Anda di halaman 1dari 23

LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT DERA AS-SYIFA
NOMOR 060/PER/DIR/RSDA/IV/2017
TENTANG
PANDUAN ASESMEN PASIEN

PANDUAN ASESMEN PASIEN

BAB I
DEFINISI

A. PENGERTIAN
a) Asesmen pasien adalah serangkaian proses yang berlangsung sejak dari fase pre-rumah
sakit hingga manajemen pasien di rumah sakit.
b) Asesmen tempat kejadian: suatu tindakan yang dilakukan oleh paramedis saat tiba di
tempat kejadian.
c) Asesmen awal: suatu proses untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi yang
mengancam nyawa, berfokus pada tingkat kesadaran pasien, stabilisasi leher dan tulang
belakang, menjaga patensi jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
d) Asesmen segera-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang mengalami cedera
signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang berpotensi mengancam nyawa. Perkirakan
juga derajat keparahan cedera, tentukan metode transfer, dan pertimbangkan Bantuan
Hidup Lanjut.
e) Yang dimaksud dengan cedera signifikan adalah tabrakan motor; tabrakan mobil-pejalan
kaki; penetrasi pada kepala, dada, atau perut; terjatuh melebihi jarak 6 meter (dewasa) dan
3 meter (anak).
f) Asesemen segera-kasus medis: dilakukan terhadap pasien yang tidak sadar, delirium, atau
disorientasi; berupa identifikasi segera kondisi yang berpotensi mengancam nyawa.
g) Asesmen terfokus-kasus trauma: dilakukan terhadap pasien yang tidak mengalami cedera
signifikan, dan telah dipastikan tidak memiliki cedera yang dapat mengancam nyawa.
Berfokus pada keluhan utama pasien.
h) Asesmen terfokus-kasus medis: dilakukan pada pasien yang sadar, memiliki orientasi baik,
dan tidak mempunyai kondisi yang mengancam nyawa. Berfokus pada keluhan utama
pasien.
i) Asesmen secara mendetail: hanya dilakukan jika terdapat jeda waktu di tempat kejadian
saat menunggu ambulans tiba atau pada saat transfer ke rumah sakit. Pemeriksaan
dilakukan dari kepala-kaki untuk mengidentifikasi masalah yang tidak mengancam nyawa
yang dimiliki oleh pasien.
j) Asesmen berkelanjutan: dilakukan selama transfer terhadap semua pasien, untuk
mengidentifikasi adanya perubahan pada kondisi pasien, berupa perburukan/perbaikan
kondisi.

B. TUJUAN
a) Pengumpulan data yang komprehensif untuk menilai kondisi dan masalah pasien
b) Identifikasi kondisi yang mengancam nyawa
c) Intervensi segera
d) Tatalaksana cedera yang tidak mengancam nyawa dan manajemen transfer
BAB II
RUANG LINGKUP

Asesmen pasien dilakukan pada saat pasien berobat di Rumah Sakit Dera As-Syifa, baik saat
berobat di instalasi rawat jalan dan instalasi rawat inap. Tentu dalam hal ini, asesmen
dibedakan menjadi 2 jenis antara lain :
1. Asesmen Medis
2. Asesmen Keperawatan
Asesmen pasien ini melibatkan dokter sebagai pelaksana dalam melakukan asesmen medis
dan keperawatan sebagai pelaksana dalam melakukan asesmen keperawatan. Tentunya,
dimulai dari kedatangan, hingga pasien mendapat pelayanan di instalasi rawat jalan atau
instalasi gawat darurat (IGD) dan instalasi rawat inap bahkan sampai ke instalasi rawat khusus
seperti HCU, Neonatologi.
BAB III
TATA LAKSANA

A. URUTAN ASESMEN PASIEN1


Urutan asesmen ini diterapkan pada seluruh pasien tanpa kecuali. Asesmen ini terbagi menjadi
5 bagian, yaitu:
a. Asesmen tempat kejadian
b. Asesmen awal
c. Asesmen segera dan terfokus
d. Asesmen secara mendetail
e. Asesmen berkelanjutan

B. ASESMEN TEMPAT KEJADIAN4


a. Amankan area
b. Gunakan alat pelindung diri
c. Kenali bahaya dan hindari cedera lebih lanjut
d. Panggil bantuan (ambulans, polisi, pemadam kebakaran)
e. Observasi posisi pasien
f. Identifikasi mekanisme cedera
g. Pertimbangkan stabilisasi leher dan tulang belakang
h. Rencanakan strategi untuk melindungi barang bukti dari tempat kejadian.
C. ASESMEN AWAL
a. Keadaan umum
 Identifikasi keluhan utama/mekanisme cedera
 Tentukan status kesadaran (dengan Glasgow Coma Scale-GCS) dan orientasi
 Temukan dan atasi kondisi yang mengancam nyawa3.
b. Jalan napas
 Pastikan patensi jalan napas (head tilt dan chin-lift pada pasien kasus medik, dan jaw
thrust pada pasien trauma).5
 Fiksasi leher dan tulang belakang pada pasien dengan risiko cedera spinal
 Identifikasi adanya tanda sumbatan jalan napas (muntah, perdarahan, gigi
patah/hilang, trauma wajah)
 Gunakan oropharyngeal airway (OPA) / nasopharyngeal airway (NPA) jika perlu.4
c. Pernapasan 4
 lihat (look), dengar (listen), rasakan (feel); nilai ventilasi dan oksigenasi
 Buka baju dan observasi pergerakan dinding dada; nilai kecepatan dan kedalaman
napas
 Nilai ulang status kesadaran
 Berikan intervensi jika ventilasi dan atau oksigenasi tidak adekuat (pernapasan <
12x/menit), berupa: oksigen tambahan, kantung pernapasan (bag-valve mask),
intubasi setelah ventilasi inisial (jika perlu). Jangan menunda defibrilasi (jika
diperlukan).
 Identifikasi dan atasi masalah pernapasan lainnya yang mengancam nyawa
d. Sirkulasi
 Nilai nadi dan mulai Resusitasi Jantung-Paru (RJP) jika diperlukan
- Jika pasien tidak sadar, nilai arteri karotis
- Jika pasien sadar, nilai arteri radialis dan bandingkan dengan arteri karotis
- Untuk pasien usia ≤ 1 tahun, nilai arteri brakialis3
 Atasi perdarahan yang mengancam nyawa dengan memberi tekanan langsung (direct
pressure)dengan kassa bersih.
 Palpasi arteri radialis: nilai kualitas (lemah/kuat), kecepatan denyut (lambat, normal,
cepat), teratur atau tidak.
 Identifikasi tanda hipoperfusi / hipoksia (capillary refill, warna kulit, nilai ulang status
kesadaran). Atasi hipoperfusi yang terjadi.
e. Identifikasi prioritas pasien kritis, tidak stabil, berpotensi tidak stabil, stabil.
 Pada pasien trauma yang mempunyai mekanisme cedera signifikan, lakukan
asesmen segera-kasus trauma dan imobilisasi spinal.
 Pada pasien medis yang tidak sadar, lakukan asesmen segera-kasus medis4

D. ASESMEN SEGERA DAN TERFOKUS


a) Asesmen segera dilakukan pada pasien yang mengalami mekanisme cedera
signifikan atau pasien medis yang tidak sadar di tempat kejadian sambil
mempersiapkan transfer pasien.
 Kasus Medis – Tidak Sadar
1. Pertahankan patensi jalan napas
2. Periksa kepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan tubuh bagian
belakang
3. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna
4. Nilai SAMPLE:
a. S = sign & symptoms - tanda dan gejala, keluhan utama
b. A = alergi
c. M = medikasi / obat-obatan
d. P = penelusuran riwayat penyakit terkait
e. L = last oral intake / menstrual period – asupan makanan terkini / periode
mestruasi terakhir
f. E = etiologi penyakit
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan
 Trauma
1. Dilakukan pada pasien, baik sadar maupun tidak sadar, yang mengalami
mekanisme cedera signifikan untuk mengidentifikasi cedera yang mengancam
nyawa.
2. Imobilisasi spinal dengan collar-neck
3. Nilai status kesadaran dengan GCS
4. Periksakepala, leher, dada, abdomen, pelvis, anggota gerak, dan punggung
belakang; menggunakan DCAP-BTLS:
a. D = deformitas
b. C = contusions – kontusio / krepitasi
c. A = abrasi
d. P = penetrasi / gerakan paradoks
e. B = burns – luka bakar
f. T = tenderness – nyeri
g. L = laserasi
h. S = swelling – bengkak
5. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
6. Nilai SAMPLE
7. Inisiasi intervensi yang sesuai
8. Transfer sesegera mungkin
9. Lakukan asesmen berkelanjutan

b. Asesmen terfokus dilakukan pada pasien medis yang sadar atau pasien yang tidak
mengalami mekanisme cedera signifikan, dengan fokus pada keluhan utama pasien
dan pemeriksaan fisik terkait.
 Kasus Medis
1. Asesmen berfokus pada keluhan utama
2. Telusuri riwayat penyakit sekarang (onset, pemicu, kualitas, penjalaran nyeri,
derajat keparahan, durasi)
3. Nilai SAMPLE
4. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
5. Inisiasi intervensi yang sesuai
6. Transfer sesegera mungkin
7. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
8. Lakukan asesmen berkelanjutan

 Trauma
1. Pemeriksaan berfokus pada area/ bagian tubuh yang mengalami cedera
dengan menggunakan DCAP-BTLS
2. Nilai tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, warna.
3. Nilai SAMPLE
4. Inisiasi intervensi yang sesuai
5. Transfer sesegera mungkin
6. Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh
7. Lakukan asesmen berkelanjutan

E. ASESMEN SECARA MENDETAIL5


Pemeriksaan dilakukan secara menyeluruh dan sistematis untuk mengidentifikasi masalah
yang tidak mengancam nyawa pada pasien tetapi dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.
a. Nilai tanda vital
b. Kepala dan wajah
 Inspeksi: deformitas, asimetris, perdarahan
 Palpasi: deformitas, nyeri, krepitasi
 Nilai ulang potensi sumbatan jalan napas: gigi palsu, perdarahan, gigi patah,
muntah, tidak adanya refleks batuk
 Mata: isokoritas danrefleks cahaya pupil, benda asing, lensa kontak
 Hidung: deformitas, perdarahan, sekret
 Telinga: perdarahan, sekret, hematoma di belakang telinga (Battle’s sign)
c. Leher:
 Nilai ulang deformitas dan nyeri, jika pasien tidak diimobilisasi
 Inspeksi adanya luka, distensi vena jugularis, penggunaan otot bantu napas,
perubahan suara.
 Palpasi adanya krepitasi, pergeseran posisi trakea
d. Dada:
 Inspeksi adanya luka, pergerakan dinding dada, penggunaaan otot bantu napas
 Palpasi adanya nyeri, luka, fraktur, krepitasi, ekspansi paru
 Perintahkan pasien untuk menarik napas dalam; inspeksi adanya nyeri,
kesimetrisan, keluarnya udara dari luka.
 Auskultasi: ronki, mengi (wheezing), penurunan suara napas pokok.
e. Abdomen:
 Inspeksi: luka, hematoma, distensi
 Palpasi semua kuadran: nyeri, defans muskular
f. Pelvis dan genitourinarius:
 Palpasi dan tekan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS) secara bersamaan
untuk menilai adanya nyeri, instabilitas, atau krepitasi
 Inspeksi dan palpasi: inkontinensia, darah di meatus uretra
 Palpasi denyut arteri femoralis
g. Anggota gerak:
 Inspeksi: angulasi, penonjolan tulang abnormal (protrusion), simetris
 Palpasi: nyeri, krepitasi
 Nilai nadi distal: intensitas (kuat/lemah), teratur, kecepatan (lambat, normal, cepat)
 Nilai sensasi (saraf sensorik)
 Nilai adanya kelemahan / parese (jika tidak ada kecurigaan fraktur): perintahkan
pasien untuk meremas tangan pemeriksa
 Nilai pergerakan anggota gerak (jika tidak ada kecurigaan fraktur)
h. Punggung:
 Imobilisasi jika ada kecurigaan cedera tulang belakang.
 Palpasi: luka, fraktur, nyeri
 Nilai ulang fungsi motorik dan sensorik pasien

F. ASESMEN BERKELANJUTAN5
a. Dilakukan pada semua pasien saat transfer ke rumah sakit
b. Tujuan:
 Menilai adanya perubahan pada kondisi pasien yang mungkin membutuhkan
intervensi tambahan
 Mengevaluasi efektifitas intervensi sebelumnya
 Menilai ulang temuan klinis sebelumnya
c. Pada pasien stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 15 menit
d. Pada pasien tidak stabil: ulangi dan catat asesmen awal setiap 5 menit
 Nilai ulang status kesadaran
 Pertahankan patensi jalan napas
 Pantau kecepatan dan kualitas pernapasan
 Nilai ulang kecepatan dan kualitas denyut nadi
 Pantau warna dan suhu kulit
 Nilai ulang dan catat tanda vital
e. Ulangi asesmen terfokus sesuai dengan keluhan pasien
f. Periksa intervensi
 Pastikan pemberian oksigen adekuat
 Manajemen perdarahan
 Pastikan intervensi lainnya adekuat
G. ASESMEN PEDIATRIK
 Penting untuk melakukan pemeriksaan sistematis karena anak sering tidak dapat
mengungkapkan keluhannya secara verbal.
 Amati adanya pergerakan spontan pasien terhadap area tertentu yang dilindungi.
 Tahapan asesmen berupa:
a) Keadaan umum:
 Tingkat kesadaran, kontak mata, perhatian terhadap lingkungan sekitar
 Tonus otot: normal, meningkat, menurun / flaksid
 Respons kepada orang tua / pengasuh: gelisah, menyenangkan
b) Kepala:
 Tanda trauma
 Ubun-ubun besar (jika masih terbuka): cekung atau menonjol
c) Wajah:
 Pupil ukuran, kesimetrisan, refleks cahaya
 Hidrasi: air mata, kelembaban mukosa mulut
d) Leher: kaku kuduk
e) Dada:
 Stridor, retraksi sela iga, peningkatan usaha napas
 Auskultasi: suara napas meningkat/menurun, simetris kiri dan kanan, ronki,
mengi (wheezing); bunyi jantung: regular, kecepatan, murmur
f) Abdomen: distensi, kaku, nyeri, hematoma
g) Anggota gerak:
 Nadi brakialis
 Tanda trauma
 Tonus otot, pergerakan simetris
 Suhu dan warna kulit, capillary refill
 Nyeri, gerakan terbatas akibat nyeri
h) Pemeriksaan neurologis
H. ASESMEN NEUROLOGIS
 Dilakukan pada pasien dengan cedera kepala atau gangguan neurologis.
 Pemeriksaaan status neurologi awal digunakan sebagai dasar untuk memantau kondisi
pasien selanjutnya
 Tahapan asesmen berupa:
a) Tanda vital: nilai keadekuatan ventilasi (kedalaman, kecepatan, keteraturan, usaha
napas)
b) Mata: ukuran dan refleks cahaya pupil
c) Pergerakan: apakah keempat ekstremitas bergerak simetris
d) Sensasi: nilai adanya sensasi abnormal (curiga cedera spinal)
e) Status kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS): secara akurat
menggambarkan fungsi serebri.
Pada anak kecil, GCS sulit dilakukan. Anak yang kesadarannya baik dapat
memfokuskan pandangan mata dan mengikuti gerakan tangan pemeriksa,
merespons terhadap stimulus yang diberikan, memiliki tonus otot normal dan
tangisan normal.
Glasgow Coma Scale Dewasa
Mata Terbuka spontan 4
Terbuka saat dipanggil/diperintahkan 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik 5
Disorientasi / bingung 4
Jawaban tidak sesuai 3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, teriakan) 2
Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 3
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons 1
Total skor = Mata + Verbal + Pergerakan = 3 - 15
 Skor 13 – 15 = ringan
 Skor 9 – 12 = sedang
 Skor 3 – 9 = berat
Glasgow Coma Scale Anak
PENILAIAN > usia 2 tahun < usia 2 tahun Skor
Mata Terbuka spontan Terbuka spontan 4
Terbuka terhadap suara Terbuka saat dipanggil 3
Terbuka terhadap rangsang nyeri Terbuka terhadap rangsang nyeri 2
Tidak merespons Tidak merespons 1
Verbal Orientasi baik Berceloteh 5
Disorientasi / bingung Menangis, gelisah 4
Jawaban tidak sesuai Menangis terhadap rangsang nyeri 3
Suara yang tidak dapat dimengerti (erangan, Merintih, mengerang 2
teriakan)
Tidak merespons Tidak merespons 1
Pergerakan Mengikuti perintah Pergerakan normal 6
Melokalisasi nyeri Menarik diri (withdraw) terhadap sentuhan 5
Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri Menarik diri (withdraw) dari rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang Fleksi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 3
nyeri nyeri
Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap Ekstensi abnormal anggota gerak terhadap rangsang 2
rangsang nyeri nyeri
Tidak merespons Tidak merespons 1

Total Skor = Mata + Verbal + Pergerakan = 3 - 15


 Skor 13 – 15 = ringan
 Skor 9 – 12 = sedang
 Skor 3 – 9 = berat
6. ASESMEN STATUS NUTRISI6
1. Status nutrisi dinilai dengan menggunakan kriteria Malnutrition Universal Screening Tool
(MUST), yang betujuan untuk mengidentifikasi dan menatalaksana pasien dewasa yang
mengalami gizi buruk, kurang gizi, atau obesitas.
2. Kelima langkah MUST adalah sebagai berikut:
a) Langkah 1 hitung Indeks Massa Tubuh (IMT) pasien dengan menggunakan kurva di
bawah ini dan berikanlah skor.

Pengukuran alternatif :
Jika tinggi badan tidak dapat diukur, gunakan pengukuran panjang lengan bawah (ulna) untuk
memperkirakan tinggi badan dengan menggunakan tabel di bawah ini.
Untuk memperkirakan IMT, dapat menggunakan pengukuran lingkar lengan atas
(LLA).
 Lengan bawah sisi kiri pasien harus ditekuk 90o terhadap siku, dengan lengan
atas paralel di sisi tubuh. Ukur jarak antara tonjolan tulang bahu (akromion)
dengan siku (olekranon). Tandai titik tengahnya.
 Perintahkan pasien untuk merelaksasikan lengan atasnya, ukur lingkar lengan
atas di titik tengah, pastikan pita pengukur tidak terlalu menempel terlalu ketat

 LLA < 23,5 cm = perkiraan IMT < 20 kg/m2


 LLA > 32 cm = perkiraan IMT > 30 kg/m2
b) Langkah 2 nilai persentase kehilangan berat badan yang tak direncanakan menggunakan
tabel di bawah ini, dan berikanlah skor.

c) Langkah 3 nilai adanya efek/pengaruh akut dari penyakit yang diderita pasien, dan berikan
skor (rentang antara 0-2). Sebagai contoh, jika pasien sedang mengalami penyakit akut
dan sangat sedikit / tidak terdapat asupan makanan > 5 hari, diberikan skor 2.
d) Langkah 4 tambahkan skor yang diperoleh dari langkah 1, 2, dan 3 untuk menilai adanya
risiko malnutrisi.
 Skor 0 = Risiko rendah
 Skor 1 = Risiko sedang
 Skor ≥ 2 = Risiko tinggi
e) Langkah 5 gunakan panduan tatalaksana untuk merencanakan strategi keperawatan
berikut ini.
 Risiko rendah
 Perawatan rutin: ulangi skrining pada pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien
rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum dengan usia> 75 tahun (tiap tahun).
 Risiko sedang
 Observasi:
- Catat asupan makanan selama 3 hari
- Jika asupan adekuat, ulangi skrining: pasien di rumah sakit (tiap minggu), pada pasien
rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap 2-3 bulan).
- Jika tidak adekuat, rencanakan strategi untuk perbaikan dan peningkatan asupan
nutrisi, pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi secara teratur.
 Risiko tinggi
 Tatalaksana:
- Rujuk ke ahli gizi
- Perbaiki dan tingkatkan asupan nutrisi
- Pantau dan kaji ulang program pemberian nutrisi: pada pasien di rumah sakit (tiap
minggu), pada pasien rawat jalan (tiap bulan), masyarakat umum (tiap tahun).
 Untuk semua kategori:
- Atasi penyakit yang mendasari dan berikan saran dalam pemilihan jenis makanan
- Catat kategori risiko malnutrisi
- Catat kebutuhan akan diet khusus dan ikuti kebijakan setempat.
7. ASESMEN RISIKO JATUH
 Faktor predisposisi untuk risiko jatuh:
FAKTOR - FAKTOR INSTRINSIK EKSTRINSIK
berhubungan dengan kondisi (berhubungan dengan
pasien) lingkungan)
Dapat diperkirakan  Riwayat jatuh sebelumnya  Lantai basah/silau, ruang
 Inkontinensia berantakan, pencahayaan
 Gangguan kognitif/psikologis kurang, kabel longgar/lepas
 Gangguan  Alas kaki tidak pas
keseimbangan/mobilitas  Dudukan toilet yang rendah
 Usia > 65 tahun  Kursi atau tempat tidur beroda
 Osteoporosis  Rawat inap berkepanjangan
 Status kesehatan yang buruk  Peralatan yang tidak aman
 Peralatan rusak
 Tempat tidur ditinggalkan dalam
posisi tinggi
Tidak dapat  Kejang  Reaksi individu terhadap obat-
diperkirakan  Aritmia jantung obatan
 Stroke atau Serangan Iskemik
Sementara (Transient Ischaemic
Attack-TIA)
 Pingsan
 ‘Serangan jatuh’ (Drop Attack)

 Etiologi jatuh:
a) Ketidak sengajaaan: 31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan: 17%
c) Vertigo: 13%
d) Serangan jatuh (drop attack): 10%
e) Gangguan kognitif: 4%
f) Hipotensi postural: 3%
g) Gangguan visus: 3%
h) Tidak diketahui: 18%
 Asesmen risiko jatuh menggunakan Morse Fall Scale (Skala Jatuh Morse) sebagai berikut.
Skor
Faktor Risiko Skala Poin
Pasien
riwayat jatuh Ya 25
Tidak 0
diagnosis sekunder (≥ 2 diagnosis Ya 15
medis) Tidak 0
alat bantu Berpegangan pada perabot 30
tongkat/alat penopang 15
tidak ada/kursi roda/perawat/tirah baring 0
terpasang infuse Ya 20
Tidak 0
gaya berjalan terganggu 20
Lemah 10
normal/tirah baring/imobilisasi 0
status mental sering lupa akan keterbatasan yang dimiliki 15
sadar akan kemampuan diri sendiri 0
Total
Kategori:
Risiko tinggi = ≥ 45
Risiko sedang = 25 – 44
Risiko rendah = 0 - 24
 Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh dua kali sehari, saat
transfer ke unit lain, dan saat terdapat perubahan kondisi pasien.
 Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25 dalam 2
kali pemeriksaan berturut-turut.
 Pencegahan risiko jatuh:
a) Tindakan pencegahan umum(untuk semua kategori):
 Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
 Posisi tempat tidur rendah, roda terkunci, kedua sisi pegangan tempat tidur tepasang
dengan baik
 Ruangan rapi
 Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam, tombol panggilan,
air minum, kacamata)
 Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
 Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
 Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan bersih dan
berfungsi)
 Pantau efek obat-obatan
 Sediakan dukungan emosional dan psikologis
 Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keuarga

b) Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal berikut ini.
 Beri tulisan di depan kamar pasien ‘Pencegahan Jatuh’
 Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di pergelangan
tangan pasien
 Sandal anti-licin
 Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
 Kunjungi dan amati pasien setiap 2 jam oleh petugas medis
 Nilai kebutuhan akan:
 Fisioterapi dan terapi okupasi
 Alarm tempat tidur
 Lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat (nurse station)

8. ASESMEN NYERI
 Perawat atau dokter melakukan asesmen awal mengenai nyeri terhadap semua pasien yang
datang ke bagian IGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.8
 Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
a) Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
b) Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
 0 = tidak nyeri
 1 – 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
 4 – 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
 7 – 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)9
c) Pada pasien yang tidak dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka,
gunakan asesmen Wong Baker FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum –
cemberut – menangis)
 Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
kepada pasien
 Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
d) lokasi nyeri
e) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran
f) onset, durasi, dan faktor pemicu
g) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
h) efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
i) obat-obatan yang dikonsumsi pasien10
 Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
asesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.
 Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
j) Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada
pasien
k) Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/ bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
l) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 5
menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
m) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit – 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.
 Tatalaksana nyeri:
n) Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
o) Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada pasien yang
sadar / bangun10
p) Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen dilakukan tiap 1 jam
setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤ 3.8
q) Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan nyeri
r) Nilai ulang efektifitas pengobatan
s) Tatalaksana non-farmakologi:
 Berikan heat / cold pack
 Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
 Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama / pola teratur,
dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
 Distraksi / pengalih perhatian10
Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
 Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
 Menenangkan ketakutan pasien
 Tatalaksana nyeri
 Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri sebelum rasa
nyeri tersebut bertambah parah
9. ASESMEN KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT
 Merupakan asesmen yang mendasar dan penting dalam langkah perawatan pasien.
 Perawat memeriksa pasien dari kepala hingga kaki dan membuat asesmen awal.
 Asesmen awal merupakan pegangan bagi perawat lain dalam memantau perkembangan
pasien, menyorot masalah-masalah yang dimiliki pasien dan merencanakan strategi
keperawatan.
 Contoh formulir rekam medik saat pasien masuk rumah sakit terdapat di lampiran.

Direktur,

dr. Bambang Sujarwoto, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai