PROPOSAL PENELITIAN
EKSPLORASI LIMBAH KULIT NANAS SEBAGAI
BIOMATERIAL DALAM MENANGGULANGI
PERMASALAHAN KOROSI PADA BAJA
Diusulkan oleh:
Gilang KurniawanSyah; F0B017003;
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2019
i
ii
RINGKASAN
Baja merupakan material yang banyak digunakan dalam industri. Salah
satu jenis baja yang paling banyak digunakan adalah baja lunak yang mudah
mengalami korosi dalam lingkungan asam, alkali, dan garam. Salah satu cara
yang dapat digunakan untuk menghambat laju korosi yaitu dengan penggunaan
inhibitor yang sangat efisien untuk mengontrol proses korosi. Inhibitor korosi
dapat dibuat dari senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, salah satunya
dengan menggunakan kulit nanas dimana kulit nanas sampai saat ini masih
menjadi limbah yang belum dimanfaatkan. Apalagi diketahui bahwa Jambi
tepatnya desa Tangkit Baru merupakan daerah sentra produksi nanas. Jika tidak
dimanfaatkan maka kulit nanas dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya Yeragamreddy et al (2013) bahwa kulit
nanas positif mengandung tanin, saponin, steroid, flavonoid, fenol dan alkaloid.
Senyawa- senyawa metabolit sekunder tersebut memiliki gugus fungsi O, N dan
ikatan rangkap sehingga berpotensi sebagai biomaterial inhibitor korosi.
Pada penelitian ini baja akan direndam di dalam larutan medium korosi
(NaCl 1 M dan H2SO4 0,75 M ) dan larutan medium korosi yang ditambah
ekstrak. Dilakukan variasi waktu perendaman baja dalam medium korosi selama
2, 4, 6, 8 dan 10 hari. Ekstrak kulit nanas ditambahkan ke dalam larutan medium
korosi menyebabkan gugus aktif yang dimiliki dari senyawa yang terdapat
dalam ekstrak kulit nanas akan diadsorpsi pada permukaan baja sehingga dapat
melindungi dan menghambat proses korosi yang terjadi.
Untuk penampakan fisik baja yang direndam dalam H2SO4 yang
ditambahkan inhibitor korosi tidak rapuh, untuk karat yang dihasilkan juga tidak
terlalu banyak. Untuk baja yang direndam dalam NaCl yang ditambahkan
inhibitor juga menghasilkan penampakan yang lebih baik jika dibandingkan
dengan baja yang direndam dalam larutan medium korosi tanpa penambahan
inhibitor. Nilai % inhibisi pada hari ke-10 pada larutan H2SO4 sebesar 57.7105%
dan pada larutan NaCl sebesar 66.2498%.
iii
DAFTAR ISI
iv
1
BAB 1. PENDAHULUAN
BAB 3. METODE
3.1 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan yaitu amplas besi grade 120, jangka sorong,
pinset, nampan, benang nilon, tusuk gigi, gunting, blender, kertas saring, bor
listrik, peralatan gelas, batang pengaduk, plat tetes, neraca analitik, video
mikroskop,water bath, hot plate, fourier transform infrared (FTIR), scanning
electron microscopy (SEM).
Bahan yang digunakan yaitu baja lunak (Fe=98,5%, C=0,19%, Si=0,22%
dan Mn=0,654%), kulit nanas, H2SO4 p.a, methanol teknis, aseton teknis,
akuades, pereaksi Mayer, Dragendorff, dan Burchard, FeCl3, serbuk Mg, HCl,
etanol, padatan NaCl, dan NaOH.
3.2 Prosedur Kerja
Pembuatan Ekstrak Metanol Kulit Nanas (Ananas comosus (L) Merr.)
Kulit nanas dipotong-potong sekecil mungkin menggunakan gunting lalu
dijemur hingga kering selama ±7 hari. Kulit yang sudah kering kemudian
dimaserasi dengan metanol selama 72 jam dalam botol berwarna gelap dan
terhindar dari cahaya langsung. Kemudian dilakukan penyaringan menggunakan
kertas saring sehingga diperoleh ekstrak metanol kulit nanas. Ekstrak yang
diperoleh dipisahkan dari pelarutnya menggunakan water bath pada temperatur
±50 °C hingga diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak pekat kemudian dianalisa
menggunakan instrumen FTIR dan dilakukan skrining fitokimia. Ekstrak pekat
disimpan dalam gelas beker yang ditutup menggunakan aluminium foil sebelum
digunakan.
Skrining Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit Nanas (Ananas comosus
(L) Merr.)
Skrining fitokimia mengacu pada Tiwari et al (2011) yang meliputi uji
alkaloid, fenolik, flavonoid, kuinon, saponin, steroid, tanin, dan terpenoid.
Uji alkaloid. 1 mL ekstrak dilarutkan dalam 2 mL HCl encer kemudian disaring
dan filtratnya dibagi ke dalam dua tabung reaksi. Filtrat a ditambahkan 3 tetes
reagen Mayer (larutan merkuri dalam iodida). Terjadinya endapan putih
mengindikasikan adanya senyawa alkaloid. Filtrat b ditambahkan 3 tetes reagen
Dragendorff (larutan kalium bismut iodida). Terjadinya endapan merah bata
mengindikasikan adanya senyawa alkaloid.
Uji fenolik. 1 mL ekstrak ditambahkan 3 tetes FeCl3 1%. Terbentuknya warna
biru kehitaman mengindikasikan adanya senyawa fenolik.
Uji flavonoid. 1 mL ekstrak dilarutkan dalam 3 mL aquades lalu didihkan
kemudian disaring. Filtrat ditambahkan ½ sudip serbuk Mg, 1 mL HCl pekat,
dan 2 mL etanol. Dikocok kuat dan dibiarkan terpisah. Terbentuknya warna
merah, kuning, atau jingga pada lapisan etanol menunjukkan adanya senyawa
flavonoid.
5
dalam NaCl mengalami korosi, namun tidak rapuh seperti baja yang direndam
dalam H2SO4. Jika dilihat dari hasil yang diperoleh proses korosi pada baja
sangat bagus terjadi di dalam larutan H2SO4. Selanjutnya, untuk penampakan fisik
baja yang direndam dalam H2SO4 yang ditambahkan inhibitor korosi tidak rapuh,
untuk karat yang dihasilkan juga tidak terlalu banyak. Untuk baja yang direndam
dalam NaCl yang ditambahkan inhibitor juga menghasilkan penampakan yang
lebih baik jika dibandingkan dengan baja yang direndam dalam NaCl saja. Untuk
penampakan bajanya dilihat dengan video mikroskop.
Ekstrak kulit nanas, produk korosi dari baja yang direndam dalam H2SO4
dan NaCl tanpa menggunakan inhibitor dan yang menggunakan inhibitor
dikarakterisasi dengan FTIR
(a)
(b) (c)
(d) (e)
Gambar 1. (a) Ekstrak kulit nanas, lapisan permukaan baja setelah perendaman
(b) di dalam H2SO4 (c) H2SO4 + inhibitor (c) NaCl (d) NaCl + inhibitor
Gambar 3. Grafik hubungan laju korosi terhadap waktu perendaman (a). H2SO4
dan NaCl (b). NaCl dan NaCl+inhibitor (c). H2SO4 dan H2SO4+inhibitor
9