/det1/2
E’ = plain strain modulus, Pa
t = waktu, detik

qi = laju injeksi, m3/det w = lebar rekahan rata-rata, m
hf = tinggi rekahan di sumur, m K’ = consistency index, Pa detik ½.
v = poition ratio

Untuk PKN :
1 n' 1 1
n'
 n' (1− n' ) .x  ( 2n' +2)
( 2n' +2) (2n' +2) 1+ 2,14n'  (2n' +2) (2n' +2)  q i .h f f 
w = 9,15  3,98    K'
(0)  n'   E' 
 

........................................................................................................................ (5-41)

Dengan asumsi bahwa shape faktor : w = /5 w(0) ......................................(5-42)

E'  w 
Dan Pnet = Pf =  (0)  ........................................................................(5-43)
(2h )
f

Untuk KGD :
1 n' 1 1
n'  
(2n' +2) 1 + 2n'   2n' +2   K '  2n' +2   q i .x f  (2n' +2)
n' 2
w = 11,1
(2n' +2)  3,24
 

(0)  n'   h n' .E ' 


 f 

........................................................................................................................ .(5-44)

Dengan asumsi shape faktor : w = /4 w(0) .................................................(5-45)
E' w (0) ( )
Dan Pnet = Pf = .........................................................................(5-46)
4x f

Persamaan-persamaan baik untuk PKN maupun KGD harus diselesaikan secara



coba-coba (trial error) karena harga w dan xf harus dihitung bersamaan.
35

5.7. Prediksi Tinggi Rekahan Menurut Newberry Dan Ahmad


Selama operasi perekahan, fluida perekah membuat tekanan di ujung rekahan.
Pada rekahan vertical, tekanan fluida melawan tekanan kompresi horizontal dari
bumi. Rekahan akan berkembang secara vertical jika intensitas tekanan di atas atau
dibawah rekahan melebihi tekanan yang ada di formasi. Newberry et al. (1985) dan
Ahmad et al. (1985) menggunakan persamaan di bawah ini dengan ilustrasi model
seperti Gambar 5.15.
0,0217 ℎ𝑢 ℎ
∆p𝑢 = = [𝐾𝑙𝑐 (1 − √ ) + 0,515 (σ𝑏 - σ𝑎 ) √ℎ𝑢 𝑐𝑜𝑠 −1 ( ℎ𝑢)] +0,0069ρ𝑓𝑙
√ℎ𝑢 ℎ
(ℎ𝑢 - 0,5 ℎ) .…………....…………………………………………………………………………(5-47)

0,0217 ℎ𝑑 ℎ
∆p𝑑 = = [𝐾𝑙𝑐 (1 − √ ) + 0,515 (σ𝑐 - σ𝑎 ) √ℎ𝑑 𝑐𝑜𝑠 −1 (ℎ )] +0,0069ρ𝑓𝑙
√ℎ𝑑 ℎ 𝑑

(ℎ𝑑 - 0,5 ℎ) …………....…………………………………………………………………………(5-48)

Keterangan:
∆𝑝𝑢 = Perbedaan tekanan rekahan berkembang keatas, psi
∆𝑝𝑑 = Perbedaan tekanan rekahan berkembang kebawah, psi
ℎ𝑢 = Tinggi rekahan yang bermigrasi keatas, ft
ℎ𝑑 = Tinggi rekahan yang bermigrasi keatas, ft
ℎ = Tinggi gross pay zone, ft
𝐾𝑙𝑐 = Critical stress intensity factor, psi.in0,5
𝜎𝑎 = In-situ stress lapisan atas, psi
𝜎𝑏 = In-situ stress lapisan pay zone, psi
𝜎𝑐 = In-situ stress lapisan bawah, psi
𝜌𝑓𝑙 = Densitas fluida perekah, lb/ft3

Gambar 5.15.
Ilustrasi Model Tinggi Rekahan
36

5.8. ANALISA TEKANAN PEREKAHAN.


Dalam operasi perekahan, tekanan merupakan parameter penting dalam
desain maupun evaluasi pelaksanaannya. Gambar 5.16. di bawah memperlihatkan
plot tekanan versus waktu pada proses injeksi fluida perekah yang merupakan
kelakuan tekanan secara umum pada proses perekahan.

