PROPOSAL SKRIPSI
Disusun oleh:
113150105
I. JUDUL
EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING PADA SUMUR
“DJN” LAPANGAN “KBN”
V. TINJAUAN PUSTAKA
Hydraulic fracturing adalah suatu teknik stimulasi yang digunakan untuk
meningkatkan produktivitas sumur dimana metode ini dilakukan dengan
pembuatan rekahan dalam media berpori dengan membuka lebih banyak area target
formasi kedalam reservoir dengan menginjeksikan fluida perekah bertekanan lebih
besar daripada tekanan rekah formasi sehingga akan terbentuk rekahan.
5.1. KERUSAKAN FORMASI
Kerusakan formasi secara umum adalah pengecilan permeabilitas akibatnya
kemampuan formasi untuk mensuplay fluida ke dalam lubang sumur menjadi
berkurang, hal ini akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur. Kerusakan
formasi dapat terjadi pada tahap pemboran, komplesi sumur meliputi penyemenan
dan perforasi serta pada tahap produksi.
Kerusakan formasi juga disebabkan adanya hubungan antara formasi
dengan fluida atau padatan asing seperti material dalam fluida reservoir, fluida
5
pemboran, fluida stimulasi, well treatment fluid (fluida tambahan guna perbaikan)
yang sifat-sifat asalnya telah berubah. Di lapangan, fluida-fluida yang terkandung
dalam reservoir terdiri dari tiga fasa yaitu padatan, cair dan gas. Fasa padatan
apabila melalui media berpori kemungkinan bisa menempel sehingga akan
menyumbat laju aliran fluida.
Sewaktu pemboran berlangsung, digunakan lumpur pemboran di mana
salah satu kegunaannya adalah untuk mengimbangi tekanan formasi. Umumnya
lumpur pemboran menggunakan air sebagai campuran dasarnya. Pada saat melalui
formasi permeabel dengan tekanan hidrostatik lumpur lebih tinggi dari tekanan
formasi maka akan mengakibatkan filtrat lumpur masuk ke dalam formasi, hal ini
akan merusak formasi di sekitar lubang sumur (skin effect). Selain itu partikel
padatan yang terdapat dalam lumpur seperti bahan pemberat lumpur (barite),
bentonite, lost circulation material (LCM), dan bahan pengatur viskositas lumpur
(CMC) dapat menyebabkan kerusakan formasi dengan mekanisme penyumbatan
pada permukaan formasi maupun masuk kedalam formasi.
Komplesi sumuran yang kurang terencana dapat menyebabkan skin effect,
aktivitas tersebut adalah penyemenan dan perforasi. Pada penyemenan dapat terjadi
invasi filtrat semen kedalam formasi produktif, sedangkan pada aktivitas perforasi
yang tidak baik dapat menyebabkan produktivitas rendah, karena ada sebagian atau
seluruh perforasi tersumbat. Kerusakan perforasi dapat juga disebabkan oleh proses
pembuatan, karena penghancuran casing, semen dan runtuhnya material formasi
pada waktu penembakan, yang mana material formasi tersebut tetap tinggal dalam
perforasi. Proses ini umumnya terjadi pada formasi yang tidak kompak yang
mempunyai masalah kepasiran, hal ini akan menyebabkan pengecilan permebilitas
formasi. Selain itu terjadinya kompaksi pada batuan akibat proses penembakan
pada proses perforasi dapat juga menyebabkan penurunan harga k batuan.
Pada dasarnya terjadinya kerusakan formasi disebabkan oleh filtrat maupun
padatan. Filtrat dapat menyebabkan : clay swelling, water block, emulsi, perubahan
wettabilitas batuan, scale parafin dan asphalthene, sedangkan padatan akan
mengakibatkan penyumbatan pori melalui fines migration, endapan dari hasil reaksi
kimia dan endapan oleh garam serta penyumbatan oleh bakteri.
6
Wellbore pressure
Shut-in
Production rate
q(t)
tp
∆t q(t)=0
p
0 Time
Possible P*
extrapolation
PR
Wellbore pressure
Test data
C t rw
2
m
qo
PI = ....................................................................... (5-4)
( Ps − Pwf )
keterangan :
PI = Indeks Produktivitas, bbl/hari/psi
qo = laju produksi minyak, bbl/hari
Ps -Pwf = perbedaan tekanan atau "draw down", psi
Secara teoritis harga PI dapat pula diperkirakan dari persamaan Darcy yang
di subsitusikan dengan persamaan diatas menjadi :
0,00708.k o .h
PI = ............................................................. (5-5)
o .Bo ln( re / rw)
keterangan :
h = ketebalan lapisan reservoir, ft
ko = permeabilitas batuan terhadap minyak, mD
o = viskositas minyak, cp
Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB
re = jari-jari pengurasan, ft
rw = jari-jari sumur, ft
Apabila terdapat kerusakan formasi yaitu harga faktor skin (S) positif, maka
akan terjadi perubahan produktivitas formasi sehingga persamaan PI menjadi :
q
PI = ................................................................ (5-6)
Ps − Pwf − Ps
atau
0,00708.K h
PI = ....................................................... (5-7)
o .Bo ln( re / rw) + S
Dari persamaan diatas terlihat bahwa semakin besar harga faktor skin (S)
maka akan menurunkan harga indeks produktivity.
Gambar 5.3.
Kurva IPR single-phase
Contoh kurva IPR untuk single-phase dapat dilihat pada Gambar 5.3. Dengan
kondisi diatas didapat persamaan productivity index sebagai berikut:
𝑞
J= ........................................................................................................(5-8)
𝑝𝑠 −𝑝𝑤𝑓
tersebut maka semakin besar deviasinya. Contoh kurva IPR untuk Two-phase dapat
dilihat pada Gambar 5.4.
2000
1000
500
0
0 50 100 150
Gambar 5.4.
Kurva IPR two-phase
Metoda IPR two-phase yang banyak dipergunakan secara luas di industri salah
satunya adalah metoda Vogel. Metode Vogel merupakan suatu korelasi yang dapat
dituliskan melalui persamaan berikut :
𝑝 𝑝 2
𝑤𝑓 𝑤𝑓
𝑞𝑜 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,2 ( 𝑃𝑠 ) − 0,8 ( 𝑃𝑠 ) ] ......................................................... (5-9)
Dimana qmax disebut juga sebagai AOF yaitu debit maksimum yang dapat
dihasilkan oleh reservoir. Secara teoritis, qmax dapat didekati berdasarkan tekanan
reservoir (Ps) diatas bubble-point pressure(𝑝𝑏 ) dengan persamaan pseudo-steady-
state yang biasa dipergunakan
𝑗 𝑝𝑏
𝑞𝑚𝑎𝑥 = 𝑞𝑏 + ........................................................................................ (5-10)
1,8
Untuk partial two-phase reservoir, konstanta J pada metoda Vogel harus ditentukan
berdasarkan tested flowing bottom-hole pressure. Jika tested flowing bottom-hole
pressure (pwf) berada diatas bubble-point pressure(𝑝𝑏 ) makan model konstanta J
dapat ditentukan dengan
𝑞
J = (𝑃𝑠−𝑝𝑜 ....................................................................................................(5-11)
𝑤𝑓 )
qo
J= ....................................................................................(5-12)
Ps - Pb + (Pb/1,8)A
𝑝 𝑝 2
𝑤𝑓 𝑤𝑓
𝑞𝑜 = 𝑞𝑚𝑎𝑥 [1 − 0,519167 ( 𝑃𝑠 ) − 0,481092 ( 𝑃𝑠 ) ] .................................(5-13)
Metoda IPR Wiggins dipergunakan untuk reservoir yang memiliki water cut. IPR
Wiggins dapat dilihat pada gambar 5.5.
Gambar 5.5.
Kurva IPR three-phase
13
2. Strain.
Strain adalah besarnya deformasi suatu material ketika sebuah stress
diterapkan pada material tersebut. Gambar 5.6. di bawah ini memperlihatkan
bagaimana sebuah material terkompresi dan mengalami deformasi akibat gaya F.
Gambar 5.6.
Stress dan Strain yang bekerja pada suatu bidang
Pada gambar di atas terlihat bahwa seiring dengan gaya F diterapkan pada
material tersebut, tinggi dari material tersebut berubah dari x1 menjadi x2. Secara
kualitatif, strain dapat didefinisikan :
x1 − x2
= .................................................................................... (5-16)
x1
Keterangan :
ε = Strain
Strain merupakan parameter yang tidak berdimensi dan memiliki arah vektor
yang sama dengan gaya F dan tegak lurus dengan bidang yang mengalami stress.
3. Modulus young.
Modulus young merupakan modulus elastisitas, yang didefinisikan sebagai
ukuran seberapa besar suatu material akan mengalami deformasi elastik ketika
suatu gaya diterapkan padanya, hal ini merupakan kata lain dari kekerasan.
Modulus young (E) merupakan perbandingan antara stress dan strain :
E= ............................................................................................. (5-17)
15
Gambar 5.7.
Stress vs Strain
4. Poisson ratio.
Poisson ratio didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah material akan
mengalami deformasi dengan arah tegak lurus dari gaya yang diberikan dan paralel
dengan bidang dimana stress menyebabkan strain.
Pada gambar 5.8, strain yang terjadi pada arah x, dan strain ke arah y
didefinisikan oleh persamaan di bawah ini :
x1 − x2
x = .................................................................................... (5-18)
x1
y1 − y2
y = .................................................................................... (5-19)
y1
Gambar 5.8.
Poisson Ratio
5. Modulus Shear
Tegangan geser (shear stress) pada permukaan suatu bidang material akan
mengakibatkan bidang permukaan tersebut berpindah atau bergeser membentuk
suatu bidang baru yang letaknya paralel dengan bidang semula. Perbandingan
antara besar harga shear stress yang diberikan terhadap sudut yang dibentuk akibat
deformasi yang terjadi (kekakuan suatu material) dikenal sebagai Modulus Shear
(G). Pada gambar 5.9. modulus shear yang terjadi dapat dituliskan secara
matematis:
Gambar 5.9.
Modulus shear
17
6. Modulus Bulk
Beban compressive yang diberikan terhadap semua bagian suatu balok material
pada kondisi hidrostatis, akan mengakibatkan pengurangan volume bulk total.
Perbandingan antara tegangan yang diberikan (gaya per unit luas permukaan suatu
bidang) terhadap perubahan volume untuk setiap satu unit volume awal suatu
material dinamakan Modulus Bulk (K). Pada gambar 5.10. modulus bulk yang
terjadi dapat dituliskan secara matematis::
Gambar 5.10.
Modulus Bulk
7. Overburden stress
Overburden stress tidak tergantung pada tektonik, dan harganya sama
dengan berat batuan formasi di atasnya. Dengan integrasi pada density log, bisa
diperkirakan harganya :
H
v = g (z) dz ................................................................................. (5-23)
0
Dimana rata-rata gradient akan disekitar 0,95 – 1,1 psi/ft. Harga 1,1 psi/ft didapat
kalau semua formasi rata memiliki densitas sekitar 165 lb/ft3 maka gradien stress
= 165/144 = 1,1 psi/ft. Karena formasi ada yang tidak rapat atau berpori, maka
harganya bisa saja sampai 0,95. Kalau overburden adalah harga absolut, yang
18
dialami oleh batuan dan fluida di pori-pori adalah effective stress ( v' ), yang
didefinisikan sebagai :
Stress horizontal absolut berkurang dengan produksi fluida sumurnya. Harga stress
tidak akan sama keseluruh arah horizontal. Stress tersebut adalah harga stress
horizontal minimum absolut, karena harga stress horizontal maksimum absolut
adalah :
H max = H min + tect .................................................................... (5-28)
dari ketiganya.
Apabila suatu permukaan mengalami erosi, sehingga kedalamannya hilang,
maka tekanan overburden akan mengecil, tetapi stress horizontal minimum absolut
19
dan maksimum absolut akan tetap, sehingga mungkin saja dapat mengakibatkan
rekahan yang seharusnya vertikal menjadi horizontal.
