Laporan Akhir Ehra T Balai
Laporan Akhir Ehra T Balai
STUDY EHRA
POKJA SANITASI
PEMERINTAH KOTA
TANJUNG BALAI
2011
BAB1
PENDAHULUAN
Dokumen ini adalah Laporan EHRA di Kota Tanjung Balai yang kegiatan pengumpulan
datanya dimulai Oktober tahun 2011. Penyusunan laporan dilaksanakan oleh Pokja Sanitasi Kota
Tanjung Balai sebagai pemilik utama kegiatan, Sanitarian Puskesmas sebagai Supervisor, Bidan
Desa sebagai enumerator dan pihak Kecamatan di Kota Tanjung Balai.
BAB II
METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2011
Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa
dilaksanakan oleh Pokja Kota Tanjung Balai semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi diharapkan bisa
mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut:
EHRA adalah studi yang relatif pendek (sekitar 2 bulan) yang menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1)
wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku
pengamatan dalam EHRA adalah Bidan yang dipilih secara kolaboratif oleh Pokja Sanitasi Kota
Tanjung Balai. Sebelum turun ke lapangan, para kader diwajibkan mengikuti pelatihan
enumerator selama 1 (satu) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan
pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis
tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen.
Studi EHRA mencakup 6 Kecamatan, yakni :
1. Kecamatan Datuk Bandar
2. Kecamatan Datuk Bandar Timu
3. Kecamatan Sei Tualang Raso
4. Kecamatan Teluk Nibung
5. Kecamatan Teanjung Balai Utara
6. Kecamatan Tanjung balai Selatan
Rumah tangga ditarik secara acak (random) berdasarkan cluster untuk tingkat Kelurahan.
Jumlah sampel di tingkat Kecamatan diambil secara proporsional merujuk dengan
cluster/Kelurahan yang disepakati. Di setiap Kelurahan diambil secara random 20 RT. Untuk
menentukan rumah tangga digunakan sejumlah pilihan teknik-teknik yang akan dipilih dengan
cara random sistematis (urutan rumah).
Yang menjadi unit analisis dalam EHRA adalah rumah tangga. Sementara, yang menjadi
unit respon adalah ibu rumah tangga. Ibu dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih
memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi serta mereka relatif lebih mudah
ditemui dibandingkan bapak-bapak. Ibu dalam EHRA didefinisikan sebagai perempuan berusia
20-65 tahun yang telah atau pernah menikah. Untuk memilih Ibu di setiap rumah, enumerator
menggunakan matriks prioritas yang mengurutkan prioritas Ibu di dalam rumah. Prioritas
ditentukan oleh status Ibu yang dikaitkan dengan kepala rumah tangga. Bila dalam prioritas
tertinggi ada dua atau lebih Ibu, maka usia menjadi penentunya.
Pekerjaan entri data dilaksanakan oleh Tim Sekretariat Pokja sanitasi Kota Tanjung Balai.
Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data
entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim PMU di Bogor. Selama pelatihan itu, tim data entri
dikenalkan pada perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi.
Untuk quality control, tim spot check (untuk Tanjung Balai dilaksanakan oleh Sanitarian
Puskesmas) mendatangi 20% rumah yang telah disurvai. Tim spot check secara individual
melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian
menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality
control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri di-re-check kembali oleh tim Pokja
Sanitasi. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali.
Salah satu aspek perbaikan dalam Studi EHRA 2011 adalah adanya metoda penentuan
target area survey secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering.
Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko.
Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability
Sampling” sehingga semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi
sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”.
Teknik ini sangat cocok digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika area sumber data yang
akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah
ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria utama dan kriteria tambahan. Kriteria
utama adalah kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP dan wajib digunakan oleh
semua Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota dalam melakukan studi EHRA 2011. Sedangkan kriteria
tambahan adalah kriteria yang boleh ditetapkan oleh Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota apabila
dinilai ada hal yang spesifik di kabupaten/kota yang bersangkutan terkait dengan risiko
kesehatan lingkungan akibat sanitasi. Karakteristik wilayah seperti daerah pegunungan, pesisir,
pantai, dll dapat dijadikan kriteria tambahan, bilamana ada pemukiman di daerah tersebut yang
berpotensi dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat karena lingkungan.
1. Tahap I, klastering pada tingkat Kecamatan, dilakukan oleh Pokja berdasarkan Kriteria
Utama & Kriteria Tambahan (jika ada) untuk menunjukkan indikasi awal lingkungan
berisiko tingkat Kecamatan, seperti terlihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Ilustrasi hasil penilaian kecamatan berdasarkan kriteria klastering
Untuk mendapatkan gambaran kondisi sanitasi di Kota Tanjung Balai, dengan presisi
tertentu, tidak dibutuhkan besaran sampel yang sampai ribuan rumah tangga. Sampel sebesar
20 responden untuk tiap kelurahan/desa, dengan teknik statistik tertentu dan dianggap sebagai
jumlah minimal yang bisa dianalisis. Untuk rumah tangga diambil secara acak. Dengan jumlah
Kelurahan sebanyak 31 maka untuk Kota Tanjung Balai diambil sampel 20 Kelurahan. Jumlah
rumah tangga yang disurvei sebanyak 400 rumah tangga. Dari 400 kuesioner yang dibagikan,
sebanyak 400 kuesioner yang kembali ke sekretariat. Sedangkan dari jumlah kuesioner yang
dilaksanakan tersebut setelah dianalisa terbaca hanya sebanyak 355 kuesioner yang terbaca,
jadi secara porsentase jumlah kuesioner yang terbaca sebesar 98 %. Putusan ini di ambil karena
dana untuk Study EHRA tidak ada, dan memberdayakan dana yang ada dari Dinas Kesehatan.
Berdasarkan kaidah statistik, ukuran sampel dalam satu kabupaten/kota ditentukan oleh:
a. Tingkat presisi yang diharapkan (CI = Confidence Interval),
b. Tingkat kepercayaan (CL = Confidence Level),
c. Prosentase baseline (bila tidak ada = 50%),
d. Perkalian faktor efek dari desain (Desain Effect; maksimal 2),
e. Antisipasi untuk sampel gagal (5%–10%).
f. Besar/jumlah populasi
2.3. Langkah-Langkah Studi & Survey EHRA
2. Camat:
a. Camat bersama pokja melakukan klaster Kelurahan berdasarkan 4 kriteria utama +
kriteria tambahannya (bila ada)
b. Memberikan tanggapan tentang hasil EHRA yang telah diselesaikan.
3. Tim EHRA, setelah menerima laporan hasil penilaian klatering dari camat, melakukan
klastering atau memverifikasi hasil klastering pada tingkat Kecamatan yang ditentukan
oleh camat serta jajarannya.
4. Pelatihan Tim EHRA, Ditujukan kepada Supervisor dan enumerator agar bisa memahami
maksud, tujuan, metode pelaksanaan dan target output Studi EHRA
7. Pelaksanaan Survey EHRA sehingga diperoleh Data primer dan Data sekunder. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh para personel yang tergabung dalam Tim
pelaksana Studi EHRA yaitu:
a. Setiap enumerator melakukan pengecekan ulang terhadap setiap kuesioner yang
telah diisi melalui proses wawancara sehingga yakin semua pertanyaan telah
terjawab dengan benar dan lembar observasi telah terisi sebagai mana mestinya.
b. Supervisor harus meyakinkan bahwa pada tiap hari setelah semua sesi wawancara
berakhir, sesama enumerator melakukan saling peer review terhadap kuesionernya
yang telah diisi. Kuesioner yang telah dicek dan melalui proses peer review
ditandatangani oleh enumerator ybs.
c. Setelah beberapa hari tapi sebelum periode wawancara berakhir, dari kuesioner yang
sudah diisi, supervisor mengambil 1 kuesioner dari tiap enumerator secara random.
Selanjutnya supervisor melakukan spot check (dengan mengisi lembaran Spot Check)
kepada respondennya untuk memastikan bahwa enumerator ybs sudah melakukan
tugasnya dengan baik dan benar. Apabila ditemui kasus praktek tidak fair oleh
enumerator dalam pengisian kuesioner (misalnya mengisi kuesioner tanpa proses
wawancara dengan responden) maka semua kuesioner hasil kerja enumerator
tersebut harus dilibatlkan. Supervisor bisa meminta enumerator untuk mengulangi
pekerjaanya.
d. Setelah melakukan spot check, supervisor bisa menandatangani setiap kuesioner
yang disetor oleh enumeratornya.
e. Supervisor bisa secara bertahap menyerahkan kuesioner yang sudah diisi kepada
Koordinator supaya Koordinator mempunyai kesempatan awal untuk memeriksa
kuesioner tersebut.
f. Apabila memungkinkan, koordinator setelah melakukan pengecekan kebenaran
pengisian kuesioner (bisa diambil sampel beberapa exemplar dan dipilih secara
random) bisa secara bertahap menyerahkan kuesioner yang sudah diisi kepada tim
data entry. Dengan demikian bisa meningkatkan efektivitas waktu karena ada
kegiatan overlap antara wawancara dengan data entry.
8. Pelatihan entry dan analisis data agar Tim EHRA memahami dan mampu menganalisis
data. Kegiatan ini bisa dilakukan parallel dengan aktivitas survey wawancara.
9. Entry dan analisis data
10. Penulisan laporan Studi EHRA oleh Tim EHRA
11. Rapat POKJA membahas laporan Studi EHRA
12. Konsultasi Hasil Sementara Studi EHRA dengan Masyarakat
13. Penyusunan Laporan Final Studi EHRA setelah mengakomodasi berbagai masukan dari
konsultasi dengan masyarakat
Kuesioner EHRA 2011 terdiri dari Lembar Pertanyaan dan Lembar Pengamatan. Pada kedua
lembar tersebut, pertanyaan dibuat dalam “Blok-Blok” sesuai dengan informasi yang ingin
diketahui, yaitu:
1. Fokus informasi dalam Lembar Pertanyaan :
A. Informasi Umum
B. Informasi Responden
C. Pengelolaan sampah rumah tangga
D. Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja
E. Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan Banjir
F. Pengelolaan air minum, masak, mencuci dan gosok gigi yang aman dan higiene
a. Sumber air minum
b. Pengolahan, penyimpanan & penanganan air yang baik & aman
G. Perilaku higiene/sehat
H. Kejadian penyakit Diare
Ada beberapa kelebihan nilai tambah metoda EHRA 2011 dibanding metoda EHRA
sebelumnya yaitu antara lain:
1. Kemandirian Pokja dalam menyelenggarakan studi EHRA lebih terjamin:
a. Kriteria penetapan area survey/studi sangat jelas sehingga diperoleh klaster wilayah
(kecamatan dan desa/kelurahan)
b. Kuesioner lebih sederhana, dengan pengolahan data yang mudah waktu
wawancara dan pengamatan untuk tiap responden menjadi lebih singkat
c. Penyediaan Alat bantu gambar (Visual Aid) bagi Enumerator mengurangi tingkat
kesalahan respon oleh responden (meminimasi error respon)
2. Dengan metoda Cluster Random Sampling dan “Proporsionate Startified Random
Sampling” memberikan fleksibilitas kepada Pokja untuk menyesuaikan jumlah sampel
yang pada akhirnya berpengaruh pada pembiayaan, dengan tetap memperhatikan
kualitas/validitas hasil studi
3. Lebih banyak mengandalkan atau memakai SDM lokal dari Pokja
4. Waktu pelaksanaan yang relatif sama, tetapi dapat memberikan dampak advokasi yang
lebih besar kepada Camat dan Lurah
Ketersediaan data dan informasi tentang indikasi lingkungan beresiko dari tingkat Kecamatan,
Kelurahan sampai RW, dapat membantu Pokja untuk melihat secara garis besar kondisi seluruh
Kabupaten/Kota (“Helicopter View”)
BAB III
HASIL STUDI EHRA 2011
Bagian ini memaparkan sejumlah variabel sosio-demografis dan hal-hal yang terkait
dengan status rumah di Kota Tanjung Balai. Variabel-variabel yang dimaksud mencakup status
responden, jumlah anggota rumah tangga, usia anak termuda, status kepemilikan rumah, dan
lahannya, serta ketersediaan kamar untuk disewakan. Variabel-variabel sosio-demografis perlu
dipelajari karena keterkaitan yang cukup erat dengan masalah sanitasi. Jumlah anggota rumah
tangga berhubungan dengan kebutuhan kapasitas fasilitas sanitasi. Semakin banyak jumlah
anggota rumah tangga, maka semakin besar pula kapasitas yang dibutuhkan. Usia anak termuda
menggambarkan besaran populasi yang memiliki risiko paling tinggi atau yang kerap dikenal
dengan istilah population at risk. Secara umum diketahui bahwa balita merupakan segmen
populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water
borne diseases), kebersihan diri dan lingkungan. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki
balita akan memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap masalah sanitasi dibandingkan rumah
tangga yang tidak memiliki balita.
