Anda di halaman 1dari 4

Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara

beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut. Beberapa para ahli kemudian
mendefinisikan mengenai pengertian hukum tata negara. Salah satunya adalam menurut Van
Vollehoven, Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum
atasan juga masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya. Dari masing-masing itu menentukan
wilayah lingkungan masyarakatnya dan menentukan badan-badan sekaligus fungsinya masing-masing
yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan susunan dan wewenang
badan-badan tersebut.

Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang berada di
ranah hukum publik. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari
negara dalam keadaan diam (staat in rust) maupun mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staat
in beweging). Definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli, sehingga tidak hanya
mencakup kajian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ negara itu,
tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait mekanisme hubungan antar organ-organ negara
dengan warga negara. Dalam UUD Negara Republik Indonesia telah diatur Hukum Tata Negara
Indonesia, disamping itu terdapat juga dalam beberapa peraturan undang-undang Negara Republik
Indonesia, diantaranya:

2. Inventarisasi Hukum Positif Indonesia dalam bidang Hukum Perdata

Di Indonesia pada dasarnya bersumber pada Hukum Noapoleon kemudian berdasarkan Staatsblaad
nomor 23 tahun 1847 tentang burgerlijk wetboek voor Indonesie (disingkat BW) atau disebut sebagai
KUH Perdata. BW sebenarnya merupakan suatu aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Hindia
Belanda yang ditujukan bagi kaum golongan warganegara bukan asli yaitu dari Eropa, Tionghoa dan juga
timur asing. Namun berdasarkan kepada pasal 2 aturan peralihan Undang-undang Dasar 1945 dalam
prinsip-prinsip demokrasi pancasila , seluruh peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda
berlaku bagi warga negara Indonesia (asas konkordasi).

Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam BW pada saat ini telah diatur secara terpisah/tersendiri
oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Misalnya berkaitan tentang tanah, hak tanggungan dan
fidusia. Setelah Indonesia Merdeka, berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan Undang-Undang Dasar
1945, KUH Perdata Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan Undang-
Undang baru berdasarkan Undang–Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda merupakan induk hukum
perdata Indonesia. Beberapa peraturan undang-undang dan pasal dalam bab kuh perdata yang memuat
mengenai hukum perdata Indonesia, diantaranya:

3. Inventarisasi Hukum Positif Indonesia dalam bidang Hukum Administrasi Negara

Hukum administrasi (tata usaha) negara adalah hukum yang mengatur kegiatan administrasi negara
sebagai contoh kasus hukum eropa kontinental . Hukum yang mengatur tata pelaksanaan pemerintah
dalam menjalankan tugasnya . hukum administarasi negara memiliki kemiripan dengan hukum tata
negara.kesamaanya terletak dalam hal kebijakan pemerintah ,sedangkan dalam hal perbedaan hukum
tata negara lebih mengacu kepada fungsi konstitusi/hukum dasar yang digunakan oleh suatu negara
dalam hal pengaturan kebijakan pemerintah,untuk hukum administrasi negara dimana negara dalam
“keadaan yang bergerak”. Hukum tata usaha negara juga sering disebut HTN dalam arti sempit.
Beberapa peraturan dan UU yang mengatur tentang hukum administrasi diantaranya:

4. Inventarisasi Hukum Positif Indonesia dalam bidang Hukum Pidana

Hukum Pidana adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang
dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan
terhadap yang melakukannya sebagaimana kelebihan demokrasi pancasila. Mengenai hukuman apa
yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar ketentuan-ketentuan dalam
undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP ditentukan macam-macam hukuman yang dapat
dijatuhkan, yaitu sebagai berikut:

Hukuman mati

Hukuman penjara

Hukuman kurungan

Hukuman denda

Hukuman tutupan

Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana, selain termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
maupun UU Khusus, juga terdapat dalam berbagai Peraturan Perundang-Undangan lainnya,
diantaranya:

5. Inventarisasi Hukum Positif Indonesia dalam bidang Hukum Adat (Tak Tertulis)

1. Kepala Manusia Sebagai Mas Kawin (Pulau Seram, Maluku)

Umumnya seseorang yang akan menikah akan memilih mas kawin yang terbaik. Misalnya saja berupa
uang perhiasan atau barang-barang berharga lainnya. Tapi terbaik menurut masyarakat Suku Naulu
tidaklah seperti itu, justru mas kawin yang terbaik adalah kepala manusia, Ya, kepala manusia. Hukum
adat yang berlaku di suku yang mendiami Pulau Seram mengharuskan seorang pria yang ingin
meminang wanita harus memberikan mahar berupa kepala manusia. Tak hanya untuk urusan mas
kawin, masyarakat Suku Naulu juga mempersembahkan kepala manusia dalam ritual membersihkan
rumah adat dari segala musibah dan bahaya. Kebiasaan yang tergolong mengerikan ini semula tak
diketahui oleh masyarakat luas. Baru sekitar tahun 2005 silam, terjadi kasus pembunuhan oleh warga
Suku Naulu dengan motif persembahan. Sejak saat itu, pemerintah turun tangan dan melarang hukum
adat tersebut diteruskan karena tidak sejalan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.

2. Potong Jari di Suku Dani (Papua)

Setiap manusia pasti pernah merasakan rasa sedih ditinggalkan seseorang. Entah karena meninggal
dunia atau karena ditinggal pergi ke suatu tempat. Bagi Masyarakat Suku Dani, jika ada anggota
keluarganya yang meninggal sama artinya dengan kehilangan salah satu bagian tubuhnya. Bagian tubuh
yang dipilih adalah ruas-ruas jari tangan. Saat ada salah satu keluarganya yang meninggal, entah itu
suami, orang tua atau anak sekalipun, masyarakat suku Dani harus memotong jarinya sebagai bentuk
rasa duka cita dan kesedihan. Makna tersirat yang terkandung dalam tradisi tersebut menunjukan
bahwa jari adalah simbol dari kerukunan dan jika kehilangan salah satunya maka tangan tidak akan
berfungsi maksimal seperti sedia kala.

3. Ketahuan Mencuri, Diarak keliling Pulau (Gili Trawangan)

Mencuri adalah tindakan kriminal dan biasanya akan burujung pada hukuman penjara. Tapi jika pelaku
pencurian ditangkap di Gili Trawangan, maka selain hukum pidana maka pelakunya juga harus siap-siap
dijatuhi hukum adat. Meskipun Gili Trawangan adalah salah satu tujuan wisata yang populer saat ini, hal
itu tak lantas membuat masyarakatnya melupakan adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyangnya.

Salah satu kasus yang membuat heboh publik adalah saat ditangkapnya seorang bule karena mencuri
tas. Bule tersebut mengaku kehabisan uang dan tak bisa kembali ke negaranya. Kemudian ia meminta
bantuan pada seorang wanita. Karena tak digubris sama sekali, bule tersebut membawa kabur tas milik
korban saat si korban pergi ke kamar mandi. Berkat rekaman cctv yang ada di lokasi kejadian, bule
tersebut akhirnya ditangkap. Sebelum diberikan pada pihak berwajib, masyarakat setempat sepakat
untuk mengaraknya keliling pulau lengkap dengan memakai papan yang bertuliskan Saya Seorang
Pencuri dalam bahasa Inggris.

4. Ibu Hamil Diasingkan (Pulau Seram, Maluku)

Hukum aneh kali ini juga berasal dari Suku Naulu. Tidak dijangkau Pendidikan dan terisolasi dari dunia
luar, membuat masyarakat Suku Naulu tetap mempraktikan adat istiadat yang sebenarnya tidak
manusiawi. Saat ini adat memberikan persembahan berupa kepala manusia mungkin sudah mulai
ditinggalkan. Tapi masih ada adat lainya yang tak kalah memperihatinkan yaitu hukum mengasingkan
diri bagi wanita yang hamil dan akan melahirkan. Para laki-laki akan membuatkan sebuah gubuk
berukuran 2 x 3 meter di dalamnya juga dilengkapi dengan tempat tidur berukuran 1 x 2 meter. Gubuk-
Gubuk itu dinamakan gubuk Tikusune. Selain wanita hamil, wanita yang sedanng menstruasi juga
diharuskan mengasingkan diri dalam gubuk ini. Tujuanya sih baik yaitu untuk melindungi para ibu hamil,
tapi mungkin caranya saja yang salah dan tidak manusiawi.

5. Sistem Purusa yang melingkupi hukum keluarga di bali


Sistem Purusa yang melingkupi hukum keluarga di bali dapat dipahami dari prinsip-prinsip dasarnya
yang mengemuka. Setidaknya terdapat tiga prinsip dasar yang dapat diejawantahkan dari sistem
kekeluargaan Purusa ini, yakni :

• Hak dan Kewajiban selalu lahir dari garis Purusa.

Berdasarkan prinsip ini, seorang anak hanya bertanggungjawab terhadap garis keturunan dari pihak
ayah, sehingga yang masuk dalam silsilah keluarga seorang anak adalah individu-individu yang termasuk
dalam keluarga pihak ayah saja.

• Lepasnya kewajiban Pradana dari hubungan hukum kekeluargaan asalnya (Ninggal Kedaton)
setelah terjadinya perkawinan.

Seorang anak (laki/perempuan) dilepaskan hubungan hukum kekeluargaannya dengan keluarga asalnya
untuk selanjutnya masuk dalam lingkungan keluarga pihak Purusa (istri masuk ke keluarga suami untuk
kasus perkawinan biasa atau suami masuk ke keluarga istri untuk kasus kawin nyeburin). Berakhirnya
tanggungjawab hukum (hak dan kewajiban) seseorang di keluarga asalnya (orang tuanya dan
kerabatnya) terhitung sejak dilaksanakannya upacara mepejati (atau disebut juga dengan istilah :
mepamit). Selanjutnya melaksanakan tanggungjawab sekala niskala (lahir bathin) sebagai bagian dari
keluarga Purusa.

• Anak dari buah perkawinan selalu dihitung sebagai garis Purusa.

Sebagai konskuensi dari prinsip lahirnya hak dan kewajiban berdasarkan garis purusa, maka anak yang
lahir dari suatu perkawinan yang sah selalu menjadi ”milik” atau dihitung sebagai bagian dari keluarga
pihak purusa.

6. Hukum Adat orang-orang Minangkabau di daerah Jakarta Terkait Sistem kekeluargaan dalam
Perwalian

Menurut Adat Minangkabau dalam persengketaan hukum tentang pemeliharaan seoranganak dan
kedua orang tua yang telah bercerai, yang harus dijadikan dasar adalahkepentingan si anak semata-
mata, pada siapakah pemeliharaan anak itu terjamin sebaik- baiknya, pada ibunya atau pada ayahnya;
hanya, berhubungan dengan sifat AdatMinangkabau, ibulah yang lebih berhak melakukan pemeliharaan
jika kedudukan keduaorang tua dalam hal ini sama baik.Aturan hukum adat tersebut mendasari
diterbitkannya Putusan MA tgl. 25 – 1-1951 No.8K/Sip/1950 dalam Perkara Ny. Dahniar binti Soetan
Batoeah lawan Djamaloes.

Anda mungkin juga menyukai