Anda di halaman 1dari 36

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ASKEP GANGGUAN PADA SISTEM PENCERNAAN: PAROTITIS”

DOSEN PENGAMPU :

Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep., Ns., M.Ng

DISUSUN OLEH :

Kelompok 4

1. Rohbert Rio Boven


2. Ainun Rofiqoh
3. Yayuk Nuryadi
4. Mega Surayani
5. Aleda Feronika Sineri
6. Martina Matuan
7. Delince Tabuni
8. Sofia Wanimbo
9. Yuliti Amohoso
10. Ittalina Salla

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan dan menyusun makalah “Asuhan Keperawatan
Gangguan pada Sistem Pencernaan: Parotitis” dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada keluarga, teman-teman, serta
pihak-pihak lain yang telah terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Tujuan pembuatan makalah ini yaitu guna untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II Ibu Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep., Ns.,
M.Ng. Oleh sebab itu penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
dalam rangka menambah wawasan seorang perawat serta bagi pembaca.

Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat kesalahan-kesalahan dalam penulisan


makalah ini. Akhir kata, mohon maaf jika masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Dan juga penulis masih mengharapkan segala kritik, dan saran guna
penyempurnaan penulisan makalah ini.

Jayapura, Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................................... 3
1.2 Tujuan .................................................................................................................................... 4
1.3 Manfaat .................................................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................................... 5
2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Saliva ........................................................................................ 5
2.2 Definisi .................................................................................................................................. 7
2.3 Etiologi .................................................................................................................................. 9
2.4 Patofisiologi ......................................................................................................................... 12
2.5 Pathaway.............................................................................................................................. 15
2.6 Manifestasi Klinis ................................................................................................................ 16
2.7 Pemeriksaan Diagnostik ...................................................................................................... 16
2.8 Penatalaksanaan ................................................................................................................... 18
2.9 Komplikasi........................................................................................................................... 21
2.10 Prognosis ........................................................................................................................... 22
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ........................................................................ 24
3.1 Pengkajian ........................................................................................................................... 24
3.2 Diagnosa Keperawatan ........................................................................................................ 25
3.3 Intervensi Keperawatan ....................................................................................................... 26
BAB IV KASUS BAYANGAN ASUHAN KEPERAWATAN .................................................. 32
BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Parotitis merupakan penyakit infeksi yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai
tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000
nukleotida termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae
dan family Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi
dengan kontak langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin.
Sekarang penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa muda sehingga
menimbulkan epidemi secara umum.

Berdasarkan data dari The National Notifable Disease Survillance System,


dilaporkan pada tahun 1990 di Amerika Serikat terdapat 5.292 kasus mumps,
tahun 1968 terdapat 159.209 kasus dan pada tahun 2000 terdapat 338 kasus.
Wabah juga telah dilaporkan di Jerman, Inggris, Kanada. Namun,
dibandingkan dengan Negara-negara lain, angka kejadian di AS sebenarnya
masih relative kecil, meskipun tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Di Inggris, pada tahun 2004-2006 dilaporkan wabah penyakit mumps
sebanyak lebih dari 70.000 kasus (Dayan Gustavo,2006). Dari data yang
dilaporkan dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan kasus mumps yang
signifikan dari tahun 1990 sampai tahun 2000. Penggunaan vaksin dan
imunisasi mumps untuk mencegah penularan telah diberlakukan di beberapa
Negara di dunia membuat jumlah kasus mumps mengalami penurunan.
Sedangkan jumlah kasus parotitis akut di Indonesia khususnya di kota Ambon
belum dapat diketahui secara pasti karena minimnya penelitian mengenai
penyakit ini.

Parotitis dapat menimbulkan komplikasi walaupun jarang terjadi. Insidensi


parototis dengan ketulian adalah 1 : 15.000. Parotitis yang tidak ditangani
dengan tepat dan segera dapat menimbulkan berbagai komplikasi serius yang
akan menambah resiko terjadinya kematian. Maka disebabkan hal tersebut,

3
melalui makalah ini kami memberikan solusi dapat memberikan pengetahuan
dan tata cara pencegahan dari penyakit parotitis sehingga skala kejadian
penyakit tersebut dapat menurun dan bermanfaat pula bagi perawat yakni
mampu melaksanakan asuhan keperawatan atas pasien dengan Parotitis
dengan tepat dan benar.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mempelajari konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Parotitis

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mahasiswa dapat memahami definisi parotitis
2. Mahasiswa dapat memahami manifestasi klinis parotitis
3. Mahasiswa dapat memahami etiologi parotitis
4. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi parotitis
5. Mahasiswa dapat memahami komplikasi parotitis
6. Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada gangguan
parotitis
7. Mahasiswa mampu melakukan Pemeriksaan penunjang pada
gangguan parotitis
8. Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada klien
dengan gangguan Parotitis

1.3 Manfaat
Diharapkan makalah ini dapat menjadi salah satu sumber belajar pada
Keperawatan Pencernaan II dan dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan.

4
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Anatomi Fisiologi Kelenjar Saliva


Kelenjar ludah adalah kelenjar majemuk bertandan, yang berarti terdiri
atas gabungan kelompok alveoli membentuk kantong dan yang membentuk
lubang-lubang kecil. Saluran-saluran dari setiap alveoli bersatu untuk
membentuk saluran yang lebih besar dan yang mengantar sekretnya ke
saluran utama dan melalui ini secret dituangkan ke dalam mulut. Berdasarkan
ukurannya kelenjar saliva terdiri dari 2 jenis, yaitu kelenjar saliva mayor dan
kelenjar saliva minor. Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis,
kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis (Dawes, 2008; Roth and
Calmes, 1981).

