Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis

progresif, merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit

ini memiliki dimensi gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak

langsung mempengaruhi kualitas hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali

ditemukan oleh seorang dokter inggris yang bernama James Parkinson pada tahun 1887.

Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika seseorang mengalami ganguan pergerakan.

Rata- rata penduduk Amerika yang terkena penyakit ini sebanyak 1 juta orang

sedangkan untuk rata- rata penduduk dunia yang terkena penyakit ini adalah sebanyak 5

juta orang. Penyakit Parkinson dapat terjadi pada pria dan wanita dari semua ras, jenis

pekerjaan, dan tidak terbatas pada daerah tempat tinggal Rata- rata Penyakit Parkinson

menyerang penduduk usia 60 tahun tetapi kadang- kdang daat terjadi pada penduduk

usia 20 tahun dan bahkan pada penduduk yang lebih muada. Angka kejadian penyakit

ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan berdasarkan penelitian yang

dilakukan terhadap sekumpulan penduduk maka dapat diperkirakan dalam beberapa

dekade ke depan, jumlah penyakit ini akan meningkat. 1

Di Indonesia sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang,

diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50

tahun dengan rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah

sakit di Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar

1
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2)

dengan alasan yang belum diketahui.

Secara klinis, Penyakit parkinson dapat ditandai dengan resting tremor, rigiditas,

bradikinesia, dan gait impairment. Tanda- tanda ini dikenal sebagai cardinal features

dari penyakit parkinson. Adapun gejala tambahan seperti freezing, ketidakstabilan

postural, kesulitan berbicara, gangguan sistem otonom, gangguan pada sistem sensoris,

gangguan mood, gangguan tidur, gangguan fungsi kognitif, dan dementia dapat timbul

pada penyakit ini.1

Secara patologis, pada Parkinson dijumpai degenerasi dari dopaminergic neuron

pada substansia nigra pars kompakta dan lewy body. 1

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Penyakit parkinson merupakan penyakit neurodegeneratif progresif yang

berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh

degenerasi neuron-neuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta

substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau

disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.2

Sedangkan Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu

istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan

kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut

sebagai Sindrom Parkinson. 2 Semua pasien dengan diagnosa penyakit parkinson

mengalami parkinsonisme tetapi tidak semua pasien dengan parkinsonisme

memiliki penyakit parkinson. 3

B. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit yang paling banyak dialami

pada umur lanjut dan jarang dibawah umur 30 tahun. Biasanya mulai timbul

pada usia 40-70 tahun, dan mencapai puncak pada dekade ke enam.

Penyakit Parkinson yang mulai sebelum umur 20 tahun disebut Juvenile

Parkinsonism. Penyakit Parkinson lebih banyak menyerang laki-laki dengan

ratio laki-laki dibanding perempuan 3:2. Penyakit Parkinson meliputi 80% dari

3
kasus Parkinsonism, dengan prevalensi 160 per 100.000 populasi dan angka

kejadian 20 per populasi. Keduanya meningkat seiring bertambahnya usia. Pada

usia 70 tahun, prevalensi dapat mencapai 120 dan angka kejadian 55 per 100.000

populasi per tahun. Kematian lebih sering diakibatkan karena infeksi ataupun

komplikasi sekunder dibanding karena Penyakit Parkinson itu sendiri.

C. ETIOLOGI

Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi

nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak

dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan

gerakan-gerakan yang tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu

belum jelas benar. Beberapa hal yang diduga bisa menyebabkan parkinson

adalah sebagai berikut 5:

1. Usia

Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200

dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi

mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada

substansia nigra, pada penyakit parkinson.

2. Geografi

Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000 orang.

Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis ini

termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan

paparan terhadap faktor lingkungan.

4
3. Genetik

Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit

parkinson. Yaitu mutasi pada gen -sinuklein pada lengan panjang

kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal

dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi

dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. 4 Selain itu juga

ditemukan adanya disfungsi mitokondria.

4. Faktor Lingkungan

a. Xenobiotik Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat

menmbulkan kerusakan mitokondria

b. Pekerjaan

Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan

lama.

c. Infeksi

Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor

predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra.

Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra

oleh infeksi Nocardia astroides.

d. Diet

Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah

satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson.

Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif.

e. Trauma kepala

5
Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski

peranannya masih belum jelas benar

f. Stress dan depresi

Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala

motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson

karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin

yang memacu stress oksidatif.

