Anda di halaman 1dari 38

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit tidak menular merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan
dari orang ke orang. Penyakit tidak menular adalah salah satu masalah kesehatan
utama dan akan terus berkembang di abad ke-21. Penyakit tidak menular utama
adalah penyakit hipertensi, diabetes mellitus, kanker, dan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (Kemenkes, 2017). Menurut laporan World Health Organization 2017,
penyakit tidak menular menyebabkan 40 juta atau sekitar 70% dari 56 juta
kematian di dunia di tahun 2015. Sekitar 52% kematian usia<70 tahun disebabkan
oleh penyakit tidak menular.
Tekanan darah tinggi menyebabkan 9,4 juta atau sekitar 7% kematian di
dunia dan diabetes menyebabkan 1,6 juta kematian atau sebesar 4% kematian di
dunia. Prevalensi global tekanan darah tinggi di usia ≥18 tahun sekitar 22% tahun
2014. Menurut laporan WHO mengenai diabetes tahun 2016, secara global
diperkirakan 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes di tahun 2014.Diabetes
menyebabkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012. Glukosa darah yang lebih tinggi
dari yang optimal menyebabkan tambahan 2,2 juta kematian, dengan
meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan lainnya (WHO,2017).
Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017, prevalensi penduduk
dengan tekanan darah tinggi secara nasional sebesar 30,9%. Prevalensi tekanan
darah tinggi pada perempuan (32,9%) lebih tinggi dibanding dengan laki-laki
(28,7%). Prevalensi hipertensi berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan
pengukuran terlihat meningkat seiring bertambahnya umur, pada kelompok umur
≥75 tahun prevalensi hipertensi sebesar 63,8% (Kemenkes, 2017).
Menurut Kementerian Kesehatan tahun 2013, penyakit hipertensi dan
diabetes mellitus termasuk penyakit terbanyak pada lanjut usia, yaitu sebesar
57,6% pada penyakit hipertensi dan 4,8% pada penyakit diabetes mellitus.
Adapun prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun
sebesar 25,8% dan prevalensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis
tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi) sebesar 9,5% dan prevalensi

1
penyakit diabetes mellitus berdasarkan wawancara sebesar 1,5%, dm terdiagnosis
dokter sebesar atau gejala sebesar 2,1% (Kemenkes, 2013).
Peningkatan penyakit kronis di Indonesia menyebabkan Indonesia
berupaya untuk mengatasi terjadinya defisit negara dalam mengeluarkan biaya
pengobatan. Pada tahun 2017 BPJS Kesehatan mengalami defisit sekitar Rp 10
trilyun, hal tersebut disebabkan karena tingginya klaim yang harus dibayarkan
tidak bisa ditutupi oleh iuran peserta. Penyakit tidak menular yang terus
meningkat berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya
hidup yang seiring dengan perkembangan dunia yang makin modern,
pertumbuhan populasi dan peningkatan usia harapan hidup. Penyakit tidak
menular dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya yaitu merokok,
diet yang tidak sehat, mengurangi aktifitas fisik dan konsumsi minuman alkhohol.
Upaya untuk mencegah lebih murah dibandingkan dengan biaya
pengobatan penyakit tidak menular. Sehingga BPJS Kesehatan melakukan upaya
preventif dan promotif untuk mencegah terjadinya komplikasi penyakit dan
peningkatan penyakit degeneratif, agar pembiayaan kesehatan untuk penyakit
degeneratif dapat diminimalisir serta dapat memberi kesejahteraan terhadap
kesehatan para peserta pengguna BPJS Kesehatan.
Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) merupakan suatu sistem
pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara
terintegrasi yang melibatkan peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan
dalam rangka pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang optimal
dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Sasaran dari kegiatan
prolanis adalah seluruh peserta BPJS Kesehatan penyandang penyakit kronis
khusunya Diabetes Mellitus (DM) Tipe II dan hipertensi.Prolanis ini dilaksanakan
oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) baik di FKTP Pemerintah maupun
FKTP swasta (BPJS Kesehatan, 2014).
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2015, jumlah prevalensi
hipertensi pada usia diatas 18 tahun di Kota Padang sebesar 9.587 jiwa dari
633.496 jiwa atau sebesar 5% (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, 2017).
Prevalensi diabetes mellitus makin meningkat pada usia lanjut. Meningkatnya
prevalensi DM di beberapa negara berkembang akibat peningkatan kemakmuran

2
di Negara yang bersangkutan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota
besar menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit degenerative.
Jumlah orang yang menderita DM di Indonesia terus meningkat dimana
saat ini diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia atau berarti 1 dari 40
penduduk Indonesia menderita DM. Menurut data dari Puskesmas Seberang
Padang pada tahun 2018 penyakit DM dan hipertensi termasuk ke dalam penyakit
tidak menular terbanyak di Seberang Padang. Dari data ini diperoleh jumlah rata-
rata pasien yang berobat ke Puskesmas Seberang Padang adalah sebanyak ±237
pasien hipertensi dan ±108 pasien diabetes melitus tiap bulannya. Oleh karena itu
perlu dilakukan tindak lanjut lebih dalam penanganan penyakit hipertensi dan DM
Puskesmas seberang padang, terkhususnya dalam klub prolanis yang telah
dibentuk untuk cakupan wilayah seberang padang.
Puskesmas Seberang Padang merupakan salah satu Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) rawat inap yang terletak di Kecamatan Padang Selatan
Kota Padang Provinsi Sumatera Barat. Wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang
memiliki 4 kelurahan yaitu Kelurahan Seberang Padang, Kelurahan Alang Laweh,
Kelurahan Ranah Parak Rumbio, dan Kelurahan Belakang Pondok. Dengan
penduduk di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2018 berjumlah
18.597 jiwa. terdiri dari laki–laki 9.302 jiwa dan perempuan 9.295 jiwa. Penduduk
Seberang Padang merupakan penduduk terbanyak di dalam wilayah kerja
Puskesmas Seberang Padang, yaitu sebanyak 7460 orang.
Berdasarkan wawancara pendahuluan yang dilakukan peneliti pada
agustus 2019 terhadap penderita penyakit kronis di Puskesmas Seberang Padang
didapatkan beberapa penderita penyakit kronis belum mengetahui adanya program
ini. Beberapa lainnya lebih mengutamakan untuk melakukan pengobatan langsung
di puskesmas jika mengalami gangguan kesehatan daripada mengikuti kegiatan
prolanis. Mereka juga mengaku tidak memiliki waktu untuk datang ke puskesmas
di hari biasa bekerja. Selain itu mereka tidak mau datang karena tidak ada yang
mengantarkan mereka ke puskesmas. Hal ini menunjukkan bahwa penderita masih
merasa belum membutuhkan pelayanan program pengelolaan penyakit kronis.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

3
penelitian tentang faktor-faktor apayang memengaruhi pemanfaatan prolanis di
Puskesmas Seberang Padang tahun 2019.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang dipaparkan di atas, maka yang
menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah apa faktor-faktor yang
memengaruhi pemanfaatan prolanis di Puskesmas Seberang Padang tahun 2019.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang
memengaruhipemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis (prolanis) oleh di
Puskesmas Seberang Padang tahun 2019.
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus meliputi adanya pengaruh usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pengetahuan, dukungan keluarga, peran petugas, dan kebutuhan akan pelayanan
terhadap pemanfaatan prolanis di Puskesmas Seberang Padang Tahun 2019.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat, sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi mengenai pemanfaatan prolanis
di Puskesmas Seberang Padang Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang.
2. Sebagai bahan untuk menambah wawasan ilmu kesehatan masyarakat
terutama di bidang Administrasi dan Kebijakan Masyarakat.
3. Sebagai sumber referensi yang dapat dijadikan bacaan dan panduan oleh
peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan
faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan prolanis.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyakit Kronis


Menurut WHO 2014, penyakit kronis merupakan penyakit yang
didefinisikan sebagai penyakit yang memerlukan waktu lama agar dapat terbentuk
sepenuhnya. Waktu yang panjang tersebut memberikan banyak kesempatan untuk
pencegahanakan tetapi membutuhkan pendekatan jangka panjang dan sistematis
dalam pengobatannya. Pelayanan kesehatan harus mengintegrasikan tanggapan
terhadap penyakit-penyakit tersebut dengan tanggapan terhadap penyakit akut dan
penyakit menular.
Penyakit kronis tidak disebabkan oleh infeksi atau patogen tetapi
disebabkan oleh gaya hidup, perilaku berisiko, serta pajanan yang berkaitan
dengan proses penuaan. Dari beberapa faktor risiko penyakit kronis yang dapat
diubah yang paling penting adalah diet yang sehat, ataupun makanan yang
berlebihan, kurangnya aktfita fisik, dan penggunaan tembakau. Sedangkan faktor
risiko yang tidak dapat diubah yaiu usia dan genetik. (WHO, 2014).
2.1.1 Hipertensi
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukutan dengan selang waktu lima menit dalam keadaa
cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka
waktu yang lama (persisten) dapat menimbukan kerusakan pada ginjal (gagal
ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) nilai
tidak dideteksi secara dini dan mendapatkan pengobatan yang memadai. Banyak
pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus
meningkat. Oleh karena itu, dibutuhkan partisipasi semua pihak, baik dokter dari
berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, maupun swasta.
Dalam mengatasi kasus Hipertensi terdapat 6 komponen yang dapat
dilakukan oleh pemerintah (WHO, 2014):
1. Program pelayanan primer terpadu
2. Biaya pelaksanaan program

5
3. Diagnosis dan obat-obatan dasar
4. Pengurangan faktor risiko di masyarakat
5. Program kesehatan berdasrkan tempat kerja
6. Pemantauan hasil
2.1.2 Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus meruakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
katrakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Menurut International Diabetes
Federation (2017) Diabetes Mellitus adalah suatu kondisi kronis yang terjadi
ketika tubuh tidak bisa menghasikan cukup insulin atau tidak dapat menggunakan
insulin yang ditandai denganpeningkatan konsentrasi glukosa darah.
Faktor risiko diabetes mellitus dikelompokkan menjadi faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah ras
dan etnik, umur, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan diabetes mellitus, riwayat
melahirkan dengan berat badan lebih dari 4000 gram, dan riwayat lahir dengan
berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 gram). Sedangkan faktor risiko yang
dapat dimodifikasi erat kaitannya dengan perilaku idup yang kurang sehat, yaitu
berat badan lebih, obsias abdominal/sentral, kurangnya aktifitas fisik, hipertensi,
dilipidemia, diet tidak sehat/tidak seimbang, riwayat Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) atau Gula Darah Puasa Terganggu dan merokok (Kemenkes RI, 2014).
2.2 Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis)
2.2.1 Konsep prolanis
Prolanis merupakan upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh
BPJS kesehatan pada era JKN. Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan
dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan
peserta, fasilitas kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka pemeliharaan
kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang
efektif dan efisien.
Selain itu kegiatan Prolanis mendorong peserta penyandang penyakit
kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indicator 75% peserta terdaftar
yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada

6
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan
Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
Sasaran dari kegiatan prolanis adalah seluruh peserta BPJS Kesehatan
penyandang penyakit kronis khususnya Diabetes Mellitus (DM) Tipe II dan
Hipertensi.Adapun kegiatan yang dilaksanakan Prolanis meliputi aktifitas
konsultasi medis/edukasi, home visit, reminder, aktifitas klub dan pemantauan
status kesehatan. Penanggung jawab kegiatan ini adalah Kantor Cabang BPJS
Kesehatan bagian manajemen pelayanan primer.
2.2.2 Persiapan pelaksanaan prolanis
Berdasarkan buku panduan praktis program pengelolaan penyakit kronis
yang diterbitkan oleh BPJS Kesehatan, adapun persiapan yang perlu dilakukan
dalam pelaksanan kegiatan prolanis meliputi (BPJS Kesehatan, 2014):
1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan:
a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau
b. Hasil Diagnosa DM dan Hipertensi (pada Faskes Tingkat Pertama
maupun RS)
2. Menentukan target sasaran
3. Melakukan pemetaan Faskes Dokter Keluarga/Puskesmas berdasarkan
distribusi target sasaran peserta
4. Meyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola
5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium)
6. Permintaan pernyataan kesediaan jejaring faskes untuk melayani peserta
Prolanis
7. Melakukan sosialisasi Prolanis kepada peserta (instansi, pertemuan
kelompok pasien kronis di RS, dan lain-lain)
8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang DM Tipe 2 dan
Hipertensi untuk bergabung dalam Prolanis
9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form
kesediaan yang diberikan oleh calon peserta Prolanis
10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan pada peserta terdaftar
Prolanis
11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar

7
12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta prolanis
13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola
14. Bersama dengan Faskes melakukan rekapitulas data pemeriksaan status
kesehatan peserta, meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT,
HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus
segera dilakukan pemeriksaan
15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta
per faskes pengelola (data merupakan Iuran Aplikasi P-Care)
16. Melakukan Monitoring aktifitas Prolanis pada masing-masing Faskes
Pengelola
a. Menerima laporan aktifitas Prolanis dari faskes Pengelola
b. Menganalisas data
17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes Prolanis
18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat

8
Gambar 1. Skema pengelolaan penyakit kronis bagi peserta BPJS kesehatan
2.2.3 Bentuk kegiatan prolanis
Pencapaian tujuan dalam prolanis terdapat enam kegiatan pokok yang
harus dilaksanakan secara teratur oleh FKTP yang bersangkutan, adapun kegiatan
prolanis adalah sebagai berikut (BPJS Kesehatan, 2014) :
1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis
Konsultasi medis ini berkaitan dengan peserta yang ingin berkonsultasi
mengenai keluhan yang dialami dengan dokter. Jadwal konsultasi medis
disepakati bersama dengan peserta dengan fasilitas kesehatan pengelola.
2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis
Edukasi kelompok peserta (klub) Prolanis adalah kegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan
mencegah timbulnya penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta
prolanis. Sasaran dari kegiatan edukasi klub Prolanis ini adalah terbentuknya

9
kelompok peserta (klub) Prolanis minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub.
Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan Peserta dan kebutuhan
edukasi.
3. Reminder melalui SMS Gateway
Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan
kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi
ke Faskes Pengelola tersebut. Adapun sasaran dari kegiatan reminder SMS
gateway adalah tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-
masing Faskes pengelola.
4. Home visit
Home visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta
Prolanis untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi
peserta prolanis dan keluarga. Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah peserta
prolanis dengan kriteria peserta baru terdaftar, peserta tidak berturt-turut, peserta
dengan GDP, GDPP di bawah standar 3 bulan berturut-turut, peserta dengan
Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut-turut (PPDM), peserta pasca
opname.
5. Aktivitas Klub
Aktivitas klub di masing-masing Faskes Pengelola memiliki aktivitas yang
berbeda namun tetap mengacu pada tujuan program. Aktivitas klub dilakukan
sesuai dengan inovasi dari masing-masing Faskes Pengelola, salah satu aktivitas
yang dilaksanakan adalah senam.
6. Pemantauan Status Kesehatan
Pemantauan status kesehatan dilakukan oleh Faskes Pengelola kepada
peserta terdaftar yang meliputi pemeriksaan GDP, GDPP, Tekanan Darah, IMT,
HbA1C oleh tenaga kesehatan.
Peserta Prolanis harus sudah mendapat penjelasan tentang program dan
telah menyatakan kesediaannya untuk bergabung. Peserta Prolanis merupakan
peserta BPJS yang dinyatakan telah terdiagnosa DM Tipe 2 dan atau Hipertensi
oleh Dokter Spesialis Tingkat Lanjutan.Pelaksanaan kegiatan-kegiatan Prolanis
dilakukan pencatatan dan pelaporan terkait hasil dari pelaksanaan Prolanis
tersebut untuk dijadikan dokumentasi dan pertanggungjawaban kepada pihak

10
penyelenggara yaitu BPJS Kesehatan. Pencatatan dan Pelaporan Prolanis
menggunakan aplikasi pelayanan primer P-Care.
2.3 Puskesmas
Menurut Permenkes 75 Tahun 2014, puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No. 75, 2014).
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang:
1. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat.
2. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.
3. Hidup dalam lingkungan yang sehat.
4. Memiliki derajat kesehatan yang optimal baik individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat
2.3.1 Fungsi puskesmas
Menurut Permenkes 75 Tahun 2014, fungsi Puskesmas ada dua yaitu :
1. Penyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat (UKM) tingkat pertama di
wilayah kerjanya
2. Penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan (UKP) tingkat pertama di
wilayah kerjanya
2.3.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan proses [endaya-fungsian
layanan kesehatan oleh masyarakat. Menurut Levey Loomba (1973) dalam Azwar
(2010), yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati penyakit serta
memulihkan kesehatan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Keputusan seseorang untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan ttidak
terlepas dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun
faktor-faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dijelaskan dengan Teori

11
Lawrence Green (1980) dalam Notoadmojo (2010), yang dibedakan dalam tida
faktor yaitu:
1. Faktor Predisposisi (predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi
dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai, dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi seseorang
atau kelompok untuk bertindak.
2. Faktor Pemungkin (enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang
memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam faktor
pemungkin adalah keterampilan, sumber daya pribadi dan komunitas.Seperti
tersedianya pelayanan kesehatan termasuk alat-alat kontrasepsi, keterjangkauan,
kebijakan, peraturan dan perundangan.
3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja tergantung pada
tujuan dan jenis program. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku
masyarakat. Seseorang akan memutuskan menggunakan atau memanfaatkan
sarana pelayanan kesehatan berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang
memengaruhinya.
2.3.3 Faktor-faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
Proses dan penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh
masyarakat atau konsumen selanjutnya dijelaskan oleh Anderson dalam
Notoadmojo (2010), yang menyatakan bahwa keputusan seseorang dalam
menggunakan atau memanfaatkan sarana pelayanan tergantung pada :
1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Factors)
Karakteristik predisposisi menggambarkan fakta bahwa individu
mempunyai kecendrungan untuk menggunakan atau memanfaatkan pelayanan
kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke dalam
tiga kelompok yaitu:

12
a. Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
anggota keluarga
b. Struktur sosisal : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, agama,
kesukuan
c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan.
2. Karakteristik Pendukung (enabling characteristic)
a. Sumber daya keluarga (family resources) meliputi penghasilan keluarga,
kemampuan membeli jasa pelayanan.
b. Sumber daya masyarakat (community resources) meliputi jumlah sarana
pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan
tenaga kesehatan dan lokasi sarana ketercapaianpelayanan dan sumber
yang ada didalam masyarakat.
3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristic)
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada.
Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi menjadi 2 kategori yakni :
a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang
dirasakan.
b. Evaluate clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit
didasarkan oleh penilaian petugas.

2.4 Landasan Teori


Usia. Pada umumnya penyakit hipertensi dan dm berkembang pada saat
sumur seseorang mencapai paruh baya yakni cenderung meningkat khususnya
lebih yang berusia 60 tahun keatas. Menurut Notoadmojo (2012) usia lanjut
adalah kelompok orang yang sedang mengalami proses perubahan bertahap dalam
jangka waktu dekade. Seseorang dikatakan sebagai lanjut usia 60 tahun atau
lebih.Menurut penelitian terkait Tawakkal (2015) kelompok umur pra lansia lebih
banyak memanfaatkan program pemanfaatan prolanis dibandingkaan dengan
kelompok umur lansia.
Kementerian kesehatan mengklasifikasikan Lansia menjadi empat
klasifikasi (Kemenkes, 2010) sebagai berikut:

13
1. Pralansia, seseorang yang berusia 45-59 tahun
2. Lansia , seseorang yang berusia 60-69 tahun
3. Lansia risiko tinggi, seseirang yang berusia 70 tahun atau
ebih/dengan masalah kesehatan
4. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
Jenis kelamin. Menurut Anderson dalam Notoadmodjo (2012) jenis
kelamin merupakan faktor predisposing dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan.Berdasarkan hasil penelitian Rahmi (2015) mengatakan pasien yang
berjenis kelamin perempuan memiliki peluang yang lebih besar dibandingkan
dengan laki-laki. Menurut penelitian Tawakkal (2015) jenis kelamin berhubungan
dengan pemanfaatan prolanis. Hal ini mungkin dikarenakan kelompok perempuan
memiliki tingkat awareness yang lebih tinggi terhadap penyakitnya sehingga
perempuan akan langsung mendatangi tempat kegiatan Prolanis untuk mencegah
terjadinya keparahan penyakit.
Pengetahuan. Menurut Notoadmodjo (2012) pengetahuan merupakan
hasil dari tahu dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah
kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behavior). Tingkat pengetahuan seseorang terhadap suatu objek
memiliki intensitas yang berbeda-beda. Secara umum, tingkat pengetahuan dibagi
menjadi 6 tingkat, yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang teah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
tentang apa yang dipelajari antara lain dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

14
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metodde,
prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu benda keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyeseuaikan,dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada.
Pekerjaan. Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan sehari-hari.
Pekerjaan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia.
Pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktek yang

15
memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu untuk
menghindari masalah kesehatan (Notoadmojo, 2012). Menurut penelitian
Tawakkal (2015) pasien yang bekerja memanfaatkan program pengelolaan
penyakit kronis lebih besar dibandingkan pasien yang tidak bekerja. Namun,
jumlah pasien yang tidak bekerja jauh lebih banyak dibandingkan pasien yang
bekerja. Banyaknya pasien yang tidak bekerja dikarenakan pasien merupakan
lansia yang sudah pension dari pekerjaannya.
Peran petugas kesehatan. Menurut UU RI No. 36 tahun 2014 tenaga
kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Petugas kesehatan sebaiknya memberikan motivasi berupa
pemberian informasi penting terkait penyakit kronis begitu juga bagaimana
komplikasi yang akan terjadi jika tidak dilakukan pencegahan, agar penyandang
penyakit kronis khususnya penyakit Diabetes Mellitus Tipe 2 dan penyakit
Hipertensi mau mengikuti kegiatan program pengelolaan penyakit kronis
(Prolanis).
Dukungan keluarga. Keluarga merupakan kelompok yang mempunyai
peranan yang amat penting dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan
atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga. Untuk
mencapai perilaku sehat masyarakat, maka harus dimulai pada masing-masing
tatanan keluarga.Keluarga merupakan tempat yang kondusif untuk tempat
tumbuhnya perilaku sehat bagi anak-anak sebagai calon anggota masyarakat,
maka promosi sangat berperan (Notoadmojo, 2010).
Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan dan penerimaan terhadap
penderita yang sakit. Hipertensi dan Diabetes Mellitus memerukan pengobatan
seumur hidup, dukungan sosial dari orang lain yang sangat dipeerlukan dalam
menjalani pengobatannya. Dukungan dari keluarga dapat membantu seseorang
dalam menjalani program pengeloaan penyakit kronis. Hasil penelitian Tawakal
(2015) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan
keuarga dengan pemanfaatan program pengeolaan penyakit kronis.

16
Kebutuhan akan pelayanan. Anderson dalam Notoadmodjo (2012)
menyatakan bahwa jumlah penggunakan pelayanan kesehatan oleh suatu keluarga
merupakan karakteristik disposisi, kemampuan serta kebutuhan keluarga itu atas
pelayanan medis, semua komponen tersebut dianggap mempunyai peranan
tersendiri dalam memahami perbedaan pemanfaatan pelayanan kesehatan,
sedangkan kebutuhan merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan faktor
predisposisi dan kemampuan.

17
BAB 3
KERANGKA TEORI DAN METODE PENELITIAN

Kerangka Teori
Berdasarkan landasan teori maka didapat kerangka teori sebagai berikut

Faktor predisposisi:
Usia
Jenis Kelamin Gambar 2. Kerangka teori

Pengetahuan
Pekerjaan

Faktor pendukung :
Pemanfaatan prolanis
Peran Petugas Kesehatan
Dukungan Keluarga

Faktor Kebutuhan:
Kebutuhan akan pelayanan

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis atau Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif melalui survei untuk
mengetahui gambaran pemanfaatan Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(Prolanis) di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang pada tahun 2019.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di poli umum, poli lansia, dan pada kegiatan posyandu
lansia di wilayah Seberang Padang pada tanggal 21 Agustus – 14 September 2019.
3.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung ke
posyandu lansia wilayah Seberang Padang dan pasien yang berobat ke poli umum
18
maupun poli lansia Puskesmas Seberang Padang pada 21 Agustus-14 September
2019.
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah semua pasien yang berkunjung ke
posyandu lansia wilayah Seberang Padang dan pasien hipertensi dan atau diabetes
melitus yang berobat ke poli umum/lansia Puskesmas Seberang Padang yang
bertempat tinggal di wilayah kerja Seberang Padang pada 21 Agustus-14
September 2019.
3.3.3 Teknik pengambilan sampel
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total
sampling.
3.4 Definisi Operasional Variabel
3.4.1 Karakteristik pasien
3.4.2.1 Jenis kelamin
Jenis kelamin adalah jenis kelamin pasien yang tercantum di lembar kuesioner
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Data kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Laki-laki
2. Perempuan
3.4.2.2 Usia
Usia adalah usia pasien tercantum di lembar kuesioner
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Data kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. ≤60 tahun
2. >60 tahun
3.4.2.3 Pendidikan
Pendidikan adalah pendidikan pasien yang tercantum di lembar kuesioner
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Data kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Tidak sekolah/tidak tamat SD

19
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Akademik/perguruan tinggi
3.4.2.4 Pekerjaan
Pekerjaan adalah pekerjaan pasien yang tercantum di lembar kuesioner
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Data kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Tidak bekerja/IRT/pensiun
2. PNS
3. Petani/buruh
4. Wiraswasta/pedagang
5. Lain-lain
3.4.2.5 Penyakit yang diderita
Penyakit yang diderita adalah penyakit pasien yang tercantum di lembar kuesioner
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Data kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Hipertensi
2. Diabetes melitus
3. Hipertensi dan diabetes melitus
4. Tidak hipertensi/diabetes melitus
3.4.2 Pemanfaatan prolanis
Pemanfaatan Prolanis adalah pasien yang menjadi peserta dan ikut serta dalam
mengikuti kegiatan prolanis/posyandu lansia di wilayah Seberang Padang
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Pernah
2. Tidak pernah
3.4.3 Pengetahuan

20
Pengetahuan adalah tingkat pengetahuan pasien dalam memahami kegiatan
prolanis sesuai data kuesioner.
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Baik
2. Tidak baik
3.4.4 Peran petugas
Peran petugas adalah peran petugas yang dirasakan pasien dalam pelaksanaan
prolanis sesuai data kuesioner.
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Berperan baik
2. Kurang berperan
3.4.5 Dukungan keluarga
Dukungan keluarga adalah sikap dan tindakan anggota keluarga yang bersifat
mendukung, memberi saran, selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan sesuai data kuesioner.
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Mendukung
2. Tidak mendukung
3.4.6 Kebutuhan akan pelayanan
Kebutuhan akan pelayanan adalah rasa butuh pasien terhadap pelayanan kesehatan
sesuai data kuesioner.
Cara ukur : Observasi kuesioner
Alat ukur : Kuesioner
Skala ukur : Nominal
Hasil ukur : 1. Membutuhkan
2. Tidak membutuhkan

21
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini adalah data kuesioner pasien yang mengikuti
posyandu lansia dan pasien penderita hipertensi dan atau diabetes melitus yang
berobat ke Puskesmas Seberang Padang yang tinggal di wilayah kerja Seberang
Padang.
3.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data
a. Pembagian kuesioner dan wawancara pada semua pasien yang hadir di
posyandu lansia Seberang Padang dan pasien hipertensi dan atau diabetes
melitus yang berobat ke poli umum/lansia.
b. Pengumpulan kuesioner dan observasi hasil pengisian kuesioner oleh pasien
3.7 Analisis Data
Hasil penelitian ini ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel yang diteliti.

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Seberang Padang


Puskesmas Seberang Padang merupakan satu dari tiga puskesmas yang
berada di kecamatan Padang Selatan. Puskesmas Seberang Padang berdiri pada
tahun 1970, termasuk puskesmas tertua di kota Padang. Dahulunya Puskesmas
Seberang Padang merupakan satu satunya puskesmas untuk kecamatan Padang
Selatan sebelum adanya Puskesmas lain pada tahun 1980 dan 1992. Saat itu
Puskesmas membawahi 24 Kelurahan, namun sejak adanya 2 Puskesmas lain dan
penciutan jumlah kelurahan, wilayah kerja sekarang tinggal 4 kelurahan saja.
1. Geografi
Puskesmas Seberang Padang berlokasi di Kecamatan Padang Selatan kelurahan
Seberang Padang. Wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang mencakup 4
(empat) kelurahan yaitu:
1. Kelurahan Seberang Padang,
2. Kelurahan Alang Laweh,
3. Kelurahan Ranah Parak Rumbio,
22
4. Kelurahan Belakang Pondok.
Keempat Kelurahan tersebut dapat di lalui dengan jalan darat. Luas wilayah ±
2.37 km2, terletak lebih kurang 4 meter di atas permukaan laut dan merupakan
zona merah bencana tsunami.
Batas wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang adalah sebagai berikut :
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Parak Gadang Timur.
2. Sebelah selatan berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Rawang
Kelurahan Mata Air.
3. Sebelah barat berbatasan dengan wilayah kerja Puskesmas Pemancungan
Kelurahan Pasa Gadang.
4. Sebelah timur berbatasan Kecamatan Lubuk Begalung

Gambar 3. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2018

2. Keadaan Demografi
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang Tahun 2018
berjumlah 18597 jiwa. terdiri dari laki–laki 9302 jiwa dan perempuan 9295 jiwa.
Adapun jumlah penduduk perkelurahan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dibawah ini :

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Menurut Kelurahan di Wilayah Kerja


Puskesmas Seberang Padang Tahun 2018

23
No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Seberang Padang 3752 3708 7460
2 Alang Laweh 2551 2369 4920
3 Ranah Parak Rumbio 2025 2094 4119
4 Belakang Pondok 974 1124 2098
JUMLAH 9302 9295 18597

4.2 Distribusi frekuensi pemanfaatan program pengelolaan penyakit kronis


wilayah Seberang Padang
Penelitian dilakukan di posyandu lansia, poli umum, dan poli lansia
Puskesmas Seberang Padang melalui wawancara dan pembagian kuesioner pada
pasien mulai 21 Agustus – 14 September 2019. Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan 52 pasien yang termasuk ke dalam wilayah kelurahan Seberang
Padang yang memenuhi kriteria penelitian.
4.2.1 Karakteristik pasien
Karakteristik pasien pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penyakit yang diderita, seperti tertera
pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2: Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan karakteristik


pasien wilayah Seberang Padang
No. Karakteristik pasien n=52 %
1. Umur
1. ≤ 60 tahun 20 38,5%
2. > 60 tahun 32 61,5%
2. Jenis Kelamin
1. Laki-laki 10 19,2%
2. Perempuan 42 80,8%

24
3. Pendidikan
1. Tidak sekolah/ tidak tamat SD 7 13,5%
2. SD 15 28,8%
3. SMP 8 15,4%
4. SMA 18 34,6%
5. Akademik/ Perguruan Tinggi 4 7,7%
4. Pekerjaan
1. Tidak bekerja/IRT/Pensiun 47 90,4%
2. PNS 1 1,9%
3. Petani/Buruh Tani 2 3,8%
4. Wiraswasta/Pedagang 1 1,9%
5. Lain-lain 1 1,9%
5. Penyakit yang diderita
1. Hipertensi 22 42,3%
2. Diabetes Melitus 3 5,8%
3. Hipertensi dan diabetes melitus 11 21,2%
4. Tidak hipertensi/DM 16 30,8%

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar pasien prolanis di


wilayah Seberang Padang berusia >60 tahun yaitu sebanyak 32 orang (61,5%).
Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan sebagian besar pasien berjenis kelamin
perempuan sebanyak 42 orang (80,8%). Berdasarkan pendidikan, tingkat
pendidikan terbanyak adalah tamatan SMA sebanyak 18 orang (34,6%), diikuti
tamatan SD sebanyak 15 orang (28,8%), dan paling sedikit adalah tingkat
perguruan tinggi, hanya 4 orang (7,7%). Sebagian besar pasien pada penelitian ini
tidak bekerja termasuk didalamnya ibu rumah tangga dan pensiunan yaitu
sebanyak 47 orang (90,4%).
Berdasarkan penyakit yang diderita, didapatkan porsi penyakit terbesar
adalah penyakit hipertensi pada 22 orang pasien (42,3%), diikuti hipertensi dan
diabetes melitus pada 11 orang (21,2%), dan diabetes melitus saja sebanyak 3
orang (5,8%), sisanya tidak menderita hipertensi maupun diabetes sebanyak 16
orang (30,8%).

4.2.2 Pemanfaatan prolanis


Tabel 4.3: Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan pemanfaatan
oleh pasien wilayah Seberang Padang
No. Pemanfaatan n=52 %
1. Pernah 18 34,6%
2. Tidak pernah 34 65,4%

25
Berdasarkan Tabel 4.3 didapatkan lebih dari separuh total pasien pada
penelitian ini tidak pernah mengikuti program prolanis/posyandu lansia yaitu
sebanyak 34 orang (65,4%). Hanya 18 orang yang pernah mengikuti kegiatan
prolanis atau sebesar 34,6%.

4.2.3 Pengetahuan
Tabel 4.4 menggambarkan distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis
berdasarkan pengetahuan pasien. Dari data tersebut didapatkan porsi yang sama
banyak antara pasien dengan pengetahuan baik maupun pasien yang
pengetahuannya buruk terkait program pengelolan penyakit kronis, yaitu
sebanyak 26 orang (50%) masing-masing.

Tabel 4.4: Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan pengetahuan


pasien wilayah Seberang Padang
No. Pengetahuan n=52 %
1. Baik 26 50%
2. Tidak baik 26 50%

4.2.4 Peran petugas


Berikut merupakan distribusi frekuensi peran petugas kesehatan terhadap
program pengelolaan penyakit kronis di wilayah kerja Puskesmas Seberang
Padang kelurahan Seberang Padang :

Tabel 4.5: Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan peran petugas


puskesmas wilayah Seberang Padang
No. Peran petugas n=52 %
1. Berperan baik 33 63,5%
2. Kurang berperan 19 36,5%

Berdasarkan Tabel 4.5 didapatkan bahwa peran petugas puskesmas dalam


program prolanis cukup baik, namun tetap masih belum maksimal karena hanya
33 orang pasien (63,5%) yang menilai petugas telah berperan baik, sisanya
sebanyak 19 orang (36,5%) masih belum merasakan peran baik dari petugas
26
kesehatan.

4.2.5 Dukungan keluarga


Distribusi frekuensi dukungan keluarga terhadap Prolanis di wilayah kerja
Puskesmas Seberang Padang kelurahan Seberang Padang pada penelitian ini
tertera pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6: Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan dukungan


keluarga pasien wilayah Seberang Padang
No. Dukungan keluarga n=52 %
1. Mendukung 19 36,5%
2. Tidak mendukung 33 63,5%

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa masih banyak keluarga pasien yang tidak
memberikan dukungan dalam pemanfaatan program penegelolaan penyakit
kronis. Hal ini dapat dilihat dari 33 orang pasien (63,5%) yang menyatakan tidak
mendapat dukungan dari keluarga mereka. Hanya 19 orang (36,5%) pasien pada
penelitian ini yang mendapatkan dukungan dari keluarganya untuk mengikuti
prolanis.

4.2.6 Kebutuhan akan pelayanan


Tabel 4.7 menunjukkan distribusi frekuensi kebutuhan akan pelayanan
terhadap program pengelolaan penyakit kronis di wilayah kerja Puskesmas
Seberang Padang kelurahan Seberang Padang.

Tabel 4.7: Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan kebutuhan akan


pelayanan pada pasien wilayah Seberang Padang
No. Kebutuhan akan layanan n=52 %
1. Membutuhkan 51 98,1%
2. Tidak membutuhkan 1 1,9%

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa hampir semua pasien


wilayah Seberang Padang membutuhkan pelayanan kesehatan untuk penyakit
kronis, yaitu pada 51 orang (98,1%). Hanya 1 orang pasien (1,9%) yang merasa
tidak membutuhkan pelayanan kesehatan pada penyakit kronis tersebut.

27
BAB 5
PEMBAHASAN

5.1 Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan karakteristik


pasien wilayah Seberang Padang
5.1.1 Usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pasien prolanis di
wilayah Seberang Padang berusia >60 tahun (61,5%). Menurut Green dalam
Notoadmodjo (2012) umur termasuk dalam faktor predisposisi yang berhubungan
dengan motivasi individu untuk bertindak memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Menurut Rahmi (2015) semakin tua usia seseorang maka semakin lemah
ketahanan tubuhnya sehingga kemungkinan untuk menderita penyakit kronik
seperti hipertensi ataupun diabetes semakin besar. Maka dari itu semakin besar
juga kemungkinan pasien yang berada >60 tahun untuk tidak memanfaatkan
program pengelolaan penyakit kronis.
5.1.2 Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, didapatkan sebagian besar pasien berjenis

28
kelamin perempuan (80,8%). Menurut Bastable (2002), secara keseluruhan
perempuan cenderung lebih banyak mencari perawatan kesehatan daripada laki-
laki. Salah satu penyebab mengapa perempuan lebih banyak berhubungan dengan
sistem perawatan kesehatan adalah karena mereka cenderung menjadi pengurus
utama kesehatan anak-anak mereka yang memerlukan perawatan. Menurut
Tawakkal (2015) pasien yang berjenis kelamin perempuan memiliki peluang lebih
besar dalam memanfaatkan program pengelolaan penyakit kronis karena
perempuan memiliki tingkat awareness yang lebih tinggi terhadap penyakitnya
sehingga perempuan lebih banyak memanfaatkan program pengelolaan penyakit
kronis untuk mencegah terjadinya keparahan penyakit yang diderita.
5.1.3 Pendidikan
Berdasarkan pendidikan, tingkat pendidikan terbanyak adalah tamatan
SMA sebanyak 18 orang (34,6%), diikuti tamatan SD sebanyak 15 orang (28,8%),
dan paling sedikit adalah tingkat perguruan tinggi, hanya 4 orang (7,7%). Tingkat
pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan dan kesadaran penderita untuk
memanfaatkan program prolanis. Namun tingkat pendidikan saja juga tidak
mutlak meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan motivasi pasien sehingga tetap
dibutuhkan informasi/sosialisasi, pengalaman, dan berbagai faktor pendukung
lainnya. Pengetahuan dan informasi yang telah didapat diharapkan dapat
memberikan motivasi dan kesadaran untuk mau memanfaakan pelayanan prolanis.
5.1.4 Pekerjaan
Sebagian besar pasien pada penelitian ini tidak bekerja termasuk
didalamnya ibu rumah tangga dan pensiunan (90,4%). Faktor pekerjaan dapat
mempengaruhi pemanfaatan program prolanis, karena dapat menjadi salah satu
faktor penghambat pemanfaatan, seperti tidak dapat mengikuti kegiatan karena
kesibukan dalam pekerjaannya atau jadwal prolanis yang bersamaan dengan jam
kerja. Pada penelitian ini sebagian besar pasien justru tidak bekerja, namun tetap
tidak memanfaatkan prolanis dengan alasan tidak sempat dikarenakan mengurus
pekerjaan rumah, menjaga cucu yang orangtuanya bekerja, dan bahkan malas
mengikuti kegiatan prolanis karena penderita merasa keberatan dan tidak bisa
mengikuti kegiatan Prolanis setiap minggu pada pagi hari. Sebagian pasien
berpendapat sebaiknya kegiatan dilakukan diluar jam kerja atau hari libur dimana

29
kemungkinan besar akan lebih banyak yang dapat mengikuti kegiatan prolanis.
5.1.5 Penyakit yang diderita
Berdasarkan penyakit yang diderita, didapatkan porsi penyakit terbesar
adalah penyakit hipertensi (42,3%). Hal ini sejalan dengan data Kementerian
Kesehatan tahun 2013, bahwa insiden penyakit hipertensi pada lansia lebih besar
dibandingkan diabetes melitus, yaitu 57,6% pada penyakit hipertensi dan 4,8%
pada penyakit diabetes mellitus. Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil
pengukuran pada umur ≥18 tahun sebesar 25,8% dan DM terdiagnosis dokter
sebesar atau gejala sebesar 2,1% (Kemenkes, 2013).

5.2 Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis di wilayah kerja Puskesmas


Seberang Padang wilayah Seberang Padang
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Seberang Padang diketahui pemanfaatan pelayanan Prolanis masih
rendah. Jumlah pasien yang sudah pernah memanfaatkan program Prolanis di
Klub Seberang Padang hanya 18 orang (34,6 %). Sebagian besar pasien yang
menderita penyakit kronik berupa hipertensi dan diabetes tidak memanfaatkan
program pengelolaan penyakit kronik yang diadakan olah pihak Puskesmas
Seberang Padang.
Kegiatan Program pengelolaan penyakit kronis ini tentunya sangat
bermanfaat bagi kesehatan para peserta pengguna peserta BPJS. Selain itu
kegiatan Program pengelolaan penyakit kronis mendorong peserta penyandang
penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta
terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada
pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan hipertensi sesuai panduan
klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
Berdasarkan wawancara dan hasil kuesioner, alasan penderita hipertensi
dan DM tidak memanfaatkan prolanis di Puskesmas Seberang Padang
dikarenakan para penderita tidak mengetahui adanya program pengelolaan
penyakit kronis (Prolanis) di puskesmas, tidak adanya keluarga yang mengantar
ataupun menemani penderita untuk mengikuti Prolanis. Kesibukan para penderita
hipertensi dan DM dalam bekerja menyebabkan para penderita tidak memiliki

30
waktu untuk mengikuti Prolanis, sedangkan para penderita yang tidak bekerja
sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang memiliki kesibukan untuk mengurus
rumah.
Puskesmas Seberang Padang tidak melakukan seluruh kegiatan yang ada
dalam buku panduan prolanis mengenai Aktifitas Prolanis. Adapun kegiatan yang
dilakukan puskesmas adalah pemantauan status kesehatan, konsultasi medis, dan
senam Prolanis. Menurut buku panduan terdapat reminder dan home visit yang
jarang dilakukan oleh puskesmas. Menurut wawancara pada sebagian pasien,
banyak dari penderita penyakit kronis yang tidak mengetahui apa itu prolanis dan
justru asing dengan istilah prolanis itu sendiri.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan cakupan pelayanan
prolanis antara lain dengan mensosialisasikan kegiatan serta manfaat kegiatan
bukan hanya kepada penderita hipertensi dan DM tetapi juga kepada pihak
keluarga penderita, masyarakat juga perlu mengetahui hal tersebut agar dapat
mendukung penderita hipertensi dan DM untuk hadir dan ikut serta dalam
kegiatan Prolanis.

5.3 Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan pengetahuan


pasien terhadap program prolanis wilayah Seberang Padang
Pengetahuan penderita hipertensi dan DM akan manfaat program
pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) ini dapat diperoleh dari pengalaman
pribadi dalam kehidupan sehari-harinya. Penderita hipertensi dan DM yang
menghadiri kegiatan prolanis akan mendapatkan penyuluhan tentang bagaimana
cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah kesehatan yang melekat
pada mereka. Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2012) yang
menyatakan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu yang sesuai setelah seseorang
melakukan penca inderanya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar seseorang
maka semakin tinggi pengetahuannya.
Berdasarkan hasil penelitian, dari 52 pasien yang menderita hipertensi dan
diabetes di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang, diketahui bahwa 50%
responden tergolong dalam pasien dengan tingkat pengetahuan tidak baik
mengenai program pengelolaan penyakit kronis dan 50% lainnya sudah

31
berpengetahuan baik. Pengetahuan ini sayangnya tidak sebanding dengan
pemanfaatan program prolanis yang masih rendah.
Hasil wawancara dengan peserta Prolanis menunjukkan sebagian besar
peserta mengetahui bahwasanya manfaat dari pemanfaatan pelayanan program
pengelolaan penyakit kronis adalah upaya preventif dan promotif dalam hal
memelihara kesehatan untuk mencegah timbulnya penyakit yang lebih parah. Bagi
para penderita hipertensi dan DM kebanyakan penderita lebih memilih melakukan
pengobatan di puskesmas. Hal tersebut disebabkan karena masih kecilnya jumlah
pemanfaatan pelayanan prolanis yang kemungkinan dikarenakan masih banyak
penderita hipertensi dan DM yang tidak mengetahui bahwa adanya kegiatan
Prolanis di Puskesmas Seberang Padang. Jika dilakukan sosialisasi mengenai
manfaat dan tujuan program pengelolaan penyakit kronis dan edukasi kesehatan
dengan baik, diharapkan hal ini dapat merubah pemahaman dan meningkatkan
pengetahuan penderita hipertensi dan DM sendiri sehingga pemanfaatan lebih
optimal.
5.4 Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan peran petugas
pasien wilayah Seberang Padang
Dari data kuesioner, didapatkan bahwa peran petugas dalam menjelaskan,
mengajak dan memotivasi pasien untuk mengikuti Prolanis sudah baik, yaitu
63,5% pasien berpendapat bahwa petugas sudah berperan baik dalam memotivasi
pasien untuk mengikuti Prolanis. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa
kebanyakan pasien menyatakan bahwa petugas kesehatan sudah pernah
memberikan informasi mengenai adanya kegiatan prolanis. Namun, masih ada
pasien yang tidak mengetahui mengenai adanya Prolanis, terutama pasien yang
datang berobat ke Puskesmas.
Menurut UU RI No. 36 tahun 2014 tenaga kesehatan, petugas kesehatan
sebaiknya memberikan motivasi berupa pemberian informasi penting terkait
penyakit kronis begitu juga bagaimana komplikasi yang akan terjadi jika tidak
dilakukan pencegahan, agar penyandang penyakit kronis khususnya penyakit
Diabetes Mellitus Tipe 2 dan penyakit Hipertensi mau mengikuti kegiatan
program pengelolaan penyakit kronis (Program pengelolaan penyakit kronis).
Kegiatan prolanis sendiri sudah aktif akan tetapi masih banyak penderita

32
hipertensi dan DM yang tidak memanfaatkan program tersebut, hal ini dapat
disebabkan penderita yang tidak berminat mengikuti kegiatan ataupun petugas
yang kurang mensosialisasikan kegiatan prolanis. Petugas kesehatan sendiri saat
diwawancarai terkait prolanis mengatakan bahwa mereka tidak melakukan
kegiatan khusus untuk mensosialisasikan program ini. Petugas menyatakan bahwa
mereka baru akan memberikan infromasi kegiatan jika penderita telah melakukan
pengobatan yang berulang-ulang.
Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam upaya meningkatkan
kemampuan dan kemauan masyarakat menolong diri mereka sendiri untuk
mencapai derajat kesehatan yang optimal melalui pemanfaatan kegiatan prolanis
sendiri. Partisipasi petugas kesehatan merupakan kunci keberhasilan sistem
pelayanan di puskesmas. Jika partisipasi yang diberikan petugas kesehatan kurang
aktif, maka tidak program yang dijalankan tidak akan mendapat respon positif dari
penderita hipertensi dan DM untuk mau mengikuti kegiatan prolanis.

5.5 Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan peran keluarga


pasien wilayah Seberang Padang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak keluarga pasien yang
tidak memberikan dukungan dalam pemanfaatan program penegelolaan penyakit
kronis. Hal ini dapat dilihat dari 33 orang pasien (63,5%) yang menyatakan tidak
mendapat dukungan dari keluarga mereka. Hanya 19 orang (36,5%) pasien pada
penelitian ini yang mendapatkan dukungan dari keluarganya untuk mengikuti
prolanis. Dukungan keluarga terhadap pemanfaatan program penyakit kronis di
wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang masih rendah. Berdasarkan
wawancara dan hasil kuesioner, kurangnya dukungan dari keluarga sebagian besar
karena ketidaktahuan anggota keluarga tentang program prolanis itu sendiri, dan
sebagian kecil berupa tidak bisa mengantar pasien.
Dukungan keluarga berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan program
pengelolaan penyakit kronis. Keluarga merupakan kelompok yang mempunyai
peranan yang amat penting dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi dan
atau memperbaiki masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga. Untuk
mencapai perilaku sehat masyarakat, maka harus dimulai pada masing-masing

33
tatanan keluarga. (Notoadmojo, 2010).
Menurut Green dalam Notoadmodjo (2012) sikap dan perilaku dari orang
lain merupakan faktor penguat bagi seseorang untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan dalam hal ini merupakan sikap dan perilaku dari keluarga. Dukungan
dari keluarga dalam hal ini dapat berupa saran dan anjuran untuk memanfaatkan
program pengelolaan penyakit kronis. Dukungan keluarga juga membuktikan
dengan kesediaan anggota keluarga untuk menemani dan mengantar pasien ke
tempat pelaksanaan Prolanis. Dukungan keluarga penting dalam memengaruhi
kesehatan seseorang. Semakin banyak dukungan keluarga yang diberikan maka
akan semakin besar peluang dan keinginan seseorang untuk sehat.

5.6 Distribusi frekuensi pemanfaatan prolanis berdasarkan kebutuhan akan


pelayanan kesehatan bagi pasien wilayah Seberang Padang
Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kebutuhan
pelayanan tidak mempengaruhi pemanfaatan program pengelolaan penyakit
kronis di wilayah kerja Puskesmas Seberang Padang, hampir seluruh pasien
membutuhkan pelayanan tersebut (98,1%). Menurut hasil wawancara sebagian
besar pasien menyatakan bahwa mereka membutuhkan kegiatan seperti senam,
edukasi kesehatan, dan pemeriksaan kesehatan. Namun yang terjadi di lapangan,
masih banyak pasien yang tidak menghadiri kegiatan prolanis tersebut.
Kebutuhan akan pelayanan kesehatan tergolong dalam kebutuhan primer,
karena kesehatan merupakan kunci utama dalam menjalani hidup. Apabila badan
dan pikiran sehat maka apapun aktfitas yang akan dilaksanakan akan berjalan
lancar. Oleh karenanya kebutuhan akan pelayanan kesehatan sangatlah penting
dalam penelitian ini.

34
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pemanfaatan Program Pengelolaan
Penyakit Kronis (PROLANIS) Puskesmas Seberang Padang wilayah Seberang
Padang dari tanggal 21 Agustus hingga 14 September 2019, didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pemanfaatan prolanis berdasarkan karakteristik pasien adalah sebagian besar
berusia > 60 tahun (61,5%), memiliki jenis kelamin perempuan (80,8%),
tingkat pendidikan SMA (34,6%), tidak bekerja (90,4%), dan menderita
hipertensi (42,3%).
2. Berdasarkan keikutsertaan dalam pemanfaatan program prolanis, sebagian
besar pasien tidak pernah mengikuti prolanis (65,4%).
3. Berdasarkan pengetahuan, didapatkan porsi yang sama antara pasien yang
mengetahui dan tidak mengetahui program prolanis yaitu 50%.
4. Peran baik petugas dirasakan pasien dalam membantu terlaksananya prolanis
sebesar 63,5%.
5. Berdasarkan ada tidaknya dukungan keluarga, sebagian besar pasien tidak
mendapatkan dukungan keluarga dalam pemanfaatan program prolanis
(63,5%).
6. Hampir semua pasien pada penelitian ini membutuhkan kebutuhan pelayanan
kesehatan (98,1%).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Bagi Dinas Kesehatan diharapkan agar melibatkan peran aktif para petugas
kesehatan dalam upaya optimalisasi kegiatan pembinaan dan penyuluhan
kepada penderita penyakit kronis.
2. Bagi puskesmas khususnya petugas kesehatan diharapkan melakukan
kerjasama lintas sektor dan sosialisasi mengenai manfaat prolanis tidak
hanya kepada penderita DM dan hipertensi melainkan pendekatan kepada
keluarga penderita.

36
3. Bagi pihak keluarga sebaiknya dapat membantu mengingatkan kegiatan
prolanis yang diadakan pihak puskesmas.

37
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah. (2017). Faktor penyebab terjadinya penurunan jumlah kunjungan


peserta program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis di Puskesmas
Minasa Upa Kota Makassar. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis, 11 (4),
383-385,http://ejournal.stikesnh.ac.id/index.php/jikd/article/view/241/129.
American Diabetic Association. (2015). Diabetes management guidelines AIC
diagnosis/NDEL. New York: Anonim.
American Heart Association. (2017). Top ten things to know 2017 hypertension
clinical guidelines. Dallas: Anonim.
Azwar, A. (2010). Pengantar administrasi kesehatan. Jakarta : Binarupa
Aksara.
BPJS Kesehatan. (2014). Panduan praktis prolanis (program pengelolaan
penyakit kronis). Jakarta: Anonim.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2016). Profil kesehatan provinsi
Sumatera Utara 2016. Sumatera Utara: Anonim.
Dinas Kesehatan Kota Medan. (2017). Profil kesehatan Kota Medan 2016.
Medan: Anonim.
International Diabetes Federation. (2017). Diabetes atlas 8th edition 2017.
English: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman pembinaan kesehatan lanjut usia
bagi petugas kesehatan . Jakarta: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset kesehatan dasar (Riskesdas)
2013.
Jakarta: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pusat data dan informasi kesehatan
diabetes.
Jakarta: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI. (2014). Pusat data dan informasi kesehatan
hipertensi. Jakarta: Anonim.
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil kesehatan Indonesia. Jakarta:
Anonim.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi kesehatan dan perilaku kesehatan.
Jakarta
:Rineka Cipta.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2015). Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Anonim.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 75. (2014). Tentang Pusat
kesehatan masyarakat. Jakarta: Anonim.
Puskesmas Seberang Padang. (2017). Profil kesehatan Puskesmas Seberang
Padang tahun 2016.
Medan: Anonim.
Rahmawati. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien
prolanis dalam mengikuti kegiatan prolanis di Klinik Dharma Husada
Wlingi (Skripsi). Fakultas Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Patria Husada, Blitar.

38
Rahmi, A. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di BPJS Kesehatan
Kantor Cabang Jakarta Timur tahun 2015 (Skripsi). Fakutas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian administrasi. Jakarta: CV Alfabeta.
Sumantri. (2011). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Prenada Media
Group.
Tawakal, Ismaniar. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan
program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis di BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Tangerang tahun 2015 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia, Jakarta.
World Healh Organisation. (2014). Noncommunicable diseases. France: Anonim
World Health Organisation. (2017). Global report on diabetes. France: Anonim

39

Anda mungkin juga menyukai