Gambar 5.16.
Kelakuan tekanan secara umum pada perekahan

Pada gambar tersebut, tekanan bertambah sejalan dengan injeksi atau proses
perekahan dan dilanjutkan dengan tekanan penutupan sesaat (ISIP = Instantenous
Shut In Pressure) dimana dimulai fase penurunan sampai rekahan mulai menutup
bersamaan dengan fluid loss sampai rekahan sudah tertutup. Pada fase ini fluid loss
masih berlanjut dengan pola yang berbeda sejalan dengan penurunan laju fluid loss
dan menuju ke tekanan reservoirnya.
Tekanan penutupan sesaat yang diukur dengan cara menghentikan aliran
fluida, bergantung pada lebar rekahan dan juga tekanan yang ada di sekitar rekahan.
Bila fluida yang diinjeksi berada dalam volume yang besar karena keinginan untuk
37

membuat rekahan yang lebih lebar, maka dalam pengukurannya akan diperoleh
tekanan penutupan sesaat yang besar pula. Sedangkan bila kita ingin mengetahui
adanya pengaruh dari tegangan tektonik (tectonic stress) pada suatu formasi yang
akan direkahkan, maka tekanan penutupan harus diukur setelah diinjeksikan
sejumlah fluida berviskositas rendah (dalam jumlah yang sedikit). Hal ini karena
pada kondisi tersebut di atas, tekanan injeksi fluida belum banyak berpengaruh
terhadap melebarnya rekahan. Besarnya tekanan injeksi fluida tersebut biasanya
kurang dari 3000 Kpa.
Setelah tekanan penutupan dilakukan, karena pengaruh stress yang ada
dalam bumi maka mengakibatkan fluida perekah akan menempel pada dinding
rekahan sampai rekahan tersebut menutup kembali. Dan selanjutnya pada saat
dinding rekahan mulai menutup dan karena adanya pengaruh dari stress bumi dan
juga adanya kebocoran fluida, sehingga mengakibatkan tekanan turun dengan
sendirinya.
Di sini perlu diketahui bahwa perilaku tekanan seperti yang diperlihatkan
pada (Gambar 4.5) di atas adalah sangat ideal karena dalam prakteknya mungkin
tidak demikian. Sebagai contoh, bila pada suatu formasi yang sebelumnya telah
dilakukan perekahan, maka mungkin tidak akan ada perbedaan antara besar tekanan
rekah dengan tekanan pengembangan.. Dan bila suatu reservoir memiliki tekanan
yang sangat rendah, sumur akan terus membuka pada saat rekahan menutup
sehingga tekanan statis reservoir tidak akan bisa diukur di permukaan.
Bila ISIP adalah tekanan penutupan sesaat yang diukur di permukaan dan

BISIP adalah tekanan penutupan dasar sumur, maka :

BISIP = ISIP +  g D ......................................................................... (5-49)

di mana D adalah kedalaman formasi. Persamaan di atas adalah tepat karena ketika
aliran fluida dihentikan maka tekanan friksi akan turun atau berkurang.
Sedangkan gradien rekah (FG) akan diperoleh dengan membagi tekanan
dasar sumur dengan kedalaman. Secara sistematis dapat ditulis :
FG = BISIP / D .................................................................................. (5-50)
38

5.9. PERALATAN HYDRAULIC FRACTURING.


Pada pekerjaan Hydraulic Fracturing, peralatan-peralatan yang digunakan
antara lain :
1. Tempat penampungan fluida
Untuk menampung fluida dasar dipakai tanki 50, 150, atau 500 barrel yang
diangkut dengan truk atau hanya berupa kolam /diletakkan di atas platform.
2. Peralatan penampung material pengganjal (proppant)
Alat ini berupa bak-bak yang menggunakan sistim gravitasi/ hidrolik untuk
memindahkan proppant ke tempat pencampuran.
3. Peralatan pencampur
Peralatan pencampur dipakai untuk menyampur fluida dasar, proppant, dan
berbagai additivenya.
4. Peralatan pompa bertekanan tinggi
Pompa yang digunakan berprinsip pada triplex pump. Pompa ini dipasang pada
sebuah truk atau platform.
5. Peralatan pengontrol utama
Pengontrol ini berupa indikator-indikator pressure, densitas fluida, kecepatan
alir fluida, dan peralatan kontrol lainnya.
6. Peralatan pipa-pipa di permukaan dan manifold
Peralatan untuk operasi coiled-tubing fracturing (CTF) menggunakan beberapa
jenis straddle packer. Peralatan packer dibawah permukaan (BHPA) didesain
khusus untuk operasi CTF.
5.10. PERENCANAAN STIMULASI PEREKAHAN HIDROLIK.
a. Treatments Conditions
• Friction Pressure
Menentukan harga Pf
• Wellhead Pressure
Menentukan nilai Pw
• Horsepower yang dibutuhkan
Menentukan Horsepower hidrolik yang dibutuhkan untuk memompa fluida
perekah (HHP)
39

b. Fluid Properties
Menentukan effective composite fluid loss coefficient (Ceff) dengan
menggunakan data Cw, Cv, Cc.
Ceff = ft/min1/2
c. Fracture Geometry
Menentukan Slope pada nilai WR (Width Ratio).
d. Proppant Transport
Menentukan harga hf dan hc
e. Peramalan Productivity Index Ratio
J
Menentukan harga
Jo

5.11. EVALUASI KEBERHASILAN STIMULASI HYDRAULIC


FRACTURING.
Evaluasi hasil stimulasi perekahan dimaksudkan untuk menilai tingkat
keberhasilan yang dicapai meliputi keberhasilan pelaksanaan operasi perekahan
dilapangan dan peningkatkan laju produksi minyak, dimana yang menjadi ukuran
keberhasilan adalah adanya kenaikan laju total produksi harian (Q), kenaikan PI,
dan analisa terhadap kurva IPR sebelum dan sesudah perekahan.
1. Kriteria keberhasilan berdasarkan laju produksi.
Dalam mengevaluasi hasil stimulasi Hydraulic Fracturing pertama-tama
adalah dengan mengamati laju hariannya. Bila laju produksi harian setelah
perekahan lebih besar dibanding sebelum perekahan, maka dapat dikatakan
stimulasi Hydraulic Fracturing tersebut berhasil.
2. Kriteria keberhasilan berdasarkan Productivity Index (PI).
Hydraulic Fracturing bisa dikatakan berhasil bila terdapat kenaikan
productivity index yang cukup berarti (beberapa ahli menyatakan operasi perekahan
berhasil apabila dapat merubah PI menjadi meningkat sepuluh kali lipat). Evaluasi
biasanya dengan membandingkan antara harga productivity index sebelum
perekahan dengan productivity index setelah rekahan. Untuk menganalisa suatu
Hydraulic Fracturing dapat dipergunakan beberapa metode. Metode yang umum
digunakan adalah metode Prats, dan McGuire & Sikora.
40

a. Metode Prats
Metode Prats adalah metode yang pertama kali digunakan dan sangat sederhana.
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap ideal. Metode
Prats dijabarkan lewat persamaan :
r 
ln  e 
J
=  rw  ............................................................................. (5-51)
Jo  re 
ln  
 0,5 L f 
keterangan :
Lf = setengah panjang rekahan dua sayap
Anggapan dalam persamaan Prats adalah :
a. keadaan steady state
b. di daerah silinder
c. fluida incompressible
d. konduktivitas rekahan tidak terbatas
e. tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi
Sebagai contoh, bila Lf = 500 ft, re = 2106 ft (spasi sumur 320 acres, segiempat),
rw = 0,354 ft, maka akan menghasilkan J/Jo = 4,08.

b. Metode Cinco-ley, Samaniego

Productivity index dideskripsikan sebagai:

1
𝐽𝑑 = [ 𝑟𝑒 ] …………………………………………….. (5-52)
ln(0,472.𝑥𝑓)+𝑓

dimana 𝑓 adalah fungsi pseudo skin sehubungan dengan panjang rekahan. 𝑓 dapat
dicari dengan persamaan:

1,65-0,328u+0,116u2
𝑓 = …………………………………………….. (5-53)
1+0,18u+0,064u2 +0,005u3

Keterangan :

u = ln(𝐶𝑓𝑑 )
41

Untuk mencari perbandingan dimensionless indeks produktivitas atau (Fold of


Increase) FOI dapat dituliskan dengan persamaan :