Pada kedalaman yang dangkal, sering terjadi perekahan horizontal. Untuk
itu Craft, Holden, dan Graves menunjukkan bahwa stress tangensial
(circumferencial) sepanjang tepian sumur adalah dua kali stress horizontal
compressive didekatnya. Untuk membuat rekahan, stress ini dan tensile stress
batuan harus dilawan, sehingga tekanan perekahan adalah :
p bf = 2 h + To = 2v /(1 − v) v + To .............................................. (5-29)
Dengan anggapan gradien 1 psi/ft, v = 0,25, dan To = 1000 psi, maka kedalaman
maksimum akan 3000 ft.
2𝑣
Perhitungan : × 𝜎𝑣 + 𝑇0 > 𝜎𝑣
1−𝑣
2 ×0,25
➢ × 𝜎𝑣 + 1000 > 𝜎𝑣
1−0,25
0,5
➢ × 𝜎𝑣 + 1000 > 𝜎𝑣
0,75
1
➢ 1000 > 𝜎𝑣 - 𝜎𝑣
3
1
➢ 𝐺. 𝐷 < 1000
3
➢ 𝐷 < 3000 ft
(325-mesh), baik untuk rekahan kecil alamiah (silica flour 200 mesh untuk
rekahan kecil < 50 micron dan 100 mesh untuk yang lebih besar >50 micron),
Oil Soluble Resins, Adomite Regain (Con Starch), Diesel 2-5 % (diemulsikan),
Unrefined Guar dan Karaya gums.
7. Breakers, untuk memecahkan rantai polimer sehingga menjadi encer
(viskositasnya kecil) setelah penempatan proppant agar produksi aliran minyak
kembali mudah dilakukan. Breakers harus bekerja cepat, konsentrasinya harus
cukup untuk mengencerkan polimer yang ada.
Untuk pemilihan fluida perekah yang sesuai, harus dipenuhi kriteria sebagai berikut
1. Memiliki harga viskositas cukup besar, yaitu 100 – 1000 cp pada temperatur
normal.
2. Filtrasi yang terjadi jangan sampai menutup pori-pori batuan.
3. Stabil pada tekanan tinggi.
4. Tidak bereaksi dengan fluida reservoir, karena dapat menimbulkan endapan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi.
5. Tidak membentuk emulsi di dalam lapisan reservoir.
6. Viskositas cairan dapat berubah menjadi kecil setelah terjadinya perekahan,
sehingga mudah disirkulasikan keluar dari sumur.
7. Dari segi ekonomi harus memiliki harga yang relative murah.
Pada operasi Hydraulic Fracturing proses pemompaan fluida adalah sebagai
berikut
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya
minyak, air, dan atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer
agent, fluid loss additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah damage, dan
ini dipompakan didepan untuk membantu memulai membuat rekahan.
Viscositas yang rendah dapat masuk ke matrix lebih mudah dan mendinginkan
formasi untuk mencegah degradasi gel.
2. Pad, yaitu fluida dengan viskositas lebih tinggi, juga tanpa proppant
dipompakan untuk membuka rekahan dan membuat persiapan agar lubang
dapat dimasuki slurry dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi
mengurangi leak-off (kebocoran fluida meresap masuk ke formasi). Pad
22
diperlukan dalam jumlah cukup agar tidak terjadi terjadi 100 % leak-off
sebelum rekahan terjadi dan proppant ditempatkan.
3. Slurry dengan proppant, yaitu proppant dicampur dengan fluida kental,
proppant ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan
penambahan proppant ini dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya
(tergantung pada karakteristik formasi, sistem fluida, dan gelling agent).
4. Flushing, yaitu fluida untuk mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,
viskositasnya tidak terlalu tinggi dengan friksi yang rendah.
γ = shear rate
μ = viskositas (air = 1), cp
Sedangkan untuk fluida Bingham Plastic berlaku :
τ = μ γ + τy .................................................................................... (5-31)
keterangan :
τy = yield point (fluida Newtonian = 1)
Dan untuk kebanyakan fluida perekah yang berlaku adalah Power Law untuk itu :
τ = K γn ........................................................................................... (5-32)
keterangan : K = consistency index, lbf-secn /ft2
n = power law index
Gambar 5.11.
Harga Shear Rate vs. Shear stress pada Fluida Newtonian
dan Non-Newtonian
Untuk fluida non-Newtonian, viskositasnya bergantung pada laju aliran.
