PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT DERA AS-SYIFA
NOMOR 060/PER/DIR/RSDA/IV/2017
TENTANG
PANDUAN ASESMEN PASIEN
BAB I
DEFINISI
A. PENGERTIAN
a) Asesmen pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-rumah
sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
b) Asesmen tempat kejadian: suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat tiba di
tempat kejadian.
c) Asesmen awal: suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang
belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
d) Asesmen segera-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang mengalami cedera
signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam nyawa. Perkirakan
juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer, dan pertimbangkan Bantuan
Hidup Lanjut.
e) Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan mobil-pejalan
kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi jarak 6 meter (dewasa) dan
3 meter (anak).
f) Asesemen segera-kasus medis: dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar, delirium, atau
disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi mengancam nyawa.
g) Asesmen terfokus-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang tidak mengalami cedera
signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang dapat mengancam nyawa.
Berfokus pada keluhan utama pasien.
h) Asesmen terfokus-kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi baik,
dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama
pasien.
i) Asesmen secara mendetail: hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di tempat kejadian
saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah sakit. Pemeriksaan
dilakukan dari kepala-kaki untuk mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa
yang dimiliki oleh pasien.
j) Asesmen berkelanjutan: dilakukan selama transfer terhadap semua pasien, untuk
mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien, berupa perburukan/perbaikan
kondisi.
B. TUJUAN
a) Pengumpulan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien
b) Identifikasi kondisi yang mengancam nyawa
c) Intervensi segera
d) Tatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa dan manajemen transfer
BAB II
RUANG LINGKUP
Asesmen pasien dilakukan pada saat pasien berobat di Rumah Sakit Dera As-Syifa, baik saat
berobat di instalasi rawat jalan dan instalasi rawat inap. Tentu dalam hal ini, asesmen
dibedakan menjadi 2 jenis antara lain :
1. Asesmen Medis
2. Asesmen Keperawatan
Asesmen pasien ini melibatkan dokter sebagai pelaksana dalam melakukan asesmen medis
dan keperawatan sebagai pelaksana dalam melakukan asesmen keperawatan. Tentunya,
dimulai dari kedatangan, hingga pasien mendapat pelayanan di instalasi rawat jalan atau
instalasi gawat darurat (IGD) dan instalasi rawat inap bahkan sampai ke instalasi rawat khusus
seperti HCU, Neonatologi.
BAB III
TATA LAKSANA
b. Asesmen terfokus dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien yang tidak
mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada keluhan utama pasien
dan pemeriksaan fisik terkait.
Kasus Medis
1. Asesmen berfokus pada keluhan utama
2. Telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu, kualitas, penjalaran nyeri,
derajat keparahan, durasi)
3. Nilai SAMPLE
4. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan
Trauma
1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang mengalami cedera
dengan menggunakan DCAP-BTLS
2. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
3. Nilai SAMPLE
4. Inisiasi intervensi yang sesuai
5. Transfer sesegera mungkin
6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
7. Lakukan asesmen berkelanjutan
F. ASESMEN BERKELANJUTAN5
a. Dilakukan pada semua pasien saat transfer ke rumah sakit
b. Tujuan:
Menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin membutuhkan
intervensi tambahan
Mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
Menilai ulang temuan klinis sebelumnya
c. Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit
d. Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit
Nilai ulang status kesadaran
Pertahankan patensi jalan napas
Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
Pantau warna dan suhu kulit
Nilai ulang dan catat tanda vital
e. Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien
f. Periksa intervensi
Pastikan pemberian oksigen adekuat
Manajemen perdarahan
Pastikan intervensi lainnya adekuat
G. ASESMEN PEDIATRIK
Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal.
Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang dilindungi.
Tahapan asesmen berupa:
a) Keadaan umum:
Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
Tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
Respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan
b) Kepala:
Tanda trauma
Ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol
c) Wajah:
Pupil ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
Hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
d) Leher: kaku kuduk
e) Dada:
Stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
Auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan, ronki,
mengi (wheezing); bunyi jantung: regular, kecepatan, murmur
f) Abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma
g) Anggota gerak:
Nadi brakialis
Tanda trauma
Tonus otot, pergerakan simetris
Suhu dan warna kulit, capillary refill
Nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h) Pemeriksaan neurologis
H. ASESMEN NEUROLOGIS
Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.
Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau kondisi
pasien selanjutnya
Tahapan asesmen berupa:
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan, keteraturan, usaha
napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara akurat
menggambarkan fungsi serebri.
Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik dapat
memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan
tangisan normal.
Glasgow Coma Scale Dewasa
Mata Terbuka spontan 4
Terbuka saat dipanggil/diperintahkan 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik 5
Disorientasi / bingung 4
Jawaban tidak sesuai 3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, teriakan) 2
Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 3
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Total skor = Mata + Verbal + Pergerakan = 3 - 15
Skor 13 – 15 = ringan
Skor 9 – 12 = sedang
Skor 3 – 9 = berat
Glasgow Coma Scale Anak
PENILAIAN > usia 2 tahun < usia 2 tahun Skor
Mata Terbuka spontan Terbuka spontan 4
Terbuka terhadap suara Terbuka saat dipanggil 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik Berceloteh 5
Disorientasi / bingung Menangis, gelisah 4
Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang nyeri 3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, Merintih, mengerang 2
teriakan)
Tidak merespons Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah Pergerakan normal 6
Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) terhadap sentuhan 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 3
nyeri nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 2
rangsang nyeri nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1
Pengukuran alternatif :
Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran panjang lengan bawah (ulna) untuk
memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan tabel di bawah ini.
Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas
(LLA).
Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap siku, dengan lengan
atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion)
dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.
Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar lengan
atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat
c) Langkah 3 nilai adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang diderita pasien, dan berikan
skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami penyakit akut
dan sangat sedikit / tidak terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2.
d) Langkah 4 tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2, dan 3 untuk menilai adanya
risiko malnutrisi.
Skor 0 = Risiko rendah
Skor 1 = Risiko sedang
Skor ≥ 2 = Risiko tinggi
e) Langkah 5 gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi keperawatan
berikut ini.
Risiko rendah
Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien
rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum dengan usia> 75 tahun (tiap tahun).
Risiko sedang
Observasi:
- Catat asupan makanan selama 3 hari
- Jika asupan adekuat, ulangi skrining: pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien
rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
- Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan dan peningkatan asupan
nutrisi, pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi secara teratur.
Risiko tinggi
Tatalaksana:
- Rujuk ke ahli gizi
- Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
- Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap tahun).
Untuk semua kategori:
- Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan jenis makanan
- Catat kategori risiko malnutrisi
- Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat.
7. ASESMEN RISIKO JATUH
Faktor predisposisi untuk risiko jatuh:
FAKTOR - FAKTOR INSTRINSIK EKSTRINSIK
berhubungan dengan kondisi (berhubungan dengan
pasien) lingkungan)
Dapat diperkirakan Riwayat jatuh sebelumnya Lantai basah/silau, ruang
Inkontinensia berantakan, pencahayaan
Gangguan kognitif/psikologis kurang, kabel longgar/lepas
Gangguan Alas kaki tidak pas
keseimbangan/mobilitas Dudukan toilet yang rendah
Usia > 65 tahun Kursi atau tempat tidur beroda
Osteoporosis Rawat inap berkepanjangan
Status kesehatan yang buruk Peralatan yang tidak aman
Peralatan rusak
Tempat tidur ditinggalkan dalam
posisi tinggi
Tidak dapat Kejang Reaksi individu terhadap obat-
diperkirakan Aritmia jantung obatan
Stroke atau Serangan Iskemik
Sementara (Transient Ischaemic
Attack-TIA)
Pingsan
‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)
Etiologi jatuh:
a) Ketidak sengajaaan: 31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan: 17%
c) Vertigo: 13%
d) Serangan jatuh (drop attack): 10%
e) Gangguan kognitif: 4%
f) Hipotensi postural: 3%
g) Gangguan visus: 3%
h) Tidak diketahui: 18%
Asesmen risiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale (Skala Jatuh Morse) sebagai berikut.
Skor
Faktor Risiko Skala Poin
Pasien
riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
diagnosis sekunder (≥ 2 diagnosis Ya 15
medis) Tidak 0
alat bantu Berpegangan pada perabot 30
tongkat/alat penopang 15
tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
gaya berjalan terganggu 20
Lemah 10
normal/tirah baring/imobilisasi 0
status mental sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total
Kategori:
Risiko tinggi = ≥ 45
Risiko sedang = 25 – 44
Risiko rendah = 0 - 24
Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh dua kali sehari, saat
transfer ke unit lain, dan saat terdapat perubahan kondisi pasien.
Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25 dalam 2
kali pemeriksaan berturut-turut.
Pencegahan risiko jatuh:
a) Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur tepasang
dengan baik
Ruangan rapi
Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, tombol panggilan,
air minum, kacamata)
Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan bersih dan
berfungsi)
Pantau efek obat-obatan
Sediakan dukungan emosional dan psikologis
Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keuarga
b) Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal berikut ini.
Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di pergelangan
tangan pasien
Sandal anti-licin
Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
Nilai kebutuhan akan:
Fisioterapi dan terapi okupasi
Alarm tempat tidur
Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)
8. ASESMEN NYERI
Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien yang
datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.8
Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
a) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
b) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0 = tidak nyeri
1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9
c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka,
gunakan asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum –
cemberut – menangis)
Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
kepada pasien
Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
d) lokasi nyeri
e) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
f) onset, durasi, dan faktor pemicu
g) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
h) efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
i) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10
Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
j) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada
pasien
k) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
l) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
m) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
Tatalaksana nyeri:
n) Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
o) Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada pasien yang
sadar / bangun10
p) Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen dilakukan tiap 1 jam
setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤ 3.8
q) Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan nyeri
r) Nilai ulang efektifitas pengobatan
s) Tatalaksana non-farmakologi:
Berikan heat / cold pack
Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama / pola teratur,
dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
Distraksi / pengalih perhatian10
Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
Menenangkan ketakutan pasien
Tatalaksana nyeri
Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri sebelum rasa
nyeri tersebut bertambah parah
9. ASESMEN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
Merupakan asesmen yang mendasar dan penting dalam langkah perawatan pasien.
Perawat memeriksa pasien dari kepala hingga kaki dan membuat asesmen awal.
Asesmen awal merupakan pegangan bagi perawat lain dalam memantau perkembangan
pasien, menyorot masalah-masalah yang dimiliki pasien dan merencanakan strategi
keperawatan.
Contoh formulir rekam medik saat pasien masuk rumah sakit terdapat di lampiran.
Direktur,