Anda di halaman 1dari 28

OLAH TEMPAT KEJADIAN PERKARA ( TKP)

I. Pendahuluan
Dalam proses penyidikan untuk mengungkapkan suatu perkara pidana yang
menyangkut nyawa manusia, pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP)
merupakan kunci keberhasilan upaya pengungkapan tersebut. Penanganan yang baik,
tepat dan cermat dan dilaksanankan secara professional merupakan pertanda akan
tercapainya keberhasilan penyidik untuk membuat jelas dan terang perkara yang
dihadapi. Visum et Repertum yang dibuat oleh dokter akan menjadi tidak bergunaoleh
akrena tidak dapat dipergunakan dengan baik.1
Agar proses penyidikan dapat berjalan dengan lancar, maka penyidik dan dokter
perlu mengetahui bagaimana cara penanganan yang seharusnya bila mereka
diharuskan melalui pemeriksaan di tempat perkara kejahatan. Dalam melakukan
pemriksaan di TKP perlu diingat bahwa tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat
merubah, mengganggu, merusak keadaan di tempat kejadian tersebut, walaupun
sebagai kelanjutan dari oemeriksaan itu dokter harus mengumpulkan segala bukti,
yang ada kaitannya dengan manusia misalnya mengumpulkan bercak darah, bercak air
mani yang teradpat pada pakaain, sisa obat dan makanan, yang pada dasarnya tindakan
tersebut dapat merusak keadaan/ keaslian tempat kejadian itu sendiri. Sebelum dokter
datang ke TKP untuk melakukan pemeriksaan maka temaot tersebut harus dijaga
keasliannya, oleh petugas dan diabadikan dengan mebuat foto atau skteska keadaan di
TKP, sebelum para petugas menyentuhnya. Prinsip yang harus diingat dalam olah TKP
adalah to touch as little as possible and to displace nothing, dokter tidak boleh
menambah atau mengurangi benda benda yang terdapat di Tempat Kejadian Perkara.
Pemeriksaan dokter di TKP atas diri korban bertujuan untuk mendapatkan data yang
akurat dalam tempo singkat dan melalukan beberapatest lapangan yang berguna bagi
pihak penyidik agar ia dapat menentukan strategi serta langkah yang tepat untuk dapat
membuat jelas dan terang suatu perkara pidanana yang menyangkut sebuah tubuh
manusia. 1

II. Dasar Hukum


Diperlukan atau tidaknya kehadiran seorang dokter di TKP oleh penyidik sangat
bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut korbannya,
tempat kejadiannya, kejadiannya, atau tersangka pelakunya. Peranan dokter di TKP
adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut kedokteran forensik.
Pada dasarnya, semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun
dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik jika
dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang hadir. 1
Bilamana penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang
menyangkut nyawa manusia ( mati) telah terjadi maka pihak penyidik dapat emminta
bantuan dari dokter untuk melakukan pemeriksaan di Tempat Kejadian Perkara sesuai
dengan Pasal 120 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut: 1
1. Dalam hal penyidik mengangap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
2. Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka penyidik
maka bahwa ia akan memberi keterngan menurut pengetahuannya yang
sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan harkat dan martabat, pekerjaan atau
jabatan yang mewajibkan ia menyimpan rahasia dapat menolak untuk
memberikan keterangan yang diminta.
Bila dokter tersebut menolak untuk datang ke Tempat Kejadian perkara mak pasal
224 KUHP dapat dikenakan kepadanya yang berbunyi1
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya, diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.
III.

Defnisi dan Tujuan Olah TKP


Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti
dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan menurut
suatu kesaksian. Tempat korban pertama kali ditemukan disebut sebagai TKP pertama
2

(primary scene), yang bukan selalu merupakan tempat dimana sesungguhnya


peristiwa tersebut telah terjadi. Jadi, dalam kasus pembunuhan, kadang-kadang masih
dapat ditemukan lokasi lain dimana barang bukti penting lain dapat ditemukan.
Lokasi-lokasi yang dapat digolongkan sebagai TKP adalah :1.2,3
1. Tempat dimana korban ditemukan.
2. Tempat dimana tubuh korban dipindahkan.
3. Tempat dimana telah terjadi serangan yang mengakibatkan kematian korban.
4.

Tempat-tempat dimana ditemukan barang bukti yang ada hubungannya dengan


kejahatan (bagian dari tubuh manusia, kendaraan yang dipakai untuk mengangkut
korban, dan lain-lainnya).

Tempat lain yang perlu dan bahkan sering banyak memberikan informasi serta barang
bukti adalah rumah kediaman tersangka. 3
Kesimpulan yang dapat diambil dari pemeriksaan di TKP dimana pihak penyidik
dan dokter bahu membahu dlaam menangani kasus yang dihadapi adalah
1. Membantu mempercepat proses penyidikan
2. Membantu mengarahkan tindakan atau pemeriksaan yang akan dilaksanakan
selanjutnya
3. Memberikan pelayanan kepada masyrakat yang baik dalam hl waktu, personalia
serta biaya.
IV.

Pengolahan TKP
Pengolahan TKP merupakan rangkaian penyelidikan dimana penyidik besama

dengan unsur dukungan beberapa pihak berupaya mengungkapkan peristiwa yang


telah terjadi bari bukti-bukti yang didapatkan di TKP 1. Ada beberapa profesi yang
biasanya dilibatkan dalam penyelidikan TKP, yaitu polisi yang biasanya datang
pertama kali ke tempat kejadian. Polisi bertanggung jawab mengamankan lokasi
kejadian supaya tidak ada barang bukti yang rusak. Pihak lain yang biasanya
dilibatkan

dalam

penyelidikan

adalah

tim

penyelidik

yang

bertugas

mendokumentasikan TKP dan mengumpulkan bukti-bukti fisik. Dalam kasus-kasus


tertentu, dapat pula melibatkan specialist (entomologis, ahli forensic), detektif, dan
seorang medical examiner. 5

Dokter harus selalu memperhatikan beberapa hal, mengingat akan kepentinganya


yaitu:
1. siapa yang meminta dokter datang ke TKP, bagaimana permintaan tersebut
sampai ke tangan dokter, dimna TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan,
2. minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian dokter dapat
membuat persiapan seperlunya,
3. dokter tidak boleh menambah atau mengurangi benda-benda yang ada di TKP,
seperti: membuang puntung rokok, membuang air kecil di kamar mandi TKP,
dan lain-lain,
4. dokter sebaiknya membuat foto atau sketsa dengan baik karena kemungkinan
ia akan diajukan sebagai saksi selalu ada. Foto atau sketsa tersebut harus
memenuhi stendar sehingga antara dokter dan penyidik tidak akan terjadi
penafsiran yang berbeda atas objek yang sama,
5. dokter harus menilai dengan seksama gambaran umum tentang situasi di TKP,
6. pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara sistematik dan
terarah sesuai ilmu kedokteran forensik 6.
Pengolahan TKP ini terdiri dari pengamatan umum (general observation),
membuat sketsa dan pemotretan, penanganan korban, saksi dan tersangka, serta
pengumpulan barang bukti.
Pengamatan Umum
Pengamatan umum ini penting, karena pada tahap ini penyidik mendapat
kesempatan untuk berpikir dan tidak emosional . Pemeriksaan dilakukan untuk
meyakinkan bahwa teori dari kasus yang sedang dihadapi sesuai dengan pengamatan
penyidik. Pemeriksaan TKP dilakukan untuk mengidentifikasi barang bukti yang
menungkinkan, awal dan akhir dari kasus, dan mendapatkan gambaran umum dari
TKP . Bila keadaan tempat tersebut itu tenang dan teratur rapih maka dapat
difikirkan bahwa kemungkinan kasus yang dihadapai adlah kasus bunuh diri, bila
keadaan tempat tersebut tidak beraturan, kacau balau banyak terdapat darah maka
dapat diperkirakan kemungkinan bahwa tempat tersebut telah terjadi perkelahian.

Sketsa dan Foto


Sketsa merupakan gambaran sederhana yang menunjukkan letak dan posisi tubuh
diantara objek yang tidak bergerak terhadap objek-objek lain yang ada di TKP.
Dengan sketsa, penyidik dapat menggambarkan secara singkat apa yang perlu dan
menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu tampak di foto. Oleh karena itu sketsa
merupakan diagram yang spesifik, selektif, sederhana, dan jelas. Tanpa sketsa, foto
tidak selalu dapat memberikan gambaran yang pasti perbandingan letak suatu objek
dengan yang lain. Hal ini disebabkan oleh karena efek distorsi maupun perspektif dari
kamera. Oleh karena itu, sketsa selalu merupakan suplemen berita acara dan foto.
Manfaat dari sketsa adalah sangat berguna untuk mneyegarkan daya ingat penyidik,
saksi, maupun tersangka yang kooperatif sehingga dapat memberikan pengertian yang
lebih jelas kepada penuntut umum maupun hakim tetntang sesuatu yang kelihatannya
komplek, merekam gambaran dari keadan TKP dan merekam barang-barang bukti .3,5
Foto berfungsi mengabadikan setiap barang bukti relevan yang diketemukan dan
memperkuat ataupun menyingkirkan barang-banarng bukti yang tidak diperlukan.
Selain itu dapat digunakan sebagai pengganti barang bukti yang secara fisik tidak
dapat dihadirkan di sidang. Fungsi lain dari foto adalah sebagai penyegar daya ingat
sipa saja yang berkepentingan terhadap tindak pidana yang telah terjadi. Agar foto
dapat dipergunakan di pengadilan, diperlukan teknis pemotretan oleh petugas khusus
yang terlatih. Fotografi TKP secara umum dibagi menjadi dua, gambaran umum dan
gambar masing-masing barang bukti .3,5
Penanganan Korban
Dalam menangani seorang korban perlu dibedakan apakah korban hidup, diragukan
hidup, atau mati. Pada setiap korban hidup atau diragukan kehidupannya, prinsip
tindakan pertolongan pertama harus diprioritaskan. Sementara tindakan pertolongan
pertama diberikan penyidik meminta bantuan petugas kesehatan atau segera
melarikannya ke Rumah Sakit 1. Sewaktu evakuasi korban, perlu diperhatikan agar
tidak terdapat barang bukti yang tercecer, dan catat hal-hal yang diungkapkan
korban. Setibanya dirumah sakit berikan penjelasan secukupnya pada petugas rumah
sakit. Dokter sebaiknya melakukan koordinasi dengan dokter rumah sakit tentang
hal-hal yang dapat membantu pengumpulan barang bukti, terutama pada
5

luka-tembak dimana anak peluru merupakan suatu bukti, yang amat penting. Kalau
ditemukan anak peluru, perlu dijaga agar tidak sampai tergores, rusak atau hilang .6
Sebaliknya, bila tanda-tanda kematian jelas, penyidik tidak akan tergesa-gesa dan
dapat mengadakan pemeriksaan dengan lebih tenang. Bila dianggap perlu untuk
memeriksa korban, penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk datang di TKP
dengan tujuan untuk memperkirakan berapa lama korban meninggal, sebab, cara, dan
pola kematiannya ataupun hal-hal lain yang dianggap perlu guna kepentingan
penyidikan, tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang itu telah meninggal
dunia adalah sebagai berikut :
a. Terhentinya denyut jantung.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan menggunakan stetoskop atau dengan
menempelkan telinga ke dada sebelah kiri dari korban.
b. Terhentinya pergerakan pernapasan.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan mengamati pergerakan dada korban, atau
dengan menempatkan cermin bersih dihadapan hidung dan mulut korban.
Kalau korban masih hidup terlihat adanya pergerakan dada atau cermin menjadi
keruh.
c. Kulit tampak pucat.
d. Melemasnya otot-otot tubuh.
Mentukan perkiraan saat kematian
Untuk memperkirakan saat kematian,hal-hal yang diperiksa adalah sebagai berikut : 1
a.

Lebam mayat. (livor mortis, post mortem hypostasis).


1. Terdapat pada bagian-bagian tubuh yang terendah.
2. Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian.
3. Sebelum 8-12 jam setelah kematian, lebam mayat menghilang pada
penekanan.
4. Setelah 8-12 jam, lebah mayat tidak menghilang pada penekanan.

b. Penurunan suhu mayat. 1


Penurunan suhu mayat atau algor mortis akan terjadi setelah kematian dan
berlanjut samapi tercapai suatu keadaan dimana suhu mayat sama dengan suhu
lingkungan. Berdasarakan penelitian kurva penurunan suhu mayat akan berbetuk
6

kurva sigmoid, dimana pada jam-jam pertama penurunan suhu akan berlangsung
degan lambat demikan pula bila suhu tubuh mayat telah mendekati suhu
lingkungan. Pengukuran suhu mayat dilakukan dengan mmeasukkan termometer
ke dalam rectum atau dapat pula ke dalam alat-alat tubuh seperti otak atau hati
yang dilakukan pada bedah mayat.
c. Kaku mayat. (Rigor Mortis)
1. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal (setelah mati), dan
mencapai puncaknya 10-12 jam post
2. mortal. Kaku mayat dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada,perut
dan tungkai.
3. Kaku mayat maksimal akan bertahan sampai 24 jam post mortal.
4. Setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan
terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah,leher, lengan, dada, perut dan
tungkai.
5. Pada kematian karena infeksi, konvulsi (kejang-kejang), suhu keliling yang
tinggi serta keadaan gizinya jelek, akan mempercepat terbentuknya kaku
mayat.
e.

Pembusukan.
Pembusukan adalh suatu keadaan dimana bahan bahan organic tubuh
mengalami dekomposisi baik yang disebabkan oleh karena adanya aktivitas
bakteri maupun karena autolysis. Autolisis adalah perlunakan dan pencairan
jaringan tubuh yang terjadi dalam kondisi streil tanpa pengaruh bakteri, hal
tersebut dikarenakan karena adanya aktivitas enzimatik yang berasal dari sel itu
sendiri yang dilepas setelah terjadi kematian.1
1. Tanda awal dari pembusukan akan tampak sebagai pewarnaan kehijauan pada
daerah perut kanan bawah. Pembusukan akan menyebar keseluruh perut dan
kemudian kedaerah dada.
2. Pada akhir minggu pertama tubuh akan seluruhnya berwarna kehijauan dan
disana sini akan tampak merah ungu.
3. Pembentukan gas dalam tubuh akan dimulai pada awal minggu kedua.
Tanda-tandanya adalah perut akan tampak,menggelembung dan dindingnya
7

tegang. Gelembung pembusukan akan tampak jelas biasanya pada daerah


kantung zakar dan buah dada.
4. Setelah tiga atau empat minggu rambut akan mudah dicabut, kuku-kuku akan
terlepas, wajah akan tampak menggembung mata akan tertutup erat oleh
karena penggembungan pada kedua kelopak mata, bibir akan menggembung
dan mencucur, lidah akan menggembung dan terjulur keluar.
5. Menurut Casper keadaan mayat setelah berada selama 1 minggu di udara
terbuka adalah sama dengan 2 minggu didalam air dan 8 minggu didalam
kuburan.
6. Mumifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan pengeringan
dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses pembusukan.
Menentukan identitas atau Jati diri korban
Dalam menentukan identitas korban, hal-hal yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a.

Mencatat nama, Jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, kalau


diketahui (dari kartu identitas, penyidik atau saksi-saksi).

b.

Posisi korban saat ditemukan.

c.

Pakaian yang melekat, termasuk perhiasan.

d.

Tinggi badan, berat badan (atau taksiran kasar), habitue (atletis,


pyknis, kurus, gemuk, sedang), suku bangsa, warna kulit, warna rambut, gigi
geligi (gigi lengkap, gigi yang sudah dicabut, ada gigi palsu, gigi emas,
dsb.), ukuran sepatu.

e.

Barang-barang atau cairan tubuh, obat-obatan atau peralatan


yang ada di sekitar korban 6

Penanganan Barang Bukti


Dalam kasus tertentu, penyidik akan meminta bantuan petugas kesehatan
untuk mendapatkan barang bukti yang masih melekat pada tubuh korban : pakaian
yang dikenakan dengan lumuran darah, lubang tembak atau robekan akibat tusukan
benda tajam. Untuk melepas baju korban, pakaian ini seharusnya tidak disobek atau
digunting begitu saja, melainkan sebaiknya digunting pada bagian-bagian yang
masih utuh.Barang bukti lain seperti luka-luka pada tubuh sebaiknya dicatat, dan
8

dijelaskan dengan rinci tentang apa yang dilihat, bila mungkin dipotret sebelum
dilakukan tindakan terhadap luka-luka tersebut. 5
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan
dari permasalahan sebagai berikut :
a. Jenis luka apakah yang terjadi ?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka ?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu ?
Dengan demikian pada pemeriksaan luka yang ditemukan pada mayat, hal- hal yang
perlu dicatat adalah :
a.

Jenis luka

b.

Lokasi luka (contoh : di pipi kanan, 2 cm dibawah mata kanan, 1 cm diatas


bibir atas dsb)

c.

Ukuran luka. Sebutkan panjang dan lebar serta dalamnya (cm)

d.

Dasar luka ( misalnya : tulang, otot, dsb).

e.

Penjelasan lain yang perlu .


Dalam pengumpulan barang bukti dari TKP, penyidik mempunyai beberapa

tujuan utama yaitu untuk kepentingan rekonstruksi tindak kejahatan, mengidentifikasi


pelaku, menjaga barang bukti untuk analisa lebih lanjut serta sebagai alat bukti di
pengadilan. Oleh karena itu pada kasus-kasus tindak pidana yang dilakukan terhadap
manusia perlu dicari sebanyak mungkin barang bukti medik, baik yang berasal dari
korban maupun dari pelaku. Barang bukti medik yang berasal dari tubuh korban akan
lebih banyak memberikan informasi seputar proses terjadinya kejahatan, sedangkan
yang berasal dari tubuh pelaku akan menunjukkan informasi identitasnya .5
Salah satu tugas dokter di tempat kejadian perkara (TKP) adalah
mengumpulkan benda-benda bukti yang berkaitan dengan korban, terutama sampel
biologis untuk dikirim ke laboratorium. Sampel biologis yang dimaksud meliputi
darah, air mani, rambut, jaringan tubuh, air liur dll. Sedangkan barang bukti medis
adalah racun, obat-obatan, dll. Selalu gunakan prosedur pencegahan bahaya atau

infeksi dalam pengumpulan sampel biologis. Pastikan untuk memakai sarung tangan,
pakaian pelindung, masker dan atau kacamata pelindung jika situasi mengharuskan 7,8.
Pengambilan benda-benda bukti tersebut juga tetap harus mematuhi prosedur
pengambilan barang bukti secara umum. Perlu diingat moto to touch as little as
possible and to displace nothing, yaitu tidak boleh menambah atau mengurangi
benda-benda yang ada di TKP. Dokter tidak boleh membuang barang sembarangan di
TKP, meninggalkan perlengkapannya, atau membuang air kecil di kamar mandi,
karena semua itu dikhawatirkan akan menghilangkan barang-barang bukti yang lain.
Beberapa tindakan lain yang dapat mempersulit penyidikan seperti memegang setiap
benda di TKP tanpa sarung tangan, mengganggu bercak darah, membuat jejak baru
serta melakukan pemeriksaan sambil merokok 2,7.
Peralatan yang sebaiknya dibawa saat pemeriksaan di TKP adalah sarung
tangan, kamera, film berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu kilat,
lampu senter, lampu ultraviolet, alat tulis, tempat menyimpan barang bukti berupa
amplop atau kantung plastik, pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar, termometer
rektal, termometer ruangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta alat tulis (spidol)
untuk memberikan label pada barang bukti. Label pada barang bukti harus dituliskan
tentang jenis barang bukti, lokasi penemuan, saat penemuan, dan keterangan lain
yang diperlukan2. Keterangan itu dapat berupa penjelasan lengkap mengenai barang
bukti, jika ada nomor serinya maka harus ditulis juga, tidak lupa inisial penyidik yang
mengumpulkan barang bukti serta nomor identitasnya. Sebelum dokter melakukan
pemeriksaan maka TKP harus diamankan atau dijaga keasliannya oleh petugas
(dengan memasang garis polisi) serta diabadikan dengan membuat foto dan sketsa
keadaan di TKP. Sebelum melakukan prosedur trace evidence atau pencarian
barang bukti, dokter harus membuat foto dan sketsa TKP serta barang bukti yang
disimpan dengan baik untuk keperluan ketika diajukan sebagai saksi di pengadilan. 7,8
Sebagian besar barang bukti disimpan dalam wadah kertas seperti paket,
amplop dan kantung. Benda cair dapat dikirim dalam wadah yang tidak mudah pecah
dan tidak mudah bocor, seperti tabung reaksi kering. Barang bukti bekas terbakar
(arson) disimpan dalam kaleng logam bersih dan kedap udara. Hanya barang bukti
berupa serbuk dalam jumlah banyak yang disimpan dalam kantung plastik. Barang
10

bukti yang lembab dan basah (darah, tanaman, dll) dapat disimpan dalam wadah
plastik saat di tempat kejadian untuk dikirim ke tempat pemeriksaan hanya jika waktu
pengiriman kurang dari dua jam. Hal ini untuk mencegah kontaminasi dari barang
bukti yang lain. Setelah tiba di lokasi yang aman, barang bukti tersebut harus dibuka
dari wadahnya dan dikeringkan di udara. Barang bukti dapat disimpan kembali dalam
wadah kertas yang kering. Barang bukti yang lembab tidak boleh disimpan dalam
wadah plastik atau kertas lebih dari dua jam. Keadaan lembab memungkinkan
pertumbuhan mikroorganisme yang bisa menghancurkan atau mengubah barang bukti
8

.
Barang bukti yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok dan

dimasukkan ke dalam amplop atau kantung plastik. Bercak pada kain harus diambil
seluruhnya atau apabila bendanya besar digunting dan dimasukkan ke dalam amplop
atau kantung plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan dimasukkan ke
dalam kantung plastik. Mayat yang ditemukan dibungkus dengan plastik atau kantong
plastik khusus mayat (kantong mayat) setelah sebelumnya diabadikan letak dan
posisinya serta pemeriksaan sidik jari oleh penyidik. Kedua tangan mayat juga harus
dibungkus plastik sebatas pergelangan tangan. Setiap barang yang bisa saling
mengontaminasi harus disimpan secara terpisah. Wadah harus ditutup dan diamankan
untuk mencegah percampuran dalam proses pengiriman.2
Mayat dan barang bukti biologis atau medis, termasuk obat atau racun dikirim
ke Instalasi Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat untuk
pemeriksaan lanjutan. Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan laboratorium
forensik, maka dikirimkan ke Laboratorium Kepolisian atau ke Bagian Kedokteran
Forensik. Barang bukti bukan biologis dapat langsung dikirimkan ke Laboratorium
Kriminal atau Forensik Kepolisian daerah setempat. 2
Setiap jenis barang bukti mempunyai nilai yang khusus dalam penyidikan.
Nilai ini harus selalu disimpan dalam ingatan penyidik ketika melakukan penyidikan
di TKP. Sebagi contoh, ketika melakukan penyidikan di TKP penyidik harus lebih
memprioritaskan untuk mencari sidik jari yang bagus daripada mengumpulkan serat
baju yang tertinggal. Karena sidik jari dapat mengidentifikasi secara tepat orang yang
pernah berada di TKP, sedangkan serat baju bisa berasal dari siapa saja yang
11

mengenakan baju yang berbahan sama. Dalam kondisi khusus mungkin saja
mengumpulkan serat baju menjadi lebih penting karena ada dalam jumlah banyak
pada tubuh korban serta tidak ditemukan sidik jari di TKP. Lebih baik mengumpulkan
lebih banyak barang bukti daripada kurang. Penyidik seringkali hanya mempunyai
sekali kesempatan melakukan penyidikan di TKP, maka harus dimanfaatkan sebaikbaiknya 8.
BARANG BUKTI BIOLOGIS
DARAH
1. Bercak Darah
Pemeriksaan darah di TKP kasus criminal dapat memberikan informasi yang
berguna bagi proses penyidikan. Pemeriksaan darah berguna untuk membuktikan apa
suatu tindak pidana itu telah terjadi, misalnya pada kasus tabrak lari, perkosaan dan
pembunuhan, dimanaa yang terakhir yaitu pada kasus pembunuhan dikaitkan dengan
bercak darah yang ada pada senjata, pada tubuh korban dan pada pakaian tersangka
pelaku kejahatan.
Alat dan perlengkapan pengambilan sampel darah adalah 9 :
a. Duk steril

e. Skalpel

b. Benang steril (threads)

f. Pisau skalpel sekali pakai

c. Kaca obyek

g. Gunting kecil

d. Air bersih (distilled water)

h. Penjepit kecil (tweezers)

12

i.

j. Gambar 1. Alat dan perlengkapan pengambilan sampel darah.9


k. Dari bentuk sifat bercak dapat diketahui1

Perkiraaan jarak antara lantai dan sumber perdarahan


Arah pergerakan dari sumber perdarahan baik dari korbna maupun dari si

pelaku kejahatan
Sumber perdarahan, darah yang berasal dari pembuluh darah vena ( pada
luka yang dangkal) akan berwarna merah gelap sedangkap dari pembuluh

nadi9 pada luka yang dalam ) akan berwarna merah terang


Darah yang berasal dari saluran nafas atau paru-paru akan berwarna merah
terang dan berbuih( jika telah mongering akan tampak seperti sarang

tawon)
Darah yang berasal dari slauran pencernaan akan berwarna merah coklat

akibat sebagai bercampurnya darah dengan asam lambung


Darah dari pembuluh nadi akan memberikan bercak kecil-kecil
menyemprot pada daerah ayng lebih jauh dari daerah perdarahan,

sedangkan yang berasal dari pembuluh balik biasanya bersifat genangan


Perkiraan umur / tuanya bercak darah. Darah yang masih baru bentuknya
cair dan berbau amis , dalam waktu 12-36 jam akan mongering sedangkan
warna darah akan berubah menjadi cokelat dalam waktu 10-12 hari.
l.
m.