1. Kelenjar saliva mayor :


a) Kelenjar parotis yang merupakan kelenjar saliva terbesar, terletak secara
bilateral di depan telinga, antara ramus mandibularis dan prosesus
mastoideus dengan bagian yang meluas ke muka di bawah lengkung
zigomatik. Kelenjar parotis terbungkus dalam selubung parotis (parotis
shealth). Saluran parotis melintas horizontal dari tepi kelenjar. Pada tepi
anterior otot masseter, saluran parotis berbelok ke arah medial, menembus
otot buccinator, dan memasuki rongga mulut di seberang gigi molar ke-2
permanen rahang atas. Sekretnya dituangkan ke dalam mulut melalui

5
saluran parotis atau saluran stensen. Ada dua struktur penting yang
melintasi kelenjar parotis, yaitu arteri karotis eksterna dan saraf kraial ke
tujuh (saraf fasialis).
b) Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar saliva terbesar kedua setelah
parotis, terletak pada dasar mulut di bawah korpus mandibula dan
berukuran kira-kira sebesar buah kenari. Seketnya dituangkan ke dalam
mulut melalui saluran submandibularis atau saluran Wharton, yang
bermuara di dasar mulut, dekat frenulum linguage.
c) Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak
paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape),
terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-
masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk
membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum
lingualis.
2. Kelenjar saliva minor
Terdapat lebih dari 600 kelenjar liur minor yang terletak di kacum oral di
dalam lamina propria mukosa oral. Diameternya 1-2mm. Kelenjar ini
biasanya merupakan sejumlah asinus yang terhubung dalam lobulus kecil.
Kelenjar liur minor mungkin mempunyai saluran ekskresi bersama dengan
kelenjar minor yang lain, atau mungkin juga mempunyai saluran sendiri.
Secara alami, sekresi utamanya adalah mukous (kecuali Kelenjar Von
Ebner) dan mempunyai banyak fungsi, seperti membasahi kavum oral
dengan saliva.
a. Kelenjar lingualis terdapat bilateral dan terbagi menjadi beberapa
kelompok. Kelenjar lingualis anterior berada di permukaan inferior
dari lidah, dekat dengan ujungnya, dan terbagi menjadi kelenjar mukus
anterior dan kelenjar campuran posterior. Kelenjar lingualis posterior
berhubungan dengan tonsil lidah dan margin lateral dari lidah.
Kelenjar ini bersifat murni mukus.
b. Kelenjar bukalis dan kelenjar labialis terletak pada pipi dan bibir.
Kelenjar ini bersifat mukus dan serus.

6
c. Kelenjar palatinal bersifat murni mukus, terletak pada palatum lunak
dan uvula serta regio posterolateral dari palatum keras.
d. Kelenjar glossopalatinal memiliki sifat sekresi yang sama dengan
kelenjar palatinal, yaitu murni mukus dan terletak di lipatan
glossopalatinal.
Kelenjar saliva berperan penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan
mulut, dimana Kelenjar saliva merupakan organ yang terbentuk dari sel-sel
khusus yang mensekresi saliva ke dalam rongga mulut. Kelenjar ini
mengandung enzim, air, lendir yang sangat berperan dalam proses pencernaan
makan. Fungsi kelenjar saliva antara lain:
a) Lubrikasi dan membersihkan mukosa oral, melindunginya dari
kekeringan, dan bahan-bahan karsinogen.
b) Membantu pencernaan makanan melalui aktivitas enzim (amylase
atau ptyalin) yang dikandungnya.
c) Sebagai buffer mukosa oral terhadap bahan yang bersifat asam dan
bakteri.
d) Aktivitas anti bakteri.
e) Membantu mempertahankan integritas gigi karena saliva berperan
dalam remineralisasi permukaan gigi.
f) Membantu dalam berbicara (pelumasan pada pipi dan lidah).
Jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai ukurang tentang keseimbangan
air dalam tubuh. Setiap kelenjar ludah dapat terkena infeksi. Tetapi, yang
terdahulu terserang adalah kelenjar parotis karena letaknya dekat dengan
mulut dan juga karena dapat terjadinya sumbatan saluran parotis.

2.2 Definisi
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens parotitis
tertinggi pada anak-anak berusia 4-6 tahun. Onset penyakit ini diawali dengan
adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar parotis. Masa
inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya berupa demam,
malaise. Mialgia, serta sakit kepala (Susyana Tamin, 2011). Pada saluran
kelenjar ludah, terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan
penyumbatan saluran. Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong

7
ini adalah penyakit yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun.
Jika seseorang pernah menderita penyakit ini, maka orang itu akan memiliki
kekebalan seumur hidupnya. Penyakit Parotitis (gondongan) adalah suatu
penyakit menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian
bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara
endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak
dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). (Warta Medika, 2009).

Parotitis merupakan penyakit virus akut yang biasanya menyerang


kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas
yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran
kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan
penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang testis
(buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ
lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular
penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-
obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang
kekurangan zat Iodium dalam tubuh. (Sumarmo,2008). Dalam sebuah jurnal
penelitian oleh Puspita, Komang Yullan (2014), menjelaskan bahwa ada suatu
zat yakni chlorhexidine yang digunakan dalam jangka waktu 2 minggu
seringkali menimbulkan efek samping timbulnya parotitis dengan tanda
munculnya iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar dan perubahan persepsi
rasa.

Obi Andareto (2015) menjelaskan faktor penyebab parotitis adalah


gangguan pada kelenjar tiroid sehingga tidak dapat mensekresikan hormon
tiorid sesuai dengan kebutuhan tubuh. Juga dapat terjadi karena kekurangan
kadar yodium yang menyebabkan gondok bersifat endemik. Demikian pula,
kekurangan yodium pada wanita hamil kadang-kadang menyebabkan bayi
meninggal dunia maupun dilahirkan dengan kelambatan mental atau tuli
(kretinisme). Penyakit ini di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar
gondok, disebut juga parotitis infektiosa. Adapun biasanya kelenjar yang
terkena adalah kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar
submaksilaris di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah (Chin, 2000).
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat
ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah (droplet), muntahan, dan
bisa pula melalui air kencing.

Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan sekitar 3040%
penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Mereka dapat

8
menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis yang nampak
sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata
17-18 hari.

Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda membesarnya kelenjar


ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang akut
(Yvonne,2013). Pada saluran kelenjar ludah, terjadi kelainan berupa
pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran. Parotitis yang
juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit yang biasanya
menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang pernah menderita
penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan seumur hidupnya.
Vaksinasi parotitis merupakan bagian imunisasi rutin pada masa kanak-kanak
yang biasanya terdapat dalam bentuk kombinasi dengan campak dan rubella.

Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu sebagai berikut :

a. Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan di sini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah
terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena
parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga
akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b. Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-
tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan
pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal
menegnai pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi umum
lama dan ada gangguan hidrasi.

2.3 Etiologi
Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza,
measles, dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus
sebesar 90–300 mµ. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal,
darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam

9
lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari
pada suhu ruangan. Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh
formalin, eter, serta pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus
masuk dalam tubuh melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada
mukosa saluran napas atas kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan
diikuti viremia umum setelah 12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung
selama 3-5 hari. Selanjutnya lokasi yang dituju virus adalah kalenjar
parotis, ovarium, pancreas, tiroid, ginjal, jantung atau otak. Virus masuk
ke sistem saraf pusat melalui plexus choroideus lewat infeksi pada sel
mononuclear. Masa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari
ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain.
Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari
sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi
24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah
pembengkakan menghilang (Sumarmo, 2008).

Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah


mumps. Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus
subfamily Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps
mempunyai 2 glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan
protein. Virus ini juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi,
yaitu : antigen S atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari
nukleokapsid dan antigen V yang berasal dari hemaglutinin permukaan.
Vaksinasi rutin dilakukan setiap kali insidens mumps. Mumps akan
sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari. Bakteri parotitis akut yang
paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri Staphylococcus Aureus tetapi
bisa juga disebabkan oleh bakteri commensal. Parotitis ekstrapulmonary
tuberculosis. Mikrobakterium ini menyebabkan tuberkulosis dan dapat
juga menyebabkan infeksi parotis. Infeksi tersebut menyebabkan
pembesaran tetapi nyeri sedang pada kelanjar parotis. Diagnosis dibuat
melalui penemuan tipe radiografi dada, kultur, diagnosis histologi setelah
kelenjar diangkat. Ketika didiagnosis dan dirawat dengan pengobatan anti
tuberkular, kelenjar mungkin kembali normal dalam1 -3 bulan.

10
Penyebab autoimun diketahui sebagai parotitis kronis autoimun.
Sindrom Sjogren’s meruapakan inflamasi kronis pada kelenjar saliva bisa
menjadi sebuah penyakit autoimun yang dikenal sebagai Sindrom
Sjogren’s. Penyakit ini paling umum muncul pada orang berumur 40-60
tahun, tetapi bisa juga menyerang anak kecil. Pada sindrom Sjogren’s,
prevalensi parotitis perempuan : laki-laki berkisar 9 : 1. Sindrom ini sering
bermanifestasi dengan kekeringan berlebihan pada mata, mulut, hidung,
vagtna dan kulit. Blokade atau penyumbatan dari saluran parotis utama,
satu dari cabangnya, sering menyebabkan parotitis akut, inflamasi
selanjutnya terhadap super infeksi bakteri. Penyumbatan bisa terjadi akibat
dari batu saliva, sumbatan mucus, atau jarang dari tumor ganas. Batu saliva
atau bisa dikenal dengan sialolithiasis atau kalkulus saluran saliva
merupakan bentukan dari kalsium tetapi tidak mengindikasikan kelainan
kalsium. Batu saliva pada kelenjar parotis lebih sering terbentuk di hilum
atau di dalam parenkim. Gejala yang dirasakan pasien adalah terdapat
bengkak yang hilang timbul disertai dengan rasa nyeri. Dapat teraba batu
pada kelenjar yang terlibat Batu saliva didiagnosa melalui X-Ray, CT Scan
atau USG (Professor of otolaryngology, 2009).

Agen infeksius pada parotitis adalah paramyxovirus dengan cara


melalui kontak langsung dan droplet. Sejak tahun 2003, telah mucul
penyakit gondok di Inggris, khususnya di kalangan remaja dan dewasa
muda (Donaghy et al., 2006). Insiden gondok di rentan pada kelompok
usia yang mungkin akan terus tinggi di masa mendatang. Diagnosis
laboratorium biasanya diminta dari pasien dengan gejala, sehingga
diperlukan diagnosis yang cepat pada sampel akut. Secara tradisional
gondok telah didiagnosis oleh isolasi virus dalam kultur sel atau pelengkap
pengujian fiksasi (CFT) dari titer antibodi pada dipasangkan sera. Yang
terakhir ini sebagian besar telah digantikan dengan tes anti -IgM, yang
tidak selalu terdeteksi dalam 10 hari pertama gejala. Beberapa faktor dapat
berpengaruh pada munculnya wabah gondok: intense exposures,
overwhelming the pro-tection offered by the vaccine, combined with non-
optimal vaccinecoverage, low immunogenicity and waning immunity. Perlu

11
digaris bawahi wabah gondok ini sulit untuk dilakukan uji biologis, pada
tes serologi pemberian vaksinasi secara global harus dikaji dengan hati-
hati. Deteksi gondok dengan menggunakan RNA virus dalam air liur
merupakan tes yang paling cocok dalam hal ini.