Jd
FOI = …………………………………………………………….... (5-54)
Jd unfrac

keterangan:
𝐹𝑂𝐼 = Perbandingan dimensionless indeks produktifitas,
𝐽𝐷 = Dimensionless indeks produktifitas setelah perekahan,
𝐽𝐷 𝑢𝑛𝑓𝑟𝑎𝑐 = Dimensionless indeks produktifitas sebelum perekahan

c. Metode McGuire-Sikora
McGuire dan Sikora mempelajari tentang efek rekahan vertikal pada
produktifitas pada reservoir dengan tenaga pendorong solution gas. Asumsi
yang digunakan adalah:
a. aliran adalah pseudo steady state
b. laju aliran konstan tanpa ada aliran dari luar batas re
c. fluida inkompressible
d. daerah pengurasan berbentuk segiempat sama sisi
e. lebar rekahan sama dengan lebar formasi
Prosedur metode ini dengan menggunakan grafik McGuire dan Sikora yaitu :
1) Menghitung perbandingan panjang rekahan (xf) dengan jari-jari pengurasan
sumur (re).
2) Menghitung harga konduktifitas relatif (absis pada grafik McGuire dan
Sikora).
12.w.k f 40
........................................................................ (5-55)
k A
3) Dari perpotongan kurva xf/re pada grafik McGuire dan Sikora (Gambar
5.17), maka akan didapatkan harga pada sumbu y.
4) Menghitung rasio PI sesudah rekahan dengan PI sebelum rekahan (open
hole).
𝐽𝑓 7,13
=[ 𝑟𝑒 ] ....................................................... (5-56)
𝐽𝑜 ln(0,472.𝑟𝑤)
42

keterangan : Jf = Productivity Index setelah rekahan, bbl/day/psi


Jo = Productivity Index open hole, bbl/day/psi
Metode McGuire dan Sikora ini adalah yang paling banyak digunakan
saat ini. Dari grafik McGuire dan Sikora kita bisa mengambil beberapa
kesimpulan:
1. Pada permeabilitas yang rendah (dengan perekahan yang konduktifitasnya
tinggi), maka hasil kenaikan produktifitas akan makin besar terutama
karena panjang rekahan dan bukan dari konduktifitas relatif rekahan.
2. Untuk suatu panjang rekahan Lf akan ada konduktifitas rekahan optimal.
Menaikkan konduktifitas rekahan tidak akan menguntungkan. Misalnya
untuk harga Lf / Lc = 0,5 kenaikkan selanjutnya tak ada artinya untuk harga
konduktifitas relatif diatas 105.
3. Maksimum kenaikan perbandingan produktifitas indeks teoritis untuk
sumur yang tidak rusak adalah 13,6.

Gambar 5.17.
Grafik McGuire Sikora
43

3. Kriteria keberhasilan berdasarkan kurva IPR.


Grafik/kurva inflow performance relationship (IPR) merupakan grafik yang
menggambarkan kemampuan formasi produktif untuk berproduksi (kemampuan
formasi untuk mensuplay fluida ke lubang sumur). Dengan mengamati kurva IPR
sebelum dan sesudah perekahan, maka dapat ditentukan sukses tidaknya pekerjaan
perekahan, yaitu apabila pada tekanan dasar sumur (Pwf) yang sama akan diperoleh
laju produksi yang lebih besar.
5.12. TINJAUAN KEEKONOMIAN STIMULASI HYDRAULIC
FRACTURING.
Selain dari segi peningkatan produksi, evaluasi Hydraulic Fracturing dapat
pula ditinjau dari nilai keekonomiannya. Dalam hal ini akan dibahas mengenai
indikator-indikator keekonomian seperti pay out time (POT) yakni lama waktu
kembalinya modal (investasi). Net present value (NPV) dan provit to investement
ratio (PIR).
1. Pay out time (POT).
Pay out time merupakan indikator keekonomian yang menggambarkan
dalam jangka waktu berapa lama modal yang digunakan untuk pembiayaan proyek
akan kembali.
Perhitungan pay out time dapat dihitung dari besar biaya yang dikeluarkan
untuk pembiayaan proyek Hydraulic Fracturing seperti biaya untuk fluida perekah
dan additif, proppant, biaya service company, biaya operasional dan lain sebagainya
dibagi dengan keuntungan finansial dari kenaikan laju produksi minyak yang
didapat.
BiayaPerek ahanHidrol ik ,US $
POT = ... (5-57)
H arg aJualMinya kxKenaikanLaju Pr oduksiPerHari ,US $

Semakin kecil harga pay out time maka proyek tersebut semakin baik karena
modal akan lebih cepat kembali.
2. Net Present Value (NPV).
Net present value merupakan indikator keekonomian suatu proyek yang
menggambarkan untung atau ruginya suatu proyek yang dilaksanakan, semakin
44

besar harga NPV maka proyek tersebut semakin menguntungkan, sebaliknya


semakin negatif harga NPV mka proyek tersebut gagal atau rugi.
NPV dihitung dengan persamaan :
NetCashFlow
NPV =  ................................................................. (5-58)
(1 + i ) n
keterangan :
i = Discount factor (bunga dari modal / investasi yang digunakan).
n = Satuan waktu, bulan atau hari.
3. Provit to investment ratio (PIR).
PIR merupakan indikator keekonomian yang menggambarkan
perbandingan antara total net cash flow dengan besarnya investasi (biaya) yang
digunakan untuk pembiayaan proyek.
Besarnya PIR menunjukan berapa kali tiap dolar yang diinvestasikan akan
menghasilkan keuntungan.
TotalNetCashFlow,US $
PIR = ....................................................... (5-59)
Investasi,US $
Semakin besar harga PIR, maka proyek tersebut semakin baik karena
semakin besar PIR maka keuntungan yang didapat akan semakin besar.

VI. DATA YANG DIPERLUKAN


1. Data test sumur (PBU test atau PDD test) untuk mengetahui harga skin
factor.
2. Data reservoir : Tekanan reservoir (Pr), Tekanan alir dasar sumur (Pwf),
permeabilitas formasi (K), viskositas minyak (), faktor volume formasi
minyak (o), Ketebalan lapisan produktif (h), porositas batuan reservoir
(), Gradient overbuden batuan (Gob), kekerasan batuan dan stress
batuan ()
3. Data produksi sumur untuk mengetahui penurunan produksi sumur
sebelum perekahan dan peningkatan produksi setelah perekahan yang
bertujuan untuk mengevaluasi keberhasilan proyek perekahan.
45

4. Data sumur, antara lain : kedalaman sumur, ketebalan zona minyak,


interval perforasi, jenis komplesi, jari-jari pengurasan dan jari-jari
sumur.
5. Data perekahan, antara lain : data fluida perekah, data proppant,
perkiraan tinggi rekahan, lebar rekahan dan panjang rekahan.

VII. HASIL YANG DIHARAPKAN


1. Dengan melakukan Hydraulic Fracturing diharapkan dapat
meningkatkan laju produksi minyak dengan memperbaiki permeabilitas
batuan di sekitar lubang sumur yang mengalami kerusakan sehingga
produktivity indeks mengalami kenaikan.
2. Evaluasi keberhasilan proyek perekahan secara teknis didasarkan
terhadap keberhasilan pelaksanaan proyek di lapangan dan terhadap
peningkatan laju produksi (Q), peningkatan productivity indeks (PI),
dan secara grafis dapat dengan melakukan analisa terhadap kurva IPR
sebelum dan sesudah stimulasi perekahan dilakukan yaitu pada harga
Pwf yang sama akan didapatkan harga laju produksi minyak yang lebih
besar (beberapa ahli menyebutkan Hydraulic Fracturing dapat dikatakan
sukses dengan batasan peningkatan laju produksi minyak sepuluh kali
lipat).
3. Evaluasi keberhasilan hydraulic fracturing dapat juga dilihat dari aspek
keekonomiannya.

VIII. TIME SHEET


MINGGU
NO KEGIATAN
1 2 3 4 5 6 7 8
1. Pengumpulan Data
2. Pengolahan Data
3. Perencanaan Evaluasi Stimulasi Lapangan “Y”
4. Laporan dan Presentasi
46

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Allen T.O. and Robert, A, P., ”Production operation well completion, work over
and stimulation”, Vol 1 dan 2, second edition, oil and gas consultants
international, inc, Tulsa, 1982.
2. Aris Buntoro, Anas Puji Santoso, dkk. “Penerapan metoda wiggins untuk
perhitungan potensi sumur dengan water cut tinggi di lapangan tanjung”.
IATMI(2007).
3. Economides, J. Michael., Nolte., K.G., ; “Reservoir Stimulation”, 2nd edition,
Schlumberger, 1989.
4. Economides, M.J., Hill, A.D., Ehlig-Economides, C. et alet al. 2012. Petroleum
Production Systems, 2nd edition. Upper Saddle River, N.J., Prentice Hall.
5. FAQon the Development of Alberta’s Energy Resources, Energy Reseources
Conservation Board. September 2010
6. Iskander R. Diyashev and Michael J. Economides. "The Dimensionless
Productivity Index as a General Approach to Well Evaluation." SPE (2006)
7. Nind T. E. W., Principle of Oil Well Production, Second Edition, Mc. Graw Hill
Book Company, New York-Toronto-London,1981.
47

X. RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

RINGKASAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN UMUM LAPANGAN “KBN”

2.1. Sejarah Lapangan “KBN”


2.2. Geologi Lapangan “KBN”
2.2.1. Stratigrafi
2.2.2. Struktur
2.3. Sejarah Produksi Dan Pengembangan Lapangan “KBN”

BAB III TEORI DASAR

3.1. Kerusakan Formasi


3.1.1. Penyebab Kerusakan Formasi
3.1.2. Diagnosa Kerusakan Formasi.
3.2. Aliran Fluida Dalam Media Berpori Dengan Pengaruh Skin.
3.3. Mekanika Batuan
3.4. Fluida Perekah dan Additif
3.4.1. Mekanika Fluida Perekah.
3.4.2. Jenis-Jenis Fluida Perekah.
3.4.3. Pemilihan Fluida Perekah.
3.5. Proppant
3.5.1. Pemilihan Proppant.
3.5.2. Transportasi Proppant.
3.6. Model Geometri Rekahan.
3.6.1. PAN American Model
3.6.2. PKN dan KGD
48

3.7. Prediksi Tinggi Rekahan


3.8. Analisa Tekanan Perekahan.
3.9. Peralatan Hydraulic Fracturing
3.10. Perencanaan Hydraulic Fracturing.
3.10.1. Treatments Conditions
3.10.2. Fluid Properties
3.10.3..Fracture Geometry
3.10.4. Proppant Transport
3.10.5. Peramalan Productivity Index Ratio
3.11. Evaluasi Hasil Hydraulic Fracturing.
3.11.1. Metode Prats.
3.11.2. Metode Cinco-Ley Dan Samaniego
3.11.3. Metode Mc Guire dan Sikora.
3.12. Tinjauan Keekonomian Proyek Hydraulic Fracturing.

BAB IV EVALUASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR “DJN”

4.1. Alasan Dilakukan Hydraulic Fracturing.


4.2. Preparasi Data Awal.
4.3. Pemilihan Fluida Perekah Dan Proppant
4.4. Pelaksanaan Operasi Hydraulic Fracturing
4.4.1. Fill Up
4.4.2. Step Rate Test
4.4.3. Minifrac
4.4.4. Evaluasi Minifrac (Minifrac Matching)
4.4.5. Main Fracturing
4.5. Evaluasi Keberhasilan Hydraulic Fracturing
4.5.1. Evaluasi Desain
4.5.2. Perhitungan Geometri rekahan
4.5.2.1. Metode PKN Dua Dimensi
4.5.2.2. Metode KGD Dua Dimensi
4.6. Evaluasi Perbandingan Indeks Produktivitas
4.7. Evaluasi keekonomian

BAB V PEMBAHASAN

BAB VI KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai

  • BAB 6 Fix
    BAB 6 Fix
    Dokumen66 halaman
    BAB 6 Fix
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Dokumen52 halaman
    Laporan KKN 66 19B Upnvyk PDF
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen112 halaman
    Bab 2
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Dokumen73 halaman
    Sifat Sifat Batuan Reservoir
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Dokumen62 halaman
    Bab 6 Perkiraan Ooip, Ur, Dan Roduktivitas
    Satria Mukti Wibowo
    100% (1)
  • Bab 6
    Bab 6
    Dokumen59 halaman
    Bab 6
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Dasar Teori SG
    Dasar Teori SG
    Dokumen9 halaman
    Dasar Teori SG
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Tafakur 2
    Tafakur 2
    Dokumen4 halaman
    Tafakur 2
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Artikel KKN Upn
    Artikel KKN Upn
    Dokumen16 halaman
    Artikel KKN Upn
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Bab 5
    Bab 5
    Dokumen55 halaman
    Bab 5
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Makna Al Jabbar
    Makna Al Jabbar
    Dokumen5 halaman
    Makna Al Jabbar
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Kuliah 4
    Kuliah 4
    Dokumen28 halaman
    Kuliah 4
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat
  • Ctu
    Ctu
    Dokumen6 halaman
    Ctu
    Satria Mukti Wibowo
    Belum ada peringkat