Pemeriksaan laboratoris untuk bercak darah meliputi menentukan

bercak merah itu darah atau bukan, menentukan bercak darah manusia atau
bukan dan menentukan jenis golongan darah. Laboratorium Kriminal pada

masa kini telah menggunakan tiga kategori luas dalam analisa bercak darah.
Ketiga kategori itu adalah :
a. Pemeriksaan serologik konvensional.
n. Menganalisa protein, enzim dan antigen dalam darah. Substansi ini
sangat mudah terdegradasi daripada DNA dan jenis pemeriksaan ini
memerlukan sejumlah besar sampel dalam kondisi bagus untuk hasil
yang optimal. Jenis pemeriksaan ini jarang bisa mengidentifikasi
seseorang secara statistik.
b. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) DNA analysis.
o. Analisa langsung pada sekuensi DNA tertentu yang terdapat dalam
sel darah putih. DNA lebih sulit terdegradasi daripada protein, enzim
dan antigen. Tes RFLP DNA biasanya dapat mengidentifikasi personal
secara statistik (satu dari beberapa juta atau beberapa milyar) dan
memiliki kekuatan validitas di sidang pengadilan. Metode ini juga
memerlukan sejumlah besar sampel untuk memperoleh hasil yang
signifikan.
c. Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA analysis.
p. Analisa pada sekuensi DNA tertentu yang telah disalin berkali-kali
sampai pada batas jumlah yang dapat dideteksi. PCR dapat bekerja
baik pada sampel yang terdegradasi maupun sampel yang berjumlah
sedikit. Teknologi PCR juga mempunyai kekuatan validitas di sidang
pengadilan. Saat ini, terdapat perhatian untuk kemungkinan adanya
kontaminasi yang bisa memberikan hasil pemeriksaan yang salah.
Satu-satunya cara munculnya hasil yang salah adalah karena
kontaminasi silang langsung dari sampel yang basah.
q.

Pada masa sekarang, pengadilan tidak mengakui


barang bukti darah dapat berhubungan secara meyakinkan dengan individu.
Pengadilan lebih percaya pada sidik jari, jejas gigitan, patahan kuku dan tulisan
tangan. Jika hasil pemeriksaan DNA digunakan dalam pengadilan, maka bisa
menjadi alat bukti yang berhubungan dengan individu dengan derajat ketepatan
yang tinggi. Sebenarnya, analisa RFLP DNA dikenal dengan sebutan sidik jari

DNA. Pengadilan membuat peraturan bahwa hasil pemeriksaan DNA hanya


bisa diberikan dalam bahasa statistik. Seorang ilmuwan forensik tidak bisa
bersaksi bahwa bercak darah yang ditemukan berasal dari individu secara
spesifik. Dia dapat bersaksi berdasarkan studi populasi, hanya satu orang dalam
beberapa juta atau milyar yang mempunyai profil DNA yang khas. Dia bisa
bersaksi jika tersangka atau korban mempunyai profil DNA tersebut .8
r. Bercak Darah Kering
s.

Jika benda yang terkena noda darah berukuran kecil dan mudah

diangkut, maka kemas dalam kantung kertas atau amplop. Keuntungannya


adalah interaksi yang minimal antara penyidik dengan bercak darah,
memudahkan ahli serologi untuk mengambil sampel dan kemungkinan
kontaminasi

serta

penipisan

bisa

diminimalkan

dengan

menghindari

penggunaan air sebagi media pengumpulan. Kerugiannya adalah pekerjaan


lebih untuk ahli serologi dan benda yang berukuran besar memerlukan ruang
penyimpanan yang besar pula.
t.

Jika benda yang terkena noda darah terlalu besar dan sulit

diangkut ke laboratorium, maka teknik berikut bisa digunakan untuk


mengumpulkan bercak darah :
a. Memotong bagian benda yang terkena noda darah.
u.

Daerah kontrol negatif (yang tidak terkena noda) juga harus

dipotong

jika

ada,

kemudian

dikemas

dalam

wadah

terpisah.

Keuntungannya adalah menghindari penggunaan air sebagai media


pengumpul, membutuhkan sedikit interaksi antara penyidik dengan barang
bercak darah, tidak membutuhkan ruang penyimpanan yang besar.
Kerugiannya penyidik harus menentukan bagian mana yang harus diambil
dan sebagian material terlalu sulit atau keras untuk dipotong.
b. Selotip pada bercak darah.
v.

Tempelkan selotip sidik jari (jangan sampai menyentuh sisi lengket

selotip dengan tangan telanjang) pada bercak darah dan daerah


sekelilingnya. Tekan sambil menggeser bagian selotip yang tidak lengket
dengan ujung tumpul pensil untuk memastikan penempelan yang

sempurna. Angkat noda darah seperti mengangkat sidik jari dan tempatkan
pada penutup vinyl acetate (jangan menggunakan penutup kertas karena
membuat noda sulit untuk dianalisa). Proses ini bisa diulang beberapa kali
pada noda yang sama jika diperlukan. Berikan label pada noda dan kemas
dalam amplop kertas. Keuntungannya adalah penghindaran penggunaan
air sebagai media pengumpulan, kontrol negatif bisa dikumpulkan,
membutuhkan sedikit ruang penyimpanan dan merupakan teknik yang
mudah untuk dikerjakan.
c. Mengerok bercak darah ke dalam wadah kertas.
w.

Gunakan alat yang bersih dan tajam untuk mengerok bercak darah

ke dalam wadah kertas. wadah tersebut diberi label dan dimasukkan dalam
amplop kertas. jangan gunakan wadah plastik karena listrik statis akan
menyebabkan kerokan bercak darah akan menempel pada pinggiran
wadah. Teknik ini bisa dikombinasikan dengan teknik selotip dengan
mengerok bercak di sisi lengket selotip. Keuntungannya karena tidak
menggunakan air, menggunakan sedikit ruang penyimpanan. Kerugiannya
penyidik harus menentukan bercak yang harus diambil, ketika dikerok
bercak darah cenderung untuk pecah menjadi bagian-bagian kecil, sangat
sulit untuk menampung kerokan, kerokan mudah sekali hilang kecuali
dengan teknik kombinasi, sebagian permukaan sulit dikerok.
d. Menyerap noda dengan setengah inci gulungan benang lembab.
x.

Gunakan

hanya

air

yang

bersih

untuk

membasahi

atau

melembabkan benang putih nomor 8. Jangan menyentuh benang dengan


tangan telanjang. Letakkan benang dengan sepasang lidi kapas bersih.
Gulingkan gulungan benang di atas bercak darah, hingga noda dapat
terserap ke dalam kapas. Ulangi sampai minimal empat gulungan benang
terpakai. Keringkan di udara lalu kemas dalam wadah kertas dan
masukkan ke dalam amplop. Keuntungan teknik ini adalah noda darah
berkonsentrasi pada area yang kecil dan membutuhkan sedikit ruang
penyimpanan. Kerugiannya adalah penggunaan air memungkinkan

penipisan dan kontaminasi pada noda darah. Untuk menguranginya


gunakan etanol 70% atau aseton.
e. Menyerap noda dengan setengah inci persegi duk katun.
y.

Prosedurnya sama dengan di atas, kecuali bahannya yang berupa

100% katun muslin (kain katun tipis). Duk harus dididihkan dengan air
bersih dan dikeringkan di udara sebelum digunakan. Langkah ini untuk
menghilangkan pengaruh muslin. Jangan menyentuh kain dengan tangan
telanjang. Keuntungannya adalah bercak terkumpul pada permukaan yang
relatif kecil, memudahkan penanganannya, dan hanya memerlukan sedikit
ruang penyimpanan. Kerugiannya sama dengan menggunakan gulungan
benang .8
z. Bercak Darah Basah
a. Jika benda yang kena bercak darah kecil dan mudah dimuat, kemas dalam
kantung kertas atau dengan kantung plastik untuk menghindari
kontaminasi. Bawa ke tempat yang aman dan keringkan di udara. Kemas
kembali dalam wadah kertas yang baru. Keuntungannya adalah
memerlukan

sedikit

interaksi

penyidik

dengan

barang

bukti,

memungkinkan ahli serologi dalam pengambilan sampel. Kerugiannya


tambahan kerja bagi ahli serologi dan benda yang besar memerlukan
tempat penyimpanan yang besar pula.
b. Jika benda terlalu besar dan tidak mudah diangkut, serap bercak dengan
duk katun muslin seperti di atas. Kemas dalam wadah kertas dan langkah
selanjutnya sama dengan di atas. Keuntungan cara ini lebih mudah
dikerjakan, memerlukan sedikit tempat penyimpanan dan bercak
terkonsentrasi pada area yang kecil 8.
aa.

Langkah pertama setelah menemukan bercak yang diduga darah

adalah dengan melakukan tes penyaringan (presumptive test) untuk


membedakan apakah bercak merah itu benar-benar darah atau bukan3. Pada
kasus di mana bercak darah tidak bisa terlihat dengan jelas, seperti pada
kondisi ketika pelaku kejahatan telah menghapus bercak darah atau senjata
yang digunakan telah dicuci, maka kita bisa menggunakan Luminol test8.

Luminol adalah cairan kimia yang jika dikenakan pada bercak darah,
meskipun bercak itu sudah sangat tipis akan menyebabkan bercak darah itu
berpendar dalam gelap. Teknik ini sudah lazim digunakan oleh ahli forensik,
biasanya mereka akan menyemprotkan cairan luminol pada benda yang
dicurigai pernah terkena darah dan dengan segera bisa dilihat luminesensi
berwarna biru pucat. Meskipun teknik ini sudah populer, tetapi memiliki
beberapa kelemahan, yaitu :
a. Pemeriksaan secara empirik untuk menentukan sebuah bercak adalah
darah adalah dengan penampakannya. Jika itu adalah bercak darah, maka
harus terlihat seperti darah pada umumnya. Bercak darah juga harus
terdapat dalam jumlah yang cukup untuk confirmatory test dan genetic
markers test. Ini memerlukan bercak darah yang terlihat dengan mata
telanjang. Reaksi luminol adalah tes yang paling baik untuk tes
penyaringan. Tetapi jika bercak sudah sangat tipis, sehingga hanya bisa
dilihat dengan luminol, maka selanjutnya tidak bisa lagi dilakukan tes
konfirmasi (meyakinkan) terhadap keberadaan bercak darah.
b. Luminol bisa memberikan hasil positif palsu. Luminol akan bereaksi
dengan ion tembaga, bahan dari tembaga, bahan dari besi, dan ion kobalt.
Senyawa ini juga akan bereaksi dengan potassium permanganate
(ditemukan pada beberapa pewarna pakaian atau rambut) dan hydrated
sodium hypochlorite (pemutih). Ferricyanide dan peroksidase tanaman
juga bisa memberikan reaksi palsu.
c. Penelitian menunjukkan luminol akan menyebabkan hilangnya beberapa
penanda genetik (genetic markers).
d. Karena luminol adalah water based (berbahan dasar cair), maka bisa
menyebabkan jejak darah semakin melebar secara pelan. Luminol juga
bisa menyebabkan bercak yang sudah tipis menjadi semakin tipis
sehingga menurunkan volume bercak darah kurang dari batasan minimal
untuk pemeriksaan penanda genetik.
ab.

Sayangnya, beberapa penyidik menggunakan luminol sebagai

pilihan pertama untuk mendeteksi darah. Dengan menggunakan luminol secara

ceroboh, dapat memungkinkan kehilangan informasi penting dalam bercak


darah. Ketika sedang mencari bercak darah di TKP, khususnya darah yang
sudah dibersihkan, penyidik harus menggunakan cahaya berintensitas tinggi
untuk mencari jejak darah. Bercak darah tidak mudah dihilangkan, bercak
darah seringkali meninggalkan noda kecokelatan setelah seseorang berusaha
menghilangkannya. Darah juga cenderung mengalir ke retakan lantai,
pinggiran karpet, dll. Dengan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh
terhadap TKP dengan cahaya yang terang biasanya penyidik dapat menemukan
bercak tersebut. 8
ac.

Metode lain yang digunakan pada tahap penyaringan adalah Tes

Benzidine (leuko-malachite green test). Tes ini berdasarkan reaksi pelepasan


oksigen oleh hemoglobin jika ditambahkan hidrogen peroksida. Oksigen yang
terlepas akan mengoksidasi senyawa benzidine yang telah tercampur dalam
cairan asam sehingga terbentuk warna biru cerah. Tes tersebut bisa dilakukan
pada bercak yang kecil dengan cara mengusap bercak menggunakan kertas filter
untuk kemudian dikerjakan pemeriksaan di kertas filter tersebut. Hanya bercak
yang memberikan hasil positif saja yang diperiksa lebih lanjut 9.
ad.

Kelemahan senyawa benzidine adalah sifat karsinogeniknya, maka

penggunaannya harus sangat hati-hati. Pengganti senyawa benzidine yang


lebih aman kini sudah mulai digunakan secara bertahap. Di antara tes itu
adalah Tes Phnolphtalein atau castle-Meyer test 6,7.
ae.

Tes meyakinkan (confirmatory test) adalah kelanjutan dari tes

penyaringan untuk meyakinkan bahwa darah yang diperiksa benar-benar darah


manusia dan bukan darah binatang. Metode pemeriksaan pada tahap ini bisa
menggunakan :
a.

Tes Serologik
af.

Disebut juga Tes Precipitin yaitu dengan menggunakan anti-human

immunoglobulin atau antisera lain.


b.

Tes Kimiawi

ag.

Tes Takayama dan Tes Teichmann yang berdasarkan pembentukan

kristal-kristal hemoglobin sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang


maupun menggunakan mikroskop.
c.

Spektroskopik
ah.

Tes ini menggunakan berbagai reagensia untuk membentuk

berbagai produk dari hemoglobin sehingga tercipta suatu pola spektrum


warna yang khas, misalnya spektrum warna dari methemoglobin.
d.

Mikroskopik
ai.

Terutama digunakan untuk memeriksa bercak darah yang masih

baru atau segar sehingga bisa dibedakan dengan melihat bentuk dan inti
sel darah yang ditemukan.
aj. Langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah dari
bercak yang kita temukan. Ini penting untuk melihat kesesuaian apakah bercak
yang ditemukan berasal dari korban atau dari orang lain. Penentuan golongan
darah bisa menggunakan berbagai macam metode penggolongan darah, yang
terkenal adalah sistem ABO. Penentuan golongan darah bisa dilakukan pada
sampel darah segar maupun yang telah mengering, bahkan yang masih
menempel pada pakaian korban. Selain dari cairan darah bisa ditentukan juga
golongan darah seseorang dari cairan tubuhnya seperti air liur dan sperma,
pemeriksaan ini khusus untuk orang-orang bertipe secretor. 1
ak.
al. 2. Darah Orang Hidup
am.Tujuan pemeriksaan ini adalah :
a. Membuktikan adanya alkohol, morfin atau zat psikotropika lain pada
darah pelaku tindak pidana (pelanggaran lalu lintas, pemakai narkoba dan
lain-lain.)
b. Membuktikan hubungan paternitas pada tindak kejahatan bidang imigrasi
terutama dengan modus pemalsuan identitas keayahan.
c. Membuktikan tindak pidana perzinahan yang mengakibatkan lahirnya
anak dari hasil perzinahan itu
an.

ao. 3. Darah Jenazah


ap. Tujuan pemeriksaan ini adalah :
a. Menentukan golongan darah korban untuk dicocokkan dengan bercak
darah yang ditemukan di TKP.
b. Menentukan sebab kematian jika dicurigai ada unsur keracunan dalam
proses kematiannya .
aq.

Mintalah ahli patologi untuk mengambil sampel darah langsung

dari jantung saat otopsi kemudian dimasukkan ke dalam tabung berisi asam
sitrat dan larutan dekstrosa (untuk pemeriksaan DNA). Dalam kasus tertentu
jika tidak didapatkan darah yang cair, mintalah ahli patologi untuk mengambil
potongan hati, tulang dan atau jaringan otot yang dalam untuk diperiksa. Jika
korban masih hidup dan akan dilakukan prosedur transfusi, maka pastikan
untuk mengambil sampel darah sebelum transfusi (biasanya sudah menjadi
prosedur tetap di rumah sakit) 5.
ar.

Teknik pengambilan sampel darah pada penentuan golongan darah

tidak spesifik dari tempat-tempat tertentu. Tetapi untuk pengambilan sampel


untuk pemeriksaan alkohol perlu diambil dari pembuluh darah balik tepi (vena
perifer) terutama vena femoralis. Bila ada kecurigaan keracunan zat-zat lain
perlu diambil darah dari jantung dan vena perifer, ini bermanfaat untuk
mengukur kadar keracunannya. Metode penyimpanan sampel darah sebaiknya
disimpan dalam suhu 4oC di dalam refrigerator dengan penambahan sedikit
Sodium Florida untuk mencegah proses enzimatik pembusukan 10.
as. SPERMA
1.

Pemeriksaan Spermatozoa (Sel Sperma)


at.

Spesimen basah diambil langsung dari liang senggama dengan oese

platina atau pipet. Jika tidak bisa diambil menggunakan cara ini, maka perlu
penyemprotan cairan fisiologis ke fornix posterior untuk dipusingkan (disentrifuge), diendapkan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Sperma bisa
dilihat langsung di bawah mikroskop atau dicat dulu dengan Methylen Blue
maupun Hematoxylin Eosin.

au.

Spesimen

kering

perlu

dilakukan

skrining

dulu

dengan

pemeriksaan di bawah sinar ultraviolet. Bercak sperma akan mengalami


fluoresensi jika terkena sinar ultraviolet. Bercak yang ditemukan dikerok lalu
ditetesi dengan larutan fisiologis (HCl 1%) atau asam asetat glasial 0,3%.
Selanjutnya dapat diperiksa di bawah mikroskop secara langsung ataupun
dicat terlebih dahulu. Dalam pengemasan barang bukti sperma jangan
menggunakan kantung plastik, gunakan kantung kertas dan tunggu sampai
kering di udara dahulu, baru dikirim ke laboratorium 6,10
av. 2. Pemeriksaan Cairan Sperma (Semen)
aw.

Pemeriksaan ini digunakan untuk menghindari salah penafsiran

terhadap bercak sperma yang tidak dapat ditemukan spermatozoa (sel sperma)
sehingga dianggap bukan sperma. Untuk mengetahuinya perlu diperiksa
unsur-unsur yang ada di dalam cairan sperma seperti asam fosfatase (acid
phospatase), spermine dan kolin (choline). Metode pemeriksaan untuk
spermine adalah dengan Berberio test, sedangkan untuk choline menggunakan
Florens test 10
ax.

Pemeriksaan sperma sangat penting pada tindak pidana perkosaan

atau kejahatan seksual untuk menerangkan kasus tersebut dan mengungkap


identitas pelaku. Pengungkapan identitas pelaku dimungkinkan dengan
pemeriksaan golongan darah dan atau dengan pemeriksaan DNA dari sel-sel
yang ditemukan. Untuk setiap kejahatan seksual, korban harus diperiksa oleh
dokter. Tandai semua barang bukti pakaian dan kemas dalam wadah yang
terpisah. Usahakan seminimal mungkin memegang barang bukti pakaian
tersebut .8,10
ay. C. RAMBUT
az.

Rambut baik rambut kepala maupun kelamin dapat memberikan

banyak informasi bagi kepentingan peradilan. Rambut bisa memberikan


informasi mengenai saat korban meninggal dunia, sebab kematian korban, jenis
kejahatan, identitas korban, identitas pelaku, dan benda/ senjata yang
digunakan dalam tindak kejahatan. Informasi itu dapat diperoleh dengan
meneliti sifat-sifat, gambaran mikroskopik serta perubahan-perubahan yang

terjadi akibat trauma atau keracunan. Pemeriksaan rambut yang dilakukan


bertujuan untuk mengetahui keaslian rambut, membedakan rambut manusia
dan rambut binatang, menentukan identitas pemilik rambut serta informasiinformasi lain tentang kejahatan 10.
ba.

Ambil semua rambut yang ditemukan, gunakan jari atau penjepit

kecil untuk mengambil rambut dan masukkan dalam kemasan kertas atau
amplop. Lipat dan masukkan ke dalam amplop yang lebih besar serta berikan
label. Jika rambut menancap pada suatu obyek, seperti darah kering, pecahan
logam maupun kaca, jangan berusaha untuk memisahkannya. Biarkan tetap
menempel dan kemas beserta bendanya dalam wadah kertas. Jangan memotong
rambut, diperlukan sejumlah 50-100 buah rambut atau 30-60 rambut kemaluan
dalam kasus perkosaan. Jika seseorang dicurigai sebagai tersangka kumpulkan
contoh rambut dari seluruh bagian tubuhnya 6.
bb.

Untuk

memeriksa keaslian rambut bisa dilakukan

secara

mikroskopik. Rambut yang utuh biasanya terdiri dari akar, batang dan ujung.
Akar rambut terdiri dari jaringan ikat longgar, sedangkan batang rambut terdiri
dari kutikula, kortek dan medula. Serat bukan rambut seperti serat sintetis
misalnya, akan mempunyai gambaran yang homogen 10
bc.

Menentukan rambut yang ditemukan berasal dari manusia atau

bukan juga bisa dilakukan di bawah mikroskop, dan untuk lebih akurat lagi
bisa menggunakan tes presipitasi. Perbedaan rambut manusia dan binatang
dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
bd.
be. P
er
b
e
d
a
a
n

bf. Rambut manusia

bg. Rambut binatang

bh. M

bi. Halus dan tipis

bj. Kasar dan tebal

or
fo
lo
gi
bk. K
ut

bl. Bersisik kecil dan


bergerigi

bm.

Bersisik

lebar dan polihidral

ik
ul
a
bn. M

bo. Sempit, kadang-

kadang tidak ada

bp. Lebar

d
ul
a
bq. K

br. Tebal

bs. Tipis

bu. < 0,3

bv. > 0,5

bx. Lebih ke arah

by. Di perifer maupun

or
te
k
bt. In
d
e
x
m
e
d
ul
a
bw.Pi
g
m
e

perifer

sentral

n
bz.

ca.

Tabel 1. Perbedaan rambut manusia dan binatang 6

Identitas pemilik rambut meskipun tidak secara personal bisa

ditentukan secara umum dari pemeriksaan rambut. Rambut sebagai bahan


yang tahan terhadap pembusukan dan bahan-bahan kimia dapat dijadikan
salah satu sarana identifikasi mayat-mayat yang sudah tidak bisa dikenali
karena membusuk. Identitas umum tersebut adalah : 10
a. Umur
cb.

Lanugo yaitu rambut yang bersifat halus, tidak berpigmen, tidak

bermedula dengan pola sisik yang lebih seragam dapat kita temui pada
bayi baru lahir (neonatus). Pola pertumbuhan kelamin sekunder juga bisa
menjadi patokan umur seseorang, karena rambut pubis dan ketiak akan
mulai tumbuh pada masa adolesen. Warna rambut yang memutih juga bisa
diidentifikasi sebagai milik orang-orang yang sudah tua/ lanjut usia.
b. Jenis kelamin
cc.

Rambut laki-laki biasanya lebih kaku dan kasar serta lebih gelap

daripada rambut wanita. Rambut wanita biasanya lebih halus, panjang dan
meruncing ke ujung. Rambut pada dagu (jenggot), bulu dada dan kumis
khas pada laki-laki. Pola penyebaran rambut pubis pada laki-laki dan
wanita juga berbeda. Jika sel-sel akar rambut masih ada, maka bisa
dilakukan pemeriksaan sex-chromatin.
c. Ras
cd.

Warna, panjang, bentuk dan susunan rambut bisa memberikan

informasi ras pemiliknya.


d. Golongan Darah
ce.

Dengan teknologi sekarang, golongan darah sudah dapat

ditentukan dengan pemeriksaan sehelai rambut dari bagian tubuh


manapun.
cf.

Ciri-ciri khusus rambut juga dapat membantu proses identifikasi,

lebih baik lagi jika ada pembandingnya. Warna, bentuk, minyak, cat dan
struktur mikroskopis dari rambut dapat dijadikan bahan pembanding bagi

kepentingan identifikasi. Nilai pemeriksaan laboratorium pada spesimen


rambut tergantung jumlah rambut yang terkumpul dan adanya karakteristik
yang ditemukan dalam pemeriksaan 10
cg. KESIMPULAN
ch.
ci.

Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya

benda bukti dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga
kejahatan menurut suatu kesaksian . Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu investigasi. Berhasil atau
tidaknya suatu penyelidikan sangat bergantung pada pemeriksaan TKP.
Pemeriksaan langsung di tempat terjadinya suatu kasus memungkinkan seseorang
untuk mencari sesuatu yang mungkin tidak terpikirkan jika tidak datang secara
langsung ke lokasi kejadian
cj.

Penyelidikan

bertujuan untuk menjelaskan kembali

(rekonstruksi) suatu kejadian yang melanggar hukum serta pola


pikir yang mengikutinya untuk menjelaskan siapa pelakunya.
Berbagai upaya dari kegiatan penyelidikan dilakukan secara
retrograde dari apa yang diketahui untuk mengungkapkan apa yang
tidak diketahui, sehingga dari faktor yang diketahui dapat
ditegakkan suatu kebenaran, dalam melakukan pemeriksaan maka
tempat tersebut harus dijaga keasliannya, oleh petugas dan
diabadikan dengan mebuat foto atau skteska keadaan di TKP,
sebelum para petugas menyentuhnya. Prinsip yang harus diingat
dalam olah TKP adalah to touch as little as possible and to
displace nothing,
ck.
cl.
cm.
cn.
co.
cp.
cq.

da.

cr.
cs.
ct.
cu.
cv.
cw.
cx.
cy.
cz.
DAFTAR PUSTAKA
db.

dc.
1. Munin

Abdul.Pedoman

Ilmu

Kedokteran

Forensik.Sagung

Seto.Jakarta.2011
2. Dagnan.G., Crime Scene Investigation : Protecting, Processing and
Reconstructing the Scene. USA : Journal of Forensic Identification Vol. 55
No.6. 2005
3. Ballou. S., Stolorow. M., et al. The Biological Evidence Preservation
Handbook: Best Practices for Evidence Handlers. USA: US Department
of Commerence. 2013
4. Evans. C., Crime Scene Investigations. USA: Chelsea House. 2009.4
5. Miller. M.T., Crime Scene Investigation : Forensic Science: An
Introduction to Scientific and Investigative Techniques. 2012
6. National Police Commision HQ Philippine National Police. Conduct of
Crime Scene Investigation. Philipine : Camp Frame. 2011
7. Robinson, M.R, Cina, J.S., Forensi Scene Investigation. Avaialble from
http://emedicine.medscape.com/article/1680358-overview#showall
[Updated 10 Mei 2013] (7)
8. Schollar. J., Harrison.A., Crime Scene investigation. Bioscience Vol.4
No.1. UK. 2008
9. Travis. J., Rau. R.M., Crime Scene Investigation :A Guide for Law
Enforcement. U.S. Department of Justice.2000
10. Newton. M., The Encyclopedia of Crime Scene Investigation. USA:
Infobase Publishing. 2008(6)
dd.

de.

Anda mungkin juga menyukai