2.4 Patofisiologi
Pada umumnya penyebaran paramyxovirus sebagai agent penyebab
parotitis (terinfeksinya kelenjar parotis) antara lain akibat Percikan ludah,
kontak langsung dengan penderita parotitis lain, muntahan, dan urine. Virus
tersebut masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang
terkena adalah kelenjar parotis, infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar
parotis terkadang dikaitkan dengan komplikasi seperti meningitis, pankreatitis
atau orchitis. Untuk mengetahui infeksi mumps dibuktikan dengan adanya
kenaikan titer IgM dan IgG secara bermakna dari serum akut dan serum
konvalesens, dikatakan negatif jika <0.100, positif jika> 0.200 atau samar-
samar jika 0.100 ≥ A ≤0.200. Semakin banyak penumpukan virus di dalam
tubuh sehingga terjadi proliferasi di parotis/epitel traktus respiratorius
kemudian terjadi viremia (masuknya virus ke dalam aliran darah) dan
selanjutnya virus berdiam di jaringan kelenjar/saraf yang kemudian akan
menginfeksi glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3
hari terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral
kemudian bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada
manusia selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air
seni dan liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan
nekrosis jaringan.

Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.


Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens
parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini
diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar

12
parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya
berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala (Tamin, Susyana & Duhita
Yassi, 2011).

Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12
tahun. Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari
dua tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau
dilindungi oleh antibody yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis
akan memiliki kekebalan seumur hidupnya (Nahlieli, 2005). Penularan atau
penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah,
bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut masuk tubuh bisa
melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar
parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan dengan
adanya kenaikan titer Ig-M dan Ig-G secara bermakna dari serum akut dan
serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh
sehingga terjadi proliferasi di parotis atau epitel traktus respiratorius kemudian
terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus
berdiam di jaringan kelenjar atau saraf yang kemudian akan menginfeksi
glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.

Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam


traktus respiratorius di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus
servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain,
termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati,
ginjal dan saraf otak. Bila testis terkena maka terdapat pendarahan kecil dan
nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pancreas kadang terdapat
degenerasi dan nekrosis jaringan. Adenitis kelenjar liur manifestasi viremia
awal. Viruria biasanya terjadi dan disertai oleh gangguan ginjal (Suprohaita et
al, 2000). Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala,
anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang
bertambah dengan gerakan mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis
yang membesar dan cepat bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam

13
1-3 hari, biasanya demam menghilang 1-6 hari dan suhu menjadi normal
sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar.bagian bawah daun telinga
terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan glandula parotis.
Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai berkurang setelah
tercapai pembengkakan maksimal berlangsung selama 6-10 hari. Biasanya
satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam beberapa
hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaaan parotis unilateral
ditemukan kira-kira 25% (Berker, 2004).

Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari
terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian
bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia
selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan
liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis
jaringan (Mansjoer, 2000). Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien. Adanya respons inflamasi sistemik memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respons ketidaknyamanan
sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh.
Manifestasi respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan
manifestasi nyeri dan ketidak seimbangan pemenuhan nutrisi. Raad et al
(1990), setelah kajian literatur, menyimpulkan bahwa faktor utama dalam
patogenesis adalah dilatasi duktus dengan atau tanpa bukti obstruksi dan
infeksi persisten derajat rendah.

14
2.5 Pathaway
Pamyxovirus
MK :
Masuk mulut/ hidung Potensial
Komplikasi

Meningoenseph
Poliferasi
alitis, orkitis,
meningitis,
Viremia (virus ikut aliran darah) ooforitis,
nefritis,
miokarditis,
Virus berdiam di kelenjar parotid artritis

Virus menyebar dan Proses infeksi


menginfeksi bagian-bagian
dari telinga
Respon inflamasi lokal

Penurunan fungsi
pendengaran
Tubuh berusaha melawan
Permeabilitas kapiler & venul
virus dgn cara
yg terinfeksi terhadap protein
meningkat
MK : Gangguan Suhu tubuh memperbanyak aliran
Pendengaran naik darah : Vasodilatasi Difusi protein & filtrasi
sistem mikrosirkulasi air ke interstisiel
area yg terinfeksi
MK :
Hipertermi Bengkak & kemerahan

Sakit Syaraf-syaraf
Anoreksia Kaku Kelenjar
menelan dan mengalami
otot parotis
mengunyah penekanan
membesar
MK :
Ketidakseimbanga Pipi dan leher Saat tidur jika bagian bengkak tdk MK :
n nutrisi kurang membesar sengaja tertekan akan sangat sakit Nyeri
dari kebutuhan sekali & mengejutkan Akut
tubuh
MK : Gangguan
citra tubuh MK: Gangguan rasa
nyaman:pola Istirahat
tidur
Belum mengerti
15 tentang
MK : Ansietas perawatan penyakit parotitis
2.6 Manifestasi Klinis
Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus
mengalami keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak
menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical). Namun demikian mereka
sama dengan penderita lainnya yang mengalami keluhan, yaitu dapat
menjadi sumber penularan penyakit tersebut.

Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari


dengan rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul
setelah terinfeksi dan berkembangnya masa tunas dapat digambarkan
sebagai berikut (Obi Andareto, 2015) :

1) Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala,


demam (suhu badan 38,5-40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan
nafsu makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan
adakalanya disertai kaku rahang (sulit membuka mulut)
2) Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian
kedua kelenjar mengalami pembengkakan
3) Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian
berangsurangsur mengempis.
4) Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar dibawah rahang
(submandibula) dan kelenjar dibawah lidah (sublingual) . pada pria
akil balik adakalanya terjadi pembengkakan buah akar (testis) karena
penyebaran melalui aliran darah.

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya leukopenia
ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun. Normalnya
leukosit dalam darah adalah 4 x 109 /L darah .dengan limfositosis relatif,
namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis polimorfonuklear
tingkat sedang.

b. Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih
2 minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.

16
c. Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan
adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:

1. Hemaglutination inhibition (HI) test

Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset cepat
dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan titer
spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya parotitis.

2. Neutralization (NT) test

Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk biakan


fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya
hemadsorpsi dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji
netralisasi asam serum adalah metode yang paling dapat dipercaya
untuk menemukan imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.

3. Complement – Fixation (CF) test


Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah
respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa
infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai
titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan
kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang
rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan
analisis standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi
terhadap antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu
minggu setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.

d. Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi
virus dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin,
likuor serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat

17
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.

2.8 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh/hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
(perangsang keluarnya ludah/saliva) seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis
eksterna. Cairan intravena mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi
karena terbatasnya asupan oral. Jika respons suboptimal atau pasien sakit dan
mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena mungkin lebih sesuai.
1. Umum:
a) Isolasi untuk mencegah penularan
b) Diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
c) Bila demam tinggi kompres dengan air hangat
d) Peralatan makanan dan minuman harus dipisah untuk mencegah
penularan
e) Memberikan informasi selengkapnya kepada pasien/orangtua dan
keluarga mengenai penyakit parotitis
f) Menjaga kebersihan gigi dan mulut sangat efektif untuk mencegah
parotitis yang disebabkan oleh bakteri dan virus
2. Farmakologis
a) Tatalaksana simptomatis sesuai gejala yang dirasakan. Biasanya
antipiretik (parasetamol atau ibuprofen)
b) Antibiotic: antibiotic spectrum luas dapat diberikan pada kasus parotitis
bakteri akut yang disebabkan oleh bakteri
c) Analgetik-antipiretik bila perlu
- metampiron : anak > 6 bulan 250 – 500 mg/hari maksimum 2 g/hari
- parasetamol : 7,5 – 10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis
- hindari pemberian aspirin pada anak karena pemberian aspirin
berisiko menimbulkan Sindrom Reye yaitu sebuah penyakit langka

18
namun mematikan. Obat-obatan anak yang terdapat di apotik belum
tentu bebas dari aspirin. Aspirin seringkali disebut juga sebagai
“salicylate“ atau “acetylsalicylic acid“.
d) IVFD D5 ½ NS
Pada pasien dengan kesulitan makan, terapi cairan yang digunakan
adalah cairan yang mengandung glukosa 5%, sehingga pada pasien ini
diberikan D5 ½ NS. Maka pemberian cairannya adalah:
100 cc x 10 kg : 1000 cc
50 cc x 4 kg : 200
1200 ml (24 jam)
50 ml (jam)  12 tpm (makro)
e) Parasetamol sirup 3 x 1 ½ cth (jika demam)
Obat ini mempunyai nama generic acetaminophen. Paracetamol adalah
drivat aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesic.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang
disebabkan oleh karena infeksi atau sebab lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri
dengan intensitas ringan sampai sedang.
Dosis: 10-15 mg/kgBB/kali
10 mg x 14 kg = 140 mg
15 mg x 14 kg = 210 mg
140-210 mg/kali
Sediaan: 125 mg/5ml x 187,5 ml jadi dapat diberikan 1 ½ cth
f) Diazepam 5 mg (pulv) 3 x 1 pada saat demam > 38o C.
Indikasi
Diazepam digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang
timbul seperti gelisah berlebihan.

Kontraindikasi
1) Hipersensitifitas
2) Sensitivitas silang dengan benzodiazepine lain
3) Pasien koma

19
4) Depresi SSP yang sudah ada sebelumnya
5) Nyeri berat tak terkendali
6) Glaucoma sudut sempit
7) Kehamilan atau laktasi
8) Diketahui intoleran terhadap alcohol atau golongan propilena
(hanya injeksi)
Efek samping
Efek samping yang sering terjadi : pusing, mengantuk
Dosis
0,3 – 0,5 mg/kgBB/kali
0,3 x 14 : 4,2 mg
0,5 x 14 : 7
Sediaan tab 5 mg  diberikan 1 tab (pulv)

2.9 Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini.
Cara pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin
rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini
merupakan kombinasi dengan vaksin measles (campak) dan rubella
(campak Jerman). Diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan
dan kemudian usia 5–6 tahun (FK UNUD, 2011). Penecegahan bisa
dilakukan secara pasif dan aktif. Berikut adalah perbedaan pencegahan
secara pasif dan aktif.

a) Pasif : Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam


mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi.
b) Aktif: Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan.
Anak yang divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau
reaksi klinis lain yang dapat dideteksi, tidak mengeksresi virus,
dan tidak menular terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis
dapat berkembang 7 – 10 hari sesudah vaksinasi. Vaksin
memicu antibody pada sekitar 96% resipien seronegatif dan
mempunyai kemanjuran protektif sekitar 97% terhadap infeksi
parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada suatu
wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan
vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai
dengan demam, malaise, mual, dan ruam popular merah yang
melibatkan badan dan tungkai tetapi mentelamatkan telapak
tangan dan kaki. Ruam berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus

20
yang diisolasi dari anak, tetapi kenaikan titer antibody parotitis
ditunjukkan.

2.10 Komplikasi
Parotitis / mumps yang merupakan agen pencetusnya adalah
Paramyxovirus yang bersumber dari infeksi kelenjar saliva, infeksi ini bisa
terjadi secara langsung atau tertular dari orang yang dropletnya terinfeksi.
Period penularan penyakit yang paling banyak ditularkan sebelum dan sesudah
terbentuk pembengkakan. Penderita mumps dapat menimbulkan komplikasi,
dimana virus dapat menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut
mungkin terjadi terutama jika infeksi terjadi setelah masa pubertas. Dibawah
ini komplikasi yang dapat terjadi akibat penanganan atau pengobatan
yang kurang dini :

a) Meningoensepalitis. Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri kepala


ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan suhu
tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan komplikasi
yang sering pada anak-anak.
b) Ketulian. Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c) Orkitis. Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri perut
bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
d) Ensefalitis atau Meningitis. Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10%
penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1
diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian atau
kelumpuhan otot wajah.
e) Ooforitis. Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7%
pada penderita wanita pasca pubertas.

21
f) Pankreatitis. Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu
pertama. Penderita merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala
ini akan menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh
total.
g) Nefritis. Kadang-kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap
penderita dan viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal
pada anak-anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14
hari sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
h) Miokarditis. Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-T,
flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
i) Artritis. Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai dengan
pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-
2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu
dan sembuh sempurna.

2.11 Prognosis
Prognosis pasien parotitis hidup karena gejala ringan dan tidak ditemukan
keterlibatan infeksi susunan saraf pusat. Parotitis bersifat self-limiting dan
hanya memerlukan pengobatan suportif. Prognosis fungsi karena walaupun
pasien sudah memasuki usia pubertas, orkitis terjadi unilateral. Sehingga
kecil kemungkinan terjadi atrofi testis kecil. Infeksi virus parotitis epidemika
memberikan imunitas jangka panjang, dan tidak menyebabkan kekambuhan
pada pasien sehingga prognosis ad sanationam baik. (Pudjiadi & Hadinegoro,
2009)

22
Secara umum prognosis parotitis baik, kecuali pada keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya ketulian, sterilitas karena atrofi testis dan sekuele
karena meningoensefalitis. Dapat disimpulakan bahwa gangguan parotitis
dapat sembuh dengan baik. Penjelasan diatas “ad sanationam” merupakan
bagian dari prognosis yang artinya penyakit tersebut dapat disembuhkan
dengan beberapa penanganan yang tepat.

23
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas:
(Nama, Umur, Suku/Bangsa, Agama, Pendidikan, Alamat)
2. Keluhan Utama:
(Demam, nafsu makan turun, sakit kepala, muntah, nyeri otot, bengkak, dan
sulit menelan)
3. Riwayat Penyakit Sekarang:
(Demam dan merasakan nyeri pada belakang telinga dan pipi kiri.
Beberapa hari kemudian timbul bengkak dan kemerahan kemudian
menjadi sukar menelan dan nafsu makan menurun)
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
(Belum pernah di imunisasi MMR →Mumps, Morbili, Rubela)
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
(Semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang sama dan
kemungkinan bisa tertular)
6. Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola nutrisi dan metabolism
b) Pola eliminasi
c) Pola aktivitas sehari-hari
Adanya penurunan aktivitas dan aktivitas sehari-harinya akibat adanya
lemah, letih dan adanya dispneu.
d) Pola istirahat dan tidur
Istirahat terganggu akibat dispneu dan sering terbangun pada malam
hari.
e) Pola kognitif dan persepsi sensori
Biasanya pasien terlihat kecemasan dan gelisah
f) Pola hubungan
Biasanya klien akan ikut serta dalam aktivitas social atau menarik diri
akibat adanya dispneu, kelemahan dan kelelahan serta gangguan
penampilan diri akibat bengkak.

24
g) Nilai dan kepercayaan
7. Pengkajian per Sistem
a) Sistem Pencernaan : Nafsu makan menurun, merasa tidak enak badan
dan muntah, nyeri, susah menelan akibat pembengkakan kelenjar
parotis yang terjadi.
b) Sistem Muskuloskeletal : Kelelahan dan kelemahan
c) Sistem Neurobehaviour : Kaji adanya rasa nyeri, perubahan perilaku,
penurunan kesadaran.
d) Sistem Perkemihan : Kaji adanya nokturia dan penurunanan berkemih,
warna urine, penggunaan dan keadaan kateterisasi.
e) Sistem Integumen : Posisi daun telinga meningkat,kulit teraba panas,
terjadi pembengkakan pada leher
8. Pemeriksaan Fisik:
a) B1 (breathing) : Takipnea
b) B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
c) B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis dari parotitis, sakit kepala
dan kaku leher
d) B4 (bladder) : normal
e) B5 (bowel) : sulit menelan → nafsu makan menurun → BB
menurun
f) B6 (bone) : kelemahan otot, malaise
9. Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan limfositosis
relatif
b) Kadar leukosit < 4 x 109/L darah
c) Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan
menelan .

25
2. Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme:
proses inflamasi
3. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang diderita.
4. Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan kelemahan fisik
5. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan manifestasi klinis
akibat parotitis dan pengaruh lingkungan.
6. Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan penyakit (perubahan
fungsi dan struktur tubuh akibat parotitis)
7. Gangguan komunikasi verbal (00051) berhubungan dengan gangguan
orofaring (parotitis).
8. Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan kelenjar parotis.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Diagnosa 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh (00002) berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan
akibat kesulitan menelan.
Domain 2: Nutrition
Class 1. Ingestion
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
pemenuhan intake nutrisi klien dapat tercukupi.
Kriteria hasil: berat badan dalam batas normal & kebutuhan nutrisi
adekuat.
NOC NIC
Domain II Physiologic Health Class K Nutrition Therapy (1120)
Digestion & Nutrition 1) Monitor Intake makanan dan
Nutritional Status (1004) cairan serta hitung kalori
Intake nutrisi (100401) harian yang dibutuhkan.
Intake Makanan (100402) 2) Ajarkan Pasien untuk
Intake cairam (100408) memilih makanan halus,
Hydrasi ( 100411) lunak dan tidak mengandung
asam.
3) Dorong pasien untuk memilih
makanan lunak untuk
memudahkan proses menelan
4) Instruksikan pasien dan
keluarga tentang diet yang
diresepkan
No Intervensi Rasional
1 Tanyakan kepada klien apakah ia Untuk menentukan nutrisi yang
memiliki riwayat alergi terhadap tepat

26
makanan
2 Berikan makan lembut sedikit demi Makanan yang keras tidak mampu
sedikit dan makanan kecil tambahan dikunyah oleh pasien parotitis.
yang tepat. Menghindari makanan Makanan asam menmbah rasa
asam tidak nyaman pada pasien
parotitis.
3 Berikan diet cair atau makanan selang Bila masukan kalori gagal untuk
/hiperalimentasi bila diperlukan memenuhi kebutuhan metabolic,
dukungan nutrisi dapat digunakan
untuk mencegah malnutrisi
4 Berikan minum yang sedikit-sedikit Membasahi selaput lendir mulut
tetapi sering yang kurang basah karena jarang
digunakan
5 Berikan dukungan kepada pasien untuk Agar terjadi keseimbangan antara
mendapatkan intake kalori yang kebutuhan kalori dengan
adekuat sesuai dengan tipe tubuh dan pemasukan kalori
pola aktivitasnya

2. Diagnosa 2 : Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju


metabolisme: proses inflamasi
Domain 11: Safety/Protection
Class 6. Thermoregulation
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam
terjadi penurunan suhu tubuh klien (suhu tubuh klien kembali dalam batas
normal)
Kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas normal
NOC NIC
Domain II Physiologic Health (II) Vital Sign Monitoring (6680)
Class-Metabolic Regulation (I) 1) Monitor tekanan darah, nadi,
Thermoregulation (0800) suhu, dan RR
Respiratory rate (080013) 2) Monitor gejala hipertermi
Temperature kulit naik (080001) 3) Monitor warna kulit,suhu, dan
kelembaban
4) Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-

27
tanda vital
No Intervensi Rasional
1 Kaji pengetahuan pasien dan Sebagai data dasar untuk
keluarga tentang cara menurunkan memberikan intervensi selanjutnya.
suhu tubuh.
2 Anjurkan keluarga untuk Penurunan aktivitas akan
membatasi aktivitas pasien. menurunkan laju metabolisme
yang tinggi
3 Atur lingkungan yang kondusif. Kondisi ruang yang sejuk, tenang,
sedikit pengunjung memberikan
effektivitas terhadap proses
penyembuhan.
4 Beri kompres dengan air dingin Secara konduksi panas akan
pada axial, lipatan paha bila terjadi berpindah dari tubuh ke material
panas. yang dingin. Area yang digunakan
adalah area yang mempunyai
pembuluh darah arteri besar
5 Anjurkan keluarga untuk untuk Pakaian yang mudah menyerap
memakaikan pakaian yang dapat keringat sangat efektif
menyerap keringat seperti katun. meningkatkan efek dari evaporasi.
6 Kolaborasi dengan dokter dalam Antipiretik bertujuan untuk
pemberian obat antipiretik. memblok respons panas sehingga
suhu pasien dapat lebih cepat
menurun

3. Diagnosa 3: Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang


diderita. yaitu berhubungan dengan Sensitivitas serabut saraf lokal
sekunder akibat respon inflamasi lokal terhadap parotitis.
Domain 12: Comfort, Class 1. Physical Comfort
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
klien menunjukan nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang sampai dengan hilang

28
NOC NIC
Domain IV Health Pain Management (1400)
Knowladge&Behavior 1) Mengobservasi rasa nyeri termasuk
Class Q Healt Behivior lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi, dan
Pain Control (1605) intensitas nyeri dan faktor pencetus.
Mengenali timbulnya nyeri (160502) 2) Mengamati tanda nonverbal dari nyeri
Mendiskripsikan penyebab nyeri 3) Menggunakan analgesic yang sesuai
(160501) 4) Mempertimbangkan jenis dari sumber
Melaporkan tanda perubahan nyeri nyeri untuk memilih strategi penanganan
pada professional kesehatan (160513) nyeri
melaporkan control nyeri (160522) 5) Ajarkan teknik nonfarmakologi seperti
hipnotis, relaksasi, terapi music.
6) Hilangkan faktor presipitasi atau yang
menimbulkan nyeri.

No Intervensi Rasional

1 Kaji karakteristik nyeri, lokasi, Mengetahui tingkat nyeri sebagai


frekfensi evaluasi untuk intervensi
selanjutnya

2 Kaji faktor penyebab timbul nyeri Dengan mengetahui faktor


(takut , marah, cemas) penyebab nyeri menentukan
tindakan untuk mengurangi nyeri

3 Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas Tehnik relaksasi dapat mengatasi


dalam rasa nyeri

4 Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik efektif untuk mengatasi


pemberian analgetik nyeri

4. Diagnosa 4: Intoleransi aktivitas (00092) berhubungan dengan


kelemahan fisik.
Domain 4: Activity/Rest
Class 4. Cardiovascular/Pulmonary Responses
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
klien menunjukan dapat kembali beraktivitas seperti biasa.
Kriteria Hasil : Klien dapat beraktivitas seperti biasa tanpa bantuan orang
lain.

29
NOC NIC
Domain Funcsional Health (I) ActivityTherapy (4310)
Class Energy Maintenance (A) 1) Membantu klien untuk focus pada
Activity Tolerance (0005) kemampuan,dari pada kekurangan.
Mudah melakukan aktivitas sehari- 2) Membantu klien untuk mengidentifikasi
hari (ADL) (000518) aktivitas yang bermanfaat
3) Membantu klien untuk memilih
aktivitas dan pencapaian tujuan untuk
aktivitas yang konsisten dengan
kemampuan fisik, fisiologis;dan sosial

5. Diagnosa 5: Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan


manifestasi klinis akibat parotitis dan pengaruh lingkungan
Tujuan: Klien menunjukkan rasa aman dan nyaman setelah dilakukan
tindakan keperawatan
Kriteria Hasil: Pasien merasa aman dan nyaman lagi untuk melakukan
aktivitasnya
No Intervensi Rasional
1 Atur lingkungan yang kondusif Kondisi ruangan yang sejuk, tenang, sedikit
pemngunjung memberikan efektifitas
terhadap proses penyembuhan

2 Istirahat selama periode demam Karena terjadi infeksi, suhu di sekitar lokasi
pembengkakan mengalami peningkatan
Dengan kompres dingin diharapkan suhu
dapat turun dan mengurangi pembengkakan

3 Kompres dingin pada daerah Karena terjadi infeksi, suhu di sekitar lokasi
bengkak pembengkakan mengalami peningkatan
Dengan kompres dingin diharapkan suhu
dapat turun dan mengurangi pembengkakan

6. Diagnosis 6: Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan


penyakit (perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat parotitis)
Domain 6: Self-Preception

30
Class 3. Body Image
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
klien menunjukan citra tubuh yang positif /kembali normal
Kriteria Hasil: citra tubuh klien positif/ kembali normal.
NOC NIC
Domain Psychosocial Health (III) Body Image Enhancement (5220)
Class- Psychosocial Well-being (M) 1) Menentukan harapan citra tubuh klien
Body Image berdasarkan pada tingkat
Gambaran internal diri (120001) perkembangan
Deskripsi pengaruh bagian tubuh 2) Membantu klien untuk mendiskusikan
(120003) stressor yang mempengaruhi citra
Kepuasan penampilan tubuh (120005) tubuh akibat penyakit.
Penyesuaian diri terhadap perubahan
penampilan fisik (120007)
Penyesuaian diri terhadap perubahan
status kesehatan (120009)

7. Diagnosis 7: Gangguan komunikasi verbal (00051) berhubungan


dengan gangguan orofaring (parotitis).
Domain 5: Preception/Cognition
Class 5. Communicating
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1x24 jam
komunikasi verbal klien kembali normal.
Kriteria Hasil: Komunikasi verbal klien kembali normal

NOC NIC
Domain Psychosocial Health (II) Comumunication Enhancement: Speech
Class- Neurocognitive(J) Deficit (4967)
Communication (0902) 1) Monitor kecepatan, tekanan,
Menggunakan bahasa lisan (090202) pengucapan(bolak-balik), kuantitas,
Pertukaran pesan secara akurat dengan volume dan artikulasi dari kemampuan
yang lain (090208) bicara
2) Menginstruksikan klien/keluarga pada
kognitif, anatomis, fisiologis yang
melibatkan diri dalam kemampuan
bicara
3) Menginstruksikan klien untuk
berbicara dengan pelan
4) Mengulang apa yang klien katakana
untuk memastikan keakuratan.

31
8. Diagnosis 8: Resiko komplikasi berhubungan dengan pembengkakan
kelenjar parotis.
Tujuan : menghilangkan faktor resiko komplikasi
Kriteria hasil : komplikasi tidak terjadi
No Intervensi Rasional
1 Mengurangi terjadinya komplikasi dengan Kortikosteroid dapat
pemberian obat Spt: Kortikosteroid selama menekan pertumbuhan
2-4 hari dan globulin mikroba dan Globulin
mencegah terjadinya orkitis
2 Pantau jantung dengan pemasangan EKG Mencegah resiko terjadi
komplikasi ke otot jantung

3.4 Evaluasi Tindakan


Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
1) Klien menunjukkan nyeri yang berkurang
2) Klien dapat melakukan distraksi positif ketika nyeri
3) Klien mempunyai masukan nutrisi yang adekuat
4) Klien menunjukkan suhu tubuh dan TTV dalam rentang normal.

32
BAB IV
KESIMPULAN

Parotitis merupakan penyakit menular yang akut pada saluran kelenjar


ludah, terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan
penyumbatan saluran yang disebabkan oleh agen infeksius pada parotitis, yaitu
paramyxovirus. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-
12 tahun. Penularan atau penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak
langsung, percikan ludah, bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut
masuk tubuh bisa melalui hidung atau mulut.

Manifestasi kliniknya diantaranya sakit kepala, anoreksia, diikuti


dengan sakit telinga ketika mengunyah, malaise, anoreksia, kelenjar parotid
membesar, dan nyeri kepala. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis diantara tes darah rutin, amilase serum, pemeriksaan
serologis, dan pemeriksaan Virologi. Penatalaksanaan pada parotitis ini tergantung
kondisi klien, penataaksanaannya pengobatan parotitis seluruhnya simptomatis
dan suportif. Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat,
sialagog seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Komplikasi dari
parotitis diantaranya adalah Meningoensepalitis, Ketulian, Orkitis, Ensefalitis atau
Meningitis, Ooforitis, Pankreatitis, Nefritis, Miokarditis, Artritis.

Sebagai seorang perawat sebaiknya kita mengetahui asuhan keperawatan


pada klien dengan parotitis secara jelas agar dapat menunjang keahlian perawat
dalam melaksanakan praktik keperawatan, mampu menegakkan diagnosis dan
intervensi secara cepat dan tepat, sehingga dapat memperpendek masa patologis
penyakit pada tubuh klien.

33
DAFTAR PUSTAKA

Bang HO, Bang J. 1943. Involvement of the central nervous system in mumps.
United state: Acta Med Scand

Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC),
Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford:
Wiley Blackwell

Moorhead, Sue., [et al.]. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC):


measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America:
Mosby Elsevier

Muscary, Marry E. 2001. Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 3.


Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Muttaqin, A dan Sari, K. 2011. Asuhan Keperawatan perioperatif Konsep, Proses,
dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nelson. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Ngastiyah. 2007. Perawatan Pada Anak. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak Gangguan Sistem Gastrointestinal dan
Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Soemarmo.2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi 2. Jakarta:Penerbit
IDAI

Wilkinson, Judith, M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, NANDA,


NIC, NOC. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 2 Jilid 2. Jakarta:


Media Aesculapicus Penerbit FK UI.

Dayan, H, Gustavo. 2008. Recant Resurgence of Mumps United States. The


New England Journal of Medicine: England

Q. Xing, P. Xing / American Journal of Emergency Medicine 31 (2013)

M. Maillet et al. / Journal of Clinical Virology 62 (2015)

34

Anda mungkin juga menyukai