Sementara, variabel yang terkait dengan status rumah, seperti kepemilikan dan juga
ketersediaan kamar yang disewakan diperlukan untuk memperkirakan potensi partisipasi warga
dalam pengembangan program sanitasi. Mereka yang menempati rumah atau lahan yang tidak
dimilikinya diduga kuat memiliki rasa memiliki (sense of ownership) yang rendah. Mereka
cenderung tidak peduli dengan lingkungan sekitar termasuk pemeliharaan fasilitas sanitasi
ataupun kebersihan lingkungan. Sebaliknya, mereka yang menempati rumah atau lahan yang
dimilikinya sendiri akan cenderung memiliki rasa memiliki yang lebih tinggi. Secara mendasar,
perbedaan-perbedaan karakteristik ini akan menuntut pendekatan program yang berbeda.
Seperti dipaparkan dalam bagian metodologi, responden dalam studi EHRA adalah ibu
atau perempuan yang telah menikah atau cerai atau janda yang berusia 20 – 65 tahun. Batas
usia, khususnya batas-atas diperlakukan secara fleksibel. Penilaian kader sebagai enumerator
banyak menentukan. Bila usia calon responden sedikit melebihi batas-atas (65 tahun), namun
responden terlihat dan terdengar masih cakap untuk merespon pertanyaan-pertanyaan dari
pewawancara, maka calon responden itu dipertimbangkan masuk dalam daftar prioritas
responden. Sebaliknya, meskipun usia responden belum mencapai 65 tahun, namun bila
performa komunikasinya kurang memadai, maka ibu itu dapat dikeluarkan dari daftar calon
responden.
Grafik III-1
Usia Responden Survey EHRA Kabupaten Pesisir Selatan
Dari sisi aspek usia, kebanyakan adalah Ibu yang berusia > 45 tahun, yakni sekitar 32,4%
dari total responden. Sekitar 14,2% berada di usia 41 – 45 tahun. Sementara, mereka yang
berada di rentang 36 – 40 tahun mencakup sekitar 14,2% dari total responden. Untuk 31 – 35
tahun jumlah responden sebanyak 14,2%. Sebanyak 14,2% berada pada rentang umur 26 – 30
tahun, sedang antara umur 21 – 25 tahun sebanyak 8,9%. Proporsi yang paling kecil adalah yang
berusia paling muda, yakni 20 tahun. Proporsi mereka hanya mencakup sekitar 1,8% dari total
responden yang terpilih.
Studi EHRA juga mengidentifikasi keberadaan balita di sebuah rumah tangga.
Keberadaan balita menjadi penting sebab dibandingkan kelompok lain, balita adalah segmen
populasi yang paling rentan terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan sanitasi. Diare,
misalnya, adalah pembunuh balita nomor dua di Indonesia setelah ISPA (Infeksi Saluran
Pernafasan Akut) dengan korban sekitar 40.000 balita per tahun. Karena itu, sebaran balita
dapat memberi gambaran tentang kerentanan wilayah tertentu.
Grafik III-2
Perbandingan Anak Balita dan Tidak Balita
Berkenaan dengan usia anak termuda dalam rumah, studi ini menemukan sekitar 36,79%
rumah tangga memiliki anak termuda yang tergolong balita (bawah lima tahun). Sebanyak
62,21% melaporkan memiliki anak yang lebih tua dari 5 tahun atau tidak ada anak yang tinggal
di rumah. Proposi anak balita ditonjolkan di sini karena merekalah at-risk population terkait
dengan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh sanitasi yang kurang memadai.
Terkait dengan status rumah yang ditempati responden, survai EHRA menjumpai
mayoritas atau sekitar 68,2% dari total populasi menyatakan bahwa rumah yang ditempati
adalah rumah yang dimiliki sendiri. Sekitar 2% yang melaporkan rumahnya adalah rumah dinas,
sebesar 1,6% adalah berbagi dengan keluarga lain, sedang untuk sewa sebesar 0,6%. Sekitar
1,6% menyatakan bahwa rumah yang ditempati adalah rumah yang dimiliki orang tua atau
keluarganya. Sebanyak 25,1% masih menempati rumah milik orang tua serta lainnya sebesar
0,9%.
Grafik III-3
Status kepemilikan rumah yang saat ini di tempati
EHRA mempelajari sejumlah aspek terkait dengan masalah penanganan sampah, yakni:
1) cara pembuangan sampah yang utama, 2) frekuensi & pendapat tentang ketepatan
pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah, 3)
praktik pemilahan sampah, dan 4) penggunaan wadah sampah sementara di rumah.
Cara utama pembuangan sampah di tingkat rumah tangga diidentifikasi melalui jawaban
verbal yang disampaikan responden. Dalam kuesioner tersedia 22 (duapuluh dua) opsi jawaban.
Duapuluh dua opsi itu dapat dikategorikan dalam 4 (empat) kelompok besar, yakni 1)
Dikumpulkan di rumah lalu diangkut keluar oleh pihak lain, 2) Dikumpulkan di luar rumah/ di
tempat bersama lalu diangkut oleh pihak lain, 3) Dibuang di halaman/ pekarangan rumah, dan
4) Dibuang ke luar halaman/ pekarangan rumah. Di antara empat kelompok itu, cara-cara yang
berada di bawah kategori 1 dan 2 atau yang mendapat layanan pengangkutan merupakan cara-
cara yang memiliki risiko kesehatan paling rendah. Beberapa literatur menyebutkan bahwa cara
pembuangan sampah di lobang sampah khusus, baik di halaman atau di luar rumah, merupakan
cara yang aman pula. Namun, dalam konteks wilayah perkotaan, di mana kebanyakan rumah
tangga memiliki keterbatasan dalam hal lahan, penerapan cara-cara itu dinilai dapat
mendatangkan risiko kesehatan yang cukup besar.
Dari sisi layanan pengangkutan, EHRA melihat aspek frekuensi atau kekerapan dan
ketepatan waktu dalam pengangkutan. Meskipun sebuah rumah tangga menerima pelayanan,
risiko kesehatan tetap tinggi bila frekuensi pengangkutan sampah terjadi lebih lama dari satu
minggu sekali. Sementara, ketepatan pengangkutan digunakan untuk menggambarkan seberapa
konsisten ketetapan/ kesepakatan tentang frekuensi pengangkutan sampah yang berlaku.
Di banyak Kabupaten/Kota di Indonesia, penanganan sampah merupakan masalah yang
memprihatinkan. Dalam banyak kasus, beban sampah yang diproduksi rumah tangga ternyata
tidak bisa ditangani oleh sistem persampahan yang ada. Untuk mengurangi beban di tingkat
Kabupaten, banyak pihak mulai melihat pentingnya pengelolaan/ pengolahan di tingkat rumah
tangga, yakni dengan pemilahan sampah dan pemanfaatan atau penggunaan ulang sampah,
misalnya sebagai bahan untuk kompos. Dengan latar belakang semacam ini, EHRA kemudian
memasukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kegiatan pemilahan sampah di tingkat
rumah tangga serta melakukan pengamatan yang tertuju pada kegiatan-kegiatan pengomposan.
Dari hasil survey EHRA diatas sebagian besar masyarakat di Kota Tanjung Balai
membuang sampah dengan cara di bakar yaitu sebanyak 31,7 %, kemudian yang dibuang ke
sungai sebanyak 28,1 % dan yang dibuang ke lahan kosong sebanyak 3,6 %. Pembuangan
sampah yang diangkut oleh tukang sampah hanya sebanyak 15,2 %, ini menunjukkan pelayanan
sampah di Kota Tanjung Balai masih sangat minim. Selanjutnya yang dibuang dan dikubur
dilobang sebanyak 4,9 %, sedangkan yang dibiarkan saja sebanyak 15,2 %.
Penanganan sampah yang aman adalah apabila sampah dari rumah tangga mendapat
layanan pengangkutan yang memadai. Untuk kepentingan identifikasi tingkat risiko
kesehatan lingkungan, rincian cara pembuangan di atas kemudian disederhanakan utamanya
berdasarkan dua kategori besar, yakni 1) penerima layanan sampah dan 2) non penerima
layanan sampah.
Berdasarkan Survey EHRA dapat digambarkan bahwa sebagian besar yaitu 78,3 % total rumah
tangga belum mendapatkan layanan pengangkutan. Hanya 21,7 % yang mendapatkan layanan
pengangkutan.
Grafik III-5
Penanganan sampah oleh Pemerintah Daerah Berdasarkan Survey EHRA di Kabupaten Pesisir
Selatan Tahun 2011
Praktik BAB (buang air besar) di tempat yang tidak aman adalah salah satu faktor risiko
bagi turunnya status kesehatan masyarakat. Selain mencemari tanah (field), praktik semacam itu
dapat mencemari sumber air minum warga. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak aman
bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka, seperti di sungai/ kali/ got/ kebun, tetapi juga
penggunaan sarana jamban di rumah yang mungkin dianggap nyaman, namun sarana
penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya yang tidak kedap air dan
berjarak terlalu dekat dengan sumber air minum.
Bagian ini memaparkan fasilitas sanitasi rumah tangga beserta beberapa perilaku yang
terkait dengannya. Fasilitas sanitasi difokuskan pada fasilitas buang air besar (BAB) yang
mencakup jenis jamban yang tersedia, penggunaan, pemeliharaan, dan kondisinya.
Berdasarkan hasil Study EHRA jumlah keluarga yang memilliki jamban septik di Kota
Tanjung Balai 53,11 %, paling banyak di Kelurahan Pematang Pasir sebesar 88,9 % dan paling
sedikit ada di Kelurahan Kualo Silau Bestari dengan Prosentase 8,3 %. Hasil lengkap tempat BAB
di Kota Tanjung Balai dan per Kelurahan dapat dilihat pada grafik 2.1 dan grafik 2.2 berikut :
Grafik III-6 :
Tempat BAB per Kecamatan di Lokasi Survey EHRA Tahun 2011
Grafik III-9
Tempat BAB Per Kelurahan di Lokasi EHRA Tahun 2011
Sumber : Tabulasi Studi EHRA Kota Tanjung Balai
Secara umum kondisi keluarga yang menggunakan jamban berdasarkan Survey EHRA dengan
suspect aman sekitar 53,11 %, dan masih ada sekitar 46,9 % dengan suspeck tidak aman.
Artinya walaupun telah menggunakan jamban septik tetapi secara kualitas belum menjamin
kondisinya aman atau tidak mencemari lingkungan.
Grafik III. 8
Prosentase Keluarga Yang Menggunakan Tangki Septic Suspeck aman dan tidak aman di Kota
Tanjung Balai pada lokasi Survey EHRA Tahun 2011
Grafik III. 9
Kondisi Tangki Septik Per Kelurahan di Kabupaten Pesisir Selatan pada lokasi survey EHRA
Tahun 2011
Kondisi aman dan tidak aman dilihat dari praktik pembuangan kotoran balita antara lain:
1) Praktik pembuangan yang aman yang mencakup
a. anak yang diantar untuk BAB di jamban
b. anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat
dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke jamban, dan penampung
dibersihkan di Watter Closed
2) Praktik pembuangan yang relatif tidak aman
a. anak BAB di ruang terbuka (lahan di rumah atau diluar rumah)
b. anak yang BAB di penampung (popok sekali pakai/ pampers, popok yang dapat
dicuci, gurita, ataupun celana), kotoran di buang ke ruang terbuka/ tidak di jamban
dan dibersihkan bukan di jamban
Selain cemaran akibat tangki septik yang tidak aman, risiko lingkungan juga dapat
meningkat akibat pembuangan isi tinja yang tidak tepat, seperti membuang kotoran ke
sungai atau lahan di rumah yang tidak diolah lebih lanjut. Sebelum melihat tempat-tempat
pembuangan tinja yang telah dikumpulkan di tangki septik, EHRA terlebih dahulu
mengidentifikasi cara pengurasan/ pengosongan tangki septik. Seperti dapat dilihat pada Grafik
di bawah, dari mereka yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, mayoritas
meminta jasa layanan pengosongan sedot tangki/ truk tinja, yakni sekitar 6%. Sementara,
proporsi yang melaporkan menyuruh tukang untuk melakukannya sebesar 14,9 %, sedangkan
pengosongan septik yang disebabkan bersih karena banjir sebesar 3 %. Pada umumnya
masyarakat masih belum tahu tentang adanya layanan sedot tinja, yakni sebesar 76.1 %.
Grafik III-10
Praktek Pembuangan Isi Tangki Septik Pada Lokasi EHRA
Kota Tanjung Balai Tahun 2011
Grafik III-11
Porsentase Keluarga yang memiliki SPAL di Kota Tanjung Balai Berdasarkan
Survey EHRA Tahun 2011
Sumber : Tabulasi Studi EHRA Kota Tanjung Balai
3.5 PENGELOLAAN AIR MINUM, MASA, CUCI DAN GOSOK GIGI YANG AMAN DAN HIGIENE
Bab ini menyajikan informasi mengenai kondisi akses sumber air untuk minum bagi
rumah tangga di Kota Tanjung Balai. Hal yang diteliti dalam EHRA terdiri dari 2 (dua) hal utama,
yakni 1) jenis sumber air minum yang digunakan rumah tangga, dan 2) kelangkaan air yang
dialami rumah tangga dari sumber itu. Kedua aspek ini memiliki hubungan yang sangat erat
dengan tingkat risiko kesehatan bagi anggota di suatu rumah tangga. Dari sisi jenis sumber
diketahui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis
sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air
ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi dan mata air terlindungi. Di lain pihak,
terdapat sumber-sumber yang memiliki risiko yang lebih tinggi sebagai media transmisi patogen
ke dalam tubuh manusia, di antaranya adalah, sumur atau mata air yang tidak terlindungi dan
air permukaan, seperti air kolam, sungai dan waduk.
Pada suplai air minum, studi EHRA mempelajari kelangkaan yang dialami rumah tangga
dalam rentang waktu dua minggu terakhir. Kelangkaan diukur dari tidak tersedianya air dari
sumber air minum utama rumah tangga atau tidak bisa digunakannya air yang keluar dari
sumber air minum utama. Data ini diperoleh dari pengakuan verbal responden.
Hasil Survey EHRA terlihat bahwa sebagian besar responden mendapatkan air
bersih dari sumur sebanyak 46,75 %, serta banyak juga yang mendapatkan air bersih dari layanan
PDAM yaitu sebanyak 26,69 % selanjutnya dari Air Botol Kemasan/Air isi ulang sebanyak 10,29
%, sedang yang berasal dari mata air sebanyak 6,95 %.
Seperti dapat disimak pada tabel di bawah ini, sumber-sumber air minum bagi rumah
tangga di Kota Tanjung Balai didominasi oleh air Sumur dan PDAM. Selain kedua sumber itu,
proporsinya relatif kecil, yang agak menonjol adalah air botol kemasan (10,29%), mata air
(6,95%), air sungai (4,92%) dan air hujan (2,98%) . Kategori lainnya cakupannya kurang dari 1%.
Grafik III-13
Akses Terhadap Air Bersih pada Lokasi EHRA
di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011
Sumber : Tabulasi Studi EHRA Kota Tanjung Balai
Terkait dengan keamanan, hasil analisis data EHRA menunjukkan bahwa mayoritas atau
sekitar 67,92 % rumah tangga di Kota Tanjung Balai memiliki sumber air minum yang relatif
aman. Sekitar 38,78 % yang diidentifikasi memiliki sumber yang relatif tidak aman antara lain
sumur yang tidak terlindungi, mata air yang tidak terlindungi, sungai dan waduk/danau.
Grafik III-14
Akses Terhadap Air Bersih pada Lokasi EHRA
di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2011
98,7%
1,3%
Dari Analisa Study EHRA dapat dilihat kondisi eksisting Sanitasi Kota Tanjung Balai yang
mencakup :
1. Masalah Persampahan
2. Drainase Lingkungan
3. Air Limbah Rumah Tangga
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ( PHBS )
Dapat disimpulkan bahwa melalui hasil analisa Study EHRA, bahwa sanitasi Kota Tanjung Balai
belum maksimal.
Berikut paparan Hasil Studi EHRA yang di tuangkan Tabel dan Gambar Peta di halaman berikut.
Tabel IV.1 : LEMBARAN ANALISA PENETAPAN AREA BERESIKO BERDASARKAN STUDY EHRA
Pematang Pasir
muara sentosa
Parameter
Pasar Baru
Sejahtera
JUMLAH
Sirantau
Alasan
Pahang
Sijambi
NO RESIKO
1 SUMBER AIR 0.25 0.25 0.75 0.75 0.75 0.25 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 6.75
1.1 Sumber air tercemar (0.5)
>15%,
a) sumur gali tidak terlindungi & kurang dari 10 m (0.25) risiko mudah 0.25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0.25
>15%,
b) penggunaan sumber air tidak terlindungi (0.25) risiko mudah 0 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0
1.2 Kelangkaan air (dan risiko terkait) (0.5) penting 0 0 0.5 0.5 0.5 0 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0
2 AIR LIMBAH DOMESTIK 0.33 0 0.33 0.33 1 0.66 0 0.66 0.33 0.66 0.66 4.95
2.1 Pencemaran oleh tangki septik >5 tahun dan tidak pernah disedot (0.33) overflowing besar 0 0 0 0.33 0.33 0.33 0 0.33 0.33 0.33 0.33
2.2 Pencemaran karena pembuangan isi tangki septik (0.33) 0 0 0 0 0.33 0.33 0 0 0 0 0
2.3 Pencemaran karena SPAL (0.33) 0.33 0 0.33 0 0.33 0 0 0.33 0 0.33 0.33
3 PERSAMPAHAN sangat mencemari 1 1 1 1 0.75 1 1 1 1 1 1 10.8
3.1 Pengumpulan sampah tidak mencukupi (0.25) 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
3.2 Tidak sering dikumpulkan (0.25) 0.25 0.25 0.25 0.25 0 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
3.3 Dikumpulkan terlalu terlambat (0.25) 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
3.4 Tidak ada pengolahan setempat (0.25) 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
4 DRAINASE 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1 4
4.1 Adanya genangan air (1) sangat mencemari 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 1
5 PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT (PHBS) 0.75 0.75 0.80 0.55 0.55 0.55 0.55 0.60 0.60 0.55 0.60 6.85
5.1 CTPS yg rendah di saat lima (5) waktu kritis (0.25) mudah, murah 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
5.2 Jamban kotor terkontaminasi (0.25) 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25 0.25
a) tinja di atas toilet (0.05) sangat mencemari 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
b) pembalut di dalam toilet (0.05) sangat mencemari 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
c) lalat (0.05) sangat mencemari 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
d) ketersediaan air (0.05) sangat diperlukan 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
e) ketersediaan sabun (0.05) mudah, murah 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
5.3 Pencemaran pada wadah penyimpanan & penanganan air (0.25) 0 0 0.05 0 0 0 0 0.05 0.05 0 0.05
5.4 Buang Air Besar Sembarangan (BABS) (0.25) 0.25 0.25 0.25 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
TINGKAT RESIKO AWAL 2.33 2.00 3.88 2.63 3.04 3.46 3.30 3.01 2.68 2.96 4.01 33.30
Keterangan :
Beresiko Sangat Tinggi nilai max 4.01 Score
3.51 4
Beresiko Tinggi 3.01 3
2.50 2
Beresiko Sedang nilai min 2.00 1
rentang 0.5
Beresiko Rendah
BERESIKO TINGGI
BERESIKO SEDANG
BERESIKO RENDAH