Gambar 5.11. memperlihatkan plot vs. untuk tiga macam fluida.
Power law merupakan fluida non-newtonian yaitu fluida yang mempunyai
viskositas yang tidak konstan, tergantung pada besarnya geseran (shear rate) yang
terjadi. Fluida perekah yang bersifat power law sangat sensitif terhadap temperatur
tinggi, sehingga dapat mengalami degradasi yang cepat dan viscositas turun karena
temperatur. Apabila dinjeksikan kebawah permukaan maka viskositasnya akan
24
berubah menjadi lebih besar daripada saat dipermukaan yang disebabkan karena
adanya perubahan temperatur.
2. Leak-off Fluid (kebocoran fluida).
Kehilangan fluida (leak-off) adalah terjadinya aliran fluida perekah masuk
ke dalam formasi. Hal ini disebabkan karena tingginya tekanan fluida yang
dipompakan ke formasi, sehingga menyebabkan volume rekahan yang terjadi
berkurang serta proppant akan mengalami pemampatan dan mengendap. Leak-off
merupakan faktor penting dalam penentuan geometri rekahan.
Cooper et al. mendiskripsikan harga koefisien leak-off total (Ctot) yang
terdiri dari tiga mekanisme yang terpisah sebagai berikut :
1. Viscosity controlled (Ct), adalah suatu kehilangan fluida yang dipengaruhi oleh
viskositas. Penentuan besarnya harga Ct (ft/menit1/2) didapat dengan persamaan
:
k φ ΔP
Ct = 0,0469 ................................................................. (5-33)
μ1
keterangan :
k = permeabilitas relatif formasi terhadap material yang leak off, md
φ = porositas batuan, fraksi
μ1 = viskositas filtrat fluida perekah pada kondisi formasi, cp
ΔP = beda tekanan antara fluida didepan dinding dengan tekanan di pori-
pori batuan, psia
2. Compressibility controlled (CH), adalah suatu kehilangan fluida yang
dipengaruhi oleh kompresibilitas. Penentuan besarnya harga CH (ft/menit1/2)
dapat dilakukan dengan persamaan :
k Ct
CH = 0,0374 ΔP ............................................................ (5-34)
keterangan :
Ct = kompresibilitas total formasi, psi-1
μ = viskositas fluida formasi yang bisa bergerak pada kondisi reservoir,
cp
25
3. Wall building mechanism (CHt), yang terbentuk dari residu polimer di dinding
formasi yang menghalangi aliran ke formasi. Hal ini penting untuk membatasi
fluida yang hilang ke formasi. Harga CHt dihitung berdasarkan percobaan di
laboratorium, dimana harga CHt merupakan kemiringan pada daerah linier.
Dari ketiga mekanisme diatas, maka besarnya koefisien leak-off total adalah
sebagai berikut :
2 C t C H C Ht
( )
Ctot = 1/2
.......................... (5-35)
C t C Ht + C Ht 2 C t + 4C H C t + C Ht
2 2 2 2
Jenis ini memiliki berat jenis hampir sama dengan pasir (SG = 2,7),
memiliki kemampuan untuk menahan tekanan penutupan (Clossure
pressure) sampai 6000 psi, serta banyak digunakan di Alaska.
b. Keramik berdensitas sedang (Inter mediate Ceramic)
Jenis ini lebih ringan dan lebih murah dibandingkan Sintered Bauxite,
memiliki specific gravity 3,65. Karena harganya yang mahal maka proppant
ini hanya digunakan untuk mengatasi tekanan yang benar-benar tinggi.
Proppant jenis ini mampu menahan tekanan sebesar 12000 psi, biasa
digunakan untuk temperature tinggi dan sumur yang sour (mengandung
H2S).
c. Resin Coated Ceramic
Suatu jenis baru yang merupakan kombinasi perlapisan resin dan butiran
keramik. Jenis ini terbukti memberikan kinerja yang lebih baik. Khusus
untuk resin coated proppant, variasi yang dimunculkan semakin banyak.
Resin Coated Ceramic memiliki ketahanan terhadap closure pressure
sebesar 15000 psi dan temperature hingga 450 oF.
Pengaruh proppant terhadap konduktivitas rekahan.
