Anda di halaman 1dari 9

TETANUS NEONATORUM

Penyebab utama kematian neonatus sebagian besar karena asfiksia neonatorum,


infeksi dan bayi berat lahir rendah. Infeksi yang sering terjadi adalah sepsis neonatal
dan tetanus neonatorum dengan angka kematian tetanus neonatorum masih sangat
tinggi (50% atau lebih). Di Indonesia tetanus neonatorumm menyebabkan kematian
neonatal dini 4,2% dan kematian neonatal lambat 9,5% (SKRT 2001).
Kejadian penyakit ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan kesehatan
neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang bersih dan aman),
khususnya perawatan tali pusat. Komplikasi atau penyulit yang ditakutkan adalah
spasme otot diafragma.
1.1 LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
 Pelaksanaan pelayanan neonatal esensial, terutama pemotongan tali
pusat dengan alat steril.
 Perawatan pasca natal, tidak mengoles atau menabur sesuatu yang
tidak higienis pada tali pusat.
 Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, dilakukan pengobatan yang tepat
dengan antibiotik lokal dan sistemik (bila diperlukan).

1.2 LANGKAH DIAGNOSTIK


1.2.1 Anamnesis
- Persalinan yang kurang higienis terutama yang ditolong oleh tenaga non
medis yang tidak terlatih.
- Perawatan tali pusat yang tidak higienis, pemberian dan penambahan suatu zat
pada tali pusat.
- Bayi sadar, sering mengalami kekakuan (Spasme), terutama bila terangsang
atau tersentuh
- Bayi malas minum, mulut sukar dibuk
1.2.2 Pemeriksaan fisis
- Bayi sadar, terjadi spasme otot yang kuat
- Mulut mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
- Trismus (mulut sukar dibuka)
- Perut teraba keras (perut papan)
- Opitotonus (ada sela antara punggung bayi dengan alas, saat bayi ditidurkan)
- Tali pusat biasanya kotor dan berbau
- Anggota gerak spastic (boxing potition)
1.2.3 Pemeriksaan penunjang
Anamnesis dan gejala khas sering tidak diperlukan pemeriksaan penunjang
kecuali dalam keadaan meragukan untuk membuat diagnosis banding dapat
dilakukan pemeriksaan untuk membedakan antara Tetanus neonatorum
dengan sepsis neonatorum dengan Sepsis neonatorum atau meningitis, dapat
melakukan pemeriksaan:
 Pungsi Lumbal
 Pemeriksaan darah rutin, preparat darah hapus atau kultur dan
sensitivitas.

1.3 TERAPI
1.3.1 Medikamentosa
 Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan
 Berikan diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam (dengan
dosis 0,5 ml/kg perkali pemberian), maksimum 40 mg/kg/hari.
 Bila jalur IV tidak dapat terpasang, pasang pipa lambung dan
berikan diazepam melalui pipa atau melalui rektum (dosis
sama dengan iv)
 Bila frekuensi napas kurang dari 30 kali/menit, obat dihentikan,
meskipun bayi masih mengalami spasme.
 Bila bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis sentral
setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran sedang, bila
belum bernapas lakukan resusitasi
 Berikan bayi
 Human tetanus immunoglobulin 500 U IM atau tetanus
antitoksin 5000 U IM, pada pemberian antitoksin tetanus,
sebelumnya dilakukan tes kulit Tetanus toxoid 0,5 ml IM pada
tempat yang berbeda dengan pemberian antitoksin;
 Benzil penicillin G 100.000 U/kgBB IV dosis tunggal selama
10 hari.
 Bila terjadi kemerahan dan/atau pembengkakan pada kulit sekitar
pangkal tali pusat atau keluar nanah dari permukaaan tali pusat atau
bau busuk dari area tal pusat, berikan pengobatan untuk infeksi local
tali pusat.
 Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0,5 ml (untuk melindungi ibu
dan bayi yang dikandung berikutnya) dan minta datang kembali satu
bulan kemudian untuk pemberian dosis kedua.

1.3.2 Suportif
 Bila terjadi kekakuan atau spastisitas yang menetap terapi suportif
berupa fisioterapi.
1.3.3 Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)
 Bila diperlukan konsultasi ke subbagian Neurologi anak dan bagian
rehabilitasi medik.
 Bila terjadi spasme berulang dan atau gagal nafas dirujuk ke Rumah
sakit yang mempunyai fasilitas NICU.