D. PATOISIOLOGI

Penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamin yang masif

akibat kematian neuron di substansia nigra pars kompakta. Respon motorik yang

abnormal disebabkan oleh karena penurunan yang sifatnya progesif dari

neuritransmiter dopamin.Kerusakan progresif lebih dari 60% pada neuron

dopaminergik substansia nigra merupakan faktor dasar munculnya penyakit

parkinson. Sebagaimana sel tersebut mengalami kerusakan, maka kadar dopamin

menjadi berkurang hingga di bawah batas fisiologis. Jika jumlah neuron

dopaminergik hilang lebih dari 70 % maka gejala penyakit parkinson akan mulai

muncul. Untuk mengkompensasi berkurangnya kadar dopamin maka nukleus

subtalamikus akan over-stimulasi terhadap globus palidus internus (GPi).

Kemudian GPi akan menyebabkan inhibisi yang berlebihan terhadap thalamus.

Kedua hal tersebut diatas menyebabkan under-stimulation korteks motorik.1

Substantia nigra mengandung sel yang berpigmen (neuromelamin) yang

memberikan gambaran “black appearance” (makroskopis). Sel ini hilang pada

6
penyakit parkinson dan substantia nigra menjadi berwarna pucat. Sel yang

tersisa mengandung inklusi atipikal eosinofilik pada sitoplasma “Lewy bodies”.1

Berkurangnya neuron dopaminergik terutama di substansia nigra menjadi

penyebab dari penyakit parkInson. Dopamin merupakan salah satu

neurotransmitter utama diotak yang memainkan banyak fungsi berbeda di

susunan saraf. Terdapat 3 kelompok neuron utama yang mensintesis dopamin

yaitu substansia nigra (SN), area tegmentum ventral (VTA) dan nukleus

hipotalamus, sedang kelompok neuron yang lebih kecil lagi adalah

bulbusolfaktorius dan retina.

Neuron dari SN berproyeksi ke sriatum dan merupakan jalur paling masif

meliputi 80% dari seluruh sistem dopaminergik otak. Proyeksi dari VTA

memiliki 2 jalur yaitu jalur mesolimbik yang menuju sistem limbik yang

berperan pada regulasi emosi, motivasi serta jalur mesokortikal yang menuju

korteks prefrontal. Neuron dopaminergik hipotalamus membentuk jalur

tuberinfundibular yang memiki fungsi mensupresi ekspresI prolaktin.7

Terdapat 2 kelompok reseptor dopamin yaitu D1 dan D2. Keluarga

reseptor dopamin D2 adalah D2, D3, D4. Ikatan dopamin ke reseptor D2 akan

menekan kaskade biokemikal postsinaptik dengan cara menginhibisi

adenilsiklase. Keluarga reseptor dopamine D1 adalah D1 dan D5. D1 akan

mengaktifkan adenilsiklase sehingga efeknya akan memperkuat signal transmisi

postsinaptik. Reseptor dopamin D1 lebih dominan dibanding D2, sedang D2

lebih memainkan peranan di striatum . Densitas reseptor D2 akan menurun rata-

7
rata 6 – 10% per dekade dan berhubungan dengan gangguan kognitif sesuai

umur.7

Neuron di stiatum yang mengandung reseptor D1 berperan pada jalur

langsung dan berproyeksi ke GPe.Dopamin mengaktifkan jalur langsung dan

menginhibisi jalur tak langsung.

Secara umum, 2 temuan neuropatologis mayor pada penyakit parkinson

adalah :

1. Hilangnya pigmentasi neuron dopamin pada substantia nigra

Dopamin berfungsi sebagai pengantar antara 2 wilayah otak, yakni antara

substantia nigra dan korpus striatum dan berfungsi untuk menghasikan

gerakan halus dan motorik. Sebagian besar penyakit Parkinson

disebabkan hilangnya sel yang memproduksi dopamine di substantia nigra.

Ketika kadar dopamine terlalu rendah, komunikasi antar 2 wilayah tadi

menjadi tidak efektif, terjadi gangguan pada gerakan. Semakin banyak

dopamin yang hilang, maka akan semakin buruk gejala gangguan gerakan.1

2. Lewy bodies

3. Ditemukannya Lewy bodies dalam substantia nigra adalah karakteristik

penyakit parkinson. Alpha-synuclein adalah komponen struktural utama dari

Lewy bodies.

8
Gambar 1. Potongan Horisontal Batang Otak Pasien dengan Penyakit

Parkinson8 dengan durasi 10 tahun menunjukkan warna pucat

pada substansia nigra (tanda panah).

Gambar 2. Gambaran Histologis untuk Lewy body pada Substantia Nigra Par

Kompakta 8.

9
E. KLASIFIKASI

Secara umum parkinson dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Parkinson primer : paling sering dijumpai, penyebab tidak diketahui

(idiopatik)

2. Parkinson Sekunder : post infeksi (ensepalitis, sifilis meningovaskular,

tuberkulosis), post trauma (sering pada petinju), drug induce (sering obat-

obatan psikosis misalnya : Chlorpromazin, Petidin, Fenotiazin, Reserfin,

Tetrabenazin), Toksik (misalnya CO, mangan, karbon disulfida).

3. Sindrom Paraparkinson (Parkinson’s Plus) : Sindrom Shy-Drager, Penyakit

Wilson, Parkinsonismus juvenilis, Hidrosefalus normotensif, Degenerasi

striatonigral, Penyakit Creutzfeldt-Jakob, sindrom Steele-Richardson-

Olszewski, penyakit Hallervorden-Spatz, kompleks demensia Parkinsonisme

Guam.

F. GAMBARAN KLINIS

1. Rigiditas

Mungkin hanya terbatas pada satu kelompok otot dan terutama unilateral

atau dapat menyebar dan bilateral. Parkinsonisme menurunkan kekuatan dan

menurunkankecepatan otot, dan merupakan faktor utama dalam terjadinya

deformitas akibat sindrom ini. Gejala pasif yang melibatkan ekstrimitas atau

trunkus mengalami resistensi “traffy like” yang relatif stabil melalui kisaran

gerakan. Parkinsonisme telah dibandingkan dengan pipa saluran yang

ditekuk sehingga kadang disebut rigiditas pipa saluran. “Catches “ sering

10
timbul selama gerakan pasif, menyebabkan karakter roda pedati atau “rachet

like”pada rigiditas yang disebut rigiditas roda pedati. Otot fleksor maupun

ekstensor berkontraksi kuat(tonus meningkat), mengindikasikan adanya

gangguan kontrol pada kelompok otot yang bersebrangan.

Jika rigiditas melibatkan trunkus, rigiditas itu bertanggungjawab terhadap

gaya berjalan dan masalah posisi tubuh akibat Parkinson. Pasien

membungkuk ketika mereka berdiri sehingga dagu maju jauh ke depan

daripada ibu jarinya. Mereka berjalan sambil menyeret kakinya terburu-buru,

langkah yang semakin cepat bila tersandung ke depan dan mencoba untuk

cepat mengembalikan kaki mereka pada keadaan semula (festinating gait)7,8,9

2. Tremor

Akibat parkinsonisme timbul pada saat istirahat dan disebut tremor istirahat.

Ketika otot menegang untuk melakukan tindakan yang bertujuan, biasanya

tremor akan berhenti. (sekitar sepertiga pasien mengalami tremor yang hebat

bersamaan dengan tremor istirahat, namun seperti yang telah disebutkan,

tremor hebat biasanya berkaitan dengan disfungsi serebelum). Tremor yang

melibatkan tangan dijelaskan sebagai pill rolling dan mengakibatkan gerakan

ritmis ibu jari pertama dan kedua. Tremor adalah akibat dari kontraksi

bergantian yang regular (4 hingga 6 siklus per detik) pada otot yang

berlawanan. Tremor sepertinya akan memburuk jika pasien lelah, di bawah

tekanan emosi, atau terfokus pada tremor. Dasar tremor tidak jelas.

Degenerasi ganglia basalis menyebabkan hilangnya pengaruh inhibitor dan

menigkatkan timbal balik berbagai sirkuit yang berakibat dalam osilasi.

11
Tidak semua pasien memiliki tremor yang jelas. Bila pasien secara tidak

sengaja mengalami kejadian serebrovaskular (CVA, stroke) dan timbul

hemiplegia, tremor akan hilang pada bagian yang paralisis.

Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga

tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba

lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda

tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi

pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa

menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi.

Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan

berkurang, sehingga sering keluar air liur.7

3. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif

misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat

mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat.

Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan

gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan

mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah sering

keluar dari mulut.7,8,9

4. Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus

hal ini merupakan gejala dini, berjalan dengan langkah kecil menggeser dan

makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan

ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan.7

12
5. Sering pula terjadi bicara monoton karena bradikinesia dan rigiditas otot

pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau

mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus ( suara

bisikan ) yang lambat. 7

6. Demensia, adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya

dengan defisit kognitif. Gangguan Behavioral, lambat-laun menjadi

dependen ( tergantung kepada orang lain ), mudah takut, sikap kurang tegas,

depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia)

biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu

yang cukup, dan gejala lain yaitu kedua mata berkedip-kedip pada

pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif) 7,8,9

Ada pula gejala non motorik yaitu :

1. Disfungsi otonom

a. Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama

inkontinensia, dan adanya hipotensi ortostatik.

b. Kulit berminyak dan infeksi kulit seborrheic

c. Pengeluaran urin yang banyak

d. Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat

seksual, perilaku, orgasme.

2. Gangguan afek penderita sering mengalami depresi

3. Ganguan kognitif, lamban menanggapi rangsangan

4. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia)

5. Gangguan sensasi,

13
a. kepekaan kontras visual lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan

warna

b. penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension

orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan

penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan

berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra penciuman (microsmia atau

anosmia).

Gambaran tambahan parkinsonisme adalah

1. Gangguan okulomotorius : Pandangan yang kabur bila melihat suatu titik akibat

ketidakmampuan untuk mempertahankan kontraksi otot okular. Gejala ini

seringkali tidak dapat dibedakan dari gejala awal gangguan gerak

neurodegeneratif yang jarang terjadi dan secara terpisah disebut palsi

supranuklear progressive (PSP).

2. Krisis okuligirik : spasme otot mata untuk berkonjugasi dengan mata yang

terfiksasi biasanya pada pandangan ke atas, selama beberapa menit hingga

beberapa jam; berkaitan dengan parkinsonisme yang berasal dari eksogen,

seperti penggunaan obat atau pascaensefalitis.

3. Kelelahan dan nyeri otot yang akibat rigiditas.

4. Hipotensipostural akibat efek samping pengobatan

5. Gangguan fungsi pernapasan yang berkaitan dengan hipoventilasi, aspirasi

makanan atau saliva, dan berkurangnya bersihan jalan napas.

14
TABEL 2 TEMUAN NEUROLOGIS UTAMA PADA PD

Temuan Neurologis Keterangan

Tremor istirahat* Gerakan memilin pada jari tangan yang khas;

tremor berkurang dengan gerakan voluntar selama

tidur.

Bradikinesia* Perlahan-lahan dalam memulai dan

mempertahankan gerakan

Rigiditas roda pedati* Gerakan dihalangi dengan “menangkap” ; resistensi

relatif konstan sepanjang rentang gerakan.

Kelainan posisi tubuh Membungkuk, berjalan dengan kaki diseret, cara

dan cara berjalan* berjalan yang capat, berbalik badan secara

bersamaan (en bolic).

Mikrografia Tulisan tangan yang kecil-kecil dan secara

perlahan; tremor dapat jelas terlihat ketika

menggambar lingkaran yang konsentrik.

Wajah seperti topeng Mata yang melotot, tidak berkedip, ekspresi dingin,

berkedip 2 atau 3 kali/menit (kedip normal 12-20

kali/ menit)

Suara datar (monoton) Bicara tanpa ekspresi

Refleks Hiperaktif Sensitivitas yang berlebihan terhadap ketukan jari

glabelar di atas glabela (antara alis mata) menyebabkan

15
pasien berkedip setiap kali ketukan.

16
Hingga saat ini, terdapat beberapa skala penilaian untuk menilai dan mengevaluasi

adanya disfungsi motorik pada pasien penyakit Parkinson. Namun sebagian besar dari

skala penilaian tersebut, tidak memiliki hasil yang valid dan tidak sepenuhnya dapat

dipercaya.

Skala menurut Hoehn dan Yahr merupakan skala penilaian yang paling sering

digunakan untuk menggambarkan progresifitas penyakit.

17
Tabel Skala Hoehn dan Yahr10

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit

dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :

1. Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat (teman).

2. Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

berjalan terganggu.

3. Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu

saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.

4. Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk

jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri,

tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.

5. Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak

mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu.11,12

18
G. PENDEKATAN DIAGNOSIS

Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala

motorik utama antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan

hilangnya refleks postural. Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria

Hughes (1992) :14

• Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama

• Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama

• Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit

dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu :7

• Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan,

terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya

terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali

orang terdekat (teman)

• Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara

berjalan terganggu

• Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu

saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang

• Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk

jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor

dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya

19
• Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu

berdiri dan berjalan walaupun dibantu.

H. DIAGNOSIS BANDING

1. Progresif Supranuclear palsy

2. Multiple System Atrophy

3. Corticobasal degeneration.

4. Esential Tremor

5. Lewy Body Dementia

6. Vascular parkinsonism

7. Normal pressure Hidrocephalus

8. Drug induced parkinsonism

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium hanya bersifat dukungan pada hasil klinis, karena

tidak memiliki sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk penyakit

Parkinson. Pengukuran kadar NT dopamine atau metabolitnya dalam air

kencing, darah maupun cairan otak akan menurun pada penyakit Parkinson

dibandingkan kontrol. Lebih lanjut, dalam keadaan tidak ada penanda

biologis yang spesifik penyakit, maka diagnosis definitive terhadap penyakit

Parkinson hanya ditegakkan dengan otopsi. Dua penelitian patologis terpisah

berkesimpulan bahwa hanya 76% dari penderita memenuhi kriteria patologis

20
aktual, sedangkan yang 24% mempunyai penyebab lain untuk parkinsonisme

tersebut.14

2. EEG (biasanya terjadi perlambatan yang progresif)

3. CT Scan kepala (biasanya terjadi atropi kortikal difus, sulki melebar,

hidrosefalua eks vakuo)

4. Neuroimaging:

a. Magnetik Resonance Imaging (MRI)

Baru-baru ini dalam sebuah artikel tentang MRI, didapati bahwa

hanya pasien yang dianggap mempunyai atropi multi sistem

memperlihatkan signal di striatum.14,15

b. Positron Emission Tomography (PET)

Ini merupakan teknik imaging yang masih relatif baru dan telah

memberi kontribusi yang signifikan untuk melihat kedalam sistem

dopamine nigrostriatal dan peranannya dalam patofisiologi penyakit

Parkinson. Penurunan karakteristik pada pengambilan fluorodopa,

khususnya di putamen, dapat diperlihatkan hampir pada semua

penderita penyakit Parkinson, bahkan pada tahap dini. Pada saat

awitan gejala, penderita penyakit Parkinson telah memperlihatkan

penurunan 30% pada pengambilan fluorodopa putamen. Tetapi

sayangnya PET tidak dapat membedakan antara penyakit Parkinson

dengan parkinsonisme atipikal. PET juga merupakan suatu alat untuk

secara obyektif memonitor progresi penyakit, maupun secara obyektif

memperlihatkan fungsi implantasi jaringan mesensefalon fetus.14,15

21
Gambar 4. PET pada penderita Parkinson pre dan prost transplantasi

a. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)

Sekarang telah tersedia ligand untuk imaging sistem pre dan post

sinapsis oleh SPECT, suatu kontribusi berharga untuk diagnosis antara sindroma

Parkinson plus dan penyakit Parkinson, yang merupakan penyakit presinapsis

murni. Penempelan ke striatum oleh derivat kokain [123]beta-CIT, yang juga

dikenal sebagai RTI-55, berkurang secara signifikan disebelah kontralateral sisi

yang secara klinis terkena maupun tidak terkena pada penderita hemiparkinson.

Penempelan juga berkurang secara signifikan dibandingkan dengan nilai yang

diharapkan sesuai umur yang berkisar antara 36% pada tahap I Hoehn dan Yahr

sampai 71% pada tahap V. Marek dan yang lainnya telah melaporkan rata-rata

penurunan tahunan sebesar 11% pada pengambilan [123]beta-CIT striatum pada

34 penderita penyakit Parkinson dini yang dipantau selama 2 tahun. Sekarang

22
telah memungkinkan untuk memvisualisasi dan menghitung degenerasi sel saraf

nigrostriatal pada penyakit Parkinson.

Dengan demikian, imaging transporter dopamin pre-sinapsis yang

menggunakan ligand ini atau ligand baru lainnya mungkin terbukti berguna

dalam mendeteksi orang yang beresiko secara dini. Sebenarnya, potensi SPECT

sebagai suatu metoda skrining untuk penyakit Parkinson dini atau bahkan

presimptomatik tampaknya telah menjadi kenyataan dalam praktek. Potensi

teknik tersebut sebagai metoda yang obyektif untuk memonitor efikasi terapi

farmakologis baru, sekarang sedang diselidiki.14

J. PENATALAKSANAAN

Saat ini, terapi obat terhadap penyakit Parkinson merupakan simptomatis.

Mengingat obat-obat ini mempunyai efek samping jangka pendek dan jangka

panjang yang dapat mengganggu, dianjurkan untuk tidak memulai terapi bila

penyakit Parkinson yang diderita belum mengakibatkan gangguan. Banyak teori

yang mengemukakan baik-buruknya obat-obat tertentu dalam menangani

penyakit Parkinson, namun kebanyakan teori ini didasarkan atas eksperimen dan

penelitian di lapangan yang masih terbatas.16

a. Medikamentosa

1) Obat dopaminergik17

 Prekursor dopamine

Levodopa atau L-dopa merupakan prekursor dopamine. Pada terapi

Parkinson, tidak dapat secara langsung diberikan dopamin eksogen

23
sebab dopamin dalam darah tidak dapat menembus blood brain

barier. Hal ini berbeda dengan levodopa, dimana levodopa yang

diserap dalam saluran cerna melalui transport aktif menuju darah,

dan mampu menembus blood brain barier. Kemudian levodopa

dikonversi menjadi dopamine di otak dengan bantuan enzim dopa

dekarboksilase.17 Lebih dari 90% levodopa dimetabolisme menjadi

dopamine oleh dekarboksilase dopa perifer (diluar SSP) dan kadar

yang sampai ke otak kurang dari 2%, sehingga levodopa perlu

diberikan dalam dosis tinggi. Akan tetapi, kadar dopamine yang

tinggi di perifer dapat menyebabkan efek samping otonomik yang

hebat. Efek samping otonomik yang hebat ini dapat dikurangi

dengan pemberian bersama-sama dengan inhibitor enzim dopa

dekarboksilase perifer, yaitu karbidopa.

Berdasarkan gambaran gejala klinis, pasien dengan PD

dikelompokkan ke dalam 3 kategori dasar yaitu kategori ringan,

sedang dan berat. Pada tingkat ringan (3-5 tahun pertama setelah

diagnosis), respon terhadap levodopa masih baik dan efek yang

menguntungkan ini menetap walaupun dosis yang diberikan tidak

bersifat individual. Pada tingkat sedang biasanya setelah 5-10 tahun

di diagnosa, biasanya 50-70% pasien memperlihatkan komplikasi

motorik yang diinduksi oleh obat (drug induce) berupa periode “on”

dan “off”. Waktu periode “on” pasien tampak berrespon terhadap

obat tapi waktu periode “off” gejala parkinson kembali

24
kambuh.13Pada kategori ketiga (berat) pasien PD yang lanjut sudah

terjadi kerusakan motorik yang progresif meskipun telah mendapat

terapi levodopa, dan tidak berespon secara baik terhadap pengobatan

yang menyebabkan timbulnya komplikasi motorik seperti fluktuasi

dan diskinesia dan mungkin sulit diobati, bahkan tidak mungkin

dapat dikontrol dengan terapi obat.Untuk mencegah timbulnya efek

samping dari penggunaan levodopa tersebut,saat ini strategi

penundaan pemberian levodopa lebih diterapkan.17 Levodopa

diberikan ketika gejala parkinson pada pasien sudah mulai

menyebabkan gangguan fungsional dalam kehidupan sehari-hari.17

 Dopa dekarboksilase inhibitor

Karbidopa dan benserazid merupakan dopadekarboksilase inhibitor

pada jaringan perifer, tetapi tidak masuk susunan saraf pusat. Karena

tidak dapat melewati blood brain barier, sebagai hasilnya karbidopa

menurunkan kadar dopamine di perifer, tetapi tidak di susunan saraf

pusat.

 Dopamin agonis

Oleh karena perlunya penundaan pemberian levodopa pada tahap

awal penyakit Parkinson, para ahli parkinsonologist

merekomendasikan pemberian obat-obat dopamine agonis sebagai

terapi awal atau inisial dari golongan obat dopaminergik. Obat-obat

dopamine agonis bekerja dengan mengaktivasi reseptor dopamine

secara langsung, dimana berdasarkan studi penemuan klinis dan

25
eksperimental menemukan bahwa aktivasi reseptor dopamin yang

penting adalah reseptor dopamin D2 dalam memediasi efek

antiparkinsonian dari dopamine agonis. Akan tetapi, beberapa

penelitian saat ini juga menyatakan bahwa stimulasi reseptor D1 dan

D2 dibutuhkan terhadap peningkatan optimal efek terhadap fungsi

fisiologis dan perilaku.

Dopamine agonis terdiri atas derivat ergot (bromocriptine,

cabergoline, lisuride and pergolide) dan derivat non-ergot

(pramipexole and ropinirole). Derivat non-ergot memiliki resiko

komplikasi yang lebih rendah dibandingkan derivat ergot.

Komplikasi yang terjadi dapat berupa ulkus peptikum, efek

vasokonstriktif, fibrosis retroperitoneal, penyakit katup jantung, dan

reaksi serosal berupa efusi pleura, perikardial, dan peritoneal. Oleh

karena obat-obat derivat ergot berpotensi cukup kuat terhadap

kejadian penyakit jantung katup, penggunaan obat golongan ini

sudah sangat terbatas.

Pramiprexole merupakan obat yang aman dan efektif apabila

digunakan sebagai monoterapi pada tahap awal Parkinson.

Pramiprexole juga digunakan sebagai neuroprotektif dan dapat

meningkatkan aktivitas neurotropik pada dopaminergik mesensefali.

Penggunaan ropirinole juga merupakan obat yang aman dan efektif

pada tahap awal penyakit Parkinson, hanya saja ropirinole berisko

lebih tinggi terhadap kejadian hipotensi dan somnolen.17

26
 MAO-B Inhibitor

Selegilline dan rasagiline merupakan obat golongan MAO-Inhibitor.

MAO-B Inhibitor memblok metabolisme dopamine sehingga

kadarnya tetap meningkat di striatum.

 COMT Inhibitor

Entacapon dan tolcapon merupakan obat golongan COMT-Inhibitor.

Obat golongan COMT Inhibitor menghambat degradasi dopamine

menjadi 3-O-methyldopa oleh enzim COMT, terutama di perifer da

meningkatkan jumlah levodopa yang melewati sawar darah otak.


12
Tolcapon kini sudah tidak digunakan di negara Eropa setelah 3

pasien meninggal akibat toksisitas hepar terhadap obat tersebut.

Entacapom mengurangi waktu “off” dari dosis levodopa, dan

mengurangi-sedang-gangguan motorik dan disabilitas.

2) Obat Non-dopaminergik

 Antikolinergik

Triheksifenidil dan benztropine merupakan obat antikolinergik. Obat

ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dengan

menghambat aksi neurotransmitter asetilkolin, sehingga mampu

membantu dalam menjaga keseimbangan antara dopamine dan

asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor.

Efek samping obat antikolinergik perifer mencakup pandangan

menjadi kabur, mulut kering, retensi urin. Piridostigmin, sampai 60

mg, 3x sehari, dapat membantu mengatasi mulut kering dan

27
kesulitan miksi. Efek samping sentral terutama adalah pelupa dan

menurunnya memori jangka pendek. Kadang-kadang dapat dijumpai

halusinasi dan psikosis, terutama apda kelompok usia lanjut,

sehingga dapat digunakan obat antikolinergik yang lebih lemah,

seperti difenhidramin (Benadryl), orfenadrin (Norflex),

amitriptilin.16

 Amantadin

Bekerja dengan membebaskan dopamin dari vesikel prasinaptik.

Pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam menangani penyakit

Parkinson stadium dini adalah :

1) Tingkat disabilitas pasien

Bila pasien mengalami hambatan yang signifikan dalam aktivitas

kesehariannya, atau kemampuan kerjanya terganggu, maka

levodopa diindikasikan.

2) Prevensi fluktuasi

Penggunaan agonis dopamin sebagai obat inisiasi atau pemula

dapat mengurangi resiko timbulnya diskinesia, wearing off dan

on-fluctuations.

3) Usia pasien

Pasien penyakit Parkinson usia muda (<65 tahun) umumnya

lebih mampu mentoleransi medikasi dan resiko terjadinya efek

samping lebih rendah. [asoen berusia lanjut mengalami kesulitan

dengan efek samping kognitif fan psikiatrik. Pada kelompok usia

28
lanjyt, obat antikolinergik dan amantadin digunakan secara hati-

hati. Agonis dopamin mungkin juga disertai efek samping yang

lebih banyak pada usia lanut.

4) Profil efek-samping obat

Bila pasien takut akan kemungkinan ia mengantuk dan dapat

membahayakan bila ia mengendarai, atau ia tidak dapat

mentolerir gangguan kognisi, maka agonis dopamin bukanlah

pilihan yang baik.

Terapi simptomatik didasarkan atas kebutuhan pasien dan harus

direevaluasi secara berkala, sesuai dengan progresivitas penyakit.

29
Berikut merupakan algoritma penatalaksanaan penyakit Parkinson:18

b. Non medikamentosa19

1) Deep Brain Stimulation (DBS)

Pada tahun 1987, diperkenalkan pengobatan dengan cara memasukkan

elektroda yang memancarkan impuls listrik frekuensi tinggi terus-

30
menerus ke dalam otak. Terapi ini disebutdeep brain stimulation (DBS).

DBS adalah tindakan minimal invasif yang dioperasikan melalui panduan

komputer dengan tingkat kerusakan minimal untuk mencangkokkan alat

medis yang disebut neurostimulator untuk menghasilkan stimulasi

elektrik pada wilayah target di dalam otak yang terlibat dalam

pengendalian gerakan.

Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus.

Stimulasi ini digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor.

Terapi ini memberikan kemungkinan penekanan pada semua gejala dan

efek samping, dokter menargetkan wilayah subthalamic nucleus (STN)

dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah stimulasi elektris. Pilihan

wilayah target tergantung pada penilaian klinis.

Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar

diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita

mengalami kesulitan untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan

gizi (malnutrisi) pada penderita. Makanan berserat akan membantu

mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan kurangnya aktivitas,

cairan dan beberapa obat.

2) Terapi Fisik

Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi

fisik. Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah,

dengan diberikan petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik.

31
Program terapi fisik pada penyakit Parkinson merupakan program jangka

panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan perkembangan atau

perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor dan

hambatan lainnya.

Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat

bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas,

keseimbangan, dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan,

seperti membawa tas, memakai dasi, mengunyah keras, dan

memindahkan makanan di dalam mulut.

3) Terapi Suara

Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan

oleh penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment (

LSVT ). LSVT fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi

menemukan bahwa alat elektronik yang menyediakan umpan balik indera

pendengar atau frequency auditory feedback (FAF) untuk meningkatkan

kejernihan suara.

4) Terapi gen

Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi

gen yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang

dikirim ke bagian otak yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen

yang digunakan memerintahkan untuk mempoduksi sebuah enzim yang

disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang mempercepat produksi

32
neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai penghambat

langsung sel yang terlalu aktif di STN.

Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF

(glial-derived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan

menggunakan implant kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi

biokimia, GDNF akan merangsang pembentukan L-dopa.

5) Pencangkokan saraf

Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel

stem yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai

dilakukan. Percobaan pertama yang dilakukan adalah randomized

double-blind sham-placebo dengan pencangkokan dopaminergik yang

gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk pasien di bawah umur

K. PROGNOSIS

Tingkat keparahan gejala penyakit Parkinson sangat bervariasi dari


individu ke individu dan tidak mungkin untuk memprediksi seberapa cepat
gangguan tersebut akan maju. Penyakit Parkinson sendiri bukanlah penyakit
fatal, dan harapan hidup rata-rata adalah sama dengan orang tanpa
penyakit.Komplikasi sekunder, seperti pneumonia, jatuh cedera yang
berhubungan, dan tersedak justru dapat mengakibatkan kematian. Pengobatan
yang teratur dapat mengurangi beberapa gejala dan mencegah terjadinya
komplikasi sekunder dapat memperpanjang kualitas hidup seorang individu
dengan penyakit Parkinson.

33
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologi

ditandai oleh degenerasi ganglia basalis terutama disubstansia nigra pars compacta

(SNC) yang disertai adanya inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).

Parkinsonism adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas,

bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamin dengan

berbagai macam sebab.

Anamnesis mengenai perlangsungan akut atau kronik, riwayat demam, nyeri

kepala kronis, trauma, minum obat-obatan, dan pekerjaan untuk menyingkirkan kausa

lain. dalam pemeriksaan dapat ditemukan gejala-gejala Parkinson, yaitu: tremor,

rigiditas, akinesia/bradikinesia-hipokinesia, kegagalan refleks postural.

Possible, bila terdapat salah satu dari gejala utama berikut: tremor istirahat,

rigiditas, bradikinesia, kegagalan refleks postural. Probable, bila terdapat kombinasi dua

gejala utama (termasuk kegagalan refleksi postural) atau satu dari tiga gejala pertama

yang tidak simetris (dua dari empat tanda motorik). Definit, bila terdapat kombinasi tiga

dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak simetris (tiga tanda

cardinal). Bila semua tanda-tanda tidak jelas, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulangan

beberapa bulan kemudian.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menyingkirkan kausa lain adalah

CT Scan.

34
Adapun terapi yang dilakukan adalah berupa terapi farmakologis dan non

farmakologis. Farmakologis bersifat simptomatis untuk memperbaiki keseimbangan

neurotransmitter asetilkolin dan dopamine berupa obat antikolinergik untuk tremor, obat

levodopa untuk bradikinesia, agonis dopamine berupa bromokriptin, glutamate

antagonis, antioksidan, agonis dopamine, bromokriptin. Tujuan terapi medikamentosa

untuk mengurangi efek kelebihan asetilkolin, propanolol 10-30 mg perhari. Prinsip

pengobatan dengan medikamentosa diatas harus dimulai dengan dosis rendah dan secara

perlahan dinaikkan untuk mencari dosis optimal. Terapi non farmakologis berupa

fisioterapi.

35

Anda mungkin juga menyukai