Sifat fisik proppant yang mempengaruhi besarnya konduktivitas rekahan
antara lain :
1. Kekuatan proppant, apabila rekahan telah terbentuk, maka tekanan formasi
akan cenderung untuk menutup kembali rekahan tersebut yang dinotasikan
sebagai closure stress (stress yang diteruskan formasi kepada proppant pada
waktu rekahan menutup). Sehingga proppant harus dapat menahan closure
stress tersebut.
2. Ukuran proppant, dimana semakin besar ukuran proppant, biasanya
memberikan permeabilitas yang semakin baik.
3. Kualitas proppant, dimana prosentase kandungan impurities yang besar
dapat memberikan pengaruh pada proppant pack.
4. Bentuk butiran proppant, Semakin bulat dan halus permukaannya, semakin
tahan terhadap tekanan.
29
Gambar 5.12.
Skematis Model Carter
Dengan asumsi tersebut Carter menurunkan persamaan untuk luas bidang rekah
satu sayap :
q i W (2c πt W )2 erfc 2c π t + 4C t − 1
A(t) = e W ........ …………....………(5-36)
4ππ 2 W
qi W x2
e erfc (x ) +
2x
atau : A(t) = − 1 ………………………..………(5-37)
4ππ 2 π
keterangan :
x = 2C t w ,
31
Gambar 5.13.
Skematik dari Pengembangan Linier Perekahan
Menurut Metode PKN
Dalam Persamaan harga E sering diganti dengan G, yaitu Modulus Shear Elastis
yang hubungannya dengan Modulus Young adalah :
E
G= …………..................................................................................(5-38)
2(1 + v )
32
Gambar 5.14. menunjukkan skematik dari geometri model KGD. Tabel V-1.
menunjukkan persamaan-persamaan yang dibuat berdasarkan metode PKN dan
KGD dalam menentukan geometri rekahan. Untuk Tabel V-2. menunjukkan harga
dari koefisien-koefisien pada persamaan tersebut apabila dilakukan perhitungan
dengan metode matrik, misalnya panjang h, L, w dalam meter, sedangkan bila
dalam satuan ft, maka harus dibagi dengan 3,28.
Gambar 5.14.
Skematik dari Pengembangan Linier Fracturing
Menurut Metode KGD
Tabel V-1.
Persamaan-persamaan untuk Mencari Panjang Rekahan L,
Lebar Rekahan Maksimum w, dan Tekanan Injeksi p dan
dianggap Laju Injeksi Konstan
Model
Geometri L(t) W(0,t) (0,t) - H
Model PKN Gq 3
1/ 5
(1 − v) q 2
1/ 5
C 3 Gq o 3 L
1/ 4
C1 o
t4/5 4/5
(1 − v)h f 4 C2 o
t H f (1 − v) 3
Gh f
Model KGD Gq 3
1/ 4
(1 − v) q 3
1/ 4
C4 Gq h 3
1/ 4
C4 o
t2/3 C5 o
t1/ 3 o f
(1 − v)h f 3 Gh f 3 2H f (1 − v) 3 L2
33
Tabel V-2.
Harga C1 sampai C6
C Satu Dua
Sayap Sayap
PK C1 0,60 0,395
(Perkin&Kern) C2 2,64 2,00
C3 3,00 2,52
PKN C1 0,68 0,45
C2 2,50 1,89
C3 2,75 2,31
KGD C4 0,68 0,48
C5 1,87 1,32
C6 2,27 1,19
keterangan :
2C L t
= ...........................................................................................(5-40)
−
w+ 2 S p
34
Untuk PKN :
1 n' 1 1
n'
n' (1− n' ) .x ( 2n' +2)
( 2n' +2) (2n' +2) 1+ 2,14n' (2n' +2) (2n' +2) q i .h f f
w = 9,15 3,98 K'
(0) n' E'
........................................................................................................................ (5-41)
−
Dengan asumsi bahwa shape faktor : w = /5 w(0) ......................................(5-42)
E' w
Dan Pnet = Pf = (0) ........................................................................(5-43)
(2h )
f
Untuk KGD :
1 n' 1 1
n'
(2n' +2) 1 + 2n' 2n' +2 K ' 2n' +2 q i .x f (2n' +2)
n' 2
w = 11,1
(2n' +2) 3,24
........................................................................................................................ .(5-44)
−
Dengan asumsi shape faktor : w = /4 w(0) .................................................(5-45)
E' w (0) ( )
Dan Pnet = Pf = .........................................................................(5-46)
4x f
0,0217 ℎ𝑑 ℎ
∆p𝑑 = = [𝐾𝑙𝑐 (1 − √ ) + 0,515 (σ𝑐 - σ𝑎 ) √ℎ𝑑 𝑐𝑜𝑠 −1 (ℎ )] +0,0069ρ𝑓𝑙
√ℎ𝑑 ℎ 𝑑
Keterangan:
∆𝑝𝑢 = Perbedaan tekanan rekahan berkembang keatas, psi
∆𝑝𝑑 = Perbedaan tekanan rekahan berkembang kebawah, psi
ℎ𝑢 = Tinggi rekahan yang bermigrasi keatas, ft
ℎ𝑑 = Tinggi rekahan yang bermigrasi keatas, ft
ℎ = Tinggi gross pay zone, ft
𝐾𝑙𝑐 = Critical stress intensity factor, psi.in0,5
𝜎𝑎 = In-situ stress lapisan atas, psi
𝜎𝑏 = In-situ stress lapisan pay zone, psi
𝜎𝑐 = In-situ stress lapisan bawah, psi
𝜌𝑓𝑙 = Densitas fluida perekah, lb/ft3
Gambar 5.15.
Ilustrasi Model Tinggi Rekahan
36
Gambar 5.16.
Kelakuan tekanan secara umum pada perekahan
Pada gambar tersebut, tekanan bertambah sejalan dengan injeksi atau proses
perekahan dan dilanjutkan dengan tekanan penutupan sesaat (ISIP = Instantenous
Shut In Pressure) dimana dimulai fase penurunan sampai rekahan mulai menutup
bersamaan dengan fluid loss sampai rekahan sudah tertutup. Pada fase ini fluid loss
masih berlanjut dengan pola yang berbeda sejalan dengan penurunan laju fluid loss
dan menuju ke tekanan reservoirnya.
Tekanan penutupan sesaat yang diukur dengan cara menghentikan aliran
fluida, bergantung pada lebar rekahan dan juga tekanan yang ada di sekitar rekahan.
Bila fluida yang diinjeksi berada dalam volume yang besar karena keinginan untuk
37
membuat rekahan yang lebih lebar, maka dalam pengukurannya akan diperoleh
tekanan penutupan sesaat yang besar pula. Sedangkan bila kita ingin mengetahui
adanya pengaruh dari tegangan tektonik (tectonic stress) pada suatu formasi yang
akan direkahkan, maka tekanan penutupan harus diukur setelah diinjeksikan
sejumlah fluida berviskositas rendah (dalam jumlah yang sedikit). Hal ini karena
pada kondisi tersebut di atas, tekanan injeksi fluida belum banyak berpengaruh
terhadap melebarnya rekahan. Besarnya tekanan injeksi fluida tersebut biasanya
kurang dari 3000 Kpa.
Setelah tekanan penutupan dilakukan, karena pengaruh stress yang ada
dalam bumi maka mengakibatkan fluida perekah akan menempel pada dinding
rekahan sampai rekahan tersebut menutup kembali. Dan selanjutnya pada saat
dinding rekahan mulai menutup dan karena adanya pengaruh dari stress bumi dan
juga adanya kebocoran fluida, sehingga mengakibatkan tekanan turun dengan
sendirinya.
Di sini perlu diketahui bahwa perilaku tekanan seperti yang diperlihatkan
pada (Gambar 4.5) di atas adalah sangat ideal karena dalam prakteknya mungkin
tidak demikian. Sebagai contoh, bila pada suatu formasi yang sebelumnya telah
dilakukan perekahan, maka mungkin tidak akan ada perbedaan antara besar tekanan
rekah dengan tekanan pengembangan.. Dan bila suatu reservoir memiliki tekanan
yang sangat rendah, sumur akan terus membuka pada saat rekahan menutup
sehingga tekanan statis reservoir tidak akan bisa diukur di permukaan.
Bila ISIP adalah tekanan penutupan sesaat yang diukur di permukaan dan
di mana D adalah kedalaman formasi. Persamaan di atas adalah tepat karena ketika
aliran fluida dihentikan maka tekanan friksi akan turun atau berkurang.
Sedangkan gradien rekah (FG) akan diperoleh dengan membagi tekanan
dasar sumur dengan kedalaman. Secara sistematis dapat ditulis :
FG = BISIP / D .................................................................................. (5-50)
38
b. Fluid Properties
Menentukan effective composite fluid loss coefficient (Ceff) dengan
menggunakan data Cw, Cv, Cc.
Ceff = ft/min1/2
c. Fracture Geometry
Menentukan Slope pada nilai WR (Width Ratio).
d. Proppant Transport
Menentukan harga hf dan hc
e. Peramalan Productivity Index Ratio
J
Menentukan harga
Jo
a. Metode Prats
Metode Prats adalah metode yang pertama kali digunakan dan sangat sederhana.
Kelemahan dari metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap ideal. Metode
Prats dijabarkan lewat persamaan :
r
ln e
J
= rw ............................................................................. (5-51)
Jo re
ln
0,5 L f
keterangan :
Lf = setengah panjang rekahan dua sayap
Anggapan dalam persamaan Prats adalah :
a. keadaan steady state
b. di daerah silinder
c. fluida incompressible
d. konduktivitas rekahan tidak terbatas
e. tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi
Sebagai contoh, bila Lf = 500 ft, re = 2106 ft (spasi sumur 320 acres, segiempat),
rw = 0,354 ft, maka akan menghasilkan J/Jo = 4,08.
1
𝐽𝑑 = [ 𝑟𝑒 ] …………………………………………….. (5-52)
ln(0,472.𝑥𝑓)+𝑓
dimana 𝑓 adalah fungsi pseudo skin sehubungan dengan panjang rekahan. 𝑓 dapat
dicari dengan persamaan:
1,65-0,328u+0,116u2
𝑓 = …………………………………………….. (5-53)
1+0,18u+0,064u2 +0,005u3
Keterangan :
u = ln(𝐶𝑓𝑑 )
41
Jd
FOI = …………………………………………………………….... (5-54)
Jd unfrac
keterangan:
𝐹𝑂𝐼 = Perbandingan dimensionless indeks produktifitas,
𝐽𝐷 = Dimensionless indeks produktifitas setelah perekahan,
𝐽𝐷 𝑢𝑛𝑓𝑟𝑎𝑐 = Dimensionless indeks produktifitas sebelum perekahan
c. Metode McGuire-Sikora
McGuire dan Sikora mempelajari tentang efek rekahan vertikal pada
produktifitas pada reservoir dengan tenaga pendorong solution gas. Asumsi
yang digunakan adalah:
a. aliran adalah pseudo steady state
b. laju aliran konstan tanpa ada aliran dari luar batas re
c. fluida inkompressible
d. daerah pengurasan berbentuk segiempat sama sisi
e. lebar rekahan sama dengan lebar formasi
Prosedur metode ini dengan menggunakan grafik McGuire dan Sikora yaitu :
1) Menghitung perbandingan panjang rekahan (xf) dengan jari-jari pengurasan
sumur (re).
2) Menghitung harga konduktifitas relatif (absis pada grafik McGuire dan
Sikora).
12.w.k f 40
........................................................................ (5-55)
k A
3) Dari perpotongan kurva xf/re pada grafik McGuire dan Sikora (Gambar
5.17), maka akan didapatkan harga pada sumbu y.
4) Menghitung rasio PI sesudah rekahan dengan PI sebelum rekahan (open
hole).
𝐽𝑓 7,13
=[ 𝑟𝑒 ] ....................................................... (5-56)
𝐽𝑜 ln(0,472.𝑟𝑤)
42
Gambar 5.17.
Grafik McGuire Sikora
43
Semakin kecil harga pay out time maka proyek tersebut semakin baik karena
modal akan lebih cepat kembali.
2. Net Present Value (NPV).
Net present value merupakan indikator keekonomian suatu proyek yang
menggambarkan untung atau ruginya suatu proyek yang dilaksanakan, semakin
44
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
RINGKASAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN