Anda di halaman 1dari 11

PENYAKIT MEMBRAN HIALIN

Penyakit membran hialin (PMH) merupakan salah satu penyebab gangguan


napas pada bayi baru lahir akibat defisiensi sufaktan. Gangguan napas pada bayi baru
lahir ini merupakan sindroma yang terdiri dari salah satu atau gejala sebagai berikut :
pernapasan terlalu cepat > 60x/ menit, dengan atau tanpa sianosis, tarikan dinding
dada, dan merintih. PMH terjadi pada sekitar 25% neonatus yang lahir pada usia
kehamilan ≤ 32 minggu. insiden meningkat semakin prematurnya neonatus.

1.1 LANGKAH PROMOTIF / PREVENTIF


 Mencegah persalinan prematur
 Pemberian terapi kortikosteroid antenatal pada ibu dengan ancaman persalinan
prematur.
 Melakukan penolongan persalinan yang bersih dan aman.
 Mencegah asfiksia neonatorum.
 Melakukan resusitasi dengan benar.
 Melakukan tindakan pencegahan lnfeksi.
 Mengelola ibu DM dengan baik.
1.2 LANGKAH DIAGNOSIIK
2.2.1 Anamnesis

 Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM.


 Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin).
 Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit membran hialin.
2.2.2. Pemeriksaan fisis

 Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan.


 Dijumpai sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala :
o Sesak napas, dengan frekuensi napas > 60x/menit, apnu atau megap-
megap.
o Grunting atau merintih.
o Retraksi dinding dada.
o Kadang dijumpai sianosis (pada suhu kamar).
 Perhatikan tanda prematuritas.
 Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru-paru.
 Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya penyakit, besarnya bayi,
adanya lnfeksi dan derajat dari pirau PDA.
 Penyakit bisa menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama
kehidupan.

2.2.3. Pemeriksaan penunjang


 Foto toraks posisi AP dan lateral, bila memungkinkan dilakukan secara serial.
Gambaran radiologis dapat memberi gambaran penyakit membran hialin.
Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular, yang disebut dengan
ground glass appearance,

disertai dengan gambaran bronkus di bagian perifer paru (air bronchogram).


Terdapat 4 stadium :
Stadium 1: pola retikulogranular
Stadium 2: 1+ air bronkogram.
Stadium 3:2 + batas jantung paru kabur
Stadium 4: 3 + white lung
 Laboratorium
 Darah : Hb, Ht, darah tepi, kultur darah pada kecurigaan pneumonia.
 Bila fasilitas tersedia dapat dilakukan pemeriksaan analisa gas darah yang
biasanya memberi hasil : hipoksia, asidosis metabolik / respiratorik atau
kombinasi dan saturasi oksigen yang tidak normal.
 Rasio Iesitin/sfingomielin (L/S ratio < 2: 1).
 Shake test (test kocok), dilakukan dengan cara pengocokan aspirat lambung,
jika tak ada gelembung, resiko tinggi untuk terjadinya PMH (60%).

1.3 TERAPI
2.3.1. Medikamentosa

a. Manajemen umum
 Jaga jaian napas tetap bersih dan terbuka.
 Terapi oksigen sesuai dengan kondisi dan ketersediaan alat.
o Nasal kateter
o Sungkup
o Nasa/prong
o Head box
o Oksigen inkubator
o Nasal CPAP
o Ventilator mekanik
 Jaga kehangatan.
 Pemberian infus cairan intravena dengan dosis rumatan
 Pemberian nutrisi diutamakan pemberian ASI bila memungkinkan.
 Antibiotik : lihat tata laksana sepsis neonatorum.

b. Manajemen khusus
Diperlukan bila memenuhi persyaratan pemberian surfaktan, tersedia
surfaktan dan fasilitas NICU.
2.3.2 Surfaktan
Sufiaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika terbukti bayi
mengalami penyakit membrane hialin dosis : 4 ml/kgBB, intra trakea,terbagi
dalam 4 dosis masing-masing 1 ml/kg berat badan bjla diperlukan dosis dapat
diulang setelah minimal 6jam. Selama pemberian surfaktan dapat terjadi
obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping
dapat berupa perdarahan dan infeksi paru.

2.3.3. Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika timbul komplikasi yang bisa bersifat
fatal seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, Empisema sub kutan.

Tindakan yang segera dilaksanakan adalah mengurangi tekanan rongga


dada dengan pungsi toraks, bila gagal dilakukan drainase.

1.4 PEMANTAUAN (MONITORING)


2.4.1 Terapi

 Dipantau efektifitas terapi dengan memperhatikan perubahan gejala klinis


yang terjadi.
 Setelah BKB/BBLR melewati masa krisis yaitu kebutuhan oksigen sudah
terpenuhi dengan oksigen ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil
diluar inkubator, bayi dapat menyusu, ibu bisa merawat dan mengenali tanda-
tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit maka bayi dapat
berobat jalan.
 Pada BBLR, ibu diajarkan untuk melakukan perawatan metode kangguru
(PMK).
 Rekomendasi pemeriksaan Retinopathy of Prematurity (ROP)
o Bayi dengan berat lahir ≤ 1500 gr atau usia gestasi ≤ 34 minggu
o Pemeriksaaan pada usia 4 minggu atau pada usia koreksi 32-33
minggu

2.4.2 Tumbuh kembang

 Bayi yang menderita gangguan napas dan berhasil hidup tanpa komplikasi
maka proses tumbuh kembang anak selanjutnya tidak mengalami gangguan.
 Tetapi apabila timbul komplikasi (hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O2,
epielepsi maupun komplikasi palsi cerebral, dll) maka tumbuh kembang anak
tersebut akan mengalami gangguan dari yang ringan sampai berat termasuk
gangguan penglihatan, sehingga diperlukan pemantauan berkala pada masa
balita.
PNEUMONIA

DEFINISI

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstitial. Walaupun banyak pihak yang sependapat bahwa pneumonia
merupakan suatu keadaan inflamasi, namun sangat sulit membuat suatu definisi
tunggal yang universal. Pneumonia didefinisikan berdasarkan gejala dan tanda klinis,
serta perjalana penyakitnya. WHO mendefinisikan pneumonia hanya berdasarkan
penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernafasan.
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara terutama di
negara berkembang termasuk Indonesia, dan merupakan penyebab kematian utama
pada balita. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan pneumonia, antara lain
virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya
dan beratnya pneumonia antara lain adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi,
polusi, GER, aspirasi dan lain-lain.

LANGKAH PROMOTlF/ PREVENTIF


Pencegahan untuk Pneumococcus dan H. Influenza dapat dilakukan dengan
vaksin yang sudah tersedia. Efektivitas vaksin Pneumococcus adalah sebesar 70% dan
untuk H. infiuenzae 95%. lnfeksi H. influenzae bisa dicegah dengan rifampicin bagi
kontak di rumah tangga atau di tempat penitipan anak.

LANGKAH DIAGNOTIK
Anamnesis

 Batuk yang awalnya kering , kemudian menjadi produktif dengan dahak


purulent bahkan bisa berdarah.
 Sesak nafas
 Demam
 Kesulitan makan/minum
 Tampak lemah
 Serangan pertama atau berulang untuk membedakan dengan kondisi
imunokompromais, kelainan anatomi bronkus atau asma.

Pemeriksaan fisis
Manifestasi. klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting; dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting,
Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk, panas dan
iritabel.
Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai dengan retraksi dindlng
dada. Pada kelompok anak sekolahan dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non
produktif/produktif),

nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi Pada semua keiompok umur,
akan dijumpai adanya napas cuping hidung.

Pada auskultasi, dapat terdengar suarapernapasan menurun. Fine cracklas


(ronki basah halus) yang khas pada anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi.
Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun
suara napas menurun, dan terdengar fine crackles (ronki basah halus) di daerah yang
terkena. lritasi pleura akan menyakibatkan nyeri dada. Bila berat gerakan dada
menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa
nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan radiologi
o Pemeriksaan foto dada tidak direkomendasikan secara rutin pada anak
dengan infeksi saluran nafas bawah akut ringan tanpa komplikasi
o Pemeriksaan foto dada direkomendasikan pada penderita pneumonia
yang dirawat inap atau bila ada tanda klinis yang ditemukan
membingungkan
o Pemeriksaan foto dada follow up hanya dilakukan bila didapatkan
adanya kolaps lobus, kecurigaan terjadinya komplikasi, pneumonia
berat, gejala yang menetap atau memburuk atau tidak respon terhadap
antibiotic
o Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.
 Pemeriksaan laboratorium
o Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis leukosit perlu dilakukan
untuk membantu menentukan pemberian antibiotic
o Pemeriksaan kultur dan pewarnaan gram sputum dengan kualitas yang
baik direkomendasikan dalam tatalaksana anak dengan pneumonia
yang berat
o Kultur darah tidak direkomendasikan secara rutin pada pasien rawat
jalan, tetapi direkomendasikan pada pasien rawat inap dengan kondisi
berat dan pada setiap anak yang dicurugai menderita pneumonia
bacterial.
o Pada anak kurang dari 18 bulan, dilakukan pemeriksaan untuk
mendeteksi antigen virus dengan atau tanpa kultur virus jika fasilitas
tersedia.
o Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur, serta deteksi antigen bakteri (jika
fasilitas ada)
o Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimabangkan pada anak dengan
riwayat kontak dengan penderita tbc dewasa.

 Pemeriksaan lain
o Pada setiap anak yang dirawat dengan pneumonia, seharusnya
dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.

Klasifikasi Pneumonia
WHO merekomendasikan penggunaan peningkatan frekunsi nafas dan retraksi
subkosta untuk mengklasifikasikan pneumonia di Negara berkembang. Namun
demikian kreteria tersebut mempunyai sensitifitas yang buruk untuk anak malnutrisi
dan sering overlapping dengan gejala malaria.
Klasifikasi ;

 Bayi kurang dari 2 bulan


o Pneumonia berat : nafas cepat atau retraksi yang berat
o Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis,
demam atau hipotermia,bradipnea atau pernafasan irregular.
 Anak umum 2 bulan – 5 tahun
o Pneumonia ringan : nafas cepat
o Pneumonia berat ; retraksi
o Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis,
malnutrisi.

TATALAKSANA
Pasien dengan saturasi oksigen ≤ 92% pada saat bernafas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan nasal kanul, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen ≥ 92%.

 Pada pneumoni berat atau asupan per oral kurang, diberikan cairan intravena
dan dilakukan balans cairan ketat.
 Fisioterapi dada tidak bermanfaat dan tidak direkomendasikan untuk anak
dengan pneumonia.
 Antipiretik dan analgetik dapat diberikan untuk menjaga kenyamanan pasien
dan mengontrol batuk
 Nebulisasi dengan β2 agonis dan/atau NaCl dapat diberikan untuk
memperbaiki mucocilliary clearance
 Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi setidaknya setiap 4
jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi oksigen.

Antibiotik

 Amoksisilin merupakan pilihan pertama untuk antibiotik oral pada anak < 5
tahun karena efektif melawan sebagian besar pathogen yang menyebabkan
pneumonia pada anak, ditoleransi dengan baik dan murah. Alternative adalah
co-amoxiclav, ceflacor, eritromicin, claritomicin, dan azitromicin.
 M. pneumoniae lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua, maka antibiotik
golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama secara empiris pada
anak ≥ 5 tahun.
 Makrolid diberikan jika m. pneumonia atau c. pneumonia dicurigai sebagai
penyebab.
 Amoksisilin diberikan sebagai pilihan pertama jika s. pneumonia sangat
mungkin sebagai penyebab.

 Jika s.aureus dicurigai sebagai penyebab, diberikan makrolid atau kombinasi


flucloxacilin dengan amoksisilin.
 Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat
menerima obat per oral (missal karena muntah) atau termasuk dalam derajat
pneumonia berat.
 Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampicillin dan kloramfenikol, co-
amoxiclav,ceftriaxone, cefotaxime dan cefuroxime.
 Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan
setelah mendapat antibiotik intravena.
Rekomendasi UKK Respirologi
Antibiotik untuk community acquired pneumonia :

 Neonatus – 2 bulan : ampicillin + gentamicin


 > 2 bulan
o Lini pertama ampicillin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
o Lini kedua sefriakson.

Bila klinis perbaikan, antibiotik intravena dapat diganti preparat oral dengan
antibiotik golongan yang sama dengan antibiotik intravena sebelumnya.

 Pada anak dengan distress pernafasan berat, pemberian makanan peroral harus
dihindari. Makanan dapat diberikan melalu NGT atau intravena. Tetapi harus
diingat bahwa NGT dapat menekan pernafasan khusunya pada bayi/anak
dengan ukuran lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan sebaiknya
memakai ukuran terkecil.
 Perlu dilakukan pemantauan balans cairan ketat agar anak tidak mengalami
overhidrasi, karena pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormone
antidiuretik.

Kriteria Pulang

 Gejala dan tanda pneumonia menghilang


 Asupan peroral adekuat
 Pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah (per oral)
 Keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana control
 Kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah
Table 1. pilihan antibiotik intravena untuk pneumonia

Antibiotik Dosis Frekuensi Relative cost keterangan

Penicillin G 50.000 Tiap 4 jam Rendah s. pneumonia


unit/kg/kali.

Dosis tunggal
maks. 4.000.000
unit

Ampisilin 100mg/kg/hari Tiap 6 jam Rendah

Kloramfenikol 100mg/kg/hari Tiap 6 jam Rendah

Ceftriaxone 50 mg/kg/kali 1x/hari Tinggi s. pneumoniae, H. influenza


dosis tunggal
maks 2 gram

Cefuroxime 50 mg/kg/kali Tiap 8 jam Tinggi s. pneumoniae, H. influenza


dosis tunggal
maks 2 gram

Clindamycin 10 mg/kg/kali Tiap 6 jam Rendah Grup A Streptococcus, S.aureus,


Dosis tunggal S.pneumoniae (alternative untuk anak
maks 1,2 gram alergi beta lactam, lebih jarang
menimbulkan flebitis pada pemberian
IV dari pada eritromicin)

Eritromisin 10 mg/kg/kali Tiap 6 jam Rendah s. pneumoniae, chlamydia pneumonia,


Dosis tunggal mycoplasma pneumonia
maks 1 gram
RINITIS ALERGI

Definisi
Rinitis adalah inflamasi mukosa hidung yang ditandai oleh satu atau lebih
gejala hidung seperti bersin, gatal, rinorea, atau hidung tersumbat. Rinitis sering
disertai gejala yang melibatkan mata, telinga, dan tenggorok. Alergi merupakan
penyebab tersering rinitis dan menjadi salah satu penyakit kronis pada masa anak.
Gejala yang timbul pada rinitis alergi merupakan akibat inflamasi yang diinduksi oleh
respons imun yang dimediasi IgE terhadap alergen tertentu.

Rinitis alergi menjadi penting karena prevalensi semakin meningkat (10-20%


dari populasi), berdampak pada kualitas hidup, produktivitas kerja dan sekolah, biaya
pengobatan yang tinggi, serta keterkaitan dengan asma. Rinitis alergi merupakan
bagian dari perjalanan alergi/allergic march yang paling sering ditemui pada usia
sekolah. Alergen penyebab rinitis alergi yang paling sering adalah tungau debu
rumah, bulu binatang, jamur dan lain sebagainya.Tujuan tata laksana rinitis alergi
adalah kembalinya produktivitas kerja/ sekolah, kualitas hidup, kualitas tidur, dan
minimalisasi efek samping.

Klasifikasi
Klasifikasi menurut ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma), 2008
- Intermiten
- Gejala < 4 hari/minggu atau < 4 minggu berturut-turut
- Persisten
- Gejala > 4 hari/minggu dan > 4 minggu berturut-turut
- Ringan
- Tidur normal
- Tidak terdapat gangguan aktivitas harian
- Tidak terdapat penurunan produktivitas kerja/sekolah
- Gejala tidak mengganggu
- Sedang-berat
- Terdapat gangguan tidur
- Terdapat gangguan aktivitas harian
- Terdapat penurunan produktivitas kerja/sekolah
- Gejala mengganggu

Anda mungkin juga menyukai