Anda di halaman 1dari 3

Gaul gak harus “baragajul”

Oleh : Siti Nurjanah Fatonah


Pada tahun 2007 sangat banyak jumlah remaja umur 10-24 tahun terdapat
sekitar 64 juta atau 28% dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 222 juta jiwa
(proyeksi penduduk tahun 2000-2025, BPS, Bappenas, UNFPA, 2005) di samping
jumlahnya yang sangat besar, remaja juga mempunyai permasalahan yang sangat
kompleks seiring dengan masa transisi yang dialami remaja. Misalnya masalah
pergaulan bebas, menyalahgunakan narkoba, broken home, genk motor, dan
pencarian jati diri.
Masa remaja adalah suatu masa di mana individu dalam proses
pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Periode ini
menunjukkan suatu masa kehidupan di mana kita sulit untuk memandang remaja
itu sebagai anak-anak, namun juga tidak sebagai orang dewasa. Masa transisi yang
dialami remaja, menuntut remaja untuk berjuang menemukan jati diri, kemandirian,
dan self-regulasi nya. Mereka hidup di dalam masyarakat yang dominannya adalah
orang dewasa, mereka harus menyesuaikan diri dengan kehidupan, di mana
pembatasan-pembatasan dan peraturan-peraturan yang berlaku sering dirasakan
remaja sebagai suatu peraturan yang sangat berat. Bagi kebanyakan remaja, periode
ini merupakan periode yang amat kritis. Jika remaja mampu mengatasi berbagai
tuntutan yang dihadapinya secara integratif, maka ia akan menemukan jati dirinya.
Sebaliknya bila gagal, ia akan berada pada krisis identitas yang berkepanjangan.
Masa remaja dikenal dengan masa percobaan yakni, masa transisi di mana ia
mencari identitas diri dan pikiran serta pendiriannya selalu berubah-ubah. Pada
masa remaja ini, terjadi perubahan psikis yang cepat atas perubahan sikap dan
tingkah laku dengan menyesuaikan diri pada lingkungannya. Pada masa pencarian
jati diri inilah, kadang kala para remaja kurang tepat dalam menggambarkan
mengenai konsep-konsep dalam berperilaku dan bertindak. Sehingga biasanya
remaja yang mengalami hal tersebut akan mengalami krisis identitas yang
berkepanjangan. Misalnya tidak sedikit di antara remaja tersebut menggambarkan
konsep gaul dengan cara bergabung bersama genk motor, mereka seakan terlihat

1
gagah dan mengikuti zaman, merasa diri terkenal dan banyak lagi alasan-alasan
yang kontradiktif.
Selain terlibat dengan genk motor, konsep gaul yang kurang tepat tergambar
oleh para remaja yakni dengan mengkonsumsi bahkan mengedarkan narkoba.
Remaja pengguna narkoba pada umumnya memiliki alasan-alasan seperti;
ketidakpuasan dalam keluarga, sehingga secara alami mereka akan membentuk
kelompok sebaya yang saling mempengaruhi dan memberikan dorongan untuk
mencoba narkoba. Pada kelompok teman sebaya inilah, konsep-konsep gaul yang
kurang tepat terpengaruh begitu saja, karena akan muncul anggapan jika tidak
mencoba narkoba maka akan dianggap sebagai orang yang tidak berani, remaja
yang kuno dan setumpuk pemikiran yang keliru.
Menurut Kartini Kartono hal ini disebabkan karena disorganisasi sosial atau
berkurangnya tata nilai dan aturan-aturan tingkah laku sosial terhadap anggota-
anggota kelompok lain. Serta akibat dari disoroganisasi personal yaitu kekalutan
dan kepanikan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang tidak tertata nilai-
nilai sosialnya. Namun, jika melihat dari sisi psikologi remaja, bahwasanya pada
masa remaja sering muncul keinginan untuk menunjukkan sikap-sikap berani dan
ingin diperhatikan orang lain. Sebenarnya sifat-sifat tersebut pada permulaannya
hanya sifat yang didemonstratif untuk menyembunyikan kegelisahan-kegelisahan
yang belum dikenalnya.
Menurut Dr. Umar Usman, bahwa remaja mengalami hidup di dua alam yakni
alam khayalan dan alam nyata di mana banyak ditemukan gejolak jiwa dan fisik.
Masa transisi merupakan masa perpindahan alam khayalan ke alam nyata di mana
banyak remaja berkhayal bahwa dirinya seorang super hero dalam segala hal.
Dalam kondisi seperti ini, remaja memerlukan subjek modal yang dapat dijadikan
panutan dan contoh dalam pola bertindak dan berperilaku. Peranan orangtua
sangatlah diperlukan dalam membentuk remaja agar lebih produktif.
Bukan hanya peranan orangtua saja, namun peranan lembaga-lembaga sosial,
organisasi-organisasi yang berbasis remaja dapat ikut andil dalam pembentukan
kondisi sosial yang kondusif. Dalam hal ini ikatan pelajar putri Nahdlatul Ulama,
sebagai organisasi yang notabennya remaja harus aktif dengan kegiatan-kegiatan

2
yang postif dan interaktif untuk para remaja. Dengan membentuk kelompok-
kelompok diskusi teman sebaya, karena pada kenyataannya saat seorang remaja
mendapatkan sebuah masalah, mereka lebih nyaman berbagi cerita (curhat) kepada
teman sebayanya daripada kepada orangtua atau para ahli.
Maka dari itu, mari kita lakukan hal-hal positif dengan memulai dari diri kita
sendiri, dari orang-orang terdekat, melalui kelompok-kelompok teman sebaya
menyebarkan virus-virus kebaikan dan pemahaman bahwa gaul itu tidak dengan
gaya yang urak-urakan, dengan konsep yang terlihat “baragajul”. Jadikan gaul itu
sebagai sarana dalam mengekspresikan diri, berani berprestasi dan berkarya dengan
cara yang positif dan ikut andil dalam pembangunan daerah.

Anda mungkin juga menyukai