1.4 PEMANTAUAN (Monitoring)


1.4.1 Terapi
Perawatan lanjut bayi Tetanus Neonatarum :
 Rawat bayi diruang yang tenang dan dengan penerangan rendah untuk
mengurangi rangsangan yang tidak perlu
 Lanjutkan pemberian cairan IV dengan dosis rumatan
 Antibiotik/antimikroba : sefotaksim/metronidazole dilanjutkan
 Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI peras diantara
periode spasme. Mulai dengan jumlah setengah kebutuhan per hari dan
dinaikkan secara perlahan, jumlah ASI yang diberikan sehingga
tercapai jumlah yang diperlukan dalam dua hari.
 Nilai kemampuan minum dua kali sehari dan anjurkan untuk menyusu
ASI secepatnya begitu terlihat bayi siap untuk mengisap.
 Bila sudah tidak terjadi spasme selama dua hari, bayi minum baik, dan
tidak ada lagi masalah yang memerlukan perawatan di rumah sakit,
maka bayi dapat dipulangkan.

1.4.2 Tumbuh kembang


 Meskipun angka kematian tetanus neonatarum masih sangat tinggi
(50% atau lebih), tetapi kalau bayi bias bertahan hidup, tidak akan
mempunyai dampak penyakitnya dimasa datang.
 Pemantauan tumbuh kembang diperlukan terutama untuk asupan giz
yang seimbang dan stimulasi mental.

TETANUS PADA ANAK


Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Clostridium
tetani dengan tanda - tanda meningginya tonus otot serat lintang dan kejang tonik yang
bersifat umum. Manifestasi klinik disebabkan eksotoksin yang diproduksi oleh kuman
tersebut pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh manusia.
1.1 KIASIFIKASI
Secara klinik tetanus dapat dibagi atas:
1. Tetanus neonatorum (TN).
2. Tetanus anak (TA).
1.2 DIAGNOSIS
Berdasarkan gambaran klinik:
4.2.1. TN
1. Hipertoni dan spasme otot.
- Trismus : Bayi tiba-tiba tidak mau minum, tidak dapat menangis lagi, mulut
mencucu seperti mulut ikan (fish mouth).
- Mata tertutup.
- Spasme otot lain : kaku kuduk, opistotonus, dindingperut tegang, anggota
gerak spastik.
2. Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu.
3. Gag reflex positif.
4. Puntung pusat mungkin ada sekret kotor
4.2.2. TA
1. Hipertoni dan spasme otot:
 Trismus : sukar makan / minum, bicara tidakjelas.
 Spasme otot leher : leher sakit dan kaku, /rem/jg’ s/jg/1 positif.
 Risus sardonikus
 Spasme otot Iain : opistotonus, dinding perut tegang, anggota gerakspastik,
sukarduduk / jalan.
2. Kejangtonik dengan kesadaran tidak terganggu.
3. Gag reflex positif.
4. Mungkin ada luka / riwayat luka atau otitis media perforata.

1.3 DERAJAT PENYAKIT


Beratnya penyakit dapat ditentukan berdasarkan :
4.3.1. Kriteria Patel dan Joaq
1. Trismus.
2. Kejang.
3. Masa tunas ≤ 7 hari.
4. Onset period ≤48 jam.
5. Suhu rektal ≥ 38 C dalam 24 jam pertama di rumah sakit. Penyakit terhitung
derajat 1, bila hanya 1 kriterla ditemukan, derajat 2 bila ada 2 krlteria dan
seterusnya derajat 5 bila terdapat semua kriteria.
4.3.2. Kriteria trlsmus dan kejang
Dapatdibedakan 3 stadium:
1. Trismus (> 3 cm) tanpa kejangtonik umum bila dirangsang.
2. Trismus (≤ 3 cm ) dengan kejang tonlk umum bila dirangsang.
3. Trismus (≤ 1 cm ) dengan kejang umum spontan.

1.4 PENGOBATAN DAN PERAWATAN


4.4.1. Pengobatan
1. Kausal
a. Tujuan
 Menetralisasi toksin
 Membunuh kuman Clostridium tetani.
b. Jenis tindakan:
 Anti toksin tetanus
 Dosis : TN = 10.000 SI.
TA= 20.000 SI.
 Cara memberikan : secara intramuskuler, namun sebelumya
terlebih dahulu dilakukan tes kulit.
Apabila penderita sensitif, maka tidak boleh diberikan sekaligus,
tetapi sedikit demi sedikit (desensitisasi Bedreska) sebagai berikut:
1. 0,1 ml SAT 1 :20 SC.
2. 0,1 ml SAT 1 :10 SC.
3. 0,1 ml SAT undiluted IM.
4. 0,3 ml SAT undiluted IM.
5. 0,5 ml SAT undiluted IM.
6. SATyangsisa undiluted IM
setiap kali pemberian ditunggu 20 - 30 menit bila tidak ada reaksi,
dosis ditingkatkan.
Bila ada reaksi seperti anafilaksis, disuntikkan 0,2 - 0,5 ml
adrenalin 1: 1.000 IM, kemudian tunggu 1jam dan seterusnya
suntikan SAT yang berikut dengan dosis sebelum dosis terakhir.
 Lama pemberian : satu kali dan dapat diulang bila terdapat hiperpireksia atau
status konvulsi.
2. Human tetanus immune globulin (dianjurkan untuk penderita yang mampu).
 Dosis : TN = 500 satuan.
TA = 2500 satuan.
 Cara pemberian : secara intramuskuler tanpa tes kulit.
4.4.2. Antibiotik
Antibiotik diberikan seiama 10 hari.
1. Pilihan Utama:
 Penisilin Prokain
Dosis : 100.000 SI / kg BB/hari IM, minimal 300.000. Si dan bila meiebihi 1
juta SI, maka pemberiannya dalam dosis terbagi.
 Ampisilin A
Dosis : 100.000 mg/kg BB/hr IV, IM, kemudian dilanjutkan per oral.
1. Pilihan Lain:
 Tetrasikiin:
Dosis: 50 mg/kg BB/hrdiberikan dalam 4 dosis
 Sefalosporin:
Dosis: 100 mg/ kg BB/hr|V, seterusnya per oral.
 Eritromisin
Dosis : 50 mg/ kg BB/hrterbagi dalam 4 dosis.
2. Simptomatis
a. Tujuan
 Menurunkan kepekaan jaringan saraf terhadap rangsang, relaksasi
ototdan mengatasi kejang.
 Mempertahankan / memperbaiki keadaan umum.
b. JenisTindakan:
 Sedatif dan reiaksan otot.
Diazepam merupakan obat pilihan pertama yang bersifat sedatif,
reiaksan otot dan anti kejang.

3. Fase induksi
Segera masuk rumah sakit diberikan diazepam per rektal/ intravena
dengan dosis untuk:
TN =5mg TA =10mg
4. Fase maintenance
 Disusui dengan diazepam 20 - 40 mg/kg BB/hr yang diberikan secara
intravena berkesinambungan daIam cairan dekstrosa 5 % : NaCI 0,9 % = 4:
1. Mulai dengan dosis 20 mg/kg BB/hr. ApabiIa masih kejang, maka dosis
ditingkat 5 mg/kg BB/hr sampai kejang teratasi. dengan dosis maksimal 40
mg/kg BB/hr.
 Untuk status konvulsi Iangsung bolus menggunakan dosis 40 mg/kg BB/hr.
 Setiap kali kejangdiberikan bolus diazepam per rekta / intravena untuk: .
TN=5mg TA=10mg

4.4.3. Fase tapering


Apabila penderita telah bebas kejang 24 - 48 jam, maka pengobatan diazepam
parenteral dihentikan dan dilanjutkan per oral dengan dosis yang diturunkan secara
bertahap sebagai berikut:
TN: TA:
Hari I 6x10 mg 10x10 mg
II 6x 7,5 mg 9x10 mg
Ill 6x 5,0 mg 8x10 mg
IV 6x 2,5 mg 7x10 mg
V 5x 5,5 mg 6x10 mg
v| 4x 2,5 mg 5x10 mg
VII 3x 2,5 mg 4x 10 mg
VIII 2x 2,5 mg 3x10 mg
IX 1x 2,5 mg 2x 10 mg
X 1x 1,25 mg 1x10 mg
Fenobarbital, diberikan bila diazepam tidak tersedia (obat piIihan):
 Dosis:TN=6x30mg/hr
TA = 6x 50 mg/hr
 Cara pemberian : dosis pertama diberikan secara IM dan selanjutnya secara
oral. Bila kejang telah teratasi, maka dosis dikurangi secara bertahap.
1. Pemberian oksigen bila terdapat : bila ada tanda – tanda hipoksia : distress
pernapasan, sianosis dan apnea, dan status konvulsi.
2. Pernapasan buatan jika terdapat tanda - tanda kegagalan pernapasan.
3. Trakeostomi dapat dipertimbangkan bila terdapat tanda - tanda spasme laring yang
berat yang dapat terjadi pada status konvulsi atau kejang yang sulit diatasi.
4.4.4 Perawatan
1. Tujuan
 Mengurangi rangsangan.
 Jamin masukan cairan dan elektrolit.
 Mencegah infeksi sekunder/ keadaan yang lebih berat.
2. Jenis tindakan
 Tempat perawatan
 Penderita dirawat di ruangan terbuka, ventilasi baik, tenang dan
memungkinkan dilakukan pengawasan setiap saat.
 Sebaiknya neonatus di rawat dalam inkubator.
 Dietetik
 Untuk TN:
 Pemberian masukan per oral di tangguhkan dan kebutuhan cairan dan
elektrolit dipenuhi seluruhnya melalui IVFD selama 48-72 jam pertama
berupa Dekstrosa 5% : NaCl 0,9% = 4:1 dengan jumlah sesuai kebutuhan
24 jam.
 Setelah 48-72 jam pemberian ASI/PASI harus sudah dimulai melalui pipa
lambung dalam jumlah bertahap, dan IVFD dilanjutkan hanya untuk
pemberian obat berkesinambungan.
 Bila setelah 72 jam belum memungkinkan diberikan masukan per oral,
maka perlu diberikan nutrisi parenteral (penanganan bersama subdivisi
gizi)
 UntukTA
 Konsistensi makanan yang diberikan tergantung kemampuan membuka
mulut dan menelan. Penderita dapat diberikan makanan lunak, saring atau
cair.
 IVFD Dekstrosa 5 % : NaC| 0,9% = 4:1 terutama untuk pemberian obat
berkesinambungan.
 Bila trismus hebat, maka dapat digunakan pipa lambung.
 Pada status konvulsi, kebutuhan cairan dan elektroiit diberikan melalui
IVFD.
 Membatasi tindakan - tindakan yang dapat merupakan rangsangan (tindakan
yang sangat perlu saja yang dikerjakan).
 Mempertahankan jalan napas bebas hambatan dengan pengisapan sekret /
lendir orofaring dan nasofaring secara berkala.
 Posisi / letak penderita diubah - ubah secara periodik.
 Perawatan luka / puntung pusat secara konservatif dengan H202 dan povidon
iodium 10%.

1.5 PENGAMATAN LANJUT


4.5.1. Tujuan
 Untuk mengevaluasi penyembuhan.
 Untuk mengawasi kemungkinan terjadinya komplikasi.
 Sebagai dasar melakukan tindakan selanjutnya.
4.5.2. Jenis Pemeriksaan
 Tanda - tanda vital : nadi, pernapasan, suhu, kesadaran dan sianosis.
 Frekuensi kejang,trismus, hipertoni.
 Produksi urin dan defekasi.
 Pemeriksaaan fisik toraks/ paru.
4.5.3. Pengawasan hams dilakukan setiap hari secara terus menerus
 Tujuan:
- Untuk mengetahui adanya komplikasi.
- Sebagai pemeriksaan rutin.
 Jenis Pemeriksaan:
1. Darah:
- Rutin : Hb, jumlah lekosit dan hitung jenis (tidak diperiksa pada hari -
hari pertama).
- Biakan dan uji kepekaan pada kecurigaan adanya sepsis (neonatus).
1. Foto toraks bila ada tanda - tanda komplikasi paru. ‘
2. EKG jika ada tanda - tanda gangguan jantung.

1.6 PEMULANGAN PENDERITA


4.6.1. Penderita dapat dipulangkan
 Neonatus : apabila telah dapat minum sendiri.
 Anak : jika sudah dapat duduk.
4.6.2. Sebelum dipulangkan pada anak perlu dilakukan
 Foto kolumna vertebralis
 lmunisasi dengan toksoid tetanus.
1.7 KRITERIA
1. Gag reflex positif bila timbul kejang saat mulut dibuka dengan paksa.
2. Masa tunas yaitu waktu antara terjadinya Iuka dan timbulnya gejala pertama.
3. Onset periode yaitu interval antara trismus dan kejang pertama.
4. Status konvulsi jika kejang berlangsung 30 menit.

Anda mungkin juga menyukai