BAB IV
4.1 Hasil
1. Gambaran Geografi
terletak diantara dua kota pemerintahan, yaitu Kota Kupang dan Kota Oelamasi
dengan luas wilayah 94,8 km2 yang terdiri dari 1 kelurahan dan 7 Desa (187 RT,
2. Keadaan Demografi
399 jiwa/km2. Jumlah penduduk, jumlah rumah tangga dan kepadatan penduduk
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk
Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten
Kupang Tahun 2014
Rata-Rata Kepadatan
Jumlah JumlahRumah
No Desa/Kelurahan Jiwa/Rumah Penduduk
Penduduk Tangga
Tangga per km2
1 Oelnasi 2.178 471 4,62 167,93
2 Oelpuah 1.352 343 3,94 57,34
3 Oebelo 4.840 1.146 4,22 495,90
4 Noelbaki 9.500 2.995 3,17 536,72
5 Tarus 4.398 824 5,34 1039,72
6 Penfui Timur 6.939 1.998 3,47 655,24
7 Mata Air 5.443 1.044 5,21 913,26
8 Tanah Merah 3.201 685 4,67 320,10
JUMLAH 37.851 9.506 3,98 399
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Kupang Tahun 2014
Kupang Tengah dengan jenis kelamin laki-laki berjumlah 18.287 jiwa, perempuan
berjumlah 19.564 jiwa dan rasio jenis kelamin 93,47. Jumlah penduduk menurut
jenis kelamin dan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 4.3
46
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur di
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang Tahun 2014
Kelompok Jumlah Penduduk Rasio Jenis
No
Umur (Tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah Kelamin
1 0-4 1.343 1.254 2.597 107,10
2 5-9 1.377 1.308 2.685 105,28
3 10-14 1.544 1.441 2.985 107,15
4 15-19 1.382 1.281 2.663 107,88
5 20-24 920 982 1.902 93,69
6 25-29 1.150 1.243 2.393 92,52
7 30-34 1.226 1.284 2.510 95,48
8 35-39 1.318 1.447 2.765 91,09
9 40-44 1.411 1.552 2.963 90,91
10 45-49 1.262 1.434 2.696 88,01
11 50-54 1.202 1.361 2.563 88,32
12 55-59 1.103 1.106 2.209 99,73
13 60-64 826 1.006 1.832 82,11
14 65-69 797 920 1.717 86,63
15 70-74 628 805 1.433 78,01
16 75+ 798 1.140 1.938 70,00
JUMLAH 18.287 19.564 37.851 93,47
ANGKA BEBAN TANGGUNGAN 55
Sumber: Kantor Statistik Kabupaten Kupang Tahun 2014
a. Sarana Kesehatan
b. Tenaga Kesehatan
pada kelompok menengah, dimana presentase tingkat pendidikan pada ibu yang
memiliki balita tidak stunting lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan ibu
yang memiliki balita stunting sehingga dengan tingkat pendidikan ibu yang
memungkinkan ibu lebih mengerti cara menjaga kesehatan balita sehingga status
2. Pekerjaan Ibu
Pekerjaan ibu akan mempengaruhi waktu yang dimiliki ibu untuk mengasuh
balita yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Distribusi penduduk menurut
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak stunting maupun
tidak stunting pada umumnya tidak bekerja sehingga seharusnya memiliki waktu
yang lebih banyak dengan balita agar lebih dapat memperhatikan keadaan balita,
seperti waktu makan yang tepat, berinteraksi dengan balita, menjaga kebersihan
3. Tingkat Pendapatan
pengeluaran perbulan pangan dan non pangan dalam keluarga dan dikelompokkan
2011. Distribusi responden menurut tingkat pendapatan dapat dilihat pada Tabel
4.7.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan orang tua yang memiliki
balita stunting dan tidak stunting tergolong tinggi. Presentase tingkat pendapatan
orang tua yang memiliki balita stunting lebih rendah dibandingkan orang tua yang
memiliki balita tidak stunting sehingga dengan tingkat pendapatan yang tergolong
lebih tinggi ini memungkinkan orang tua untuk menyediakan kebutuhan balita
Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi konsumsi serta jenis pangan yang
diberikan kepada balita. Pengetahuan gizi ibu dapat diukur dengan teori dari
Khomsan, tahun 2000 yang dibagi menjadi tiga bagian yaitu a) baik, jika jawaban
benar > 80% dari item pertanyaan. b) cukup, jika pertanyaan dijawab benar 60%-
80% dari item pertanyaan. c) kurang, jika pertanyaan dijawab < 60% dari item
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu yang memiliki
balita stunting dan tidak stunting tergolong baik, tetapi presentase menunjukkan
bahwa tingkat pengetahuan gizi ibu yang memiliki anak stunting lebih rendah
sumber daya yang ada untuk mendapatkan kecukupan serta sejauh mana sarana
Tingkat pengetahuan gizi ibu yang rendah juga menyebabkan terjadinya gangguan
gizi karena kurangnya untuk menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Besar Keluarga
beban tanggung keluarga baik secara sosial (pola pengasuhan anak), maupun
ekonomi yang selanjutnya berpengaruh terhadap status gizi anak. Besar keluarga
atau jumlah anggota keluarga dapat diukur dengan standar BKKBN tahun 2011.
Distribusi responden berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 4.9.
51
maupun tidak stunting tergolong dalam jumlah keluarga besar, tetapi presentase
anggota keluarga yang lebih besar dibandingkan keluarga yang memiliki balita
tidak stunting. Jumlah anggota keluarga yang lebih besar ini dapat menyebabkan
6. Konsumsi Pangan
pangan balita.
umbian, daging, telur dan hasil olahannya, ikan dan hasil olahannya, susu dan
serta minyak dan hasil olahannya selama kurun waktu tertentu. Kategori frekuensi
52
konsumsi pangan terdiri dari selalu yaitu 4-6 kali seminggu, sering yaitu 1-3 kali
seminggu dan jarang yaitu ≤ 1 kali seminggu. Sebaran anak balita menurut
Tabel 4.10 Sebaran Anak Balita Menurut Frekuensi Konsumsi Pangan (%)
Frekuensi
Kelompok Jenis
Stunting (%) Tidak Stunting (%)
Pangan
A B C A B C
Padi-padian
Nasi 100 0 0 100 0 0
Jagung 4,1 51 44,9 1 58,2 40,8
Mie 21,4 60,2 18,4 24,5 64,3 11,2
Roti 1 44,9 54,1 0 66,3 33,7
Umbi-umbian
Keladi 0 30,6 69,4 0 40,8 59,2
Singkong 0 37,8 62,2 0 29,6 70,4
Ubi Jalar 1 50 49 0 34,7 65,3
Daging, telur dan hasil olahannya
Daging Ayam 3,1 46,9 50 6,1 48 45,9
Daging Sapi 0 21,4 78,6 2,1 25,5 72,4
Daging Babi 0 10,2 89,8 1 27,6 71,4
Telur Ayam 48 37,8 14,2 63,3 30,6 6,1
Ikan dan hasil olahannya
Ikan segar 27,6 56,1 16,3 33,7 62,2 4,1
Ikan asin 3,1 40,8 56,1 5,1 25,5 69,4
Ikan teri goreng 23,5 15,3 61,2 20,4 17,3 62,3
Susu dan hasil olahannya
Susu bubuk 9,2 52 38,8 10,2 71,4 18,4
Susu cair 7,1 39,8 53,1 9,2 50 40,8
Kacang-kacangan dan hasil olahannya
Tempe 15,3 58,2 25,5 33,7 54,1 12,2
Tahu 11,2 61,2 27,6 30,6 55,1 14,3
Kacang merah 0 42,9 57,1 3,1 52 44,9
Kacang hijau 0 26,5 73,5 0 36,7 63,3
Sayuran
Sawi 40,8 38,8 20,4 42,9 33,6 23,5
Bayam 26,5 40,8 32,7 37,8 42,9 19,3
Kankung 22,4 52,0 25,6 21,4 58,2 20,4
Wortel 41,8 36,7 21,5 51 29,6 19,4
Daun singkong 39,8 27,6 32,6 35,7 45,9 18,4
Daun pepaya 19,4 37,8 42,8 23,5 26,5 50
Marungga 42,9 37,8 19,3 62,2 31,6 6,1
Buah-Buahan
53
dikonsumsi adalah jagung, mie dan roti. Ditinjau dari frekuensi sebaran jenis
padian khususnya pada roti. Roti termasuk dalam kategori jarang pada kelompok
Kelompok jenis pangan umbi-umbian, yaitu keladi, singkong dan ubi jalar
stunting tergolong jarang. Kelompok daging, telur dan hasil olahannya memiliki
frekuensi konsumsi yang cenderung sama pada balita yang mengalami kejadian
54
harganya yang mahal sehingga jarang dibeli oleh orangtua untuk dikonsumsi
balita. Telur pada termasuk dalam kategori selalu karena telur mudah diperoleh
terutama pada kios-kios di sekitar rumah dan harganya yang terjangkau sehingga
ikan segar cenderung sering dikonsumsi sedangkan ikan asin dan ikan teri jarang
dalamnya, yaitu tempe, tahu, kacang merah dan kacang hijau. Frekuensi konsumsi
mengalami kejadian stunting maupun tidak stunting, yaitu tempe dan tahu pada
umumnya sering dikonsumsi dan kacang merah maupun kacang hijau termasuk
Susu dan hasil olahannya seperti susu bubuk dan susu cair merupakan salah
satu sumber protein yang dibutuhkan oleh balita dalam proses pertumbuhannya.
Frekuensi konsumsi susu, baik susu bubuk maupun susu cair pada balita yang
mengalami stunting dan tidak stunting cenderung sama yang termasuk pada
kategori sering karena ibu mengetahui pentingnya mengkonsumsi susu bagi balita
sehingga susu juga menjadi kebutuhan pangan yang selalu dipenuhi oleh ibu.
sayuran. Sayuran yang paling banyak dikonsumsi adalah marungga yang diikuti
wortel dan sawi. Kelompok jenis pangan buah-buahan yang umumnya dikonsumsi
adalah pisang, pepaya, jambu biji dan jeruk. Buah pepaya, jambu biji dan jeruk
maupun tidak stunting, yaitu termasuk pada kategori jarang. Sedangkan pisang
stunting cenderung jarang tetapi pada balita yang tidak mengalami kejadian
minyak babi dan minyak goreng merupakan sumber lemak. Frekuensi konsumsi
minyak kelapa dan minyak babi sama pada balita yang mengalami stunting
maupun tidak stunting, yaitu termasuk pada kategori jarang, sedangkan minyak
seberapa besar perbedaan frekuensi pangan antara balita yang mengalami stunting
dan tidak stunting. Sebaran anak balita menurut komposit frekuensi konsumsi
Tabel 4.11 Sebaran Anak Balita Menurut Komposit Frekuensi Konsumsi Pangan
di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang
Indeks TB/U
No Kelompok Jenis Pangan Stunting (%) Tidak Stunting (%)
A B C A B C
1 Padi-padian 31,6 39 29,4 31,4 47,2 21,4
2 Umbi-umbian 0,3 39,5 60,2 0 35 65
3 Daging, telur dan hasil
12,8 29,1 58,1 18,1 32,9 49
olahannya
4 Ikan dan hasil olahannya 18,1 37,4 44,5 19,7 35 45,3
5 Susu dan hasil olahannya 8,1 45,9 46 9,7 60,7 29,6
6 Kacang-kacangan dan
6,6 47,5 45,9 16,9 49,5 33,6
hasil olahannya
7 Sayuran 33,4 38,8 27,8 39,2 38,3 22,4
8 Buah-buahan 3,3 38 58,7 4,1 37 58,9
9 Minyak dan hasil
14,9 33 52,1 17,4 34,3 48,3
olahannya
Sumber: Data Primer 2015
umbian juga dapat diganti sebagai makanan pokok yang menjadi sumber
mengalami stunting.
Daging, telur dan hasil olahannya merupakan pangan sumber protein dan hasil
pangan tersebut karena khususnya pada daging yang tergolong cukup mahal.
Selain itu, ikan dan hasil olahannya juga merupakan salah satu sumber protein
hewani dan hasil menunjukkan pada umumnya ikan dan hasil olahannya jarang
57
Susu dan hasil olahannya termasuk salah satu sumber protein. Pada balita yang
stunting sering mengkonsumsi susu yang berarti bahwa balita tidak stunting
mendapatkan protein yang cukup dari susu. Selain sumber protein hewani terdapat
juga sumber protein nabati yang berasal dari kelompok pangan jenis kacang-
kacangan dan olahannya sering dikonsumsi dan pada balita tidak stunting lebih
Sayuran dan buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral. Sayuran pada
balita stunting sering dikonsumsi sedangkan pada balita tidak stunting selalu
mengkonsumsi sayur sehingga sumber vitamin dan mineral yang berasal dari
Sumber lemak berasal dari kelompok jenis pangan minyak dan hasil olahannya
yang berarti bahwa balita stunting lebih berpeluang menyebabkan obesitas seperti
pangan adalah jumlah pangan atau kelompok pangan yang berbeda yang
dikonsumsi selama periode tertentu yang ditetapkan dan dapat bertindak sebagai
pangan dalam penelitian ini dibuat dengan melihat pangan atau kelompok pangan
yang berbeda selama periode referensi tertentu yang dikonsumsi selama 24 jam.
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa balita yang mengalami stunting maupun tidak
zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh balita dalam masa pertumbuhannya sehingga
dapat menyebabkan status gizi balita menjadi buruk. Hal ini dibuktikan
berdasarkan hasil penelitian ini bahwa dengan anak balita yang memiliki status
stunting.
dan pembuangan air limbah yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita.
Distribusi responden menurut tingkat sanitasi lingkungan dapat dilihat pada Tabel
4.13.
lingkungan tergolong baik, tetapi keluarga dengan anak balita yang mengalami
8. Pola Asuh
Pola asuh ibu adalah perilaku yang dipraktikkan oleh ibu dalam
dukungan emosional yang dibutuhkan anak untuk tumbuh kembang anak. Pola
asuh dalam penelitian ini meliputi praktek pemberian makan, praktek kebersihan
tentang pemberian jumlah, jenis, frekuensi, serta jadwal makan anak sehat dan
anak sakit yangbertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh untuk
pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh yang akan mempengaruhi status gizi anak
Tabel 4.14.
Tabel 4.14 menunjukkan bahwa praktek pemberian makan ibu dengan balita
yang mengalami stunting dan balita yang tidak mengalami kejadian stunting
ibu dengan anak yang mengalami kejadian stunting lebih rendah dibandingkan
praktek pemberian makan ibu dengan anak yang tidak mengalami kejadian
stunting. Tujuan pemberian makanan pada anak bukan sekedar membuat kenyang,
tetapi untuk memenuhi kebutuhan zat gizi secara kuat untuk keperluan hidup
mendidik anak untuk membina selera dan kebiasaan yang sehat. Praktek
pemberian makan yang dilakukan ibu yang tergolong rendah dapat menyebabkan
kesalahan dalam pemberian makan baik itu jenis, jumlah dan komposisi yang
ibu dalam menerapkan personal hygiene (kebiasaan mencuci kaki sebelum tidur,
menggosok gigi, mandi, menggunting kuku dan mencuci tangan dengan sabun)
sehingga anak tahu, mau dan mampu melaksanakan perilaku hidup bersih dan
dilakukan ibu dengan anak yang mengalami kejadian stunting dan yang dilakukan
ibu dengan anak yang tidak mengalami kejadian stunting tergolong baik, tetapi
ibu dengan anak yang mengalami kejadian stunting lebih rendah dibandingkan
yang dilakukan ibu dengan anak yang tidak mengalami kejadian stunting. Praktek
mengupayakan sendiri personal hygiene yang baik maka akan terhindar dari sakit
dan memantau tumbuh kembang anak sehingga bisa meningkatkan status gizi dan
mempertahankan gizi baik yang dibuktikan dari hasil penelitian bahwa praktek
kebersihan dan sanitasi lingkungan yang baik dan lebih tinggi menyebabkan status
c) Perawatan Anak
Praktek perawatan anak meliputi upaya ibu dalam hal mencari pengobatan
penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan
terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit, serta
Tabel 4.16 menunjukkan bahwa perawatan anak yang dilakukan ibu dengan
balita yang mengalami kejadian stunting dan yang dilakukan ibu dengan balita
menunjukkan bahwa perawatan anak yang dilakukan ibu dengan balita yang
dengan balita yang tidak mengalami kejadian stunting. Hasil penelitian terhadap
perawatan anak yang tergolong baik ini disebabkan karena sebagian besar ibu
selalu memperhatikan kesehatan balita ketika sakit. Hal ini dapat dilihat dari
perilaku ibu yang langsung membawa anaknya ke pelayanan kesehatan bila anak
sakit dan ibu selalu menganjurkan anak untuk mandi dan membersihkan gigi dan
kuku. Selain itu, hal ini diasumsikan karena sebagian besar ibu tidak bekerja
(IRT) sehingga ibu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk merawat anak
63
pada saat sakit dan dan memperhatikan kebersihan anak dan lingkungan
sekitarnya.
9. Kejadian Sakit
Kejadian sakit akan mempengaruhi status gizi anak balita secara langsung.
Penyakit infeksi yang menyerang anak balita menyebabkan gizi anak balita
menjadi buruk. Kejadian sakit responden diambil dalam kurun waktu 12 bulan
dan 3 bulan terakhir. Distribusi responden berdasarkan kejadian sakit dan jenis
Tabel 4.17 Distribusi Responden Menurut Kejadian Sakit dan Jenis Penyakit di
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang
Indeks TB/U
Kejadian Sakit dan Jenis Penyakit
Stunting (%) Tidak Stunting (%)
Kejadian Sakit
Sakit 72,4 40,8
Tidak Sakit 27,6 59,2
Jumlah 100 100
Jenis Penyakit
DBD 9,9 10
Malaria 12,7 12,5
Campak 11,3 5
Diare 36,6 37,5
ISPA 25,3 30
Penyakit Kulit 4,2 5
Jumlah 100 100
Sumber: Data Primer 2015
kejadian stunting mengalami kejadian sakit dalam kurun waktu 3 dan 12 bulan
terakhir, sedangkan sebagian besar balita yang tidak mengalami kejadian stunting
tidak mengalami kejadian sakit dalam kurun waktu 3 dan 12 bulan terakhir. Jenis
Stunting
tingkat pendapatan orang tua, tingkat pengetahuan gizi ibu dan besar keluarga
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak. Hubungan
antara tingkat pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, tingkat pendapatan orang tua,
tingkat pengetahuan gizi ibu dan besar keluarga dengan kejadian stunting dapat
Tabel 4.18 Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Tingkat Pendapatan Orang Tua,
Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu dan Besar Keluarga dengan Kejadian
Stunting Pada Anak Balita di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten
Kupang
Karakteristik Sosial Kejadian Stunting
P value
Ekonomi Keluarga Stunting Tidak Stunting
Pendidikan Ibu
Rendah 12,2 8,2
0,584
Menengah 80,6 82,6
Tinggi 7,2 9,2
Pekerjaan Ibu
Tidak bekerja 78,6 71,4 0,248
Bekerja 21,4 28,6
Pendapatan Orang Tua
Rendah 37,8 30,6 0,292
Tinggi 62,2 69,4
Pengetahuan Gizi Ibu
Kurang 21,4 3,1
0,000
Cukup 31,6 26,5
Baik 47 70,4
Besar Keluarga
Kecil 31,6 45,9 0,040
Besar 68,4 54,1
status gizi balita menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p value 0,584 (p >
0,05). Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu
Kabupaten Kupang.
nilai p value 0,248 (p > 0,05). Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara
jenis pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada anak balita di Kecamatan
keluarga selama satu bulan. Hasil analisis hubungan pendapatan orang tua dengan
status gizi balita menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p value 0,292 (p >
0,05). Artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendapatan
orang tua dengan kejadian stunting pada anak balita di Kecamatan Kupang
Selain tingkat pendidikan ibu dan tingkat pendapatan orang tua, pengetahuan
gizi ibu dan besar keluarga juga merupakan faktor yang ikut mempengaruhi status
gizi balita dan berdasarkan hasil analisis hubungan menggunakan uji chi-square
diperoleh nilai p value 0,000 (p < 0,05) untuk tingkat pengetahuan gizi ibu yang
artinya ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan
Kupang dan 0,040 (p < 0,05) untuk besar keluarga yang artinya ada pengaruh
yang signifikan antara besar keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita di
pangan yang beragam dan juga mewakili kecukupan gizi pada konsumsi pangan
memperoleh data konsumsi secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang jenis
dan apakah menjadi faktor penentu kejadian stunting. Hubungan antara konsumsi
Tabel 4.19 Hubungan Konsumsi Pangan dengan Kejadian Stunting Pada Anak
Balita di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang
Konsumsi Pangan Kejadian Stunting
P value
(Keragaman) Stunting Tidak Stunting
Rendah 64,3 52,0
Sedang 35,7 48,0 0,082
Tinggi 0 0
stunting dan tidak stunting memiliki konsumsi pangan yang rendah. Hasil analisis
square diperoleh nilai p value 0,082 (p > 0,05). Artinya tidak ada hubungan yang
dan pembuangan air limbah yang dapat mempengaruhi status gizi anak balita.
Hubungan tingkat sanitasi lingkungan dengan kejadian stunting dapat dilihat pada
Tabel 4.20.
dengan kejadian stunting pada anak balita menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p value 0,001 (p < 0,05). Artinya ada hubungan yang signifikan antara
Pola asuh ibu merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dalam
menentukan baik atau buruknya status gizi balita. Pada usia balita, anak sangat
tergantung pada pola pengasuhan ibu. Pola asuh dalam penelitian ini meliputi
perawatan anak. Hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting dapat dilihat
Tabel 4.21 Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita
di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang
Kejadian Stunting
Pola Asuh Ibu P value
Stunting Tidak Stunting
Praktek Pemberian Makan
Kurang 15,3 4,1 0,008
Baik 84,7 95,9
Praktek Kebersihan dan
Sanitasi Lingkungan
0,010
Kurang 29,6 14,3
Baik 70,4 85,7
Perawatan Anak
Kurang 26,5 4,1 0,000
Baik 73,5 95,9
Tabel 4.21 menunjukkan bahwa hasil analisis hubungan pola asuh ibu dalam
melakukan praktek pemberian makan dengan kejadian stunting pada anak balita
menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p value 0,008 (p < 0,05). Artinya ada
69
Pola asuh ibu dalam penelitian ini juga meliputi praktek kebersihan dan
lingkungan ini berupa personal higiene dan berdasarkan hasil analisis hubungan
menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p value 0,010 (p < 0,05). Artinya ada
Kabupaten Kupang.
Perawatan anak meliputi upaya ibu dalam hal mencari pengobatan penyakit
pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap
penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit, serta membawanya
uji chi-square diperoleh nilai p value 0,000 (p < 0,05). Artinya ada hubungan
yang signifikan antara perawatan anak dengan kejadian stunting pada anak balita
Kejadian sakit merupakan salah satu faktor yang menentukan status gizi anak
balita. Hubungan kejadian sakit dengan kejadian stunting dapat dilihat pada Tabel
4.22.
70
Tabel 4.22 Hubungan Kejadian Sakit dengan Kejadian Stunting Pada Anak Balita
di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang
Kejadian Stunting
Kejadian Sakit P value
Stunting Tidak Stunting
Sakit 72,4 40,8
0,000
Tidak Sakit 27,6 59,2
dengan kejadian stunting pada anak balita menggunakan uji chi-square diperoleh
nilai p value 0,000 (p < 0,05). Artinya ada hubungan yang signifikan antara
kejadian sakit dengan kejadian stunting pada anak balita di Kecamatan Kupang
pendidikan ibu, jenis pekerjaan ibu, tingkat pendapatan, tingkat pengetahuan gizi
anak, serta kejadian sakit) dengan variabel dependen (kejadian stunting) diperoleh
variabel terpilih untuk dimasukkan dalam analisis regresi logistik yang memiliki
nilai proporsi signifikan (p < 0,25), serta variabel yang tidak signifikan (p > 0,25)
Tabel 4.23 Hasil analisis bivariat variabel independen dengan kejadian stunting
pada anak balita di Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang
No Variabel (p < 0,05) Nilai p value
1 Pekerjaan Ibu 0,248
2 Pendapatan Orang Tua 0,292
3 Tingkat pengetahuan gizi ibu 0,000
4 Besar keluarga 0,040
5 Konsumsi pangan 0,082
6 Tingkat sanitasi lingkungan 0,001
7 Praktek pemberian makan 0,008
8 Praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan 0,010
9 Perawatan anak 0,000
10 Kejadian sakit 0,000
Sumber: diolah dari output SPSS 20
independen yang memiliki p < 0,25 yang lolos seleksi uji chi-square (p < 0,25)
dan (p > 0,25) yang meskipun memiliki nilai proporsi yang tidak signifikan tetapi
dapat dimasukkan dalam variabel yang akan dianalisis lanjut dengan uji regresi
logistik untuk mengetahui faktor penentu kejadian stunting pada anak balita, yaitu
variabel pekerjaan ibu, pendapatan orang tua, tingkat pengetahuan gizi ibu, besar
makan, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan, perawatan anak serta kejadian
sakit.
72
Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 4.24
Tabel 4.24 Hasil Analisis Faktor Penentu Kejadian Stunting Pada Anak Balita
Variabel B Sig. Exp(B)
Besar Keluarga (X1) 0,710 0,032 2,035
Praktek Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan (X2) -0,748 0,063 0,473
Perawatan Anak (X3) -1,781 0,002 0,168
Kejadian Sakit (X4) 1,116 0,001 3,052
Constant 1,083 0,125 2,954
Sumber: Output SPSS 20
Dengan nilai:
1. Besar Keluarga
Besar keluarga memiliki arah atau berpengaruh positif sebesar 0,710 yang
berarti setiap adanya upaya penambahan satu satuan besar keluarga maka akan
terjadi peningkatan kejadian stunting sebesar 0,710 dengan signifikansi 0,032 (p <
0,05) yang berarti ada pengaruh signifikan besar keluarga terhadap kejadian
stunting pada anak balita. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 2,035 yang
mencerminkan balita usia ≥ 12 bulan sampai 59 bulan dengan besar keluarga yang
stunting 2,035 kali lebih tinggi dibandingkan besar keluarga yang memiliki arah
negatif sebesar 0,748 yang berarti setiap adanya upaya penambahan satu satuan
praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan maka akan menekan atau terjadi
73
penurunan kejadian stunting sebesar 0,748 dengan signifikansi 0,063 (p > 0,05)
yang berarti tidak ada pengaruh signifikan praktek kebersihan dan sanitasi
lingkungan terhadap kejadian stunting pada anak balita. Hasil analisis diperoleh
dengan praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan yang memiliki arah atau
berpengaruh positif memiliki risiko mengalami kejadian stunting 0,473 kali lebih
kepercayaan 95%.
3. Perawatan Anak
Perawatan anak memiliki arah atau berpengaruh negatif sebesar 1,781 yang
berarti setiap adanya upaya penambahan satu satuan perawatan anak maka akan
signifikansi 0,002 (p < 0,05) yang berarti ada pengaruh signifikan perawatan anak
terhadap kejadian stunting pada anak balita. Hasil analisis diperoleh nilai OR =
perawatan anak yang memiliki arah atau berpengaruh positif memiliki risiko
mengalami kejadian stunting 0,168 kali lebih rendah dibandingkan ibu yang
melakukan perawatan anak dengan arah atau berpengaruh negatif pada tingkat
kepercayaan 95%.
4. Kejadian Sakit
Kejadian sakit memiliki arah atau berpengaruh positif sebesar 1,116 yang
berarti setiap adanya upaya penambahan satu satuan kejadian sakit maka akan
74
terjadi peningkatan kejadian stunting sebesar 1,116 dengan signifikansi 0,001 (p <
0,05) yang berarti ada pengaruh signifikan kejadian sakit terhadap kejadian
stunting pada anak balita. Hasil analisis diperoleh nilai OR = 3,052 yang
mencerminkan balita usia ≥ 12 bulan sampai 59 bulan dengan kejadian sakit yang
stunting 3,052 kali lebih tinggi dibandingkan anak balita yang mengalami
kejadian sakit dengan arah atau berpengaruh positif pada tingkat kepercayaan
95%
4.2 Pembahasan
Status gizi dipengaruhi secara langsung oleh asupan zat gizi dan kebutuhan
tubuh akan zat gizi. Asupan zat gizi tergantung pada konsumsi makanan yang
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keadaan ekonomi, pola asuh ibu, pola
makan, kondisi emosiaonal, perilaku ibu dan masyarakat, kepedulian orang tua
terhadap anak, budaya, dan penyakit infeksi (Hammond, 2000). Efek jangka
panjang yang ditimbulkan oleh defisiensi gizi pada awal usia kanak-kanak
bergantung pada pengalaman sebelum, sekarang dan masa datang (Gibney, 2009).
ketahanan pangan rumah tangga, pola asuh anak yang tidak memadai, pola makan
yang tidak seimbang, sanitasi lingkungan serta pelayanan yang tidak memadai.
Hasil regresi logistik dapat dilihat beberapa faktor penentu kejadian stunting
pada anak balita di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang, yaitu besar
1. Besar Keluarga
Pemenuhan gizi balita juga berkaitan erat dengan jumlah anggota dalam
besar dengan jumlah anggota keluarga 68,4% pada keluarga yang memiliki balita
stunting lebih tinggi dibandingkan pada keluarga yang tidak memiliki balita
stunting, yaitu 54,1% yang menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga besar
pada keluarga yang memiliki balita stunting lebih tinggi dibandingkan pada
keluarga yang tidak memiliki balita stunting. Hasil penelitian ini didukung dengan
mempunyai tiga orang anak maka dapat mengurangi 60% angka kekurangan gizi
balita. Ibu yang mempunyai banyak anak juga menyebabkan terbaginya kasih
sayang dan perhatian yang tidak merata pada setiap anak (Almatsier, 2004).
jumlah anggota keluarga akan memberikan dampak yang merugikan kepada status
gizi anggota rumah tangga, termasuk anak berumur dibawah dua tahun.
kesempitan ruang. Hal ini akan menyebabkan terbatasnya ruang gerak dan
2. Perawatan Anak
Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu
aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak. Praktek perawatan
kesehatan meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit
dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena
suatu penyakit. Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh
kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam
hal mencari pengobatan apabila anak sakit dan membawanya ke tempat pelayanan
Hasil penelitian diketahui bahwa pola asuh ibu dalam perawatan anak
tergolong baik. Hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu selalu
memperhatikan kesehatan balita ketika sakit. Hal ini dapat dilihat dari perilaku ibu
yang langsung membawa anaknya ke pelayanan kesehatan bila anak sakit dan ibu
selalu menganjurkan anak untuk mandi dan membersihkan gigi dan kuku. Selain
itu, hal ini diasumsikan karena sebagian besar ibu tidak bekerja (IRT) sehingga
ibu mempunyai waktu yang lebih banyak untuk merawat anak pada saat sakit dan
ini didukung dari hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Sihombing (2005)
juga bahwa 72,04% yang praktek kesehatannya berada pada kategori baik
perhatian dari para orang tua yaitu dengan segera membawa anaknya yang sakit
ke tempat pelayanan kesehatan yang terdekat. Masa balita sangat rentan terhadap
penyakit seperti : flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Salah satu faktor yang
3. Kejadian Sakit
padahal anak memerlukan zat gizi yang lebih banyak (Moehji, 2003). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa angka kejadian sakit balita pada kelompok kasus
lebih tinggi dibandingkan pada kelompok kontrol. Pada penelitian ini penyakit
yang paling sering diderita adalah diare dan ISPA yang berdasarkan penelitian
Sitepu (2005) menemukan bahwa penyakit infeksi (ISPA dan diare) berhubungan
gizi berhubungan dengan sakit. Hal serupa ditulis oleh Scrimshaw et al.(1959)
dalam Supariasa (2002) bahwa ada hubungan yang sangat erat antara sakit karena
diare. Selain itu penyakit infeksi saluran pernapasan dapat juga menurunkan nafsu
terhadap infeksi.